//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Usaha Benar ternyata dualitas  (Read 38437 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #15 on: 27 May 2010, 01:41:08 AM »
Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Kita perlu merujuk ke referensi langsung dari dua konteks di atas...

Dalam ruas Daya-upaya Benar, yang dinyatakan adalah:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin

Dalam Bahiya Sutta, yang dinyatakan adalah:
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terdengar. Sehubungan dengan yang dirasakan, hanya yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat berhubungan dengan apa yg terlihat, hanya yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada dirimu sehubungan dengan itu. Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."

----------------------

Dari bukti referensi ini, dapat kita lihat bahwa kutipan dari Pak Hudoyo Hupudio di atas menggunakan kata-kata yang memiliki makna berbeda dengan kata-kata yang tercantum dari sumber referensi. Pertama, perlu dipahami bahwa hal ini merupakan unvalid main subjects.   

Yang kedua, makna dari kedua konteks di atas (Daya-upaya Benar dan Bahiya Sutta) tidak memiliki kontradiksi satu sama lain. Dalam Daya-upaya benar, intinya Sang Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tidak baik harus dibuang dan dilepaskan; segala sesuatu yang baik perlu dikembangkan dan dijalankan. Sedangkan dalam Bahiya Sutta, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya (yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam) tanpa terseret oleh perasaan, konsep, maupun kehendak lainnya.

Dalam konteks hal ini, jika Bahiya mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya itu merupakan hal baik yang sebenarnya ditekankan dalam ruas Daya-upaya Benar. Jadi saya pikir ucapan Sang Buddha, eh bukan... maksudnya, saya pikir "orang yang menulis Tipitaka" sejauh ini masih konsisten dan tidak plin-plan.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #16 on: 27 May 2010, 02:27:39 AM »
Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Kita perlu merujuk ke referensi langsung dari dua konteks di atas...

Dalam ruas Daya-upaya Benar, yang dinyatakan adalah:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin

Dalam Bahiya Sutta, yang dinyatakan adalah:
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terdengar. Sehubungan dengan yang dirasakan, hanya yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat berhubungan dengan apa yg terlihat, hanya yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada dirimu sehubungan dengan itu. Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."

----------------------

Dari bukti referensi ini, dapat kita lihat bahwa kutipan dari Pak Hudoyo Hupudio di atas menggunakan kata-kata yang memiliki makna berbeda dengan kata-kata yang tercantum dari sumber referensi. Pertama, perlu dipahami bahwa hal ini merupakan unvalid main subjects.   

Yang kedua, makna dari kedua konteks di atas (Daya-upaya Benar dan Bahiya Sutta) tidak memiliki kontradiksi satu sama lain. Dalam Daya-upaya benar, intinya Sang Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tidak baik harus dibuang dan dilepaskan; segala sesuatu yang baik perlu dikembangkan dan dijalankan. Sedangkan dalam Bahiya Sutta, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya (yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam) tanpa terseret oleh perasaan, konsep, maupun kehendak lainnya.

Dalam konteks hal ini, jika Bahiya mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya itu merupakan hal baik yang sebenarnya ditekankan dalam ruas Daya-upaya Benar. Jadi saya pikir ucapan Sang Buddha, eh bukan... maksudnya, saya pikir "orang yang menulis Tipitaka" sejauh ini masih konsisten dan tidak plin-plan.

Bukan sekedar cuma ikut2an, tapi saya juga berpikir demikian, kecuali pernyataan yang mengindikasikan kedua sutta di atas semata-mata hanya tertulis di Tipitaka, karena saya berkeyakinan keduanya asli berasal dari Sang Buddha.  ;D

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #17 on: 27 May 2010, 09:27:04 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Saya tidak sependapat.
Buddha mengajarkan mengembangkan moral dan berdana, maka orang terlahir di alam Sorga. Ini masih dualitas.
Buddha juga mengajarkan mengembangkan jhana, maka orang terlahir di alam Brahma. Ini pun masih dalam dualitas.
Buddha juga SELALU mengajarkan penghentian dukkha, maka orang tidak terlahir kembali di alam mana pun. Ini yang melampaui dualisme.

Jika orang berfokus pada moral dan berdana serta mengembangkan jhana (point 2-7), sampai di situ saja, itu memang masih dalam dualisme, bukan akhir dari dukkha. Saya pikir Pak Hudoyo benar dalam point di situ, tetapi saya tidak setuju cara pembahasan faktor JMB8 tanpa point pandangan benar yang mendasari semuanya.


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #18 on: 27 May 2010, 09:46:33 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Saya tidak sependapat.
Buddha mengajarkan mengembangkan moral dan berdana, maka orang terlahir di alam Sorga. Ini masih dualitas.
Buddha juga mengajarkan mengembangkan jhana, maka orang terlahir di alam Brahma. Ini pun masih dalam dualitas.
Buddha juga SELALU mengajarkan penghentian dukkha, maka orang tidak terlahir kembali di alam mana pun. Ini yang melampaui dualisme.

Jika orang berfokus pada moral dan berdana serta mengembangkan jhana (point 2-7), sampai di situ saja, itu memang masih dalam dualisme, bukan akhir dari dukkha. Saya pikir Pak Hudoyo benar dalam point di situ, tetapi saya tidak setuju cara pembahasan faktor JMB8 tanpa point pandangan benar yang mendasari semuanya.


jadi ketika seseorang melihat pembunuhan dia tidak bereaksi, hanya menyadari maka orang itu sudah mengakhiri dukkha, begitu?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #19 on: 27 May 2010, 09:49:32 AM »
Bukan sekedar cuma ikut2an, tapi saya juga berpikir demikian, kecuali pernyataan yang mengindikasikan kedua sutta di atas semata-mata hanya tertulis di Tipitaka, karena saya berkeyakinan keduanya asli berasal dari Sang Buddha.  ;D

Makanya berhati-hatilah dengan kutipan yang sudah dimodifikasi. ;D Bisa saja kutipan itu menyampaikan hal yang menyimpang dari sumber aslinya.

Saya menggunakan "orang yang menulis Tipitaka", sebab ada sebagian orang yang tidak percaya bahwa Tipitaka adalah wejangan Sang Buddha. Jadi seumpamanya memang bukan ucapan Sang Buddha sekalipun, menurut saya "penulis" itu sendiri sangat konsisten dengan tulisan-tulisannya.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #20 on: 27 May 2010, 10:03:40 AM »
menurut saya kutipan di atas sejalan dengan statement "tidak diperlukan usaha dalam vipassana" yang memang bertujuan untuk membantah ajaran Sang Buddha tentang JMB8

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #21 on: 27 May 2010, 10:10:07 AM »
jadi ketika seseorang melihat pembunuhan dia tidak bereaksi, hanya menyadari maka orang itu sudah mengakhiri dukkha, begitu?
Apakah orang yang telah mengakhiri dukkha menjadi takut, sedih, marah, gelisah dengan adanya pembunuhan?


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #22 on: 27 May 2010, 10:11:42 AM »
jadi ketika seseorang melihat pembunuhan dia tidak bereaksi, hanya menyadari maka orang itu sudah mengakhiri dukkha, begitu?
Apakah orang yang telah mengakhiri dukkha menjadi takut, sedih, marah, gelisah dengan adanya pembunuhan?


dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #23 on: 27 May 2010, 10:38:25 AM »
Coba liat yang warna ungu. Ada kata: "jangan bereaksi".

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.

Menurut sy kata "jangan bereaksi" ini keknya kurang pas. Seandainya ada Pak Hudoyo di sini, mungkin bisa ditambahkan, sumber pernyataan Sang Buddha tersebut.

Kata "jangan bereaksi" ini seolah-olah terkesan kita harus berusaha menjadi layaknya patung/batu. Padahal bukan begitu cara mengakhiri dukkha. Fokusnya bukanlah tentang menjadi “patung”, tapi fokusnya di batin (bagaimana mengembangkan batin yang seimbang). Saya pernah membaca pernyataan seorang guru Zen: “Orang yang bijaksana, tidak akan marah ketika diperciki lumpur. Beliau melihat lumpur sebagai lumpur, air kotor sebagai air kotor.”

Keknya sy gak gaul nih, gak kenal sama Pak Hudoyo ;D Tapi positive thinking aja, mungkin Pak Hudoyo salah ketik, jadi gak sengaja pake kata2 ambigu.
« Last Edit: 27 May 2010, 10:42:21 AM by Mayvise »

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #24 on: 27 May 2010, 11:19:21 AM »
memang tradisinya memotong sutta agar sesuai dengan gaya dia. itu diambil dari 2 sutta yang sering dia potong sekehendak hati, untuk mengagungkan gurunya, jk.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #25 on: 27 May 2010, 12:36:19 PM »
dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Tergantung konteks. Dalam konteks satipatthana, memang pembunuhan atau penyelamatan jiwa, semua hanyalah fenomena. Dalam konteks dunia, tentu saja pembunuhan adalah buruk dan penyelamatan jiwa adalah baik. Buddha mengajarkan dua-duanya agar seseorang tidak terjebak dalam dualisme dunia yang tidak akan membawa pada pembebasan, juga agar tidak menjadi orang aneh tak bermanfaat di masyarakat. Kalau saya lihat di sini, satu pihak meremehkan 1 aspek, pihak lain meremehkan aspek lainnya pula. Dari dulu begitu.

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #26 on: 27 May 2010, 12:45:03 PM »
Lha...?
Yang sedang diajarkan apaan ?

Jalan!
Menuju apa ?

Musnah'nya dualitas.

Nagh, kalo ga tau apa itu dualitas, bagaimana anda mengalahkan dualitas ?

Yang diajarkan buddha itu Mengenai Dukkha.
Apa berarti maksudnya buddha selalu ber-duka ?
Tidak, beliau menerangkan apa itu Dukkha, dan bagaimana mengakhirinya.

Makanya,
Kalau belajar... pake JALAN,
Jangan tiba-tiba motong, ujung2 bingung en tersesat.
Ya seperti contoh diatas...

tapi,
kalo anda emang udah nyampe,
ya ga perlu lage pake-pake jalan.
bahkan ga perduli lage ama yg namanya JALAN.
« Last Edit: 27 May 2010, 12:47:13 PM by Kemenyan »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #27 on: 27 May 2010, 12:56:07 PM »
Lha...?
Yang sedang diajarkan apaan ?

Jalan!
Menuju apa ?

Musnah'nya dualitas.

Nagh, kalo ga tau apa itu dualitas, bagaimana anda mengalahkan dualitas ?

Yang diajarkan buddha itu Mengenai Dukkha.
Apa berarti maksudnya buddha selalu ber-duka ?
Tidak, beliau menerangkan apa itu Dukkha, dan bagaimana mengakhirinya.

Makanya,
Kalau belajar... pake JALAN,
Jangan tiba-tiba motong, ujung2 bingung en tersesat.
Ya seperti contoh diatas...

tapi,
kalo anda emang udah nyampe,
ya ga perlu lage pake-pake jalan.
bahkan ga perduli lage ama yg namanya JALAN.
Saya sih di sini tidak melihat Pak Hudoyo mengatakan "tidak perlu jalan" (walaupun entah apa yang anda maksud dengan jalan tersebut). Namun saya memang setuju bahwa selain pandangan benar, unsur lain adalah berkenaan dengan dualitas. Apa yang salah?


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #28 on: 27 May 2010, 01:36:45 PM »
Quote


Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

Lha...?
Yang sedang diajarkan apaan ?

Jalan!
Menuju apa ?

Musnah'nya dualitas.

Nagh, kalo ga tau apa itu dualitas, bagaimana anda mengalahkan dualitas ?

Yang diajarkan buddha itu Mengenai Dukkha.
Apa berarti maksudnya buddha selalu ber-duka ?
Tidak, beliau menerangkan apa itu Dukkha, dan bagaimana mengakhirinya.

Makanya,
Kalau belajar... pake JALAN,
Jangan tiba-tiba motong, ujung2 bingung en tersesat.
Ya seperti contoh diatas...

tapi,
kalo anda emang udah nyampe,
ya ga perlu lage pake-pake jalan.
bahkan ga perduli lage ama yg namanya JALAN.
Saya sih di sini tidak melihat Pak Hudoyo mengatakan "tidak perlu jalan" (walaupun entah apa yang anda maksud dengan jalan tersebut). Namun saya memang setuju bahwa selain pandangan benar, unsur lain adalah berkenaan dengan dualitas. Apa yang salah?




Ada banyak pandangan HH (termasuk topik diatas ,yg kebanyakan adalah gema dari JK)
yang menurut pandangan saya adalah:

Benar secara intelektual namun jauh dari praktis.

Sebuah kutipan:

At one time I went to see a teacher who said that we don't need the discipline or the Vinaya rules: "All you have to do is be mindful. Mindfulness is enough." So I went back and told Ajahn Chah, and he said: "True but not right, right but not true!" Because, ultimately, we don't need rules, just being mindful is the Way. But most of us don't start from the enlightened experience, we more or less have to use expedient means to contemplate and to develop mindfulness. So the meditation techniques, disciplinary rules and so on are tools for reflection and mindfulness.

Sumber: http://www.abhayagiri.org/main/article/216/


.
yaa... gitu deh

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #29 on: 27 May 2010, 01:58:39 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

Kalau yang dualisme dualisme itu, di kisah kisah Koan Zen Banyak sekali... hehehhee
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

 

anything