sutra palsu bisa memberi 'pencerahan' pencerahan juga palsu donk !
Mengapa tidak? Bahkan lagu dari penyanyi jalanan saja bisa membantu menyadarkan seorang calon Buddha terhadap kekeliruannya. Sedangkan seekor ular bisa mengajarkan kepada calon Buddha mengenai Metta. Bahkan khotbah dari seorang Guru tercerahkan masa kini, yang notabene bukan termasuk sutra/sutta Buddha, dapat membantu seseorang mencapai pencerahan. Palsu atau tidaknya sutra hanya soal apakah sutra itu menceritakan suatu kejadian historis atau tidak: Ini murni soal keabsahan sejarah saja. Sedangkan isi sutta/sutra itu sendiri adalah soal ajaran, yang tidak peduli berasal dari manapun, jika selaras dengan Buddhadharma maka akan memberikan petunjuk yang bermanfaat bagi praktik.
Seandainya, demikian: jika ada seseorang yang dengan iseng menulis sebuah "sutta/sutra palsu" berdasarkan ajaran dari khotbah seorang Guru yang tercerahkan atau katakanlah telah mencapai kearahatan yang lalu dibuatnya seolah-olah diucapkan oleh Sang Buddha sendiri. Menurutmu bagaimana, apakah isi sutra/sutta itu sendiri tersebut akan menyesatkan atau tidak? Tentu saja, fakta bahwa sutra itu palsu itu tidak terbantahkan: yaitu tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya. Tapi bagaimana isi sutra/sutta itu sendiri? Kalau isinya ditulis berdasarkan khotbah/ajaran langsung dari Guru yang tercerahkan tersebut, maka tentu saja ajarannya tetap akan membantu orang yang membaca untuk berlatih/berpraktik dengan benar pula. Pencapaian pencerahan Guru yang khotbahnya/ajarannya dikutip tersebut tidak bisa dinisbikan begitu saja oleh fakta bahwa sutra itu dibuat seolah-olah dari langsung dari zaman Sang Buddha. Fakta bahwa sebuah teks tidak berasal dari zaman Sang Buddha (historis) tidak berarti serta merta membuat seluruh isi teks menjadi salah/menyimpang.
Menyimpang atau tidaknya ajaran dalam sebuah sutta/sutra tidak semata-mata ditentukan oleh otentisitas naskah. Kita harus mengukur ajaran itu dan mempraktikkannya dengan tuntunan dari seorang guru Dharma yang kompeten untuk mengetahui salah atau benar isinya. Inilah semangat ehipassiko yang sesuai. Tidak hanya puas dengan membaca atau mendengar ajaran tetapi juga menjalani praktik langsung.