//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Usaha Benar ternyata dualitas  (Read 38684 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #90 on: 30 May 2010, 12:16:26 PM »
jelaskan makna dari frasa "meditasi yang berhasil", sejauh apa yg saya pernah praktikkan dalam meditasi saya sudah bisa memahami nama dan rupa itu walaupun saya tidak akan mengklaim bahwa saya sudah berhasil dalam meditasi
Di meditasi vipassana yang Anda praktekkan, tidak ada penjelasan tentang ciri2 meditasi yang berhasil ?

Bro Hasan, diskusi yg baik seharusnya dua arah, bukan bertanya melulu, sewaktu anda bertanya, saya menjawab, dan sebaliknya.


Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #91 on: 30 May 2010, 12:20:19 PM »
iman= percaya tanpa perlu dibuktikan
saddha=percaya sambil di buktikan.

ya percaya,betul percaya sambil dibuktikan,tetapi sebelum berhasil dibuktikan dia tetap sebatas kepercayaan belaka kan?
apakah saddha       =        Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1)  ?

ya,kan begitu kan?kita percaya,tetapi kita belum mencobanya...kita percaya itu ada,tetapi belum kita lihat..kayak kita percaya adanya bakteri,itu sebatas percaya,tapi kita tidak melihat bakteri tersebut,makanya itu disebut iman,setelah kita percaya dan melihatnya bakteri itu ada,maka itu lah yang dinamakan saddha bagi saya..

syair 97 (VII:8. Kisah Sariputta Thera)

Tiga puluh bhikkhu dari sebuah desa datang ke Vihara Jetavana untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengetahui bahwa telah tiba waktunya bagi bhikkhu-bhikkhu tersebut untuk mencapai tingkat kesucian arahat.

Beliau mengundang Sariputta dan di hadapan bhikkhu-bhikkhu itu, Beliau bertanya,"Anakku, Sariputta, apakah kamu dapat menerima kenyataan bahwa dengan cara bermeditasi, seseorang dapat merealisasi nibbana ?"

Sariputta menjawab,"Bhante, berkaitan dengan perealisasian nibbana dengan meditasi, saya menerima hal itu bukan karena saya percaya kepada-Mu. Pertanyaan itu hanya bagi seseorang yang belum berhasil merealisasi nibbana, yang menerima kenyataan dari orang lain."

Jawaban Sariputta tidak dapat dimengerti secara tepat oleh para bhikkhu. Mereka berpikir,"Sariputta belum melenyapkan pandangan salah, sampai saat ini, ia belum memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha."

Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepada mereka makna sebenarnya dari jawaban Sariputta.

"Para bhikkhu, jawaban Sariputta dapat disederhanakan menjadi demikian: Ia menerima bahwa nibbana dapat dicapai dengan meditasi, tetapi ia menerima hal itu berdasarkan hasil pengalamannya sendiri, dan bukan karena saya telah mengatakan hal itu atau orang lain mengatakan hal itu. Sariputta yakin terhadap-Ku. Ia juga yakin terhadap akibat-akibat dari perbuatan baik dan jahat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 97 berikut :

"Orang yang telah bebas dari ketahyulan, yang telah mengerti keadaan tak tercipta (nibbana), yang telah memutuskan semua ikatan (tumimbal lahir), yang telah mengakhiri kesempatan (baik dan jahat), yang telah menyingkirkan semua nafsu keinginan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang paling mulia."
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #92 on: 30 May 2010, 01:31:53 PM »
Saddha Sutta: Conviction

"For a lay person, there are these five rewards of conviction. Which five?

"When the truly good people in the world show compassion, they will first show compassion to people of conviction, and not to people without conviction. When visiting, they first visit people of conviction, and not people without conviction. When accepting gifts, they will first accept those from people with conviction, and not from people without conviction. When teaching the Dhamma, they will first teach those with conviction, and not those without conviction. A person of conviction, on the break-up of the body, after death, will arise in a good destination, the heavenly world. For a lay person, these are the five rewards of conviction.

"Just as a large banyan tree, on level ground where four roads meet, is a haven for the birds all around, even so a lay person of conviction is a haven for many people: monks, nuns, male lay followers, & female lay followers."
A massive tree whose branches carry fruits & leaves, with trunks & roots & an abundance of fruits: There the birds find rest. In that delightful sphere they make their home. Those seeking shade come to the shade, those seeking fruit find fruit to eat. So with the person consummate in virtue & conviction, humble, sensitive, gentle, delightful, & mild: To him come those without effluent — free from passion, free from aversion, free from delusion — the field of merit for the world. They teach him the Dhamma that dispels all stress. And when he understands, he is freed from effluents, totally unbound.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #93 on: 30 May 2010, 03:42:57 PM »
accestoinsight?Thannasiro Bhikkhu?

disana bebas dari DELUSI :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #95 on: 30 May 2010, 07:05:56 PM »
Selama ini terbentuk pandangan bahwa JMB-8 membutuhkan suatu 'daya upaya', sehingga oleh sebagian orang dianggap JMB-8 ini bertentangan dengan Bahiya Sutta.

Mungkin cukup banyak dari kita yg setuju bahwa sutta2 dalam Tipitaka sedemikian sempurnanya sehingga sulit dicari sutta2 yg bertentangan. Yang ada hanyalah: "Pemahaman yg Berlapis". Sang Buddha memaparkan Sutta, tergantung tingkatan batin subyeknya, sehingga dengan demikian, keseluruhan sutta dalam Tipitaka adalah 'Jalan' untuk mengakhiri Dukkha.

Sejauh ini, para Master -yg kemungkinan- telah mencapai kesempurnaan belum ada yg mencela JMB-8 maupun Bahiya sutta, sehingga dapat kita simpulkan bahwa JMB-8 dan Bahiya adalah elok adanya.

Saya secara pribadi setuju bahwa Bahiya Sutta sangatlah unik. Bahiya Sutta termasuk salah satu Sutta yg secara kontras membedakan Buddhisme dengan ajaran2 / agama lainnya. Bahiya Sutta bukanlah konsumsi orang2 dengan level batin rata2. 

Tapi sudah saya sampaikan bahwa pemahaman dalam Tipitaka adalah "Berlapis". Sila, Samadhi dan Panna yg dipaparkan dalam Tipitaka, jika dipraktikkan, maka akan dipahami secara bertahap, sehingga penembusannyapun secara bertahap. Bahiya sutta, meskipun sangat unik, tidak terlepas dari kombinasi Sila, Samadhi dan Panna ini.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari kehidupan para Bhikkhu yg diduga telah mencapai kesucian. apakah Beliau2 tersebut masih mempraktikkan Sila, Samdhi dan Panna? Sudah pasti, hanya saja mungkin, Pemahaman yg mendasari praktik mereka tsb sudah lebih mendalam dibanding motivasi praktik kita.

Dengan demikian, saya secara pribadi, tidak setuju jika dikatakan jalan yg ini adalah dualitas, sedangkan jalan yg itu tidak, dikarenakan 'penembusan yg bertahap; tadi sehingga kesemua jalan adalah sama.

Yg membedakan hanyalah level batin si praktisi, seseorang yg sudah tercerahkan akan memahami bahiya, dll sekaligus melakukan Sila dengan tanpa adanya dualitas. Namun seseorang yg masih awam, mungkin akan melakukan sila dengan motivasi tertentu dan tentu saja praktik Bahiya-nya pun mempunyai tujuan, usaha atau dualitas.


::




Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #96 on: 30 May 2010, 09:41:31 PM »
JM8 bisa membawa pada pembebasan,saya tidak menolaknya,tetapi dikatakan sebagai "satu-satu"nya jalan,itu adalah pandangan yang keliru bagi saya.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #97 on: 30 May 2010, 11:59:16 PM »
Selama ini terbentuk pandangan bahwa JMB-8 membutuhkan suatu 'daya upaya', sehingga oleh sebagian orang dianggap JMB-8 ini bertentangan dengan Bahiya Sutta.

Mungkin cukup banyak dari kita yg setuju bahwa sutta2 dalam Tipitaka sedemikian sempurnanya sehingga sulit dicari sutta2 yg bertentangan. Yang ada hanyalah: "Pemahaman yg Berlapis". Sang Buddha memaparkan Sutta, tergantung tingkatan batin subyeknya, sehingga dengan demikian, keseluruhan sutta dalam Tipitaka adalah 'Jalan' untuk mengakhiri Dukkha.

Sejauh ini, para Master -yg kemungkinan- telah mencapai kesempurnaan belum ada yg mencela JMB-8 maupun Bahiya sutta, sehingga dapat kita simpulkan bahwa JMB-8 dan Bahiya adalah elok adanya.

Saya secara pribadi setuju bahwa Bahiya Sutta sangatlah unik. Bahiya Sutta termasuk salah satu Sutta yg secara kontras membedakan Buddhisme dengan ajaran2 / agama lainnya. Bahiya Sutta bukanlah konsumsi orang2 dengan level batin rata2. 

Tapi sudah saya sampaikan bahwa pemahaman dalam Tipitaka adalah "Berlapis". Sila, Samadhi dan Panna yg dipaparkan dalam Tipitaka, jika dipraktikkan, maka akan dipahami secara bertahap, sehingga penembusannyapun secara bertahap. Bahiya sutta, meskipun sangat unik, tidak terlepas dari kombinasi Sila, Samadhi dan Panna ini.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari kehidupan para Bhikkhu yg diduga telah mencapai kesucian. apakah Beliau2 tersebut masih mempraktikkan Sila, Samdhi dan Panna? Sudah pasti, hanya saja mungkin, Pemahaman yg mendasari praktik mereka tsb sudah lebih mendalam dibanding motivasi praktik kita.

Dengan demikian, saya secara pribadi, tidak setuju jika dikatakan jalan yg ini adalah dualitas, sedangkan jalan yg itu tidak, dikarenakan 'penembusan yg bertahap; tadi sehingga kesemua jalan adalah sama.

Yg membedakan hanyalah level batin si praktisi, seseorang yg sudah tercerahkan akan memahami bahiya, dll sekaligus melakukan Sila dengan tanpa adanya dualitas. Namun seseorang yg masih awam, mungkin akan melakukan sila dengan motivasi tertentu dan tentu saja praktik Bahiya-nya pun mempunyai tujuan, usaha atau dualitas.


::

Setuju dengan pandangan memang, dalam kasus Bahiya yang terkenal sebagai siswa yang tercepat di dalam pencapaian tingkat kesucian Arahat, tentu-nya harus di-mengerti bahwa, Seorang Bahiya bisa memiliki "kemampuan" seperti itu, karena parami (dalam hal ini bisa juga dikatakan kualitas bathin-nya) sudah mencapai tingkat tertentu, sehingga dengan hanya mendengarkan beberapa bait khotbah dhamma dari Sang Buddha, Bahiya mencapai kesucian Arahat.

Jika memang berniat seperti itu, buat-lah Adithana sehingga kelak di masa sammasammbuddha yang akan datang, bisa terlahir menjadi individu yang bakal mendapat gelar yang tercepat di dalam penembusan kesucian Arahat.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #98 on: 31 May 2010, 08:54:16 AM »
Saya melihat Usaha benar mendukung seseorang untuk mencapai pembebasan, kalau ada yang bilang dualisme maka semua juga merupakan dualisme.

cuplikan dari mahatanhasankhaya sutta :
  32. - 33. "Para bhikkhu sekarang Tathagata muncul di dunia Arahat Samma Sambuddha (lihat Culahatthipadopama Sutta 13-21) ia mensucikan pikirannya dari keragu-raguan (vicikiccha)"

  34. - 37. "Setelah melenyapkan lima rintangan (nivarana), kotoran-kotoran batin yang melemahkan pengertian, jauh dari keinginan nafsu, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I (seperti dalam Bhayabherava Sutta 23-26) Jhana II, Jhana III, Jhana IV dan telah mensucikan batinnya karena keseimbangan batin."

  38. "Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata, ia tidak bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia tidak kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam perhatian tubuh (kayasati) yang terbina dan pikiran berpengertian yang tak terbatas bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Setelah meninggalkan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, ketika ia merasa suatu perasaan yang apakah menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia tidak menyukai perasaan itu tidak mantap dengan itu dan tidak melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu rasa suka pada perasaan-perasaan itu lenyap. Dengan lenyapnya rasa suka maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan maka 'perwujudan' lenyap dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana semua pendeitaan lenyap.
      Karena mendengar suara dengan telinga .......
      Karena mencium bau dengan hidung ...........
      Karena mengecap rasa dengan lidah .........
      Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
      Karena mengetahui objek pikiran (dhamma) dengan pikiran. Itulah bagaimana semua penderitaan lenyap"

  39. "Para bhikkhu, ingatlah kesucian karena pelenyapan total dari keinginan (tanhasankhayavimutti) yang saya uraikan ini. Tetapi bhikkhu Sati Kevattaputta telah terperangkap dalam jaring nafsu yang besar dan terkungkung oleh nafsu."
      Inilah yang dikatakan oleh Sang Tathagata. Para bhikkhu sangat puas dan senang terhadap kata-kata dari Sang Bhagava.
Semua yang kusala memang merupakan kondisi pendukung seseorang mencapai kesucian. Gampangnya, orang tidak bermoral tidak akan "nyampe" di alam manusia, otomatis tidak akan mengerti dhamma.

Saya tidak pernah bilang tidak ada gunanya, hanya saja itu memang tetap dalam dualisme.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #99 on: 31 May 2010, 08:54:37 AM »
Maap,Senior..Menyela...

Sotapanna memiliki pandangan benar?Disebutkan didalam mana ???

3 belenggu yang dipatahkan seorang sotapanna :

1.Pandangan "salah" mengenai adanya "atta" yang kekal = Sakkyaditthi..

tidak disebutkan "pandangan benar"?

kalau tidak mempunyai pandangan salah = memiliki pandangan benar?

Mohon bantuannya... :)

Regards,

Riky Liau
Memiliki pandangan benar berarti yah tidak memiliki pandangan salah. Sama seperti orang waras berarti tidak lagi memiliki kegilaan.
« Last Edit: 31 May 2010, 08:56:18 AM by Kainyn_Kutho »

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #100 on: 31 May 2010, 09:09:47 AM »
Saya melihat Usaha benar mendukung seseorang untuk mencapai pembebasan, kalau ada yang bilang dualisme maka semua juga merupakan dualisme.

cuplikan dari mahatanhasankhaya sutta :
  32. - 33. "Para bhikkhu sekarang Tathagata muncul di dunia Arahat Samma Sambuddha (lihat Culahatthipadopama Sutta 13-21) ia mensucikan pikirannya dari keragu-raguan (vicikiccha)"

  34. - 37. "Setelah melenyapkan lima rintangan (nivarana), kotoran-kotoran batin yang melemahkan pengertian, jauh dari keinginan nafsu, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I (seperti dalam Bhayabherava Sutta 23-26) Jhana II, Jhana III, Jhana IV dan telah mensucikan batinnya karena keseimbangan batin."

  38. "Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata, ia tidak bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia tidak kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam perhatian tubuh (kayasati) yang terbina dan pikiran berpengertian yang tak terbatas bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Setelah meninggalkan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, ketika ia merasa suatu perasaan yang apakah menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia tidak menyukai perasaan itu tidak mantap dengan itu dan tidak melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu rasa suka pada perasaan-perasaan itu lenyap. Dengan lenyapnya rasa suka maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan maka 'perwujudan' lenyap dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana semua pendeitaan lenyap.
      Karena mendengar suara dengan telinga .......
      Karena mencium bau dengan hidung ...........
      Karena mengecap rasa dengan lidah .........
      Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
      Karena mengetahui objek pikiran (dhamma) dengan pikiran. Itulah bagaimana semua penderitaan lenyap"

  39. "Para bhikkhu, ingatlah kesucian karena pelenyapan total dari keinginan (tanhasankhayavimutti) yang saya uraikan ini. Tetapi bhikkhu Sati Kevattaputta telah terperangkap dalam jaring nafsu yang besar dan terkungkung oleh nafsu."
      Inilah yang dikatakan oleh Sang Tathagata. Para bhikkhu sangat puas dan senang terhadap kata-kata dari Sang Bhagava.
Semua yang kusala memang merupakan kondisi pendukung seseorang mencapai kesucian. Gampangnya, orang tidak bermoral tidak akan "nyampe" di alam manusia, otomatis tidak akan mengerti dhamma.

Saya tidak pernah bilang tidak ada gunanya, hanya saja itu memang tetap dalam dualisme.


kalau pembebasan termasuk kedalam dualitas bukan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #101 on: 31 May 2010, 09:13:16 AM »
From The Collaborative International Dictionary of English v.0.48 :
doctrine \doc"trine\ (d[o^]k"tr[i^]n), n. [F. doctrine, L. doctrina, fr. doctor. See Doctor.]
1. Teaching; instruction.
2. That which is taught; what is held, put forth as true, and
        supported by a teacher, a school, or a sect; a principle
        or position, or the body of principles, in any branch of
        knowledge; any tenet or dogma; a principle of faith; as,
        the doctrine of atoms; the doctrine of chances. "The
        doctrine of gravitation." --I. Watts.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.
Satipatthana bukan doktrin, tapi metode universal yang bisa dipraktikkan semua orang tanpa memeluk doktrin tertentu. Jika Satipatthana adalah doktrin, berdasarkan kepercayaan, diajarkan orang lain, berarti tidak ada yang namanya Samma Sambuddha dan Pacceka Buddha. Berarti pencerahan "terinspirasikan" dan muncul dari luar, bukan dari dalam.


Quote
Sudah oot makin jauh. FYI, saya akan berusaha sebaik2nya menjawab pertanyaan Bro Kain di atas dlm thread berbeda. Utk sekarang fokus aja pada pembahasan awal. Apakah Bro Kain yakin benar dalam Satipatthana tidak ada sama sekali penilaian kusala/akusala dan unsur usaha benar dalam menyikapi penilaian tsb? Karena pada bagian Dhammanupassana ada bagian yang meski tidak kentara tetapi berbeda dari kebanyakan bagian lain Satipatthana Sutta. Silakan para forumers menilai sendiri apakah Satipatthana yang diajarkan Sang Buddha adalah metode meditasi yang semata-mata pasif belaka terhadap objek apapun (sehingga Usaha tidak diperlukan) atau sebaliknya bertindak dengan mahir & cekatan berdasarkan sifat objek tsb (sehingga Usaha adalah perlu).
perbedaan: ShowHide
Nivarana sebagai akusala:
Quote
[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances.

dan Samyojana sebagai akusala:
Quote
[3] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media? There is the case where he discerns the eye, he discerns forms, he discerns the fetter that arises dependent on both. He discerns how there is the arising of an unarisen fetter. And he discerns how there is the abandoning of a fetter once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of a fetter that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining sense media: ear, nose, tongue, body, & intellect.)

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media.

Sebaliknya pada bagian Sambojjhanga sebagai kusala:
Quote
[4] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening? There is the case where, there being mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is present within me.' Or, there being no mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is not present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen mindfulness as a factor for Awakening. And he discerns how there is the culmination of the development of mindfulness as a factor for Awakening once it has arisen. (The same formula is repeated for the remaining factors for Awakening: analysis of qualities, persistence, rapture, serenity, concentration, & equanimity.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally... unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening.


Sukhi hotu,
 _/\_
Pendapat saya, dalam Satipatthana, apa pun objek yang ada, dikenali sebagaimana adanya. Jika kusala, maka dikenali sebagai kusala. Jika akusala, dikenali sebagai akusala. Namun dalam Satipatthana tersebut tidak ada pengembangan kusala dan penekanan terhadap akusala.

Saya setuju sudah OOT, jadi Saya tidak akan melanjutkan lagi. Pendek saja, apa yang saya pegang adalah ucapan Buddha tentang kamma di mana kamma gelap membawa pada hasil gelap, kamma terang membawa hasil terang, kamma gelap dan terang pada hasil gelap dan terang, dan kamma bukan gelap bukan terang yang menuju pada terhentinya kelahiran kembali.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #102 on: 31 May 2010, 09:16:01 AM »
dalam buddhis itu namanya Sadha = keyakinan, tanpa ada keyakinan sulit untuk berkembang.
Betul, tanpa Saddha yang benar (=hasil penyelidikan) juga tidak akan berkembang. Saya pun tidak bilang saddha ditinggalkan saja. Namun tanpa menyadari Saddha sebagai Saddha, kebenaran sebagai kebenaran, terjerat dalam "Saddhaku adalah kebenaran," maka seseorang tidak akan berkembang lebih jauh dari itu.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #103 on: 31 May 2010, 09:23:22 AM »
Anda setuju kalau bagi awam yang hanya memahami anatta dari baca2 sutta melulu, cuma sebatas iman ?
Memahami kebenaran itu bisa sekaligus atau seluruhnya, maka dhamma diajarkan bertahap. Sangat mungkin ada untuk batas tertentu, orang memahaminya, walaupun belum keseluruhannya. Jadi betul keseluruhannya hanya sebatas iman, namun ada sebagian yang bisa dibuktikan oleh awam/puthujjana.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #104 on: 31 May 2010, 09:30:19 AM »
Selama ini terbentuk pandangan bahwa JMB-8 membutuhkan suatu 'daya upaya', sehingga oleh sebagian orang dianggap JMB-8 ini bertentangan dengan Bahiya Sutta.

Mungkin cukup banyak dari kita yg setuju bahwa sutta2 dalam Tipitaka sedemikian sempurnanya sehingga sulit dicari sutta2 yg bertentangan. Yang ada hanyalah: "Pemahaman yg Berlapis". Sang Buddha memaparkan Sutta, tergantung tingkatan batin subyeknya, sehingga dengan demikian, keseluruhan sutta dalam Tipitaka adalah 'Jalan' untuk mengakhiri Dukkha.

Sejauh ini, para Master -yg kemungkinan- telah mencapai kesempurnaan belum ada yg mencela JMB-8 maupun Bahiya sutta, sehingga dapat kita simpulkan bahwa JMB-8 dan Bahiya adalah elok adanya.

Saya secara pribadi setuju bahwa Bahiya Sutta sangatlah unik. Bahiya Sutta termasuk salah satu Sutta yg secara kontras membedakan Buddhisme dengan ajaran2 / agama lainnya. Bahiya Sutta bukanlah konsumsi orang2 dengan level batin rata2. 
Saya pikir Sutta itu adalah masalah kecocokan, bukan level. Bahiya Sutta juga diberikan pada Malunkyaputta, yang tentu saja pencapaiannya tidak secepat Bahiya. (Levelnya Bahiya yang spesial, suttanya tidak.)


Quote
Tapi sudah saya sampaikan bahwa pemahaman dalam Tipitaka adalah "Berlapis". Sila, Samadhi dan Panna yg dipaparkan dalam Tipitaka, jika dipraktikkan, maka akan dipahami secara bertahap, sehingga penembusannyapun secara bertahap. Bahiya sutta, meskipun sangat unik, tidak terlepas dari kombinasi Sila, Samadhi dan Panna ini.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari kehidupan para Bhikkhu yg diduga telah mencapai kesucian. apakah Beliau2 tersebut masih mempraktikkan Sila, Samdhi dan Panna? Sudah pasti, hanya saja mungkin, Pemahaman yg mendasari praktik mereka tsb sudah lebih mendalam dibanding motivasi praktik kita.

Dengan demikian, saya secara pribadi, tidak setuju jika dikatakan jalan yg ini adalah dualitas, sedangkan jalan yg itu tidak, dikarenakan 'penembusan yg bertahap; tadi sehingga kesemua jalan adalah sama.

Yg membedakan hanyalah level batin si praktisi, seseorang yg sudah tercerahkan akan memahami bahiya, dll sekaligus melakukan Sila dengan tanpa adanya dualitas. Namun seseorang yg masih awam, mungkin akan melakukan sila dengan motivasi tertentu dan tentu saja praktik Bahiya-nya pun mempunyai tujuan, usaha atau dualitas.

::
Jika beberapa point dalam JMB 8 ada di dalam ajaran lain, apakah berarti ajaran lain pun secara bertahap akan membawa pada pembebasan? Misalnya di ajaran tetangga ada "jika matamu membuatmu berdosa, cucuklah dan buanglah" ini memiliki esensi yang sama dengan usaha benar di bagian "dengan sepenuh daya upaya menghalangi yang buruk agar tidak timbul". Apakah secara bertahap juga umat tersebt akan menuju pembebasan?