//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Spiritual Shopping  (Read 2859 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Spiritual Shopping
« on: 11 April 2008, 01:03:22 PM »
Spiritual Shopping
Mengembalikan Sikap yang Benar Terhadap Spiritualisme
Ivan Taniputera (9 April 2008)

Dewasa ini kita menyaksikan ledakan spiritualisme di mana-mana. Banyak agama-agama baru bermunculan dan banyak pula guru-guru spiritual baru. Spiritualisme yang dahulu merupakan suatu ranah eksotik yang jarang atau sulit dirambah orang, kini menjadi benar-benar terbuka. Informasi mengenai spiritualisme juga dapat dengan mudah diakses melalui internet. Milis-milis mengenai spiritualisme dalam berbagai bahasa juga kian menjamur. Banyak tempat ibadah dan organisasi keagamaan tumbuh di mana-mana baik yang berasal dari agama "lama" yang sudah mapan maupun agama "baru". Runtuhnya komunisme juga memainkan peranan dalam perkembangan spiritualisme ini. Meskipun demikian, tren baru ini tidak selalu positif. Mengapa demikian? Marilah kita ikuti ulasan berikut ini.
Makin mudahnya seseorang mengakses informasi mengenai spiritualisme justru menurunkan rasa hormat umat manusia terhadap hal itu. Banyak orang yang mempelajari spiritualisme hanya demi memuaskan keingin-tahuannya saja. Mereka dengan mudah beralih dari suatu guru ke guru lainnya atau dari suatu institusi ke institusi lainnya. Sebagai contoh, ada orang yang hari ini mempraktikkan Zen, lalu Sukhavati, dan setelah itu Tantra. Ada pula orang yang menjadi kutu loncat antara rinpoche yang satu ke rinpoche lainnya. Ada pula orang yang gemar menjadi kutu loncat antara tempat ibadah yang satu ke tempat ibadah lainnya. Hari ini mencoba metoda A dan besoknya metoda B. Akhirnya sangat sedikit yang mereka peroleh atau capai. Alih-alih menjadi praktisi serius, mereka hanya "berbelanja" kulit-kulit berbagai aliran spiritualisme yang ada. Payahnya, banyak lembaga-lembaga berbau spiritual yang sengaja mengkomersialkan hal itu; sehingga spiritualisme menjadi layaknya barang dagangan semata. Ini adalah suatu kenyataan yang memprihatinkan.
Bagi seorang pemula, saya tidak menyalahkan kecenderungan semacam ini. Orang tentu boleh saja mencari metoda yang paling cocok dengan dirinya. Jadi semacam mencoba-coba dahulu. Namun apabila sepuluh tahun telah berlalu, dan ia masih melakukan spiritual shopping, maka tentu hal ini patut dipertanyakan. Ketika ditanya ada yang menjawab bahwa ia belum menemukan metoda atau keyakinan yang cocok bagi dirinya. Ini juga patut dipertanyakan. Mengapa setelah sekian lama mencari, ia masih belum juga menemukan metoda yang cocok bagi dirinya? Apakah orang itu terlalu pemilih? Apakah ia hanya memuaskan keingin-tahuannya saja? Tentu saja pertanyaan ini hanya dapat dijawab dan direnungkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Dalam dunia spiritualitas, seseorang hendaknya tidak terus menerus menjadi "pemula" yang masih mencari metoda terbaik bagi dirinya. Pilihan harus diambil. Biasanya orang yang hanya menjadikan spiritualisme sebagai pemenuh keingin-tahuan intelektualitasnya saja akan terus menerus mencari. Hal ini dikarenakan intelektualitas manusia tidak mudah dipuaskan. Orang akan terjebak menjadikan spiritualisme sebagai alat berdebat saja. Intisari spiritualisme yang sesungguhnya adalah praktik. Banyak orang yang sudah puas menghitung uang milik orang lain, padahal dirinya sendiri tidak memiliki uang. Seseorang yang hanya mempelajari kulit-kulit atau kandungan intelektualitas spiritualisme adalah ibaratnya menghitung uang milik orang lain. Ia tidak pernah bekerja mengumpulkan uang bagi dirinya sendiri. Ada seorang tokoh dalam bidang ekonomi yang pernah dicela oleh kerabatnya, "Engkau sangat pandai menulis tentang uang, tetapi tidak pernah mencari uang."
Memang benar bahwa dewasa ini banyak kemudahan ditawarkan bagi orang yang mengikuti spiritual shopping. Bahkan kita tidak jarang menyaksikan iklan berbunyi: "Pelatihan Metoda XXX oleh Guru YYY." Terkadang pelatihan semacam itu dibagi-bagi menjadi beberapa tingkatan. Untuk tingkatan pertama biayanya sekian ratus ribu ribu, tetapi semakin tinggi tingkatannya biayanya juga semakin meningkat, hingga menjadi berpuluh-puluh juta. Beberapa penyelenggara latihan ada yang berkilah bahwa biaya untuk pelatihan metoda baru tersebut digunakan untuk amal. Tentu saja beramal adalah sesuatu yang mulia, namun benar tidaknya hal itu berpulang pada pribadi masing-masing.
Ada pula sebagian orang mempelajari spiritualisme demi memperoleh kesaktian. Mereka mengikuti seorang guru karena kesaktian yang dimilikinya, dan bukannya wawasan kebijaksanaan yang dipunyai sang guru. Orang-orang seperti ini, gemar memburu guru-guru yang dianggap sakti. Tetapi benarkah kesaktian dapat meningkatkan wawasan spiritual seseorang? Kita ambil contoh kesaktian untuk mengubah batu menjadi emas. Kalaupun seseorang sanggup mengubah batu menjadi emas, akankah itu membuatnya bahagia? Ini yang perlu kita kaji dan renungkan secara mendalam. Jika batu dapat diubah menjadi emas, maka emas akan menjadi banyak, sehingga menurun harganya. Dengan demikian, tidak ada kemajuan yang diperoleh, masalah baru akan timbul, sehingga umat manusia tetap tidak lebih bahagia dibanding sebelumnya. Kemampuan mengubah batu menjadi emas, justru akan meningkatkan sifat serakah seseorang, padahal keserakahan tidak membawa kebahagiaan. Raja Midas dalam mitologi Yunani memiliki kemampuan mengubah segalanya menjadi emas hanya dengan sentuhan tangannya. Tetapi pada akhirnya ia juga menyesal. Guru Lu Dongbin, salah seorang sesepuh Dao pernah diuji oleh gurunya. Ia hendak diwarisi ilmu merubah batu menjadi emas, tetapi setelah 100 tahun emas itu akan berubah kembali batu. Guru Lu Dongbin menolaknya, dengan alasan bahwa setelah 100 tahun kemudian, orang akan kecewa karena emas itu kembali menjadi batu. Guru Yesus pernah diuji oleh iblis untuk mengubah batu menjadi roti, tetapi Beliau menolaknya. Ternyata semua guru-guru yang sejati tidak menjadikan kesaktian sebagai tujuan utama. Kesaktian adalah sesuatu yang otomatis diperoleh seseorang, bila wawasan spiritualnya telah mencapai tingkatan tertentu. Kesaktian adalah efek yang wajar dan bukannya tujuan utama olah spiritual. Guru Zhuangzi selalu menekankan agar seseorang menekankan kewajaran serta sikap alami (ziran) dan demikian pula dengan Guru Laozi dalam Daodejing. Inilah spiritualisme yang sejati. Guru Buddha juga menekankan hal yang sama. Semua guru yang mulia dan bijaksana akan mengajarkan murid-muridnya untuk tidak mengejar hal yang "aneh-aneh."
Agar tidak terjadi kesalah-pahaman, perlu diungkapkan bahwa saya bukannya tidak setuju bila kita mempelajari banyak metoda spiritual, aliran filsafat, atau keyakinan. Saya sendiri hingga hari ini juga masih mempelajari berbagai hal tersebut. Dengan mempelajari banyak metoda spiritual, aliran filsafat, agama, atau keyakinan, kita dapat menumbuh kembangkan pemahaman terhadap orang lain dan juga memperkaya wawasan spiritual kita sendiri. Hanya saja, dalam praktik saya telah menentukan satu metoda dan guru. Jadi jika sudah berhubungan dengan metoda praktik spiritual, kita perlu memilih satu saja yang paling cocok dan tidak berkelana ke sana kemari. Tetapi bersamaan dengan itu, kita boleh saja mempelajari filsafat, agama, atau keyakinan lainnya. Namun, kita hendaknya sudah memiliki satu pegangan yang pasti. Dengan mempelajari berbagai metoda, keyakinan, filsafat, ataupun agama, sikap toleransi kita akan tumbuh, sehingga menciptakan perdamaian antar sesama umat manusia.
Demikianlah tulisan singkat ini. Mohon maaf bila ada kata yang salah. Semoga kita dapat menjalankan praktik secara mendalam, apapun metoda serta keyakinan yang menjadi pilihan kita. Marilah kita jadikan kesejahteraan serta kemaslahatan semua makhluk sebagai landasan bagi praktik spiritual kita. Semoga spiritualisme dapat dikembalikan pada kedudukannya yang benar dalam kancah kehidupan umat manusia. Semoga spiritualisme dapat mengembangkan cinta kasih antar sesama umat manusia.

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Spiritual Shopping
« Reply #1 on: 11 April 2008, 04:39:26 PM »
 _/\_
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Spiritual Shopping
« Reply #2 on: 14 April 2008, 02:49:40 PM »
 :)) aku pikir tadi threadnya tempat-tempat shopping spiritual.pas dibaca ternyata bukan...... :o
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline Fei Lun Hai

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 686
  • Reputasi: 24
  • Gender: Female
Re: Spiritual Shopping
« Reply #3 on: 15 April 2008, 12:23:36 PM »
aku pikir tadi threadnya tempat-tempat shopping spiritual

Sama Bro  :)) . Btw thanks for sharing  _/\_
your life simple or complex is depend on yourself

 

anything