heran apa salahnya dengan emo , dan ?
masa belajar agama buddha masih terpengaruh sama kondisi luar sih?
apakah untuk menjadi damai harus tunggu dunia juga menjadi damai?
beginilah jadinya kalo sudah ketergantungan sama sosok-sosok apapun itu, jadi manja .
nanggapi yg ini aja...
dilihat sepintas pendapat di atas keliatan bijak dan masuk akal.
namun setelah dipikir2 ini adalah pola pikir yg mencampuradukkan perkembangan batin dengan sosial.
ajaran2 yg bersifat untuk melatih perkembangan batin itu hendaknya dipraktikkan ke dalam, bukan ke luar, bukan untuk orang lain. apabila ajaran2 ini dicoba untuk diarahkan keluar secara over dosis, hasilnya akan terlihat hipokrit. nasehat2 pelatihan perkembangan batin seperti "jangan terpengaruh kondisi luar, dalam tetap damai", "semua karma masing2", atau "semua tidak kekal" itu ditujukan ke dalam, untuk diselami dalam batin masing2, bukan untuk dipakai untuk membungkam orang lain.
musti dibedakan antara perkembangan batin dengan hidup bermasyarakat secara sosial. walaupun ke dalam kita melatih diri untuk damai di dalam, menyadari anicca & dukkha, namun hidup bermasyarakat memerlukan yg namanya toleransi, norma2 dan nilai2. biarpun negara buddhis sekalipun tetap memerlukan penegakkan hukum, norma2 hidup bermasyarakat. gak bisa kan ngomong ke orang yg udah diperkosa: "ah, sudahlah, hidup itu anicca. boleh kamu udah dianiaya dan diperkosa, tapi dalemnya tetep damai", tanpa penegakkan hukum, tanpa action.
pencampuradukkan ajaran yg bersifat melatih perkembangan batin dengan kehidupan bermasyarakat inilah yg sering membuat buddhis keblinger dan over dosis. saya sering melihat buddhis yg apatis, melihat ketidakadilan dan kemalangan orang lain sebatas teori: "ah, semuanya memang dukkha dan anicca, karmanya masing2", tanpa action. saya termasuk orang seperti ini dan ingin merubahnya, pada batas2 tertentu. dalam hal ini apabila melihat ada praktik2 intoleransi, pemaksaan kehendak dan pelanggaran norma2 / nilai2 hidup bermasyarakat, minimal berikanlah suara anda.
Potaliya (Potaliya-sutta, AN,ii,97):
Pada suatu hari Buddha bercakap-cakap dengan seorang petapa kelana, Potaliya.
Buddha bilang, ada 4 jenis manusia:
(1) orang yg kerjanya mengecam melulu, tidak pernah memuji;
(2) orang yg kerjanya memuji melulu, tidak pernah mengecam;
(3) orang yg diam saja, tidak pernah mengecam atau memuji;
(4) orang yg mengecam [apa yg patut dikecam] dan memuji [apa yg patut
dipuji].
Buddha bertanya kepada Potaliya, manakah di antara keempat jenis
manusia ini yg 'terbaik dan termulia'?
Potaliya menjawab, orang #3 yg terbaik dan termulia, dengan alasan karena
ia sudah mempunyai keseimbangan batin (upekkha) yg tinggi.
Buddha menyalahkannya; menurut Buddha, orang yg mengecam apa yg patut
dikecam, dan memuji apa yg patut dipuji, pada saat yg tepat, adalah yg
terbaik dan termulia. Mengapa? Kata Buddha, oleh karena ia tahu apa yg harus
dikerjakan pada saat yg tepat.apakah ini berarti Buddha mengajarkan untuk terpengaruh kondisi luar?
beginilah jadinya kalo sudah ketergantungan sama sosok-sosok apapun itu, jadi manja .
selama belum suci, manusia memiliki kemelekatannya sendiri2, penjaranya sendiri2, kemanjaannya sendiri2.