KEBENARAN KONVENSIONAL DAN KEBENARAN SEJATI (1/3)
Dari milis-spiritual [at] yahoogroups.com message #24735, 30 April 2007:
Dari:
Willibordus <willibordus [at] gmail.com>Pak Hudoyo,
Ini menarik:
===============
Hudoyo:PS: Seorang Master dari mazhab Amitabha sendiri pernah menyatakan bahwa sesungguhnya Amitabha berada dalam batin sendiri, sesungguhnya Surga Sukhavati ada di dalam batin sendiri.
===============
Karena masih banyak pengikut Amitabha memandang alam Sukhavati adalah suatu tempat yg dituju setelah kematian nanti. Meskipun ada yg berpendapat, itu adalah suatu tempat secara geografis =) dan ada juga yg berpendapat Sukhavati adalah suatu tempat di alam lain, tetap saja pandangan2 tsb jauh dari pernyataan Master diatas, yg menurut saya lebih rasional.
Mungkin bisa diinformasikan nama Master yg menyatakan hal tsb, Pak Hud?
Terima kasih,
Willibordus
========================
HUDOYO:Rekan Willibordus yg baik,
Untuk Anda, saya tayangkan ulang posting tgl 15 Nov 2006. Semoga bermanfaat.
Salam hangat,
Hudoyo
--- Forwarded message ---
Dari:
"Sunari" sunari [at] ...
Terima kasih atas penjelasan Pak Hudoyo yang sangat jelas..
Saya memahaminya atas dasar bahwa semua Para Buddha di sepuluh penjuru yang banyaknya bagaikan pasir di sungai Gangga, semua yang disebut dalam sutta-sutta itu EKSIS didunianya masing-masing. Apakah mereka mengajar atau melakukan perbuatan apapun disana. Dan alam dunia para Buddha tersebut adalah berumur... berjuta kalpa.. (berapa eon tahun?). Apakah perbuatan mengajar di dunia buddha tidak memiliki arti bahwa para Buddha tersebut eksis sebagai sebagai sebuah pribadi? Juga disaat Sang Buddha Gautama mengajar.. baik didunia ini maupun waktu disorga Tusita.. para Buddha primitif juga banyak yang hadir (maaf kalau salah ingat, suttanya dirumah). Bagaimana menjelaskan hal 'hadir' ini, atau dalam wujud apa hadirnya kecuali sebagai sebuah pribadi, sebagai sebuah 'keberadaan'? -- -- Soal Tantrayana, saya berpijak pada pengajaran aliran Satyabuddha, dan.. banyak juga tulku atau Lhama yang mengaku sebagai titisan guru- guru masa lalu, kalau saya mau dan sempat search di internet saya kira saya akan dapat.. karena sudah pernah baca beberapa situsnya, kalau tidak salah salah satunya adalah 'bhumisambhara'? maaf banget kalau salah. -- -- Disini saya tidak bicara tentang Anuttara Samyak Sambodhi, suatu tingkatan pasca Buddha. -- -- Berikut adalah kutipan dari Sutra Surangama:
<<Bodhisattva Maitreya kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di kaki Sang Buddha dan berkata: "Aku masih ingat dalam kalpa yang tak terhitung bagaikan butir pasir sungai gangga di masa lalu, ada seorang Buddha yang bernama Chandra-Surya-Pradipa muncul di dunia (untuk menolong makhluk hidup). Aku mengikutiNya dan meninggalkan kehidupan berumah tangga>><<Bodhisattva 'Cahaya Kristal' kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di kaki Sang Buddha dan berkata: "Aku masih ingat di dalam kalpa yang tak terhitung bagikan butir pasir sungai gangga di masa lalu, ada seorang Buddha yang bernama 'Suara Tak Terhingga' yang muncul di dunia ini untuk mengajari para Bodhisattva bahwa kesadaran hakiki adalah indah dan terang. Beliau mengajari mereka untuk merenungkan bahwa dunia ini dan semua wujud makhluk hidup di dalamnya adalah ilusi palsu yang tercipta dari penyebab berulang- ulang, yang didorong oleh kekuatan angin. Pada waktu itu, aku merenungkan pembentukan dunia ini yang bersifat ilusi, >>Pemahaman saya, atas kutipan yang bagian atas, yang bawah idem saja ; Keberadaan jiwa/roh dari makhluk yang bernama Maitreya sejak jaman Buddha Chandra-Surya-Pradipa sampai dengan jaman Sang Sidharta adalah sedemikian luamaaaaa, kalau satu kalpa dianggap satu juta tahun -- lalu kalikan dengan jumlah pasir yang tidak terhitung. Selama itu beliau belum juga mencapai kebuddhaan, baru masih tingkat Boddhisattva. Atau tingkat apapun.. beliau mucul sebagai sebuah pribadi disaat Sang Buddha Gautama mengajar. Lalu akankah kita hanya dengan bimbingan seorang guru manusia biasa dapat mencapai Kebuddhaan dalam 1 kali kehidupan saja?. Walaupun lama waktu berlangsungnya keberadaan jiwa/roh si Maitreya bukanlah 'mutlak kekal', namun rentang waktu yang berlalu sungguh tidak terbayangkan, benar-benar hampir 99.9% dari rentang waktu yang kita anggap sebagai "selama-lamanya?". Bukankah begitu Pak Hud? -- -- Mungkin saja, bahkan sangat mungkin, saya salah memahami faham yang ada dalam agama Buddha, maka saya harapkan agar yang lebih tahu silahkan memberikan koreksinya. Dalam hal ini saya tidak menempatkan siapa sebagai lebih tahu dari siapa pak siapapun dia itu, karena kita sama-sama dapat membaca suttanya dan lalu mentafsirkannya.
***
Pak Hudoyo yang baik, Kalau pak Hudoyo mencari teksnya maka bisa jadi tidak ketemu.. dimana ada statement bahwa roh/jiwa itu kekal, karena kebenarannya diumpetkan dalam kata-kata.
[1] Sang Buddha Sidharta Gautama 'memberikan amanat' kepada Sang Ksitigarbha untuk berbuat sesuatu dimasa depan.
[2] masa yang akan datang berarti berlaku untuk zaman kita ini, tahun 1 M dan seterusnya, termasuk tahun 2006.
[3] pada saat melakukan aktifitas penyelamatan ; baik dengan kesaktianMU maupun memper-tampakkan diri disisi pintu neraka, ADA atau TIADA kah eksistensi Sang Ksitigarbha? Baik beliau berwujud maupun tidak, PASTI beliau pada keadaan sebagai sebuah keberadaan, sehingga tidak rancu bahwa yang berbuat itu Ksitigarbha atau selain beliau.
[4] Sang Buddha Sidharta Gautama menyampaikan bahwa umur dari kehidupan sang Amitabha beserta rakyatnya adalah tidak terbatas dan tidak terhingga, dalam posting yang sebelumnya saya sebut sebagai 99.9% kekal selama-lamanya.
[5] Sang Buddha Sidharta Gautama menceriterakan bahwa di 4 penjuru + atas + bawah ; ADA negeri para Buddha yang jumlahnya tak terhitung, dan dunia seperti itu sudah ada sejak dahulu kala yang tak terbatas - tak terhingga dan akan tetap ada sampai jaman kini dan sesudahnya. Ini terbukti bahwa Sang Buddha menyuruh kita untuk berikrar terlahir di dunia-dunia tersebut.
Demikian pak pemahaman saya atas hal diatas, kalau Bapak memiliki pemahaman yang lebih cerah dan melampaui apa yang saya fahamkan saya mohon agar disampaikan Pak dan saya akan senang hati untuk mendapatkan kebenarannya.
Salam, Sunar-I
PS:rasanya sih saya tahu titik temunya kedua faham yang berbeda ini pak, tetapi belakangan saja deh ngeluarinnya.
========================
HUDOYO:>kalau Bapak memiliki pemahaman yang lebih cerah dan melampaui apa yang saya fahamkan saya mohon agar disampaikan Pak dan saya akan senang hati untuk mendapatkan kebenarannya.
-----------
Mas Sunari,
Dengan senang hati saya memenuhi permintaan Anda di atas. Tapi sebelumnya saya akan mengomentari kalimat Anda berikut:
>Disini saya tidak bicara tentang Anuttara Samyak Sambodhi, suatu tingkatan pasca Buddha.---------
Ini pernyataan yang sangat aneh dilihat dari kacamata seorang Buddhis. Tidak ada "
tingkatan pasca-Buddha"! Kebuddhaan adalah TINGKATAN TERTINGGI yang bisa dicapai oleh suatu makhluk hidup.
'Anuttara Samyak-Sambodhi' = 'Pencerahan Sempurna Tiada Tara' adalah keadaan batin yang dicapai oleh para Buddha.
*****
Tampaknya Mas Sunari terperangkap pada KONTEKS/LATAR BELAKANG, dan bukannya menyelami ESENSI, Amitabha Sutra itu, padahal konteks Amitabha Sutra itu bersifat mitologis, bukan kebenaran tertinggi/terdalam. Anda melihat alam-alam Buddha yang diceritakan dalam sutra itu sebagai semacam galaksi-galaksi di dalam ruang dan waktu, sehingga muncullah paham-paham tentang alam-alam dan kehidupan makhluk-makhluk individual, bahkan
Buddha-Buddha individual, yang "
kekal-abadi". Semua itu adalah kebenaran konvensional sehari-hari, tapi bukan kebenaran sejati/mutlak.
Di lain pihak, seorang Buddhis (siswa Sang Buddha) memahami betul adanya berlapis-lapis kebenaran. Pada garis besarnya ada dua level kebenaran: (1)
kebenaran mutlak, kebenaran sejati (Skrt:
paramartha- satya, Pali:
paramattha-sacca), dan (2)
kebenaran konvensional, kebenaran
intelektual, kebenaran
empiris, kebenaran
sehari-hari (Skrt:
samvrti-satya, Pali:
sammuti-sacca).
Kebenaran konvensional sehari-hari (#2) itu tidak relevan dilihat dari kebenaran sejati (#1). Contoh: Kebenaran konvensional berkata:
"aku/diri/roh Hudoyo eksis." Kebenaran sejati berkata:
"Tidak ada Hudoyo sebagai entitas individual yang eksis; yang eksis hanyalah badan dan unsur-unsur batin ini, yang terus berproses dalam ruang dan waktu, tanpa adanya diri/roh/jiwa Hudoyo yang kekal-abadi." Kembali pada
Amitabha Sutra.
Kebenaran konvensional sutra itu berkata:
"Ada sepuluh ribu alam Buddha, masing-masing dengan Buddha-nya sendiri yang mengajar sepanjang masa (kekal-abadi). Ada Buddha Amitabha mengajar di alam Sukhavati, di sebelah barat melampaui seratus bilyun alam Buddha. Barang siapa mengingat nama Buddha Amitabha, pada waktu mati akan terlahir di alam Sukhavati."Kebenaran sejati (paramartha-satya) dari Amitabha Sutra itu adalah:
"Hanya ada satu realitas, yakni Dharmakaya, Batin Buddha yang Tunggal. Semua Buddha individual tidak lain adalah pancaran (emanasi) dari satu realitas mutlak, yakni Dharmakaya. Segala sesuatu hanyalah sekadar riak, gelombang, gelembung-gelembung air YANG SEGERA PECAH, MUNCUL DAN LENYAP dalam Batin Buddha yang tunggal ini: semua alam, semua Buddha, semua makhluk hidup, semua waktu ["kekekalan"], semua ruang, semua pengalaman dari semua makhluk hidup di semua alam pada semua waktu." Ini dikatakan oleh
Tien T'ai Master Ou-i Chih-hsu,
Patriarch ke-9 Mazhab Sukhavati, abad ke-
17 M.
Selanjutnya Master Ou-i berkata,
"Sukhavati adalah bagian dari HAKIKAT KITA YANG SEJATI, yang memungkinkan kita untuk mencapai realisasi yang mendalam tentangnya, dan menembus ke dalam kebenaran Tanda Sejati (Batin). ... Semua hiasan Amitabha bekerja sebagai substansi penguat yang merangsang perkembangan semua hiasan di dalam batin makhluk-makhluk hidup. Amitabha secara keseluruhan menyatu dengan makhluk-makhluk hidup: semua kekuatannya menyatu dengan kekuatan kita. ... Di dalam Sukhavati setiap suara, setiap obyek-indra, setiap saat, dan bahkan setiap langkah dan jepretan jari, saling terjalin tanpa rintangan, dan sesuai dengan ketiga Permata (Buddha, Dharma, Sangha) dari semua alam di sepuluh penjuru. Juga ditunjukkan bahwa dalam dunia kita sehari-hari, kotoran-kotoran dan rintangan-rintangan batin begitu serius sehingga dunia kita terpisah dari Alam Sukhavati, sekalipun sebenarnya tidak sungguh-sungguh terpisah darinya. Bila kita terlahir di Alam Sukhavati, pahala dan kesalehan kita begitu banyak sehingga kita terpisah dari dunia sehari-hari yang disebut "Penanggungan" ini, tanpa sungguh-sungguh terpisah darinya. ..."Tentang
Amitabha, Master Ou-i berkata,
"Nama 'Amitabha' berarti 'cahaya tak terbatas' dan 'kehidupan tak terbatas'. Terjemahan harfiah dari 'Amitabha' adalah 'tak terbatas', dan 'tak terbatas' itu sesungguhnya TAK DAPAT DIJELASKAN [TAK DAPAT DIPIKIRKAN, DIKATAKAN]. Di sutra ini guru kita Sakyamuni Buddha menggunakan makna dari 'cahaya tak terbatas' dan 'kehidupan tak terbatas' meliputi segala macam 'tanpa batas'. 'Cahaya tak terbatas' meliputi ruang ke segala arah ...; 'kehidupan tak terbatas' meliputi waktu dari masa lampau, masa kini dan masa datang tanpa batas. Tubuh ini secara keseluruhan adalah tubuh dan alam Amitabha, dan tubuh ini secara keseluruhan adalah nama Amitabha.
"Jadi, nama Amitabha adalah HAKIKAT SEJATI YANG SECARA INHEREN TERCERAHKAN DARI MAKAHLUK-MAKHLUK HIDUP, dan melantunkan nama Amitabha mengungkapkan pencerahan itu. Pencerahan inheren dan pencerahan terungkapkan [melalui latihan dan realisasi] bukanlah dua hal yang berbeda secara fundamental, seperti makhluk hidup dan para Buddha bukan dua hal berbeda. Jadi, bila kita selaras [dengan hakikat sejati yang secara inheren tercerahkan dari diri kita] untuk sesaat, maka kita adalah Buddha untuk sesaat; dan bila kita selaras [dengan hakikat sejati yang secara inheren tercerahkan dari diri kita] dari saat ke saat, maka kita adalah Buddha-Buddha dari saat ke saat."Demikianlah saya kutip sekelumit saja uraian Master Ou-i, Patriarch ke-9 Mazhab Sukhavati. Masih banyak lagi uraian beliau yang mengagumkan tentang Amitabha Sutra, yang tidak biasa kita dengar dari para penganut mazhab itu sendiri. (Saya sarankan rekan-rekan pembaca yang menganut Mazhab Sukhavati membaca kitab komentar yang ditulis oleh Master Ou-i. Saya memiliki softcopy tulisan Master Ou-i itu.) Saya akan kutip satu lagi, yakni pemahaman beliau tentang
pelantunan nama Amitabha (nienfo), yang umum dilakukan oleh para penganut mazhab ini:
"Ada dua tingkat praktik pelantunan nama-Buddha: (1) pelantunan nama-Buddha di tingkat fenomenal [kebenaran konvensional sehari-hari], dan (2) pelantunan nama-Buddha di tingkat kebenaran batiniah (noumenon) [kebenaran absolut/sejati]. Pelantunan nama-Buddha di tingkat fenomenal berarti percaya bahwa Amitabha eksis di Alam Sukhavati di Barat, namun belum memahami bahwa ia adalah Buddha yang diciptakan oleh Batin [Dharmakaya], dan bahwa Batin ini adalah Buddha. Itu berarti Anda bertekad mengikrarkan sumpah dan mencari kelahiran di Alam Sukhavati, seperti anak kecil mendambakan ibunya, dan tidak pernah melupakannya biarpun hanya sesaat. Sedangkan pelantunan nama-Buddha di tingkat kebenaran sejati/mutlak berarti yakin bahwa Amitabha dan Alam Sukhavati-nya di Barat adalah SIFAT- SIFAT INHEREN DARI BATIN KITA SENDIRI [yang murni]. Itu berarti menggunakan nama besar Amitabha, yang inheren di dalam Batin kita dan merupakan CIPTAAN dari Batin kita, sebagai titik pusat untuk berkonsentrasi, sehingga kita tidak pernah melupakannya biarpun sesaat."Begitulah makna yang lebih dalam dari
Amitabha Sutra, lebih dalam daripada sekadar alam-alam Buddha, para Buddha dan para Bodhisattva di sepuluh penjuru alam. Begitu pula terhadap
Ksitigarbha Sutra, dan sutra-sutra lain semacam itu, pemahaman dari sudut
kebenaran sejati (paramartha-satya) di atas bisa diterapkan.
Sebagai komentar penutup dari Amitabha Sutra, berikut ini sebuah bait dari
Vimalakirti Sutra:
"Sekalipun ia tahu bahwa alam-alam Buddha semuanya kosong seperti makhluk-makhluk hidup, Ia tetap mempraktikkan [ajaran] Tanah Suci (Sukhavati), Untuk mengajar dan menyadarkan manusia."(Praktik Bodhisattva Vimalakirti Sutra)*****
<bersambung>