//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: BANJIR NAFSU  (Read 2361 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline LET IT GO N BE..

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 35
  • Reputasi: 3
BANJIR NAFSU
« on: 16 December 2008, 07:58:24 PM »
* Banjir Nafsu*

**

** /oleh: Ven. Ajahn Chah/

        Kamogha... banjir nafsu: (kita) tenggelam di dalam
penglihatan-penglihatan, di dalam suara-suara, di dalam bebauan, di
dalam rasa-rasa kecapan, di dalam sentuhan-sentuhan jasmani. (Kita)
tenggelam karena kita hanya melihat pada yang di luar, kita tidak
melihat ke dalam diri kita. Orang-orang tidak melihat pada diri mereka
sendiri, mereka hanya melihat kepada orang-orang lainnya. Mereka dapat
melihat setiap orang yang lain tetapi mereka tidak dapat melihat diri
mereka sendiri. Sebenarnya hal itu tidaklah sulit dilakukan, hanya saja
orang-orang tidak mencobanya dengan sungguh-sungguh.

        Sebagai contoh misalnya, melihat kepada seorang wanita cantik.
Apa yang terjadi pada diri anda? Begitu anda melihat wajahnya, anda
melihat keseluruhannya pula. Apakah demikian? Cobalah lihat ke dalam
batin. Apakah sebenarnya yang suka melihat seorang wanita itu? Begitu
mata melihat hanya yang sedikit, batin sudah langsung melihat
keseluruhan lainnya. Mengapa ia begitu cepat?

        Itu karena anda tenggelam di dalam air! Anda sedang tenggelam,
anda memikirkannya, mengkhayalkannya, dan melekat kepadanya. Itu mirip
seperti menjadi seorang budak... seseorang lainnya yang menguasai diri
anda. Ketika mereka menyuruhmu duduk, anda harus duduk, ketika mereka
menyuruhmu berjalan, anda harus berjalan... anda tidak dapat membantah
mereka karena anda adalah budak mereka. Diperbudak oleh nafsu-nafsu
adalah juga sama. Tak peduli bagaimana kerasnya anda berusaha, anda
tampaknya tidak dapat melepaskannya. Dan jika anda mengharapkan orang
lain untuk melakukannya untuk anda, anda benar-benar masuk ke dalam
masalah. Anda harus melepaskannya untuk diri anda sendiri.

        Oleh karena itulah Sang Buddha menyerahkan latihan Dhamma, untuk
mengatasi penderitaan, kepada kita. */Nibbana/*Keadaan terbebasnya dari
semua keadaan yang berkondisi., contohnya. Sang Buddha telah tercerahkan
dengan sepenuhnya, tetapi mengapa Beliau tidak menggambarkan nibbana
dengan mendetail? Mengapa Beliau hanya berkata bahwa kita harus berlatih
dan menemukan sendiri hal tersebut bagi kita? Mengapa demikian? Tidak
haruskah Beliau menjelaskan seperti apa nibbana itu?

        "Latihan yang dilakukan oleh Sang Buddha, mengembangkan
kesempurnaan-kesempurnaan selama berkalpa-kalpa demi semua makhluk, lalu
mengapa Beliau tidak menjelaskan /*nibbana*/ agar mereka semua dapat
melihatnya dan menuju ke sana pula?" Sebagian orang berpikir seperti
begini. "Jika Sang Buddha benar-benar mengetahuinya maka Ia akan
mengatakannya kepada kita. Mengapa Ia mesti merahasiakan sesuatu?"

        Sebenarnya pikiran-pikiran semacam itu adalah salah. Kita tidak
dapat melihat Kesunyataan dengan cara itu. Kita harus berlatih, kita
harus mengusahakannya sendiri, untuk dapat melihat. Sang Buddha hanya
menjelaskan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, hanya itu. Beliau
mengatakan bahwa kita sendirilah yang harus berlatih. Siapapun yang mau
berlatih, ia akan mencapai tujuan.

        Tetapi jalan yang Sang Buddha ajarkan itu berlawanan dengan
kebiasaan-kebiasaan kita. Untuk hidup sederhana, untuk mengendalikan
diri... kita sesungguhnya tidak menyukai hal-hal ini, sehingga kita
berkata, "Tunjukkanlah kepada kami jalan, tunjukkanlah kami jalan ke
nibbana, agar orang-orang yang suka gampangnya, seperti kami ini, dapat
pergi ke sana juga". Sama pula halnya dengan kebijaksanaan. Sang Buddha
tidak dapat menunjukkan kebijaksanaan kepadamu, itu bukanlah sesuatu
yang dapat dengan mudah dibawa-bawa. Sang Buddha dapat menunjukkan cara
untuk mengembangkan kebijaksanaan, tetapi apakah anda mengembangkannya
banyak atau sedikit, itu tergantung pada tiap-tiap individu. jasa
kebaikan dan timbunan kebajikan dari orang-orang adalah berbeda-beda.

        Lihat saja pada obyek material, seperti patung-patung singa-kayu
di depan aula ini. Orang-orang datang dan melihat pada patung-patung itu
dan tampaknya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan oleh salah satu
orang, "Oh, betapa cantiknya", sementara yang lain berkata, "Oh betapa
meyeramkan!" ini adalah satu singa, yang dapat dinilai cantik dan buruk.
Contoh ini cukup untuk menjelaskannya.

        Oleh karena itu, perealisasian Dhamma kadang-kadang lambat,
kadang-kadang cepat. Sang Buddha dan para muridNya, semuanya sama dalam
hal berlatih bagi mereka sendiri; tetapi meskipun demikian mereka tetap
bergantung kepada guru-guru mereka untuk menasihati mereka dan memberi
mereka teknik-teknik dalam berlatih.

        Sekarang, bila kita mendengar uraian Dhamma, kita mungkin ingin
mendengarnya sampai semua keraguan kita lenyap, tetapi keragu-raguan
tersebut tidak pernah dapat tuntas lenyap hanya dari mendengar (Dhamma)
saja. Keraguan tidaklah semata-mata dapat diatasi dengan cara mendengar
atau berpikir, tetapi kita pertama-tama harus membersihkan batin kita.
Untuk membersihkan batin berarti memperbaiki latihan kita. Tak peduli
berapa banyak atau berapa lama kita telah mendengar kepada uraian atau
khotbah-khotbah guru kita tentang kebenaran, kita tidak dapat mengetahui
atau melihat kebenaran tersebut hanya dari mendengar. Jika kita
melakukan hal seperti itu, maka itu hanya akan menjadi suatu perkiraan
atau terkaan saja.

        Namun meskipun hanya dari mendengar kepada Dhamma itu saja tidak
menuntun kepada perealisasian, itu tetap bermanfaat. Ada satu kisah pada
masa Sang Buddha, di mana seseorang merealisasi Dhamma bahkan
merealisasi tingkat tertinggi-Arahat, ketika sedang mendengarkan uraian
Dhamma. Tetapi orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang telah
tinggi perkembangan batinnya, batin mereka telah mengerti akan beberapa
penguasaan. Itu sama seperti sebuah bola. Ketika sebuah bola dipompa
dengan udara, ia mengembung. Sekarang udara yang ada di dalam bola
tersebut saling mendesak untuk keluar, tetapi tidak ada lubang baginya
untuk keluar. Begitu ada jarum yang menusuk bola tersebut, udara di
dalam bola tersebut keluar dengan cepat.

        Sama halnya dengan ini. Batin-batin dari murid-murid yang
langsung mencapai pencerahan ketika mendengar kepada Dhamma, adalah sama
seperti demikian. Sejauh tidak ada katalisator yang dapat menyebabkan
reaksi dari 'tekanan' ini di dalam mereka, itu sama seperti sebuah bola.
Batin belum terbebas dikarenakan oleh hal kecil yang menghalangi
kebenaran. Begitu mereka mendengar uraian Dhamma dan ia mengenai titik
yang tepat, maka kebijaksanaan muncul. Mereka dengan seketika mengerti,
dengan seketika dapat melepas, dan merealisasi kebenaran Dhamma.
Demikianlah jalannya. Cukup mudah. Sang Batin meluruskan dirinya
sendiri. Ia berubah, atau berbelok, dari satu pandangan ke pandangan
lainnya. Anda dapat saja mengatakan bahwa itu adalah jauh, atau anda
dapat mengatakan itu sangat dekat.

        Ini adalah sesuatu yang harus kita lakukan bagi diri kita
sendiri. Sang Buddha hanya mampu memberikan teknik-teknik atau cara-cara
bagaimana untuk mengembangkan kebijaksanaan, dan demikian juga dengan
guru-guru zaman sekarang. Mereka memberikan
uraian-uraian/khotbah-khotbah Dhamma, mereka membicarakan tentang
kebenaran, tetapi tetap mereka tidak dapat menjadikan kebenaran tersebut
menjadi milik kita. Mengapa tidak dapat? Karena ada sebuah 'film' yang
mengaburkannya. Anda dapat mengatakan bahwa kita telah tenggelam di
dalam banjir. */Kamogha/*—'banjir' nafsu. /*Bhavogha*/—'banjir' dumadi.

        'Dumadi' /*(bhava)*/ berarti 'alam kelahiran'. Nafsu-nafsu
ragawi lahir pada penglihatan-penglihatan, suara-suara, rasa-rasa
kecapan, bebauan, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran, yang
mengindentifikasi diri dengan hal-hal ini. Batin mencengkeram dengan
cepat dan ia melekat kepada nafsu-nafsu ragawi tersebut.

        Sebagian 'pencari kebenaran' merasa bosan, merasa tak sanggup,
lelah terhadap latihan, dan malas. Anda tidak harus melihat sangat jauh,
cukup lihat pada bagaimana orang-orang tampaknya tidak dapat memelihara
Dhamma di dalam batinnya, dan seandainya mereka dimarahi, mereka akan
mengingatnya sampai bertahun-tahun. Mereka mungkin mendapat marah
(dimarahi) pada awal masa Retret, dan bahkan sesudah selesai masa
retret, mereka masih belum melupakannya. Dalam seluruh hidupnya, mereka
tetap tidak mau melupakannya jika itu tertanam cukup dalam.

        Tetapi bila itu terhadap ajaran Sang Buddha, yang menyuruh kita
untuk hidup sederhana, untuk dapat mengendalikan diri, dan berlatih
dengan bersungguh-sungguh... mengapa orang-orang tidak mengingat hal ini
di dalam hati mereka? Mengapa mereka dengan mudah melupakan hal-hal ini?
Anda tidak perlu melihat jauh-jauh, cukup lihat pada latihan kita di
sini. Sebagai contoh, aturan-aturan yang telah ditetapkan, seperti:
sehabis makan, saat mencuci mangkuk, jangan mengobrol! Bahkan hal ini
tampaknya terlalu sulit untuk dilakukan. Meskipun kita tahu bahwa
mengobrol itu adalah tidak bermanfaat dan dapat menyeret kita kepada
kenafsuan... orang-orang tetap suka bicara. Dalam pembicaraan itu,
sebentar saja mereka sudah mulai tidak setuju dan akhirnya menjadi
berbeda pendapat dan bercekcok. tidak ada yang lebih lagi daripada ini.

        Orang-orang tampaknya belum mau melakukan usaha yang cukup untuk
itu. Mereka mengatakan bahwa mereka ingin melihat Dhamma, tetapi mereka
ingin melihatnya dengan ketentuan/syarat-syarat mereka sendiri, mereka
tidak ingin untuk mengikuti jalannya latihan tersebut. Itulah sejauh ini
yang mereka lakukan. Semua aturan latihan ini adalah alat-alat yang
berguna untuk dapat menembus dan melihat Dhamma, tetapi orang-orang
tidak berlatih sesuai dengan aturan.

      
 
 ^:)^ ^:)^ ^:)^SEMOGA BERMANFAAT, SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA.
------------------------------------------------------------------------

* /Sumber:/*

/Foof for the Heart, Ven. Ajahn Cah, The Sangha, Wat pah Nanachat,
Thailand, 1992, Mutiara Dhamma XI, editor: Lindawati T./

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: BANJIR NAFSU
« Reply #1 on: 17 December 2008, 11:41:38 AM »
terima kasih utk artikel nya ... bagus sekali   :)
sangat mengena

Offline pendekar kuning

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 250
  • Reputasi: 16
  • Gender: Male
Re: BANJIR NAFSU
« Reply #2 on: 17 December 2008, 10:07:02 PM »
bermanfaat banget neh suhu ^:)^

Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: BANJIR NAFSU
« Reply #3 on: 31 March 2009, 01:35:29 PM »
* Banjir Nafsu*

**

** /oleh: Ven. Ajahn Chah/

        Kamogha... banjir nafsu: (kita) tenggelam di dalam
penglihatan-penglihatan, di dalam suara-suara, di dalam bebauan, di
dalam rasa-rasa kecapan, di dalam sentuhan-sentuhan jasmani. (Kita)
tenggelam karena kita hanya melihat pada yang di luar, kita tidak
melihat ke dalam diri kita. Orang-orang tidak melihat pada diri mereka
sendiri, mereka hanya melihat kepada orang-orang lainnya. Mereka dapat
melihat setiap orang yang lain tetapi mereka tidak dapat melihat diri
mereka sendiri. Sebenarnya hal itu tidaklah sulit dilakukan, hanya saja
orang-orang tidak mencobanya dengan sungguh-sungguh.

        Sebagai contoh misalnya, melihat kepada seorang wanita cantik.
Apa yang terjadi pada diri anda? Begitu anda melihat wajahnya, anda
melihat keseluruhannya pula. Apakah demikian? Cobalah lihat ke dalam
batin. Apakah sebenarnya yang suka melihat seorang wanita itu? Begitu
mata melihat hanya yang sedikit, batin sudah langsung melihat
keseluruhan lainnya. Mengapa ia begitu cepat?

        Itu karena anda tenggelam di dalam air! Anda sedang tenggelam,
anda memikirkannya, mengkhayalkannya, dan melekat kepadanya. Itu mirip
seperti menjadi seorang budak... seseorang lainnya yang menguasai diri
anda. Ketika mereka menyuruhmu duduk, anda harus duduk, ketika mereka
menyuruhmu berjalan, anda harus berjalan... anda tidak dapat membantah
mereka karena anda adalah budak mereka. Diperbudak oleh nafsu-nafsu
adalah juga sama. Tak peduli bagaimana kerasnya anda berusaha, anda
tampaknya tidak dapat melepaskannya. Dan jika anda mengharapkan orang
lain untuk melakukannya untuk anda, anda benar-benar masuk ke dalam
masalah. Anda harus melepaskannya untuk diri anda sendiri.

        Oleh karena itulah Sang Buddha menyerahkan latihan Dhamma, untuk
mengatasi penderitaan, kepada kita. */Nibbana/*Keadaan terbebasnya dari
semua keadaan yang berkondisi., contohnya. Sang Buddha telah tercerahkan
dengan sepenuhnya, tetapi mengapa Beliau tidak menggambarkan nibbana
dengan mendetail? Mengapa Beliau hanya berkata bahwa kita harus berlatih
dan menemukan sendiri hal tersebut bagi kita? Mengapa demikian? Tidak
haruskah Beliau menjelaskan seperti apa nibbana itu?

        "Latihan yang dilakukan oleh Sang Buddha, mengembangkan
kesempurnaan-kesempurnaan selama berkalpa-kalpa demi semua makhluk, lalu
mengapa Beliau tidak menjelaskan /*nibbana*/ agar mereka semua dapat
melihatnya dan menuju ke sana pula?" Sebagian orang berpikir seperti
begini. "Jika Sang Buddha benar-benar mengetahuinya maka Ia akan
mengatakannya kepada kita. Mengapa Ia mesti merahasiakan sesuatu?"

        Sebenarnya pikiran-pikiran semacam itu adalah salah. Kita tidak
dapat melihat Kesunyataan dengan cara itu. Kita harus berlatih, kita
harus mengusahakannya sendiri, untuk dapat melihat. Sang Buddha hanya
menjelaskan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, hanya itu. Beliau
mengatakan bahwa kita sendirilah yang harus berlatih. Siapapun yang mau
berlatih, ia akan mencapai tujuan.

        Tetapi jalan yang Sang Buddha ajarkan itu berlawanan dengan
kebiasaan-kebiasaan kita. Untuk hidup sederhana, untuk mengendalikan
diri... kita sesungguhnya tidak menyukai hal-hal ini, sehingga kita
berkata, "Tunjukkanlah kepada kami jalan, tunjukkanlah kami jalan ke
nibbana, agar orang-orang yang suka gampangnya, seperti kami ini, dapat
pergi ke sana juga". Sama pula halnya dengan kebijaksanaan. Sang Buddha
tidak dapat menunjukkan kebijaksanaan kepadamu, itu bukanlah sesuatu
yang dapat dengan mudah dibawa-bawa. Sang Buddha dapat menunjukkan cara
untuk mengembangkan kebijaksanaan, tetapi apakah anda mengembangkannya
banyak atau sedikit, itu tergantung pada tiap-tiap individu. jasa
kebaikan dan timbunan kebajikan dari orang-orang adalah berbeda-beda.

        Lihat saja pada obyek material, seperti patung-patung singa-kayu
di depan aula ini. Orang-orang datang dan melihat pada patung-patung itu
dan tampaknya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan oleh salah satu
orang, "Oh, betapa cantiknya", sementara yang lain berkata, "Oh betapa
meyeramkan!" ini adalah satu singa, yang dapat dinilai cantik dan buruk.
Contoh ini cukup untuk menjelaskannya.

        Oleh karena itu, perealisasian Dhamma kadang-kadang lambat,
kadang-kadang cepat. Sang Buddha dan para muridNya, semuanya sama dalam
hal berlatih bagi mereka sendiri; tetapi meskipun demikian mereka tetap
bergantung kepada guru-guru mereka untuk menasihati mereka dan memberi
mereka teknik-teknik dalam berlatih.

        Sekarang, bila kita mendengar uraian Dhamma, kita mungkin ingin
mendengarnya sampai semua keraguan kita lenyap, tetapi keragu-raguan
tersebut tidak pernah dapat tuntas lenyap hanya dari mendengar (Dhamma)
saja. Keraguan tidaklah semata-mata dapat diatasi dengan cara mendengar
atau berpikir, tetapi kita pertama-tama harus membersihkan batin kita.
Untuk membersihkan batin berarti memperbaiki latihan kita. Tak peduli
berapa banyak atau berapa lama kita telah mendengar kepada uraian atau
khotbah-khotbah guru kita tentang kebenaran, kita tidak dapat mengetahui
atau melihat kebenaran tersebut hanya dari mendengar. Jika kita
melakukan hal seperti itu, maka itu hanya akan menjadi suatu perkiraan
atau terkaan saja.

        Namun meskipun hanya dari mendengar kepada Dhamma itu saja tidak
menuntun kepada perealisasian, itu tetap bermanfaat. Ada satu kisah pada
masa Sang Buddha, di mana seseorang merealisasi Dhamma bahkan
merealisasi tingkat tertinggi-Arahat, ketika sedang mendengarkan uraian
Dhamma. Tetapi orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang telah
tinggi perkembangan batinnya, batin mereka telah mengerti akan beberapa
penguasaan. Itu sama seperti sebuah bola. Ketika sebuah bola dipompa
dengan udara, ia mengembung. Sekarang udara yang ada di dalam bola
tersebut saling mendesak untuk keluar, tetapi tidak ada lubang baginya
untuk keluar. Begitu ada jarum yang menusuk bola tersebut, udara di
dalam bola tersebut keluar dengan cepat.

        Sama halnya dengan ini. Batin-batin dari murid-murid yang
langsung mencapai pencerahan ketika mendengar kepada Dhamma, adalah sama
seperti demikian. Sejauh tidak ada katalisator yang dapat menyebabkan
reaksi dari 'tekanan' ini di dalam mereka, itu sama seperti sebuah bola.
Batin belum terbebas dikarenakan oleh hal kecil yang menghalangi
kebenaran. Begitu mereka mendengar uraian Dhamma dan ia mengenai titik
yang tepat, maka kebijaksanaan muncul. Mereka dengan seketika mengerti,
dengan seketika dapat melepas, dan merealisasi kebenaran Dhamma.
Demikianlah jalannya. Cukup mudah. Sang Batin meluruskan dirinya
sendiri. Ia berubah, atau berbelok, dari satu pandangan ke pandangan
lainnya. Anda dapat saja mengatakan bahwa itu adalah jauh, atau anda
dapat mengatakan itu sangat dekat.

        Ini adalah sesuatu yang harus kita lakukan bagi diri kita
sendiri. Sang Buddha hanya mampu memberikan teknik-teknik atau cara-cara
bagaimana untuk mengembangkan kebijaksanaan, dan demikian juga dengan
guru-guru zaman sekarang. Mereka memberikan
uraian-uraian/khotbah-khotbah Dhamma, mereka membicarakan tentang
kebenaran, tetapi tetap mereka tidak dapat menjadikan kebenaran tersebut
menjadi milik kita. Mengapa tidak dapat? Karena ada sebuah 'film' yang
mengaburkannya. Anda dapat mengatakan bahwa kita telah tenggelam di
dalam banjir. */Kamogha/*—'banjir' nafsu. /*Bhavogha*/—'banjir' dumadi.

        'Dumadi' /*(bhava)*/ berarti 'alam kelahiran'. Nafsu-nafsu
ragawi lahir pada penglihatan-penglihatan, suara-suara, rasa-rasa
kecapan, bebauan, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran, yang
mengindentifikasi diri dengan hal-hal ini. Batin mencengkeram dengan
cepat dan ia melekat kepada nafsu-nafsu ragawi tersebut.

        Sebagian 'pencari kebenaran' merasa bosan, merasa tak sanggup,
lelah terhadap latihan, dan malas. Anda tidak harus melihat sangat jauh,
cukup lihat pada bagaimana orang-orang tampaknya tidak dapat memelihara
Dhamma di dalam batinnya, dan seandainya mereka dimarahi, mereka akan
mengingatnya sampai bertahun-tahun. Mereka mungkin mendapat marah
(dimarahi) pada awal masa Retret, dan bahkan sesudah selesai masa
retret, mereka masih belum melupakannya. Dalam seluruh hidupnya, mereka
tetap tidak mau melupakannya jika itu tertanam cukup dalam.

        Tetapi bila itu terhadap ajaran Sang Buddha, yang menyuruh kita
untuk hidup sederhana, untuk dapat mengendalikan diri, dan berlatih
dengan bersungguh-sungguh... mengapa orang-orang tidak mengingat hal ini
di dalam hati mereka? Mengapa mereka dengan mudah melupakan hal-hal ini?
Anda tidak perlu melihat jauh-jauh, cukup lihat pada latihan kita di
sini. Sebagai contoh, aturan-aturan yang telah ditetapkan, seperti:
sehabis makan, saat mencuci mangkuk, jangan mengobrol! Bahkan hal ini
tampaknya terlalu sulit untuk dilakukan. Meskipun kita tahu bahwa
mengobrol itu adalah tidak bermanfaat dan dapat menyeret kita kepada
kenafsuan... orang-orang tetap suka bicara. Dalam pembicaraan itu,
sebentar saja mereka sudah mulai tidak setuju dan akhirnya menjadi
berbeda pendapat dan bercekcok. tidak ada yang lebih lagi daripada ini.

        Orang-orang tampaknya belum mau melakukan usaha yang cukup untuk
itu. Mereka mengatakan bahwa mereka ingin melihat Dhamma, tetapi mereka
ingin melihatnya dengan ketentuan/syarat-syarat mereka sendiri, mereka
tidak ingin untuk mengikuti jalannya latihan tersebut. Itulah sejauh ini
yang mereka lakukan. Semua aturan latihan ini adalah alat-alat yang
berguna untuk dapat menembus dan melihat Dhamma, tetapi orang-orang
tidak berlatih sesuai dengan aturan.

      
 
 ^:)^ ^:)^ ^:)^SEMOGA BERMANFAAT, SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA.
------------------------------------------------------------------------

* /Sumber:/*

/Foof for the Heart, Ven. Ajahn Cah, The Sangha, Wat pah Nanachat,
Thailand, 1992, Mutiara Dhamma XI, editor: Lindawati T./

sadarkah anda bahwa saat anda membaca dan berusaha menyimak dgn sebaik-baiknya tulisan itu, itu hanya merupakan gambaran dari pengalaman pribadi si penulis !

bukankah hal itu sdh membuktikan bahwa tanpa terjadinya hal buruk itu pd sipenulis beliau tidak pernah akan menjadi spt sekarang ini?

if so, apa pendapat anda sekarang ttg tulisan diatas setelah membaca tulisan/komentar saya ini?

ika.

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: BANJIR NAFSU
« Reply #4 on: 31 March 2009, 01:46:17 PM »
null
Samma Vayama