NAMO BHAGAVATE REVATA BUDDHAYA
"Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang ajaran mereka didasarkan pada pandangan bahwa 'sesudah mati 'atta' tidak memiliki kesadaran', pandangan ini berpendapat bahwa sesudah mati 'atta' tidak memiliki kesadaran, ajaran ini terbagi dalam delapan pandangan.
Mereka menyatakan bahwa 'setelah mati 'atta' tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran' dan
1. berbentuk (rupi)
2. tidak berbentuk (arupi)
3. berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
4. bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n'eva rupiu narupi)
5. terbatas (antava)
6. tidak terbatas (anantava)
7. terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)
8. bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n'vantava nanantava)
"Para bhikkhu, inilah para pertapa dan brahmana yang mengajarkan bahwa 'sesudah mati 'atta' tidak memiliki kesadaran', yang terbagi dalam delapan pandangan.
Para bhikkhu, demikianlah para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat dan mempertahankan ajaran mereka dengan delapan pandangan atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut, selain pandangan-pandangan tersebut tidak ada lagi pandangan lain".
"Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka itu, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakikat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu. Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata".
"Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang ajaran mereka didasarkan pada pandangan bahwa 'sesudah mati 'atta' bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa kesadaran.
Ajaran ini terbagi dalam delapan pandangan.
'Apakah asal mula dan dasar sehingga mereka berpandangan demikian?"
Mereka menyatakan bahwa 'setelah mati 'atta' tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki kesadaran dan
1. berbentuk (rupi)
2. tidak berbentuk (arupi)
3. berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
4. bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n'eva rupi narupi)
5. terbatas (antava)
6. tidak terbatas (anantava)
7. terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)
8. bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n'evantava nanantava)
"Para bhikkhu, inilah para pertapa dan brahmana yang mengajarkan bahwa 'sesudah mati' 'atta' bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa kesadaran', yang terbagi dalam delapan pandangan".
"Para bhikkhu, demikianlah para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat dan mempertahankan ajaran mereka dengan delapan pandangan ini, atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut, selain pandangan-pandangan tersebut tidak lagi pandangan lain".
"Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka itu, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakikat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan.
Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata. Berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata".
"Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang mengajarkan paham 'ucchedavada (musnah total).' Mereka menyatakan bahwa 'setelah meninggal dunia 'makhluk' itu musnah dan lenyap'. Ajaran ini diuraikan dalam tujuh pandangan. Apakah dasar dan asal mula sehingga mereka berpandangan demikian?"
"Para bhikkhu, pertama, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpendapat dan berpandangan seperti berikut : "Saudara, karena 'atta' ini mempunyai rupa (tubuh jasmani) yang terdiri dari 'catummahabhutarupa (empat zat)', dan merupakan keturunan dari ayah dan ibu; bila meninggal dunia, tubuh menjadi hancur, musnah dan lenyap, dan tidak ada lagi kehidupan berikutnya. Dengan demikian 'atta' itu lenyap. Demikianlah pandangan yang menyatakan bahwa ketika makhluk meninggal, ia musnah dan lenyap".
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, 'atta' yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi 'atta itu tidak musnah, sekaligus, karena ada 'atta' lain lagi yang luhur, berbentuk, termasuk 'kamavacaro (alat kesenangan inderia)', 'kavalinkaraharabhakkho (hidup dengan makanan material)', yang kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui atau telah melihatnya. Setelah 'atta' tersebut tidak ada lagi, dengan demikian 'atta' musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal dunia makhluk itu binasa, musnah dan lenyap".
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara 'atta' yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi 'atta' itu tidak musnah sekaligus, karena ada 'atta' lain lagi yang luhur, berbentuk, dibentuk oleh pikiran (manomaya), semua bagiannya sempurna, inderianya pun lengkap. 'Atta' seperti itu kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya tidak mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal, 'atta' ini musnah dan lenyap. Setelah itu 'atta' tersebut tiada lagi, dengan demikian 'atta' musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap".
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, 'atta' yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi atta tidak musnah sekaligus. Karena ada 'atta' lain lagi yang melampaui 'rupesanna (pengertian adanya bentuk)' yang telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak memperhatikan penyerapan-penyerapan lain (nanattasanna), menyadari ruang tanpa batas, mencapai 'akasanancayatana (alam ruang tanpa batas)'. 'Atta' ini kamu tidak ketahui atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal dunia 'atta' ini musnah dan lenyap. Setelah itu, 'atta' tersebut tidak ada lagi, dengan demikian 'atta' musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa musnah dan lenyap".
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, 'atta' yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi 'atta' tidak musnah sekaligus. Karena ada 'atta' lain lagi yang melampaui alam Aksanancayatana, menyadari kesadaran tanpa batas, mencapai alam 'vinnanancayatana (Kesadaran tanpa batas)'. Atta ini kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal, atta ini musnah dan lenyap. Setelah itu, 'atta' tersebut tidak ada lagi dengan demikian 'atta' musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, 'atta' yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi atta tidak musnah sekaligus. Karena ada atta lain yang melampaui alam Viññanañcayatana, menyadari kekosongan, mencapai 'akincannayatana (alam kekosongan)' Atta ini kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal, atta ini musnah dan lenyap. Setelah itu, 'atta' tersebut tidak ada lagi, dengan demikian 'atta' musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, atta yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi atta tidak musnah sekaligus. Karena ada atta lain yang melampaui alam Akiñcaññayatana, mencapai alam 'N'evasanna nasannayatana (bukan penyerapan atau pun bukan tidak penyerapan)'. Atta ini kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal, atta ini musnah dan lenyap. Setelah itu, atta tersebut tidak ada lagi, dengan demikian atta musnah sama sekali". Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.
"Para bhikkhu, inilah para pertapa dan brahmana yang berpaham 'Ucchedavada (musnah total)', yang memiliki tujuh pandangan dengan berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk binasa, musnah dan lenyap sama sekali.
Para bhikkhu, demikianlah para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat dan menyatakan ajaran mereka dalam tujuh pandangan ini atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut, selain pandangan-pandangan tersebut tidak ada lagi.
"Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut, pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakekat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa manisnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan.
Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata. Berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata".
"Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang memiliki atau menganut ajaran yang menyatakan bahwa 'ditthadhammanibbanavada (Kebahagiaan Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini)' , yang menyatakannya dalam lima pandangan bahwa kebahagiaan mutlak Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini. Apakah asal mula dan dasar sehingga mereka berpandangan demikian?
"Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan seperti berikut : "Bilamana 'atta' diliputi oleh kenikmatan, kepuasan lima inderia, maka atta telah mencapai Nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Demikianlah pendapat yang mereka nyatakan mengenai makhluk hidup yang dapat mencapai kebahagiaan mutlak - Nibbana dalam kehidupan sekarang ini".
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, atta seperti yang kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi bukan karena telah diliputi oleh kenikmatan kepuasan lima inderia berarti atta telah mencapai Nibbana. Mengapa demikian? Karena kepuasan inderia itu tidak kekal, itu masih diliputi penderitaan sebab bersifat berubah-ubah maka dukacita, sedih, kesakitan, derita dan kebosanan muncul. Tetapi bilamana atta bebas dari 'kesenangan inderia maupun hal-hal buruk (akusala dhamma)', mencapai dan tetap berada dalam Jhana Pertama (keadaan dimana pikiran terpusat pada waktu meditasi), keadaan yang menggiurkan, 'savittaka savicara (disertai perhatian, dan penyelidikan)', maka dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak Nibbana dalam kehidupan sekarang ini". Demikianlah mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak - Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.
"Orang lain berkata kepadanya : "Saudara 'atta' seperti yang kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi bukan dengan keadaan begitu berarti telah mencapai kebahagiaan mutlak Nibbana. Mengapa demikian? Karena selama kita masih diliputi oleh proses berpikir atau perhatian dan menyelidik, berarti itu masih kasar. Tetapi bilamana 'atta' terbebas dari perhatian dan menyelidik, mencapai dan berada dalam Jhana II, keadaan pikiran terpusat dan seimbang, penuh kegiuran dan bahagia (cetaso ekodi-bhava, vupasamo, piti, sukha). Maka dengan ini 'atta' mencapai kebahagiaan mutlak Nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Demikianlah mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini.
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara, 'atta' seperti yang kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi bukan dengan keadaan begitu berarti telah mencapai kebahagiaan mutlak. Nibbana. Mengapa demikian? Karena selama kita masih diliputi oleh kegiuran dan kenikmatan, itu berarti masih kasar. Tetapi bilamana 'atta' terbebas dari keinginan dan kegiuran; pikiran terpusat, seimbang, penuh perhatian, berpengertian jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan yang dikatakan oleh para ariya sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan pengertian jelas, mencapai dan berada dalam Jhana III. Maka dengan ini 'atta' mencapai kebahagiaan mutlak Nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Demikianlah mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini".
Orang lain berkata kepadanya : "Saudara atta seperti yang kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi bukan dengan keadaan begitu berarti telah mencapai kebahagiaan mutlak Nibbana. Mengapa demikian? Karena selama kita masih diliputi rasa kebahagiaan, itu berarti masih kasar. Tetapi bilamana 'atta' terbebas dari rasa kebahagiaan dan derita (sukhassa ca pahana dukkhassa ca pahana) setelah lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa domanassa) mencapai dan berada dalam Jhana IV disertai pikiran terpusat dan seimbang, tanpa adanya kebahagiaan atau pun penderitaan (adukkha asukham). Maka dengan ini 'atta' mencapai kebahagiaan ini. Demikianlah mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini".
Para bhikkhu, inilah para pertapa dan brahmana yang terpaham ajaran Ditta dhamma nibbana vada yang menyatakan ajaran mereka dalam lima pandangan, bahwa 'kebahagiaan mutlak Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini' oleh semua makhluk.
Demikianlah, para bhikkhu, para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat dan menyatakan ajaran mereka dalam tujuh pandangan ini, atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut, selain pandangan-pandangan tersebut, tidak ada lagi pandangan lain.
"Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya.
Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakekat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau pun tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata. Berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata".
"Para bhikkhu, inilah para pertapa dan brahmana yang ajaran mereka berkenaan dengan 'aparantakappika (masa akan datang)', berspekulasi mengenai masa yang akan datang. Mereka menyatakan bermacam-macam ajaran mengenai 'Keadaan masa yang akan datang' dalam empatpuluh empat pandangan.
Demikianlah para bhikkhu, para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat serta menyatakan pandangan mereka dalam empatpuluh empat pandangan tersebut atau menggunakan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut. Dan berpendapat bahwa selain pandangan mereka tidak ada lagi pandangan lainnya.
"Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya.
Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakekat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa manisnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau pun tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu. Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata".