Demikianlah yang kudengar.
Suatu ketika, Sang Bhagava sedang menetap di Gijjhakuta, sesaat setelah Devadatta meninggalkan Sangha. Sekitar dua ribu enam ratus tahun kemudian di tempat lain, ada 3 brahmana yang mahir dalam pengaturan menu, mengenal bahan, bumbu, cara pengolahan, penyajian makanan yang dianggap sebagai murni, tidak sepakat mengenai pandangan bodhicitta. Brahmana Godhā berpendapat bahwa makanan bukan daging yang disajikan sesuai aturannya, lepas dari kekotoran bahan lain, membuat bodhicitta berkembang, hanya ini yang benar dan lainnya keliru. Brahmana Karaḷa menganggap pikiran terarah pada makanan murni yang membuat bodhicitta berkembang, hanya ini yang benar dan lainnya keliru. Sementara Brahmana Usabha berpendapat bahwa selain pikiran pada makanan murni, memakan makanan murnilah yang membuat bodhicitta berkembang, hanya ini yang benar dan lainnya keliru. Karena mereka tidak dapat mencapai kesepakatan, seorang dari mereka mengajukan, "terdengar kabar baik mengenai Bhikkhu Accha yang dikenal sebagai Bodhisatta warna Coklat-Kopi1 ... baiklah kita menanyakan kepada beliau perihal masalah ini." Mereka setuju dan pergi mendatanginya.
Setelah mendatangi beliau, bertukar salam, mereka duduk di satu sisi. Brahmana Godhā berkata, "Yang Mulia, bodhicitta dikembangkan dari makanan yang murni dalam bahan, bukan dari makhluk hidup ataupun bangkainya, tidak menggunakan peralatan masak tercemar2, tidak menggunakan bumbu tak murni3, adalah syarat dari pengembangan bodhicitta. Bagaimana pendapat Yang Mulia tentang hal ini?"
Accha menjawab, "Brahmana, dalam pengambilan bahan-bahan murni itu, apakah dapat dipastikan tidak ada makhluk-makhluk yang hidup di tumbuhan, ataukah yang hidup di bawah tanah tumbuhan tersebut, yang celaka akibat tercabutnya tumbuhan atau biji-bijian tersebut, atau apakah tidak ada pengusiran dengan kekerasan pada hama-hama ketika menjelang panen?
"Tidak dapat dipastikan, Yang Mulia."
"Bukankah dengan begitu, bahannya sendiri menjadi tidak murni?"
"Benar, Yang Mulia."
"Namun ada, Brahmana Godhā, mereka yang memakan bahan secara murni, tidak tercampur dalam hal tidak murni lainnya. Mereka adalah ulat-ulat seperti ulat bulu, ulat keket, dan ulat sutra. Dan aku belum melihat atau mendengar satupun ulat menjadi Buddha kendatipun makanannya demikian murni."
Mendengar hal tersebut, maka Brahmana Karaḷa berkata, "Yang Mulia, sesungguhnya adalah pikiran yang mengarah pada makanan murni yang membangkitkan dan memelihara bodhicitta."
"Brahmana, di tempat-tempat makan yang murni dan lezat seperti Chang zou, Triradna, Maitreiawyra, atau Atjeen, terdapat makanan bukan daging yang diolah dan dibentuk seperti daging, terasa seperti daging. Orang-orang datang ke sana memakannya dan merasakan rasa daging, pikirannya mengenal rasa daging, menjadi senang dan terikat pada citarasa tersebut. Walaupun memakan makanan murni, namun pikiran makan daging muncul di sana. Bukankah hal tersebut adalah sia-sia dalam membangkitkan bodhicitta?"
"Benar, Yang Mulia."
"Seandainya seseorang kemudian membuka tempat makan dan mengolah makanan dari hewan yang dibantai, kemudian diolah dan dibentuk seperti makanan murni, terasa seperti makanan bukan daging. Kemudian orang-orang datang ke sana memakannya dan merasakan rasa bukan daging, pikirannya mengenal bukan-rasa-daging, menjadi senang dan terikat pada citarasa tersebut. Walaupun memakan makanan daging, namun pikiran makanan murni muncul di sana. Apakah kemudian bodhicitta berkembang di sana?"
"Tidak, Yang Mulia."
"Berarti bukanlah pikiran makanan murni yang menentukan, namun makanannya, seperti diutarakan Brahmana Godhā."
"Kalau begitu, ada bodhicitta berkembang di sana, Yang Mulia."
"Dengan demikian, apapun yang dimakan tidak berarti apa-apa dan dengan sendirinya praktik menghindari makan daging menjadi tidak bermakna, bukan?"
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Usabha berkata, "pandanganku, Yang Mulia, adalah makanan yang murni dan pikiran terarah pada makanan murni yang mengembangkan dan memelihara bodhicitta. Makan makanan murni namun pikirannya tidak terarah pada makanan murni adalah tidak bermanfaat; sementara pikiran terarah pada makanan murni, namun makanannya tidak murni, adalah juga tidak bermanfaat bagi pembangkitan dan pengembangan bodhicitta."
"Brahmana, seandainya terdapat dua orang brahmana senior, yang satu memiliki pikiran terarah pada makanan murni dan memakan makanan murni sepenuhnya, namun ia sombong, penuh kebencian dan permusuhan, berkata bohong dan fitnah; sementara satunya lagi tidak melekat pada citarasa makanan, tidak memilih-milih menu dan memakan makanan murni dan tidak murni, namun memiliki cinta-kasih, tanpa permusuhan, rendah hati, juga jujur. Manakah yang menurutmu menginspirasi bangkitnya bodhicitta?"
"Tentu saja yang penuh cinta-kasih dan tanpa permusuhan."
"Demikianlah diet seseorang memang tidak ada hubungannya dengan bodhicitta, namun pikiran, ucapan, dan perbuatan tanpa keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin adalah membangkitkan bodhicitta."
"Tetapi daging adalah hasil langsung4 dari makhluk hidup dan berarti menyetujui pembunuhan?"
"Seandainya, Brahmana, seorang pencari kayu pergi ke hutan dan menemukan bangkai binatang yang telah dimangsa dan ia ambil tulang kakinya. Sekembalinya ia ke kota, ia menjual tulang itu ke pembuat suling dan kemudian dibuatkan suling tulang. Lalu seorang pemusik membeli suling tersebut dan memainkan musik. Apakah bisa dibilang bermain musik demikian adalah menyetujui pembunuhan atau pemangsaan hewan?"
"Memang tidak, Yang Mulia. Namun kemudian apakah berarti semua makanan sama saja dan boleh dimakan?"
"Makanan sebagai objek, semua sama. Namun bukan hanya makanan, objek apapun yang ketika diniati untuk diberikan kepada kita, menyebabkan kejahatan apakah pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penipuan, kebohongan, dan perilaku buruk lainnya terjadi, tidak sepantasnya diterima, karena penerimaan kita menjadi bagian dari terjadinya kejahatan tersebut.
Sebaliknya, objek apapun yang ketika diniati untuk diberikan kepada kita, tidak menyebabkan kejahatan atau perilaku buruk lainnya, tidak bermasalah untuk diterima, sebab penerimaan atau penolakan kita tidak menjadi bagian dari terjadinya satu kejahatan.
Maka jika kau mengetahui atau menduga bahwa penerimaan atau penggunaan satu objek menimbulkan kejahatan, janganlah menerima atau menggunakannya. Bodhicitta timbul dari meninggalkan, menjauhi kejahatan dan mengembangkan, menganjurkan kebaikan, bukan dari pemilihan menu makanan."
[...]
---
1RGB 111, 78, 55.
2Tidak bekas digunakan dalam pengolahan masakan yang tidak murni.
3Bawang putih, bawang bombay, bawang merah, lokio, adas besar (asafetida).
4Pembunuhan langsung di sini maksudnya berbeda dengan pembunuhan tidak langsung atau tidak sengaja, yang terjadi ketika memanen sayuran.