//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka  (Read 72212 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #90 on: 25 May 2010, 07:18:10 AM »
Sang Buddha jelas mengatakan,
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinanna, aku ada
dst utk... sanna, sankhara, vedana

Bro Tesla yang baik, baca dimana terjemahan tersebut? Terjemahan versi pak Hudoyo ya?
Untuk menyegarkan kembali ingatan bro Tesla, coba bro Tesla membaca kembali terjemahan anattalakkhana Sutta berikut ini:
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html
bro fabian, itu ada di sutta, tapi bukan anattalakhana sutta. saya pernah posting sutta nya bahkan memberi link palinya.
saat ini saya udah lupa suttanya, kalau ber0kondisi akan saya posting kembali. kalau tidak yah anda lom beruntung.
sekilas info, di sutta itu sang Buddha mengatakan "aku ada" dalam bahasa palinya bukan "atta" (saya lupa lagi bahasa palinya...)
jadi disini berdasarkan Buddha, berbicara tentang aku, tidak sama dg berbicara tentang atta.

memang benar ada penterjemah yg menerjemahkan anatta sebagai = no-self. terimakasih atas linknya, selain dari terjemahan itu masih banyak sekali terjemahan yg mengartikan sbg no-self jg.
tapi bagi saya itu tidak tepat, saya lebih mengartikannya sebagai not-self.
sebagai referensi, saya lebih sependapat dg bhikkhu Thanissaro, silahkan baca essay beliau.

Quote
Quote
"atta (diri)" sendiri memiliki makna yg lebih luas daripada "aku".
atta disini pada zaman Bhramanisme dikatakan atau diidentifikasikan sebagai roh/inti... oleh karena itu ajaran Sang Buddha tentang anatta, tidak dapat diartikan sebagai "tidak ada diri".
sejauh yg saya tahu, Sang Buddha tidak pernah ingin menjawab pertanyaan tentang diri "ada" ataupun "tidak ada". sebab kedua kepercayaan ini telah ada sebelumnya...

Maaf saya kurang jelas, jadi bro Tesla berpandangan sebelum Arahat atta ada atau tidak?


Jadi Ajaran Buddha menurut anda bagaimana?

jika yg anda tanya atta ada atau tidak, menurut saya itu pertanyaan yg sama yg didiamkan oleh Buddha.
menurut saya, Buddha sama sekali tidak pernah mengatakan soal "ada" atau "tidak ada"
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro agar mengerti maksud saya. isinya memang sesuatu yg radikal, jadi kalau anda berbeda pendapat yah gpp juga. saya tidak memaksakan pendapat, hanya ingin sharing.

 _/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
No-self or Not-self?
« Reply #91 on: 25 May 2010, 08:00:39 AM »
by
Thanissaro Bhikkhu
© 1996–2010

One of the first stumbling blocks that Westerners often encounter when they learn about Buddhism is the teaching on anatta, often translated as no-self. This teaching is a stumbling block for two reasons. First, the idea of there being no self doesn't fit well with other Buddhist teachings, such as the doctrine of kamma and rebirth: If there's no self, what experiences the results of kamma and takes rebirth? Second, it doesn't fit well with our own Judeo-Christian background, which assumes the existence of an eternal soul or self as a basic presupposition: If there's no self, what's the purpose of a spiritual life? Many books try to answer these questions, but if you look at the Pali canon — the earliest extant record of the Buddha's teachings — you won't find them addressed at all. In fact, the one place where the Buddha was asked point-blank whether or not there was a self, he refused to answer. When later asked why, he said that to hold either that there is a self or that there is no self is to fall into extreme forms of wrong view that make the path of Buddhist practice impossible. Thus the question should be put aside. To understand what his silence on this question says about the meaning of anatta, we first have to look at his teachings on how questions should be asked and answered, and how to interpret his answers.

The Buddha divided all questions into four classes: those that deserve a categorical (straight yes or no) answer; those that deserve an analytical answer, defining and qualifying the terms of the question; those that deserve a counter-question, putting the ball back in the questioner's court; and those that deserve to be put aside. The last class of question consists of those that don't lead to the end of suffering and stress. The first duty of a teacher, when asked a question, is to figure out which class the question belongs to, and then to respond in the appropriate way. You don't, for example, say yes or no to a question that should be put aside. If you are the person asking the question and you get an answer, you should then determine how far the answer should be interpreted. The Buddha said that there are two types of people who misrepresent him: those who draw inferences from statements that shouldn't have inferences drawn from them, and those who don't draw inferences from those that should.

These are the basic ground rules for interpreting the Buddha's teachings, but if we look at the way most writers treat the anatta doctrine, we find these ground rules ignored. Some writers try to qualify the no-self interpretation by saying that the Buddha denied the existence of an eternal self or a separate self, but this is to give an analytical answer to a question that the Buddha showed should be put aside. Others try to draw inferences from the few statements in the discourse that seem to imply that there is no self, but it seems safe to assume that if one forces those statements to give an answer to a question that should be put aside, one is drawing inferences where they shouldn't be drawn.

So, instead of answering "no" to the question of whether or not there is a self — interconnected or separate, eternal or not — the Buddha felt that the question was misguided to begin with. Why? No matter how you define the line between "self" and "other," the notion of self involves an element of self-identification and clinging, and thus suffering and stress. This holds as much for an interconnected self, which recognizes no "other," as it does for a separate self. If one identifies with all of nature, one is pained by every felled tree. It also holds for an entirely "other" universe, in which the sense of alienation and futility would become so debilitating as to make the quest for happiness — one's own or that of others — impossible. For these reasons, the Buddha advised paying no attention to such questions as "Do I exist?" or "Don't I exist?" for however you answer them, they lead to suffering and stress.

To avoid the suffering implicit in questions of "self" and "other," he offered an alternative way of dividing up experience: the four Noble Truths of stress, its cause, its cessation, and the path to its cessation. Rather than viewing these truths as pertaining to self or other, he said, one should recognize them simply for what they are, in and of themselves, as they are directly experienced, and then perform the duty appropriate to each. Stress should be comprehended, its cause abandoned, its cessation realized, and the path to its cessation developed. These duties form the context in which the anatta doctrine is best understood. If you develop the path of virtue, concentration, and discernment to a state of calm well-being and use that calm state to look at experience in terms of the Noble Truths, the questions that occur to the mind are not "Is there a self? What is my self?" but rather "Am I suffering stress because I'm holding onto this particular phenomenon? Is it really me, myself, or mine? If it's stressful but not really me or mine, why hold on?" These last questions merit straightforward answers, as they then help you to comprehend stress and to chip away at the attachment and clinging — the residual sense of self-identification — that cause it, until ultimately all traces of self-identification are gone and all that's left is limitless freedom.

In this sense, the anatta teaching is not a doctrine of no-self, but a not-self strategy for shedding suffering by letting go of its cause, leading to the highest, undying happiness. At that point, questions of self, no-self, and not-self fall aside. Once there's the experience of such total freedom, where would there be any concern about what's experiencing it, or whether or not it's a self?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #92 on: 25 May 2010, 07:49:04 PM »
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).

Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.

Bro fabian,ini sama saja..Anda hanya mengulang apa yang telah saya tanya,saya bertanya,"Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" :)
Dengan begitu jelas,bahwa sakkaya ditthi hanya menyentuh permukaannya bukan esensinya,jelas bahwa "sotapanna" masih dalam tahap yang bisa melakukan hal-hal seperti manusia biasa .. :)

Quote
Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.
Siapa yang bilang meditator vipanssana dikembangkan melalui konsep kejijikan?Saya bilang apakah sakaya ditthi menyentuh sampai hal itu?bukankah Buddha berkata kepada Magadiya dalam dhammapada bahwa Buddha tidak akan menyentuh tubuh yang menjijikan dan wadah kotoran itu ,walau dengan ujung kakinya sekalipun?Buddha telah memahami "anatta" berserta semua esensinya..ternyata itu malah kembali membuktikan bahwa memang hanya seorang Buddha lah yang mampu mengetahui esensi anatta,selanjutnya hanya kepercaayaan/iman belaka..


Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.[/quote]

Maap,nyela dulu Bro fabian,mengapa Anda sangat senang menafsirkan "kalimat" saya sesuai "keinginan Anda"?Saya tidak bilang bahwa "pencerahan" itu adalah "kebetulan",pada kalimat yang manakah didalam kalimat saya yang secara tersirat maupun tersurat ada makna semacam itu?

Jadi,kembali ke pertanyaan saya,"Apakah pencapaian instan itu dilalui oleh proses ini dan itu?"

Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...[/quote]

Kalau begitu,apa sih arti "sati-sampajanna" menurut Anda?

Quote
Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Sama lho,dengan banyak orang dengan gampang mengatakan "nibbana" dan kepercayaannya akan "nibbana".. :D

Baru tahu saya,bahwa "sati" "sampajana" harus "diterapkan",kalau sati sampajana versi saya cukup "diam" saja,tak ada penerapan apapun.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #93 on: 25 May 2010, 09:11:40 PM »
Sang Buddha jelas mengatakan,
melekat pada rupa, aku ada
melekat pada vinanna, aku ada
dst utk... sanna, sankhara, vedana

Bro Tesla yang baik, baca dimana terjemahan tersebut? Terjemahan versi pak Hudoyo ya?
Untuk menyegarkan kembali ingatan bro Tesla, coba bro Tesla membaca kembali terjemahan anattalakkhana Sutta berikut ini:
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/mendis/wheel268.html
bro fabian, itu ada di sutta, tapi bukan anattalakhana sutta. saya pernah posting sutta nya bahkan memberi link palinya.
saat ini saya udah lupa suttanya, kalau ber0kondisi akan saya posting kembali. kalau tidak yah anda lom beruntung.
sekilas info, di sutta itu sang Buddha mengatakan "aku ada" dalam bahasa palinya bukan "atta" (saya lupa lagi bahasa palinya...)
jadi disini berdasarkan Buddha, berbicara tentang aku, tidak sama dg berbicara tentang atta.

memang benar ada penterjemah yg menerjemahkan anatta sebagai = no-self. terimakasih atas linknya, selain dari terjemahan itu masih banyak sekali terjemahan yg mengartikan sbg no-self jg.
tapi bagi saya itu tidak tepat, saya lebih mengartikannya sebagai not-self.
sebagai referensi, saya lebih sependapat dg bhikkhu Thanissaro, silahkan baca essay beliau.
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..

Quote
Quote
Quote
"atta (diri)" sendiri memiliki makna yg lebih luas daripada "aku".
atta disini pada zaman Bhramanisme dikatakan atau diidentifikasikan sebagai roh/inti... oleh karena itu ajaran Sang Buddha tentang anatta, tidak dapat diartikan sebagai "tidak ada diri".
sejauh yg saya tahu, Sang Buddha tidak pernah ingin menjawab pertanyaan tentang diri "ada" ataupun "tidak ada". sebab kedua kepercayaan ini telah ada sebelumnya...

Maaf saya kurang jelas, jadi bro Tesla berpandangan sebelum Arahat atta ada atau tidak?

Jadi Ajaran Buddha menurut anda bagaimana?

jika yg anda tanya atta ada atau tidak, menurut saya itu pertanyaan yg sama yg didiamkan oleh Buddha.
menurut saya, Buddha sama sekali tidak pernah mengatakan soal "ada" atau "tidak ada"
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro agar mengerti maksud saya. isinya memang sesuatu yg radikal, jadi kalau anda berbeda pendapat yah gpp juga. saya tidak memaksakan pendapat, hanya ingin sharing.

 _/\_

Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:

""And so, Anuradha — when you can't pin down the Tathagata as a truth or reality even in the present life — is it proper for you to declare, 'Friends, the Tathagata — the supreme man, the superlative man, attainer of the superlative attainment — being described, is described otherwise than with these four positions: The Tathagata exists after death, does not exist after death, both does & does not exist after death, neither exists nor does not exist after death'?"

Keterangan: dikatakan tidak dapat menentukan Tathagata sebagai kebenaran atau realitas karena kaitannya dengan perubahan yang terjadi terus-menerus (anicca).

Bila bro Tesla ingin membaca lebih lengkap berikut linknya:

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.086.than.html

Saya harap keterangan ini dapat menjawab persoalan atta ini.
Senang saling berbagi dengan anda.

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline dukun

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 148
  • Reputasi: 8
  • Long lasting love
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #94 on: 25 May 2010, 09:50:21 PM »
huh............... komentar riky yang pedas..............

Sudah pasti pedas, itu dikarenakan didikan bapak dhammanya di DC dan satu lagi bapak angkatnya di MMD. Siapakah mereka?  =))   kedua bapak itulah merupakan.......... c u all good nite
« Last Edit: 25 May 2010, 09:53:02 PM by dukun »
Everjoy

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #95 on: 25 May 2010, 10:00:29 PM »
Spoiler: ShowHide
Dikatakan bahwa orang yg meyakini bahwa pancakhanda bukan diri adalah dalam jalan pemasuk arus. Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.
Disini menyakini = kepercayaan/iman belaka juga diperlukan ya?
dengan Sutta yg sama, bisa membuat orang memahami dan hancurlah tanha dan tidak melekat lagi
Ada kemungkinan dengan Sutta yang sama, membuat si pendengar makin tersesat ?
(cuman minta pendapat saja) :D

Ikut nimbrung juga ah.... :)
Bro Hasan yang baik, pengalaman anatta sudah diterangkan oleh penguasa jagad Dhammacitta yaitu tidak harus arahat karena pengalaman ini berkaitan dengan pengalaman lain yang merupakan satu kesatuan, yaitu pengalaman anicca dan pengalaman dukkha.

Banyak siswa meditasi Vipassana mengalami hal ini. Jadi pengalaman membuktikan secara langsung mengenai anicca, dukkha dan anatta ini.

Ajaran Buddha bukan mendasarkan ajarannya pada keyakinan atau iman.
Ajaran Sang Buddha mendasarkan Ajarannya pada pengalaman praktek, pengertian dan kebijaksanaan (practice, wisdom dan understanding)

Demikian pentingnya praktek dan pengalaman ini, sehingga mereka yang belum mengalami kebenaran tertinggi (Ultimate Truth/Nibbana) bahkan belum dianggap siswa yang sesungguhnya (belum sekha). Mereka yang belum mengalami Kebenaran Tertinggi masih dianggap umat awam, walau ia mampu menghafal Tipitaka (yang berjumlah 41 buku) beserta komentar dan subkomentar yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari Tipitaka.

 _/\_

Nimbrung juga ah..Maksud Bro Fabian apa ya?Tidak perlu menjadi Arahat untuk "memahami" Anatta..Memahami apa maksudnya?
Bro Ricky yang baik, kulminasi dari pengalaman anatta adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai diri/adanya atta/roh yang kekal). Sakkaya ditthi lenyap pada pencapaian tingkat kesucian pertama. (Sotapanna).


Bro fabian yang baik,Sakkaya ditthi itu mencakup apa saja kah?Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran? :)

Bro riky yang baik, ringkasnya sakkaya ditthi adalah mempercayai segala sesuatu digerakkan oleh roh seperti dalam agama tetangga.

Pada meditator Vipassana, setelah melihat dan mengalami sendiri bahwa semua pandangan palsu mengenai roh disebabkan ketidak tahuan (avijja) bahwa, sebenarnya segala sesuatu yang muncul hanya proses yang timbul-lenyap, dan tiada substansi yang kekal, maka pandangan salah bahwa ada "aku atau roh" yang menggerakkan semua ini menjadi lenyap dengan sendirinya bila avijja lenyap disebabkan berhentinya proses yang menimbulkan kondisi-kondisi.

Bro fabian,ini sama saja..Anda hanya mengulang apa yang telah saya tanya,saya bertanya,"Sakkaya ditthi mengatakan tentang "pandangan salah akan kepercayaan adanya roh yang kekal",apakah sakkaya ditthi menyentuh pada esensi anatta bahwa tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja?bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" :)
Dengan begitu jelas,bahwa sakkaya ditthi hanya menyentuh permukaannya bukan esensinya,jelas bahwa "sotapanna" masih dalam tahap yang bisa melakukan hal-hal seperti manusia biasa .. :)

Bro riky yang baik, boleh tahu siapa yang mengajarkan kepada bro Riky bahwa sakkaya ditthi menyentuh permukaannya saja? apakah bro tahu arti sakkaya ditthi?
Siapa yang mengajarkan bahwa esensi anatta adalah : tubuh hanya terdiri dari gugusan-gugusan pembentuk saja? Bahwa tubuh ini sesungguhnya menjijikan dan memiliki 9 lubang kotoran?" boleh tahu referensinya?

Quote
Quote
Pada meditator Vipassana tidak dikembangkan konsep kejijikan, yang berkembang dan menjadi matang adalah pengetahuan pengalaman mengenai tilakkhana. pengalaman semakin tajam dengan semakin kuatnya perhatian dan konsentrasi.
Siapa yang bilang meditator vipanssana dikembangkan melalui konsep kejijikan?Saya bilang apakah sakaya ditthi menyentuh sampai hal itu? bukankah Buddha berkata kepada Magadiya dalam dhammapada bahwa Buddha tidak akan menyentuh tubuh yang menjijikan dan wadah kotoran itu ,walau dengan ujung kakinya sekalipun?Buddha telah memahami "anatta" berserta semua esensinya..ternyata itu malah kembali membuktikan bahwa memang hanya seorang Buddha lah yang mampu mengetahui esensi anatta,selanjutnya hanya kepercaayaan/iman belaka..
Perhatikan yang saya bold apakah itu maksud bro dengan anatta? Itukah yang bro maksud dengan anatta? tubuh menjijikkan dan wadah kotoran?

Quote
Quote
Pertanyaannya kurang tepat diterapkan bro, ada "degree" pengalaman anatta yang berbeda-beda pada setiap praktisi Vipassana, semakin tinggi pencapaian semakin jelas pengalaman anatta (tentunya juga pengalaman anicca dan dukkha karena ketiganya berkaitan) bagaimanakah pengalaman anatta? semakin mengalami berbagai macam fenomena semakin melihat ia bahwa tak ada aku, tak ada jiwa, tak ada roh, yang ada hanya bentuk-bentuk pikiran, perasaan, ingatan, kesadaran dll.

Menurut Bro fabian,sebagai praktisi meditasi,apakah pengalaman anatta itu mengalami suatu proses yang berkelanjutan?Kalau begitu,saya jadi bertanya-tanya tentang "pencapaian" instan murid-murid Buddha Gotama,dan pencapaian dari YM Ananda..Menurut saya malah sebaliknya bahwa,sesungguhnya pemahaman akan esensi itu muncul "begitu" saja.. :)

bold: ya pengalaman anatta bertambah lama bertambah jelas.
Bisakah ditunjukkan dimanakah di Tipitaka dikatakan bahwa ada pencapaian Arahat yang instan? Siapa yang mengajarkan bro Riky?

Quote
Quote
Tak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, Sang Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat, jadi segala sesuatu pasti ada sebabnya.
Dalam Samyutta Nikaya (Samudda Sutta) Sang Buddha mengajarkan bahwa Dhamma yang beliau ajarkan tak ada yang seketika, semuanya terjadi melalui proses, bagai dasar laut yang semakin lama semakin dalam.

Maap,nyela dulu Bro fabian,mengapa Anda sangat senang menafsirkan "kalimat" saya sesuai "keinginan Anda"?Saya tidak bilang bahwa "pencerahan" itu adalah "kebetulan",pada kalimat yang manakah didalam kalimat saya yang secara tersirat maupun tersurat ada makna semacam itu?
Maaf saya tanya balik kepada bro Riky: dimanakah saya mengatakan bahwa "bro Riky bilang pencerahan terjadi secara kebetulan?"
Quote
Jadi,kembali ke pertanyaan saya,"Apakah pencapaian instan itu dilalui oleh proses ini dan itu?"
Ya sesuai dengan Samudda Sutta pencerahan terjadi melalui proses yang semakin lama semakin dalam.
Menurut bro Riky bagaimana? terjadi seketika? Bisa diterangkan bagaimana caranya?

Quote
Quote
Quote
Vipassana adalah proses pematangan pengalaman terhadap ketiga karakteristik ini (tilakkhana), bila pada meditasi Vipassana pengalaman terhadap ketiga karakteristik tak berkembang ada dua kemungkinan, yaitu sang meditator belum siap Vipassana atau meditasi yang diikutinya bukan Vipassana.

 _/\_


Setahu saya vipasanna itu penyederhananya adalah kesadaran dalam gerak gerik,disebut sebagai "sati-sampajana"...Apakah perlu pematangan,apakah perlu pelatihan dan seterusnya? :)

May All Being Happy
Sati-Sampajanna adalah sikap batin dalam bermeditasi, sati-sampajanna akan bertambah kuat dengan latihan yang berkesinambungan. Tetapi Vipassana bukan hanya mengembangkan sati-sampajanna, ada faktor lainnnya yang perlu dikembangkan yaitu Satta Bhojangga, Pancabala dll...

Kalau begitu,apa sih arti "sati-sampajanna" menurut Anda?

Sati-Sampajanna berarti perhatian dan kewaspadaan. Itulah artinya sati-sampajanna.

Quote
Quote
Banyak orang dengan mudah mengatakan sati-sampajanna tanpa mereka tahu bagaimana menerapkan sati-sampajanna dalam meditasi. Saya yakin bro Riky pernah bermeditasi? Bolehkah saya tahu bagaimana cara bro Riky menerapkan sati-sampajanna?

 _/\_
Sama lho,dengan banyak orang dengan gampang mengatakan "nibbana" dan kepercayaannya akan "nibbana".. :D

Baru tahu saya,bahwa "sati" "sampajana" harus "diterapkan",kalau sati sampajana versi saya cukup "diam" saja,tak ada penerapan apapun.. :)

Hmm... menarik sekali... siapakah yang mengajarkan mengenai sati-sampajanna seperti ini kepada bro Riky?

Apakah seseorang yang tidur dengan nyenyak juga sati-sampajana? 

Tidur juga diam.... tak ada penerapan apapun... dan tak perlu penerapan apapun.... :)

 _/\_
« Last Edit: 25 May 2010, 10:03:49 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #96 on: 25 May 2010, 10:37:54 PM »
EMPAT JENIS KEMELEKATAN ATTA
=======================

(1) Kemelekatan Sàmi atta: Kepercayaan bahwa ada, di dalam tubuh seseorang, suatu entitas hidup, yang mengatur dan mengarahkan keinginan dan perbuatan. Adalah jiwa yang hidup ini yang berjalan, berdiri, duduk, tidur, berbicara kapanpun ia inginkan.

“Kemelekatan Sàmi atta adalah kepercayaan akan adanya suatu entitas hidup di dalam tubuh seseorang, yang mengendalikan dan mengarahkan sesuai keinginannya.”

Anattalakkhaõa Sutta yang diajarkan oleh Sang Bhagavà secara khusus bertujuan untuk melenyapkan kemelekatan Sàmi atta ini. Sekarang, karena Sutta ini pertama kali diajarkan kepada Kelompok Lima Bhikkhu yang telah menjadi Pemasuk-Arus, tidakkah patut dipertanyakan apakah seorang Pemasuk-Arus masih dirintangi oleh kemelekatan Atta?

“Pemasuk-Arus telah meninggalkan kemelekatan Atta, tetapi masih berpegang pada kesombongan.”

Pada tingkat Sotàpanna, Pemasuk-Arus, belenggu-belenggu kepercayaan akan diri (pandangan salah tentang diri), keragu-raguan dan kebimbangan, dan keterikatan pada upacara dan ritual telah dilenyapkan secara total. Tetapi seorang Pemasuk-Arus belum terbebas dari Asmi-màna, kesombongan-aku. Bangga akan kemampuannya, statusnya, “Aku dapat melakukan; Aku mulia,” adalah genggaman pada kesombongan-aku. Tetapi kesombongan seorang Pemenang-Arus berhubungan dengan kualitas sesungguhnya, ia memang benar memiliki dan bukan keangkuhan palsu berdasarkan pada kualitas yang tidak ada.

Oleh karena itu, Pemasuk-Arus harus, melanjutkan praktik Vipassanà untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih merupakan belenggu baginya. Ketika Vipassanà-¤àõa telah lebih terkembang, kesombongan-aku ini berhenti dan sebagian telah dilenyapkan oleh Jalan Sakadàgàmi. Tetapi belum benar-benar dilenyapkan. Jalan Anàgàmi semakin memperlemahnya, tetapi Jalan ini juga hanya melenyapkan sebagian. Hanya melalui Arahatta magga, kesombongan-aku ini dapat dilenyapkan secara total. Dengan demikian dapat dianggap bahwa Anattalakkhaõa Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà untuk melenyapkan secara total kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih menempel pada Kelompok Lima Bhikkhu walaupun mereka telah mencapai tigkat Pemasuk-Arus.

(2) Kemelekatan Nivàsī atta: Kepercayaan bahwa ada suatu entitas hidup yang secara permanen berada dalam tubuh seseorang.

“Kemelekatan Nivàsī atta adalah kepercayaan bahwa ada suatu entitas hidup yang secara permanen berada dalam tubuh seseorang. Ini adalah kepercayaan umum banyak orang bahwa mereka ada secara permanen sebagai makhluk hidup sejak saat dilahirkan hingga saat kematian. Ini adalah kemelekatan Nivàsī atta. Beberapa orang menganggap bahwa tidak ada yang tersisa setelah kematian; ini adalah pandangan salah pemusnahan. Dan beberapa orang lainnya percaya pada pandangan salah keabadian yang menganggap bahwa entitas hidup dalam tubuh tetap tidak terhancurkan setelah kematian; ia berlanjut menempati tubuh baru dalam kehidupan baru. Adalah dengan pandangan untuk melenyapkan dua pandangan salah ini bersama dengan kemelekatan pada kesombongan-aku maka Anattalakkhaõa Sutta diajarkan oleh Sang Bhagavà, yaitu, untuk melenyapkan kemelekatan pada kesombongan-aku yang masih membelenggu Kelompok Lima Bhikkhu dan Para Mulia lainnya; dan untuk melenyapkan dua pandangan salah serta kesombongan-aku pada kaum duniawi biasa.

Selama seseorang melekat pada kepercayaan bahwa ada secara permanen suatu entitas hidup atau jiwa, maka selama itu pula ia menganggap bahwa tubuhnya dapat dikendalikan sesuai keinginannya. Dapat dipahami bahwa Anattalakkhaõa Sutta dibabarkan untuk melenyapkan bukan hanya kemelekatan Sàmi atta tetapi juga kemelekatan Nivàsī atta. Begitu kemelekatan Sàmi atta dilenyapkan, jenis lainnya dari kemelekatan Atta dan pandangan-pandangan salah juga secara bersamaan dilenyapkan secara total.

(3) Kemelekatan Kàraka atta: Kepercayaan bahwa adalah entitas hidup, jiwa yang mengakibatkan setiap perbuatan fisik, ucapan dan pikiran.

Kemelekatan Kàraka atta adalah kepercayaan bahwa suatu entitas hidup yang bertanggung jawab atas setiap perbuatan fisik, ucapan dan pikiran.

Kemelekatan Kàraka atta lebih banyak berhubungan dengan Saïkhàrakkhandà, gugus bentukan-bentukan. Kita akan membahasnya lebih luas ketika kita sampai pada gugus bentukan-bentukan.

(4) Kemelekatan Vedaka atta: Kemelekatan Vedaka atta adalah kepercayaan bahwa semua perasaan apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan dirasakan oleh entitas hidup, diri.

Kemelekatan Vedaka atta lebih banyak berhubungan dengan Vedanakkhandà.

Rupakkhandà, gugus materi adalah bukan Diri, atau entitas hidup, Atta melainkan Bukan-diri, Anatta telah cukup dijelaskan tetapi masih perlu untuk menjelaskan bagaimana para yogī yang berlatih meditasi Vipassanà dapat melihat sifat dari Anatta, bukan-diri dengan tanpa mengerahkan usaha. Kita akan membahasnya dengan penjelasan bagaimana ini dilakukan.


Sumber: Komentar Anattalakkhana Sutta dan Malunkyaputta Sutta oleh Mahasi Sayadaw, DC Press, 2008

Offline Juice_alpukat

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 734
  • Reputasi: 11
  • Gender: Male
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #97 on: 25 May 2010, 10:52:49 PM »
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.
Sdg theravada tidak pernah brkata seperti itu. Krn kamu awalnya memang sudah avijja bukan buddha, dan kamu berjuang untk menghapus avijja n tanha brulah jd buddha. Maaf oot.

Offline andrew

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 568
  • Reputasi: 22
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #98 on: 25 May 2010, 11:34:46 PM »
Konsep mahayana beda pula yah, dkatakan kamu semulanya sebenarnya ialah Buddha, cuma saja kamu ditutupi awan awijya dan tanha, krnanya tidak sadar akan kebudhaan dirimu.


:) saya coba mengingat -ingat apa demikian?
di mahayana seingat saya penjelasanya... kita memiliki benih buddha... sehingga kita bisa menjadi buddha...

arti dari mahayana sendiri adalah mereka yang memilih jalan bodhisatwa...   menyempurnakan parami untuk menjadi Buddha demi manfaat semua mahluk...

jadi jelas awalnya mereka bukan buddha tapi bercita cita menjadi buddha melalui jalan bodhisatwa



Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #99 on: 25 May 2010, 11:59:20 PM »
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..
no-self bukan sekedar tidak ada roh (no-soul) tapi tidak ada diri, diri dlm pandangan salah bisa dalam wujud macam2, mis: jiwa, nafas, dll. (sorry bukan ini yg saya tekankan, silahkan bahas dg yg lain kalau ingin bahas soal ini)
permasalahan antara no-self vs not-self adalah "no" vs "not".
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro dg cara biasa, jgn pake abhinna atau cara luar biasa lainnya... sebab ga nyambung. jika ga tertarik, ya sudah lewatkan...

Quote
Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:
saya yakin 99% bro fabian pernah baca sutta tentang Sang Buddah ditanya soal atta itu ada atau tidak ada. dan Sang Buddha hanya diam. ketika ditanya alasannya oleh Ananda (kalau saya ga salah ingat), Sang  Buddha mengatakan, kalau saya jawab ada, dia akan pergi ke kelompok yg percaya ada atta. dan kalau dijawab ga ada, dia pergi ke kelompok yg percaya ga ada atta.
okelah mungkin sangking banyaknya jadi lupa...

 _/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #100 on: 26 May 2010, 07:29:48 AM »
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..
no-self bukan sekedar tidak ada roh (no-soul) tapi tidak ada diri, diri dlm pandangan salah bisa dalam wujud macam2, mis: jiwa, nafas, dll. (sorry bukan ini yg saya tekankan, silahkan bahas dg yg lain kalau ingin bahas soal ini)
permasalahan antara no-self vs not-self adalah "no" vs "not".
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro dg cara biasa, jgn pake abhinna atau cara luar biasa lainnya... sebab ga nyambung. jika ga tertarik, ya sudah lewatkan...

Quote
Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:
saya yakin 99% bro fabian pernah baca sutta tentang Sang Buddah ditanya soal atta itu ada atau tidak ada. dan Sang Buddha hanya diam. ketika ditanya alasannya oleh Ananda (kalau saya ga salah ingat), Sang  Buddha mengatakan, kalau saya jawab ada, dia akan pergi ke kelompok yg percaya ada atta. dan kalau dijawab ga ada, dia pergi ke kelompok yg percaya ga ada atta.
okelah mungkin sangking banyaknya jadi lupa...

 _/\_

ad hominem =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #101 on: 26 May 2010, 07:51:57 AM »
Bro Tesla yang baik, saya kira disini ada inaccuracy penerjemahan, saya bukan mau mengatakan saya lebih tahu dari Bhante Thanissaro, tapi bila kita ikuti asal kata "atta" parallelnya dalam sanskrit adalah "atman". Yang berarti jiwa atau roh/soul. Tapi Bhante Thanissaro mengalihkan artinya menjadi not-self dan no-self.

Saya kira kedua-duanya applicable juga yaitu :
not-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa semua yang dianggap self pada dasarnya adalah kelompok kemelekatan belaka (pancakhandha) yang selalu berubah.
No-self (anatta / anatman :sanskrit) dalam pengertian bahwa memang tak ada roh, tetapi kelima pancakhandha tetap ada..
no-self bukan sekedar tidak ada roh (no-soul) tapi tidak ada diri, diri dlm pandangan salah bisa dalam wujud macam2, mis: jiwa, nafas, dll. (sorry bukan ini yg saya tekankan, silahkan bahas dg yg lain kalau ingin bahas soal ini)
permasalahan antara no-self vs not-self adalah "no" vs "not".
sebaiknya anda baca essay bhikkhu Thanissaro dg cara biasa, jgn pake abhinna atau cara luar biasa lainnya... sebab ga nyambung. jika ga tertarik, ya sudah lewatkan...

Quote
Menurut yang saya baca, yang didiamkan oleh Sang Buddha adalah mengenai apakah Sang Tathagata ada atau Tiada setelah Parinibbana?

Tetapi mengenai apakah Tathagata ada atau tiada sewaktu masih hidup dijawab oleh Beliau dalam Anuradha Sutta, Samyutta Nikaya saya hanya kutip bagian terakhir:
saya yakin 99% bro fabian pernah baca sutta tentang Sang Buddah ditanya soal atta itu ada atau tidak ada. dan Sang Buddha hanya diam. ketika ditanya alasannya oleh Ananda (kalau saya ga salah ingat), Sang  Buddha mengatakan, kalau saya jawab ada, dia akan pergi ke kelompok yg percaya ada atta. dan kalau dijawab ga ada, dia pergi ke kelompok yg percaya ga ada atta.
okelah mungkin sangking banyaknya jadi lupa...

 _/\_


Bro Tesla yang baik, coba dibaca postingan bro Indra mengenai 4 jenis atta ditthi, adakah yang mengatakan bahwa atta bukan entitas hidup / jiwa / roh / soul?

Saya tahu sutta yang dimaksudkan, Sang Buddha tak mau menjawab karena orang-orang yang sangat melekat pada pandangan salah (miccha ditthi) menganggap bahwa ada entitas hidup / roh dalam diri mereka, sehingga mereka akan tidak siap menerima kenyataan bahwa yang mereka anggap roh sebenarnya adalah kemelekatan pada nama khandha.
Tak ada entitas hidup yang disebut roh (atta / atman).

Sekarang pertanyaan saya: apakah anda percaya bahwa ada atta /entitas hidup / roh?

 _/\_

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #102 on: 26 May 2010, 08:53:21 AM »
ad hominem =))
itu joke aja kok... biar lebih enak ngobrolnya :P

Bro Tesla yang baik, coba dibaca postingan bro Indra mengenai 4 jenis atta ditthi, adakah yang mengatakan bahwa atta bukan entitas hidup / jiwa / roh / soul?

Saya tahu sutta yang dimaksudkan, Sang Buddha tak mau menjawab karena orang-orang yang sangat melekat pada pandangan salah (miccha ditthi) menganggap bahwa ada entitas hidup / roh dalam diri mereka, sehingga mereka akan tidak siap menerima kenyataan bahwa yang mereka anggap roh sebenarnya adalah kemelekatan pada nama khandha.
Tak ada entitas hidup yang disebut roh (atta / atman).
yah, anda menyimpulkan "tidak ada", disitulah pokok yg dibahas bhante Thanissaro. bahwa pernyataan itu kurang tepat.


Quote
Sekarang pertanyaan saya: apakah anda percaya bahwa ada atta /entitas hidup / roh?
disinilah inti permasalahannya... pertanyaan anda jatuh pada kesimpulan "tidak ada" ataupun "ada", sedangkan saya tidak sampai ke kesimpulan demikian.
yg dibahas di Anatta Lakhana Sutta cuma a,b,c,d,e (5 khanddha) bukan diri (jika anda setuju dg versi Mahasi Sayadaw).
cuma sampai disini...
tidak sampai pada kesimpulan "tidak ada atta"

faktanya adalah, kalau seseorang tidak melekat pada kesadarannya, tubuhnya, dll (5 khanddha), pertanyaan ada atau tidak ada atta itu akan lenyap sendiri... ini disampaikan oleh bhante Thanissaro dipaling akhir paragraf essaynya. sebab asal dari pertanyaan itu sendiri sudah hilang...
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #103 on: 26 May 2010, 09:18:49 AM »
arti anatta jadinya apa?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline No Pain No Gain

  • Sebelumnya: Doggie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.796
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
  • ..............????
Re: Awam hanya bisa memahami Anatta sbg Kepercayaan/Iman belaka
« Reply #104 on: 26 May 2010, 11:03:05 AM »
ada hal yang membingungkan saya sebagai pemula,
di buddhism dikenal dengan istilah  anatta (tiada inti/aku)..jadi sebenarnya siapa yg melewati dunia ini? siapa yang mengalami kesakitan? siapa yg berbuat kebajikan dan kejahatan, serta siapa yg mencapai pencerahan?kalo tiada aku lalu siapa pelakunya dan siapa yg mendapat karma baiknya?
mohon dibantu jawabannya..
No matter how dirty my past is,my future is still spotless

 

anything