//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada  (Read 2190 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline abhassara

  • Teman
  • **
  • Posts: 93
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« on: 28 January 2018, 07:46:37 PM »
Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
Oleh: Venerable Suvanno

Hari dan malam berlalu
Hidup berlalu dengan cepat
Kehidupan makhluk hidup lenyap
Bagaikan air yang mengalir dalam sungai kecil.
                                             - Sang Buddha, Samyutta Nikaya


Pertama, beberapa kata tentang apa yang bisa dilakukan sebelum kematian. Jika seseorang sakit parah dan telah menjelang ajal, adalah baik sekali bila kita mengundang satu atau beberapa bhikkhu untuk memberikan khotbah Dhamma, membaca paritta Buddhis, dan mengucapkan Tisarana dan Panca Sila. Umat Buddha yang mempunyai keyakinan akan merasakan kebahagiaan dan kenyamanan ketika melihat bhikkhu.

            Umat  Buddha harus mencoba mempertahankan pikiran tenang dan sadar selama mendekati kematian. Dia harus merenungkan perbuatan baik yang telah dilakukannya dan menimbulkan keyakinan bahwa perbuatan baik ini dapat memberikan kelahiran kembali yang baik dan membantunya dalam kehidupan berikut. Dia harus menerima kematian sebagai sesuatu hal yang wajar dan tidak dapat dihindarkan, merenungkan bahwa kita semua datang sesuai perbuatan (kamma) kita dan pergi sesuai dengan perbuatan (kamma) kita. Dengan kerelaan melepas semuanya dan menerima kematian, dia akan meninggal dengan tenang dan memperoleh harapan kelahiran kembali yang baik di alam surga atau jika dia dilahirkan kembali ke dunia, dia akan lahir pada orang tua yang baik dan menjadi manusia yang cerdas.

            Mengingat kebenaran bahwa kita adalah pemilik perbuatan (kamma) kita sendiri, penting sekali agar ketika kita masih hidup, kita melakukan perbuatan baik dan bermanfaat sehingga kita akan memiliki jaminan kelahiran kembali yang bahagia setelah meninggal. Tentu saja, tujuan akhir semua umat Buddha adalah mencapai Nibbana, yang merupakan akhir dari kelahiran kembali. Tetapi sebelum kita membuang kekotoran batin, yaitu ketamakan, kebencian, dan kebodohan, kita masih akan tetap berada dalam samsara, siklus kelahiran dan kematian.

            Bagaimanapun juga dapat dimengerti bahwa akan ada duka dan kesedihan pada saat kematian. Namun, akan lebih baik bagi anggota keluarga untuk mempertahankan diri dari tangisan dan ratapan sebelum seseorang meninggal. Karena tangisan dan emosi hanya akan membuat sedih orang yang akan meninggal sehingga membuatnya lebih sulit untuk berpisah. Kita harus membiarkan seseorang pergi dengan damai, dengan memahami bahwa ketika waktu seseorang telah tiba, maka dia harus pergi. Kemelekatan dan cinta yang terlalu berlebihan hanya akan menimbulkan lebih banyak penderitaan. Sesungguhnya, anggota keluarga bisa meyakinkan orang yang akan meninggal bahwa dia tidak perlu khawatir tentang mereka, dia harus menjaga pikirannya tetap tenang dan damai, dan tidak mengapa bagi dia untuk pergi jika saatnya telah tiba. Dengan cara ini, orang yang akan meninggal juga akan merasa ringan dan meninggal dengan damai.

===

           Ketika seseorang telah mati, tubuh jasmani seharusnya dibersihkan dan dikenakan pakaian yang sederhana saja. Permata dan perhiasan, asli ataupun imitasi, tidak seharusnya dipakaikan. Karena yang meninggal telah dilahirkan dan tidak dapat membawa apa pun bersamanya.

           Mengenai peti mati, tidak perlu yang mahal. Boleh dengan harga menengah, atau jika miskin, peti mati yang murah juga boleh. Seorang umat Buddha yang mengerti Dhamma tidak akan mau anggota keluarganya menanggung biaya yang tidak perlu. Malah dia akan lebih memilih untuk berdana dengan uang yang dihemat dari pemakaman sederhana.

           Foto almarhum boleh diletakkan di depan peti mati. Bunga-bunga dan karangan bunga juga boleh diletakkan di sekeliling peti mati. Susunan kata-kata Dhamma, seperti kata-kata terakhir dari Sang Buddha: “Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal. Berusahalah dengan tekun untuk pembebasan dari penderitaan”, boleh dipasang sebagai suatu pengetahuan dan inspirasi, jadi kita dapat merenungkannya dan berusaha menjalani hidup dengan penuh manfaat.

            Ada banyak tradisi dan pantangan yang saat ini dijumpai dalam upacara pemakaman Chinese. Bagaimanapun, umat Buddha Chinese yang ingin mempertahankan kemurnian tata cara pemakaman dalam agama Buddha tradisi Theravada, harus menghilangkan praktek-praktek ini. Tanpa mengurangi rasa hormat atau pun dengan maksud menghina mereka yang ingin mengikuti upacara dan ritual pemakaman tradisi Chinese, nasihat berikut hanya untuk mereka yang ingin melaksanakan upacara pemakaman sesuai dengan agama Buddha tradisi Theravada:
Umat Buddha Theravada tidak perlu membakar kertas sembahyang,
tidak perlu meletakkan sebaskom air dan handuk di bawah peti mati (karena almarhum tidak mungkin menggunakannya);
tidak perlu meletakkan semangkuk nasi dengan sumpit di depan peti mati (karena almarhum tidak bisa makan lagi);
tidak perlu membakar dupa atau lilin di depan peti mati;
tidak perlu menggantung kelambu di atas peti mati;
tidak perlu memasang lampu-lampu dekorasi di sekeliling peti mati;
tidak perlu membagikan benang merah kepada mereka yang hadir;
pintu boleh ditutup pada malam hari bila pengunjung sudah pulang, sehingga anggota keluarga boleh istirahat;
setelah upacara pemakaman, tidak perlu mengadakan upacara pembersihan rumah untuk menghalau nasib buruk karena ini hanya berupa praktek takhyul;
tidak perlu membasuh muka dengan air “suci” karena Sang Buddha telah mengajari kita untuk selalu percaya pada diri sendiri, yaitu dalam praktek Dhamma, praktek dana (kemurahan hati), sila (kesusilaan), dan bhavana (meditasi). Sang Buddha mengajarkan bahwa tempat perlindungan kita yang sebenarnya terletak pada kamma (perbuatan) baik kita, yaitu dengan berbuat baik, menjaga sila, dan meditasi.
Oleh karena itu, jika kita telah mengikuti Ajaran Buddha sesuai dengan Jalan Mulia Beruas Delapan, kita telah memiliki perlindungan yang paling baik dan benar, dan kita tidak perlu lagi mengambil jalan takhyul dan praktek non-Buddhis.

            Kita yakin dengan kesederhanaan dan tingkah laku yang bijaksana, mengingat almarhum telah dilahirkan kembali, dan jika dia adalah seorang Buddhis Theravada yang memahami Ajaran Buddha, dia tentu juga akan menginginkan dibuangnya prosedur yang tidak bermanfaat
.

            Jadi, tidak perlu membakar rumah kertas, mobil kertas, uang “neraka”, ataupun perlengkapan kertas sembahyang lainnya serta pengadaan berbagai upacara dan ritual, karena semua ini menimbulkan sejumlah biaya yang sangat besar tetapi sama sekali tidak bermanfaat karena almarhum tidak memperoleh keuntungan dari semua ritual ini. Menurut agama Buddha tradisi Theravada, tidaklah mungkin apa yang dibakar di alam ini dapat terwujud di alam lain. Apa yang terbakar akan terbakar. Dan juga tidaklah mungkin bahwa kesadaran seseorang dapat dituntun dari neraka atau dari suatu tempat ke surga. Kelahiran kembali terjadi secara spontan setelah kematian, dan jenis kelahiran kembali akan tergantung pada kamma atau perbuatan yang telah dilakukan orang tersebut semasa hidupnya yang dulu. Jadi, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kita perlu menjalani kehidupan secara baik, karena ketika kita meninggal maka kita tidak dapat berharap untuk “diselamatkan” oleh upacara, ritual, dan lain-lainnya.

           Uang yang dihemat dari pelaksanaan upacara dan ritual yang tidak bermanfaat dapat digunakan untuk ber-dana, penyediaan keperluan bhikkhu dan vihara, dan sumbangan kepada lembaga amal untuk mengenang almarhum. Keluarga almarhum juga boleh meminta sahabat dan anggota keluarga lainnya menyumbang untuk lembaga amal sebagai pengganti karangan bunga. Kebaikan ini dapat dilimpahkan kepada almarhum dan semua makhluk.

           Anggota keluarga tidak diharuskan memakai pakaian khusus berwarna hitam atau pakaian kemalangan yang kasar (boon tar), tetapi boleh memakai pakaian biasa, putih, abu-abu, atau warna sederhana seadanya, untuk mencerminkan suasana duka. Dalam agama Buddha, kita diajari untuk menerima fakta adanya kematian, dan untuk tidak bersedih dan meratap. Sang Buddha berkata bahwa tangis dan air mata tidak akan menghidupkan yang mati melainkan hanya mengakibatkan hidup ini lebih menderita.

            Tentunya hal ini bukan berarti kita harus menyembunyikan atau menyangkal kesedihan kita. Kita, sampai saat ini, masihlah bukan Buddha ataupun Arahat yang tidak merasakan kesedihan lagi. Jadi, apa yang dapat kita lakukan adalah dengan menyadari dan mengetahui perasaan sedih yang timbul pada diri kita. Kita boleh mengeluarkan air mata. Kita boleh berduka. Tetapi dengan kesadaran dan pemikiran bijaksana, kita tidak akan diliputi kesedihan yang berlebihan. Kita dapat bertahan dengan rela dan tenang. Dan kita dapat merenungkan bahwa Sang Buddha mengajarkan kita tentang ketidakkekalan diri atau tidak adanya keakuan. Bahkan pada akhirnya kita pun bukan milik kita. Kita terbentuk oleh ketidaktahuan dan keinginan yang menciptakan kamma (perbuatan) yang menuntun kita pada kelahiran kembali.

            Umat Buddha yang mengerti Dhamma akan mencontoh Ajaran Buddha dan merenungkan Empat Kebenaran Mulia, selanjutnya akan diwujudkan dengan melaksanakan Jalan Mulia Beruas Delapan untuk mengakhiri kelahiran dan penderitaan. Dia akan mewujudkannya dengan melatih kemurahan hati, menjaga lima sila (Panca Sila), dan melatih kesadaran serta meditasi untuk memusnahkan kekotoran batin.

===

           Anggota keluarga juga tidak perlu membelakangi peti mati ketika jenazah almarhum diletakkan ke dalam, atau ketika peti mati akan diangkut dari rumah ke mobil jenazah pada hari pemakaman. Tidak ada akibat apa pun bagi umat Buddha Theravada yang mengamati peristiwa ini, malah akan lebih tidak menghormati dan melukai almarhum seandainya dia dapat mengamati apa yang sedang terjadi (yakni anggota keluarganya membelakangi almarhum). Sebaliknya, anggota keluarga boleh berdiri, mengamati dalam keheningan penuh penghormatan, sewaktu peti mati diangkut keluar dari rumah. Mereka dapat merenungkan ketidakkekalan kondisi manusia bahwa kita semua pasti meninggal suatu hari nanti dan betapa pentingnya bagi kita untuk berbuat baik dan hidup dengan penuh manfaat selagi kita masih hidup. Tentu saja, mereka juga dapat memancarkan pengharapan kepada almarhum, “Semoga almarhum berbahagia dalam kelahirannya yang baru.”

           Praktek lain yang salah menurut Theravada adalah persembahan makanan, seperti ayam, bebek, babi panggang, dan sayuran di depan almarhum, terutama pada saat penghormatan terakhir yang biasanya diadakan secara tradisi Chinese. Persembahan yang demikian tidaklah perlu karena almarhum telah dilahirkan kembali dan tidak dapat memakan makanan tersebut lagi.

           Penggunaan grup musik untuk memainkan musik khidmat selama proses pemakaman bukanlah merupakan keharusan. Akan sama baiknya bila seseorang menginginkan upacara diadakan dalam keheningan.

         Penguburan atau kremasi merupakan pilihan, meskipun kremasi akan lebih praktis, lebih murah, dan lebih disukai. Apa yang tertinggal dari tubuh setelah kematian hanyalah kerangka, sedangkan almarhum telah mengalami kelahiran yang baru. Dan pertanyaan yang muncul sekarang adalah berapa lama jenazah boleh disimpan? Kremasi atau penguburan dapat dilakukan dengan segera, pada keesokan harinya, atau bahkan pada hari yang sama. Akan tetapi, mungkin ada keluarga yang ingin menyimpan jenazah untuk beberapa hari karena berbagai alasan, seperti untuk menunggu kepulangan anggota keluarga yang jauh, atau untuk memberi kesempatan bagi sanak saudara dan sahabat untuk memberikan penghormatan terakhir. Jadi, keputusan untuk segera dikuburkan atau dikremasi, atau disimpan selama beberapa hari, tergantung pada keputusan keluarga atau permintaan almarhum jika dia ada menyatakan keinginannya sebelum meninggal.

            Sebelum dikremasi, apa yang seharusnya dilakukan terhadap abunya? Umat keturunan Chinese mempunyai kebiasaan meletakkan abu di dalam kendi di tempat penyimpanan abu jenazah (columbarium). Umat Buddha Theravada di Myanmar biasanya membiarkan abunya di krematorium untuk dibuang oleh pekerja, walapuna ada beberapa anggota keluarga yang memilih mengumpulkan abunya dan membuangnya di laut atau sungai.
Bagi umat Buddha Theravada di Malaysia, biasanya:
1.   Abu diletakkan di tempat penyimpanan abu jenazah;
2.   Membiarkan abu tersebut dibuang pekerja krematorium; atau
3.   Membuang abu tersebut ke laut atau sungai.
Semuanya merupakan pilihan. Jika seseorang memilih meletakkan abu tersebut di tempat penyimpanan abu jenazah dengan tujuan untuk mengenang, tidaklah perlu mempersembahkan atau menyelenggarakan berbagai upacara atau ritual atas kendi yang berisi abu tersebut. Hal ini karena almarhum telah dilahirkan kembali dan apa yang tertinggal hanyalah abu. Daripada menyelenggarakan upacara yang tidak bermanfaat, lebih baik ber-dana ke vihara dan melimpahkan jasa kebajikan kepada almarhum.

           Membiarkan abu di krematorium atau menaburnya di laut atau sungai juga boleh. Karena, seperti yang telah dikatakan, apa yang tertinggal hanyalah sisa jenazah, hanya unsur tanah, air, angin, dan api. Seseorang itu bukanlah tulang atau abu.

           Kesadarannya telah terpisah dan dilahirkan dalam bentuk baru. Maka itu, abunya boleh dibuang, tanpa adanya sikap tidak hormat. Sang Buddha mengajarkan kebijaksanaan dan ketidakmelekatan. Apa yang seharusnya kita lakukan adalah memperlakukan sesama dengan cinta kasih ketika kita masih hidup, dan setelah orang yang kita kasihi meninggal, kita tetap menjalankan hidup dengan penuh manfaat sehingga almarhum, seandainya dia bisa mengetahuinya, akan bangga kepada kita, bangga dengan kita yang hidup dengan baik sesuai dengan Ajaran Buddha.

===

Jika jenazah disimpan selama beberapa hari sebelum penguburan atau kremasi, kita boleh mengundang bhikkhu (satu atau lebih) untuk memberikan khotbah Dhamma, membaca paritta atau sutta, dan menganugerahi tuntunan Tisarana dan Panca Sila. Para sahabat yang beragama Buddha boleh melayat dan membaca paritta juga. Mereka juga boleh duduk bermeditasi bersama atau mengadakan diskusi Dhamma. Pembacaan sutta tertentu dari kitab suci juga boleh dilakukan. Kita bisa memilih kutipan yang tepat dan bermanfaat dari kitab suci untuk upacara ini. [Syair bahasa Pali untuk dibaca dan direnungkan ada pada Lampiran (i) dan (ii) dari buklet ini]. Anggota keluarga dan sahabat juga boleh mengucapkan beberapa patah kata, mengenang perbuatan baik dan sifat baik dari almarhum. Jadi, seperti yang terlihat, segalanya tergantung pada keluarga almarhum apakah mereka mau mengadakan pertemuan dan pelayanan yang bermanfaat dan bermakna. Kita boleh kreatif dan melakukan hal yang baru dalam melaksanakan pelayanan tersebut untuk menghormati almarhum.

            Pada hari pemakaman atau pengkremasian, bhikkhu boleh diundang untuk membacakan paritta dan menganugerahi tuntunan Panca Sila, setelah itu mereka juga boleh memimpin atau mengikuti mobil jenazah dengan mobil yang lain ke tempat pemakaman atau krematorium. Biasanya, ada kebiasaan mempersembahkan jubah kepada bhikkhu sebagai suatu bentuk kebajikan. Anggota keluarga boleh mempersembahkan jubah kepada bhikkhu, baik di rumah sebelum berangkat ke krematorium ataupun ketika tiba di krematorium. Jubah boleh diletakkan di atas peti mati agar bhikkhu mengambilnya sebagai jubah pamsukula (jubah yang telah dibuang) atau dapat dipersembahkan langsung kepada bhikkhu. Tidak ada aturan yang baku untuk prosedur di atas. Kita boleh menyesuaikan dan mengubahnya sesuai keperluan. Setelah persembahan jubah, bhikkhu akan memimpin anggota keluarga melaksanakan pelimpahan jasa kepada almarhum dan semua makhluk. Pada tempat pemakaman atau krematorium, bhikkhu akan membacakan paritta singkat sebelum peti mati diturunkan ke dalam tanah atau dimasukkan ke dalam tungku pembakaran.

            Biasanya, pembacaan paritta diakhiri dengan syair berikut:
Anicca vata sankhara
Uppadava yadhammino
Uppajjitva nirujjhanti
Tesam vupasamo sukho
Ketidakkekalan adalah hakekat dari segala sesuatu yang berkondisi.
Secara alami timbul dan lenyap.
Setelah timbul, akan hancur dan lenyap.
Penaklukan dan penghentian keadaan tersebut adalah kebahagiaan sejati.
[Jika tidak ada bhikkhu, anggota keluarga, sanak saudara, atau sahabat dekat boleh membacakan syair ini di krematorium. Sutta lain yang berhubungan, seperti Paticca Samuppada (lihat hlm. 55) atau Salla Sutta (Anak Panah; lihat hlm. 67) juga boleh dibacakan]

            Penaklukan dan penghentian di sini menunjukkan pencapaian kearahatan, tingkat kesucian tertinggi dalam agama Buddha. Seorang arahat, yang telah terbebas dari kemelekatan, tidak akan dilahirkan kembali. Jika ada kelahiran maka akan ada kematian. Jika tidak ada kelahiran, tidak akan ada kematian. Penghentian kelahiran berarti penghentian penderitaan. Inilah kebahagiaan sejati.

===
Bersambung ...
Buddhisme awal = theravada, bukan sekte ekayana/buddhayana. Baca Mahavamsa dan Dipavamsa. Jangan biarkan sejarah terkubur. jangan biarkan fiksi buddhis menutup nonfiksi. tdk ada yg perlu disembunyikan. sadhu 3x
KBTI (keluarga Buddhayana Tsu chi indonesia). STI (Sangha Theravada Indonesia) #SaveSTI

Offline abhassara

  • Teman
  • **
  • Posts: 93
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #1 on: 28 January 2018, 07:46:54 PM »
PELIMPAHAN JASA

Pelimpahan jasa merupakan tradisi Buddhis. Setelah melakukan perbuatan baik, seperti mempersembahkan jubah dan makanan kepada bhikkhu, melaksanakan sila, berdana, dan sebagainya, umat Buddha melimpahkan jasa-jasa tersebut kepada almarhum dan semua makhluk, mengharapkan semua makhluk mencapai pencerahan, sehingga mereka terbebas dari samsara, sehingga mereka bisa mencapai Nibbana, akhir dari kelahiran kembali dan penderitaan. Pelimpahan jasa merupakan kebiasaan yang baik karena akan membangkitkan hati yang mulia dan tidak egois, dengan berharap jasa kebajikan kita akan – jika mungkin – memberikan kontribusi bagi pencerahan semua makhluk.

            Apakah jasa kebajikan yang kita perbuat benar-benar dapat dibagi atau dipindahkan kepada orang lain? Apakah seseorang yang telah meninggal dapat menerima jasa kebajikan kita? Berdasarkan Tirokudda Sutta, khotbah yang diberikan Sang Buddha, kebajikan bisa dibagi kepada hantu kelaparan. Jika seseorang dilahirkan di alam setan (hantu) kelaparan, dia mungkin masih berada di sekitar kita. Dengan demikian, bila dia masih di sekitar kita dan dia berbahagia atas perbuatan baik yang telah dilakukan atas namanya, maka pikirannya yang bahagia inilah yang menjadi perbuatan berpahala baginya. Dan bagi hantu kelaparan yang tidak memiliki cara lain untuk berbuat baik, pikiran yang bahagia ini merupakan pahala yang sangat berarti yang dapat mengurangi penderitaanya di alam setan, dan mudah-mudahan dapat mempercepat kelahirannya kembali ke alam yang lebih bahagia. Jadi, dari sini kita bisa melihat bahwa suatu individu perlu mengetahui pelimpahan jasa yang telah dilakukan untuk dirinya agar ia dapat merasa bahagia dan “berbagi” jasa kebajikan yang telah diperbuat. Dengan demikian, jika seseorang terlahir menjadi binatang atau manusia, ia akan berada di dalam rahim induknya dan tidak mampu mengetahui jasa kebajikan yang dilakukan oleh anggota keluarga dari kehidupan lampaunya. Begitu pula jika seseorang terlahir di neraka, karena makhluk di alam neraka, menurut agama Buddha tradisi Theravada, tidak dapat menyadari apa yang sedang terjadi di alam manusia. Para dewa di alam surga juga pada umumnya tidak akan menyadarinya. Mungkin para dewa terlalu asyik dengan kesenangan di alam mereka sehaingga tidak memperhatikan apa yang kita perbuat di sini. Selain itu, ada perbedaan dalam hal jangkauan waktu. Menurut kitab suci, satu hari di salah satu alam dewa sama dengan 50 puluh tahun di alam manusia.

            Oleh karena itu, kita menganggap bahwa umumnya hanya hantu kelaparan yang akan menyadari kebajikan yang dilakukan atas nama mereka. Selain hantu, kita bisa mengatakan bahwa mungkin ada dewa rendah atau makhluk halus tertentu yang juga mengetahuinya karena dikatakan bahwa makhluk seperti mereka tinggal di batu-batu besar dan pepohonan.

            Tentu saja, kita tidak menginginkan orang yang kita kasihi terlahir di alam setan kelaparan hanya demi menerima jasa kebajikan kita! Kita tidak ingin mereka memerlukan pelimpahan jasa semacam ini. Sebaliknya, kita menginginkan mereka terlahir di alam bahagia seperti menjadi manusia atau dewa, makhluk surga. Tetapi seandainya kelahiran kembali sebagai hantu kelaparan yang menyedihkan itu terjadi pada orang yang kita kasihi, maka pelimpahan jasa akan bermanfaat bagi mereka jika mereka hadir atau mengetahui pelimpahan jasa yang kita lakukan atau pun pikirkan. Selain kepada almarhum, kita juga bisa melimpahkan jasa kebajikan kepada semua keluarga kita yang telah meninggal pada kehidupan ini dan kehidupan lampau. Jadi, selain almarhum yang baru meninggal, sanak saudara yang lain yang telah meninggal dan barangkali terlahir menjadi hantu kelaparan juga mendapatkan kebahagiaan dan manfaat.

            Dari pembahasan di atas,  kita dapat mengetahui betapa pentingnya kita hidup dengan baik melatih kemurahan hati, menjaga sila, dan bermeditasi; karena kelahiran kita yang akan datang tergantung pada perbuatan kita di kehidupan sekarang.

            Pada akhirnya, kebajikan yang kita lakukan tetap milik kita. “Melimpahkan” kepada almarhum dan semua makhluk tidak berarti kebajikan kita menjadi separuh atau berkurang. Kita tetap mendapatkan hak kita. Sebaliknya, perbuatan pelimpahan ini merupakan perbuatan bermanfaat. Jadi, pelimpahan jasa kebajikan untuk pencerahan semua makhluk merupakan tradisi yang baik yang membangkitkan kemuliaan dan ketidakegoisan dalam diri kita.

            Bhikkhu Theravada tidak meminta bayaran untuk pelayanan mereka. Ini hanya merupakan bagian dari pelayanan mereka kepada masyarakat, atau sebagai bentuk dukungan moral kepada keluarga almarhum. Jadi bhikkhu tidak mengharapkan bayaran sama sekali. Akan tetapi, biasanya etnis Chinese memberikan amplop merah (angpao) sebagai ungkapan terima kasih. Untuk persembahan seperti ini, seorang bhikkhu boleh menerima dana tersebut dan menggunakannya dalam batas-batas yang diperkenankan, seperti untuk memenuhi kebutuhannya, atau untuk kepentingan Dhamma, misalnya mencetak buku-buku Dhamma untuk dibagikan secara gratis.

            Etnis Chinese mempunyai kebiasaan untuk mengadakan ritual tertentu dan berdoa pada hari ke-7, hari ke-49, dan hari ke-100 setelah kematian serta pada hari peringatan kematian almarhum setiap tahunnya. Umat Buddha Theravada sebetulnya tidak perlu mengikuti ritual yang tidak sesuai dengan Dhamma. Sebaliknya, apa yang bisa dilakukan oleh keluarga adalah, jika mereka menghendaki, mempersembahkan makanan dan kebutuhan lain kepada bhikkhu di vihara sehingga kebajikan ini dapat dilimpahkan kepada almarhum. Atau mereka dapat melakukan perbuatan baik dan mulia lainnya, seperti memberi makan kepada orang yang kelaparan, mencetak buku Dhamma untuk dibagikan secara gratis, dan lain-lain, untuk mengenang almarhum.

            Masih ada lagi kebiasaan lain yang seharusnya tidak dilakukan oleh umat Buddha Theravada, yaitu mengadakan upacara untuk mencoba berhubungan dengan orang yang telah mati (bahasa Hokkien: khan-bong) melalui perantara untuk memanggil “arwah” almarhum. Praktek semacam ini bertentangan dengan agama Buddha tradisi Theravada. Tidak seorang pun dapat memastikan di mana seseorang terlahir kembali, dan lagi pula, selain alam setan (hantu) dan dewa yang tinggal di bumi, komunikasi dengan makhluk yang terlahir di alam yang lain pada dasarnya tidaklah mungkin.

===

            Kesimpulannya, upacara pemakaman Buddhis Theravada dapat dilaksanakan secara sederhana, dengan menghilangkan pengeluaran yang tidak perlu, serta upacara dan ritual yang tidak bermanfaat. Semuanya tergantung pada keluarga yang bersangkutan untuk mengadakan upacara pemakaman yang bermanfaat, daripada membiarkan ahli pengurus pemakaman yang memerintah mereka. Ingatlah bahwa kita boleh kreatif dan melakukan hal yang baru dengan penekanan pada makna dan pemahaman.

            Dan sumbangan dapat diberikan kepada vihara dan lembaga amal untuk mengenang dan menghormati almarhum. Dan kebajikan ini dapat dilimpahkan kepada almarhum dan semua makhluk.

            Semoga semua makhluk mendapat pencerahan dan mencapai Nibbana, akhir dari kelahiran kembali dan penderitaan.

===

Berjuang Sekarang Juga!


Sekarang ini engkau bagaikan daun mengering layu.
Para utusan raja kematian telah menantimu.
Engkau telah berdiri di ambang pintu keberangkatan.
Namun tidak kau miliki bekal untuk perjalanan nanti.


Buatlah pulau bagi dirimu sendiri.
Berjuanglah sekarang juga dan jadikan dirimu bijaksana.
Setelah membersihkan noda-noda dan bebas dari nafsu keinginan,
maka kelahiran dan kematian tidak akan datang lagi padamu.
Buddhisme awal = theravada, bukan sekte ekayana/buddhayana. Baca Mahavamsa dan Dipavamsa. Jangan biarkan sejarah terkubur. jangan biarkan fiksi buddhis menutup nonfiksi. tdk ada yg perlu disembunyikan. sadhu 3x
KBTI (keluarga Buddhayana Tsu chi indonesia). STI (Sangha Theravada Indonesia) #SaveSTI

Offline abhassara

  • Teman
  • **
  • Posts: 93
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #2 on: 29 January 2018, 09:29:13 AM »
 _/\_
Buddhisme awal = theravada, bukan sekte ekayana/buddhayana. Baca Mahavamsa dan Dipavamsa. Jangan biarkan sejarah terkubur. jangan biarkan fiksi buddhis menutup nonfiksi. tdk ada yg perlu disembunyikan. sadhu 3x
KBTI (keluarga Buddhayana Tsu chi indonesia). STI (Sangha Theravada Indonesia) #SaveSTI

Offline abhassara

  • Teman
  • **
  • Posts: 93
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #3 on: 29 January 2018, 03:08:30 PM »
mari-mari yang bingung sama theravada, baca thread ini, batin kalian akan terbuka. Mari share banyak-banyak, ini akan menjadi berkah besar untuk kalian. juga untuk anak-anak yang masih muda. sadhu sadhu sadhu
Buddhisme awal = theravada, bukan sekte ekayana/buddhayana. Baca Mahavamsa dan Dipavamsa. Jangan biarkan sejarah terkubur. jangan biarkan fiksi buddhis menutup nonfiksi. tdk ada yg perlu disembunyikan. sadhu 3x
KBTI (keluarga Buddhayana Tsu chi indonesia). STI (Sangha Theravada Indonesia) #SaveSTI

Offline siapa

  • Teman
  • **
  • Posts: 69
  • Reputasi: -2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #4 on: 29 January 2018, 03:17:03 PM »
Yang anda shares mengandung kebenaran tetapi tidak bijaksana.

Inti dari aliran Theravada adalah keaslian dan otentik / originalitas dari ajaran awal.

Masing2x aliran memiliki kelebihan dan kekurangannya.

mohon jangan fokus di kekurangan aliran lain tetapi lebih berfokus di kelebihan aliran sendiri.

Offline abhassara

  • Teman
  • **
  • Posts: 93
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #5 on: 30 January 2018, 01:33:12 PM »
 _/\_
Buddhisme awal = theravada, bukan sekte ekayana/buddhayana. Baca Mahavamsa dan Dipavamsa. Jangan biarkan sejarah terkubur. jangan biarkan fiksi buddhis menutup nonfiksi. tdk ada yg perlu disembunyikan. sadhu 3x
KBTI (keluarga Buddhayana Tsu chi indonesia). STI (Sangha Theravada Indonesia) #SaveSTI

Offline abhassara

  • Teman
  • **
  • Posts: 93
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pelaksanaan Pemakaman Tionghoa secara Buddhis Theravada
« Reply #6 on: 02 February 2018, 11:25:34 AM »
ayo share guys, 100k+ shares = dapat kamma baik/share
Buddhisme awal = theravada, bukan sekte ekayana/buddhayana. Baca Mahavamsa dan Dipavamsa. Jangan biarkan sejarah terkubur. jangan biarkan fiksi buddhis menutup nonfiksi. tdk ada yg perlu disembunyikan. sadhu 3x
KBTI (keluarga Buddhayana Tsu chi indonesia). STI (Sangha Theravada Indonesia) #SaveSTI

 

anything