//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka  (Read 77196 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #150 on: 12 April 2011, 09:19:43 PM »
Kisah Nanda, Seorang Pengawas
 
 
 DHAMMAPADA III, 10
 

        Nanda adalah seorang pengawas yang bertugas mengurus sapi-sapi milik Anathapindika. Meskipun ia hanya seorang pengawas, tetapi ia telah bertindak seperti pemiliknya.

        Pada kesempatan-kesempatan tertentu, ia pergi ke rumah Anathapindika dan di sana ia kadang-kadang bertemu Sang Buddha dan mendengarkan khotbah-Nya. Nanda memohon Sang Buddha untuk berkunjung ke rumahnya. Tetapi Sang Buddha menolaknya dengan alasan bahwa saatnya belum tepat.

        Setelah beberapa waktu, ketika mengadakan perjalanan dengan pengikut-Nya, Sang Buddha akhirnya pergi mengunjungi Nanda. Beliau mengetahui bahwa saatnya sudah masak bagi Nanda untuk mendapatkan ajaran sebagaimana mestinya.

        Nanda dengan hormat menerima Sang Buddha dan para pengikut-Nya. Ia menjamu para tamu dengan susu, produk susu, dan pilihan menu makanan lainnya selama tujuh hari. Pada hari terakhir, setelah mendengarkan khotbah yang diberikan Sang Buddha, Nanda mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kemudian Sang Buddha mohon diri pada hari itu. Nanda membawakan mangkuk Sang Buddha, mengikuti Sang Buddha sampai dengan jarak tertentu, lalu menghormat Sang Buddha dan pulang kembali ke rumah.

        Pada saat itu, seorang pemburu yang merupakan musuh lama Nanda, memanahnya. Bhikkhu-bhikkhu yang mengikuti Sang Buddha, melihat Nanda mati terjatuh.

        Mereka melaporkan hal itu kepada Sang buddha: "Bhante, karena kedatangan Bhante, Nanda yang telah memberikan banyak persembahan dan menyertai Bhante pulang telah dibunuh pada saat ia pulang kembali ke rumahnya".

        Kepada mereka Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, apakah saya datang kemari atau tidak, ia tidak dapat melarikan diri dari kematian, akibat dari kamma lampaunya. Seperti halnya pikiran yang diarahkan secara keliru akan menjadikan seseorang jauh lebih berat terluka daripada luka yang dibuat oleh musuh ataupun pencuri. Pikiran yang diarahkan secara benar, adalah satu-satunya jaminan bagi seseorang untuk menjauhkan diri dari bahaya".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 42 berikut:

Luka dan kesakitan macam apapun dapat dibuat oleh orang yang saling bermusuhan atau saling membenci. Namun pikiran yang diarahkan secara salah akan melukai seseorang jauh lebih berat.

***

disini buda membiarkan nanda di bunuh
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #151 on: 12 April 2011, 09:30:07 PM »
Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Coba baca lagi dengan seksama syair ke 295. Sayir 295 dengan jelas mengatakan bahwa itu kiasan. Sedangkan syair 294 dan syair 295 berkaitan. Maaf Samanera hehehe....

Mettacittena,   _/\_

Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #152 on: 12 April 2011, 09:55:31 PM »
benar bahwa cetananya bukan untuk melukai, tapi fakta bahwa bayi itu mungkin terluka sudah bisa diterima bahkan oleh Sang Buddha, ini menyiratkan bahwa Sang Buddha tidak keberatan (=menyetujui) bayi tersebut terluka.

Bro Indra yang baik, menurut yang saya baca dari Sutta tersebut, pangeran Abhaya dengan sengaja mengambil batu/ranting, bukan dengan sengaja melukai mulut, disini juga bisa diartikan Sang Buddha tak keberatan/menyetujui disebabkan tujuannya adalah mengambil batu/ranting.

Quote
lagipula kalau hal ini menjadi alasan, seorang badut yg menyeberangkan orang lain juga bisa berdalih dengan alasan cetana ini. ;D
Nah kalau ini pindah ke thread khusus....

Quote
tawaran ini khusus untuk mbah fabian dan Bro adi lim
Wah nawarin orang yang salah bro... Justru saya minta dicarikan karena sudah lelah mencari....  ;D

Mettacittena
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #153 on: 12 April 2011, 10:02:59 PM »
Bro Indra yang baik, menurut yang saya baca dari Sutta tersebut, pangeran Abhaya dengan sengaja mengambil batu/ranting, bukan dengan sengaja melukai mulut, disini juga bisa diartikan Sang Buddha tak keberatan/menyetujui disebabkan tujuannya adalah mengambil batu/ranting.

begini loh, mbah.
abhaya: Bud, ancua nih, bayiku nelen kerikil.
Buddha: korek aja pake ranting.
abhaya: ah, ntar bayiku terluka
Buddha: memang tapi biarlah luka daripada mati.
abhaya: iye juga ye ...

gitu loh, jadi walaupun resiko terluka itu besar kemungkinan terjadi, tapi baik Sang Buddha maupun Pangeran Abhaya bisa menerima resiko itu. niat memang bukan untuk melukai tapi luka itu bisa saja terjadi, suatu resiko yg bisa diterima. nah kalau resikonya bisa diterima, bukankah artinya cara itu dibenarkan?

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #154 on: 12 April 2011, 10:26:49 PM »
Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D

Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Entah mungkin Mettalanka yang salah terjemahkan, copy paste terjemahannya berikut:

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Tapi walaupun syair yang sebenarnya sama seperti yang Samanera muat, tetap saja syair ini tak memenuhi term and condition. Saya copas lagi term and conditionnya:

(membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.)

Mari kita kaji, siapakah nama dua raja Khattiya yang membunuh ayah-ibu dan menghancurkan kerajaan beserta penduduknya tersebut....? Apa nama kerajaan yang dihancurkannya....?
Siapakah nama dua raja makmur yang membunuh ayah-ibu dan membunuh harimau...?

Bila ada namanya tentu saja term and conditionnya otomatis terpenuhi.

Mettacittena,   _/\_
« Last Edit: 12 April 2011, 10:30:19 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #155 on: 12 April 2011, 10:39:42 PM »
Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Entah mungkin Mettalanka yang salah terjemahkan, copy paste terjemahannya berikut:

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Semua yang di dalam tanda kurung itu diambil dari kitab komentar. Bahkan kata veyagghapañcamaṃ yang diartikan sebagai the hindrances of which the fifth is like a tiger-infested journey di atas, secara sederhana, hanya bermakna 'harimau sebagai kelima". Veyaggha = harimau, pañcama = kelima. Kitab komentar menjelaskan bahwa harimau di sini bermakna lima rintangan karena seperti halnya jalan yang ada harimaunya berbahaya, demikian pula, lima rintangan batin merupakan bahaya pikiran. Mettalanka menambahkan terjemahan setelah mengacu kepada kitab komentar.

Quote
Tapi walaupun syair yang sebenarnya sama seperti yang Samanera muat, tetap saja syair ini tak memenuhi term and condition. Saya copas lagi term and conditionnya:

(membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.)

Mari kita kaji, siapakah nama dua raja Khattiya yang membunuh ayah-ibu dan menghancurkan kerajaan beserta penduduknya tersebut....? Apa nama kerajaan yang dihancurkannya....?
Siapakah nama dua raja makmur yang membunuh ayah-ibu dan membunuh harimau...?

Bila ada namanya tentu saja term and conditionnya otomatis terpenuhi.

Mettacittena,   _/\_

Yang namanya membunuh makhluk hidup kan tidak harus mengetahui namanya kan? hehe....

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #156 on: 12 April 2011, 10:51:45 PM »
begini loh, mbah.
abhaya: Bud, ancua nih, bayiku nelen kerikil.
Buddha: korek aja pake ranting.
abhaya: ah, ntar bayiku terluka
Buddha: memang tapi biarlah luka daripada mati.
abhaya: iye juga ye ...

gitu loh, jadi walaupun resiko terluka itu besar kemungkinan terjadi, tapi baik Sang Buddha maupun Pangeran Abhaya bisa menerima resiko itu. niat memang bukan untuk melukai tapi luka itu bisa saja terjadi, suatu resiko yg bisa diterima. nah kalau resikonya bisa diterima, bukankah artinya cara itu dibenarkan?

Bro Indra yang baik, Saya beri contoh.
Ada seorang anak yang terjatuh naik sepeda, kakinya terseret di jalanan sehingga luka lecet yang cukup dalam.
Di pinggir jalan seorang dewasa membangunkan anak itu lalu membawa ke rumahnya.

Sesampai di rumahnya lalu orang dewasa itu lalu mengambil alkohol untuk membersihkan luka, sebelum mencuci lukanya dengan alkohol orang dewasa tersebut berkata, "Nak... saya akan membersihkan lukamu dengan alkohol, tapi akan terasa sakit, tapi ini perlu dilakukan supaya lukamu tidak infeksi...." Lalu ia membersihkan luka anak itu dengan alkohol.

Pertanyaannya:
Apakah yang dilakukan orang dewasa tersebut tergolong perbuatan dengan sengaja menyakiti anak itu....?
Demikian juga dengan kasus pangeran Abhaya, apakah pangeran Abhaya dengan sengaja bermaksud melukai anak itu....?

Inilah sudut pandang saya menghadapi kasus pangeran Abhaya, sehingga saya tidak menganggap bahwa Sutta itu membenarkan melukai mahluk lain.

Term and conditionnya saya copas kembali:

"Membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mudah-mudahan menjadi jelas.

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #157 on: 12 April 2011, 11:07:40 PM »
Semua yang di dalam tanda kurung itu diambil dari kitab komentar. Bahkan kata veyagghapañcamaṃ yang diartikan sebagai the hindrances of which the fifth is like a tiger-infested journey di atas, secara sederhana, hanya bermakna 'harimau sebagai kelima". Veyaggha = harimau, pañcama = kelima. Kitab komentar menjelaskan bahwa harimau di sini bermakna lima rintangan karena seperti halnya jalan yang ada harimaunya berbahaya, demikian pula, lima rintangan batin merupakan bahaya pikiran. Mettalanka menambahkan terjemahan setelah mengacu kepada kitab komentar.

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Terima kasih atas koreksinya berarti memang mettalanka yang salah ketik.

Quote
Yang namanya membunuh makhluk hidup kan tidak harus mengetahui namanya kan? hehe....

Ya saya setuju kita tidak perlu mengetahui nama korban pembunuhan, tapi saya rasa Samanera juga mengerti bahwa kita juga harus tahu apakah syair itu mengenai pembunuhan yang sesungguhnya atau bukan...ya kan....?

Ada 5 kriteria untuk dapat dikatakan sebagai pembunuhan, yaitu:
- adanya mahluk hidup yang akan dibunuh
- ada kehendak dsbnya....

Apakah menurut Samanera syair itu mengenai pembunuhan fisik atau bukan....?

Mettacittena,   _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #158 on: 12 April 2011, 11:20:01 PM »
Bro Indra yang baik, Saya beri contoh.
Ada seorang anak yang terjatuh naik sepeda, kakinya terseret di jalanan sehingga luka lecet yang cukup dalam.
Di pinggir jalan seorang dewasa membangunkan anak itu lalu membawa ke rumahnya.

Sesampai di rumahnya lalu orang dewasa itu lalu mengambil alkohol untuk membersihkan luka, sebelum mencuci lukanya dengan alkohol orang dewasa tersebut berkata, "Nak... saya akan membersihkan lukamu dengan alkohol, tapi akan terasa sakit, tapi ini perlu dilakukan supaya lukamu tidak infeksi...." Lalu ia membersihkan luka anak itu dengan alkohol.

Pertanyaannya:
Apakah yang dilakukan orang dewasa tersebut tergolong perbuatan dengan sengaja menyakiti anak itu....?
Demikian juga dengan kasus pangeran Abhaya, apakah pangeran Abhaya dengan sengaja bermaksud melukai anak itu....?

Inilah sudut pandang saya menghadapi kasus pangeran Abhaya, sehingga saya tidak menganggap bahwa Sutta itu membenarkan melukai mahluk lain.

Term and conditionnya saya copas kembali:

"Membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mudah-mudahan menjadi jelas.

Mettacittena,


sudah disepakati bahwa niat memang tidak utk melukai/menyakiti, tapi luka dan sakit itu toh tetap terjadi, dan resiko itu bisa diterima dengan kata lain sakit itu bisa dibenarkan. sebelumnya saya sudah memberikan contoh operasi bypass jantung, operasi itu perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien tapi untuk itu dokter bedah harus melukai dada si pasien. luka ini bisa dibenarkan demi operasi tsb. intinya adalah bahwa tindakan melukai dada itu bisa dibenarkan, sama halnya dengan tindakan melukai bayi itu juga bisa dibenarkan, bukankah begitu?

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #159 on: 12 April 2011, 11:24:24 PM »
kalo euthanasia dibenarkan ato ga ya menurut tipitaka?

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #160 on: 12 April 2011, 11:30:35 PM »
definisi tipitaka nya mencangkup apa saja?

kalau jataka tales termasuk tidak?

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #161 on: 12 April 2011, 11:43:51 PM »
Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D

Kalau saya, Samanera, bukan karena mengenal atau tidak ajaran Buddha sehingga menyimpulkan adanya kiasan dalam terjemahan syair versi yang Sdr. Kainyn sampaikan, tetapi karena tidak adanya kata penentu waktu sebagai penghubung kalimat-kalimat yang terpisah oleh tanda koma. Sedangkan dalam versi Samanera, ada kata penunjuk waktu yaitu kata “setelah” sehingga ada kesan adanya urutan peristiwa.

Satu pertanyaan, mohon petunjuk Samanera untuk pembelajaran saya yang tidak mahir bahasa Pali ini, dimanakah yang mengindikasikan adanya kata “setelah” pada syair tersebut. Jika tidak ada, sekali lagi jika tidak ada, maka tidak menutup kemungkinan penambahan kata “setelah” ini pun karena pikiran kita telah terpengaruh oleh kisah yang ada di dalam atthakatha yang pernah kita baca yang di dalamnya terurai kisah dengan urutan peristiwa.

Thanks

NB: bukan syair 194, 195 tapi 294, 295 _/\_
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #162 on: 12 April 2011, 11:44:55 PM »
sudah disepakati bahwa niat memang tidak utk melukai/menyakiti, tapi luka dan sakit itu toh tetap terjadi, dan resiko itu bisa diterima dengan kata lain sakit itu bisa dibenarkan. sebelumnya saya sudah memberikan contoh operasi bypass jantung, operasi itu perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien tapi untuk itu dokter bedah harus melukai dada si pasien. luka ini bisa dibenarkan demi operasi tsb. intinya adalah bahwa tindakan melukai dada itu bisa dibenarkan, sama halnya dengan tindakan melukai bayi itu juga bisa dibenarkan, bukankah begitu?

Bro Indra yang baik, menurut saya

kasus pangeran Abhaya tidak dengan sengaja melukai.
sedangkan kasus dokter bypass jantung dengan sengaja melukai.

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #163 on: 12 April 2011, 11:53:16 PM »
Bro Indra yang baik, menurut saya

kasus pangeran Abhaya tidak dengan sengaja melukai.
sedangkan kasus dokter bypass jantung dengan sengaja melukai.

Mettacittena,

pake logika aja mbah, memasukkan ranting ke dalam kerongkongan, mungkinkah tidak melukai? apalagi jika dilakukan dengan tergesa2 dan bukan oleh seorang ahli.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« Reply #164 on: 12 April 2011, 11:59:15 PM »
Kalau saya, Samanera, bukan karena mengenal atau tidak ajaran Buddha sehingga menyimpulkan adanya kiasan dalam terjemahan syair versi yang Sdr. Kainyn sampaikan, tetapi karena tidak adanya kata penentu waktu sebagai penghubung kalimat-kalimat yang terpisah oleh tanda koma. Sedangkan dalam versi Samanera, ada kata penunjuk waktu yaitu kata “setelah” sehingga ada kesan adanya urutan peristiwa.

Satu pertanyaan, mohon petunjuk Samanera untuk pembelajaran saya yang tidak mahir bahasa Pali ini, dimanakah yang mengindikasikan adanya kata “setelah” pada syair tersebut. Jika tidak ada, sekali lagi jika tidak ada, maka tidak menutup kemungkinan penambahan kata “setelah” ini pun karena pikiran kita telah terpengaruh oleh kisah yang ada di dalam atthakatha yang pernah kita baca yang di dalamnya terurai kisah dengan urutan peristiwa.

Thanks

NB: bukan syair 194, 195 tapi 294, 295 _/\_

Yap betul.. syair 294 dan 295... Thanks untuk koreksinya. Mengenai bahasa Pali, kata kerja dasar atau akar kata dari kata kerja, jika ditambah akhiran 'tvā', diartikan 'setelah'. Sebagai contoh, gacchati - ia pergi, gantvā - setelah pergi; karoti - ia melakukan, katvā - setelah melakukan; chindati - ia memotong, chetvā - setelah memotong; patati - ia jatuh, patvā - setelah jatuh; suṇati - ia mendengar, sutvā - setelah mendengar; dll. Untuk dua syair di atas, kata yang digunakan adalah 'hantvā - setelah membunuh' yang berasal dari akar kata 'han'.  Kata kerja orang ketiga pertama adalah hanati - ia membunuh.

 

anything