Seperti kita ketahui, kasus lalai ini banyak terjadi dan bahkan ada pasal hukum terkait lalai hingga menyebabkan nyawa orang melayang.
Mengemudi truk ugal-ugalan, menyetir sambil melakukan aktivitas lain, mengendara dalam kondisi mengantuk dan tidak sadar, serta banyak lagi.
Kasus Tugu Tani, tabrakan anak menteri, model menabrak pedagang, Livina Ampera, serta banyak kasus lain rata-rata terjadi (secara hukum disimpulkan) karena faktor kelalaian. Ini di luar sanksi sosial yang diterima (cibiran/cemoohan masyarakat atas kelalaian).
Jadi (saya minta konfirmasi saja), jika yang bersangkutan (pelaku kejahatan) benar-benar tidak punya niat untuk melukai korban, terlepas dari dia lalai atau tidak (sifatnya relatif), berarti dia tidak membuat karma buruk?
Ini kita bicara dari konteks dharma secara teoritis saja. Tentang proses tercipta dan bekerjanya karma serta berbuahnya memang bukan ranah pembahasan kita.
Selain kecelakaan, juga banyak faktor lalai lainnya di berbagai aspek kehidupan kita (mendidik anak, memasak, menjaga kesehatan, aktivitas olah raga, pekerjaan di kantor, dsb). Di atas kita bahas tentang kecelakaan untuk mendapatkan gambaran bagaimana kira-kira pandangan agama Buddha tentang kelalaian ini. Saya kira amat penting diketahui berhubung hal ini erat serta kerap terjadi dalam kehidupan kita.
Salam bahagia selalu. Selamat menjalani hari.