//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.  (Read 5390 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« on: 08 July 2010, 11:40:48 AM »
Apakah mungkin apabila seorang Sotapana di jaman Buddha Gotama misalnya, mencapai ke-Arahat-an di jaman Buddha Metteya? Mengingat Sotapana masih mungkin mengalami 7 kelahiran, dengan asumsi selalu terlahir di alam deva yang notabene berumur sangat panjang.

Apakah ada di dalam Tipitaka bahwa ada sekha dari jaman Buddha sebelum Buddha Gotama, yang telah mencapai Sotapana melalui ajaran Buddha sebelumnya, menjadi Arahat pada jaman Buddha Gotama setelah mendapatkan ajaran dari Buddha Gotama?
yaa... gitu deh

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #1 on: 08 July 2010, 12:18:43 PM »
menurut beberapa kitab komentar, brahma sahampati yang memohon kepada buddha gotama adalah seorang anagami dari buddha sebelumnya.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #2 on: 08 July 2010, 01:17:03 PM »
Pertanyaan saya di atas dikarenakan keingintahuan saya tentang status pertapa berpakaian kulit kayu, Bahiya.
Di dalam Sutta dijelaskan bahwa beliau:

Dia disembah, dihargai, dihormati, dijunjung, diberi penghormatan — penerima jubah, makanan persembahan, tempat tinggal, dan kebutuhan obat-obatan untuk yang sakit.

Hal di atas (spekulasi saya) sangat mirip dengan gaya hidup Bhikku yang menjalani moralitas sehingga mendapatkan penghormatan dan sokongan dari umat.

Dan setelah mendapatkan informasi dari mahluk deva, walaupun belum pernah bertemu sebelumnya Bahiya menunjukkan keyakinan yang sangat besar kepada Buddha dan Dhamma sebagaimana ditunjukkan oleh kutipan sbb:

Melihatnya, dia mendekati Yang Terberkahi dan, sesampainya, berlutut, dengan kepalanya pada kaki Yang Terberkahi, dan berkata, "Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Telah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."


Hal diatas berdasarkan spekulasi saya sesuai dengan penjelasan tentang ciri seorang Sotapanna, yaitu:

Sotapannassa-Angani : Ciri khas seorang Pemenang Arus, ada 4 :
Keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, Sangha dan kesempurnaan kesusilaan.
Sumber: Kamus baru Buddha Dhamma

Kemudian:

Kemudian, ketika dia sedang sendiri dalam pengasingan, pikiran kalimat ini muncul pada kesadarannya: "Sekarang, diantara mereka didunia yang merupakan arahant atau telah memasuki jalan menuju pada arahant, apakah saya salah satunya?"

Dalam beberapa kasus yang saya ketahui, orang2 yang mencapai Jhana dapat membawa kesan bahwa telah mencapai pembebasan, shg spekulasi saya terhadap hal di atas adalah Bahiya telah mahir dalam Samadhi.

Jadi saya curiga bahwa Bahiya sebenarnya adalah seorang Sekha, dalam hal ini minimal Sotapanna. Hal ini juga ditunjukkan pada saat perbincangan Bahiya dengan mahluk deva, yaitu:

"Engkau, Bahiya, bukan seorang arahant ataupun engkau telah memasuki jalan menuju pada arahant. Engkau bahkan tidak melaksanakan latihan yang akan membuatmu menjadi seorang arahant atau memasuki jalan pada arahant."

Mahluk deva kerabat Bahiya menyebutkan jalan Arahat, Arahat Magga. Bukan Arya Magga yang terdiri dari Sotapatti Magga/Phala, Sakadagami Magga/Phala, Anagami Magga/Phala, Arahatta Magga/Phala. Sebagaimana penjelasan tentang Magga dan Phala yang berjumlah 8 dari Sotapatti Magga hingga Arahat Phala. Tetapi langsung menuju pada Arahatta Magga dan Phala yang berupa petunjuk singkat Sang Buddha kepada Bahiya.

Hal di atas adalah spekulasi saya dengan maksud mencoba menggali lebih dalam lewat pengetahuan (intelektual) yang ada.

Apabila ada komen, silakan... mungkin pemikiran saya di atas ada yang terlalu dipaksakan.

Sumber kutipan (yang berhuruf miring)  : http://dhammacitta.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html


yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #3 on: 08 July 2010, 01:34:14 PM »
menurut beberapa kitab komentar, brahma sahampati yang memohon kepada buddha gotama adalah seorang anagami dari buddha sebelumnya.
Kalau Ariya dari Buddha sebelumnya yang "muncul" kembali di zaman Buddha berikutnya sepertinya lumayan banyak, misalnya juga Ghatikara yang mencapai kesucian di zaman Buddha Kassapa.

Mungkin yang ditanyakan Bro hendrako adalah yang sudah mencapai kesucian di zaman Buddha lain namun belum Arahatta, lalu menerima ajaran Buddha sekarang dan merealisasi tingkat berikutnya. Saya juga belum ketemu kisah demikian.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #4 on: 08 July 2010, 02:01:42 PM »
Pertanyaan saya di atas dikarenakan keingintahuan saya tentang status pertapa berpakaian kulit kayu, Bahiya.
Di dalam Sutta dijelaskan bahwa beliau:

Dia disembah, dihargai, dihormati, dijunjung, diberi penghormatan — penerima jubah, makanan persembahan, tempat tinggal, dan kebutuhan obat-obatan untuk yang sakit.

Hal di atas (spekulasi saya) sangat mirip dengan gaya hidup Bhikku yang menjalani moralitas sehingga mendapatkan penghormatan dan sokongan dari umat.

Dan setelah mendapatkan informasi dari mahluk deva, walaupun belum pernah bertemu sebelumnya Bahiya menunjukkan keyakinan yang sangat besar kepada Buddha dan Dhamma sebagaimana ditunjukkan oleh kutipan sbb:

Melihatnya, dia mendekati Yang Terberkahi dan, sesampainya, berlutut, dengan kepalanya pada kaki Yang Terberkahi, dan berkata, "Ajari aku Dhamma, O Yang Terberkahi! Ajari aku Dhamma, O Yang Telah Pergi, untuk kemakmuran dan kebahagiaan jangka panjangku."


Hal diatas berdasarkan spekulasi saya sesuai dengan penjelasan tentang ciri seorang Sotapanna, yaitu:

Sotapannassa-Angani : Ciri khas seorang Pemenang Arus, ada 4 :
Keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, Sangha dan kesempurnaan kesusilaan.
Sumber: Kamus baru Buddha Dhamma

Kemudian:

Kemudian, ketika dia sedang sendiri dalam pengasingan, pikiran kalimat ini muncul pada kesadarannya: "Sekarang, diantara mereka didunia yang merupakan arahant atau telah memasuki jalan menuju pada arahant, apakah saya salah satunya?"

Dalam beberapa kasus yang saya ketahui, orang2 yang mencapai Jhana dapat membawa kesan bahwa telah mencapai pembebasan, shg spekulasi saya terhadap hal di atas adalah Bahiya telah mahir dalam Samadhi.

Jadi saya curiga bahwa Bahiya sebenarnya adalah seorang Sekha, dalam hal ini minimal Sotapanna. Hal ini juga ditunjukkan pada saat perbincangan Bahiya dengan mahluk deva, yaitu:

"Engkau, Bahiya, bukan seorang arahant ataupun engkau telah memasuki jalan menuju pada arahant. Engkau bahkan tidak melaksanakan latihan yang akan membuatmu menjadi seorang arahant atau memasuki jalan pada arahant."

Mahluk deva kerabat Bahiya menyebutkan jalan Arahat, Arahat Magga. Bukan Arya Magga yang terdiri dari Sotapatti Magga/Phala, Sakadagami Magga/Phala, Anagami Magga/Phala, Arahatta Magga/Phala. Sebagaimana penjelasan tentang Magga dan Phala yang berjumlah 8 dari Sotapatti Magga hingga Arahat Phala. Tetapi langsung menuju pada Arahatta Magga dan Phala yang berupa petunjuk singkat Sang Buddha kepada Bahiya.

Hal di atas adalah spekulasi saya dengan maksud mencoba menggali lebih dalam lewat pengetahuan (intelektual) yang ada.

Apabila ada komen, silakan... mungkin pemikiran saya di atas ada yang terlalu dipaksakan.

Sumber kutipan (yang berhuruf miring)  : http://dhammacitta.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html




Brahma Anagami yang berbicara pada Bahiya adalah salah satu dari 7 orang yang naik ke atas bukit dan bersumpah tidak akan turun sebelum mencapai kesucian. 1 dari mereka mencapai Arahatta, 1 lagi adalah Brahma tersebut, 5 lainnya mati kelaparan karena tekad mulianya.
5 yang mati kelaparan itu adalah Pukkusati, Kumara Kassapa, Bahiya, Dabba Mallaputta, dan Sabhiya.

Seorang Sotapanna yang telah merealisasi kebenaran, tidak akan dibingungkan oleh "apakah saya arahat atau bukan?" Ia seharusnya telah memahami jalan dan bukan jalan sebagai satu dari 7 "harta" seorang Sotapanna. Sedangkan Bahiya masih dibingungkan hal tersebut karena orang-orang mengatakan ia adalah Arahat sampai akhirnya diberitahu oleh Brahma tersebut. Jadi sepertinya Bahiya memang belum seorang Sotapanna.


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #5 on: 08 July 2010, 02:13:59 PM »

Brahma Anagami yang berbicara pada Bahiya adalah salah satu dari 7 orang yang naik ke atas bukit dan bersumpah tidak akan turun sebelum mencapai kesucian. 1 dari mereka mencapai Arahatta, 1 lagi adalah Brahma tersebut, 5 lainnya mati kelaparan karena tekad mulianya.
5 yang mati kelaparan itu adalah Pukkusati, Kumara Kassapa, Bahiya, Dabba Mallaputta, dan Sabhiya.

Seorang Sotapanna yang telah merealisasi kebenaran, tidak akan dibingungkan oleh "apakah saya arahat atau bukan?" Ia seharusnya telah memahami jalan dan bukan jalan sebagai satu dari 7 "harta" seorang Sotapanna. Sedangkan Bahiya masih dibingungkan hal tersebut karena orang-orang mengatakan ia adalah Arahat sampai akhirnya diberitahu oleh Brahma tersebut. Jadi sepertinya Bahiya memang belum seorang Sotapanna.



Menarik sekali, setelah search di google saya menemukan ini:

Bahiya Daruciriya
Disusun dan dituturkan oleh : Hananto



Pada saat Sang Buddha Padumutara muncul di dunia, Bahiya terlahir sebagai
seorang manusia berkasta brahmana. Brahmana menaruh saddha yang baik
terhadap Buddha sasana. Karenanya ia sering mendengarkan pembabaran Dhamma
yang disampaikan oleh Sang Buddha. Saat Sang Buddha berbicara tentang
siswa-Nya yang mampu dengan cepat menembus/mencapai Dhamma, ia merasa amat
tertarik. Dan ia pun ingin seperti siswa Sang Buddha tersebut. Maka, ia pun
mempersembahkan dana makanan selama tujuh hari kepada Sang Buddha dan
siswa-siswa-Nya serta beradhitthana agar mampu menembus Dhamma dengan cepat.
Sang Buddha Padumutara memberkahi tekadnya itu.

Beliau menyatakan, bahwa ia akan mencapai apa yang dicita-citakan, sesuai
dengan adhitthananya, pada masa Sang Buddha Gotama dengan nama Bahiya
Daruciriya. Sesudah kehidupan itu, karena perbuatan bajiknya, ia terlahir
pada alam-alam bahagia.


Pada akhir dari Sasana Kassapa Sammasambuddha, ia terlahir sebagai manusia
yang juga mempunyai saddha pada Buddha sasana. Ia kemudian upasampada
menjadi bhikkhu. Pada saat itu sasana telah amat merosot. Upasaka-upasika
maupun para bhikkhu-bhikkhuni tidak lagi mempedulikan Dhamma Vinaya.
Walaupun Dhamma sejati masih bisa ditemui, namun kebanyakan umat Buddha
[upasaka-upasika maupun para bhikkhu] tidak lagi berminat untuk
melaksanakannya. Mereka lebih senang berasyik-masyuk menikmati keduniawian.

Bhikkhu Bahiya merasa kecewa melihat keadaan itu. Namun saddha terhadap
sasana tetap berkobar-kobar dalam batinnya. Ia merasa tak bisa melaksanakan
Dhamma Vinaya pada lingkungan yang demikian. Sedikit atau banyak, cepat atau
lambat ia pasti akan terpengaruh dan tertulari praktek-praktek salah dari
lingkungan adhamma tersebut. Ia tak mau dan tak ingin terpengaruh dan
tertulari oleh mereka.

Maka ia mencoba mencari teman bhikkhu yang sehaluan untuk membicarakan apa
yang sebaiknya dilakukan. Ia menemukan enam orang bhikkhu yang sependapat
dengannya. Mereka memutuskan untuk menghindari masyarakat yang telah
berpaling dari Dhamma, dan mengasingkan diri ke puncak gunung yang tak bisa
dijangkau manusia lain.

Mereka ber adhitthana untuk melakukan patipatti Dhamma hingga berhasil
mencapai kesucian. Bila tak berhasil, mereka rela mati kelaparan karena
keadaan tempat mereka tinggal memang tidak memungkinkan untuk melakukan
pindapata.


Beberapa hari kemudian, walau dalam keadaan kelaparan, seorang dari ketujuh
bhikkhu itu berhasil mencapai kesucian arahat. Arahat Thera parinibbana pada
hari itu juga. Beberapa hari kemudian, seorang bhikkhu berhasil mencapai
kesucian anagami. Dan Anagami Thera pun meninggal pada hari itu, terlahir di
alam Suddhavasa. Sementara sisanya, lima orang bhikkhu termasuk Bahiya
meninggal dunia karena kelaparan.

Pada masa Gotama Sammasambuddha, ia terlahir sebagai manusia bernama Bahiya.

[Keempat orang bhikkhu rekannya terlahir sebagai Dabba Mallaputta, Kumara
Kassapa, Sabhiya dan Pukkusati. Keempat orang ini kemudian upasampada
menjadi bhikkhu.

Bhkikhu Dabba Mallaputta mencapai kesucian arahat, termasuk asitimahasavaka
serta etadagga dalam membagi senasana.

Bhikkhu Kumara Kassapa mencapai kesucian arahat, termasuk asitimahasavaka
serta etadagga dalam membabarkan Dhamma secara mendalam dan indah.

Bhikkhu Sabhiya mencapai kesucian arahat dan termasuk asitimahasavaka.

Sedangkan Bhikkhu Pukkusati mencapai kesucian anagami. Segera setelah
mencapai kesucian anagami tersebut, ia meninggal ditanduk oleh seekor kerbau
betina yang baru melahirkan. Ia terlahir di alam Suddhavasa, akan mencapai
kesucian arahat dan parinibbana di sana].

Bahiya tinggal di kota Bharukaccha yang makmur. Ia membangun hidupnya dengan
berdagang antar pulau. Dengan rajin ia mengumpulkan keuntungan yang didapat
hingga mampu membeli sebuah kapal yang cukup besar guna mengembangkan
perdagangan antar benua. Namun, mengarungi samudra yang luas bukannya
membawa keuntungan duniawi baginya. Pada suatu hari, ia mengalami musibah
yang membuat hidupnya berubah sama sekali.


Di suatu pelayaran di tengah samudra, kapalnya dihempas badai dan pecah
dihantam oleh seekor naga besar yang ganas. Semua anak buahnya meninggal
dunia. Barang dagangannya pun tak bersisa. Ia berusaha menyelamatkan diri,
berenang dengan pertolongan kayu serpihan kapalnya yang pecah.

Berhari-hari ia terapung-apung di tengah samudra luas tanpa bekal makanan
dan minuman. Hanya kamma baiknya yang membawanya menepi ke pantai Supparaka.
Terdampar di pantai pasir dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Badannya
kurus kering. Pakaiannya pun compang-camping, tak cukup untuk menutupi
tubuhnya secara layak. Ia benar-benar hampir telanjang.

Setelah siuman dari pingsannya serta cukup istirahat, dengan tertatih-tatih
ia berjalan masuk ke desa untuk mencari makanan.


Melihat orang aneh yang baru dilihat, kurus dan hampir telanjang dengan
sinar mata yang sayu, penduduk desa justru mengira ia adalah seorang pertapa
arahat. Rupanya penduduk desa itu mempunyai perasaan fanatik terhadap
pertapa yang berpenampilan aneh dan nyentrik.

Mereka bersujud, menghormat dan memuja Bahiya dengan segala macam
persembahan makanan dan minuman yang lezat-lezat. Tentu saja Bahiya yang
kelaparan terombang-ambing berhari-hari di samudera luas tidak ambil pusing
dengan segala macam tatacara, yang penting ia bisa segera memuaskan dahaga
dan rasa laparnya yang teramat sangat.

Namun ternyata Bahiya tak mampu menghabiskan banyak makanan dan minuman,
karena perut dan ususnya telah mengempis akibat derita yang dialaminya di
tengah lautan. Hal ini berlangsung berhari-hari, yang membuat penduduk desa
semakin yakin bahwa ia adalah seorang arahat.

Bahiya yang mengalami hempasan fisik dan guncangan derita karena kehilangan
seluruh investasinya, kesadarannya pun terganggu. Ia menjadi gila. Tapi
kadang-kadang sadar. Jadi gilanya kambuh-kambuhan.

Karena penghormatan dan pemujaan terhadap dirinya itu, pada suatu saat yang
hening ia berpikir:

“Kiranya aku telah mencapai kesucian arahat. Benar! Aku adalah seorang
arahat. Kalau tidak, mana mungkin penduduk desa yang miskin ini memberi
persembahan yang berlebihan padaku.”

Keadaan ini terus berlangsung dari hari ke hari, minggu ke minggu, hingga
Bahiya pun semakin yakin dengan pandangan sesatnya dan mengira dirinya
memang seorang arahat.
« Last Edit: 08 July 2010, 02:17:12 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #6 on: 08 July 2010, 02:14:15 PM »
Saat itulah kawan bhikkhu di masa lampau, yang telah mencapai kesucian
anagami dan berada di alam suddhavasa, datang menghampiri seraya
mengingatkannya:


“Wahai Bahiya, ketahuilah, Anda sama sekali bukanlah seorang arahat, ataupun
seorang yang sedang dalam perjalanan menuju kearahatan.”


Bahiya pun tercengang mendengar kata-kata dewa Brahma Anagami itu.
“Kalau demikian, adakah orang yang telah mencapai kesucian arahat, atau
orang yang sedang melaksanakan jalan kearahatan?” tanyanya yang pada saat
itu sedang agak waras.

Sang dewa menjawab:

“Bahiya, kalau Anda berjalan ke arah utara, di sana ada sebuah kota yang
bernama Savatthi. Sang Bhagava yang telah mencapai Sammasambuddha kini
tinggal di kota itu, di Vihara Jetavana milik Anathapindika. Bahiya, Sang
Bhagava itulah yang benar-benar telah mencapai Kebuddhaan, mengajarkan
Dhamma, jalan menuju kearahatan.”

Mendengar keterangan dewa sahabatnya itu, muncullah kesadaran Bahiya. Ia
merasa amat malu akan pemikirannya yang sesat, dan berniat untuk menemui
Sang Bhagava. Maka ia pun meninggalkan pantai Supparaka dan segera pergi
menuju Vihara Jetavana di kota Savatthi.


Di Vihara itu ia melihat para bhikkhu sedang cankamana. Ia menghampiri salah
satu dari mereka dan bertanya:

“Bhante, saat ini Sang Bhagava yang telah mencapai Sammasambuddha sedang
berada di mana? Saya Bahiya, ingin bertemu dengan Beliau.”


“Wahai Bahiya, Sang Bhagava kini sedang pergi pindapata ke kota Savatthi.”

Bahiya segera bergegas menuju kota Savatthi, dan di sana ia melihat Sang
Buddha sedang pindapata.

Pada pandangannya, Beliau kelihatan amat berwibawa dan agung. Sungguh amat
menarik perhatian. Mempunyai indriya yang hening dan terkendali. Mempunyai
batin yang hening dan terkendali. Mempunyai jasmani yang hening dan
terkendali. Hasil dari latihan yang telah mencapai keluhuran.

Tanpa membuang waktu lagi, Bahiya segera menghampiri Sang Buddha. Dan dengan
batin yang dipenuhi saddha serta piti, ia namakkara di hadapan Sang Buddha.


“Duhai Sang Bhagava, saya mohon Bhante sudi membabarkan Dhamma bagi
kebahagiaan Saya. Duhai Sang Sugata, sudilah membabarkan Dhamma bagi
kebahagiaan Saya.”

Mendengar itu, Sang Tathagata menjawab:
“Bahiya, saat ini bukanlah waktu yang tepat, sebab Tathagata sedang
melakukan pindapata.”


Tapi Bahiya menekankan permohonannya:
“Bhante, Saya tidak tahu bahaya yang sedang mengancam hidup Saya di masa
mendatang. Maka saya mohon Sang Tathagata sudi membabarkan Dhamma bagi Saya.
Sudilah Sang Sugata membabarkan Dhamma pada Saya.”

Sang Buddha mengulangi jawaban-Nya sebanyak tiga kali. Bahiya pun bersikeras
mengulangi permohonannya sebanyak tiga kali.


Akhirnya..., Sang Buddha pun berkenan membabarkan Dhamma pada Bahiya.


“Baiklah, Bahiya. Belajarlah merenungkan dan menganalisa, bahwa bila engkau
melihat sesuatu, itu hanyalah sekedar melihat. Bila sedang mendengar, itu
hanyalah sekedar mendengar. Bila tahu, hanya sekedar tahu. Saat mengerti
dengan jelas, hanyalah sekedar mengerti. Engkau tidak berada pada kala itu.
Engkau tak berada di dunia ini. Engkau tak berada di dunia mendatang. Juga
tak berada di antara keduanya. Inilah yang disebut akhir dari dukkha.”


Pada akhir dari pembabaran Dhamma yang disampaikan secara singkat oleh Sang
Buddha itu, batin Bahiya Daruciriya terbebas dari asava.


Setelah membabarkan Dhamma pada Bahiya, Sang Buddha pun meneruskan
perjalanan pindapata-Nya.

Sepeninggal Sang Buddha itu, seekor kerbau betina yang baru melahirkan anak
menubruk dan menanduk Bahiya hingga ia meninggal dunia. Nasibnya sama dengan
sahabatnya, bhikkhu Pukkusati yang juga meninggal ditanduk seekor kerbau
betina.

Konon, musuh Bahiya pada kehidupan lampau, masuk ke dalam tubuh kerbau
betina itu guna membalas dendam.


Ketika Sang Buddha telah menyelesaikan pindapata dan akan keluar dari kota
Savatthi bersama para bhikkhu, Beliau melihat tubuh Bahiya yang terpuruk di
tanah. Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, angkatlah jasad Bahiya dan adakan pembakaran jenasah secara
layak. Sesudah itu bangunlah sebuah stupa bagi sisa jasadnya. Para bhikkhu,
Bahiya telah melaksanakan Dhamma seperti halnya kalian.”


Maka para bhikkhu pun melaksanakan perintah Sang Buddha dengan baik. Sesudah
prosesi itu rampung, para bhikkhu menghadap Sang Buddha dan berkata:

“Bhante, kami telah melaksanakan pembakaran jasad Bahiya dengan baik serta
telah membuat stupa yang indah untuknya. Kami ingin tahu, bagaimanakah
kehidupan Bahiya? Di manakah ia terlahir?”


“Wahai para bhikkhu, Bahiya Daruciriya adalah seorang pandita [bijaksana].
Ia telah melaksanakan Dhamma dengan patut. Ia tak menyulitkan Tathagata.
Bahiya Daruciriya telah parinibbana.”

Bahiya Daruciriya Thera belum sempat upasampada secara formal, tetapi Sang
Buddha menyatakan, bahwa ia telah dianggap sebagai bhikkhu dan termasuk
dalam asitimahasavaka serta mencapai etadagga dalam menembus Dhamma secara
cepat. Bahiya Daruciriya Thera telah mencapai tekadnya [adhitthana],
menembus Dhamma secara cepat, karena mempunyai kebijaksanaan [panna] yang
luar biasa tajam.***

Sumber: Bahiya Daruciriya
Disusun dan dituturkan oleh : Hananto

Sumber: http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/18261

Apakah tulisan di atas berasal dari kitab komentar?
« Last Edit: 08 July 2010, 02:15:58 PM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #7 on: 08 July 2010, 02:28:41 PM »
Dibawah sumber tulisan di atas:

Re: [samaggiphala] Bahiya Daruciriya

Utk rujukan Suttanya Ud 1.10: Bahiya Sutta di
http://dhammacitta.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html

Sati,
Sumedho


 ;D


yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #8 on: 08 July 2010, 02:50:13 PM »
Setelah mencari Sutta yang berhubungan dengan teman2 Bahiya, Bahiya memang belum mencapai jalan Ariya.
Yang menarik adalah masing2 dari Kalyana Mitta dari Bahiya termasuk Bahiya sendiri mendapatkan petunjuk dan proses yang berbeda dalam mencapai pembebasan. Yang paling singkat memang adalah Bahiya.

Kutipan salah satu petunjuk yang lebih panjang kepada teman Bahiya adalah sbb:

6. SABHIYA SUTTA

Sabbiya

Seorang pertapa yang berkelana bertanya kepada Sang Buddha dan enam guru lain pada zaman itu.

Demikian yang telah saya dengar: suatu ketika Sang Buddha berdiam di Hutan Bambu di dekat tempat pemberian makan tupai di Rajagaha. Pada suatu ketika, ada satu dewa yang mengunjungi kelana suci, Sabhiya. Dalam kehidupan sebelumnya, dewa itu merupakan saudaranya. Pada Sabhiya, dewa itu mengajarkan beberapa pertanyaan yang harus diajukan kepada setiap orang suci yang dijumpainya. 'Jika ada pendeta atau pertapa yang dapat menjawabnya,' kata dewa itu, 'kamu harus mengangkatnya sebagai gurumu dan baktikan dirimu untuk menjalani kehidupan suci bersamanya.'

Maka Sabhiya si kelana menghafalkan pertanyaan-pertanyaan itu dan mulai mencari semua pemimpin spiritual besar pada saat itu, semua guru terkenal yang memiliki kelompok pengikut dan bhikkhunya sendiri. Berturut-turut dia menjumpai Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesa-kambali, Pakudha Kaccayana, Sanjaya Belatthiputta, dan guru Jain Nataputta (Mahavira), tetapi tak satu pun dari mereka dapat menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Menyadari ketidakmampuannya sendiri, tentu saja mereka marah atau malu dan justru mulai melemparkan pertanyaan-pertanyaan kepada Sabhiya.

'Lebih baik aku berhenti dan kembali ke kehidupan yang gampang dan penuh kesenangan' pikir Sabhiya. Namun kemudian muncul sesuatu di pikirannya. Ada orang suci lain bernama Gotama, yang masih muda dan terkenal karena ajaran dan jumlah pengikutnya. Mengapa tidak bertanya kepadanya? 'Tetapi,' pikir Sabhiya, 'dia masih sangat muda dan belum lama menjadi orang suci. Bagaimana mungkin dia memiliki pengetahuan yang lebih banyak daripada guru-guru lain yang lebih tua, yang telah kujumpai?' Pikiran lain muncul di benak Sabhiya: orang suci harus dihormati karena kekuatan dan keagungannya, bukan karena usianya. Maka akhirnya dia memutuskan untuk pergi menjumpai Gotama, orang suci itu.

Mulailah dia melakukan perjalanannya sampai suatu hari dia tiba di Rajagaha. Di sana, di Hutan Bambu di dekat tempat pemberian makan tupai, dia menemukan Sang Buddha. Setelah menyapa Beliau dengan sopan, dia memberi hormat dan kemudian duduk di satu sisi. Dia berbicara dalam syair pada Sang Guru:
1.    'Saya telah datang kepadamu,' kata Sabhiya, 'dengan penuh kebingungan dan keraguan. Amat besar keinginan saya untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Saya mohon Tuan menjawab semuanya dan menjelaskan setiap jawaban kepada saya satu demi satu.'    (510)
2.    'Engkau telah datang dari jauh, Sabhiya,' kata Sang Buddha. 'Dengan pertanyaan-pertanyaan yang amat ingin kau dapatkan jawabannya. Akan kujawab semuanya sekaligus dan akan kujelaskan setiap jawaban kepadamu satu demi satu.'    (511)
3.    Tanyakanlah kepadaku apa pun yang kamu inginkan, Sabhiya. Akan kujelaskan sehingga hapus segala kebingunganmu.'

Sabhiya berpikir, 'Luar biasa, sungguh mengherankan. Para pertapa dan brahmana lain bahkan tidak mengizinkan aku mengajukan pertanyaan, tetapi akhirnya pertapa Gotama mengizinkan aku untuk mengajukannya.' Dia merasa gembira, amat senang dan bersemangat. Maka dia bertanya kepada Sang Buddha.
   (512)
4.    'Yang Mulia, apa yang harus dilakukan agar dapat disebut seorang bhikkhu? Apakah artinya menjadi lemah lembut? Apakah artinya mengendalikan diri? Dan apakah artinya menjadi Buddha, menjadi tercerahkan? Saya mohon penjelasan untuk empat hal ini, Yang Mulia.'    (513)

 
   Dan inilah yang dikatakan Sang Buddha kepadanya:    

 
5.    'Sabhiya, seorang bhikkhu adalah orang yang telah menciptakan jalan untuk dirinya sendiri, dan lewat jalan itu dia telah mencapai ketenangan sempurna, dengan mengatasi keraguan. Sesudah memutus ada dan tiada, dia menyempurnakan kehidupan spiritual dan telah menghancurkan tumimbal lahir.    (514)
6.    Dia selalu tenang seimbang dan penuh kewaspadaan. Dia tidak menyakiti siapa pun, di mana pun. Seorang pertapa adalah orang yang telah menyeberang [ke Nibbana]. Dia tidak bingung. Dia tidak memiliki jejak kejahatan. Orang semacam inilah yang disebut lemah lembut: Dia telah menyeberangi lautan [Samsara].    (515)
7.    Dia yang inderanya telah berkembang berkenaan dengan segenap dunia, baik internal maupun eksternal; dengan pemahaman yang menembus alam ini dan alam lain, dia yang telah berkembang dan terkendali akan menunggu saat kematian dengan tenang-seimbang.    (516)
8.    Dia yang telah meneliti dengan cermat seluruh pikiran dan lingkaran keberadaan, yang terdiri dari kelahiran dan kematian, orang yang murni, tanpa noda, tanpa debu, yang telah mencapai hancurnya kelahiran disebut Buddha [yang tercerahkan].'    (517)

 
   Sabhiya sangat gembira mendengar kata-kata ini dan melanjutkan serangkaian pertanyaan lain.    

 
9.    'Apa yang harus dilakukan agar menjadi brahmana? Apakah artinya meninggalkan keduniawian, menjadi orang suci, menjadi samana? Apakah artinya menjadi murni, dan siapa yang dapat disebut pahlawan? Tolong jelaskanlah hal-hal ini kepadaku, Yang Mulia.'    (518)

 
   Maka Sang Buddha menjawab:    

 
10.    'Seorang brahmana adalah orang yang --setelah menghindari semua kejahatan-- menjadi tanpa noda, baik, mantap dan tenang. Dengan mengatasi siklus kehidupan dia menjadi sempurna. Dia tidak melekat dan kokoh.    (519)
11.    Orang suci adalah orang yang telah menenangkan dirinya, orang yang telah meninggalkan perbuatan jasa yang berpahala atau tidak. Mengetahui dunia ini dan dunia lain, dia tak ternoda dan telah mengatasi kelahiran dan kematian.    (520)
12.    Karena telah menghancurkan semua kejahatan yang berhubungan dengan segenap dunia, baik di dalam maupun di luar, dan mengenai manusia dan dewa, dia tidak lagi sibuk dengan buah-buah pikir konseptual. Dia disebut telah murni.    (521)
13.    Orang yang hidup di dunia ini tanpa melakukan kesalahan, orang yang telah melepas ikatan semua belenggu dan rantai, orang yang tidak bergantung pada apa pun di mana pun, yang terbebas, disebut pahlawan yang mantap.'    (522)

 
   Merasa amat gembira mendapat jawaban-jawaban ini, Sabhiya melanjutkan pertanyaannya:    

 
14.    'Siapakah yang dianggap pemenang dunia oleh mereka yang sudah tercerahkan? Apakah arti terampil? Apakah arti memiliki pemahaman, dan siapakah orang yang pantas disebut bijaksana? Tolong jelaskanlah hal-hal ini kepada saya.'    (523)

 
   Dan Sang Buddha pun menjawab:    

 
15.    'Engkau menanyakan apa pemenang dunia itu. Ada tiga dunia: dunia manusia, dunia dewa dan dunia makhluk Brahma. Pemenang dunia memeriksa dan memahami ketiga dunia ini. Dia telah mencabut keluar akar dari rantai-rantai yang mengikatnya pada dunia-dunia ini dan dia telah bebas. Inilah keadaan yang disebut pemenang dunia.    (524)
16.    Engkau menanyakan apa terampil itu. Ada tiga jenis harta atau simpanan: harta yang disimpan oleh manusia, harta yang disimpan oleh dewa, dan harta yang disimpan oleh makhluk-Brahma. Orang yang terampil memeriksa dan memahami ketiga harta ini. Dia telah mencabut keluar akar ikatan terhadap simpanan-simpanan ini dan dia telah bebas. Inilah keadaan yang disebut terampil.    (525)
17.    Orang yang memiliki pemahaman adalah orang yang telah melihat inderanya sendiri. Dia telah memahami bagaimana indera itu bekerja, baik di dalam pikiran maupun di dunia luar. Dia melihat dengan jernih, dia telah melampaui 'hitam dan putih' dan telah kokoh.    (526)
18.    Dan apakah orang bijaksana? Orang bijaksana mengetahui cara untuk membedakan yang baik dari yang buruk berkenaan dengan dunia di dalam dan di luar. Baik dewa maupun manusia menghormatinya: dia telah memutus semua rantai dan pengikat.'    (527)

 
   Merasa amat gembira mendapat jawaban-jawaban ini, Sabhiya melanjutkan rangkaian pertanyaannya:    

 
19.    'Apakah yang harus dicapai agar dapat menjadi orang yang berpengetahuan? Dengan apakah orang bisa memiliki pandangan terang? Bagaimanakah orang bisa menjadi bersemangat? Dan apakah arti terdidik sempurna? Tolong jelaskanlah hal-hal ini, Yang Mulia.'    (528)

 
   Sang Buddha menjawab:    

 
20.    'Ketika orang telah melihat pengetahuan dan memahami semua hal yang diketahui oleh pendeta dan orang-orang suci, maka semua kerinduan dan keinginan akan sensasi pun lenyap. Setelah melampaui semua pengetahuan, dia menjadi orang yang berpengetahuan.    (529)
21.    Dengan memahami obsesi nama-dan-rupa (kepribadian psiko - fisik), akar penyakit --baik internal maupun eksternal-- dia terbebas dari ikatan terhadap segala akar penyakit. Karena alasan inilah dia disebut orang yang kokoh, yang memiliki pandangan terang.    (530)
22.    Di sini dia bebas dari semua kejahatan dan telah mengatasi kesengsaraan neraka, karena itu dia penuh semangat. Dia rajin, penuh semangat, mantap.    (531)
23.    Engkau bertanya tentang manusia yang terdidik sempurna, manusia dengan kelahiran agung: Yang terdidik sempurna mematahkan semua rantai. Ada rantai, tali dan ikatan --baik di dalam maupun di luar. Keagungan berarti mematahkan itu semua. Ini berarti mencabut akar semua itu dan menjadi terbebas. Inilah keadaan yang disebut terdidik sempurna.'    (532)

 
   Merasa amat gembira dan penuh suka cita mendapat jawaban jawaban ini, Sabhiya menanyakan serangkaian pertanyaan lagi kepada Sang Buddha:    

 
24.    'Apa yang harus dilakukan agar bisa menjadi orang terpelajar? Apakah artinya menjadi seorang ariya, orang dengan kelahiran mulia? Apakah orang yang mempunyai tindakan sempurna itu? Dan siapakah yang pantas disebut Kelana? Saya mohon Tuan menjelaskan hal-hal ini kepada saya.'    (533)

 
   Sang Buddha mengatakan demikian ini:    

 
25.    'Setelah mendengarkan semua pandangan, dengan kebijaksanaan dia mengetahui apa yang dicela dan apa yang tanpa cela. Dia telah menang, terbebas dan berada di luar kebingungan dan gangguan. Dia adalah orang yang terpelajar.    (534)
26.    Orang bijaksana telah memutus kekotoran batin dan kemelekatan. Dia tidak akan masuk ke rahim mana pun juga. Dia telah terbebas dari tiga dorongan [keserakahan, kebencian dan kebodohan batin] dan dia tidak masuk ke lumpur pikiran konseptual. Dia disebut manusia dengan kelahiran agung.    (535)
27.    Karena orang yang memiliki tindakan yang sempurna telah hidup dan bertindak secara benar, dengan terampil dia menangkap Hal-hal Sebagaimana Adanya. Dia tidak memiliki kemelekatan di mana pun; dia telah bebas, dia tidak memiliki kebencian [di dalam dirinya]: inilah tindakan yang sempurna.    (536)
28.    Dan engkau bertanya tentang seorang Kelana. Bilamana engkau mengerti tindakan mana yang menyakitkan dan bilamana engkau meninggalkan tindakan-tindakan itu dan tidak berada dalam tindakan-tindakan itu, atau di atasnya atau di bawahnya atau di luarnya atau di antaranya atau di mana pun juga di dekat tindakan-tindakan itu, maka engkau adalah seorang Kelana. Bilamana engkau berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa pernah kehilangan kekuatan untuk memahami, maka engkau adalah seorang Kelana. Bilamana engkau menghilangkan kebencian, nafsu keinginan, kegelapan batin dan kesombonganmu, dan bila engkau mengakhiri rasa individualitas psiko-fisikmu, maka engkau telah mencapai sukses, dan dengan demikian engkau adalah seorang Kelana.'    (537)

 
   Sabhiya si kelana bergetar hatinya mendengar kata-kata Sang Buddha. Dengan penuh suka cita dan kegembiraan, dia bangkit dari tempat duduknya. Dengan tangan berlipat dan bahu terbuka, dia berkata kepada Sang Buddha dalam syair:    

 
29.    'Yang Mulia, Yang Bijaksana,' katanya, 'Engkau telah menyingkirkan enam puluh tiga opini [tradisional] yang menyebabkan perselisihan, kesimpulan para pertapa yang hanya sekadar adat dan ide spekulatif. Tuan telah meyeberangi banjir dan telah mencapai seberang!    (538)
30.    Engkau telah sampai ke titik penderitaan yang paling jauh, dan kemudian melampauinya. Yang Mulia, Engkau adalah Manusia Tak Ternilai. Pada hemat saya, bagi Engkau tidak ada lagi dorongan-dorongan dari dalam. Engkau bersinar dengan pemahaman, memancarkan kebijaksanaan, mengakhiri penderitaan dan membawa saya ke seberang!    (539)
31.    Engkau melihat apa yang sedang saya cari, Engkau tahu apa yang saya ragukan, dan Engkau membawa saya ke seberang! Sungguh pencapaian yang luar biasa! Ketinggian yang luar biasa! Yang tertinggi dalam kebijaksanaan. Saya tidak bisa memberikan apa pun kecuali salut, tidak bisa memberikan apa pun kecuali rasa hormat kepada sumber kekuatan yang lemah lembut, saudara matahari!    (540)
32.    Engkau telah menjernihkan semua keraguanku dengan penglihatan sempurna-Mu. Jadi inilah kebijaksanaan, inilah Pencerahan Sempurna! Seperti inilah rasanya bila tak ada lagi yang menghalangi jalan.    (541)
33.    Semua kekuatiran telah lenyap, gangguan telah terpatahkan. Dan sebagai gantinya, engkau memiliki segala yang tenang, terkendali, kokoh dan tepat.    (542)
34.    Ketika Engkau berbicara, para dewa bersuka cita; ketika mereka mendengar-Mu, mereka bergembira. Engkau adalah pahlawan di antara para pahlawan dan sumber kekuatan di antara yang kuat!    (543)
35.    Tak ada satu pun yang seperti Engkau di mana pun di dunia ini. Engkaulah makhluk yang terbaik dan termulia! Saya salut kepada-Mu dan saya menghormati-Mu!    (544)
36.    Engkau adalah Sang Buddha, Yang Tercerahkan, Master, Guru. Engkau adalah kebijaksanaan yang menaklukkan Mara. Engkau telah mematahkan bias-bias dari dalam, penimbangan dari dalam. Engkau telah menyeberang dan membawa kami, kami semua, bersamamu.    (545)
37.    Dengan berakhirnya faktor-faktor tumimbal lahir dan hancurnya dorongan-dorongan, Engkau telah berada di akhir kemelekatan. Engkau adalah singa di hutan belantara, yang tak menakutkan apa pun dan tak takut pada apa pun.    (546)
38.    Engkau bagaikan bunga teratai di danau ! Kebaikan dan kejahatan menggelinding darimu, tidak berpengaruh, bagaikan tetes-tetes air menggelinding jatuh dari kelopak bunga teratai. Biarlah saya menghormat kaki seorang penakluk: Saya, Sabhiya si pemuja, menghormat di kaki Gurunya!    (547)

 

Maka Sabhiya si kelana membungkuk dengan hormat di kaki Sang Buddha dan berkata: 'Sungguh menakjubkan, Yang Mulia Gotama! Sungguh luar biasa, Yang Mulia Gotama! Sebagaimana orang menegakkan apa yang telah terjungkir balik, atau mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau memberikan sinar penerangan di dalam kegelapan sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat benda-benda, demikian pula Kebenaran telah dijelaskan oleh Yang Mulia Gotama dengan berbagai cara. Oleh karenanya, saya berlindung pada Beliau, pada Dhamma-Nya dan Sangha-Nya. Saya ingin memasuki kehidupan tanpa-rumah, dan menerima pentahbisan lebih tinggi di dekat Yang Mulia Gotama.'

Kemudian Sabhiya si kelana menerima pentahbisan sebagai Samanera dan menerima pentahbisan lebih tinggi di dekat Sang Buddha.

Di kemudian hari, dengan menjalani kehidupan menyendiri, dengan rajin dan penuh semangat dan dengan kemauan yang mantap, dalam waktu singkat Sabhiya secara harmonis memahami, mengalami dan mencapai kesempurnaan tertinggi dari kehidupan suci di mana putra-putra keluarga yang baik meninggalkan kehidupan berumah-tangga, dan menempuh kehidupan tak-berumah. Tumimbal lahir telah diakhiri; kehidupan yang suci telah dijalani: apa yang harus dilakukan telah dilakukan dan tidak ada lagi yang harus dilakukan di dalam keberadaan dunia ini: Sabhiya si kelana telah menjadi salah satu Arahat.


Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=948
yaa... gitu deh

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #9 on: 08 July 2010, 02:56:53 PM »
Bimbingan Brahma tersebut kepada Kumara Kassapa ada di Vammika Sutta, Majjhima Nikaya 23.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #10 on: 08 July 2010, 03:01:35 PM »

VAMMIKA SUTTA (23)
Bukit Semut
(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Diterjemahkan oleh :Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2005)

1. Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi Di Hutan Jeta. Taman Anathapindika. Pada kesempatan itu, Y.M. Kumara Kassapa sedang berdiam di Hutan Manusia Buta.275

Kemudian, ketika malam telah larut, satu dewa dengan penampilan elok yang menyinari seluruh Hutan Manusia Buta mendekati Y.M. Kumara Kassapa dan berdiri di satu sisi.276 Dengan berdiri, dewa itu berkata kepada beliau:

2. “Bhikkhu, bhikkhu, bukit-semut ini berasap pada malam hari dan menyala pada siang hari.277

“Demikian kata brahmana itu: ‘Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana melihat suatu batang: ‘Suatu batang, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah batang itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat seekor katak: ‘Seekor katak, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah katak itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sebuah garpu: ‘Sebuah garpu, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah garpu itu, selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Ketika menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sebuah saringan: ‘Sebuah saringan, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: [143] ‘Buanglah saringan itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat seekor kura-kura: ‘Seseekor kura-kura, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah kura-kura itu, selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sebuah kapak dan balok: ‘Sebuah kapak dan balok, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah kapak dan balok itu, selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sepotong daging: ‘Sepotong daging, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah potongan daging itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Setelah menggali dengan pisau, yang bijaksana itu melihat seekor ular naga: ‘Seekor ular Naga, O Yang Mulia Bhante.'

“Demikian kata brahmana itu: ‘Tinggalkanlah ular Naga itu; janganlah menyakiti ular Naga itu; hormatilah ular Naga itu.'

“Bhikkhu, engkau seharusnya menghadap Yang Terberkahi dan bertanya kepada Beliau tentang teka-teki ini. Sebagaimana Yang Terberkahi menjelaskan kepadamu, demikianlah yang seharusnya engkau ingat. Bhikkhu, selain Tathagata atau siswa Tathagata atau orang yang telah mempelajarinya dari mereka, saya tidak melihat seorang pun di dunia ini bersama dengan para dewa, Mara, dan Brahma-nya, di dalam generasi ini bersama para petapa dan brahmananya, pangeran dan rakyatnya, yang bisa menjelaskan teka-teki ini sehingga memuaskan pikiran.”

Demikianlah yang dikatakan oleh dewa itu, dan segera sesudahnya dewa itu pun lenyap dari sana.

3. Kemudian, ketika malam telah berlaku, Y.M. Kumara Kassapa pergi menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan memberitahu kepada Yang Terberkahi apa yang telah terjadi. Kemudian dia bertanya: “Yang Mulia Bhante, apa arti bukit-semut itu, apa arti berasap pada malam hari itu, apa arti menyala pada siang hari itu? Siapakah brahmana itu, siapakah yang bijaksana itu? Apa arti pisau, apa arti menyelidiki, apa arti batang, apa arti katak, apa arti garpu, apa arti saringan, apa arti kura-kura, apa arti kapak dan balok apa arti sepotong daging, apa arti ular Naga itu?”[144]

“Bhikkhu, bukit-semut adalah symbol bagi tubuh ini, yang terbuat dari bentuk materi, terdiri atas empat elemen besar, yang dihasilkan oleh ibu dan ayah, dibangun dari nasi dan bubur,278 dan terkena ketidak-kekalan, terkena keuangan dan kikisan, terkena peleburan dan penguraian.

“Apa yang dipikirkan dan direnungkan seseorang pada malam hari berdasarkan tindakan-tindakannya selama siang hari itulah ‘berasap pada malam hari.'

“Tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang selama siang hari oleh tubuh, ucapan, dan pikiran setelah berpikir dan merenung pada malam hari itulah ‘menyala pada siang hari.'

“Brahmana adalah simbol bagi Tathagata, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Yang bijaksana merupakan simbol bagi seorang bhikkhu yang menjalani pelatihan yang lebih tinggi. Pisau merupakan simbol bagi kebijaksanaan yang agung. Menyelidiki merupakan simbol bagi pembangkitkan energi.

“Tongkat adalah simbol bagi ketidak-tahuan.279 Buanglah batang itu: tinggalkanlah ketidak-tahuan. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikianlah artinya.

“Katak adalah simbol bagi keputus-asaan yang disebabkan oleh kemarahan. Buanglah keputus-asaan yang disebabkan oleh kemarahan. ‘Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikianlah artinya.

“Garpu adalah simbol bagi keraguan,280 ‘Buanglah garpu itu: tinggalkanlah keraguan. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikianlah artinya,

“Saringan adalah simbol bagi lima rintangan, yaitu rintangan nafsu indera, rintangan niat jahat, rintangan kemalasan dan kelambanan, rintangan kegelisahan dan penyesalan, dan rintangan keraguan. ‘Buanglah saringan itu: tinggalkanlah lima rintangan tersebut. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikianlah artinya.

“Kura-kura adalah simbol bagi lima kelompok yang dipengaruhi oleh kemelekatan,281 yaitu, kelompok bentuk materi yang dipengaruhi oleh kemelekatan, kelompok perasaan yang dipengaruhi oleh kemelekatan, kelompok persepsi yang dipengaruhi oleh kemelekatan, kelompok bentukan-bentukan yang dipengaruhi oleh kemelekatan, dan kelompok kesadaran yang dipengaruhi oleh kemelekatan. ‘Buanglah kura-kura itu: tinggalkanlah lima kelompok yang dipengaruhi oleh kemelekatan tersebut. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikiankah artinya.

“Kapak dan balok merupakan simbol bagi lima tali kesenangan indera282-bentuk-bentuk yang dapat dikognisi oleh mata yang dirindukan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, berhubungan dengan nafsu indera, dan merangsang nafsu; suara yang dapat dikognisikan oleh telinga…bau-bauan yang dapat dikognisi oleh hidung…citarasa yang dapat dikognisi oleh lidah …benda-benda nyata yang dapat dikognisi oleh tubuh, yang dirindukan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, berhubungan dengan nafsu indera, [145] dan merangsang nafsu. ‘Buanglah kapak dan balok itu: tinggalkanlah lima tali kesenangan indera tersebut. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikianlah artinya.

“Potongan daging merupakan simbol bagi kesenangan dan nafsu jasmani.283 ‘Buanglah potongan daging itu: tinggalkanlah kesenangan dan nafsu jasmani. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.' Demikianlah artinya.

“Ular Naga merupakan simbol bagi seorang bhikkhu yang telah menghancurkan noda-noda.284 ‘Biarkah ular Naga itu; janganlah menyakiti ular Naga itu; hormatilah ular Naga itu.' Demikianlah artinya.”

Demikianlah yang dikatakan Yang Terberkahi. Y.M. Kumara Kassapa merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

 

Catatan :

(275) Y.M. Kumara Kassapa adalah anak angkat Raja Pasenadi dari Kosala, yang terlahir dari seorang wanita yang tidak mengetahui bahwa dia sedang mengandung ketika memutuskan untuk meninggalkan keduniawian sebagai bhikkhuni. Pada waktu sutta ini diberikan, Y.M. Kumara Kassapa masih sekha; beliau mencapai tingkat Arahat dengan menggunakan sutta ini sebagai subjek meditasinya.

(276) Menurut, dewa ini adalah makhluk Yang-Tidak-Kembali-Lagi, yang hidup di Alam Kediaman Murni. Dia dan Kumara Kassapa, telah menjadi anggota kelompok lima bhikkhu yang telah mempraktekkan meditasi bersama-sama di suatu puncak gunung pada waktu Buddha sebelumnya, yaitu Buddha Kassapa membabarkan Ajaran Beliau. Dewa yang sama inilah yang mendorong Bahiya Daruciriya, anggota lain dari kelompok itu, untuk mengunjungi Sang Buddha (lihat Ud 1:10/7).

(277) Arti dari perumpamaan para dewa itu akan dijelaskan lebih lanjut di dalam sutta itu sendiri.

(278) Kummasa: Vinaya dan kitab-kitab komentar menjelaskannya sebagai sesuatu yang terbuat dari yava, sejenis gandum. Nm telah menerjemahkan kata itu sebagai roti, tetapi dari MN 82.18 terlihat jelas bahwa kummasa itu kental dan rusak setelah semalam. PED mendefinisikannya sebagai susu kental yang asam; Horner menerjemahkan sebagai “susu aasam.”

(279) MA: Sebagaimana halnya batang melintang di jalan masuk kota akan menghalangi orang untuk masuk ke kota, demikianlah pula kebodohan batin akan menghalangi orang untuk mencapai Nibbana.

(280) Dvedhapatha mungkin juga telah diterjemahkan sebagai “jalan yang bercabang,” yang jelas merupakan simbol keraguan.

(281) MA menyatakan bahwa empat kaki dan kepala kura-kura itu mirip dengan lima kelompok kehidupan.

(282) MA: kapak dan balok (asisuna, di MN 22.3 diterjemahkan sebagai “rumah jagal”) digunakan untuk memotong daging. Demikian juga, para makhluk yang menginginkan kenikmatan indera dipotong-potong oleh kapak nafsu indera di atas balok objek indera.

(283) Simbolisme ini dijelaskan lebih lanjut di MN 54.16.

(284) Ini adalah Arahat. Untuk simbolisme, lihat n.75.

Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=1277
yaa... gitu deh

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #11 on: 08 July 2010, 05:42:49 PM »
Quote
Akhirnya..., Sang Buddha pun berkenan membabarkan Dhamma pada Bahiya.


“Baiklah, Bahiya. Belajarlah merenungkan dan menganalisa, bahwa bila engkau
melihat sesuatu, itu hanyalah sekedar melihat. Bila sedang mendengar, itu
hanyalah sekedar mendengar. Bila tahu, hanya sekedar tahu. Saat mengerti
dengan jelas, hanyalah sekedar mengerti. Engkau tidak berada pada kala itu.
Engkau tak berada di dunia ini. Engkau tak berada di dunia mendatang. Juga
tak berada di antara keduanya. Inilah yang disebut akhir dari dukkha.”

Bro hendrako yang baik, rasanya di naskah aslinya tak dikatakan merenungkan dan menganalisa... tetapi dikatakan berlatih (sikkhi - sikkha : train)

Tasmàtiha te Bàhiya, evaü sikkhitabbaü:

ßdiññhe diññhamattaü bhavissati,
sute sutamattaü bhavissati,
mute mutamattaü bhavissati,
vi¤¤àte vi¤¤àtamattaü bhavissatãû-ti.

Evaü hi te Bàhiya, sikkhitabbaü.

"Then, Bahiya, you should train yourself thus: In reference to the seen, there will be only the seen. In reference to the heard, only the heard. In reference to the sensed, only the sensed. In reference to the cognized, only the cognized. That is how your should train yourself. When for you there will be only the seen in reference to the seen, only the heard in reference to the heard, only the sensed in reference to the sensed, only the cognized in reference to the cognized, then, Bahiya, you will not be 'thereby.' When you are not thereby, you will not be 'therein.' When you are not therein, you will be neither 'here' nor 'there' nor between the two. This, just this, is the end of stress."

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Johsun

  • Sebelumnya Jhonson
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.503
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • ??
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #12 on: 08 July 2010, 06:00:28 PM »
menurut beberapa kitab komentar, brahma sahampati yang memohon kepada buddha gotama adalah seorang anagami dari buddha sebelumnya.
trnyata usia anagami sbgai brahma sangat panjang, hehehe
« Last Edit: 08 July 2010, 06:21:16 PM by Johsun »
CMIIW.FMIIW.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #13 on: 08 July 2010, 06:27:33 PM »
Quote
Akhirnya..., Sang Buddha pun berkenan membabarkan Dhamma pada Bahiya.


“Baiklah, Bahiya. Belajarlah merenungkan dan menganalisa, bahwa bila engkau
melihat sesuatu, itu hanyalah sekedar melihat. Bila sedang mendengar, itu
hanyalah sekedar mendengar. Bila tahu, hanya sekedar tahu. Saat mengerti
dengan jelas, hanyalah sekedar mengerti. Engkau tidak berada pada kala itu.
Engkau tak berada di dunia ini. Engkau tak berada di dunia mendatang. Juga
tak berada di antara keduanya. Inilah yang disebut akhir dari dukkha.”

Bro hendrako yang baik, rasanya di naskah aslinya tak dikatakan merenungkan dan menganalisa... tetapi dikatakan berlatih (sikkhi - sikkha : train)

Tasmàtiha te Bàhiya, evaü sikkhitabbaü:

ßdiññhe diññhamattaü bhavissati,
sute sutamattaü bhavissati,
mute mutamattaü bhavissati,
vi¤¤àte vi¤¤àtamattaü bhavissatãû-ti.

Evaü hi te Bàhiya, sikkhitabbaü.

"Then, Bahiya, you should train yourself thus: In reference to the seen, there will be only the seen. In reference to the heard, only the heard. In reference to the sensed, only the sensed. In reference to the cognized, only the cognized. That is how your should train yourself. When for you there will be only the seen in reference to the seen, only the heard in reference to the heard, only the sensed in reference to the sensed, only the cognized in reference to the cognized, then, Bahiya, you will not be 'thereby.' When you are not thereby, you will not be 'therein.' When you are not therein, you will be neither 'here' nor 'there' nor between the two. This, just this, is the end of stress."

 _/\_

Terjemahan yang saya gunakan adalah:

http://dhammacitta.org/tipitaka/kn/ud/ud.1.10.than.html

"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat."
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Tanya tentang kemungkinan Sotapana menuju Arahat.
« Reply #14 on: 08 July 2010, 06:29:13 PM »
menurut beberapa kitab komentar, brahma sahampati yang memohon kepada buddha gotama adalah seorang anagami dari buddha sebelumnya.
trnyata usia anagami sbgai brahma sangat panjang, hehehe

Katanya tergantung pencapaian Jhana yang bersangkutan.
yaa... gitu deh