//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MMD (Meditasi Mengenal Diri)  (Read 565434 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #135 on: 29 April 2008, 11:22:14 PM »
Pak Hudoyo, uraian anda sungguh menyegarkan..hingga seolah-olah pikiran sy hendak mulai melangkah  namun sekejap mata seperti telah berada dilangkah terakhir..
Apa yg perlu sy pelajari lagi? :P
ternyata kondisi itu lenyap seketika dan saya harus berusaha utk mengembalikan pikiran ini ke track tadi tapi usaha sy tidak kuat bertahan lama...ada satu kekuatan yg menarik sy keluar dari track ini...ternyata memang blm konsisten dalam berlatih kali ya.. ;D


Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #136 on: 29 April 2008, 11:54:50 PM »
pak hudoyo jd kesimpulannya itu "mantau" aja ya?? cuma ngeliat

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #137 on: 30 April 2008, 12:46:04 AM »
Pak Hudoyo, uraian anda sungguh menyegarkan..hingga seolah-olah pikiran sy hendak mulai melangkah  namun sekejap mata seperti telah berada dilangkah terakhir..
Apa yg perlu sy pelajari lagi? :P
ternyata kondisi itu lenyap seketika dan saya harus berusaha utk mengembalikan pikiran ini ke track tadi tapi usaha sy tidak kuat bertahan lama...ada satu kekuatan yg menarik sy keluar dari track ini...ternyata memang blm konsisten dalam berlatih kali ya.. ;D

Hati-hati ... jangan berlatih apa-apa ... :)

Dari uraian Anda terlihat bahwa 'usaha' Anda menimbulkan 'konflik', konflik antara apa yang ada dan apa yang diinginkan/diharapkan. ... Itulah yang dialami oleh setiap pemeditasi, sampai ia berhenti berusaha, sampai ia betul-betul diam, diam bersama apa yang ada, tanpa mengharapkan apa-apa lagi.

Dalam meditasi tidak ada apa-apa yang perlu dipelajari; tidak ada pengetahuan, tidak ada pengalaman yang perlu diperoleh. ...  Yang ingin belajar dan memperoleh semua itu si aku lagi. ... :)

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #138 on: 30 April 2008, 12:52:21 AM »
pak hudoyo jd kesimpulannya itu "mantau" aja ya?? cuma ngeliat

Hati-hati dengan kata "kesimpulan":

Dalam suatu uraian intelektual, bisa diambil 'kesimpulan', yaitu intisari dari apa yang dibicarakan. Di sini 'kesimpulan' itu merupakan pengetahuan, yang tidak ada gunanya selain untuk mengingatkan.

Tetapi dalam sadar/eling, jangan ada 'kesimpulan' apa-apa. ... Mengapa? ... Karena 'kesimpulan' apa pun, yang adalah pengetahuan, adalah pikiran, harus disadari pula, sehingga lepas dengan sendirinya.

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #139 on: 30 April 2008, 01:05:11 AM »
Sejak pertama kali saya membaca tulisan-tulisan Anda di milis Buddhis ini, Anda telah tampil sebagai seorang tokoh yang mempunyai kepercayaan bahwa jiwa/”roh” manusia itu kekal-abadi  (sekalipun berubah). Anda menganut kepercayaan bahwa Buddha-Buddha itu tetap eksis sebagai entitas-entitas yang berdiri sendiri selamanya.

Sekarang saya melihat Anda malah menganalogikan jiwa/”roh” manusia itu dengan molekul air (materi). Itulah kesalahan paling mendasar—menganalogikan “roh” dengan materi—sehingga muncul kepercayaan bahwa “roh” itu abadi.

Kepercayaan Anda itu bertolak belakang dengan ajaran Buddha Gotama (setidak-tidaknya dalam mazhab Theravada, bahkan mungkin dengan mazhab Mahayana juga), yang jelas-jelas menyatakan ‘ANATTA’ – tidak ada “roh”, jiwa, substansi apa pun dalam diri manusia ini yang kekal-abadi (sekalipun berubah-ubah). Anda tidak paham arti nibbana menurut ajaran Buddha Gotama: tidak ada lagi “milikku, aku, diri/rohku”. Anda tidak paham arti sunnyata (kosong dari sebuah diri/roh) yang menjadi inti ajaran Theravada maupun Mahayana.

Kepercayaan Anda itu tidak mungkin bertemu dengan ajaran Buddha Gotama. Oleh karena itu tidak perlu diperdebatkan; bagaimana pun juga, iman tidak bisa diperdebatkan. Ada pepatah Islam yang cocok untuk Anda di milis ini: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” Tidak perlu berdebat, sehingga kita bisa tetap bersilaturahmi. – Untuk itu saya sarankan, Anda tidak perlu membaca posting-posting saya, yang hanya akan mendorong Anda bereaksi dengan menulis posting di bawah, dan hanya akan mendorong saya bereaksi dengan menulis posting ini, demi klarifikasi orang banyak.

Tentang Master Zen yang membakar buddharupang yang Anda sanggah, itu cuma menunjukkan bahwa Anda tidak paham akan sikap batin seorang Mater Zen. Anda mempersoalkan perbuatan, padahal yang penting adalah sikap batin, yang membuang semua otoritas & tradisi, termasuk otoritas guru spiritual, dan dengan demikian membuat Sang Master menjadi seorang “gila” di antara orang-orang yang “waras”, yang sesungguhnya ‘sadar’ di antara orang-orang yang ‘tidur bermimpi’. Itulah yang tidak Anda pahami.

Salam,
Hudoyo 

Quote
Dari milis MUBI:

Posted by: "sunari" sunari [at] ssp.co.id   sunariwrh
Mon Apr 28, 2008 4:20 am (PDT)

Yah, bener2 gilaaaa..

Seorang yang tampaknya baru sekali mengalami OOBE sudah menyampaikan sebuah
statemen bahwa tidak ada itu roh atau jiwa.

Dan ditambahi komentar bahwa jiwa tidak kekal.

Waktu sekian ribu kalpa, ratusan milyar tahun, yang sedemikian lamanya juga
belum patut disebut kekal.

Menurut saya, dianggap tidak kekal karena ada perobahan.

Barangkali, kalau mampu mencapai pelepasan, apa itu elemen pembentuk si aku,
si jiwa, pancakandha? Barulah jiwa terurai, bagai teruraianya oksigen dan
hydrogen setelah si air menyatu dengan semesta. Entah apa lagi sebutannya
jika atom dan inti atom nya tercerai beraikan, luruh dalam proses fisi
nuklir?.

Kalau hanya berubah-ubah menjadi embun, menjadi kabut, menjadi uap, menjadi
es, menjadi awan, menjadi hujan, menjadi air sungai --- dia masih dalam
'kekekalan' sebagai air.

Semoga untuk selanjutnya, janganlah hendaknya hanya karena tidak mampu
melihat dewa dan Buddha lalu menyakini bahwa dewa dan Buddha adalah tidak
ada, karena tidak melihat sorga neraka maka lalu memebri pengajaran kepada
manusia bahwa sorga neraka itu tidak ada.

Disini saya kemukakan, saya juga percaya n yakin bahwa jiwa itu tidak kekal,
karena setelah kita mencapai kemampuan untuk menceraiberaikannya sebagaimana
seorang Buddha, dia dianggap tidak ada lagi, dalam hal air, yang ada adalah
hydrogen dan oksigen.

Soal master Zen, yang membakar rupang Buddha dan membunuh Buddha yang
diketemui.

Sayang saya kok belum pernah baca kisah , sudahkah ada seorang master Zen
yang benar-benar melakukannya. Bukan hanya dalam kata-kata namun dalam
tindakan, pergi ke sebuah kelenteng yang rupang2 nya ada isinya, sudah di
kai-guang oleh mereka yang benar-2 mampu, diambil, diseret dan lalu
membakarnya. Sudah ada kah kisahnya? Saya kira kalau ada yang telah
mempraktekannya, kehidupannya akan berakhir dengan tragis.

Terima kasih bila ada sahabat yang sudi memberikan pengajaran mengenai hal
ini.

Salam metta,

Quote
Posted by: "Hudoyo Hupudio"
Sat Apr 26, 2008 10:19 pm (PDT)

Dari: http//dhammacitta.org > Forum Diskusi > Board: "Meditasi" >
Thread: "MMD"

EVO:
soryyyyy nihhhh
tread ini benar benar gilaaaa ;D
engkau tak tau kapan kau sadar....
saat kau katakan sadar.......... belum tentu kau sadar
saat kau katakan tidak sadar....belum tentu kau tidak sadar......

pak ada pengalaman baru neh
selama ini aku berpikir dalam diri kita ada yang namanya roh ataupun jiwa
tapi 2 hari yang lalu terhapus sudah yang namanya jiwa ataupun roh itu
tidak ada yg namanya jiwa ataupun roh yang kekal

knp aku bisa mengatakan hal ini...gara-gara aku lagi tidur aku lihat badan
ku lagi tidur....
aku melihat dgn jelas badan ini....apa ini 'ilusi'...bukan...
lalu aku telusuri aku amatin siapa dia...yah itu deh....
kembali 'si pikiran'.....benar-benar pikiran ini luar biasa.......

mohon bimbimnganya kejalan yang benar pak J

aku masih ada yang ngajel pak
soal makhluk lain....mungkin di lain kesempatan pos lagi J

HUDOYO:

hehehe... Rekan Evo, tampaknya orang sadar dan orang gila itu memang sukar
dibedakan secara lahiriah. ;D... Lihat saja, bagaimana para Master Zen
sering bertingkah laku seperti orang gila :D... masak buddharupang dijadikan
kayu bakar ... J... Masak ada Master yang bilang: "Kalau ketemu Buddha di
jalan, bunuh dia." ;D

[..]

*****

Membaca cerita Anda, tampaknya Anda sudah memperoleh salah satu pencerahan
(nyana, insight), biarpun "kecil": yakni tidak adanya roh/diri/jiwa yang
kekal-abadi, kalau memang pemahaman ini berasal dari KESADARAN LANGSUNG dan
BUKAN hasil perenungan atau pemikiran.

Pencerahan ini sangat penting; anggapan tentang adanya roh/diri yang kekal
disebut sakkaya-ditthi. Maka, menurut teori Buddhis, tinggal dua belenggu
lagi perlu patah dalam batin Anda sebelum Anda menjadi Sotapana, yakni:

(1) vicikiccha (keraguan) - ragu-ragu akan kenyataan pembebasan itu sendiri
- ini bukan keraguan intelektual, melainkan keraguan EKSISTENSIAL, keraguan
yang dirasakan dalam lubuk kesadaran yang paling dalam;

(2) silabbata-paramasa - melekat pada ritualisme (misalnya: namaskara, baca
paritta, buang sial, melepas burung dsb), menganggap bahwa ritualisme
seperti itu bisa menyelamatkan kita.

Tapi, semua itu kan bagi kita sebatas teori/pengetahuan Buddhis. Kalau mau
menjadi Sotapana, jangan sekali-kali mengharapkan menjadi Sotapana. ... Gila
lagi, nggak? :D

*****

Tentang "makhuk lain" silakan kirimkan posting Anda. J ... Tapi saya sudah
menyiapkan jawabannya, kok; pakai bahasa Betawi: "Nape lo mikirin makhluk
lain??" ... Bersikaplah, "EGP ..." :D :D ... Gila, nggak? :D

Salam,
Hudoyo

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #140 on: 30 April 2008, 08:19:33 AM »
Rekan Kutho yg baik,

Anda bisa melakukan MMD ini sendiri di rumah.

Bhante Gunaratana, penulis buku "Mindfulness in Plain English", mengatakan dalam kata pengantar beliau untuk buku itu, bahwa vipassana bisa dilakukan sendiri di rumah oleh seorang pemula tanpa guru, sekalipun dalam perkembangannya ia akan mengalami hal-hal yang belum pernah dialaminya dan biasanya perlu ditanyakan kepada mereka yang telah berjalan lebih dulu.

Masuklah ke situs  > Forum: Supranatural > Subforum: Spiritual > Thread: MMD. Anda akan membaca posting-posting dari beberapa orang yang mencoba sendiri MMD di rumah hanya dengan tuntunan dari dialog-dialog yang mereka baca dalam thread itu. Ada di antara mereka yang menunjukkan pencerahan & perkembangan batin yang pesat dan mengagumkan; antara lain: "gendhisjawi", "riangmentari", "mulatsariro". Juga "andicahya" yang belakangan mengikuti retret MMD akhir pekan.

Salam,
hudoyo


Pak Hudoyo,

Terima kasih untuk jawabannya! :)


Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #141 on: 30 April 2008, 08:35:20 AM »
Dari: milis semedi [at] yahoogroups.com

RE: Thread ini benar-benar gilaaaa  ;D

From: Ngurah Agung [mailto:ngestoerahardjo [at] yahoo.com]

--- In semedi [at] yahoogroups.com, "Hudoyo Hupudio" <hudoyo [at] ...> wrote:
==============
> Kepercayaan Anda itu bertolak belakang dengan ajaran Buddha Gotama
> (setidak-tidaknya dalam mazhab Theravada, bahkan mungkin dengan mazhab
> Mahayana juga), yang jelas-jelas menyatakan 'ANATTA' - tidak ada "roh",
> jiwa, substansi apa pun dalam diri manusia ini yang kekal-abadi (sekalipun
> berubah-ubah). Anda tidak paham arti nibbana menurut ajaran Buddha Gotama:
> tidak ada lagi "milikku, aku, diri/rohku". Anda tidak paham arti sunnyata
> (kosong dari sebuah diri/roh) yang menjadi inti ajaran Theravada maupun
> Mahayana.
> =================
 
Salam Pak Hud ...
 
Bukan untuk ikut gila:)  Sekedar ikut urun pendapat ttg.ini.
 
Anatta tidak menyatakan kalau tidak ada jiwa. Memang tidak ada substansi yang kekal di alam material ini [sehingga tidak perlu dilekati kalau tak ingin terus-menerus dirorong dukkha], tapi jiva bukanlah substansi.
 
'Tiga corak' itu --dukkha, anicca, anatta-- bukan saja diperuntukkan guna menegaskan tiga corak dari semesta material, substansi, namun juga lebih merupakan satu-kesatuan pengertian yang mengarahkan agar tidak terikat pada suatu yang tanpa esensi hakiki sejauh ada di wilayah semesta meterial. Dalam satu kesatuan, mereka mengambarkan apa yang disebut dengan "maya", ilusi dan juga ilusif, dalam Hinduisme. Semesta material ini ilusif.
 
Anatta [tanpa inti kekal] bukan 'an-atman'-- seperti yang oleh sementara pihak yang kelihatannya memang sengaja dihembus-hembuskan agar kelihatan kontras dengan Hinduisme[Vedanta]. Arahnya, menurut saya, adalah mempertegas bahwa Buddhisme BERTERTENTANGAN dengan Hinduisme.
 
Begitu pendapat saya.
 
Shanti,
NR.
==================================
HUDOYO:

Selamat pagi, Pak Ngurah,  :)

Terima kasih atas pendapat Pak Ngurah. Berikut ini pendapat saya:

Ajaran Buddhaanicca, dukkha & anatta—yang kemudian diteruskan oleh J Krishnamurti, bukan hanya untuk membebaskan diri dari ilusi alam material, yang disebut “maya” dalam Hinduisme, tetapi yang lebih penting adalah untuk bebas dari rasa terdalam adanya ‘aku’ yang eksis dalam eksistensi di mana pun juga, sebagai apa pun juga.

‘Anatta’ dalam bahasa Pali memang identik dengan ‘anatman’ dalam bahasa Sansekerta. Jelas ajaran Buddha Gotama bertolak belakang dengan ajaran ‘Atman-Brahman’ dalam Hinduisme. Selanjutnya silakan direnungkan pernyataan Buddha: “Sarve dharma anatman.” (“Segala sesuatu anatta/anatman.”)

Kontras antara ajaran Buddha Gotama dengan Vedanta (Hinduisme) tampak jelas dari pernyataan Buddha Gotama: “Para bhikkhu, ada yang tidak dilahirkan, tidak terbentuk, bukan makhluk, bukan terkondisi …”. Dalam “menjelaskan” prinsip yang ultimate/tertinggi ini, Buddha Gotama berhenti sampai di situ, sedangkan Hinduisme melanjutkan dengan mengatakan, bila “maya” ini tersingkap, maka muncullah “brahman”, dan di situ ternyata bahwa “atman”—yang dipercaya ada dalam diri manusia—identik dengan “brahman” itu. – Jelas di sini bahwa Buddha Gotama mendekati prinsip yang ultimate ini secara NEGATIF (tidak menyatakan sesuatu secara positif), sedangkan Hinduisme mendekati prinsip ultimate itu secara POSITIF (memberikan identitas pada sesuatu yang ultimate itu).  Jadi Buddhisme & Hinduisme bertolak belakang pendekatan doktrinnya mengenai prinsip yang ultimate itu.

Kontras ini tampak jelas dalam kasus ini: doktrin Buddha mengatakan “anatta” (no-self); sedangkan doktrin Nisargadatta Maharaj, misalnya, seorang Hindu mengatakan, “I am”. Doktrin Buddha mengatakan, tidak ada aku atau Aku.

Begitu pendapat saya. Para pembaca yang ingin memperdalam masalah perbedaan doktrin Buddhisme & Hinduisme silakan membaca di Wikipedia, “Buddhism and Hinduism”, khususnya bagian yang berjudul “Atman”.

Salam,
Hudoyo

PS: seperti biasa mohon tanggapan ini dimuat dalam milis-milis yang tidak saya langgani yang Anda kirimi posting Anda. Terima kasih.
« Last Edit: 30 April 2008, 09:04:42 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #142 on: 30 April 2008, 09:01:12 AM »
Dari milis semedi [at] yahoogroups.com

RE: Renungan Harian - 15 April '08 - Mengejar ahimsa ...

From: Ngurah Agung [mailto:ngestoerahardjo [at] yahoo.com]

--- In seamed [at] yahoogroups.com, "Hudoyo Hupudio" <hudoyo [at] ...> wrote:
>
> Apakah mengejar tanpa-kekerasan (ahimsa) membebaskan batin dari kekerasan?
>

>
> Kita mengira ideal itu perlu. Tetapi apakah ideal membantu mendatangkan
> perubahan radikal dalam batin kita? Ataukah ideal hanya membuat kita bisa
> menunda-nunda, mendorong perubahan ke masa depan, dan dengan demikian
> menghindari perubahan yang radikal, segera? Jelas, selama kita mempunyai
> ideal, kita tidak pernah sungguh-sungguh berubah, melainkan berpegang pada
> ideal kita sebagai cara penundaan, menghindari perubahan segera yang begitu
> penting. Saya tahu, kebanyakan di antara kita menganggap bahwa ideal harus
> ada, oleh karena tanpa itu kita mengira tidak akan ada dorongan untuk
> berubah, dan kita akan membusuk, mampet. Tetapi saya mempertanyakan, apakah
> ideal mana pun pernah mentransformasikan cara berpikir kita. Mengapa kita
> memiliki ideal? Jika saya keras, apakah saya membutuhkan ideal
> tanpa-kekerasan? Saya tidak tahu apakah Anda pernah memikirkan hal ini. Jika
> saya keras--seperti kebanyakan dari kita dalam berbagai derajat--perlukah
> bagi saya untuk memiliki ideal tanpa-kekerasan? Apakah mengejar
> tanpa-kekerasan membebaskan batin dari kekerasan? Ataukah mengejar
> tanpa-kekerasan itu sendiri sesungguhnya menghalangi pemahaman akan
> kekerasan? Bagaimana pun juga, saya hanya bisa memahami kekerasan bila,
> dengan seluruh batin saya, saya memberikan perhatian saya sepenuhnya kepada
> masalah itu. Dan pada saat saya sepenuhnya memperhatikan dan memahami
> kekerasan, apa perlunya ideal tanpa-kekerasan? Saya rasa, mengejar ideal itu
> merupakan penghindaran, penundaan. Jika saya mau memahami kekerasan, saya
> harus memberikan seluruh batin saya kepadanya dan tidak membiarkan perhatian
> saya teralihkan oleh ideal tanpa-kekerasan.
>

>
> J Krishnamurti - Hamburg, 1956, Talk 2
> [Dari: JKrishnamurti.org - Daily Quote]
===============================
> Semar:
>

>
> Kalau saya memikirkan ideal tanpa-kekerasan--sebagaimana diajarkan oleh
> agama-agama--maka saya tidak memperhatikan kekerasan dalam berbagi
> bentuknya --tersinggung, sakit hati, cemburu, irihati dsb--yang ada di dalam hati saya sendiri.
>
> Analoginya, kalau saya selalu memikirkan & mendengungkan cinta kasih, saya
> tidak memperhatikan & memahami ketidaksenangan & kebencian yang ada dalam hati saya.
 
===============
 
Kakang Semar ...
 
Saya kira apa yang Kakang sebut sebagai 'kekerasan' itu --tersinggung, sakit hati, cemburu, irihati dsb-- bukanlah kekerasan. Itu bentuk-bentuk perasan, bentuk-bentuk emosi.
 
Dan ...pada sisi lain ahimsa bukanlah hanya tanpa-kekerasan [yang diterjemahkan dari non-violent] itu melainkan tanpa-menyakiti yang dilandasi oleh kasih kepada sesama makhluk ---karena éling kalau pada hakekatnya kita sama. Makna aktif dari ahimsa justru adalah kasih.
 
Kalau pertanyaan yang ada adalah:
Apakah mengejar tanpa-kekerasan (ahimsa) membebaskan batin dari kekerasan?
 
Jawabnya jelas TIDAK,terlepas dari apa yang dimaksud oleh mendiang JK dengan 'mengejar' itu --sebab ahimsa lebih merupakan sikap mental, pasif, bukan tindakan aktif yang bisa dikejar-kejar. Bagaimana mungkin siapapun akan mengejar yang tidak lari,yang bukan untuk dikejar:-)
 
Shanti,
NA.

=================================
HUDOYO:

Pak Ngurah yg baik,

Bentuk-bentuk perasaan/emosi seperti tersinggung, sakit hati, cemburu, irihati dsb ADALAH kekerasan; kekerasan di dalam batin, yang menjadi sumber kekerasan dalam dunia. Bahkan cinta kasih, selama bersumber dari si aku, adalah sebentuk kekerasan yang amat halus, karena cinta kasih si aku selalu memilah-milah antara “yang dikasihi” dan “yang tidak dikasihi”, seperti: “Saya mengasihi anakku, tapi tidak mengasihi anak orang lain.”Pada dasarnya, si aku itulah sumber kekerasan yang paling dalam.

Terima kasih atas pendapat Anda bahwa landasan Ahimsa adalah Kasih.

Menurut hemat saya, baik “ahimsa” maupun “kasih” adalah IDEALISME—suatu keadaan yang dicita-citakan, yang harus dicapai. Justru itulah yang dipertanyakan oleh Krishnamurti. K mempertanyakan, apakah idealisme akan mengadakan perubahan radikal dalam batin? K berpendapat bahwa idealisme hanya “… membuat kita bisa menunda-nunda, mendorong perubahan ke masa depan, dan dengan demikian menghindari perubahan yang radikal, segera.”Ahimsa tidak lebih dari sekadar idealisme—seperti ajaran-ajaran lain dari agama—kalau orang mau mengakui bahwa dalam batinnya sekarang ini tidak ada ahimsa.

Tanpa mempermasalahkan secara harfiah kata “mengejar”—yang berasal dari kata “pursue”—kata itu bisa berarti “mengupayakan”, “mengusahakan”. (Terima kasih Anda telah mengangkat masalah ini; dalam edisi selanjutnya penerbitan The Book of Life, kata “mengejar” akan saya ganti dalam: “Apakah mengupayakan tanpa-kekerasan membebaskan batin dari kekerasan?”)

Jelas yang dimaksudkan K dengan “pursue non-violence” adalah “mengupayakan tanpa-kekerasan”, suatu idealisme. Justru inilah yang dipersoalkan K, idealisme dalam bentuk apa pun, termasuk idealisme tentang Cinta Kasih, sebagaimana diajarkan dalam semua agama, termasuk agama Buddha sendiri.

K berpendapat bahwa selama orang tidak mencurahkan perhatian sepenuhnya pada kebencian & kekerasan dalam batinnya sendiri—dengan kata lain, selama ia tidak mengamati dengan cermat gerak-gerik akunya sendiri—maka tidak mungkin ia bebas dari kebencian & kekerasan dalam batinnya—yang tidak tercetus dalam perbuatan—sekalipun ia memiliki idealisme tentang tanpa-kekerasan dan cinta kasih setinggi apa pun. Idealisme hanya menunda tindakan radikal yang diperlukan dalam menghadapi kebencian & kekerasan dalam batin sendiri, karena idealisme menghalangi kita untuk melihat batin kita sendiri seperti apa adanya, yang masih memiliki kekerasan, sehalus apa pun.

Begitu pendapat saya. Silakan Pak Ngurah menyimak kembali seluruh kata-kata K di atas dengan polos. Terima kasih.

Salam,
Hudoyo

PS: seperti biasa mohon tanggapan ini dimuat dalam milis-milis yang tidak saya langgani yang Anda kirimi posting Anda. Terima kasih.

« Last Edit: 30 April 2008, 09:06:14 AM by hudoyo »

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #143 on: 30 April 2008, 10:28:46 PM »
weleh weleh....
topiknya ngak ngerti aku....
dah mulai berat neh....
duduk dulu ah :D ;) :)

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #144 on: 01 May 2008, 07:06:32 AM »
weleh weleh....
topiknya ngak ngerti aku....
dah mulai berat neh....
duduk dulu ah :D ;) :)

hehehe ... orang-orang yang otaknya "pintar" memang pandai membuat topik yang sebetulnya sederhana menjadi terasa "berat" & "rumit". ;D

Sebetulnya yang dibahas sangat sederhana - begini:

Dalam batin saya ada aku/ego. ... Aku itu sumber semua keserakahan, kebencian, sakit hati, dendam, irihati ... dsb. ... Lalu semua agama, termasuk agama Buddha, mengajarkan agar saya memupuk/melatih cinta kasih (metta) dan tanpa-kekerasan (ahimsa) dalam batin saya ... Tapi hasilnya tidak seperti yang saya harapkan ... Ternyata metta & ahimsa yang saya latih setiap hari itu tidak berhasil melenyapkan keserakahan & kebencian dalam batin saya ... Setiap hari saya baca Karaniya Metta Sutta, setiap saat saya bilang pada diri saya: "Ahimsa, ahimsa" ... tetap saja kebencian & kekerasan itu ada dalam batin saya tanpa berkurang sedikit pun ... secara lahiriah saja tampaknya sekarang saya lebih banyak senyum dan jarang memaki orang ... tapi di-dalam, tetap tidak berkurang ...

Di mana salahnya? ... Salahnya ialah justru karena latihan metta & ahimsa itu MENGHALANGI saya melihat apa adanya batin saya, yang masih penuh dengan keserakahan & kebencian yang halus-halus ... ternyata latihan metta & ahimsa itu tidak efektif ... justru latihan metta & ahimsa itu memperkuat si aku secara halus: "Wah, aku sekarang sudah melatih metta & ahimsa ... aku menjadi lebih suci, lebih bersih daripada orang lain ...".

Jadi, sekarang saya tidak lagi latihan metta & ahimsa ... metta & ahimsa tidak punya arti lagi bagi saya yg masih punya aku/ego ... alih-alih, sekarang saya selalu menggunakan waktu saya untuk mengamati batin saya ... mengenali setiap kali muncul keserakahan, kebencian ... dll perwujudan si aku ... semakin lama semakin tipis ... tanpa mengharapkan menjadi orang yang penuh metta & ahimsa lagi ... tanpa mendambakan bebas dari keserakahan & kebencian ... Ini yang saya rasakan sangat efektif dalam "mengikis" si aku ini ...

Begitulah, Rekan Evo, maksud diskusi yang "rumit" itu. ... Saya yakin, membaca uraian di atas pasti Anda paham. ;D

Salam,
hudoyo

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #145 on: 01 May 2008, 12:10:14 PM »
proses dalam hidup...
memang begitu lah apa adanya
saat kita merasa kita ego...sebenarnya pada saat itu kita tidak ego
begitupun sebaliknya....

saat kita membuang metta dan label lainnya
pada saat itu kita menuju 'aku'....sampai si aku nya engak ada...
saat aku bilang engak ada...yah ini dia ada ;D

sebenarnya semua nya berjalan benar benar apa adanya
engak perlu di apa apain
engak perlu latihan ini dan itu
lihat aja 'udah'
hanya saja si 'aku' kadang engak terima neh :P

hihihi anak bau kencur komen neh ;D  :D ;)

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #146 on: 01 May 2008, 03:17:38 PM »
hehe... setuju :)

hudoyo

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #147 on: 01 May 2008, 09:06:50 PM »
Pak Hud,
sy ingin minta pendapat anda.
Apakah fisik itu terpisah dari mental? 
Mengapa orang yang terbebaskan masih merasakan sakit fisik? Apa yang merasakan sakit itu? jika pancakandha yg merasakan sakit, maka tentu mentalnya masih melekat pada yang menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral. Jika dia tidak terikat pada 3 jenis perasaan itu, maka tentu tidak semestinya disebut sakit, karena batinnya benar2 bebas dari konsep dualitas. Tetapi mengapa mereka yang terbebaskan masih dikatakan bisa mengalami sakit fisik? Bukankah pernyataan seperti itu saling bertentangan?   

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #148 on: 02 May 2008, 04:55:33 AM »
hehe... ;D 

Rekan Chingik, Anda bertanya, mengapa Sang Buddha & para arahat itu masih merasa sakit. ... Kenapa tidak sekalian tanya, mengapa Sang Buddha & para arahat masih bisa mati;D ... Sebaliknya, apakah Sang Buddha & para arahat masih bisa merasakan nikmatnya, nyamannya atau enaknya tubuh? :)

Sakit, enak & mati adalah sifat tubuh. Selama orang punya tubuh, rasa sakit tetap ada. Dipukul ya sakit. Juga selama orang punya tubuh, rasa nikmat, enak dan nyamannya tubuh tetap ada. Dipijat ya enak. ... Dan akhirnya, selama orang masih punya tubuh, ya pasti akan mati.

Yang tidak ada lagi dalam batin orang yang bebas ialah: (1) pengidentifikasian si aku dengan tubuh ini. Maksudnya tidak ada lagi pikiran: "Ini tubuhku, ini aku." ... Lalu, (2) tidak ada lagi pembedaan antara sakit dan enak. Sakit dan enak sama saja. ... Lalu, (3) tidak ada lagi sikap melekat pada yang enak, dan sikap menolak yang sakit. ... Singkatnya, tidak ada lagi REAKSI terhadap rasa sakit & rasa enak dalam bentuk MELEKAT pada yang enak dan MENOLAK yang sakit.

Coba amati bagaimana reaksi batin Anda kalau Anda merasa sakit, dan bagaimana reaksi batin Anda kalau Anda merasa enak. Nah, reaksi itulah yang tidak ada lagi dalam batin orang yang bebas. Itulah yang dinamakan "bebas dari tubuh". - Bukan rasa sakitnya & rasa enaknya yang tidak ada lagi; rasa sakit & rasa enak itu tetap ada sampai orang mati.

Nah, mati itu yang disebut parinibbana, padam sempurna, tidak lahir lagi, tidak eksis lagi, tidak ada lagi.

Salam,
hudoyo

« Last Edit: 02 May 2008, 05:01:34 AM by hudoyo »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: MMD (Meditasi Mengenal Diri)
« Reply #149 on: 02 May 2008, 08:51:20 AM »
Quote
orang-orang yang otaknya "pintar" memang pandai membuat topik yang sebetulnya sederhana menjadi terasa "berat" & "rumit"

Sedikit banyak saya setuju dengan Pak Hudoyo. Kadang kita tidak melihat hidup ini sebagaimana adanya, tidak menggunakan ajaran untuk memperbaiki yang sudah ada, malah memasukkan ide-ide baru yang membuat hidup tambah 'aneh'.


Quote
Apakah mengejar tanpa-kekerasan (ahimsa) membebaskan batin dari kekerasan

Ajaran 'dengan kekerasan' atau 'tanpa kekerasan' sebetulnya juga hanya pikiran2 menurut idealisme masing2, tidak ada hubungannya dengan 'membebaskan bathin'. Ajaran 'tanpa kekerasan' tentu saja 'menjaga' dan 'mengembangkan' sila/moralitas. Tetapi idealisme 'dengan/tanpa kekerasan' menjadi tidak berarti ketika seseorang tidak memiliki rasa benci lagi. Sama seperti idealisme 'mencuri/tidak mencuri' bagi orang yang tidak punya ketamakan.