Meninggalkan masa lalu dan fokus pada CITA-CITANYA sendiri bagaikan kuda yang dipasangi kacamatanya.
Seorang yg pernah melatih meditasi, Ia tau bahwa matanya melihat banyak hal dan akibatnya perhatian dan konsentrasinya menjadi terganggu, untuk itu Ia perintahkan kelopaknya utk menutupi matanya.
Ia kemudian tau kalo kupingnya juga mendengar banyak hal dan percuma menutup kupingnya karena Ia tetap akan dengar banyak suara dan bahkan termasuk suara pikirannya sendiri
Disitulah ia kemudian tau, bahwa tidaklah berguna menutupi semua Inderanya..Namun juga tau, bahwa ketika ia fokus semata pada 1 hal maka hal lain menjadi terabaikan dengan sendirinya..sehingga kemudian ia akan berusaha fokus sekuat tenaga hanyda dan hanya pada objeknya sendiri.
Seseorang, seyogyanya sesegera mungkin menyadari bahwa ia telah melakukan perbuatan tidak baik. Semua perbuatan tidak baik yang telah dilakukan adalah telah terjadi dan tak dapat di tarik ulang Untuk itu, sesegera mungkinlah ia kelola rasa bersalah dan malu yg melandanya dan meninggalkan itu di sana.
Seperti yg dikatakan sang Buddha ketika membabarkan ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.’:
“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah dan yakinlah,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Saat ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam –
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam keramat.
4. “Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.
5. “Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.’ ... ‘Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.
6. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’ Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.
7. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.’ Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: ‘Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.’ ... ‘Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.’ Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.
8. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
9. “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
10. “Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
Yang telah melewati satu malam keramat.
[Bhaddekaratta Sutta, MN III.131;
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18173.msg305174#msg305174 ]
Semoga Ayahanda Bhante Sudhammacaro, berhasil mencapai cita-citanya... [link:http://www.facebook.com/groups/dhammacitta/permalink/170125909745872/]