Suttantapitake, Dighanikayo, Tatiya Bhago, Pathikavaggo 1
Namo tassa bhagavato arahato sammà sambuddhassa
UDUMBARIKA SUTTA
Demikian yang telah Kami dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Puncak Gijjhakuta dekat Rajagaha. Ketika itu, pertapa pengembara Nigrodha bersama 3.000 muridnya tinggal sementara di Aramaparibbajaka Udumbarika. Pada waktu itu pula, di sore hari Sandhana keluar dari Rajagaha untuk menemui Bhagava. Tapi sementara berjalan Ia berpikir: Tidak tepat bagi-Ku untuk menemui Bhagava sekarang karena Beliau sedang istirahat. Begitu pula Para Bhikkhu sedang bermeditasi. Lebih baik Saya pergi ke Aramaparibbajaka Udumbarika untuk menemui pertapa nigrodha. Demikian itu yang dilakukan Sandhana.
Pada waktu itu pertapa nigrodha sedang duduk dengan sejumlah besar pengikutnya yang sedang bercakap-cakap dengan ribut dan berteriak-teriak, mereka membicarakan hal-hal yang tak bermanfaat bagi pertapa seperti cerita tentang: raja-raja, politik, tentara, kepanikan, peperangan, minuman dan makanan, pakaian, tempat tidur, perhiasan, wangi-wangian, keluarga, kereta, desa, kampung, kota, negara, wanita, pahlawan, gosip pinggir jalan dan di tempat ambil air, hantu, iseng, spekulasi tentang dunia dan laut, serta tentang adanya kehidupan dan tidak adanya kehidupan.
Ketika pertapa pengembara nigrodha melihat Sandhana yang sedang mendatanginya, ia memerintahkan para pengikutnya dengan berkata:"Saudara-saudara, diam dan jangan ribut, lihatlah Sandhana, Murid Samana Gotama, datang. Sandhana adalah salah Seorang Siswa berbaju putih dari Samana Gotama yang tinggal di Rajagaha, Siswa-Siswa Samana Gotama menyukai Ketenangan, mereka dilatih dalam Ketenangan, mereka memuji Ketenangan. Alangkah baiknya jika Ia melihat betapa tenang kelompok kita, Ia akan merasa cocok dan akan mengikuti kita." Setelah ia berkata demikian, para pertapa itu diam.
Sandhana berjalan mendekati pertapa pengembara nigrodha dan ketika mereka bertemu Ia memberi salam kepada pertapa pengembara nigrodha lalu duduk di sampingnya. Setelah duduk Sandhana berkata kepada pertapa pengembara nigrodha:"Cara bicara dalam pertemuan dan pandangan para pertapa yang mulia berbeda dengan apa yang dilakukan dan dianut oleh Sang Bhagava. Mereka bercakap-cakap dengan ribut dan berteriak-teriak, mereka membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi pertapa seperti cerita tentang:raja-raja, politik, tentara, kepanikan, peperangan, minuman dan makanan, pakaian, tempat tidur, perhiasan, wangi-wangian, keluarga, kereta, desa, kampung, kota, negara, wanita, pahlawan, gosip pinggir jalan dan di tempat ambil air, hantu, iseng, spekulasi tentang dunia dan laut, serta tentang existensi dan non-existensi. Tetapi Sang Bhagava menyenangi Ketenangan dan tinggal di hutan dimana suara atau bunyi-bunyian tidak terdengar dan dimana angin dari padang rumput berhembus serta bebas dari keramaian orang-orang yang merupakan tempat yang sesuai untuk mengembangkan batin bagi setiap orang."
Setelah Sandhana bicara, nigrodha menjawab:"Hai orang yang berumah tangga, perhatikanlah, kau tahu dengan siapa Samana Gotama bercakap-cakap? Dengan siapakah Ia berbincang-bincang? Berhubung dengan siapakah maka Ia mencapai Kebijaksanaan Yang Cemerlang? Kebijaksanaan Samana Gotama melemah karena kebiasaannya menyendiri. Ia tidak menguasai materi yang di bicarakan dalam pertemuan. Ia tidak siap bercakap-cakap. Ia hanya sibuk dengan hal-hal sepele. Bagai seekor sapi bermata satu yang berjalan melingkar-lingkar mengikuti tepian jalan saja, seperti itulah Samana Gotama, Sandhana, sesungguhnya bila Samana Gotama datang ke kelompok kami ini, dengan sebuah pertanyaan saja kami dapat mengalahkan-Nya. Ya, kami kira, kami dapat menggulingkan-Nya bagaikan tempa yang kosong."
Pada saat itu dengan Telinga Sempurna (Dibba Sota) yang melampaui kemampuan manusia biasa Sang Bhagava mendengar percakapan antara Sandhana dan pertapa pengembara nigrodha. Beliau turun dari puncak Gijjhakuta pergi ke Moranivago yang terletak di tepi sungai Sumagadha, di tempat yang terbuka ini, Beliau berjalan ke sana ke mari. Pertapa pengembara nigrodha melihat Sang Bhagava yang sedang berjalan-jalan itu dan memerintahkan para pengikutnya dengan berkata:"Saudara-saudara, diam dan jangan bersuara. Samana Gotama sedang berjalan-jalan di Moranivago di tepi sungai Sumagadha. Pertapa itu menyukai Ketenangan, Mereka memuji Ketenangan. Alangkah baiknya jika Ia melihat kelompok kita yang tenang, Ia akan merasa cocok dan menjadi anggota kita. Jika Samana Gotama datang ke sini, kita dapat menanyakan pertanyaan berikut ini:' Bhante, Ajaran Dhamma apakah yang Sang Bhagava ajarkan kepada Para Siswa Beliau sehingga Para Siswa yang telah belajar itu mendapat Kesenangan, dan menyatakan Kemauan Yang Kuat Sekali untuk melaksanakan Kehidupan Suci Yang Tertinggi (Adibrahmacariya).' "
Setelah ia mengatakan hal itu, para pertapa diam.
Kemudian Sang Bhagava mendatangi pertapa pengembara nigrodha yang lalu segera berkata kepada Beliau:"Selamat datang Sang Bhagava, Sang Bhagava silakan ke mari, lama sekali bagi Sang Bhagava untuk mendapatkan kesempatan ke sini. Bhante, silakan duduk di Tempat duduk yang telah tersedia dan pertapa pengembara nigrodha duduk disebuah tempat yang lebih rendah di samping Beliau. Setelah pertapa pengembara nigrodha duduk, Sang Bhagava berkata kepadanya:"Nigrodha, apakah yang anda sekalian bicarakan dengan duduk bersama-sama di sini yang telah terhenti karena Saya ke sini?"
Pertapa pengembara nigrodha menjawab pertanyaan Sang Bhagava dengan berkata:"Bhante, baru saja kami melihat Sang Bhagava berjalan-jalan di Moranivago di tepi sungai Sumagadha. Setelah melihat Sang Bhagava, kami berkata:'Jika Samana Gotama datang ke sini, kami akan bertanya kepada-Nya, 'Bhante, Ajaran Dhamma apakah yang Sang Bhagava ajarkan kepada Siswa Beliau sehingga Para Siswa yang telah belajar itu mendapat Kesenangan dan menyatakan bahwa Mereka memiliki Kemauan Yang Kuat Sekali untuk melaksanakan Kehidupan Suci Yang Tertinggi (Adibrahmacariya)?' "
"Nigrodha, sulit sekali bagi seseorang yang berpandangan lain, memiliki kepercayaan lain, memiliki keyakinan lain, dan yang tanpa memiliki Ajaran dan Cara Saya mengajar Para Siswa-Ku sehingga Para Siswa yang telah belajar itu mendapat Kesenangan dan menyatakan bahwa Mereka memiliki Kemauan Yang Kuat Sekali untuk melaksanakan Kehidupan Suci Yang Tertinggi (Adibrahmacariya). Nigrodha, sebaiknya Kita membicarakan ajaranmu yang berkenaan dengan pelaksanaannya dalam kehidupan, yaitu:'Apa yang dicapai dan apa yang tidak dicapai dalam melaksanakan pertapaan dengan menyiksa diri."
Setelah Sang Bhagava berkata demikian, para pertapa pengembara dengan nyaring berseru:"Bhante, hebat sekali ! Bhante, menakjubkan sekali Kemampuan dan Kehebatan Samana Gotama yang memiliki Ajaran Sendiri dan mengajak membicarakan ajaran orang lain !"
Pertapa pengembara nigrodha menyuruh para pertapa itu diam, dan ia berkata kepada Sang Bhagava:"Bhante, kami melaksanakan pertapaan menyiksa diri dan kami berpendapat bahwa cara ini akan merupakan inti ajaran serta kami patuh pada ajaran ini. Apakah yang di capai dan apakah yang tidak di capai dengan pertapaan menyiksa diri ini?"
"Nigrodha, misalnya ada seorang pertapa telanjang yang memiliki kebiasaan yang tak teratur, menjilati tangannya, ia tidak belajar atau tinggal bersama seorang guru, ia tidak menerima sesuatu yang langsung di berikan kepadanya, ia tidak menerima makanan yang di masak dalam belanga, makanan yang di hasilkan dari bahan yang di tumbuk dengan menggunakan lesung dan alu atau makanan yang di buat dari tepung yang di giling. Ia tidak menerima makanan dari tempat makanan yang di pakai bersama oleh dua orang. Ia tidak menerima makanan dari wanita hamil, dari ibu yang masih menyusui anak, atau dari wanita yang masih di liputi oleh nafsu berahi. Ia tidak menerima makanan yang di kumpulkan pada musim panas. Ia tidak menerima makanan di tempat ada anjing dan lalat berkerumun. Ia tidak menerima ikan atau daging. Ia tidak menerima atau minum minuman keras, alkohol, atau minuman yang di buat dari biji-bijian. Ia menerima makanan dari satu keluarga saja atau ia hanya makan sesuap nasi; Ia menerima makanan dari dua keluarga atau hanya makan dua suap nasi; Ia menerima makanan dari tujuh keluarga atau hanya makan tujuh suap nasi. Ia mempertahankan hidupnya hanya dengan menerima dana makanan satu, dua atau tujuh kali. Ia makan sekali sehari, makan sekali dua hari, atau makan sekali seminggu. Demikianlah caranya ia terikat dengan peraturan makan pada waktu tertentu sampai pada hanya makan sekali dalam tiap minggu. Ia makan sayur-sayuran, nasi kasar, biji-bijian berminyak, rumput, tahi sapi, buah-buahan, akar-akaran di hutan atau buah yang jatuh. Ia mengenakan pakaian dari kain yang kasar, kain halus bercampur dengan kain kasar, kain yang diambil dari sisa pembakaran mayat, potongan-potongan kain sisa, pakaian yang di buat dari kulit pohon tirita; atau ia mengenakan kulit kijang, kulit berbelang, pakaian yang di buat dari rumput kusa
, kulit pohon atau potongan-potongan kain kecil. Ia mengenakan pakaian yang di buat dari rambut manusia, rambut kuda atau pakaian yang di buat dari bulu burung hantu. Ia adalah orang yang mencabuti janggut dan rambutnya. Ia melaksanakan cara berdiri tegak dan jongkok yang lama, ia terikat dengan melaksanakan cara berdiri dan jongkok. Ia tidur diatas dipan berduri, dipan di beri paku atau duri. Ia tidur di dipan papan, di atas tanah, atau ia tidur hanya pada satu sisi. Ia adalah orang yang menutupi dirinya dengan debu atau lumpur. Ia tinggal di alam terbuka. Ia duduk di mana saja. Ia makan kotoran dan ia terikat pada cara makan kotoran. Ia tidak minum air dingin dan ia terikat pada cara tidak minum air dingin. Ia hanya tidur pada masa ke tiga (pukul 02.00 - 06.00). Bagaimana pendapatmu tentang hal ini, nigrodha? Jika hal-hal ini benar, apakah pertapaan menyiksa diri dilaksanakan atau tidak?"
"Bhante, sesungguhnya bila hal-hal ini benar, maka pertapaan menyiksa diri telah dilaksanakan dan bukan sebaliknya."
"Nigrodha, Saya tegaskan bahwa pertapaan menyiksa diri yang dilaksanakan seperti itu ada beberapa kesalahan."
"Bhante, dengan cara apa Saudara menegaskan bahwa hal itu ada kesalahan?"
"Nigrodha, ketika seorang pertapa melaksanakan pertapaan, dan setelah ia melaksanakannya, ia merasa puas, karena tujuannya terpenuhi. Hal ini merupakan suatu kesalahan dalam pertapaan. Nigrodha, demikian pula ketika seorang pertapa melaksanakan pertapaan dan setelah melaksanakannya ia memuji dirinya sendiri serta memandang rendah pertapa lain. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan. Nigrodha, begitu pula ketika seorang pertapa melaksanakan pertapaan, ia mendapat hadiah-hadiah, perhatian dan kemasyuran. Karena itu, ia merasa puas karena tujuannya tercapai. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan. Juga, setelah ia mendapat hadiah-hadiah, perhatian dan kemasyuran, ia memuji dirinya sendiri dan memandang rendah pertapa lain. Ini pun merupakan kesalahan dalam pertapaan.