//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 228291 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Padhàna vematta: perbedaan lamanya mempraktikkan dukkaracariya.
« Reply #180 on: 10 September 2008, 11:29:50 PM »
Tujuh Buddha—Dipankarà, Kondanna, Sumanà, Anomadassi, Sujàta, Siddhattha, dan Kakusandha—mempraktikkan dukkaracariya selama sepuluh bulan.

Empat Buddha—Mangala, Sumedhà, Tissa, dan Sikhi—mempraktikkan dukkaracariya selama delapan bulan.

Buddha Revata mempraktikkan dukkaracariya selama tujuh bulan, Buddha Sobhita mempraktikkan dukkaracariya selama empat bulan.

Tiga Buddha—Paduma, Atthadassi, dan Vipassi—mempraktikkan dukkaracariya selama setengah bulan (lima belas hari).

Empat Buddha—Nàrada, Padumuttara, Dhammadassi, dan Kassapa—mempraktikkan dukkaracariya selama tujuh hari.

Buddha Piyadassi, Phussa, Vessabhu, dan Konàgamana mempraktikkan dukkaracariya selama enam bulan.

Buddha Gotama kita, Raja Tiga Alam, mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun.

Seperti halnya ada alasan-alasan mengapa umur kehidupan para Buddha berbeda-beda satu dengan yang lainnya, demikian pula, ada alasan-alasan mengapa lama waktu dalam mempraktikkan dukkaracariya juga berbeda-beda (khususnya bagi Buddha Gotama). Setelah dilakukan penyelidikan diketahui bahwa ini adalah akibat perbuatannya sendiri.

Penjelasan lebih lanjut: Dalam Pubbakammavilotika Buddhapadana, Avataphala Vagga, Apadana Pàli, Vol. I, Buddha sendiri mengatakan (Sehubungan dengan perbuatan buruknya yang mengakibatkan Ia harus mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun yang panjang), “Avacaham jotipalo sugatam kassapam tada,” dan seterusnya, “Dalam masa Buddha Kassapa, Aku adalah brahmana muda bernama Jotipàla; Aku menghina Buddha dengan mengatakan, ‘Bagaimana mungkin orang gundul ini dapat mencapai Kebuddhaan yang sangat sulit dicapai.’ Karena perkataan salah inilah Aku harus mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun dalam kehidupan-Ku yang terakhir.” :o

Dari pernyataan di atas yang menyebutkan bahwa Buddha harus mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun karena Beliau mencela seorang Buddha, dapat disimpulkan bahwa, Buddha-Buddha yang hanya mempraktikkannya selama tujuh hari pastilah memiliki jasa dan kebajikan yang lebih dari cukup.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan dalam mempraktikkan dukkaracariya ditentukan oleh perbuatan-perbuatan Mereka sendiri.

Walaupun terdapat perbedaan dalam waktu untuk menjalani praktik pertapaan (padhàna-viriya) sebelum tercapainya Kebuddhaan, namun begitu mereka mencapainya, tingkat usaha yang mereka kerahkan (payattaviriya) yang merupakan satu dari enam kemuliaan seorang Buddha adalah sama.

~RAPB I, pp. 402-404~


Bentar lagi mau jadi Buddha.. tp masih bisa menghina Buddha..  :whistle: masa Ia ga ingat lagi dengan kehidupan2 saat menerima ramalan dr Buddha2 seblmnya? Yg Ia menyambut/mengundang Buddha dengan penuh hormat ..   :-?
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Gun@saro

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 111
  • Reputasi: 15
  • Gender: Male
  • Satisampajañña
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #181 on: 11 September 2008, 12:40:58 AM »
Dear snailLcy yang baik...

Bodhisatta adalah makhluk yang menjalankan proses penyempurnaan Parami, sebagai pra-syarat untuk menjadi seorang Sammasambuddha. Artinya bathin beliau belum suci (bersih total dari kekotoran bathin). Selama bathin siapapun masih belum terbebas dari: lobha, dosa, & moha ~ maka potensi perbuatan tidak bermanfaat masih sangat rentan.

Yah, kita tentu pernah baca juga bahwa Bodhisatta sering terlahir menjadi binatang juga, tidakkah itu juga merupakan hasil dari akusala-kamma? Namun hebatnya, dalam bentuk kehidupan apapun, misi utama Beliau adalah menyempurnakan parami. Jadi tidak peduli lahir dalam kondisi apapun, Beliau berjuang teruss... Yah, ini patut sekali menjadi teladan bagi kita semua tentunya.

Tekad Beliau utk "meneruskan tradisi" Sammasambuddha, sangat patut kita renungkan. Padahal, sebelumnya (saat bertekad di hadapan Sammasambuddha Dipankara) ~ Beliau sudah memiliki kondisi pas untuk merealisasi ke-Arahat-an. Namun Beliau bertekad utk menjadi Sammasambuddha; menghabiskan waktu yang tidak terhitung kemudian mendanakan segala daya upaya sehingga Buddha Dhamma bisa menjadi panutan bagi banyak makhluk hidup (bukan cuma manusia)...
Bagi saya, bagi Anda, bagi kita semua. Berapa lama Beliau menyempurnakan Parami? Pihak non-Buddhis sungguh sangat membanggakan pengorbanan pendiri agama mereka sekali di kayu salib (mohon maaf, bukan berarti menilai kurang lho ~ semata-mata perbandingan riil saja)... Nah, gimana dengan Bodhisatta Gotama, berapa jumlah kehidupan? Kita bukannya dituntut untuk berbangga koq ~ menghormati, gimana cara menghormatnya? Praktikkan Buddha Dhamma yang sudah Beliau temukan kembali, hingga terealisasinya Nibbana ~ suatu perealisasian yang Beliau capai sendiri juga.
Dan... ini yang penting juga, Beliau bukan "berkorban" ~ melainkan "BERDANA"...

Kemarin saya sempat diskusi dgn salah seorang member di Forum ini tentang buku RAPB. Rekan saya itu bilang: "Yang menerjemahkan sudah bersedia cape2 menerjemahkan..." Saya bilang begini: "Sebenarnya, justru kita patut turut bermuditacitta akan daya-upaya luhur yang dilakukannya. Itu merupakan dana lho, juga merupakan pengembangan bathin, saat menerjemahkan memang menguras tenaga & energi ~ namun yang dominan adalah: konsentrasi, perhatian, semangat, keyakinan (akan manfaat penerjemahan), dan menggunakan kebijaksanaan... Jadi Pancabala berkembang kala itu ~ merupakan proses Bhavana".

Begitu juga ketika Sdr/i snailLcy dengan begitu rajin mengutip tulisan dari buku RAPB. Coba deh renungkan kembali, ketika sedang membaca & mengetik ulang ke forum ini; apakah poin2 yang saya sebutkan di atas berkembang?
Nah, mengapa pula seseorang yang "hobby" berbuat tidak baik (tidak bermanfaat) akan cenderung utk tidak merubah polanya? Karena dia tidak memahami secara mendalam akan "hobby"nya itu. Apa bedanya dengan seseorang yang 'hobby' berbuat baik dan tidak paham sepenuhnya juga (tanpa kebijaksanaan/panna)? Sama saja potensinya, dia akan cenderung mudah goyah, semangat bisa kendur, diajak yang kontra maka gampang ikutan... Demikianlah betapa pentingnya kita memahami, baik itu detil dari perbuatan tidak baik maupun karakteristik terperinci dari perbuatan baik itu...
Lebih semangat berbuat baik & lebih intens mengeliminir perbuatan tidak baik; merujuk kepada Daya-Upaya Benar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan...

Cerita di atas mengingatkan kita akan betapa rentannya bathin kita ini, siapa saja di antara kita yang masih produktif menelurkan lobha, dosa, & moha. Dan... karena kita tidak tahu kepada siapa (kualitas bathinnya) kita sedang berbicara; maka perlu waspada juga. Nyeletuk gak senonoh kepada orang biasa dengan kepada orang suci, dampaknya bisa parah lho (ini secara kuantitatif alias bobot vipaka yang diterima). Asal jangan orang gila dianggap suci saja, he3... Tapi juga bukan berarti orang gila bisa kita perlakukan tidak senonoh ~ mengapa? Karena jika kondisi saat melakukan itu sangat buruk (meskipun konsekuensi kuantitatif berdasarkan obyek: rendah). Ketika terima akusala-vipaka dengan bobot "rendah", bathin saat itu juga bisa ambruk lho...

Yah, mengikuti slogan pemilik Cakkavala Dhammacitta inilah: S A T I . . .

Anumodana Sdr/i snailLcy sudah posting tulisan di atas, sehingga kita terkondisi utk saling mengingatkan kembali akan kerentanan bathin kita masing2...

Semoga berkenan...

[attachment deleted by admin]
« Last Edit: 14 September 2008, 09:23:03 PM by tesla »
Sukhi Hotu...

Gunasaro

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #182 on: 11 September 2008, 01:14:52 AM »
Anumodana atas penjelasannya Bro Gun,

Biasanya ini sudah menjadi tugas saya untuk menjawab pertanyaan dari Sis Siput, tapi sepertinya saya gak perlu jawab lagi, karena reply dari Bro Gun sudah sangat komprehensif. Silahkan pertanyaan berikutnya Sis Siput.

 _/\_

Offline Gun@saro

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 111
  • Reputasi: 15
  • Gender: Male
  • Satisampajañña
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #183 on: 11 September 2008, 01:20:02 PM »
Mohon maaf, ada kesalahan pengetikan... pada alinea ke-5: "Nah, mengapa pula seseorang yang "hobby" berbuat baik akan cenderung utk tidak merubah polanya? Karena dia tidak memahami secara mendalam akan "hobby"nya itu. Apa bedanya dengan seseorang yang 'hobby' berbuat baik dan tidak paham sepenuhnya juga (tanpa kebijaksanaan/panna)?"

Seharusnya adalah berbuat yang tidak bermanfaat (tidak baik). Demikian koreksinya, semoga tidak terjadi salah pengertian. Anumodana untuk Sdri Yumi yang sudah mengingatkan saya.
Sukhi Hotu...

Gunasaro

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #184 on: 12 September 2008, 11:27:17 PM »
 ^:)^
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Che Na

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.009
  • Reputasi: 51
  • Gender: Female
  • "Kesaktian tertinggi adalah berjalan diatas bumi "
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #185 on: 16 September 2008, 10:05:06 AM »
Ingin berbagi cerita   :-[ (mohon ijin dulu neh klo salah tempat tolong di move aja  ;D )

Judulnya : Apakah Ini Dejavu ?? :-[

Semalam pulang dari mall, n rumah cc sampai rumah jam 9.00. Ne langsung mandi dan siap dengan Buku RAPB dikamar, hp (ol YM mode : on ) di samping  :)) :))

Ini adalah hari kedua saya membaca buku RAPB, walau banyak istilah dalam bahasa pali (karena lemot agak sulit mengerti  :-[ ).

SAmpai lah pada bacaan tentang Pertapa Sumedha. Pada saat membaca nama pertapa Sumedha tersebut, tiba-tiba pikiran Ne langsung membayangkan.

"seorang pertapa sedang bertelungkup di tanah becek, dengan sikap anjali menanti diinjak oleh seseorang yang sangat dihormatinya"

Namun pikiran tersebut Ne hiraukan, ne terus membaca kisah tersebut sampai terakhir.
Dan ternyata kisahnya lebih lengkap dari yang terpikirkan oleh Ne. Karena dipikran Ne itu, ne ga tau siapa Pertapa Sumedha itu (yang akhirnya menjadi BUddha Gotama), dan yang menginjak Pertapa Sumedha itu siapa pun ne gatau.

Ne mulai mengingat buku apa yang pernah Ne baca, tentang kisah pertapa Sumedha .. Tapi ga ketemu  :(

Jadi apakah ini Dejavu? ? 
MOhon penjelasan Dejavu menurut agama BUddha  ^:)^
 _/\_

Ketika Melihat Dengan Hati , Mendengar Dengan Mata ..

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #186 on: 16 September 2008, 10:10:35 AM »
bisa jadi...  :-? :-?dulu ne prnh lahir di masa itu...  ::) ::)tumimbal lahir ne..  :)
dejavu bahasa lain na kali ... ;D ;D

Offline Che Na

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.009
  • Reputasi: 51
  • Gender: Female
  • "Kesaktian tertinggi adalah berjalan diatas bumi "
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #187 on: 17 September 2008, 09:45:38 AM »
 ^:)^ KO Indra numpang lagi yo.. (jadi seperi buku harian d)  :-[ :-[

Judulnya : "Perenungan 10 Kesempurnaan "

Selesai mandi dan makan malam, saya siap dengan buku RAPB di kamar  :-[ (hari ke - 3)

Saya mulai membaca lanjutan kisah Pertapa Sumedha, yang sampai lah pada saat beliau merenungkan 10 kesempurnaan.. satu persatu mulai saya baca tak terasa air mata mengalir  :'( :'( :'( :'( entah apa yang terjadi sampai selesai membaca ke seluruhan dari 10 Kesempurnaan tersebut ternyata pada saat itu terjadi (terjadi Gempa bumi )  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Pada saat membaca sambil menangis itu seperti perasaan yang "campur aduk" (terharu, terpesona dll)  :'( :'( :'(

SAya kemudian terus melanjutkan bacaan..namun tidak lama mati lampu  :'( :'( :'( lagi asik2 baca kog mati lampu  :)) :)) :))

Ketika Melihat Dengan Hati , Mendengar Dengan Mata ..

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #188 on: 17 September 2008, 10:21:31 AM »
Che Na,
minta izinnya sama Sumedho

Offline Che Na

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.009
  • Reputasi: 51
  • Gender: Female
  • "Kesaktian tertinggi adalah berjalan diatas bumi "
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #189 on: 17 September 2008, 10:25:58 AM »
Che Na,
minta izinnya sama Sumedho

Wah Sory  ^:)^ ^:)^

KO Ben minta ijin (walau ud post duluan)  ^:)^ ^:)^ Maaf ...
Ketika Melihat Dengan Hati , Mendengar Dengan Mata ..

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #190 on: 18 September 2008, 07:55:52 PM »
Cc Che Na.. gak usa sungkan2 n pk minta izin lage..  ^-^ sikat ajaaaa!!!!  :P Yuuk sharing ttg RAPB..  :D

 :jempol:
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #191 on: 20 September 2008, 08:39:57 AM »
Seorang pengunjung di gerbang depan mengajukan topik diskusi berikut ini:

Anumodana Saudara Indra atas tanggapannya.

Mengenai pembabaran Abhidhamma oleh Sang Buddha secara paralel di alam deva Tavatimsa dan di bumi ( kepada YM. Sariputta ) memang ada dijelaskan di RAPB tentang kekuatan batin seorang Buddha dalam menciptakan dua sosok Buddha yang sama persis dalam mengajarkan Abhidhamma di dua alam berbeda pada waktu yang hampir bersamaan. Dalam kasus ini, tentunya para deva di alam Tavatimsa dan YM Sariputta ( cat : kedua alam tsb berada di bumi ini ) sudah mengetahui hal2 berikut yang terjadi pada saat kemunculan seorang Buddha yaitu : proses masuknya bodhisatta ke rahim Ratu Mahamaya, kelahiran bodhisatta, pelepasan agung, pencapaian ke Buddha-an, dan pembabaran Dhamma yang pertama kali oleh Sang Buddha. Dalam hal ini, tentunya Saddha terhadap Sang Buddha Gotama ( keyakinan bahwa Beliau benar2 sudah mencapai pencerahan sempurna ) adalah tidak tergoyahkan karena peristiwa2 tsb bisa disaksikan oleh para dewa dan manusia di bumi ini.

Kekuatan batin seorang Buddha adalah tidak terbayangkan oleh manusia awam,dan memang tidak tertutup kemungkinan Buddha mengajarkan secara paralel juga di bumi yang lain ( alam manusia, deva dan brahma di bumi yang lain ). Tetapi dalam hal ini akan muncul suatu keraguan dari makhluk di bumi yang lain, siapakah sosok Buddha Gotama itu ? dari mana asalnya ? Bagaimana beliau bisa dikatakan sebagai makhluk yang tercerahkan ? Bagaimana usahanya dalam mencapai ke - Buddha an itu ? Makhluk di bumi yang lain tentunya tidak mempunyai pengetahuan mengenai hal2 tsb, karena berbagai peristiwa tsb hanya berlangsung di bumi ini.
Jika Buddha Gotama mengajarkan kepada makhluk di bumi lain bahwa ini adalah Dhamma, itu bukan Dhamma. Bagaimana makhluk di bumi lain bisa memiliki keyakinan/saddha yang penuh terhadap Sang Buddha ? Bagaimana pula dengan komunitas Sangha di bumi yang lain ?
Karena sesungguhnya muncul nya Sammasambuddha pasti muncul Tiratana - Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Ini adalah pertanyaan yang timbul dari pemikiran saya mengenai hal ini.

Kita sebagai makhluk di bumi ini pantas bersyukur karena mempunyai berkah yang sangat besar dengan munculnya seorang Sammasambuddha, terlebih lagi sebagai manusia yang bisa mempelajari dan mempraktekkan Dhamma yang di ajarkan Buddha.
Jika Buddha Gotama hanya mengajarkan Dhamma di bumi ini ( walaupun ‘wilayah kekuasaan’ Nya mencakup 10 ribu tata surya - ada bumi yang lain ), tentunya bumi kita ini sungguh mendapatkan berkah yang sangat mulia.

Utk point 2), selain mengenai tinggi tubuh Buddha, saya juga masih mempunyai keraguan mengenai konversi satuan ukuran yang digunakan pada zaman Buddha tsb. Misalnya : dikatakan bahwa 1 yojana itu sebanding kira2 = 16 km. Dalam beberapa bagian sutta kadang dijumpai penggunaan satuan yojana utk menggambarkan sosok Asura, jarak suatu tempat, besar sudah benda dll, yang terkadang kalau di konversikan ke satuan km, hasilnya sangat mencengangkan dan diluar logika ( pandangan zaman skrg ). Bagaimana pendapat saudara2 se Dhamma mengenai hal ini ? mohon pencerahannya

Salam Metta,
Qing Sen


Sdr. Qing Sen,

Lagi2 ini adalah usaha saya untuk menjawab menurut pendapat pribadi, karena saya belum pernah membaca referensi mengenai topik ini.

1. Di dalam RAPB dikisahkan mengenai banyak Buddha masa lampau, menurut saya tidak semua Buddha itu muncul di bumi yang kita tempati sekarang. Mungkin ketika muncul di bumi yang lain, hanya para Dewa dan Brahma saja yang karena memiliki kesaktian yang mampu bertemu dengan Buddha. Namun saat ini, kita yang tidak bertemu dengan para Buddha masa lampau juga bisa mengetahui dan memiliki keyakinan thd Buddha-Buddha itu, karena Sang Buddha Gotama telah menceritakannya.

Di alam semesta lain mungkin saja tidak terdapat Sangha seperti halnya di bumi ini.
Anda benar bahwa tempat dimana seorang Buddha muncul adalah tempat tempat yang penuh berkah. jadi kita saat ini tentulah makhluk2 yang memiliki jasa masa lampau yang cukup baik sehingga berkesempatan bertemu dengan Tiratana.

Sebagai ilustrasi: Dalam kepercayaan Mahayana, ada suatu alam surga yang disebut Sukhavati yang terletak di di sebelah Barat. Saya hanya bisa menebak, bahwa Sukhavati ini kemungkinan besar berada di alam semesta lain, karena tidak terdapat dalam 31 alam. Dikisahkan di sana terdapat Buddha yaitu Amitabha, kita di sini juga bisa mengetahui keberadaanNya dan kemuliaanNya. Tentunya kepercayaan ini kembali kepada diri kita masing2.

2. satuan Yojana

menurut Wikipedia:
A yojana (Hindi : योजन ) is a Vedic measure of distance used in ancient India. The exact measurement is disputed amongst scholars with distances being given between 6 to 15 km (4 and 9 miles).

menurut sumber dari naskah Buddhis: satu Yojana adalah jarak yang ditempuh oleh pasukan infanteri untuk berjalan dengan kecepatan normal selama satu hari. konversi 16km itu sptnya sesuai dengan definisi ini.

Mohon tanggapan dari rekan2 lain.

 _/\_
« Last Edit: 20 September 2008, 08:44:57 AM by Indra »

Offline Gun@saro

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 111
  • Reputasi: 15
  • Gender: Male
  • Satisampajañña
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #192 on: 21 September 2008, 02:55:52 AM »
Saya quote "tentunya para deva di alam Tavatimsa dan YM Sariputta (cat: kedua alam tsb berada di bumi ini)" ~ mungkin OOT dari pertanyaan. Tapi setahu saya dari bagan 31 alam kehidupan, alam dewa yg share domain dgn manusia di bumi cuma Cattumaharajika...

Bumi kita ini sangat special: total akan muncul 5 Sammasambuddha (quota maksimum), tapi bukan berarti makhluk di bumi ini yang beruntung. Namun, yang beruntung adalah: semua makhluk apapun yang sudah mengumpulkan parami yang cukup, sehingga terkondisi utk lahir di bumi special ini. Yakni utk bertemu, belajar, hingga merealisasi Nibbana di bawah bimbingan Sammasambuddha... Kita kan ingat bahwa: lahir di suatu tempat yang sesuai dgn kamma kebajikan lampau, merupakan berkah utama...

Bagaimana dengan Cunda si pejagal babi, apakah kita akan menyatakan bahwa dia jauh lebih beruntung dari manusia yang lahir di bumi antah-berantah lain yang tidak muncul Sammasambuddha? Cunda tinggal tidak jauh dari tempat Sang Buddha berdiam. Namun jangankan belajar & praktik Dhamma, berdana pun tidak pernah...

4 kelangkaan di alam semesta adalah:
1) Kelahirsan sebagai manusia...
2) Berlangsung hidup sebagai manusia yg normal & patut...
3) Berkesempatan utk belajar/praktik Buddha Dhamma...
4) Kemunculannya seorang Sammsambuddha...

Poin ketiga berlaku utk mereka yang hidup di dunia tanpa Sammasambuddha, karena Buddha Dhamma adalah universal. Belaku lintas KeTuPat: keadaan, waktu, dan tempat. Tidak ada istilah expirednya... Maka ada yang disebut Pacceka Buddha... Beliau2 merupakan makhluk yang merealisasi kesempurnaan bathin secara mandiri total juga...

Nah, sebagai insan yang sekarang kita hidup di bumi ini; keempat kondisi langka tersebut sudah kita "atasi". Tinggal renungkan saja, apakah ada sense of urgency (samvaga) utk praktik Buddha Dhamma? Lho, kita gak pernah tahu persis masa hidup ini lho... Kalo sudah mati, lahir kembali jadi manusia sungguh teramat sulit (ingat ibarat kura2 buta di tengah samudra dgn gelang kayu itu?). Gimana kalo sudah lahir jadi manusia, cacat fisik/mental pula? Gimana kalo sudah lahir, fisik/mental OK, namun seperti Cunda yang tinggal dekat dengan tempat kediaman Sang Buddha, namun bathin tidak terkondisi utk belajar Dhamma???

Mengapa kita lahir di bumi ini, yang masih ada pembabaran Buddha Dhamma? Mengapa ada yang lain lahir di bumi lain dan tidak terkondisi utk belajar Dhamma? Mengapa ada yang lahir di Bangkok, tapi malah Nasrani (dia gak perlu jauh2 lahir di bumi lain, kan?)... Ini semua merupakan pertanyaan yang sangat erat kaitannya dengan Kamma Niyama & Citta Niyama...

Mereka semua yang terkondisi utk lahir di masa Buddha Gotama, baik yang akhirnya menjadi pengikut & berhasil menjadi suci; baik yang menolak mentah2; baik yang memfitnah; baik yang menjadi siswa utama; baik itu yang belajar tapi gak juga suci; bahkan hingga yang mengkhianati Buddha sendiri... Semua berkumpul di bumi ini susuai dgn kondisi2 yang dikumpulkan masing2...
Demikian juga mereka yang akhirnya harus lahir di bumi lain... Pertapa Ashita sendiri pun pindah alam dan tidak sempat "mencicipi" Buddha Dhamma, apakah tidak lebih dilematis??? Yah, kamma-vipaka memang tidak akan salah alamat...
Dan juga dengan kita yang akhirnya lahir sekarang ini; tinggal tetapkan sikap saja, apakah nantinya ketika Bodhisatta Metteya merealisasi Sammasambodhi, kita mo lahir di bumi mana? Tidak gampang memang utk tune-in dgn frekuensi yang sama, bisa2 dekat tapi ngaco seperti Cunda juga... Atau mungkin jadi model seperti Devadatta...? Yah, tinggal refleksi saja ke dalam bathin kita masing2, apa yang sedang kita "rancang" sekarang ini?
Kalo sibuk menyesatkan pandangan orang lain ke arah yang kurang baik & benar; yah siap2 gabung di domain Devadatta... Kalo sibuk belajar teoritikal belaka, yah siap2 jadi pengikut yang kurang praktik & cuma bangga dgn jubah bhikkhunya... Kalo masih terus menjagal binatang & malah melecehkan Dhamma, siap2 nanti tinggal dekat vihara seperti Cunda juga...
Ini sekadar ilustrasi semata, bukan persis yah...

Dari apa yang kita baca dari Sutta, entah itu tetang antara bhumi ataupun tata surya... Secara fisik adalah loka namun alam bathin adalah bhumi... Maka, essensiilnya adalah bhumi bathin kita, karena loka akan disesuaikan dengan kondisi bhumi bathin kita sendiri... Kita akan terlahir di alam (loka) sesuai dgn kamma (bhumi) kita di loka sebelumnya...
Ternyata, lahir jadi manusia, fisik/mental prima, tinggal dekat vihara Sang Buddha; tidak lebih baik daripada mereka yang lahir di bumi lain, fisik/mental prima, namun tetap melakukan/mengembangkan kebajikan sesuai dgn akumulasi parami sebelumnya...
Kita sekarang pun sudah jauh dari catatan sejarah ketika Sang Buddha masih hidup, baik waktu maupun ruang... Namun Sang Buddha menyatakan bahwa jika ingin melihat Beliau, maka praktikkanlah Dhamma. Itulah hakikat sejatinya, Beliau tidak mendidik kita utk melekat akan konsep fisikal, namun penekanan pada praktik faktual...
Jadi, walaupun kita gak bertemu beliau, lahir di tempat yang jauh, waktu sudah lama berlalu... Bathin tetap bahagia, karena kita bisa berkesempatan utk praktik Buddha Dhamma; saddha tetap bisa tumbuh sgn mantap...

Terkecuali sekali lho... Sang Buddha pernah bersabda: "Cilaka lah kalian yang lahir tidak pada masaku, sehingga tidak bertemu denganku dan mendengarkan sabdaku secara langsung, maka "Pantai Nibbana" tidak akan pernah kau raih... Karena akulah satu2nya yg bisa membawa rakit itu mengarungi Samudra Samsara... Demikian juga para makhluk yang lahir di bumi lain, kasihan deh kalian..."

Jadi, don't worry ~ be happy... karena kita memang insan yang (bukan beruntung yah), memang patut dan pantas ~ karena terkondisi utk lahir sebagai manusia, fisik/mental prima, berpotensi sangat besar utk praktik Buddha Dhamma, dan tentunya masih di masa Sammasambuddha Gotama (buku riwayat Beliau pun sudah ditulis/diterjemahkan dgn begitu cemerlang)... Tidak beruntung kalo gak baca, betul? Kalo pun tidak bisa baca, bisa kondisikan orang lain utk baca, itu pun masih kusala-kamma... Gak akan rugi...
Nah, yang rajin terjemahkan buku Dhamma, kayanya nanti bisa satu domain seperti YA Ananda yah? Mana tahu... yang pasti, tiketnya sudah gak yang ngaco2 dah... Selamat yah...

Semoga kita terkondisi utk bisa praktik Buddha Dhamma (universal KeTuPat) entah di alam mana pun kelahiran kita... Sadhu3...
Sukhi Hotu...

Gunasaro

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #193 on: 21 September 2008, 03:11:18 AM »
 _/\_  :lotus:
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #194 on: 21 September 2008, 03:26:59 AM »
Ingin berbagi cerita   :-[ (mohon ijin dulu neh klo salah tempat tolong di move aja  ;D )

Judulnya : Apakah Ini Dejavu ?? :-[

Semalam pulang dari mall, n rumah cc sampai rumah jam 9.00. Ne langsung mandi dan siap dengan Buku RAPB dikamar, hp (ol YM mode : on ) di samping  :)) :))

Ini adalah hari kedua saya membaca buku RAPB, walau banyak istilah dalam bahasa pali (karena lemot agak sulit mengerti  :-[ ).

SAmpai lah pada bacaan tentang Pertapa Sumedha. Pada saat membaca nama pertapa Sumedha tersebut, tiba-tiba pikiran Ne langsung membayangkan.

"seorang pertapa sedang bertelungkup di tanah becek, dengan sikap anjali menanti diinjak oleh seseorang yang sangat dihormatinya"

Namun pikiran tersebut Ne hiraukan, ne terus membaca kisah tersebut sampai terakhir.
Dan ternyata kisahnya lebih lengkap dari yang terpikirkan oleh Ne. Karena dipikran Ne itu, ne ga tau siapa Pertapa Sumedha itu (yang akhirnya menjadi BUddha Gotama), dan yang menginjak Pertapa Sumedha itu siapa pun ne gatau.

Ne mulai mengingat buku apa yang pernah Ne baca, tentang kisah pertapa Sumedha .. Tapi ga ketemu  :(

Jadi apakah ini Dejavu? ? 
MOhon penjelasan Dejavu menurut agama BUddha  ^:)^
 _/\_



Deja vu adalah perkataan berasal dari bahasa Perancis, yang arti harfiahnya adalah pernah dilihat atau pernah dialami. Dalam dunia spiritual dewasa ini, istilah deja vu mewakili suatu pengalaman pribadi tentang ingatan akan "telah" pernah dilihat ataupun dialami suatu kejadian. Biasanya deja vu ini terjadi dalam ingatan yang seketika dan singkat. Dari testimoni orang orang yang pernah mengalami pengalaman deja vu, kadang bisa mengingat "rentetan"/jalan cerita suatu kejadian yang sedang berlangsung pada saat itu juga dan dalam beberapa saat/beberapa detika ke depan, misalnya ketika sedang membaca buku tertentu seseorang langsung deja vu pernah dalam posisi dan kondisi demikian, dan ingat persis bahwa dalam beberapa saat lagi, telepon akan berbunyi, dan hasilnya adalah TEPAT bahwa telepon tersebut berbunyi.

Belum ada catatan, suatu pengalaman deja vu yang bisa menceritakan akan "terjadinya" sesuatu di masa mendatang untuk rentang waktu yang cukup lama. Jika ada deja vu yang bisa menceritakan rentetan peristiwa dalam jangka waktu yang cukup lama, ini dapat disebut mewakili dengan kemampuan untuk "melihat" ke masa depan.

Dalam tradisi BUDDHIS, kemampuan untuk "melihat" ke masa depan itu dapat kita ketahui dari cerita-cerita RAMALAN PASTI pencapaian sammasambuddha dari semua calon sammasambuddha yang diramalkan oleh seorang sammasambuddha. Cerita cerita para ARAHAT yang bisa mengetahui dengan pasti kapan sisa umur fisik tubuh masing masing. Jadi kemampuan untuk deja vu ini masih relevan (bisa diterima) secara buddhisme. Walaupun praktek "perdukunan" untuk melihat ke masa depan itu tidak dianjurkan oleh BUDDHA sendiri, karena dianggap sebagai profesi yang rendah.

Dalam dunia modern sekarang ini, fenomena deja vu mulai dipelajari secara scientific (ilmiah) sebagaimana dengan fenomena regresi (melihat ke kehidupan lampau) dengan teknik hipnotherapy, dan fenomena clairovoyant (melihat sesuatu) dari jarak jauh atau dalam dunia buddhis dikenal dengan kemampuan bathin mata dewa (dibbhacakkhu).
« Last Edit: 21 September 2008, 03:39:31 AM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan