//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?  (Read 93111 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Tambahan pertanyaan, apakah tanpa meditasi bisa mencapai NiBBana ? :D

Jelaskan dulu apa itu 'meditasi'.
Kalau yang dimaksud 'meditasi' = konsentrasi, jawabannya TIDAK PERLU, sekalipun orang bisa pula mencapai pembebasan melalui konsentrasi.
Kalau yang dimaksud 'meditasi' = sadar, eling, jawabannya: justru MUTLAK PERLU; itulah "pintu" pembebasan.
apakah yang akan terjadi ketika seseorang dengan sadar berbuat baik/berbuat jahat?

Pada saat sadar, maka tidak ada penilaian perbuatan baik ataupun jahat. Karena pada saat sadar, maka pikiran berhenti menilai.
AKAN TETAPI, bila kemudian ada orang yang berpura-pura sadar,
atau berkeinginan untuk "sadar" kemudian meniadakan penilaian baik-buruk, ini berarti sudah terperosok dalam jurang kesesatan yang sangat dalam.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
Quote
Pada saat sadar, maka tidak ada penilaian perbuatan baik ataupun jahat. Karena pada saat sadar, maka pikiran berhenti menilai.
AKAN TETAPI, bila kemudian ada orang yang berpura-pura sadar,
atau berkeinginan untuk "sadar" kemudian meniadakan penilaian baik-buruk, ini berarti sudah terperosok dalam jurang kesesatan yang sangat dalam.
:o :o

Panahnya tajam bangettt... :o :o semoga tepat sasaran...

Semoga jinaraga menjadi sadar dari statement di atas ^:)^

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Selama orang memeluk erat konsep, maka sebuah saran untuk melepas konsep pun akan diterjemahkan sebagai konsep.
Walaupun sudah diberitahu untuk melihat bulan, tetap saja jarinya yang dianggap bulan.
Tinggal melangkahkan kaki ke seberang, tapi karena pikiran terus bergerak maka merasa perlu berjalan berputar-putar dulu mengarungi seluruh tebing dan jurang.

Karena pencerahan itu terlalu mudah, terlalu sederhana, terlalu dekat, sehingga orang2 tidak percaya bahwa yang diperlukan sebenarnya cuman tinggal BERHENTI.  Pikiran sudah terlalu dikondisikan bahwa pencerahan adalah sesuatu yang "wuihhh". Itulah akibat ortodoksi agama [Buddha]. Sayangnya, kita menyukai fantasi itu.  ;D

Demikian pula sebaliknya.
Karena mungkin 'tidak puas' terhadap ajaran yg umum atau ingin mencari sesuatu yg baru, beberapa orang berpikir 'ajaran tua yg sistematis' (mis: Buddhism dgn segala rumusannya) adalah suatu KONSEP yg melekat (padahal blom tentu loh, tidak bisa digeneralisasi).

Akhirnya mereka mencari sesuatu yg fresh (baru) dan menganggap jalan baru tsb 'terlepas dari konsep'.... Syukur2 bisa terlepaskan, kenyataan yg terjadi, malah banyak yg terjebak dan melekat dengan apa yg mereka anggap 'melepas konsep' tsb.

Jadi semakin membingungkan bukan? Kita akan bingung Jalan mana yg sebenarnya akan "membebaskan"?

Sy pernah menuliskan soal ini dulu. Tidak usah bingung dengan Jalan mana yg akan membebaskan. BAROMETERNYA GAMPANG SAJA:
~ Jika kita sudah mencoba suatu Jalan dan ternyata Jalan tsb  berhasil mengurangi dukkha kita, kita menjadi semakin toleransi, semakin diterima oleh orang2 disekeliling kita, maka Jalan yg kita tempuh itu adalah Jalan yg benar. Namun jika, Jalan yg kita latih, semakin memperkuat dukkha kita, kita menjadi semakin tidak toleran, kita semakin tidak diterima oleh komunitas kita, maka artinya kita telah menempuh Jalan yg salah.

Tidak usah memusingkan Konsep dan Bukan Konsep karena semua itu hanyalah permainan kata-kata, permainan intelektual belaka.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Quote from: willibordus
Demikian pula sebaliknya.
Karena mungkin 'tidak puas' terhadap ajaran yg umum atau ingin mencari sesuatu yg baru, beberapa orang berpikir 'ajaran tua yg sistematis' (mis: Buddhism dgn segala rumusannya) adalah suatu KONSEP yg melekat (padahal blom tentu loh, tidak bisa digeneralisasi).

Akhirnya mereka mencari sesuatu yg fresh (baru) dan menganggap jalan baru tsb 'terlepas dari konsep'.... Syukur2 bisa terlepaskan, kenyataan yg terjadi, malah banyak yg terjebak dan melekat dengan apa yg mereka anggap 'melepas konsep' tsb.

Betul!
Memang perlu hati-hati. Pikiran memang licik.
Oleh karena itu, jangan mengkonsepsikan jari penunjuk bulan.

Quote from: willibordus
~ Jika kita sudah mencoba suatu Jalan dan ternyata Jalan tsb  berhasil mengurangi dukkha kita, kita menjadi semakin toleransi, semakin diterima oleh orang2 disekeliling kita, maka Jalan yg kita tempuh itu adalah Jalan yg benar. Namun jika, Jalan yg kita latih, semakin memperkuat dukkha kita, kita menjadi semakin tidak toleran, kita semakin tidak diterima oleh komunitas kita, maka artinya kita telah menempuh Jalan yg salah.

Setuju. :)
« Last Edit: 26 July 2008, 11:48:03 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Saya punya pendapat yang berbeda dengan Anda. Sejak awal tidak ada tujuan apa pun, oleh karena itu tidak ada jalan. Yang ada hanyalah sadar akan saat sekarang, sadar akan corak kehidupan yang tidak pernah memuaskan (dukkha), tanpa mengharapkan apa pun, oleh karena si aku tidak mungkin melenyapkan dukkha, yang adalah dirinya sendiri. Sadar itu sendiri membawa perubahan radikal; tidak perlu menempuh jalan apa pun, yang hanya merupakan impian si aku. Masalahnya adalah banyak orang yang tidak mau sadar, karena asyik melekat pada si aku dan milikku dan agamaku, yang dianggapnya membahagiakan dan kekal. Di samping itu, ada pula orang yang sudah mulai sadar akan dukkha karena dia belajar agama Buddha sedikit, tapi tidak sadar bahwa dukkha bersumber pada si aku, sehingga si aku mencari jalan untuk keluar dari dukkha, si aku ingin mencapai kebahagiaan abadi, mencapai nibbana, yang adalah mustahil, karena pada dasarnya si aku itu sendiri adalah dukkha. Tanpa mengenali si aku, Jalan Mulia Berunsur Delapan di dalam agama Buddha hanyalah narkoba yang membuat umat Buddha puas diri, dan tidak benar-benar sadar. Itu bukan ajaran Sang Buddha.

Ya Pak Hud pendapat kita memang berbeda, mungkin dari sudut pandang yang berbeda. Dalam penjelasan Pak Hud sendiri di atas, sangat jelas bagi saya bahwa adanya tujuan dan “Sang Jalan”. Ketika Pak Hud mengatakan “Masalahnya adalah banyak orang yang tidak mau sadar, karena asyik melekat pada si aku dan milikku dan agamaku”, maka tujuannya tidak lain adalah menjadi sadar, dan jalannya adalah cara dari tidak sadar menjadi sadar (termasuk cara “tanpa niat” “tanpa viriya” “tanpa mencatat”). Melekat pada si aku dan milikku dan agamaku, inilah mereka yang masih berada dalam jalan dan terlalu asyik melihat jalan itu, mereka belum melangkah lebih jauh atau keluar dari ujung jalan.. Ini dari yang saya pahami apa adanya Pak Hud (ini bukan berarti saya telah Yathabhutam Nyanadassanam loh Pak Hud).

"Tujuannya adalah sadar"? ... hehehe, 'sadar' jangan dijadikan "tujuan", seperti 'nibbana' adalah tujuan Anda. ... Kalau 'sadar' dijadikan "tujuan", maka Anda tidak akan pernah sadar. ... 'Sadar' itu harus ada SEKARANG, pada SAAT KINI, biarpun hanya sebentar, hanya sementara. ... Dan apa yang 'ada sekarang' tidak bisa dibilang "tujuan". :)

Quote
Mengenai Jalan Mulia Berunsur Delapan. Seperti kita ketahui bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan berada dalam naungan Empat Kebenaran Arya. Dan seperti yang pernah Pak Hud sampaikan bahwa dalam Dhammacakkapavatana Sutta, Sang Buddha melihat apa adanya, Yathabhutam Nyanadassanam, tentang Empat Kebenaran Arya. Dengan demikian Empat Kebenaran Arya adalah terlihat dari/dalam pemikiran yang murni, jelas, tanpa bias. Point ke-4 Empat Kebenaran Arya adalah Jalan menuju Akhir Dukkha yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan demikian secara otomatis Jalan Mulia Berunsur Delapan terlihat dalam Yathabhutam Nyanadassanam. Jadi jika dalam pemahaman Yathabhutam Nyanadassanam menyatakan/terlihat adanya jalan maka ada jalan.

Apa yang Anda katakan itu adalah AJARAN agama Buddha. Jangan dicampuradukkan dengan KEBENARAN. Kebenaran--yang bukan milik Buddha, bukan milik siapa pun--ada di balik 4KM/JMB-8 itu. -- Ketika Sang Buddha mencapai pencerahan, ia melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam), yaitu KEBENARAN, lalu mengajarkan SESUATU yang kemudian berkembang menjadi agama Buddha dan dikenal sebagai AJARAN 4KM/JMB-8. Tetapi 4KM/JMB-8 itu bukanlah Kebenaran itu. Kebenaran bukanlah rumusannya; karena Kebenaran itu satu dan rumusan kebenaran itu banyak. The word is not the thing. -- Saya pribadi tidak lagi menganut 4KM/JMB-8 sebagai rumusan kebenaran. Saya pribadi merasa lebih cocok dengan sabda Sang Buddha: "Para bhikkhu, saya hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha." Titik. Tidak ada JMB-8 di situ. Bagi saya, sabda Sang Buddha itu lebih cocok dengan pengalaman vipassana saya; tidak terlalu banyak kata-kata, pikiran digunakan di situ seperti dalam 4KM/JMB-8. -- Bahkan saya lebih cocok lagi dengan sabda Sang Buddha, "Pafra bhikkhu, seperti samudra mempunyai satu rasa yakni rasa asin, begitu pula Dhamma ini mempunyai satu rasa, yakni rasa pembebasan." Dhamma adalah pembebasan, dan pembebasan adalah sadar. Titik. Tidak bertele-tele dengan kata-kata, rumusan, bahasa.

Quote
Nah, Pak Hud, dari kedua alasan di atas (alinea 1 dan 2) saya sebagai puthujjana yang masih suka kue putu, berpendapat bahwa adanya jalan.  :)

Silakan. Sikap saya sudah jelas dalam thread ini. Kalau sadar itu terjadi pada saat sekarang, tidak ada tujuan di masa depan, dan tidak ada jalan untuk mencapai tujuan itu.

Quote
Pak Hud mengatakan “Tanpa mengenali si aku, Jalan Mulia Berunsur Delapan di dalam agama Buddha hanyalah narkoba….”. Saya sependapat dengan Pak Hud, JIKA kalimat “tanpa mengenal si aku” tidak terlepas dari kalimat “Jalan Mulia Berunsur Delapan di dalam agama Buddha hanyalah narkoba”. Tanpa ketelitian gabungan kalimat Pak Hud ini akan membuat orang tanpa harapan. Di lain sisi, setahu saya dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan sendiri ada cara mengenali si Aku. Pandangan Benar, Pikiran Benar dan Samadhi Benar adalah jalan mengenal si Aku. Oleh karena itu tanpa ketiganya yang merupakan jalan mengenal si aku maka tidak akan ada Jalan Mulia Berunsur Delapan, dimana kelima ruas yang lain akan menjadi norma-norma biasa yang bisa menjadi narkoba. Tapi saya yakin kelima norma/ruas jalan itu meskipun dikatakan narkoba tapi jika penggunaannya benar dan tidak melekat sehingga kecanduan, maka akan memiliki dampak baik. Seperti halnya Narkoba yang dipergunakan untuk kesehatan yaitu mengurangi sakit, dan kelima norma/ruas jalan itu pun dapat mengurangi beban, sakit, dukkha.

Bila Anda benar-benar mengenali aku, tidak ada lagi konsep-konsep "pandangan benar, pikiran benar, samadhi benar" dll itu, Bahkan tidak ada lagi konsep "BENAR" (SAMMA-) dan "TIDAK BENAR" (MICCHA-). Tidak ada lagi 4KM/JMB-8.

Perkara 'narkoba', silakan saja main-main dengan narkoba. Saya tidak.    

Salam,
hudoyo

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Quote
BTW, kutipan Drukpa Kunley itu apa maksudnya yah? Ada yang bisa jelasin?


Artinya :
- Tidak perlu sesuai dengan idealisme 8JM juga bisa mencapai Kebuddhaan.
- "Suci" pun tak perlu didefinisikan atau dikhayalkan ini itu sesuai dengan kemauanku sendiri.
- Demikian pula p*n*s (=ego) bisa membesar ataupun mengecil, tergantung kebutuhan apakah ada 'wanita' (=orang yg perlu dicerahkan) yang sedang birahi (=nafsu berdebat).  ;D
- Apakah perlu menilai ego orang itu besar atau kecil? Itu berarti masih dalam dualisme. Dalam pencerahan, tidak masalah apakah ego besar atau tidak punya ego. Sama saja. Mengatakan bahwa untuk tercerahkan perlu meniadakan ego, itupun masih dualisme (eg: ada tujuan; Pak Hud mengatakan tidak perlu tujuan).
- Drukpa Kunley menjadi santo, karena menyadarkan orang-orang yang melekat pada "kesucian" palsu (yg muncul dari pikiran dualistik).
- Pencerahan itu bukan sekedar memeluk yang baik2 dan melepas yg buruk2, tapi pada intinya adalah melepas kemenduaan (dualisme). Itulah sumber segala konflik. Akar dari LDM adalah pikiran dualistik.


Suchamda,

Thanx buat penjelasannya. Kutipan yang bagus!
 _/\_

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Selama orang memeluk erat konsep, maka sebuah saran untuk melepas konsep pun akan diterjemahkan sebagai konsep.
Walaupun sudah diberitahu untuk melihat bulan, tetap saja jarinya yang dianggap bulan.
Tinggal melangkahkan kaki ke seberang, tapi karena pikiran terus bergerak maka merasa perlu berjalan berputar-putar dulu mengarungi seluruh tebing dan jurang.

Karena pencerahan itu terlalu mudah, terlalu sederhana, terlalu dekat, sehingga orang2 tidak percaya bahwa yang diperlukan sebenarnya cuman tinggal BERHENTI.  Pikiran sudah terlalu dikondisikan bahwa pencerahan adalah sesuatu yang "wuihhh". Itulah akibat ortodoksi agama [Buddha]. Sayangnya, kita menyukai fantasi itu.  ;D

Demikian pula sebaliknya.
Karena mungkin 'tidak puas' terhadap ajaran yg umum atau ingin mencari sesuatu yg baru, beberapa orang berpikir 'ajaran tua yg sistematis' (mis: Buddhism dgn segala rumusannya) adalah suatu KONSEP yg melekat (padahal blom tentu loh, tidak bisa digeneralisasi).

Akhirnya mereka mencari sesuatu yg fresh (baru) dan menganggap jalan baru tsb 'terlepas dari konsep'.... Syukur2 bisa terlepaskan, kenyataan yg terjadi, malah banyak yg terjebak dan melekat dengan apa yg mereka anggap 'melepas konsep' tsb.

Jadi semakin membingungkan bukan? Kita akan bingung Jalan mana yg sebenarnya akan "membebaskan"?

Sy pernah menuliskan soal ini dulu. Tidak usah bingung dengan Jalan mana yg akan membebaskan. BAROMETERNYA GAMPANG SAJA:
~ Jika kita sudah mencoba suatu Jalan dan ternyata Jalan tsb  berhasil mengurangi dukkha kita, kita menjadi semakin toleransi, semakin diterima oleh orang2 disekeliling kita, maka Jalan yg kita tempuh itu adalah Jalan yg benar. Namun jika, Jalan yg kita latih, semakin memperkuat dukkha kita, kita menjadi semakin tidak toleran, kita semakin tidak diterima oleh komunitas kita, maka artinya kita telah menempuh Jalan yg salah.

Tidak usah memusingkan Konsep dan Bukan Konsep karena semua itu hanyalah permainan kata-kata, permainan intelektual belaka.

::

:jempol:  :jempol:  :jempol:

Akur Bro Willibordus.... :jempol:

_/\_ :lotus:

~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
"Upaya seseorang membuat generalisasi bahwa semua orang dapat memahami apa yang ia maksud dengan bahasanya sendiri yang hanya bisa dimengerti oleh dirinya sendiri, maka orang tersebut adalah orang yang sedang merealisasikan ke-aku-annya. Begitu juga sebaliknya." quote ini juga termasuk :))

hehe ... quote dari mana ini ... omong kosong. Di sini saya tidak membuat generalisasi apa pun.
Saya sekadar mengemukakan pengalaman batin saya, tanpa penggeneralisasian seperti diklaim oleh quote di atas. Ada pembaca yang memahaminya, ada yang tidak memahaminya. Yang tidak memahami, ada yang menyanggah, ada pula yang dengan jujur mengatakan tidak memahami. Bukan soal siapa yang benar dan salah.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Ngomong soal NARKOBA, kemelekatan terhadap apapun adalah Narkoba, tidak hanya terhadap JMB-8, kemelekatan terhadap Vipassana juga narkoba, kemelekatan terhadap 'sadari saja' juga narkoba, kemelekatan terhadap 'padamnya aku' juga narkoba...

Kalau semua itu cuma konsep, pasti ada yang melekat.
Kalau semua itu merupakan realisasi, di manakah aku yang melekat?

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Ya, maka saya katakan ini mungkin hanya masalah definisi bahasa saja.
Misalnya bagi orang lain barangkali:
Tujuan = "diam"
Metode= "vipassana" atau "MMD"
Itu tergantung pada masing2 untuk mendefinisikannya.

Tujuan & metode selalu menyiratkan masa depan. Kalau orang berada pada saat kini, tidak ada tujuan & metode.

Quote
Saya tertarik dengan pembahasan Maha Parinibbana Sutta yang menurut saya tidak ada yang janggal. Tetapi setelah dibaca ulang bagian:
Quote
Devoid of true ascetics are the systems of other teachers.
memang cukup meragukan. Sebab jika dilihat dalam Dhammapada, Brahmana-Vagga, Buddha Gotama selalu menyebutkan kualitas Brahmana adalah dari pikiran dan perilakunya, tidak ada sangkut-pautnya pada "sistem" ajarannya.


Kalimat itu adalah bagian tak terpisahkan dari seluruh paragraf yang dipermasalahkan.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Bagi saya, lepaskan semua ajaran Buddha & ajaran apa pun kalau mau bebas.

Pak Hudoyo....
Apa termasuk melepas MMD juga?
Mohon maaf...kalo ada kata2 yang salah... ;D
Anumodana...
_/\_ :lotus:

Betul sekali, Ibu Lily. Lupakan 'MMD' sebagai konsep. Pegang 'sadar'-nya. ... Kalau 'MMD' dilekati juga, maka 'MMD' akan menjadi agama baru, menggantikan agama Buddha. ;D

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Harusnya MMD=meditasi melepas diri :D

Betul, mengenal diri = melepas diri. Diri ini hanya bisa runtuh bila dikenali.

Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
 =P~ =P~
Ada kuis permaenan kata yah  :o :o

Ikutan donk ;D

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
      "Idam kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī patipadā ariyasaccam: ayameva ariyo atthangiko maggo, seyyathidam: sammāditthi sammāsankappo sammāvācā sammākammanto sammā-ājīvo sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi."
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Ngomong soal NARKOBA, kemelekatan terhadap apapun adalah Narkoba, tidak hanya terhadap JMB-8, kemelekatan terhadap Vipassana juga narkoba, kemelekatan terhadap 'sadari saja' juga narkoba, kemelekatan terhadap 'padamnya aku' juga narkoba...

Kalau semua itu cuma konsep, pasti ada yang melekat.
Kalau semua itu merupakan realisasi, di manakah aku yang melekat?

_/\_

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

 

anything