//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MMD (Meditasi Mengenal Diri)  (Read 569457 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #150 on: 02 May 2008, 08:54:50 AM »
orang-orang yang otaknya "pintar" memang pandai membuat topik yang sebetulnya sederhana menjadi terasa "berat" & "rumit"

namanya juga pikiran bercabang , Pak Hudoyo. selama masih berpikir dualitas benar atau salah bukan bijak atau tidak bijak,maka akan ada terus pertanyaan,sanggahan dan debat .  _/\_

Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #151 on: 02 May 2008, 09:02:28 AM »
KEBENARAN KONVENSIONAL DAN KEBENARAN SEJATI (1/3)

Dari milis-spiritual [at] yahoogroups.com  message #24735, 30 April 2007:

Dari: Willibordus <willibordus [at] gmail.com>

Pak Hudoyo,

Ini menarik:
===============
Hudoyo:
PS: Seorang Master dari mazhab Amitabha sendiri pernah menyatakan bahwa sesungguhnya Amitabha berada dalam batin sendiri, sesungguhnya Surga Sukhavati ada di dalam batin sendiri.
===============
Karena masih banyak pengikut Amitabha memandang alam Sukhavati adalah suatu tempat yg dituju setelah kematian nanti. Meskipun ada yg berpendapat, itu adalah suatu tempat secara geografis =) dan ada juga yg berpendapat Sukhavati adalah suatu tempat di alam lain, tetap saja pandangan2 tsb jauh dari pernyataan Master diatas, yg menurut saya lebih rasional.
Mungkin bisa diinformasikan nama Master yg menyatakan hal tsb, Pak Hud?

Terima kasih,
Willibordus

========================
HUDOYO:

Rekan Willibordus yg baik,

Untuk Anda, saya tayangkan ulang posting tgl 15 Nov 2006. Semoga bermanfaat.

Salam hangat,
Hudoyo

--- Forwarded message ---
Dari: "Sunari" sunari [at] ...

Terima kasih atas penjelasan Pak Hudoyo yang sangat jelas..

Saya memahaminya atas dasar bahwa semua Para Buddha di sepuluh penjuru yang banyaknya bagaikan pasir di sungai Gangga, semua yang disebut dalam sutta-sutta itu EKSIS didunianya masing-masing. Apakah mereka mengajar atau melakukan perbuatan apapun disana. Dan alam dunia para Buddha tersebut adalah berumur... berjuta kalpa.. (berapa eon tahun?). Apakah perbuatan mengajar di dunia buddha tidak memiliki arti bahwa para Buddha tersebut eksis sebagai sebagai sebuah pribadi? Juga disaat Sang Buddha Gautama mengajar.. baik didunia ini maupun waktu disorga Tusita.. para Buddha primitif juga banyak yang hadir (maaf kalau salah ingat, suttanya dirumah). Bagaimana menjelaskan hal 'hadir' ini, atau dalam wujud apa hadirnya kecuali sebagai sebuah pribadi, sebagai sebuah 'keberadaan'? -- -- Soal Tantrayana, saya berpijak pada pengajaran aliran Satyabuddha, dan.. banyak juga tulku atau Lhama yang mengaku sebagai titisan guru- guru masa lalu, kalau saya mau dan sempat search di internet saya kira saya akan dapat.. karena sudah pernah baca beberapa situsnya, kalau tidak salah salah satunya adalah 'bhumisambhara'? maaf banget kalau salah. -- -- Disini saya tidak bicara tentang Anuttara Samyak Sambodhi, suatu tingkatan pasca Buddha. -- -- Berikut adalah kutipan dari Sutra Surangama:

<<Bodhisattva Maitreya kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di kaki Sang Buddha dan berkata: "Aku masih ingat dalam kalpa yang tak terhitung bagaikan butir pasir sungai gangga di masa lalu, ada seorang Buddha yang bernama Chandra-Surya-Pradipa muncul di dunia (untuk menolong makhluk hidup). Aku mengikutiNya dan meninggalkan kehidupan berumah tangga>>

<<Bodhisattva 'Cahaya Kristal' kemudian bangkit dari tempat duduknya, bersujud di kaki Sang Buddha dan berkata: "Aku masih ingat di dalam kalpa yang tak terhitung bagikan butir pasir sungai gangga di masa lalu, ada seorang Buddha yang bernama 'Suara Tak Terhingga' yang muncul di dunia ini untuk mengajari para Bodhisattva bahwa kesadaran hakiki adalah indah dan terang. Beliau mengajari mereka untuk merenungkan bahwa dunia ini dan semua wujud makhluk hidup di dalamnya adalah ilusi palsu yang tercipta dari penyebab berulang- ulang, yang didorong oleh kekuatan angin. Pada waktu itu, aku merenungkan pembentukan dunia ini yang bersifat ilusi, >>

Pemahaman saya, atas kutipan yang bagian atas, yang bawah idem saja ; Keberadaan jiwa/roh dari makhluk yang bernama Maitreya sejak jaman Buddha Chandra-Surya-Pradipa sampai dengan jaman Sang Sidharta adalah sedemikian luamaaaaa, kalau satu kalpa dianggap satu juta tahun -- lalu kalikan dengan jumlah pasir yang tidak terhitung. Selama itu beliau belum juga mencapai kebuddhaan, baru masih tingkat Boddhisattva. Atau tingkat apapun.. beliau mucul sebagai sebuah pribadi disaat Sang Buddha Gautama mengajar. Lalu akankah kita hanya dengan bimbingan seorang guru manusia biasa dapat mencapai Kebuddhaan dalam 1 kali kehidupan saja?. Walaupun lama waktu berlangsungnya keberadaan jiwa/roh si Maitreya bukanlah 'mutlak kekal', namun rentang waktu yang berlalu sungguh tidak terbayangkan, benar-benar hampir 99.9% dari rentang waktu yang kita anggap sebagai "selama-lamanya?". Bukankah begitu Pak Hud? -- -- Mungkin saja, bahkan sangat mungkin, saya salah memahami faham yang ada dalam agama Buddha, maka saya harapkan agar yang lebih tahu silahkan memberikan koreksinya. Dalam hal ini saya tidak menempatkan siapa sebagai lebih tahu dari siapa pak siapapun dia itu, karena kita sama-sama dapat membaca suttanya dan lalu mentafsirkannya.

***

Pak Hudoyo yang baik, Kalau pak Hudoyo mencari teksnya maka bisa jadi tidak ketemu.. dimana ada statement bahwa roh/jiwa itu kekal, karena kebenarannya diumpetkan dalam kata-kata.

[1] Sang Buddha Sidharta Gautama 'memberikan amanat' kepada Sang Ksitigarbha untuk berbuat sesuatu dimasa depan.

[2] masa yang akan datang berarti berlaku untuk zaman kita ini, tahun 1 M dan seterusnya, termasuk tahun 2006.

[3] pada saat melakukan aktifitas penyelamatan ; baik dengan kesaktianMU maupun memper-tampakkan diri disisi pintu neraka, ADA atau TIADA kah eksistensi Sang Ksitigarbha? Baik beliau berwujud maupun tidak, PASTI beliau pada keadaan sebagai sebuah keberadaan, sehingga tidak rancu bahwa yang berbuat itu Ksitigarbha atau selain beliau.

[4] Sang Buddha Sidharta Gautama menyampaikan bahwa umur dari kehidupan sang Amitabha beserta rakyatnya adalah tidak terbatas dan tidak terhingga, dalam posting yang sebelumnya saya sebut sebagai 99.9% kekal selama-lamanya.

[5] Sang Buddha Sidharta Gautama menceriterakan bahwa di 4 penjuru + atas + bawah ; ADA negeri para Buddha yang jumlahnya tak terhitung, dan dunia seperti itu sudah ada sejak dahulu kala yang tak terbatas - tak terhingga dan akan tetap ada sampai jaman kini dan sesudahnya. Ini terbukti bahwa Sang Buddha menyuruh kita untuk berikrar terlahir di dunia-dunia tersebut.

Demikian pak pemahaman saya atas hal diatas, kalau Bapak memiliki pemahaman yang lebih cerah dan melampaui apa yang saya fahamkan saya mohon agar disampaikan Pak dan saya akan senang hati untuk mendapatkan kebenarannya.

Salam, Sunar-I

PS:rasanya sih saya tahu titik temunya kedua faham yang berbeda ini pak, tetapi belakangan saja deh ngeluarinnya.

========================
HUDOYO:

>kalau Bapak memiliki pemahaman yang lebih cerah dan melampaui apa yang saya fahamkan saya mohon agar disampaikan Pak dan saya akan senang hati untuk mendapatkan kebenarannya.
-----------
Mas Sunari,

Dengan senang hati saya memenuhi permintaan Anda di atas. Tapi sebelumnya saya akan mengomentari kalimat Anda berikut:


>Disini saya tidak bicara tentang Anuttara Samyak Sambodhi, suatu tingkatan pasca Buddha.
---------
Ini pernyataan yang sangat aneh dilihat dari kacamata seorang Buddhis. Tidak ada "tingkatan pasca-Buddha"! Kebuddhaan adalah TINGKATAN TERTINGGI yang bisa dicapai oleh suatu makhluk hidup. 'Anuttara Samyak-Sambodhi' = 'Pencerahan Sempurna Tiada Tara' adalah keadaan batin yang dicapai oleh para Buddha.

*****

Tampaknya Mas Sunari terperangkap pada KONTEKS/LATAR BELAKANG, dan bukannya menyelami ESENSI, Amitabha Sutra itu, padahal konteks Amitabha Sutra itu bersifat mitologis, bukan kebenaran tertinggi/terdalam. Anda melihat alam-alam Buddha yang diceritakan dalam sutra itu sebagai semacam galaksi-galaksi di dalam ruang dan waktu, sehingga muncullah paham-paham tentang alam-alam dan kehidupan makhluk-makhluk individual, bahkan Buddha-Buddha individual, yang "kekal-abadi". Semua itu adalah kebenaran konvensional sehari-hari, tapi bukan kebenaran sejati/mutlak.

Di lain pihak, seorang Buddhis (siswa Sang Buddha) memahami betul adanya berlapis-lapis kebenaran. Pada garis besarnya ada dua level kebenaran: (1) kebenaran mutlak, kebenaran sejati (Skrt: paramartha- satya, Pali: paramattha-sacca), dan (2) kebenaran konvensional, kebenaran intelektual, kebenaran empiris, kebenaran sehari-hari (Skrt: samvrti-satya, Pali: sammuti-sacca).

Kebenaran konvensional sehari-hari (#2) itu tidak relevan dilihat dari kebenaran sejati (#1). Contoh: Kebenaran konvensional berkata: "aku/diri/roh Hudoyo eksis." Kebenaran sejati berkata: "Tidak ada Hudoyo sebagai entitas individual yang eksis; yang eksis hanyalah badan dan unsur-unsur batin ini, yang terus berproses dalam ruang dan waktu, tanpa adanya diri/roh/jiwa Hudoyo yang kekal-abadi."

Kembali pada Amitabha Sutra. Kebenaran konvensional sutra itu berkata:
"Ada sepuluh ribu alam Buddha, masing-masing dengan Buddha-nya sendiri yang mengajar sepanjang masa (kekal-abadi). Ada Buddha Amitabha mengajar di alam Sukhavati, di sebelah barat melampaui seratus bilyun alam Buddha. Barang siapa mengingat nama Buddha Amitabha, pada waktu mati akan terlahir di alam Sukhavati."

Kebenaran sejati (paramartha-satya) dari Amitabha Sutra itu adalah:
"Hanya ada satu realitas, yakni Dharmakaya, Batin Buddha yang Tunggal. Semua Buddha individual tidak lain adalah pancaran (emanasi) dari satu realitas mutlak, yakni Dharmakaya. Segala sesuatu hanyalah sekadar riak, gelombang, gelembung-gelembung air YANG SEGERA PECAH, MUNCUL DAN LENYAP dalam Batin Buddha yang tunggal ini: semua alam, semua Buddha, semua makhluk hidup, semua waktu ["kekekalan"], semua ruang, semua pengalaman dari semua makhluk hidup di semua alam pada semua waktu."

Ini dikatakan oleh Tien T'ai Master Ou-i Chih-hsu, Patriarch ke-9 Mazhab Sukhavati, abad ke-17 M.

Selanjutnya Master Ou-i berkata,
"Sukhavati adalah bagian dari HAKIKAT KITA YANG SEJATI, yang memungkinkan kita untuk mencapai realisasi yang mendalam tentangnya, dan menembus ke dalam kebenaran Tanda Sejati (Batin). ... Semua hiasan Amitabha bekerja sebagai substansi penguat yang merangsang perkembangan semua hiasan di dalam batin makhluk-makhluk hidup. Amitabha secara keseluruhan menyatu dengan makhluk-makhluk hidup: semua kekuatannya menyatu dengan kekuatan kita. ... Di dalam Sukhavati setiap suara, setiap obyek-indra, setiap saat, dan bahkan setiap langkah dan jepretan jari, saling terjalin tanpa rintangan, dan sesuai dengan ketiga Permata (Buddha, Dharma, Sangha) dari semua alam di sepuluh penjuru. Juga ditunjukkan bahwa dalam dunia kita sehari-hari, kotoran-kotoran dan rintangan-rintangan batin begitu serius sehingga dunia kita terpisah dari Alam Sukhavati, sekalipun sebenarnya tidak sungguh-sungguh terpisah darinya. Bila kita terlahir di Alam Sukhavati, pahala dan kesalehan kita begitu banyak sehingga kita terpisah dari dunia sehari-hari yang disebut "Penanggungan" ini, tanpa sungguh-sungguh terpisah darinya. ..."

Tentang Amitabha, Master Ou-i berkata,
"Nama 'Amitabha' berarti 'cahaya tak terbatas' dan 'kehidupan tak terbatas'. Terjemahan harfiah dari 'Amitabha' adalah 'tak terbatas', dan 'tak terbatas' itu sesungguhnya TAK DAPAT DIJELASKAN [TAK DAPAT DIPIKIRKAN, DIKATAKAN]. Di sutra ini guru kita Sakyamuni Buddha menggunakan makna dari 'cahaya tak terbatas' dan 'kehidupan tak terbatas' meliputi segala macam 'tanpa batas'. 'Cahaya tak terbatas' meliputi ruang ke segala arah ...; 'kehidupan tak terbatas' meliputi waktu dari masa lampau, masa kini dan masa datang tanpa batas. Tubuh ini secara keseluruhan adalah tubuh dan alam Amitabha, dan tubuh ini secara keseluruhan adalah nama Amitabha.

"Jadi, nama Amitabha adalah HAKIKAT SEJATI YANG SECARA INHEREN TERCERAHKAN DARI MAKAHLUK-MAKHLUK HIDUP, dan melantunkan nama Amitabha mengungkapkan pencerahan itu. Pencerahan inheren dan pencerahan terungkapkan [melalui latihan dan realisasi] bukanlah dua hal yang berbeda secara fundamental, seperti makhluk hidup dan para Buddha bukan dua hal berbeda. Jadi, bila kita selaras [dengan hakikat sejati yang secara inheren tercerahkan dari diri kita] untuk sesaat, maka kita adalah Buddha untuk sesaat; dan bila kita selaras [dengan hakikat sejati yang secara inheren tercerahkan dari diri kita] dari saat ke saat, maka kita adalah Buddha-Buddha dari saat ke saat."


Demikianlah saya kutip sekelumit saja uraian Master Ou-i, Patriarch ke-9 Mazhab Sukhavati. Masih banyak lagi uraian beliau yang mengagumkan tentang Amitabha Sutra, yang tidak biasa kita dengar dari para penganut mazhab itu sendiri. (Saya sarankan rekan-rekan pembaca yang menganut Mazhab Sukhavati membaca kitab komentar yang ditulis oleh Master Ou-i. Saya memiliki softcopy tulisan Master Ou-i itu.) Saya akan kutip satu lagi, yakni pemahaman beliau tentang pelantunan nama Amitabha (nienfo), yang umum dilakukan oleh para penganut mazhab ini:

"Ada dua tingkat praktik pelantunan nama-Buddha: (1) pelantunan nama-Buddha di tingkat fenomenal [kebenaran konvensional sehari-hari], dan (2) pelantunan nama-Buddha di tingkat kebenaran batiniah (noumenon) [kebenaran absolut/sejati]. Pelantunan nama-Buddha di tingkat fenomenal berarti percaya bahwa Amitabha eksis di Alam Sukhavati di Barat, namun belum memahami bahwa ia adalah Buddha yang diciptakan oleh Batin [Dharmakaya], dan bahwa Batin ini adalah Buddha. Itu berarti Anda bertekad mengikrarkan sumpah dan mencari kelahiran di Alam Sukhavati, seperti anak kecil mendambakan ibunya, dan tidak pernah melupakannya biarpun hanya sesaat. Sedangkan pelantunan nama-Buddha di tingkat kebenaran sejati/mutlak berarti yakin bahwa Amitabha dan Alam Sukhavati-nya di Barat adalah SIFAT- SIFAT INHEREN DARI BATIN KITA SENDIRI [yang murni]. Itu berarti menggunakan nama besar Amitabha, yang inheren di dalam Batin kita dan merupakan CIPTAAN dari Batin kita, sebagai titik pusat untuk berkonsentrasi, sehingga kita tidak pernah melupakannya biarpun sesaat."

Begitulah makna yang lebih dalam dari Amitabha Sutra, lebih dalam daripada sekadar alam-alam Buddha, para Buddha dan para Bodhisattva di sepuluh penjuru alam. Begitu pula terhadap Ksitigarbha Sutra, dan sutra-sutra lain semacam itu, pemahaman dari sudut kebenaran sejati (paramartha-satya) di atas bisa diterapkan.

Sebagai komentar penutup dari Amitabha Sutra, berikut ini sebuah bait dari Vimalakirti Sutra:

"Sekalipun ia tahu bahwa alam-alam Buddha semuanya kosong seperti makhluk-makhluk hidup, Ia tetap mempraktikkan [ajaran] Tanah Suci (Sukhavati), Untuk mengajar dan menyadarkan manusia."

(Praktik Bodhisattva Vimalakirti Sutra)

*****

<bersambung>
« Last Edit: 02 May 2008, 09:04:09 AM by hudoyo »

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #152 on: 02 May 2008, 09:47:56 AM »
Penjelasan tentang Buddha Amitabha dari tatanan absolut memang demikian adanya. Itu juga yang pernah saya baca dari berbagai ceramah para sesepuh mazhab Sukhavati. JIka berpijak pada kebenaran sejati maka semua konsep2 dualitas akan terlampaui.

Itu juga sebabnya, pak Hud, saya merasa bahwa pernyataan tentang Orang yang terbebaskan merasakan sakit, itu hanya perspektif dari kebenaran konvensional. Karena pikirannya yang sudah terbebas dari dualitas, mana mungkin merasa sakit dan enak? Namanya juga terlampaui bukan? Begitu juga dengan mati, itu hanya dilihat oleh orang awam dari perspektif konvensional. Orang terbebaskan yang telah merealisasi nibbana sudah melampaui konsep mati dan tidak mati. Mana mungkin mengatakan mereka bisa mati? jika dikatakan mereka juga bisa mati maka apa bedanya dengan mereka akan dilahirkan lagi? dengan adanya ini maka muncullah itu, dengan lenyapnya ini maka lenyaplah itu. Jadi mengatakan bahwa orang terbebaskan merasakan sakit fisik menjadi agak janggal. Lebih tepat lagi jika mengatakan bahwa fisiknya mengalami suatu reaksi fisikal. Misalnya Jantungnya mengalami perubahan reaksi,  mungkin tidak merasa sakit, tapi hanya berdebar2 cepat. Bagi orang awam berdebar-debar cepat tentu menyakitkan, tetapi yang dirasakan orang bebas hanya debar-debar cepat. Rasa sakit itu mungkin tidak ada, yang ada adalah getaran2 atau denyutan2 hiperaktif yang sangat menghambat aktifitas, seperti sebuah mesin yang bekerja tidak normal, namun mesin itu tidak merasakan reaksi mental. Walaupun orang terbebaskan bukan mesin, tetapi mereka masih memiliki kesadaran, sedangkan kesadarannya itu tidak lagi tergantung pada perasaan, dengan tidak tergantung pada perasaan maka tidak ada lagi kemelekatan. ;D

 

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #153 on: 02 May 2008, 09:56:12 AM »
Quote
Itu juga sebabnya, pak Hud, saya merasa bahwa pernyataan tentang Orang yang terbebaskan merasakan sakit, itu hanya perspektif dari kebenaran konvensional. Karena pikirannya yang sudah terbebas dari dualitas, mana mungkin merasa sakit dan enak? Namanya juga terlampaui bukan? Begitu juga dengan mati, itu hanya dilihat oleh orang awam dari perspektif konvensional. Orang terbebaskan yang telah merealisasi nibbana sudah melampaui konsep mati dan tidak mati. Mana mungkin mengatakan mereka bisa mati? dengan adanya ini maka muncullah itu, dengan lenyapnya ini maka lenyaplah itu. Jadi mengatakan bahwa orang terbebaskan merasakan sakit fisik menjadi agak janggal.
bro chingik,

yang merasakan sakit dan enak pada fisik itu bukan pikiran, tetapi pada indra bersangkutan.

Yang berbeda orang yg tercerahkan adalah respon batinnya, dia tidak melekat maupun menolaknya.

Fisik tetaplah fisik, tetap mengikuti hukum alam. tubuh/kulit akan tetap merasakan sakit, nyaman, lembut. mata akan tetap bisa silau dkk, hidup masih merasakan harum dan bau.

ini jadi kembali ke pembahasan tentang vedana di thread sebelah nih...
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #154 on: 02 May 2008, 10:20:03 AM »
KEBENARAN KONVENSIONAL DAN KEBENARAN SEJATI (2/3)

Anda mengutip dari Surangama Sutra lagi-lagi bagian-bagian yang Anda senangi, tentang dua puluh lima Bodhisattva dengan metode pencerahan mereka masing-masing. Semua itu berada pada tataran kebenaran konvensional, bukan kebenaran sejati/mutlak. Berikut ini saya kutipkan dari Bab TERAKHIR (Bab 8) Surangama Sutra ("Peringatan bagi para pemeditasi: Lima puluh keadaan palsu disebabkan oleh kelima arus-diri [skandha].") Sang Buddha bersabda:

"Kalian perlu belajar lebih banyak dalam upaya kalian mencapai Anuttara Samyak-Sambodhi [Pencerahan Sempurna Tiada Tara]. Saya telah mengajarkan cara berlatih yang benar, tapi kalian masih belum tahu sepak terjang Mara [personifikasi dari kejahatan] yang halus ketika kalian melatih samatha-vipasyana  [meditasi ketenangan-pencerahan]. ... Bila mereka muncul dan kalian tidak bisa mengenali mereka dan batin kalian tidak berada dalam keadaan yang benar, maka kalian akan jatuh ke dalam kejahatan mereka atau kejahatan kelima arus-diri kalian. Jika kalian tidak memahami jelas tentang mereka, kalian akan mengira pencuri-pencuri itu seperti anak-anak kalian sendiri. Lebih jauh lagi, kalian akan menganggap kemajuan kecil sebagai pencapaian sempurna ...

"Kalian harus tahu bahwa BODHI FUNDAMENTAL yang jernih, cemerlang dan mendalam dari semua makhluk yang hidup di dalam Samsara [roda kelahiran & kematian] ini adalah BODHI DARI SEMUA BUDDHA. ... Karena kalian BERPIKIR SALAH maka kalian TIDAK JELAS MELIHAT KEBENARAN SEJATI, lalu menjadi BODOH dan PENUH KEINGINAN yang membawa kalian pada KEGELAPAN BATIN sepenuhnya. Dari situlah datang KEKOSONGAN (relatif), dan karena kalian selalu terkelabui, MAKA ALAM SEMESTA INI TERCIPTA SECARA PALSU. SEMUA ALAM YANG TAK TERHITUNG BAGAIKAN DEBU DI DALAM SAMSARA INI ADA KARENA KALIAN BERKERAS KEPALA DENGAN PIKIRAN YANG SALAH. Tetapi kalian harus tahu bahwa kekosongan (relatif) ini tercipta dalam batin kalian, seperti secercah awan yang tidak lebih dari sebuah titik di dalam kekosongan yang besar; apa artinya alam semesta yang ada di dalam kekosongan (relatif) itu? Jika kalian menyadari apa yang nyata untuk kembali kepada sumbernya, maka kekosongan di sepuluh penjuru itu akan lenyap. Betapa pula seluruh alam di dalam kekosongan itu tidak akan goncang dan retak? ..."


Berikut saya kutipkan uraian Sang Buddha tentang tahap terakhir dari perkembangan samadhi seorang pemeditasi. Ini dikhotbahkan oleh Sang Buddha pada akhir Bab VIII Surangama Sutra:

"Ananda, dalam pengembangan samadhi, ketika arus-diri (skandha) keempat, yakni pembedaan (samskara) berakhir, gangguan halus terhadap keadaan kejernihan, (yang merupakan batin Samsara), yang merupakan mekanisme kelahiran & kematian, tiba-tiba meledak dan memaparkan suatu pandangan yang sama sekali lain dari pandangan karma yang mendalam dari semua makhluk. Inilah saat ketika Nirvana akan menyingsing, seperti kokok ayam jantan yang menengarai cahaya pertama pagi hari di timur, ketika keenam indra kosong dan hening, dan tidak lagi mengembara di luar. Di-dalam dan di-luar hanya ada kecemerlangan mendalam yang menjangkau ke AKAR KEHIDUPAN semua makhluk. Perenungan terhadap ESENSI DARI KELEKATAN DASAR--yakni arus-diri (skandha) kelima, KESADARAN (consciousness)--membebaskan pemeditasi dari semua ketertarikan (oleh kebiasaan-kebiasaan lama dan oleh karma baru) dan mencegahnya dari kelahiran baru di dalam Samsara, oleh karena ia telah menyadari kesamaan (identity) antara batin dengan hal-hal lahiriah yang diciptakannya di mana-mana. Sementara hakikat kesadaran sekarang terlihat jelas, ia akan menemukan kedalamannya yang tersembunyi. Keterpisahan yang muncul dari keenam indra yang berbeda akan berakhir, dan batin berfungsi secara seragam dengan melihat dan mendengar sebagai satu fungsi yang murni dan bersih. Dalam keadaan ini, seluruh alam semesta, bersama tubuh dan batinnya, jernih dan transparan seperti kristal di-dalam dan di-luar. Inilah akhir dari arus-diri (skandha) 'kesadaran', yang memungkinkan pemeditasi melompat melampaui kalpa kehidupan yang keruh (Samsara), yang sebab utamanya adalah bayangan pertama dari pikiran salah (sejak awal yang tak terperikan). ..."

Ananda mohon kepada Buddha untuk menjelaskan pernyataannya, bahwa "kelima jenis kepalsuan yang berasal dari kelima arus-diri (skandha) disebabkan oleh batin yang berpikir." Sang Buddha menjawab:

"Ananda, Realitas murni adalah Pencerahan mendalam, dan Pencerahan dasar adalah sempurna dan murni, tidak mengandung kelahiran & kematian, tiada kotoran sedikit pun, bahkan tiada pula kekosongan (Sunyata), yang semuanya muncul dari pikiran salah. Dari esensi sejati yang tercerahkan mendalam dari Pencerahan dasar MUNCULLAH ILUSI DARI ALAM SEMESTA MATERIAL INI ... Pada dasarnya kepalsuan tidak punya sebab, tetapi PIKIRAN SALAH MENEGAKKANNYA, dan ORANG-ORANG YANG TERLIPUT KEGELAPAN lebih jauh MENGANGGAPNYA SEBAGAI DIRI. Bahkan kekosongan (Sunyata) tidak lain adalah ilusi; apa lagi sebab-musabab dan diri seperti apa adanya, yang adalah produk pembedaan yang muncul dalam batin yang palsu dari makhluk-makhluk hidup. Ananda, jika engkau tahu di mana munculnya kepalsuan, engkau bisa bicara tentang sebab-musabab, tetapi jika pada dasarnya tidak ada kepalsuan, bagaimana engkau bisa bicara tentang sebab-musabab? Lebih lagi engkau tidak bisa bicara tentang diri seperti apa adanya. Oleh karena itu, Tathagata (Buddha) mengungkapkan padamu bahwa sebab mendasar dari kelima arus-diri (Skandha) ini adalah pikiran salah."

Demikianlah kebenaran sejati/mutlak (paramartha-satya) yang terkandung dalam Surangama Sutra, yang jauh lebih dalam dan mendasar daripada kebenaran konvesional sehari-hari (samvrti-satya) yang bicara tentang alam-alam di sepuluh penjuru, para Buddha, para Bodhisattva, dan makhluk-makhluk hidup.

*****

Puncak dari ungkapan tentang kebenaran mutlak/sejati dalam kitab suci-kitab suci Mahayana terdapat dalam kitab-kitab Prajna-paramita (Kearifan Sempurna), seperti Sutra Hati, Sutra Intan, dsb. Di situ tanpa tedeng aling-aling diungkapkan kepalsuan dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan dan dikatakan oleh batin manusia yang masih terliput kegelapan; di situ kebenaran konvensional sehari-hari dinegasikan sepenuhnya di dalam kebenaran sejati/mutlak. Berikut ini saya terjemahkan Sutra Hati (Prajna-paramita-hrdaya-sutra, "Sutra Hati Kearifan Sempurna") yang pendek selengkapnya, yang pada intinya menekankan KEKOSONGAN [SUNYATA] dari SEGALA SESUATU:

"Ketika Bodhisattva Avalokitesvara mempraktikkan Prajna-paramita, ia melihat bahwa kelima arus-kehidupan (skandha) adalah kosong (sunya); dengan demikian ia mengatasi semua kesedihan [duhkha].

"Sariputra, ... tubuh adalah kekosongan, kekosongan adalah tubuh. Begitu pula perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk batin, dan kesadaran. …

"Sariputra, segala sesuatu--karena hakikatnya kekosongan--tidak berawal dan tidak berakhir, mereka tidak kotor dan tidak murni, tidak bertambah dan tidak berkurang. Jadi di dalam kekosongan, tidak ada tubuh, tiada perasaan, tiada pencerapan, tiada bentuk-bentuk batin, tiada kesadaran. ...

"Tidak ada kegelapan batin [avidya], tidak ada lenyapnya kegelapan batin [avidya-nirodha], ... <terus sampai> tidak ada usia tua & kematian [jara-marana], tidak ada lenyapnya usia tua & kematian. [tidak ada pratitya samutpada/paticca samuppada]. Tidak ada dukkha, tidak ada sebab dukkha, tidak ada lenyapnya dukkha, tidak ada jalan menuju lenyapnya dukkha, [tidak ada Empat Kebenaran Suci]. Tidak ada tahu, tidak ada mencapai.

"Karena tiada apa pun yang dapat dicapai, para Bodhisattva merealisasikan Prajna-paramita; dengan demikian, batin mereka tak terintangi. Karena tiada tabir, mereka tidak mempunyai ketakutan, mereka tidak mempunyai pikiran salah dan khayalan. Mereka berada di dalam kebahagiaan Nirvana. Semua Buddha di masa lampau, masa kini, dan masa datang mencapai sepenuhnya 'Anuttara Samyak-sambodhi' (Pencerahan Sempurna yang Tiada Tara) dengan merealisasikan Prajna-paramita.

"Oleh karena itu, Prajna-paramita dikenal sebagai mantra illahi yang agung, mantra mencerahkan yang agung, mantra tertinggi, mantra yang tiada tara, dan pemusnah semua penderitaan. Semua ini benar dan bukan kebohongan. Mantra Prajna-paramita berbunyi: "Gate, gate, paragate, parasamgate, bodhi, svaha."


*****

Berikut ini saya kutipkan dari Sutra Intan (Vajra-cchedika Sutra, "Sutra Pemecah Intan"), yang pada intinya menekankan PENEGASIAN TOTAL dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan (direnungkan) oleh pikiran manusia:

"Betapa pun banyak jenis makhluk hidup ... kita harus menuntun semua makhluk hidup ini menuju nirvana tertinggi sehingga mereka terbebaskan. Dan ketika makhluk yang tak terhitung banyaknya ini telah terbebaskan, sesungguhnya kita tidak berpikir bahwa ada satu makhluk pun terbebaskan.

"Mengapa begitu? Sebab, Subhuti, jika seorang Bodhisattva berpegang pada ide bahwa ada suatu DIRI/AKU, suatu PRIBADI, suatu MAKHLUK HIDUP, suatu JANGKA HIDUP [entah kekal, entah tidak], maka orang itu sesungguhnya bukan Bodhisattva.

"Selain itu, Subhuti, seorang Bodhisattva yang mempraktekkan kemurahan hati (dana) tidak berpegang pada obyek apa pun ... Mengapa? Sebab jika seorang Bodhisattva mempraktekkan kemurahan hati tanpa berpegang pada tanda-tanda, kebahagiaan yang dihasilkannya tidak terkirakan dan tidak terukur. ...

"Subhuti, mungkinkah mengetahui Sang Tathagata (Buddha) melalui tanda-tanda tubuhnya?"
Jawab Subhuti: "Tidak; jika Sang Tathagata bicara tentang tanda-tanda tubuh, tidak ada tanda-tanda tubuh yang dibicarakan."

"Di mana ada sesuatu yang dapat dibedakan dari tanda-tandanya, di situ terdapat pengelabuan. Jika engkau bisa melihat sifat tanda-tanda yang tanpa-tanda, maka engkau bisa melihat Sang Tathagata."

[...]

"Barang siapa, sekalipun hanya sedetik, memiliki keyakinan murni dan jernih ketika mendengar kata-kata Sang Tathagata, Sang Tathagata melihat dan mengetahui orang itu, dan orang itu akan memperoleh kebahagiaan tak terukur oleh karena pemahaman ini. Mengapa?

"Oleh karena orang seperti itu tidak terperangkap dalam ide tentang suatu diri/aku, suatu pribadi, suatu makhluk hidup, atau suatu jangka hidup. Mereka tidak terperangkap dalam ide tentang sesuatu (dharma) atau ide tentang bukan-sesuatu. Mereka tidak terperangkap dalam pengertian bahwa ini suatu tanda dan itu bukan-tanda. Mengapa? Jika engkau terperangkap dalam ide tentang sesuatu, engkau juga terperangkap dalam ide tentang suatu diri/aku, suatu pribadi, suatu makhluk hidup, atau suatu jangka hidup. Jika engkau terperangkap dalam ide tentang bukan-sesuatu, engkau masih terperangkap dalam ide tentang suatu diri/aku, suatu pribadi, suatu makhluk hidup, atau suatu jangka hidup. Itulah sebabnya kita jangan terperangkap dalam ide bahwa ada sesuatu atau dalam ide bahwa tidak ada sesuatu. Itulah makna tersembunyi ketika Sang Tathagata berkata, 'Para bhikkhu, kalian harus memahami bahwa semua ajaran yang kuberikan kepadamu adalah sebuah rakit.' Semua ajaran harus ditinggalkan, apa lagi bukan-ajaran.

"Subhuti, menurutmu apakah Sang Tathagata telah mencapai batin yang tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan? Apakah Sang Tathagata memberikan sebuah ajaran?"
Jawab Subhuti: "Sepanjang saya memahami ajaran Sang Buddha, tidak ada obyek batin yang berdiri sendiri yang dinamakan batin yang tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan, dan tidak ada pula ajaran yang berdiri sendiri yang diberikan oleh Sang Tathagata. Mengapa? Ajaran yang telah dicapai dan dibicarakan oleh Sang Tathagata tidak dapat dilihat sebagai eksistensi yang terpisah dan berdiri sendiri, dan oleh karena itu tidak bisa dideskripsikan. Ajaran Sang Tathagata bukan berdiri sendiri, bukan pula tidak berdiri sendiri. Mengapa? Oleh karena guru-guru suci hanya dibedakan dari guru-guru lain menurut apa yang tak terkondisi."

"Bagaimana menurutmu, Subhuti? Jika ada orang mengisi 3.000 alam semesta dengan tujuh permata berharga sebagai tindakan kemurahan hati (dana), apakah orang itu memperoleh kebahagiaan besar karena tindakan bajik ini?" Jawab Subhuti: "Ya, Bhante. Oleh karena hakikat kebajikan dan kebahagiaan bukanlah kebajikan dan kebahagiaan, maka Sang Tathagata bisa bicara tentang kebajikan dan kebahagiaan."

"Sebaliknya, jika ada seseorang yang menerima ajaran ini dan mempraktekkannya, sekalipun hanya satu bait berisi empat baris, dan menjelaskannya kepada orang lain, kebahagiaan yang dihasilkan oleh tindakan bajik ini jauh melampaui kebahagiaan yang dihasilkan dengan menghadiahkan tujuh permata berharga. Mengapa? Oleh karena semua Buddha dan Dharma dari batin Buddha yang tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan muncul dari ajaran ini. Subhuti, apa yang dinamakan Buddha Dharma adalah segala sesuatu yang bukan Buddha Dharma.

"Bagaimana menurutmu, Subhuti, apakah seorang Sotapanna berpikir, 'Aku telah mencapai buah jalan Sotapatti'?"
Jawab Subhuti: "Tidak, Bhante. Mengapa? Sotapanna berarti 'masuk ke dalam arus', tetapi pada kenyataannya tidak ada arus untuk dimasuki. Orang tidak memasuki arus yang adalah jasmani, bukan pula arus yang adalah perasaan, ... <dst panca-skhandha> ... Itulah yang kita maksud ketika kita berkata 'masuk ke dalam arus'."

... <dst untuk Sakadagami dan Anagami> ...

"Bagaimana menurutmu, Subhuti, apakah seorang Arahat berpikir, 'Aku telah mencapai buah jalan Arahat'?" Jawab Subhuti: "Tidak, Bhante. Mengapa? Tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri yang bisa disebut Arahat. Jika seorang Arahat menghasilkan pikiran bahwa ia telah mencapai buah jalan Arahat, maka ia masih terperangkap dalam ide tentang suatu diri/aku, suatu pribadi, suatu makhluk hidup, atau suatu jangka hidup. Bhante sering berkata bahwa saya telah mencapai konsentrasi dari kehadiran yang hening, dan bahwa di dalam kumpulan Sangha ini saya adalah Arahat yang paling mengatasi kebutuhan dan keinginan. Bhante, jika saya berpikir bahwa saya telah mencapai buah jalan Arahat, Bhante tentu tidak akan berkata bahwa saya berada dalam konsentrasi dari kehadiran yang hening."

"Subhuti, di zaman dahulu kala, ketika Sang Tathagata berlatih di bawah bimbingan Buddha Dipankara, apakah ia mencapai sesuatu?" Jawab Subhuti: "Tidak, Bhante. Ia tidak mencapai apa-apa."

"Subhuti, apakah seorang Bodhisattva menciptakan sebuah alam Buddha yang tenang dan indah?" Jawab Subhuti: "Tidak, Bhante. Mengapa? Karena menciptakan sebuah alam Buddha yang tenang dan indah dalam kenyataannya bukan menciptakan sebuah alam Buddha yang tenang dan indah. Itulah sebabnya dinamakan menciptakan sebuah alam Buddha yang tenang dan indah."

"Demikianlah, Subhuti, semua Bodhisattva harus membangkitkan niat yang murni dan jernih dalam semangat ini. Bila mereka membangkitkan niat demikian, mereka tidak seharusnya bergantung pada wujud, suara, bau, citarasa, rabaan dan obyek-obyek batin. Mereka seharusnya membangkitkan niat dengan batin yang tidak berdiam di mana pun."

[...]

<bersambung>

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #155 on: 02 May 2008, 10:25:38 AM »
Quote
Itu juga sebabnya, pak Hud, saya merasa bahwa pernyataan tentang Orang yang terbebaskan merasakan sakit, itu hanya perspektif dari kebenaran konvensional. Karena pikirannya yang sudah terbebas dari dualitas, mana mungkin merasa sakit dan enak? Namanya juga terlampaui bukan? Begitu juga dengan mati, itu hanya dilihat oleh orang awam dari perspektif konvensional. Orang terbebaskan yang telah merealisasi nibbana sudah melampaui konsep mati dan tidak mati. Mana mungkin mengatakan mereka bisa mati? dengan adanya ini maka muncullah itu, dengan lenyapnya ini maka lenyaplah itu. Jadi mengatakan bahwa orang terbebaskan merasakan sakit fisik menjadi agak janggal.
bro chingik,

yang merasakan sakit dan enak pada fisik itu bukan pikiran, tetapi pada indra bersangkutan.

Yang berbeda orang yg tercerahkan adalah respon batinnya, dia tidak melekat maupun menolaknya.

Fisik tetaplah fisik, tetap mengikuti hukum alam. tubuh/kulit akan tetap merasakan sakit, nyaman, lembut. mata akan tetap bisa silau dkk, hidup masih merasakan harum dan bau.

ini jadi kembali ke pembahasan tentang vedana di thread sebelah nih...

maklum, karena belum mengalaminya secara langsung akan rasa pembebasan, maka terpaksa main nerka-nerka aja.. :P

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #156 on: 02 May 2008, 10:27:19 AM »
maklum, karena belum mengalaminya secara langsung akan rasa pembebasan, maka terpaksa main nerka-nerka aja..

kalo main nerka-nerka,inget tanggung jawab Dhammanya lho,meskipun bukan Dhammaduta,kita berusaha untuk membawakan Kebenaran itu secara benar bukan hasil terka-terkaan.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #157 on: 02 May 2008, 10:38:04 AM »
aku mempunyai mata tapi tak bisa melihat
aku mempunyai telinga tapi tak bisa mendenggar
aku mempunyai mulut tapi tak mampu bersuara
aku mempuyai indra lain tapi tak mampu berfungsi
aku mempunyai pikiran tapi dia tak bisa berpikir

sudah gila....cacat lagi... ;D

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #158 on: 02 May 2008, 10:39:11 AM »
itu makhluk apaan EVO?
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #159 on: 02 May 2008, 10:45:47 AM »
orang
gila dan cacat  ;) :D ;D :|

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #160 on: 02 May 2008, 10:50:46 AM »
maklum, karena belum mengalaminya secara langsung akan rasa pembebasan, maka terpaksa main nerka-nerka aja..

kalo main nerka-nerka,inget tanggung jawab Dhammanya lho,meskipun bukan Dhammaduta,kita berusaha untuk membawakan Kebenaran itu secara benar bukan hasil terka-terkaan.

terima kasih telah mengingatkan.. _/\_

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #161 on: 02 May 2008, 10:54:23 AM »
KEBENARAN KONVENSIONAL DAN KEBENARAN SEJATI (3/3)

Ketika mendengar sejauh ini dan menembus maknanya yang dalam, YA Subhuti menitikkan air mata. Ia berkata, "Bhante, Anda sungguh langka di dunia. Sejak saya mencapai mata Dhamma, berkat bimbingan Sang Buddha, tidak pernah saya mendengar ajaran yang begitu dalam dan indah seperti ini. Bhante, jika seseorang mendengar sutra ini, dan memiliki keyakinan yang murni serta jernih terhadapnya, dan mencapai pencerahan ke dalam kebenaran, maka orang itu akan mengalami kebajikan yang paling langka. Bhante, pencerahan ke dalam kebenaran itu pada hakekatnya bukan pencerahan. Itulah sebabnya Sang Tathagata menyebutnya pencerahan ke dalam kebenaran.

"Bhante, sekarang ini tidak sukar bagi saya untuk mendengar sutra indah ini, meyakininya, memahaminya, menerimanya, dan mempraktekkannya. Tetapi di masa depan, 500 tahun lagi, jika ada orang yang mampu mendengar sutra ini, meyakininya ...<dst> ... sudah tentu orang tersebut sangat langka. Mengapa? Karena orang tersebut tidak akan didominasi oleh ide tentang suatu diri/aku, suatu pribadi, suatu makhluk hidup, atau suatu jangka hidup. Mengapa? Ide tentang suatu aku/diri bukanlah ide, begitu pula ide-ide tentang pribadi ... <dst> ... bukanlah ide. Mengapa? Para Buddha disebut Buddha karena mereka bebas dari ide-ide."


Kata Sang Buddha kepada Subhuti: "Benar. Jika seseorang mendengar sutra ini dan tidak merasa ngeri atau takut, ia adalah langka. Mengapa? Subhuti, apa yang disebut oleh Sang Tathagata sebagai 'parama-paramita' (transendensi tertinggi) pada hakekatnya bukanlah transendensi tertinggi; itulah sebabnya itu dinamakan transendensi tertinggi."

[...]

"Sang Tathagata berkata, bahwa segala pengertian bukanlah pengertian dan bahwa semua makhluk hidup bukanlah makhluk hidup. Subhuti, Sang Tathagata adalah orang yang berkata seperti apa adanya, berbicara secara benar, dan berbicara sesuai dengan realitas. Ia tidak bicara secara mengelabui, atau untuk menyenangkan orang lain. Subhuti, jika kita berkata Sang Tathagata telah mencapai suatu ajaran, ajaran itu tidak dapat dipegang, tetapi tidak pula mengelabui.

"Subhuti, seorang Bodhisattva yang masih bergantung pada pengertian untuk mempraktekkan kemurahan hati (dana) adalah seperti orang yang berjalan dalam kegelapan. Ia tidak akan melihat apa-apa. Tetapi, jika seorang Bodhisattva tidak bergantung pada pengertian untuk mempraktekkan kemurahan hati, ia seperti orang yang penglihatannya baik dan berjalan dalam cahaya matahari yang terang. Ia bisa melihat berbagai wujud dan warna.

[...]

"Subhuti, jika seorang Bodhisattva berpikir, ia harus membebaskan semua makhluk hidup, maka ia masih belum seorang Bodhisattva. Mengapa? Subhuti, tidak ada obyek batin yang berdiri sendiri yang disebut Bodhisattva. Oleh karena itu, Sang Buddha berkata bahwa segala sesuatu adalah tanpa-diri/aku, tanpa-pribadi, tanpa-makhluk-hidup, tanpa-jangka-hidup. Subhuti, jika seorang Bodhisattva berpikir, “Aku harus menciptakan sebuah alam Buddha yang tenang dan indah," orang itu masih belum seorang Bodhisattva. Mengapa? Apa yang oleh Sang Tathagata dinamakan alam Buddha yang tenang dan indah pada kenyataannya bukanlah alam Buddha yang tenang dan indah. Itulah sebabnya itu dinamakan alam Buddha yang tenang dan indah. Subhuti, seorang Bodhisattva yang sepenuhnya memahami prinsip tanpa-diri/aku dan tanpa-segala-sesuatu(dharma), oleh Sang Tathagata dinamakan Bodhisattva yang sesungguhnya."

[...]

"Subhuti, janganlah berkata, bahwa Sang Tathagata memiliki ide “Saya akan memberi ajaran.” Jangan berpikir seperti itu. Mengapa? Jika ada orang berkata bahwa Sang Buddha memiliki ajaran, orang itu memfitnah Sang Buddha karena ia tidak memahami apa yang kukatakan. Subhuti, memberikan khotbah Dharma pada hakekatnya berarti tidak ada khotbah. Itulah sesungguhnya khotbah Dharma."


Subhuti bertanya kepada Sang Buddha: "Bhante, di kemudian hari, apakah ada makhluk hidup yang akan memiliki keyakinan penuh ketika mereka mendengar kata-kata ini?"

"Subhuti, makhluk-makhluk hidup itu bukanlah makhluk hidup, bukan pula makhluk tidak-hidup. Mengapa? Subhuti, apa yang dinamakan makhluk tidak-hidup oleh Sang Tathagata sesungguhnya adalah makhluk hidup."

Subhuti bertanya kepada Sang Buddha: "Bhante, apakah batin tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan yang dicapai Sang Buddha itu tak tercapai?"

Jawab Sang Buddha: "Benar, Subhuti. Tentang batin tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan, saya tidak mencapai apa-apa. Itulah sebabnya dinamakan batin tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan.

"Lebih jauh, Subhuti, batin itu di mana-mana sama. Oleh karena ia tidak tinggi, tidak rendah, ia disebut batin tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan. Buah dari batin tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan itu dicapai melalui praktik semua tindakan yang baik di dalam semangat tanpa diri/aku, tanpa pribadi, tanpa makhluk hidup, tanpa jangka hidup. Subhuti, apa yang dinamakan tindakan baik pada kenyataannya bukanlah tindakan baik. Itulah sebabnya dinamakan tindakan baik."

[...]

"Subhuti, janganlah berkata, Sang Tathagata memiliki ide, “Saya akan menuntun makhluk-makhluk hidup ke seberang pantai pembebasan.” Jangan berpikir seperti itu, Subhuti. Mengapa? Sesungguhnya tidak ada satu pun makhluk yang bisa diseberangkan oleh Sang Tathagata. Jika Sang Tathagata berpikir itu ada, maka ia akan terperangkap dalam ide tentang suatu diri/aku, suatu pribadi, suatu makhluk hidup, suatu jangka hidup. Subhuti, apa yang dinamakan oleh Sang Tathagata diri/aku pada hakekatnya tidak memiliki diri/aku sebagaimana diri/aku itu dipikirkan oleh orang biasa. Subhuti, Sang Tathagata tidak menganggap siapa pun sebagai orang biasa. Itulah sebabnya Ia menamakannya orang biasa."

[...]

"Subhuti, jika engkau berpikir bahwa Sang Tathagata telah mencapai batin yang tertinggi, paling sempurna dan paling tercerahkan, dan tidak membutuhkan semua tanda-tanda itu, engkau SALAH. Subhuti, jangan berpikir seperti itu. Jangan berpikir, jika orang telah mencapai batin yang tertinggi, paling sempurna dan paling tercerahkan, orang perlu melihat semua obyek batin sebagai tidak ada, terpotong dari kehidupan nyata. Harap jangan berpikir seperti itu. Orang yang mencapai batin yang tertinggi, paling sempurna dan paling tercerahkan tidak mengatakan bahwa semua obyek batin tidak ada dan terpotong dari kehidupan nyata.

"Subhuti, jika seorang Bodhisattva mengisi 3.000 alam dengan tujuh permata berharga, sebanyak butir debu di sungai Gangga sebagai tindakan kemurahan hati (dana), kebahagiaan yang dihasilkan oleh kebajikannya itu lebih sedikit dibandingkan kebahagiaan yang dihasilkan oleh orang yang memahami dan dengan sepenuh hati menerima kebenaran bahwa hakikat segala sesuatu adalah tanpa-diri/aku dan mampu hidup dan menanggungkan kebenaran ini sepenuhnya. Mengapa begitu, Subhuti? Oleh karena seorang Bodhisattva tidak perlu membangun kebajikan dan kebahagiaan."


Subhuti bertanya: "Apakah maksud Bhante dengan berkata seorang Bodhisattva tidak perlu membangun kebajikan dan kebahagiaan?"

"Subhuti, seorang Bodhisattva membangun kebajikan, tetapi tidak terperangkap dalam ide tentang kebajikan dan kebahagiaan. Itulah sebabnya Sang Tathagata berkata, seorang Bodhisattva tidak perlu membangun kebajikan dan kebahagiaan."

[...]

"Subhuti, seseorang yang mencapai batin tertinggi, paling sempurna, paling tercerahkan, harus tahu bahwa hal ini benar bagi segala sesuatu, harus melihat bahwa segala sesuatu seperti ini, harus memiliki keyakinan di dalam pemahaman tentang segala sesuatu tanpa konsep apa pun tentang segala sesuatu. Subhuti, apa yang disebut konsep tentang segala sesuatu, dikatakan oleh Sang Tathagata bukanlah konsep tentang segala sesuatu. Itulah sebabnya dinamakan konsep tentang segala sesuatu.

"Subhuti, jika seseorang menawarkan tujuh permata berharga untuk mengisi alam-alam yang tak terbatas seperti ruang angkasa sebagai tindakan kemurahan hati (dana), kebahagiaan yang dihasilkannya tidak menyamai kebahagiaan yang dihasilkan oleh orang yang mencapai pencerahan batin dan membaca serta mempraktekkan sutra ini, serta menjelaskannya kepada orang lain, sekalipun hanya satu bait berisi empat baris. Dalam semangat bagaimana penjelasan ini diberikan? Tanpa terperangkap dalam tanda-tanda, sekadar sesuai dengan apa adanya, tanpa goncangan. Mengapa begitu?

"Segala yang terbentuk adalah seperti mimpi, seperti bayangan, setitik embun, sekilas cahaya. Begitulah engkau harus merenungkannya, Begitulah engkau harus mengamatinya."


*****

Demikianlah, Mas Sunari, terdapat suatu benang merah yang menyatukan SEMUA sutra-sutra Mahayana--dan sutta-sutta Theravada--yang menyatukan SEMUA BENTUK AJARAN BUDDHA, menyatukan semua mazhab Agama Buddha. Benang merah itu mengungkapkan adanya dua LEVEL kebenaran: (1) kebenaran konvensional, di tataran pikiran/intelek dan pengalaman sehari-hari, dan (2) kebenaran sejati/mutlak, yang melampaui (mentransendensikan) pikiran/intelek dan pengalaman sehari-hari, dan hanya bisa dipahami sepenuhnya dengan berhentinya pikiran dalam keheningan sempurna.

Rupanya Anda hanya berkutat dengan kebenaran-kebenaran konvensional sehari-hari saja tanpa melihat kebenaran sejati.

Dengan demikian saya telah memenuhi permintaan Anda di atas.

Salam,
Hudoyo

--- End of forwarded message ---

=========================
WILLIBORDUS:

Pak Hudoyo,

Saya heran, Bapak masih ingat saja postingan2 lama dan segera bisa menemukannya dengan cepat. Siang tadi saya tanyakan dan sore-nya sudah menerima penjelasan yang sangat komplit :-)

Penjelasan tsb sudah bisa menjawab rasa penasaran saya dan sekaligus menjelaskan pengertian Sukhavati dan Amitabha dari sudut 'kebenaran mutlak' (bukan dari kacamata 'kebenaran konvensional' yang telah terlanjur dipahami oleh banyak orang, termasuk oleh para pengikutnya sendiri)

Kutipan penjelasan dari Master Ou-i tentang "hakikat sejati" telah mencairkan pandangan saya terhadap aliran Amitabha dan juga mempertemukan pola pikir saya dgn 'esensi' ajaran aliran tsb.

Anumodana Pak Hud,
Willibordus


Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #162 on: 02 May 2008, 10:58:16 AM »
Pak Hud, bro willibordusnya member disini juga loh
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #163 on: 02 May 2008, 11:00:12 AM »
Iya, Rekan Willibordus pernah mampir di thread ini juga, kok. :)

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #164 on: 02 May 2008, 11:10:44 AM »
Sesuai janji saya dengan pak Hud, tentang hubungan anapanasati sutta dan MMD, berikut ini sebisa saya saya deskripsikan yg saya telaah.

Pada anapanasati sutta dijelaskan menjadi 4 bagian dengan 4 subbagian lagi didalamnya.
Pada bagian pertama, menyadari bernafas panjang, pendek, sensitif terhadap tubuh, menenangkan bentukan tubuh/nafas *bukan dengan sengaja*.
pada bagian kedua, sensitif terhadap rapture, pleasure, bentukan mental, menenangkan bentukan mental
pada bagian ketiga, sensitif pada pikiran, memenuhi/mengikuti pikiran, menenangkan pikiran, melepaskan pikiran.
pada bagian keempat, fokus pada perubahan, fokus pada "melepas keterlibatan", fokus pada penghentian, fokus pada pelepasan/"pasrah"

Ke 16 ini bukanlah langkah2x yang harus kita lakukan secara sistematis dan step-by-step, tetapi ini adalah hal2x yang terjadi KETIKA kita sedang meditasi secara pasif *bukan aktif/disengaja*.

Karena hal2x tersebut adalah yg "bisa dan akan" terjadi, tentu tidak dijadikan patokan atau acuan ketika SEDANG meditasi. tetapi itu hanya sekadar penjelasan.

Ketika meditasi, saya sendiri tidak bisa membedakan antara tehnik MMD dan anapanasati. yah itu juga barangnya, sama2x duduk dan mengamati kedalam. *kecuali dengan interpretasi anapanasati yg lainnya yah*

mungkin kira2x demikian yang saya tahu pak hud.
There is no place like 127.0.0.1