//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: melafal nama Buddha sampai samadhi?  (Read 58986 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #45 on: 29 April 2011, 09:01:38 PM »
sebut saja berulang-ulang kata Buddha. kata tersebut menjadi objek meditasi. dari kata buddha tersebut anda bisa menjadikan "suaranya" sebagai objek meditasi, atau bisa juga "visualnya".

dengan pengucapan berulang-ulang, maka akhirnya hal itu akan berbekas di dalam batin anda. ketika anda berhenti menyebut "Buddha", sebutan itu tetapi mengalir di batin, seakan-akan tetap mengalir di lidah anda. proses selanjutnya sama dengan proses meditasi samatha dengan objek lainnya.

kesimpulannya, setelah samadhi, tidak perlu lagi melafal nama Buddha.

Belum pernah saya membaca uruaian tsb diatas, mungkin Anda bisa memberikan langkah2-nya dari awal beserta referensinya ?




salam,
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Choa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: -12
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #46 on: 18 March 2012, 03:09:57 PM »
Bagaimana cara melafal nama Buddha hingga tercapai samadhi? apakah hal itu bisa dilakukan? setelah samadhi apakah masih melafal juga?

thanks
kalau istilah mahayana, ini mengunakan tehnik nien-Fo

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #47 on: 18 March 2012, 05:42:58 PM »
kalau istilah mahayana, ini mengunakan tehnik nien-Fo


apakah ada rujukan yang menyatakan bahwa tehnik "nien-Fo" mencapai samadhi ?
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Choa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: -12
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #48 on: 18 March 2012, 08:48:53 PM »

apakah ada rujukan yang menyatakan bahwa tehnik "nien-Fo" mencapai samadhi ?

apakah tiap praktek dhamma anda perlu rujukan?

apakah anda merendahkan panna diri sendiri dan yang anda ajak bicara?
coba camkan dalam pikiran anda, apa itu arti "samadhi"

lalu periksa diri sendiri, pernahkah mencapai samadhi dengan tehnik lain
jika tidak pernah, apapun tehniknya anda tidak akan memahami yang
namanya "ekagatta"

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #49 on: 18 March 2012, 09:12:00 PM »

tugas Anda hanya perlu menjawab: Ada atau tidak ada.
kalau Ada, kami mohon rujukannya, Anumodana
kalau tidak ada, kasus ditutup.





apakah ada rujukan yang menyatakan bahwa tehnik "nien-Fo" mencapai samadhi ?


apakah tiap praktek dhamma anda perlu rujukan?

apakah anda merendahkan panna diri sendiri dan yang anda ajak bicara?
coba camkan dalam pikiran anda, apa itu arti "samadhi"

lalu periksa diri sendiri, pernahkah mencapai samadhi dengan tehnik lain
jika tidak pernah, apapun tehniknya anda tidak akan memahami yang
namanya "ekagatta"
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Choa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: -12
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #50 on: 18 March 2012, 10:03:01 PM »
tugas Anda hanya perlu menjawab: Ada atau tidak ada.
kalau Ada, kami mohon rujukannya, Anumodana
kalau tidak ada, kasus ditutup.



apakah tiap praktek dhamma anda perlu rujukan?

apakah anda merendahkan panna diri sendiri dan yang anda ajak bicara?
coba camkan dalam pikiran anda, apa itu arti "samadhi"

lalu periksa diri sendiri, pernahkah mencapai samadhi dengan tehnik lain
jika tidak pernah, apapun tehniknya anda tidak akan memahami yang
namanya "ekagatta"

aneh, bukankah 40 objek samatha merupakan rujukan

kebanyakan teory loh
jadi ngaco

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #51 on: 18 March 2012, 10:17:32 PM »
Dutiyampi,

kami hanya menanyakan 1 hal tentang rujukan, "apakah ada rujukan yang menyatakan bahwa tehnik "nien-Fo" mencapai samadhi ?"
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #52 on: 18 March 2012, 10:21:30 PM »
aneh, bukankah 40 objek samatha merupakan rujukan

kebanyakan teory loh
jadi ngaco
nien fo itu termasuk salah satu dari 40 objek samatha ya?
« Last Edit: 18 March 2012, 10:27:34 PM by will_i_am »
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #53 on: 18 March 2012, 10:30:57 PM »
Menurut pengertian Mahayana, jika dilakukan dg benar, nien-fo (pelafalan nama Buddha) adl jenis meditasi yg termasuk Buddhanussati (Buddhanusmrti)

Quote
Buddhanusmrti - Perenungan Terhadap Buddha

    Sutta Nipata dari Kanon Pali umumnya dianggap oleh para ahli sebagai teks Buddhis tertua yang masih ada. Pada akhir Sutta Nipata, pada bagian yang juga dianggap sebagai tingkatan paling tua dari teks tersebut terdapat bagian yang sangat mengharukan dan, saya pikir, percakapan yang penting. Seorang brahmin bernama Pingiya ‘sang bijaksana’ memuliakan Sang Buddha dalam kata-kata yang tulus:

    “Mereka menyebutnya Buddha, Yang Tercerahkan, Yang Telah Sadar, yang melenyapkan kegelapan, dengan pandangan menyeluruh, dan mengetahui dunia ini sampai akhirnya.... Orang ini... adalah sosok yang aku ikuti.... Pangeran ini, secercah cahaya ini, Gotama, adalah satu-satunya yang melenyapkan kegelapan. Orang ini Gotama adalah semesta kebijaksanaan dan dunia pemahaman.”[1]

    Pingiya ditanya mengapa ia tidak menghabiskan waktunya dengan Sang Buddha, guru yang mengagumkan tersebut? Pingiya menjawab bahwa ia sendiri sudah tua, ia tidak dapat mengikuti Buddha secara fisik, karena ‘tubuhku sedang melapuk’. Namun:

    “tidak ada waktu sedikit pun bagiku yang dihabiskan jauh dari Gotama, dari semesta kebijaksanaan ini, dunia pemahaman ini... dengan kewaspadaan yang terus-menerus dan hati-hati, adalah memungkinkan bagiku untuk melihat-Nya dengan pikiranku sejernih [melihat dengan] mataku, siang dan malam. Dan karena aku menghabiskan malamku dengan menghormati Beliau, tidak ada, dalam pikiranku, sesaat pun jauh dari-Nya.”

    Dalam percakapan yang luar biasa dan kuno ini Pingiya menunjukkan bahwa adalah memungkinkan melalui perhatiannya, melalui pemusatan pikirannya, agar ia terus-menerus berada di hadapan Sang Buddha dan terus-menerus menghormati Beliau. Pada akhir [teks ini], Sang Buddha sendiri menyatakan bahwa Pingiya juga akan menuju ‘pantai yang lain’ dari Pencerahan.

    Penafsiran percakapan ini mungkin sulit. Seseorang pastinya tidak akan menganggap bahwa kita di sini memiliki sistem keyakinan yang sudah baku. Walaupun demikian, pujian Pingiya terhadap Sang Buddha dan penghormatannya agar dapat melihat Beliau dalam pikirannya tampaknya berhubungan dengan praktek buddhanusmrti, perenungan terhadap Buddha, sebuah praktek yang telah diketahui dari konteks lain dalam Kanon Pali dan dijalankan, sejauh yang dapat kita katakan, semua aliran Buddhisme.

    Berdasarkan komentator Theravada Buddhaghosa, seorang meditator yang ingin menjalankan perenungan terhadap Buddha harus pergi ke tempat yang cocok guna mengasingkan diri:
    “dan merenungkan sifat-sifat khas dari Sang Buddha... sebagai berikut: ‘Demikianlah Sang Bhagava yang adalah yang telah menyelesaikan, tercerahkan sepenuhnya, memiliki pandangan (yang jernih) dan tindak tanduk (yang baik), mulia, pengenal dunia, pemimpin yang tak tertandingi dari para manusia yang dijinakkan, guru para manusia dan dewa, yang telah mencapai pencerahan dan yang dirahmati’.”[2]

    Sang meditator merenungkan sifat-sifat Sang Buddha secara teratur dan terperinci. Di antara hasil dari meditasi yang demikian adalah bahwa, dalam kata-kata Buddhaghosa, sang meditator:
    Mencapai sepenuhnya keyakinan, perhatian, pengertian dan kebajikan.... Ia menaklukan rasa takut dan kengerian.... Ia merasa seakan-akan ia tinggal dalam kehadiran Sang Guru. Dan tubuhnya... menjadi layak dihormati seperti ruang pemujaan. Pikirannya cenderung menuju pada kediaman para Buddha.[3]

    Jika tergoda untuk melakukan perbuatan salah, sang meditator merasa sangat malu seakan-akan ia berhadapan langsung dengan Buddha. Bahkan jika perkembangan batinnya berhenti pada titik ini, ia akan maju menuju ‘tujuan bahagia’.

    Tiga poin yang patut dicatat di sini. Pertama, terdapat hubungan antara buddhanusmrti dengan pencapaian taraf [spiritual] yang lebih tinggi, sebuah tujuan yang bahagia, atau ‘kediaman para Buddha’. Kedua, melalui perenungan terhadap Buddha seseorang menjadi bebas dari rasa takut. Kita mengetahui bahwa dari sumber sutra Sanskerta bahwa buddhanusmrti dianjurkan terutama sebagai penangkal rasa takut. Takut, dan keinginan untuk melihat Buddha, di sini saya pikir, adalah perasaan yang penting selama berabad-abad, bahkan berdekade-dekade, setelah wafatnya Sang Buddha. Gandavyuha Sutra mengatakan untuk banyak umat Buddha ketika ia menyatakan:

    “Adalah sulit, bahkan dalam waktu ratusan koti kalpa, untuk mendengar seorang Buddha mengajar;
    Betapa semakin banyak melihat-Nya, penampakan-Nya menjadi penghapus utama semua keraguan....
    Lebih baik terbakar selama berkoti kalpa dalam tiga keadaan yang menderita, walaupun mereka sangat mengerikan,
    Daripada tidak melihat Sang Guru....
    Lenyaplah semua penderitaan ketika seseorang telah melihat Sang Jina, Penguasa Dunia,
    Dan menjadi mungkin untuk mencapai pengetahuan mendalam, dunia para Buddha yang tertinggi.”

    Dan ketiga, melalui perenungan terhadapa Buddha, Buddhaghosa mengatakan, sang meditator akan merasa seakan-akan ia tinggal dalam hadapan Sang Buddha sendiri – sedemikian sehingga, bahwa rasa malu akan mencegahnya dari perbuatan jahat.[4]

    Terdapat sebuah teks yang terdapat pada Ekottaragama milik Buddhisme awal, bagian dari kitab suci yang bertahan dalam terjemahan bahasa Cina, di mana diberikan sebuah kisah yang lebih rinci tentang perenungan terhadap Buddha daripada yang ditemukan dalam Kanon Pali. Dalam sutra ini, perenungan terhadap Buddha dikatakan membawa pada kekuatan batin dan bahkan pada Nirvana itu sendiri. Dalam ajaran Mahayana tentang para Buddha dan Bodhisattva yang tak terhingga banyaknya yang mendiami tak terhingga Tanah Buddha dari 10 arah mata angin (sebuah ajaran yang mungkin dipengaruhi oleh pengalaman buddhanusmrti), praktek perenungan terhadap Buddha mendapatkan kedudukan yang jauh lebih penting sebagai cara untuk berhubungan dengan para Buddha dan kediaman mereka. Saptasatika Prajnaparamita menjelaskan ‘Samadhi Perbuatan Tunggal’ di mana seseorang bisa dengan cepat mencapai pencerahan sempurna. Sang meditator:

    “harus tinggal dalam kesunyian, membuang pikiran yang mengganggu, tidak melekat pada benda-benda, memusatkan pikiran mereka pada seorang Buddha, dan membaca nama-Nya denga tulus. Mereka harus menjaga tubuh mereka tetap tegak dan, dengan menghadap pada arah dari Buddha tersebut, bermeditasi terhadap-Nya secara terus-menerus. Jika mereka dapat menjaga perhatian terhadap Buddha tersebut tanpa henti dari waktu ke waktu, maka mereka akan dapat melihat semua Buddha dari masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang setiap waktu.”[5]

    Pratyutpanna Sutra

    Pratyutpanna Sutra pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Cina oleh Lokaksema mungkin sekitar tahun 179 M. Ini membuat ia salah satu terjemahan tertua sutra Buddhis ke dalam bahasa Cina. Ia berisi referensi literatur tertua yang dapat diidentifikasi datanya tentang Amitayus (= Amitabha) dan Tanah Buddha-Nya, Tanah Murni, di timur.[6] Di antara banyak ciri khas yang menarik dan tidak biasa dari sutra tertua ini adalah detail yang menggambarkan dan mendiskusikan pratyutpanna samadhi, yang tampaknya menjadi pesan penting sutra ini.

    Dasar untuk menjalankan pratyutpanna samadhi adalah sila yang ketat. Seorang praktisi, umat awam atau viharawan, laki-laki atau perempuan, diminta untuk memenuhi sepenuhnya pelatihan sila sebelum memasuki pengasingan diri. Meditator kemudian mengasingkan diri di sebuah tempat terpencil dan menghadap ke arah di mana Buddha Amitayus berdiam. Ia memusatkan pikiran pada Buddha tersebut, dengan menghadap pada arah yang benar. Meditator melakukan apa yang telah kita bahas sebelumnya dalam praktek buddhanusmrti. Praktisi merenungkan Buddha tersebut langsung di hadapan:

    “Para Bodhisattva harus memusatkan pikiran pada Sang Tathagata tersebut... yang sedang duduk di tahta Buddha dan mengajarkan Dharma. Mereka harus berkonsentrasi pada para Tathagata yang diberkahi dengan semua sifat yang mulia, gagah, menarik, menyenangkan untuk diperhatikan, dan dikaruniai dengan kesempurnaan tubuh [dst].”[7]

    Selain itu kemulian tubuh dan kemampuan seorang Buddha dicatat dan direnungkan. Lebih jauh lagi, sang meditator diajarkan untuk tidak membiarkan timbulnya gagasan “diri” dalam cara apa pun selama tiga bulan, atau pun dikalahkan oleh ‘kemalasan dan kelambanan’ (yaitu tertidur), atau duduk ‘kecuali untuk buang air’ selama tiga bulan. Mereka harus berkonsentrasi pada Amitayus selama satu hari satu malam, atau selama dua, tiga, empat, lima, enam, atau tujuh hari tujuh malam, sehingga, ketika telah terlewati penuh tujuh hari tujuh malam, mereka melihat:

    “Yang Dimuliakan Tathagata Amitayus. Jika mereka tidak melihat Buddha tersebut selama siang hari, maka Sang Buddha tersebut... akan mempelihatkan wajah-Nya kepada mereka dalam mimpi ketika mereka tidur.”

    Dan setelah melihat Buddha tersebut, meditator dapat menghormati Beliau dan menerima ajaran [dari Beliau]. Penglihatan atas Buddha ini bukan dengan ‘mata dewa’, [karena] ia bukan hasil dari kekuatan batin. Meditator tidak perlu mengembangkan berbagai kemampuan supernormal seperti mata dewa yang, seperti yang kita bahas dalam bab sebelumnya, hanya dapat dikembangkan pada tingkat Bodhisattva ketiga [dari Dasabhumi atau 10 tingkat Bodhisattva dalam Mahayana], dan dipikirkan dalam teks lain sebagai alat di mana seseorang dapat melihat para Buddha dari 10 penjuru arah. Para Buddha yang dilihat dalam pratyutpanna samadhi dikatakan dapat dipahami dengan perumpamaan mimpi. Ini memungkinkan karena semua [fenomena] adalah kosong dari wujud yang hakiki, dan oleh sebab itu semuanya hanya [produk] pikiran [Mind Only = Hanya Pikiran, sebuah ajaran dalam Mahayana bahwa semua fenomena yang kita rasakan, amati hanyalah berasal dari pikiran kita].

    Catatan:
    1. Terjemahan oleh Saddhatissa 1985: vv. 1133, 1136. Cf. terjemahan oleh Norman (Sutta Nipata 1984).
    2. Visuddhimagga 7: 2, dalam Buddhaghosa 1975, mengutip dari rumusan standar yang ditemukan dalam Kanon Pali [Buddhanussati]. Harrison 1992a: 228–31 berpendapat bahwa anusmrti [anussati] lebih baik diterjemahkan sebagai ‘commemoration’ (peringatan) daripada ‘recollection’ (perenungan).
    3. Buddhaghosa 1975: 230. Cf. Harrison 1992a: 218.
    4.Patut dicatat tentang ungkapan ‘tujuan bahagia’ dan juga ‘kediamana para Buddha’. Apa, atau, di mana, kediaman para Buddha? Seperti yang akan kita lihat, ‘Tanah Murni’ yang paling terkenal di mana dalam ajaran Mahayana seorang Buddha saat ini berdiam mengajar Dharma disebut Sukhavati, secara harfiah ‘Tempat Bahagia’. Di sanalah seseorang dapat tinggal dalam hadapan para Buddha, bebas dari rasa takut.
    5. Terjemahan dalam Chang 1983: 110. Dari bahasa Cina. Cf. terjemahan oleh Conze 1973b: 101.
    6. Ungkapan aktual ‘Tanah Murni’ diterjemahkan dalam bahasa Cina jingtu (ching-t’u; bahasa Jepang: jodo), dan ini tampaknya tercipta di Cina.
    7. Perhatikan bahwa para Buddha adalah jamak; Amitayus di sini diberikan hanya sebagai contoh. Terjemahan dalam Harrison 1990: 68. Lihat juga Harrison 1978.

    Sumber: Mahayana Buddhism, The Doctrinal Foundations 2nd edition oleh Paul Williams

"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Choa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: -12
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #54 on: 18 March 2012, 10:33:52 PM »
nien fo itu termasuk salah satu dari 40 objek samatha ya?

iya buddhanussatti
kalau pernah mempraktekanya, intinya sama
tetapi dalam tehnik Nien-Fo, hanya ditambah detail cara pengucapan
kata-kata "Buddho" nya

bedanya itu saja, kalau masuk konsentrasi "samadhi" sama tehnik
samatha serta tahapanya untuk mencapai ekkaggata
« Last Edit: 18 March 2012, 10:35:34 PM by Choa »

Offline Choa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: -12
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #55 on: 18 March 2012, 10:34:41 PM »
Menurut pengertian Mahayana, jika dilakukan dg benar, nien-fo (pelafalan nama Buddha) adl jenis meditasi yg termasuk Buddhanussati (Buddhanusmrti)
anumodana
ternyata anda ada disini
saya rasa pengertian samadhi di mahayana dan theravada
sama saja tidak ada pembedaan, umat yang tidak praktek aja yang bingung
. _/\_
« Last Edit: 18 March 2012, 10:37:27 PM by Choa »

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #56 on: 18 March 2012, 11:23:47 PM »
Menurut pengertian Mahayana, jika dilakukan dg benar, nien-fo (pelafalan nama Buddha) adl jenis meditasi yg termasuk Buddhanussati (Buddhanusmrti)

Quote
Terdapat sebuah teks yang terdapat pada Ekottaragama milik Buddhisme awal, bagian dari kitab suci yang bertahan dalam terjemahan bahasa Cina, di mana diberikan sebuah kisah yang lebih rinci tentang perenungan terhadap Buddha daripada yang ditemukan dalam Kanon Pali. Dalam sutra ini, perenungan terhadap Buddha dikatakan membawa pada kekuatan batin dan bahkan pada Nirvana itu sendiri. Dalam ajaran Mahayana tentang para Buddha dan Bodhisattva yang tak terhingga banyaknya yang mendiami tak terhingga Tanah Buddha dari 10 arah mata angin (sebuah ajaran yang mungkin dipengaruhi oleh pengalaman buddhanusmrti), praktek perenungan terhadap Buddha mendapatkan kedudukan yang jauh lebih penting sebagai cara untuk berhubungan dengan para Buddha dan kediaman mereka. Saptasatika Prajnaparamita menjelaskan ‘Samadhi Perbuatan Tunggal’ di mana seseorang bisa dengan cepat mencapai pencerahan sempurna. Sang meditator:

    “harus tinggal dalam kesunyian, membuang pikiran yang mengganggu, tidak melekat pada benda-benda, memusatkan pikiran mereka pada seorang Buddha, dan membaca nama-Nya denga tulus. Mereka harus menjaga tubuh mereka tetap tegak dan, dengan menghadap pada arah dari Buddha tersebut, bermeditasi terhadap-Nya secara terus-menerus. Jika mereka dapat menjaga perhatian terhadap Buddha tersebut tanpa henti dari waktu ke waktu, maka mereka akan dapat melihat semua Buddha dari masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang setiap waktu.”[5]




anumodana
ternyata anda ada disini
saya rasa pengertian samadhi di mahayana dan theravada
sama saja tidak ada pembedaan
, umat yang tidak praktek aja yang bingung
. _/\_



kami memang bingung makanya kami tanya
kalau kami tidak bingung, kami tidak akan tanya.

kami memang tidak mengerti makanya kami tanya
kalau kami mengerti, kami tidak akan tanya.
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline Choa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 412
  • Reputasi: -12
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #57 on: 19 March 2012, 05:38:08 AM »

kami memang bingung makanya kami tanya
kalau kami tidak bingung, kami tidak akan tanya.

kami memang tidak mengerti makanya kami tanya
kalau kami mengerti, kami tidak akan tanya.

kebingungan terjadi karena dhamma di gunakan untuk berteory
bukan
untuk di praktekan

rasanya hampir sebagian besar member disini cuma sebatar dhamma
di pelajari dan di analisa sebatas teory saja, tampa di praktekan
saya bingung dengan anda "bisa" tidak tahu, karena anda membuat
thread tentang "tehnik" samatha, sekarang saya tahu tulisan itu
hanya copy paste saja,

ini terjadi karena saya over klaim terhadap kemampuan kognisi member
disini, dan banyak juga ternyata berdiskusi tentang hal yang tidak pernah
dilakukan mereka, saya juga tidak tahu dan bigung dengan member disini
harap maklum
karena kalau saya tanya "apakah anda mempraktekanya" kebanyakan
member disini "tersingung" dengan pertanyaan tersebut.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #58 on: 19 March 2012, 06:13:43 PM »
 [at] Choa:

Saya bukan penganut Mahayana dan tidak bisa memastikan apakah samadhi yg dimaksud dlm teks2 Mahayana sama dengan samadhi dlm teks Pali krn dlm teks Pali samadhi yg dimaksud adalah samma-samadhi (menurut definisi dlm sutta adalah pencapaian jhana2).

Samadhi dlm Mahayana salah satunya adalah Prayutpanna Samadhi yg disinggung dlm artikel ttg Buddhanusmrti di atas dan dijelaskan dlm Prayutpanna Samadhi Sutra sbg hasil dr Buddhanusmrti. Link sutranya ada di sini: http://www.sutrasmantras.info/sutra22.html. Tetapi saya sendiri belum membacanya secara keseluruhan, jadi tidak bisa menyimpulkan seperti apa samadhi dlm Mahayana ini.....
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: melafal nama Buddha sampai samadhi?
« Reply #59 on: 19 March 2012, 06:27:53 PM »
kebingungan terjadi karena dhamma di gunakan untuk berteory
bukan
untuk di praktekan

rasanya hampir sebagian besar member disini cuma sebatar dhamma
di pelajari dan di analisa sebatas teory saja, tampa di praktekan
saya bingung dengan anda "bisa" tidak tahu, karena anda membuat
thread tentang "tehnik" samatha, sekarang saya tahu tulisan itu
hanya copy paste saja,

ini terjadi karena saya over klaim terhadap kemampuan kognisi member
disini, dan banyak juga ternyata berdiskusi tentang hal yang tidak pernah
dilakukan mereka, saya juga tidak tahu dan bigung dengan member disini
harap maklum
karena kalau saya tanya "apakah anda mempraktekanya" kebanyakan
member disini "tersingung" dengan pertanyaan tersebut.

lucu sekali dgn pencapaian anda itu ternyata anda masih bisa BINGUNG, jauh sekali jika dibangkan dgn Sang Buddha Gotama, bahkan LSY pun tdk pernah mengaku bingung. =))