//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 647529 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2250 on: 09 January 2013, 05:56:04 PM »
Lagi pula kalau kita berpegang pada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati.


hihihihi... prinsip error, konsep error... ntar yang belajar juga jadi error.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2251 on: 09 January 2013, 08:21:09 PM »
Lagi pula kalau kita berpegang pada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati.

Jadi tidak ada loka yang benar-benar bebas dari dukkha karena lokanya sendiri sifatnya adalah dukkha.

Dua kalimat di atas kok bertentangan? Di atas disebutkan bahwa prinsip sukhavati=dukhavati adalah error, tapi di bawah Anda melegitimasi kembali bahwa sukhavati (loka) adalah dukkha.

Dan perlu saya luruskan, "isi=kosong, kosong=isi" bukan berarti sukhavati=dukhavati, jahat=baik, dingin=panas, awam=bhikkhu. Itu adalah pemahaman keliru.

Sukhavati juga bukan nirwana, karena nirwana adalah kondisi (bukan alam/loka).

Salam. Semoga berbahagia.  _/\_

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2252 on: 09 January 2013, 09:30:47 PM »
hihihihi... prinsip error, konsep error... ntar yang belajar juga jadi error.

Saya khawatir jika hasil akhir juga error.  ;)
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2253 on: 09 January 2013, 09:33:54 PM »
Dua kalimat di atas kok bertentangan? Di atas disebutkan bahwa prinsip sukhavati=dukhavati adalah error, tapi di bawah Anda melegitimasi kembali bahwa sukhavati (loka) adalah dukkha.

Dan perlu saya luruskan, "isi=kosong, kosong=isi" bukan berarti sukhavati=dukhavati, jahat=baik, dingin=panas, awam=bhikkhu. Itu adalah pemahaman keliru.

Sukhavati juga bukan nirwana, karena nirwana adalah kondisi (bukan alam/loka).

Salam. Semoga berbahagia.  _/\_

Seandainya anda sudah mengosongkan pikiran anda (lepas dari pemahaman anda sendiri) maka anda bisa memahami bahwa yang saya sampaikan adalah pengandaian, jika, kalau,  ketika mengatakan: "Lagi pula kalau kita berpegangpada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati." Saya tidak memegang konsep error tersebut sebagai alasan, mereka yang paham akan tahu ini adalah sebuah kritikan. Dan kalimat terakhir adalah kesimpulan dari penjelasan saya yang di atasnya (bukan konsep error).

sukhavati=dukhavati adalah dampak dari konsep error isi=kosong, kosong=isi. Jika anda renungkan dan runtunkan maka kosep itu akan menghasilkan dampak yang seperti itu. Yang saya ketahui adalah selama ini tidak ada yang mengungkap mengapa isi=kosong, kosong=isi sekali lagi ditekankan isi sama dengan kosong, kosong sama dengan isi. Yang diungkapkan adalah memberikan makna baru yang justru menyiratkan kosong tidak sama dengan isi, begitu sebaliknya. Tidak ada yang mengungkapkan apa saja yang sama antara kosong dan isi sehingga pantas sepenuhnya disebut kosong=isi, isi=kosong atau Nirvana=samsara, samsara=Nirvana. Satu saja perbedaan antara keduanya maka tidak bisa disebut sama (=).

Dan saya tidak pernah mengatakan sukhavati adalah nirvana karena itu saya katakan: Adalah salah jika dikatakan sukhavati adalah nirvana (nirvana dalam konteks realitas tertinggi / anupadisesa-nibbana bukan nirvana sebagai kondisi batin/ saupadisesa-nibbana)

Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan. Selanjutnya saya no comment.
« Last Edit: 09 January 2013, 09:39:04 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2254 on: 09 January 2013, 10:02:47 PM »
Seandainya anda sudah mengosongkan pikiran anda (lepas dari pemahaman anda sendiri) maka anda bisa memahami bahwa yang saya sampaikan adalah pengandaian, jika, kalau,  ketika mengatakan: "Lagi pula kalau kita berpegangpada prinsip error: "isi=kosong, kosong=isi" maka sukhavati=dukhavati." Saya tidak memegang konsep error tersebut sebagai alasan, mereka yang paham akan tahu ini adalah sebuah kritikan. Dan kalimat terakhir adalah kesimpulan dari penjelasan saya yang di atasnya (bukan konsep error).

sukhavati=dukhavati adalah dampak dari konsep error isi=kosong, kosong=isi. Jika anda renungkan dan runtunkan maka kosep itu akan menghasilkan dampak yang seperti itu. Yang saya ketahui adalah selama ini tidak ada yang mengungkap mengapa isi=kosong, kosong=isi sekali lagi ditekankan isi sama dengan kosong, kosong sama dengan isi. Yang diungkapkan adalah memberikan makna baru yang justru menyiratkan kosong tidak sama dengan isi, begitu sebaliknya. Tidak ada yang mengungkapkan apa saja yang sama antara kosong dan isi sehingga pantas sepenuhnya disebut kosong=isi, isi=kosong atau Nirvana=samsara, samsara=Nirvana. Satu saja perbedaan antara keduanya maka tidak bisa disebut sama (=).

Dan saya tidak pernah mengatakan sukhavati adalah nirvana karena itu saya katakan: Adalah salah jika dikatakan sukhavati adalah nirvana (nirvana dalam konteks realitas tertinggi / anupadisesa-nibbana bukan nirvana sebagai kondisi batin/ saupadisesa-nibbana)

Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan. Selanjutnya saya no comment.

Halo, rekan Kelana.  :)

Saya sangat paham yang Anda sampaikan adalah pengandaian, karena jelas di depan kalimat tersebut didahului dengan kata 'Lagipula'.
Sudah jelas pula Anda tidak memegang prinsip tersebut, karena sudah diwakili dengan kata 'error'.
Yang saya katakan kontradiksi, ketika Anda menyebut sukhavati=dukhavati adalah konsep error, lalu mengapa di bawahnya Anda sebut loka (termasuk sukhavati pun) merupakan dukkha?

Tentang makna "kosong=isi, isi=kosong", apalagi yang mau dibahas jika sudah jatuh vonis error? :)
Kalau Anda membuka ruang diskusi tentu saja saya bersedia menjelaskan serta bertukar pikiran dengan Anda.
Mengutip dan mengubah sedikit ungkapan Anda di atas, jika Anda bersedia membuka pikiran dan membersihkan persepsi Anda atas konsep "kosong=isi, isi=kosong" yang sekiranya sudah Anda pahami (bagi saya masih dipahami secara keliru) mungkin pandangan dan paradigma Anda bisa berubah.
Tapi tentunya dengan vonis error itu saya ragu Anda akan melepaskan pemahaman Anda sejenak tentang "kosong=isi, isi=kosong" yang Anda (kira) sudah Anda pahami itu.

Tentang sukhavati dan nirwana, saya kira maksud kita sama.

Baik, selamat malam dan selamat beristirahat.

Salam damai dalam dharma.  _/\_

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2255 on: 10 January 2013, 04:42:19 AM »
Saya khawatir jika hasil akhir juga error.  ;)

sudah mulai kelihatan gejala error  ^-^
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2256 on: 10 January 2013, 10:56:34 AM »
sudah mulai kelihatan gejala error  ^-^

apakah mungkin ada hal karena tidak mau mengakui kebenaran pandangan lain (sikap egoisme) sehingga membuta-kan kebenaran  yang sudah di depan mata ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2257 on: 10 January 2013, 06:02:24 PM »
apakah mungkin ada hal karena tidak mau mengakui kebenaran pandangan lain (sikap egoisme) sehingga membuta-kan kebenaran  yang sudah di depan mata ?

Apa itu kebenaran?

 _/\_

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2258 on: 10 January 2013, 08:30:18 PM »
Apa itu kebenaran?

 _/\_

hanya spekulasi : kira2 begitulah :)
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2259 on: 11 January 2013, 05:15:07 AM »
hanya spekulasi : kira2 begitulah :)

Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2260 on: 11 January 2013, 05:47:31 AM »

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_

Buddha apa yang membahas tentang bentuk kucing ?
tolong referensi !
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2261 on: 11 January 2013, 06:02:03 AM »
Buddha apa yang membahas tentang bentuk kucing ?
tolong referensi !

:)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2262 on: 11 January 2013, 06:52:25 AM »
Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_
jadi kalau ada orang yang merasa melihat tuhan, mengalami mukzizat, membuktikan kebenaran alkitab, itu maka jadi kebenaran?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2263 on: 11 January 2013, 02:20:13 PM »
Betul, kebanyakan hanya spekulasi.

Dan dengan modal spekulasi itu, orang meminta pihak lainnya menerima kebenarannya, kadang dengan sikap ekstrim.
Katanya, dengan tidak menerima kebenarannya, kita bisa tidak selamat, kita orang yang buta dalam hidup, kita egois, tidak terberkahi, akan masuk neraka dan sebutan-sebutan intimidasi lainnya.

Agama Buddha menekankan ehipassiko (lihat, datang dan buktikan).
Jika hanya dengan modal buku dan teori, kita mau berharap orang percaya kebenaran kita, rasanya terlalu naif. :)

Ada perbedaan antara; orang yang sudah melihat kucing, dengan orang yang baru mendengar desas-desus tentang bentuk kucing.
Buku dan kitab suci itu pedoman (untuk melihat kebenaran tertentu), bukan kebenaran itu sendiri.
Kebenaran; dilihat, dialami, dan dibuktikan sendiri, bukan "katanya-katanya" (termasuk kata kitab yang dianggap suci).
Itu pesan dari Buddha sendiri, selayaknya-lah pengikut-Nya menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Semoga bisa direnungkan bersama.

Salam sukses selalu (dalam dharma dan kehidupan).  _/\_

saya QUOTE tulisan member Fabian C. saja....

-----------

Logika Aneh Umat Buddha
Ehipassiko… betapa lantang dan sering terdengar kata-kata ini… gaung sepotong kata ehipassiko seakan akan bagai kata sakti yang merupakan seluruh inti ajaran Sang Buddha.
Logika kata sakti ini menyebabkan ada sebagian orang yang merasa apabila ada ajaran dalam Tipitaka yang tidak bisa di “ehipassiko”kan seolah-olah bukan berasal dari Sang Buddha.
Prinsip Ehipassiko ini ditanggapi secara “salah” oleh Bhikkhu maupun umat yang merasa dirinya “pintar, cerdas, intelektual” untuk menolak sutta dalam Tipitaka yang tidak sesuai dengan logika mereka.

Kelompok ini berusaha memperkuat dalih mereka dengan mengutip Kalama Sutta yang berbunyi sebagai berikut,

   "So, as I said, Kalamas: 'Don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, "This contemplative is our teacher." When you know for yourselves that, "These qualities are unskillful; these qualities are blameworthy; these qualities are criticized by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to harm & to suffering" — then you should abandon them.' Thus was it said. And in reference to this was it said.
"Now, Kalamas, don't go by reports, by legends, by traditions, by scripture, by logical conjecture, by inference, by analogies, by agreement through pondering views, by probability, or by the thought, 'This contemplative is our teacher.' When you know for yourselves that, 'These qualities are skillful; these qualities are blameless; these qualities are praised by the wise; these qualities, when adopted & carried out, lead to welfare & to happiness' — then you should enter & remain in them.
(Kalama sutta AN 3.65)[/i]

Ini adalah sutta yang baik yang patut kita teladani, cuma terkadang ada yang terlewat dari perhatian, pada intinya memang sutta ini mengatakan jangan mudah percaya terhadap segala sesuatu, tetapi harus diingat bahwa jangan percaya ini juga termasuk terhadap “LOGICAL CONJECTURE”
Yang berarti” logika berdasarkan kesimpulan yang tidak lengkap”, “INFERENCE” yang berarti kesimpulan yang berdasarkan kata-kata orang lain, “ANALOGIES” yang berarti berdasarkan perumpamaan atau perbandingan, “AGREEMENT THROUGH PONDERING VIEW” yang berarti berdasarkan pandangan yang didasari perenungan.

Hanya setelah kita tahu sendiri (dari praktek) bahwa hal ini tak tercela, hal ini dipuji oleh para bijaksana, hal ini jika diikuti dan dipraktekkan akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan,  maka kita lakukan dan kita jadikan pegangan.

Sutta lain yang kerap dijadikan sebagai alat pembenaran adalah dari Maha parinibbana Sutta berikut:

"Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta


Satu sutta ini sering digunakan oleh orang yang menganggap dirinya kritis, untuk menolak suttta-sutta yang lain, seolah-olah sutta yang lain salah bila tidak sesuai dengan pendapatnya, karena dia berpegangan pada Sutta ini yang berbunyi,

 “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak.”

Padahal cendekiawan Buddhis ini melupakan bagian-bagian lain dari sutta yang sama, yaitu

“para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin.”

Coba perhatikan sutta ini secara jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima atau menolak (jadi fifty-fifty) kan..?

Selanjutnya sutta ini juga mengatakan bahwa kita harus mencatat dan membandingkan dengan sutta-sutta dan vinaya, atau boleh juga dikatakan dibandingkan dengan Dhamma dan Vinaya. Karena Dhamma dan vinaya disini merujuk pada sutta dan Vinaya

Tetapi banyak juga orang-orang yang mengartikan bahwa apabila satu sutta tidak sesuai dengan kerangka berpikir mereka (atau batas pengetahuan mereka) dianggap sutta tersebut harus ditolak. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat sutta tersebut yaitu: membandingkannya dengan Dhamma dan Vinaya, yang dalam hal ini berarti harus kita bandingkan dengan kitab suci Tipitaka itu secara keseluruhan (apakah sejalan atau tidak).

BUKAN DIBANDINGKAN DENGAN LOGIKA KITA…!!!

Kembali pada Ehipassiko, sering kita mendengar kata ehipassiko di artikan dengan kurang tepat. Mereka mengatakan bahwa ehipassiko adalah datang dan buktikan, padahal seharusnya diartikan datang dan lihat atau datang dan alami, karena passiko berasal. Dari kata PASSATI (tolong dikoreksi bila salah) yang berdasarkan Pali-English dictionary yang disusun oleh YM. Buddhadatta Mahathera berarti melihat (sees), menemukan (finds) dan mengerti (understands). Jadi maksudnya disini (menurut pendapat saya) adalah melihat dan mengalami sehingga timbul pengertian.

Kesimpulan:

Sudah sepantasnya apabila kita sebagai umat Buddha tidak serta-merta menolak suatu sutta hanya karena kita tidak merasa nyaman dengan sutta tersebut atau menurut anggapan kita tak masuk diakal.
Kalau bukan kita yang meyakini kebenaran Tipitaka, siapa lagi? Memangnya umat agama lain akan meyakini kitab suci Tipitaka? Saya tidak mengatakan bahwa kita harus percaya buta kepada kitab suci Tipitaka,  tetapi kita harus memperlakukan Tipitaka seperti hukum positif di Amerika, yaitu: “presume innocence until proven guilty” yang berarti anggap benar hingga terbukti salah. Jangan kita menilai Tipitaka dengan prinsip hukum rimba orde baru yaitu: “presume guilty until proven innocence” atau anggap salah lebih dahulu hingga terbukti tidak bersalah (inilah prinsip comot dulu, periksa belakangan orde baru).


Jadi sebagai umat Buddha sebaiknya kita menerima Tipitaka dan lebih dahulu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, kecuali kita telah membuktikan (alami sendiri, bukan berdasar logika kita) bahwa poin dalam Dhamma tersebut ternyata tidak benar.

Jangan berpandangan sebaliknya, yaitu beranggapan semua poin dalam Tipitaka tidak benar, kecuali kemudian kita buktikan sendiri bahwa itu memang benar, karena pandangan seperti ini sangat kontra produktif bagi pengembangan batin, karena kita menjadi skeptis terhadap kebenaran Tipitaka. Dan akhirnya akan menjauhkan kita dari Dhamma, sehingga Samvega (perasaan mendesak untuk mencari keselamatan atau melaksanakan Dhamma) tidak muncul, dengan tidak munculnya samvega maka, keinginan untuk mempraktekkan Dhamma agar terbebas juga tidak muncul.

Semoga kita semua berbahagia

sukhi hotu,

Fabian

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,4873.0/nowap.html
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Sunya

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 876
  • Reputasi: -16
  • Nothing, but your perception ONLY
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #2264 on: 11 January 2013, 03:03:52 PM »
jadi kalau ada orang yang merasa melihat tuhan, mengalami mukzizat, membuktikan kebenaran alkitab, itu maka jadi kebenaran?

Bagi dia tentu saja kebenaran. Bagi Anda yang pernah melihat Buddha dan merasakan kebenaran dharma-Nya, bagi Anda juga kebenaran.

Itu jika bicara kebenaran kondisional (samutti-sacca). Jika kita mau menyalahkan (pihak lain atas keyakinannya), atas dasar apa? Jika memang dia melihat tuhan (walau bisa saja cuma halusinasi), bukankah bukan hak kita untuk menyatakan dia salah (kecuali kita melihat persis kejadian yang ia lihat, dan kita punya bukti kuat untuk menyanggah kekeliruan penafsirannya/pemahamannya).

Belajar dharma bukan jadi ekstrimis, tapi lebih toleran terhadap pemahaman makhluk lain. Segala bentuk keyakinan dan iman mereka juga bukan tanpa sebab (karma masa lampau). Anda kira jumlah umat tertentu dibandingkan jumlah umat Buddha adalah sebuah kebetulan?

Tidak, ada sebab-sebabnya. Dan orang yakin juga bukan karena iman buta atau salah lihat (tuhan), tapi ada hubungan karma yang terbangun antar tuhan dan pengikutnya di bumi.

Demikian penjelasan saya. Kurang lebihnya mohon bimbingan dan masukan. Semoga kita semua bisa lebih maju dalam dharma.  _/\_