//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Akar perpecahan  (Read 101002 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Akar perpecahan
« Reply #105 on: 18 December 2009, 06:46:14 PM »
Thanks atas penjelasan Bro Chingik dan Bro Gandalf.
Thanks pula pada Bro Gandalf, semoga ingat dg janjinya ttg "Dasabhumika Sutra." Saya nantikan itu. ;)

Secara overall jawabannya saya bisa terima jika saya memandang dr perspektif "kacamata" Mahayana. Mungkin bbrp hal yg kurang saya mengerti yg ingin saya tanyakan mengenai ini:

 [at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."

Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."

Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya. _/\_



 [at] Bro Chingik:
"Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara, Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya."

Bukankah dalam fakta ceritanya dikatakan seorang Bodhisattva masih bisa melakukan pelanggaran sila selain berbohong? Dengan demikian masih ada akusala mano karma, dan ada akusala kaya karma tetapi tidak ada akusala vaci karma. Note: ini pun jika kita menginterpretasikankan berbohong sbg semua bentuk kualitas negatif dr pembicaraan. Krn selain berbohong, kita jg mengenal pembicaraan yg memecah belah, yg tak bermanfaat, dlsb.
Konsekuensi dr pelanggaran sila adalah masih ada karma-vipaka utk akusala mano karma dan akusala kaya karma seorang Bodhisattva. Ini pula yg menyebabkan Bodhisattva masih dapat terlahir ke alam rendah.

Sementara pemahaman saya berdasarkan Jataka dan sejauh dr diskusi antar pihak Theravadin dan Mahayanist baik di luar forum maupun di dalam forum DC, adalah bodhisattva tampaknya masih dalam lingkup Hukum Karma dan hukum pratitya-samutpada. Hanya saja tampaknya ada bbrp hak prerogatif bagi bodhisattva yaitu tidak akan dapat terlahir di alam neraka, tdk akan dpt berbuat akusala garuka karma dan bbrp lain yg mungkin saya belum tahu. Cmiiw.
(catt: saya tidak pernah terlalu menyelidiki kisah2 Jataka dan bodhisattva sebelumnya, maka saya bertanya.) :)

Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?

Anumodana jawabannya _/\_

P.S:
Saya minta maaf kalau misalnya saya juga ikut2an mengkritisi pribadi.  _/\_ Mari kita kembali ke diskusi yang dingin.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya. _/\_
appamadena sampadetha

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #106 on: 18 December 2009, 07:54:50 PM »
Quote
[at] Bro Chingik:
"Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara, Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya."

Bukankah dalam fakta ceritanya dikatakan seorang Bodhisattva masih bisa melakukan pelanggaran sila selain berbohong? Dengan demikian masih ada akusala mano karma, dan ada akusala kaya karma tetapi tidak ada akusala vaci karma. Note: ini pun jika kita menginterpretasikankan berbohong sbg semua bentuk kualitas negatif dr pembicaraan. Krn selain berbohong, kita jg mengenal pembicaraan yg memecah belah, yg tak bermanfaat, dlsb.
Konsekuensi dr pelanggaran sila adalah masih ada karma-vipaka utk akusala mano karma dan akusala kaya karma seorang Bodhisattva. Ini pula yg menyebabkan Bodhisattva masih dapat terlahir ke alam rendah.

Sementara pemahaman saya berdasarkan Jataka dan sejauh dr diskusi antar pihak Theravadin dan Mahayanist baik di luar forum maupun di dalam forum DC, adalah bodhisattva tampaknya masih dalam lingkup Hukum Karma dan hukum pratitya-samutpada. Hanya saja tampaknya ada bbrp hak prerogatif bagi bodhisattva yaitu tidak akan dapat terlahir di alam neraka, tdk akan dpt berbuat akusala garuka karma dan bbrp lain yg mungkin saya belum tahu. Cmiiw.
(catt: saya tidak pernah terlalu menyelidiki kisah2 Jataka dan bodhisattva sebelumnya, maka saya bertanya.)

Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?


Maaf saya lupa menambahkan catatan bahwa penjelasan sy dari sudut pandang Mahayana. Dalam usaha memenuhi parami nya bodhisatva sudah tidak tergoyahkan.
Tetapi dalam RAPB pun menyebutkan:
 Karena munculnya Abhinihàra mulia ini dalam diri-Nya, hal-hal yang mengagumkan berikut muncul sebagai sifat dari Bodhisatta agung: (i) Beliau memperlakukan semua makhluk dengan penuh cinta kasih seperti anaknya sendiri; (ii) batin-Nya tidak dikotori oleh kejahatan-kejahatan (ia tidak tergoyahkan dan tidak ternoda oleh kotoran); (iii) semua pikiran, perkataan, dan perbuatannya bertujuan untuk menyejahterakan dan membahagiakan makhluk-makhluk, dan (iv) memenuhi Pàramã, dan mempraktikkan càga dan cariya, yang bukannya berkurang, namun semakin bertambah dan lebih matang.

Pada bagian ini RAPB telah menjelaskan dengan panjang lebar tentang kebesaran seorang bodhisatta , tetapi RAPB sendiri memuat pernyataan yang terlihat kontradiktif, seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta.

Kemudian yang saya jelaskan adalah sesuai dgn pernyataan RAPB tentang ketaktergoyahkan sang bodhisatta yg pada bagian ini sangat sesuai dgn prinsip Mahayana. Hanya saja dalam Mahayana tidak menganggap bodhisatta dapat terlahir di alam rendah atas dasar pikiran jahat, kecuali dengan kekuatan adhitana melakukan emanasi.



Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Akar perpecahan
« Reply #107 on: 18 December 2009, 10:26:13 PM »
Bro Chingik, hak prerogatif Bodhisatta yg saya tahu sejauh ini bahwa beliau tdk terlahir di alam neraka (entah benar atau tidak, masih perlu dicross-check), tidak tahu bagaimana dg alam peta dan asura, yg jelas sih alam binatang sering. Jd saya tidak menulis total sbgm yg Bro tuliskan sebelumnya: "seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta."
Saya tidak mau ini sampai menimbulkan pitnah bagi Bodhisatta. :hammer:

Saya sendiri tidak berkapasitas dalam menjawab mewakili pandangan Theravada dalam hal ini. Karena jujur saja, sejak awal saya tidak terlalu menaruh perhatian pada Jataka dan teori Bodhisattva dalam praktek saya. Maka dr itu saya bertanya benar2 sbg pihak yg tidak tahu dan mencari tahu. Tentu baiknya pernyataan dr Bro Chingik mengenai ketidak-konsistenan RAPB itu dilempar ke board Theravada. Bagaimana? :D

Oya.. Jadi menurut Mahayana bodhisatta terlahir di alam rendah itu melalui kekuatan adhitthana nya? Adakah sumber dari Jataka yg mengatakan demikian? Dan 1 lagi, apakah Jataka Theravada dengan Jataka Mahayana adalah sama?
appamadena sampadetha

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #108 on: 18 December 2009, 11:01:05 PM »
Quote
Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?
tataran konvensional maksudnya jenis siklus kematian makhluk awam. Prosesnya sama seperti dalam penjelasan proses kemenjadian manusia biasa yg mengikuti hukum sebab musabab yg saling bergantungan.

Siklus kemenjadian (kelahiran dan kematian= samsara)  terbagi atas 2:
 

1. 變易生死 [py] biànyì shēngsi  --> "Miraculous samsara" The samsara experienced by enlightened bodhisattvas  ---> tataran tidak konvensional
2. 分段生死 [py] Fenduan shengsi -->the "fragmentary saṃsāra"  by unenlightened people  ---> tataran konvensional

Dapat dilihat dalam Srimaladevi simhanada Sutra, Shurangama Sutra, Huguo Renwan Boruo Jing , dll.

Buddha berkata kepada Srimala, “…Ada dua jenis siklus kematian, apakah dua jenis itu? Siklus kematian frakmentaris dan Siklus kematian perubahan [gaib]. Siklus kematian frakmentaris merujuk pada makhluk yang hidup dalam kepalsuan [dunia]. Siklus kematian perubahan [gaib] merujuk pada para Arahat, Pratyeka-buddha dan Maha bala bodhisattva hingga Buddha-pencapaian bodhi tertinggi. Dalam dua jenis siklus ini, Arahat dan pratyeka-buddha telah memutuskan siklus kematian frakmentaris,yang mana kelahirannya telah diakhiri, karena telah memperoleh buah sopadhisesa (yg masih ada sisa), kehidupan sucinya telah ditegakkan,yang tidak dapat dilakukan oleh para makhluk awam dan dewa, dan yang belum dipraktikkan oleh 7 jenis praktisi. Karena telah diputuskannya noda batin kepalsuan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Noda batin telah dikikis oleh ARahat dan pratyeka-buddha sehingga tiada lagi kelahiran. Yang dikatakan tiada kelahiran bukan karena telah mengakhiri semua jenis noda batin juga bukan karena telah mengakhiri semua jenis kelahiran sehingga disebut tiada kelahiran. Mengapa masih ada noda batin, karena Arahat dan pratyeka-buddha belum mengikis dua jenis noda batin…”


Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #109 on: 18 December 2009, 11:34:05 PM »
Bro Chingik, hak prerogatif Bodhisatta yg saya tahu sejauh ini bahwa beliau tdk terlahir di alam neraka (entah benar atau tidak, masih perlu dicross-check), tidak tahu bagaimana dg alam peta dan asura, yg jelas sih alam binatang sering. Jd saya tidak menulis total sbgm yg Bro tuliskan sebelumnya: "seperti yg anda kemukakan yakni terlahir di alam rendah, alam binatang dan alam peta."
Saya tidak mau ini sampai menimbulkan pitnah bagi Bodhisatta. :hammer:

Saya sendiri tidak berkapasitas dalam menjawab mewakili pandangan Theravada dalam hal ini. Karena jujur saja, sejak awal saya tidak terlalu menaruh perhatian pada Jataka dan teori Bodhisattva dalam praktek saya. Maka dr itu saya bertanya benar2 sbg pihak yg tidak tahu dan mencari tahu. Tentu baiknya pernyataan dr Bro Chingik mengenai ketidak-konsistenan RAPB itu dilempar ke board Theravada. Bagaimana? :D

Oya.. Jadi menurut Mahayana bodhisatta terlahir di alam rendah itu melalui kekuatan adhitthana nya? Adakah sumber dari Jataka yg mengatakan demikian? Dan 1 lagi, apakah Jataka Theravada dengan Jataka Mahayana adalah sama?

Kalo mengatakan hak prerogatif, apa yg menjadi hak prerogatif? Yang menentukan smua ini tidak lain adalah kekuatan karmanya. DAlam RAPB menyebutkan tentang alam peta juga. Ini memang saya tambahkan utk menegaskan saja.
Ketidak konsistenan antara Parami bodhisatta dengan kelahiran di alam rendah dalam RAPB saya sendiri belum tahu apa alasan dan penjelasan nya. Mungkin rekan yg pakar Theravada dapat membantu menjelaskannya.

Adalah wajar bila nanti penjelasannya tidak sepenuhnya sama dengan pandangan Mahayana. Intinya kita sama2 berbagi wawasan di sini.

Kelahiran di alam rendah seorang bodhisatva dalam Mahayana tidaklah karena kelahiran dalam tataran konvensional, karena tidak mungkin ketika sudah membangkitkan Abhinihara dan membangun Parami yg terus maju masih bisa terjadi   kemerosotan. Kemerosotan dalam jalan bodhisatva memang ada tapi jenis bodhisatva ini dapat terjadi sebelum mendapat ramalan (Vyakarana) dari seorang Buddha. Kalo sudah diramal , maka tidak ada kemerosotan lagi, tidak tergoyahkan lagi. Seperti yg tertulis juga dalam RAPB yg telah dikutipkan sebelumnya .

Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita" .
Tapi dalam Jataka Theravada tidak ada konsep demikian, makanya mengapa masih mengatakan bodhisatva masih terlahir di alam rendah karena karma yang dilakukannya.

Jataka Theravada tentu dianggap tak terpisahkan dalam Mahayana, karena semuanya adalah ajaran dari Guru Buddha yang harus dijunjungi.  Kemudian Jataka mahayana juga ada﹐ dan cukup banyak juga, seperti dalam Liudu Ji Jing (Kumpulan Enam Paramita), XianYuJing, BeiHuaJing, PusaBenYuanJing, PusaBenxingJing, dan lain sebagainya.
 
« Last Edit: 19 December 2009, 12:05:54 AM by chingik »

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Akar perpecahan
« Reply #110 on: 19 December 2009, 05:33:14 AM »
Quote
Bro Gandalf mengerti apa yang mau dicapai dalam ajaran filosofo Mahayana !
Berarti Bro Gandalf, termasuk makhluk luar biasa donk ! karena memahami apa yang tidak bisa dimengerti oleh umat awam seperti penjelasan Bro Chingik.
Boleh tahu apa yang mau dicapai Bro Gandalf, supaya menambah pengetahuan saya tentang Buddha Dhamma filosofi Mahayana !
Terima kasih penjelasannya

Haisss....ckckckck....

Seperti kata Hokben, saya tidak bilang saya mengerti 100% ajaran Mahayana, ini menunjukkan bahwa anda memang punya niat menyindir dengan mengatakan terima kasih atas kejujurannya, saya termasuk makhluk luar biasa donk, dst.

Lebih baik hilangkan kebiasaan posting dengan berpikiran negatif seperti ini, kalau tidak, akan saya delete postingan anda di board ini, karena mengacaukan diskusi Dharma yang sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat dan tanpa sindir-sindiran segala.

Mengenai Mahayana, saya memang hanya paham kulitnya saja, daging dan tulangnya saya belum paham, karena saya bahkan belum mencapai Bhumi pertama Bodhisattva. Demikian juga banyak teman2 se- Dharma di sini yang bahkan belum mencapai Sotapanna (hanya tahu kulit luarnya saja), mampu membabarkan ajaran Theravada dengan cukup baik.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Quote
Tanya, diskusi, ndak boleh !
Karena tidak puas akan jawaban !, bertanya lagi ! dibilang dengan sindiran, jujur mengatakan terima kasih, tidak boleh, apakah Jawaban yg diberikan harus dipuaskan, dterima.
Bahaya memang !

Bro Gandalf mau hapus silahkan aja laugh

Emang ndak benar, kok dibenarin.

Go ahead, kalau saya merasa ganggu, Hapus aja  laugh
Kamu kan berkuasa sebagai TUHAN, bisa menghapus dan menciptakan. LOL

Ckck.... Umat Buddhis bisa berbicara seperti ini.....  8)  8) hebat juga....

 _/\_
The Siddha Wanderer
mau tanya, yang di bold termasuk menyindir gak ;D

ada nyindir atau tidak nyindir, hanya 'TUHAN' yang tahu ! :))

Dalam diskusi, ada sindiran atau tidak, itu hal biasa, karena ketidak puasan hasil jawaban tentulah di akan diulang tanya lagi sampai seberapa pengetahuan yang di miliki oleh seorang Penjawab atau yang ahli, kalau penjawab merasa ada sindiran dalam pertanyaan2 tsb, jawablah dengan apa yang diketahui aja (emang kalau pengetahuan sampai sebatas itu aja, yang bertanya juga akan diam, demikian adanya apa yang mau dipaksa).
Karena setiap manusia pasti menghargai Kejujuran.

Janganlah sampai mengancam atau menuding kepada yang bertanya, gimana diskusi ini bisa sehat. ^:)^
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Akar perpecahan
« Reply #111 on: 19 December 2009, 05:40:25 AM »
Yap, bisa termasuk  ;D  ;D ..... silahkan menilai sendiri apa latar belakang dan motivasi saya menyindir dan motivasi / latar belakang ketika adilim menyindir.  :))

 _/\_
The Siddha Wanderer

Motivasi sindiran banyak, tidak puas akan jawaban, tidak puas akan cara Penjawab memberikan jawaban, tidak puas .......... dst
Kalau pertanyaan berupa sindiran itu dijadikan alasan ganggu atas forum diskusi, dan di sertai ancaman untuk menghapus/delete kepada yang bertanya. ^:)^
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Akar perpecahan
« Reply #112 on: 19 December 2009, 09:53:38 AM »
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_


« Last Edit: 19 December 2009, 09:55:30 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Akar perpecahan
« Reply #113 on: 19 December 2009, 10:01:51 AM »
Ketika Bodhisatta terlahir menjadi singa, Beliau hanya memakan daging sisa-sisa dari korban yg telah dimangsa binatang buas lainnya. jadi Beliau tidak melakukan perburuan sendiri. mungkin seperti Aslan dalam The Narnia

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Akar perpecahan
« Reply #114 on: 19 December 2009, 10:08:03 AM »
Ok thanks Om Indra. Jelas deh.. _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Akar perpecahan
« Reply #115 on: 19 December 2009, 11:29:09 AM »
Oh ya referensi cerita jataka boddhisatva sebagai singa makan bangkai binatang di cerita jataka mana ya?

Uda cari ngak ketemu?  ???

« Last Edit: 19 December 2009, 11:56:42 AM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Akar perpecahan
« Reply #116 on: 19 December 2009, 11:32:19 AM »
pertanyaan saya dari thread dulu saya donkkk

jataka pangeran mahasatva yang "membunuh" seorang Pembunuh dalam kapal yang hendak membunuh 500 orang..
kemanakah Abhinna-nya apabila telah mencapai pencerahan sempurna?
macet atau gimana?

kan katanya...

Quote
Avatamsaka Sutra mengatakan, "[Bodhisatva mampu] bermanifestasi tak terhingga aktifitas kemuliaan dan memasuki ke semua alam kehidupan para makhluk hidup, mengetahui tindakan2 semua makhluk hidup, ini disebut Kemurnian Upaya Kausalya Paramita"

kalau di lihat dari sisi hidup seorang Buddha, sejak kapan Buddha mengambil jalan MEMBUNUH, demi menyelamatkan makhluk hidup...
apa mau di tutup dengan penjelasan singkat "upaya kausalya"

dan lagi yg belum ada jawaban sampai sekarang ini.
"buat apa buddha berakting lupa cara pencapaiannya?, menahan lapar hingga luar biasa sampai hampir mati"...jujur menurut gw itu kebodohan luar biasa.

apakah ini upaya kausalya lagi?
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Akar perpecahan
« Reply #117 on: 19 December 2009, 12:05:48 PM »
Ketika Bodhisatta terlahir menjadi singa, Beliau hanya memakan daging sisa-sisa dari korban yg telah dimangsa binatang buas lainnya. jadi Beliau tidak melakukan perburuan sendiri. mungkin seperti Aslan dalam The Narnia

Anumodana
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Tekkss Katsuo

  • Sebelumnya wangsapala
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.611
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
Re: Akar perpecahan
« Reply #118 on: 19 December 2009, 12:49:53 PM »
btwww. setau saya di jataka ngak ada bodhisatta makan bangkai hasil perburuan binatang lain, yg ada ikut berburu, ini tertulis di sigala jataka..

 After the younger lions lost their parents to the stroke of death, the brother lions would leave their sister behind whenever they went out to find something to eat. Once they had obtained food, they would bring some back for their sister the Lioness to eat.
Sin Chan: itu referensi ikut berburu
Once when the seven brothers ventured forth to search for food, the Jackal would depart his Crystal Cave and visit the Golden Cave. Taking his stand before the young Lioness, he addressed her slyly with the seductive and tempting words


http://www.borobudur.tv/avadana_01.htm#The

« Last Edit: 19 December 2009, 03:13:07 PM by Edward »

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Akar perpecahan
« Reply #119 on: 19 December 2009, 01:23:25 PM »
Menarik sekali....

Saya juga ada pertanyaan karena minimnya pengetahuan saya tentang jataka dari Theravada dan Mahayana.

Apa yang saya mengerti bodhisatta terlahir menjadi hewan adalah karena hasil kamma lalu. Kalau menurut mahayana Bodhisatva terlahir menjadi hewan karena adhitana dan bukan kelahiran konvensional, itu yg saya tangkap maksudnya CMIIW.

Nah pertanyaannya.

1. Jika seorang bodhisatta terlahir menjadi hewan bisakah menjadi Harimau atau binatang carnivora?

2. apakah hewan carnivora memakan binatang lain menimbulkan kamma buruk juga.?

3. Jika boddhisatta ketika menjadi binatang, dan kelihatannya binatang yg istimewa memiliki welas asih terhadap makhluk lainnya dan dalam jataka pun terlihat memiliki kesadaran khusus. Maka pertanyaanya adalah ketika menjadi Harimau atau binatang carnivora lainnya( jika memang pernah terlahirkan sebagai carnivora) maka dimana ke-welas asihan sebagai bodhistava yg memiliki keistimewaan kesadaran welas asih ketika menjadi binatang?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada kedua belah pihak yaitu pihak Theravada dan Mahayana juga, sehingga ada perbandingan yang comprehensif dalam satu thread ini.

Mettacitena. _/\_
1。 Sebagai makhluk agung , bodhisatva bukan terlahir dalam arti terjatuh ke alam rendah. TEtapi karena memiliki kesadaran istimewa dari hasil praktik parami nya , Beliau mampu beremanasi ke berbagai alam kehidupan, termasuk alam hewan sebagai harimau, dan tidak akan menyakiti makhluk lainnya.

2. Hewan saling memakan itu termasuk karma buruk. Makanya sulit dan langka baginya utk terlahir di alam baik.

3. Karena bodhisatva telah mengembangkan paraminya maka tentu dalam wujud hewan pun memiliki sifat welas asih, karena pada hakikatnya bodhisatva sudah tidak melekat pd wujud apalagi fisik. Terlihat dalam wujud hewan, tapi batinnya selalu "terjaga". Jadi dia mempertunjukkan dapat hidup berdampingan dengan hewan lainnya. Kadang tujuannya bukan hanya ingin memberi manfaat pada sesama hewan, bahkan dapat menyadarkan manusia. Pada kondisi tertentu, manusia yg melihat binatang buas memiliki sifat baik, manusia akan tersadarkan bahwa yg buas saja bisa memiliki sifat baik, sebagai manusia jg sharusnya mengembangkannya. Inilah Parami yg dikembangkan bodhisatva dalam wujud hewan.