//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Hikoza83

Pages: 1 [2] 3 4 5 6 7 8 9 ... 146
16
Arsitektur Buddhis / Re: Candi Borobudur ^_^
« on: 29 April 2009, 12:39:07 AM »
BISA JATAKA
“UBI TERATAI”


Orang yang telah belajar untuk mengusahakan kebahagiaan tiadanya keterikatan akan berpaling dari kesenangan duniawi, menjauhinya, seolah-olah ia menyebabkan aib atau penderitaan baginya.

Suatu ketika Bodhisattva terlahir dalam sebuah keluarga brahmana yang sangat mulia, yang dipuji atas kebajikan serta tiadanya sifat-sifat tercela. Ia mempunyai enam saudara laki-laki yang sifat serta pembawaannya seperti dirinya, dan seorang saudara perempuan, yang seluruhnya mengikutinya dalam segala hal, disebabkan oleh pengaruh serta rasa sikap hormat mereka.

Setelah mempelajari Veda dan menguasai pengetahuan tentang obat-obatan, ketangkasan musik dan kerajinan tangan, ia sangat dihormati oleh seluruh penduduk. Ia merupakan anak yang sangat berbakti pada orang tuanya, menghormati orang tuanya seolah mereka para dewa; terhadap para saudara laki-lakinya ia bagaikan seorang guru atau ayah, mengajari mereka dalam berbagai pengetahuan. Ia sangat mahir dalam urusan-urusan duniawi ditunjang oleh kedisiplinannya yang tiada banding dan juga perilaku hidupnya.

Pada saat orang tuanya meninggal, perasaan kehilangan sangat dirasakannya. Seusai upacara pemakaman dan setelah beberapa hari berkabung. Ia mengumpulkan semua saudaranya dan berkata kepada mereka: “Meskipun kita ingin tetap bersama-sama seterusnya, kematian pastilah memisahkan kita dari orang yang kita cintai. Demikianlah sifat dunia ini dan itulah sumber penderitaan berat serta kesedihan. Karenanya aku bermaksud meninggalkan kehidupan rumah tangga, agar kematian tak mencariku sementara aku masih terikat pada kehidupan duniawi. Aku berkehendak akan mengembara tanpa rumah di Jalan Menuju Pencerahan. Setelah memutuskan hal ini, aku akan memberi kalian beberapa nasihat perpisahan: Keluarga kita telah memiliki kekayaan dengan cara yang pantas, dengannya kalian akan dapat dengan mudah menghidupi diri kalian sendiri. berdiamlah di sini sebagai perumah tangga dengan cara yang benar serta pantas. Saling mengasihi serta menghargai satu sama lain; cermat dalam mengikuti ajaran-ajaran kebajikan serta menjaga praktik kebajikan. Pelajarilah kitab-kitab suci, selalu bersiap memenuhi keinginan para sahabatmu, para tamumu dan juga keluargamu. Jelasnya, arahkan dirimu pada Dharma. Senantiasa bertindak dengan sikap disiplin dan rukun dengan orang lain; senanglah belajar dan memberi dana. Berhentilah menghiasi hidup sebagai perumah tangga. Nama baikmu akan berkembang, bersama dengan kebajikan dan kekayaanmu, memberimu kebahagiaan dalam hidup ini dan juga dalam kehidupan yang datang.”

Akan tetapi pembicaraan tentang kehidupan berumah tangga serta perpisahan ini, benar-benar mengejutkan para saudaranya. Diliputi oleh perasaan sedih, wajah mereka basah oleh air mata, mereka bersujud dengan hormat sambil berkata:
“Kematian ayah masih segar dalam ingatan kita, mohon jangan menimpakan kesedihan yang baru pada kita. Kesedihan akibat kematian orang tua masih meliputi kita; keputusanmu bagaikan garam yang ditaburkan di atas luka menganga.

Jika Engkau benar-benar menganggap bahwa keterikatan pada hidup berumah tangga adalah tidak bijaksana, dan hidup di hutan sebagai satu-satunya jalan menuju kebahagiaan sejati, mengapa Engkau hendak pergi seorang diri, meninggalkan kami di sini tanpa pelindung? Hidup yang kaupilih tentunya juga pilihan kami. Kami juga akan meninggalkan kehidupan duniawi.”

Bodhisattva menjawab: “Mereka yang tidak biasa melepaskan keterikatan, tak akan bisa selain mengikuti keinginan duniawi secara membuta; mereka melihat tiada beda antara meninggalkan duniawi dengan meloncat dari tebing. Memahami hal ini, aku menghindarkan diri dari mendorong kalian untuk turut serta. Namun demikian bila hal itu benar-benar membuat kalian senang, baiklah, mari kita tinggalkan rumah bersama-sama!”

Demikianlah ketujuh bersaudara tersebut bersama-sama dengan saudara perempuannya meninggalkan harta kekayaan rumah serta kesenangannya. Pergi diiringi oleh tangis para sahabat serta sanak saudara, mereka selanjutnya menjadi pertapa tanpa rumah. Mereka bersama-sama masuk ke dalam hutan yang menjadi tujuannya; karena tertarik juga turut serta salah seorang sahabat mereka bersama dengan dua orang pelayannya, seorang pria dan seorang wanita.

Mereka menjumpai sebuah telaga sangat besar di dalam hutan, airnya jernih kebiru-biruan. Di siang hari telaga tersebut menyala dalam keindahan; banyak bunga teratai yang mekar mengapung di atas airnya yang berkilauan, dengung lebah terbang di atas ombak. Di malam hari bunga kumuda membuka kuntumnya.

Di tepi telaga, mereka mendirikan pondok dari daun palem dalam jarak yang sama satu dengan yang lain, masing-masing pondok sepi serta tersembunyi di bawah bayangan pohon. Di sanalah mereka berdiam, menekuni ikrar-ikrar serta praktiknya, batin mereka terpusat pada praktik meditasi. Setiap hari kelima belas, mereka pergi bersana-sama menghadap Bodhisattva, untuk mendengarkan ajaran tentang jalan menuju ketenangan dan menaklukkan pikiran. Sering bodhisattva berbicara tentang kebajikan meditasi dan pengaruh keinginan yang menghancurkan, atau menjelaskan tentang kepuasan yang timbul dari pelepasan, memperingatkan mengenai kepura-puraan, pembicaraan yang tiada guna, kemalasan dan semacamnya. Dengan cara demikianlah ia memperkuat semangat para pendengarnya.

Saat itu pelayan perempuan mereka, dengan penuh rasa hormat serta kekaguman, terus mengikuti mereka bahkan hingga ke dalam hutan. Setiap hari ia mencabuti banyak ubi teratai dari telaga dan membagikannya dengan rata di atas daun bunga teratai. Bila makanan telah dipersiapkan dengan pantas dan diletakkan di tempat bersih di tepi telaga, ia akan memukulkan dua potong kayu bersamaan untuk memberitahu bahwa makanan telah siap, setelah itu ia diam-diam mengundurkan dirinya.

Sang suci, setelah melaksanakan doa-doa dan persembahan sebagaimana biasa, akan berjalan ke tepi telaga satu persatu sesuai usianya. Masing-masing akan mengambil bagian ubinya lalu kembali lagi ke dalam pondoknya, menyantap makanannya. Sisa waktunya sepanjang hari dihabiskan dalam meditasi. Dengna jalan ini mereka menghindari saling melihat sepanjang waktu kecuali pada saat mendengarkan ajaran.

Praktik sila yang demikian luar biasa, kemurnian bertingkah laku serta hidup yang demikian, dan kesenangan pada pelepasan yang demikian, menjadikan mereka sangat termashyur. Ketika Sakka, Raja para dewa, mendengar tentang keluarga suci ini, ia pergi ke istana kediamannya untuk menyusun rencana menguji mereka. Mengetahui kecakapannya dalam bermeditasi, mereka bebas dari kebiasaan buruk serta keinginan, dan mereka bercirikan ketenangan, kekagumannya terhadap mereka semakin besar, membuat lebih kuat lagi keinginan untuk menguji mereka.

Demikianlah, mereka yang telah bebas dari keinginan, mereka yang berdiam jauh di dalam hutan belantara, yang sepenuhnya berada dalam ketenangan batin, senantiasa menyebabkan timbulnya rasa hormat di hati orang-orang baik.

Ketika perempuan pelayan tersebut sedang mengumpulkan ubi teratai, yang berwarna putih bagaikan gading gajah muda. Sakka mengawasinya tanpa terlihat. Gadis itu kemudian mencucinya dan membaginya secara merata di atas lembar daun teratai berwarna hijau zamrud, menghiasi setiap daunnya dengan kuntum bunga dan madu. Sakka mengawasi ketika gadis tersebut memberitahukan bahwa makanan telah siap kepada para pertapa suci dengan cara memukulkan dua potong kayu, juga mengawasi saat gadis tersebut pergi. Saat itu juga, Sakka membuat satu bagian yang pertama lenyap dari atas lembar daun teratai. Dengan demikian bila persoalan muncul dan rasa puas hilang, keteguhan orang yang baik telah diuji dengan baik.

Ketika Bodhisattva mengetahui bahwa ubinya hilang dari atas daun teratai, kuntum bunga dan madu penghiasnya rusak, ia berpikir: “Seseorang telah mengambil makanan bagianku!” Tetapi tidak merasa marah ataupun terpengaruh, ia kembali lagi ke dalam pondoknya sebagaimana biasa dan kembali bermeditasi. Ia merasa tak perlu memberitahukan kejadian tersebut kepada yang lain, tak ingin mengganggu mereka. Dan mereka tentu saja, yakin bahwa Bodhisattva telah memakan bagiannya, mengambil bagiannya masing-masing sebagaimana biasa dan memakannya di dalam pondok mereka, setelah itu kembali melaksanakan meditasinya.

Dengan cara yang sama, Sakka mengambil bagian Bodhisattva pada hari kedua, ketiga, keempat dan kelima. Namun demikian kejadiannya tetap saja sama; Mahasattva tetap tenang dan sama sekali tak mempersoalkannya. Sesungguhnya, bagi orang yang baik, itu adalah hasutan pikiran, bukan berakhirnya hidup yang menyebabkan kematian yang sesungguhnya. Sehingga orang yang baik tetap sama sekali tak terganggu, bahkan meskipun hidupnya dalam keadaan bahaya.

Pada hari kelima belas sore, para pertapa sebagaimana biasa pergi ke pondok bodhisattva untuk mendengarkan ajarannya. Tetapi saat melihatnya, mereka sangat terkejut; tubuh Bodhisattva begitu kurus, perutnya begitu kosong dan matanya begitu sayu. Wajahnya yang berseri telah berkabut, suaranya kehilangan kekuatannya. Tetap saja, betapapun sangat kurus, ia tetap menarik bagaikan bulan sabit, berkat kebajikan, kebijaksanaan, keteguhan dan keseimbangan batinnya yang tak pernah surut.

Setelah menyampaikan hormat kepada Bodhisattva sebagaimana biasa, para saudaranya lalu bertanya kepadanya dengan cemas yang menjadi penyebab keadaannya tersebut, dan Bodhisattva memberitahu mereka tentang makanannya yang hilang. Sulit membayangkan siapakah yang tega melakukan perbuatan seperti itu, dan sedikit cemas atas penderitaan saudaranya, para pertapa membicarakan penderitaannya, mata mereka tertunduk ke tanah sedih. Akan tetapi karena kekuatan Sakka secara perlahan-lahan telah bekerja mempengaruhi pikiran mereka, ia tak dapat bertamu karena keanehannya yang tak terlihat.

Lalu salah seorang saudara, tepatnya adik dari Bodhisattva, menunjukkan kedua alat penanda dan ketidaksalahannya melalui pernyataannya demikian: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, Oh Sang Brahmana, memperoleh rumah yang dihiasi oleh hiasan kekayaan dan seorang istri yang menyenangkan keinginan hatinya. Semoga ia juga memiliki banyak anak serta cucu!”

Kata saudaranya yang kedua: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, Oh Brahmana Mulia, akan ditandai dengan keterikatan yang kuat pada kesenangan duniawi. Semoga ia mengenakan benang serta karangan bunga serta wewangian terpilih, busana terbaik serta permata; semoga ia disayangi oleh anak-anaknya yang menarik!”

Kata saudaranya yang ketiga: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, menjadi perumah tangga yang kaya dengan keluarga yang besar. Semoga ia menyukai kehidupan rumah tangga tanpa berpikir sesaat pun ketika ia harus meninggalkan dunia!”

Ujar saudaranya yang keempat: “Semoga orang tamak yang mengambil ubi terataimu berkuasa di seluruh bumi, dipuja oleh para pangeran yang patuh seperti budak yang membungkukkan kepalanya dengan rendah kepadanya!”

Ujar saudaranya yang kelima: “Semoga siapapun yang mengambil ubi terataimu menjadi seorang pendeta agung di istana raja! Semoga ia memiliki pengetahuan mantra ampuh dan diperlakukan dengan sangat hormat!”

Ujar saudaranya yang keenam: “Semoga orang yang lebih pantas untuk memiliki ubi terataimu dari pada kemuliaanmu, menjadi seorang guru yang termasyhur fasih dalam melafalkan Veda, menikmati puji-pujian dari para siswanya yang banyak, yang memandangnya sebagai seorang pertapa agung!”

Ucap sahabatnya: “Semoga orang yang tak mampu mengekang keinginannya pada ubi terataimu, diberikan sebuah desa yang baik oleh raja, desa yang dipenuhi oleh penduduk yang makmur yang memiliki lumbung jagung, timbunan kayu serta air, dan semoga ia meninggal tanpa pernah menaklukkan keinginannya!“

Ucap pelayan pria: “Semoga orang yang menghancurkan urusannya sendiri demi mendapatkan ubi teratai itu, menjadi seorang kepala desa. Semoga ia memiliki banyak teman, dihibur oleh banyak penari dan penyanyi wanita, semoga ia tak disakiti oleh raja!”

Ucap saudara perempuannya: “Semoga siapa pun yang mengambil ubi terataimu, menjadi seorang wanita yang kecantikannya tiada banding, dengan penampilan dan rupa tiada banding di dunia; semoga raja mengambilnya sebagai istri, dan semoga menjadikannya pemimpin di antara seribu orang selirnya!”

Ucap pelayan wanitanya: “semoga orang yang mengarahkan hatinya untuk mendapatkan ubi teratai itu daripada memperoleh Dharma, sangat menyukai makan-makanan daging yang lezat saja dan dalam kegelapan. Semoga ia mengabaikan segala kebajikan, dan bergembira di mana pun ia diberikan makanan yang bagus!”

Saat itu, tiga makhluk hidup di dalam hutan juga datang mendekat untuk mendengarkan ajaran: seorang yaksa, seekor gajah dan seekor kera. Setelah mendengar pembicaraan tersebut, ketiganya diliputi oleh keragu-raguan serta kebingungan. Sehingga yaksa menyampaikan perasaannya dalam pernyataan sopan ini:

“Semoga siapa pun yang mengecewakanmu demi mendapatkan ubi teratai itu akan menjadi anggota vihara besar. Semoga ia bertanggung jawab atas segala perbaikan kota Kakangala dan diperintahkan untuk membuat satu jendela setiap hari!”

Ujar sang gajah: “Rshi termulia, semoga orang yang mengambil ubi terataimu akan dikeluarkan dari dalam hutan yang indah ini ke tempat manusia. Semoga ia dibelenggu dengan enam ratus rantai logam keras dan menderita penyakit yang menjijikkan dan galah penunggangnya!”

Ujar sang kera: “Semoga siapa pun yang tergerak oleh kerakusannya mengambil ubi terataimu, mengenakan untaian bunga yang murah dan ban leher kecil yang ketat melingkar di lehernya! Semoga ia dipukuli dengan tongkat dan dipaksa menari di depan seekor ular! Semoga ia melewatkan hari-harinya di rumah manusia!”

Selanjutnya dengan kata-kata yang baik dan meyakinkan, Bodhisattva menunjukkan kedalaman sifat belas kasihnya: “Semoga orang yang berkata salah: “Ia telah menghilang”, meskipun ia memilikinya, memperoleh segala bentuk kesenangan dunia yang senantiasa diinginkannya, serta mati sebagai perumah tangga. Dan semoga keuntungan yang sama juga terjadi pada mereka yang menuduh yang lain melakukan perbuatan tersebut!”

Pernyataan yang sedemikian tak lazim, mengungkapkan ketidaksenangannya pada segala kesenangan duniawi, benar-benar sangat mengejutkan Sakka, Raja Para Dewa. Dalam penampilannya yang bersinar, ia menemui para pertapa dan berkata, seakan ia merasa kesal: “Engkau tak seharusnya berkata seperti itu. Setiap orang di dunia ini menginginkan kebahagiaan, beberapa orang berjuang untuk itu dengan begitu susah payah hingga mereka bahkan tidak tidur; demi memperoleh kebahagiaan, orang akan melakukan berbagai cara pengorbanan dan kerja keras. Masihkan Engkau mencela kebahagiaan itu, dengan menyebutnya ‘Kebahagiaan duniawi!’ Bagaimana bisa Engkau membuat penilaian seperti itu?”

Bodhisattva menjawab:

“Kebahagiaan indriawi akan membuat mereka menderita tiada akhir. Dengarlah, aku akan memberi tahumu tepatnya mengapa para Muni menyingkirkan keinginan. Orang akan berada dalam belenggu serta kematian, penyesalan, kelelahan, bahaya serta tiada terbilang bencana, hanya demi mendapatkan keinginannya. Untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, raja akan dengan penuh nafsu menindas orang-orang baik, dan jatuh dari neraka ke neraka setelah kematiannya.

Saat persahabatan tiba-tiba putus; ketika jalan yang salah dan ternoda dijalani demi memperoleh kemajuan; ketika nama baik hilang dan penderitaan timbul; bukankah yang demikian selalu disebabkan oleh keinginan?

Kebahagiaan dunia, karena itu menghancurkan setiap orang, yang mulia, yang biasa maupun yang hina, baik dalam hidup ini maupun selanjutnya. Untuk itu, oh Dewa Sakka, demi untuk membawa kebajikan bagi dirinya sendiri, para Rshi menjaga jarak dari keinginan, sebagaimana menjauh dari ular yang marah.”

Merasa senang atas ucapan sang pertapa, Sakka menimpali: “Benar sekali!” Lalu ia mengakui bahwa dirinyalah yang telah melakukan pencurian. “Orang Mulia hanya dapat diuji melalui cobaan, karenanya kusembunyikan ubi terataimu. Betapa beruntungnya dunia di mana keagungan yang seperti ini dijalankan! Ini, ambilah ubi teratai dariku untuk menunjang kelangsungan serta kesucian perbuatanmu.”

Demikianlah, ia lalu menyerahkan ubi teratai kepada Bodhisattva. Tetapi Mahasattva, berdasarkan kemurnian hati yang telah terbebas dari kebanggaan, mencela Sakka karena sikap ketidaksopanan serta kelancangannya: “Kami bukanlah keluargamu, bukan juga sahabatmu. Kami bukanlah pemain sandiwara ataupun pelawak. Lalu apa alasanmu datang kemari, Hei Raja Para Dewa, mempermainkan para Rshi seperti ini?”

Dengan segera Sakka melepaskan perwujudan kedewataannya, antingnya yang kemilau, mahkotanya dan kalungnya yang menyala. Bersujud dengan penuh hormat, ia berkata demikian kepada Bodhisattva: “Oh Mahasattva, Engkau yang telah terbebas dari sikap mementingkan diri sendiri, mohon maafkan perbuatanku yang salah sebagaimana seorang ayah atau guru. Bukanlah hal tak biasa bagi mereka yang mata kebijaksanaannya tertutup untuk mengganggu orang lain, meskipun ia sendiri juga begitu. Mohon maafkanlah kejahatan kami, dan mohon jangan menutup hati pada kami.”

Setelah meredakan Bodhisattva, Sakka menghilang.

Dari kisah ini orang dapat melihat bagaimana mereka yang telah belajar untuk menemukan kebahagiaan penyepian tak sesuai lagi dengan kesenangan duniawi. Mereka akan berpaling darinya seolah berpaling dari yang tidak menyenangkan serta kejahatan.

Jataka ini dijelaskan oleh Sang Bhagava demikian: “Aku telah menjadi saudara yang paling tua saat itu. Sariputta, Moggalana, Kassapa, Punna, Anuruddha dan Ananda adalah saudara-saudaraku yang lain. Uppalavana adalah saudara perempuan. Kubgottara yang menjadi pelayan perempuan. Perumah tangga Kitra adalah pelayan prianya. Satagiri adalah yaksanya, Pariliya gajah, Madhudatar keranya, Kaludayi yang menjadi Sakka pada saat itu. Simpanlah Jataka ini dalam hati.”


17
Pengembangan DhammaCitta / Re: Mod Untuk Board Sekolah Minggu
« on: 27 April 2009, 01:13:37 AM »
selamat bertugas di lokasi baru buat sis Chandra Rasmi..
jangan lupa undang makan2 ya..  :))


By : Zen

18
Buddhisme untuk Pemula / Re: Renungan hari ini ^^
« on: 27 April 2009, 12:55:48 AM »
"Bhikkhu, dua jenis orang ini sulit ditemukan di dunia ini. Apakah kedua jenis orang ini? Ia yang memulai dulu memberikan kebaikan (kepada orang lain), dan ia yang menerima kebaikan orang tersebut kemudian merasa bertanggung jawab untuk membalas budinya. Inilah, bhikkhu, dua jenis orang yang sulit ditemukan di dunia ini."  (Buddha; Anguttara Nikaya 2.119)

bila...kita bijak.. maka orang tersebut ada di dalam diri.....

definisi bijak apa dulu bro? bijaksana ato bijaksini?  ;D
bijak dalam hal apa?

kalo bijak tapi ga bajik gimana?
kalo ga bijak tapi bajik gimana?

maap kalo aye banyak bertanya ya, bro..
aye takut malu bertanya sesat di jalan..  ;)


By : Zen

19
"Bhikkhu, dua jenis orang ini sulit ditemukan di dunia ini. Apakah kedua jenis orang ini? Ia yang memulai dulu memberikan kebaikan (kepada orang lain), dan ia yang menerima kebaikan orang tersebut kemudian merasa bertanggung jawab untuk membalas budinya. Inilah, bhikkhu, dua jenis orang yang sulit ditemukan di dunia ini."  (Buddha; Anguttara Nikaya 2.119)

20
Buddhisme untuk Pemula / Re: Renungan hari ini ^^
« on: 17 April 2009, 12:35:25 AM »
Suatu ketika Atisha ditanya oleh muridnya,

"Apakah ajaran yang tertinggi itu?"

Atisha menjawab,

1.   Kepandaian tertinggi adalah membuang keangkuhan.

2.   Kemuliaan tertinggi adalah menguasai pikiran sendiri.

3.   Kebajikan tertingi adalah memiliki keinginan untuk menolong makhluk lain.

4.   Sila tertinggi adalah menjaga kewaspadaan terus-menerus.

5.   Obat tertinggi adalah menyadari ketidaknyataan segala sesuatu.

6.   Kebebasan tertinggi adalah tak terpengaruh oleh hal-hal duniawi.

7.   Pencapaian tertinggi adalah mengurangi dan mengubah setiap keinginan.

8.   Pemberian tertinggi terdapat dalam tanpa kemelekatan.

9.   Latihan batin tertinggi adalah pikiran yang tenang.

10.   Kesabaran tertinggi adalah kerendahan hati.

11.   Usaha tertinggi adalah melepaskan keterikatan pada setiap kegiatan.

12.   Meditasi tertinggi adalah pikiran tanpa keinginan.

13.   Kebijaksanaan tertinggi adalah tidak melekat pada apapun yang tampak.


Sumber : Pintu Pembebasan. [posting ce Lily].
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,1828.0.html

21
ikutan nimbrung ah..  :)

kalo menurutku; dari sisi menteri keuangan, sri mulyani bisa dibilang bagus dalam menjaga perekonomian indonesia dalam 5 tahun terakhir. ya, wajar saja sebagai seorang manusia, dia ga isa handle semua urusan kan?? apalagi dalam skala nasional, kebocoran tentu tak terelakkan, jika ada pegawai fronliner yang bermoral rendah.. menurut saya, tim ekonomi indonesia saat ini sudah bekerja cukup baik, walau ada permasalahan peningkatan utang RI, seperti yg dikatakan bro felix makasar.

soal JK, ga isa omong apa2 lagi dah.. emang susah diomongin.. :))

soal pajak, memang satu hal yang riskan di indonesia.. dimana variasi jenis pajaknya tergolong cukup banyak dan berbanding lurus dengan tingkat korupsi para pejabat pemerintahan yang cukup tinggi..

ada juga sih pejabat yang jujur, namun umumnya ditindas dan diintimidasi oleh yang lain. satu hal yang sangat saya kagumi jika seorang pejabat bisa dan mampu mempertahankan prinsip dan integritasnya di dalam situasi 'aneh' seperti itu, bagai sekuntum teratai dalam kolam lumpur.

perbaikan sistem pajak di indonesia jelas butuh waktu, karena para 'status quo', yaitu aristrokrat lama yang dipandang 'berpengalaman' tentu sulit untuk disingkirkan begitu saja. salah satu jalan adalah mengurangi wewenang ataupun proses mutasi.

saya salut bro lothar mengungkapkan permasalahan pajak di indo dengan gamblang, karena kondisi perpajakan di indonesia saat ini masih kurang. namun akan lebih baik jika kita mencoba untuk menjadi sebuah contoh yang baik, dan semoga perubahan kecil ini bisa memberi dampak yang baik bagi lingkungan kita dan indonesia pada umumnya.

sebagai Buddhist kita tentu saja meyakini hukum karma,
dimana setiap perbuatan tentu membawa akibat masing2.
perbuatan bajik pasti membawa akibat kebahagiaan;
perbuatan tak bajik pasti akan membawa penderitaan.

pendapat saya, mungkin perbaikan dari dalam lebih efektif ketimbang kritikan dari luar.
jika bro lothar berminat, mungkin bisa melamar menjadi pejabat pajak..
lalu memperbaiki sistem perpajakan yang ada di indonesia dari internal..
saya yakin hal itu butuh proses, ketekunan, dan semangat dedikasi yang tinggi.  ;)

tulisan ini hanyalah argumen saya pribadi, demi indonesia yang lebih baik.
 _/\_


By : Zen

22
Kafe Jongkok / Menimang Laba dari Boneka Nan Lucu
« on: 16 April 2009, 01:40:28 PM »
Kamis, 16 April 2009 | 08:21 WIB

KOMPAS.com — Kalau menyebut boneka, pasti Anda membayangkan mainan anak-anak berbentuk figur manusia yang cantik dan menggemaskan. Namun, banyak pula orang yang tetap suka mengoleksi boneka hingga dewasa dan tua. Selain sebagai benda koleksi, banyak pula yang menggunakan boneka sebagai bagian dari dekorasi ruangan.

Dengan pasar yang begitu besar, tak heran bisnis boneka terus berkembang. Irina Suharto telah menikmati sukses dari bisnis boneka ini. "Boneka saya hand made, bukan pakai mesin," ungkap Irina. Selain itu, ada ciri khas yang unik, yaitu boneka yang mencerminkan etnik tertentu, yang tecermin pada aneka ragam baju yang dikenakan si boneka.

Misalnya, ada boneka yang dibalut baju tradisional Meksiko, Belanda, dan Jepang. Tentu saja ada boneka yang mengenakan pakaian daerah Indonesia. Dengan keunikan itu, tak heran kalau boneka buatan Irina mempunyai daya tarik sendiri di pasar boneka. Lantaran peminat lumayan banyak, dia sampai harus merekrut delapan pekerja untuk memenuhi permintaan pasar.

Meski bisa menjadi teman bermain si kecil, boneka etnik kreasi Irina lebih banyak dipakai orang untuk dekorasi, misal dipajang di ruang tamu.

Irina menggeluti bisnis ini sejak pertengahan 2005. Ide bisnis ini muncul dari kegemaran Irina membuat boneka di sela-sela kesibukannya. "Sejak 1996 saya hobi mengutak-atik boneka dan belajar bikin boneka sendiri," ajar Irina.

Marginnya lebih dari 100 persen

Hobi Irina pun berubah menjadi ladang bisnis tatkala seorang teman mengajak Irina ikut pameran dan memajang boneka bikinannya. Ajang pameran pertama yang diikuti Irina adalah pameran di Brunei Darussalam. "Waktu itu saya bawa 100 boneka yang pernah saya buat," pasar Irina.

Tak disangka, lewat pameran tersebut produk Irina mulai dikenal luas dan diminati banyak orang. Maka, dengan modal koleksi boneka yang telah ia buat sebelumnya, Irina mulai berbisnis.

Seiring meningkatnya permintaan, dia merekrut empat pekerja dan kemudian menambah lagi hingga delapan pekerja. "Saya memproduksi boneka berdasarkan pesanan pembeli," katanya.

Kini, total produksi Irina sekitar 100-400 boneka per bulan tergantung permintaan pasar. Boneka tersebut dijual mulai dari Rp 45.000 untuk ukuran 12 cm sampai Rp 350.000 untuk ukuran 45 cm.

Kini Irina menerima pesanan boneka etnik dari sejumlah negara, di antaranya Brunei Darussalam, India, Jepang, Turki, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Mereka mengenal produk Irina lewat pameran-pameran yang secara rutin ia ikuti. Irina juga memajang produknya di outlet yang ia miliki di Jakarta. Sebagian besar  pembeli Irina adalah kolektor.

Menurut Irina, peluang pasar boneka etnik cukup besar, bahkan ia belun bisa memenuhi semua permintaan. "Karena saya mau total menjaga kualitas," katanya.

Irina mengaku, omzet rata-rata per bulan Rp 15 juta. Tapi tingkat keuntungan alias marginnya besar, bisa lebih dari 100 persen.

Bagi yang mau menjajal bisnis ini, menurut Irina, cukup menyediakan modal Rp 3 juta dan Anda bisa menghasilkan 100 boneka. Dalam usaha ini memang bukan uang yang utama. Uang hanyalah modal pendamping. Modal utamanya adalah imajinasi untuk membuat desain baju dan karakter boneka. "Selama ini saya mendapat ide dari buku-buku dongeng yang banyak desain baju lucu," kata Irina. (Dessy Rosalina/Kontan)

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/04/16/08214281/menimang.laba.dari.boneka.nan.lucu

23
Studi Sutta/Sutra / Re: Mora Jataka
« on: 16 April 2009, 12:53:31 PM »
jagalah sila baik2, maka sila akan menjaga kita dari hal2 yang tidak baik.
sila adalah akar dari dharma.
 _/\_


By : Zen

24
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:11:41 AM »
saya lock topik ini, jika ada komentar atau diskusi berkaitan dengan Lamrim, bisa dengan membuka topik baru.
terima kasih. ^_^
 _/\_


By : Zen

25
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:09:58 AM »
Daftar Pustaka:

1. Liberation In Our Hands Part I : The Pleminaries. Pabongka Rinpoche. A series of oral discourses by Pabongka Rinpoche Jampa Tenzin Trinley Gyatso. Transcribed and edited by Yongzin Trijang Rinpoche Losang Yeshe Tenzin Gyatso. Translated by Sera Mey Geshe Lobsang Tharchin with Artemus B. Engle. Mahayana Sutra and Tantra Press; 1994
2. Liberation in Our Hands. Commentary by Venerable Dagpo Rinpoche at Mon Dore-France August 2000. Revised edition, August 2003.
3. Liberation in the Palm of Your Hand: A Concise Discourse on the Path to Enlightenment. by Pha-Bon-Kha-Pa Byams-Pa-Bstan-Dzin-Phrin-Las-Rgya-Mtsho (Pabongka Rinpoche), Trijang Rinpoche (Editor), Michael Richards (Translator). Wisdom Publications. 1993.
4. The basics of Buddhism. An Introduction to the Lam Rim, Lam Rim Buddhist Centre South Africa.


By Losang Nyima Surya Wijaya, Singapore, May 2004
copyright  [at] kadamchoelingbandung
Jika ingin mengutip artikel di atas, cantumkan sumber yg jelas.

Sumber : http://www.mail-archive.com/dharmajala [at] yahoogroups.com/msg01247.html
http://www.mail-archive.com/dharmajala [at] yahoogroups.com/msg01248.html
http://www.mail-archive.com/dharmajala [at] yahoogroups.com/msg01249.html

26
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:08:07 AM »
14. Kendaraan Kilat (Vajrayana)
Poin terakhir dalam Lamrim ini berkaitan dengan ajaran Tantra. Praktik ini adalah praktik khusus dan special di mana sebelum mempraktikkan, kita membutuhkan inisiasi dan juga harus mendapatkan bimbingan dari seorang guru yang kompeten ketika kita mempraktikkannya.

27
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:07:30 AM »
13. Meditasi Pandangan Mendalam (Vippasyana)
Dengan batin yang jernih, terbebas dari pola-pola pikiran yang `palsu', kita dapat membangun pandangan yang mendalam. Kita memeditasikan tentang sifat dari `diri' dan memastikan ketidak-eksistensi-an nya sebagai sebuah entitas yang independent. Kita memeditasikan tentang kesunyataan dari fenomena-bahwa tidak ada sesuatu esistensi yang berdiri sendiri, yang murni, independent. Realisasi atas kesunyataan ini adalah penawar (antidote) bagi semua kekotoran batin kita.

28
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:06:42 AM »
12.Meditasi ketenangan (Samatha)
Batin kita biasanya penuh dengan pikiran-pikiran yang liar yang menghalangi persepsi kita akan hal-hal yang sebenarnya terjadi. Kita berusaha untuk mendapatkan batin yang tenang melalui berbagai tahapan di antaranya: memfokuskan batin pada suatu objek, mendisplinkan batin, menjadi damai dan tentram/tenang, dan akhirnya mencapai konsentrasi satu titik dan absorpsi. Dua halangan utama yang harus diatasi adalah kemalasan dan `kegiuran' mental.

29
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:05:53 AM »
11. Empat cara untuk `menarik perhatian'
Empat hal ini berhubungan dengan enam paramita dan biasanya dianggap sebagai sifat dari seorang guru yang baik, yaitu bersifat murah hati (misalnya memberikan barang-barang yang dibutuhkan), berkata-kata yang menyenangkan/sopan (juga memberi semangat), mengajar sang jalan, dan memberikan contoh yang baik (melaksanakan sendiri apa yang diajarkan). Hal-hal ini merupakan basis untuk membawakan Dharma kepada orang lain dan merupakan pelengkap dari enam paramita dalam poin sebelumnya.

30
Tibetan / Re: PENGENALAN TENTANG LAMRIM
« on: 15 April 2009, 11:04:51 AM »
10. Enam Paramita.
Kita perlu menumbuhkembangkan keenam paramita dalam diri kita, yaitu Kemurah-hatian, sila, kesabaran, usaha yang bersemangat, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Inilah poin-poin utama yang harus dimiliki oleh seorang bodhisattva dalam usahanya mencapai ke-Buddha-an.

Pages: 1 [2] 3 4 5 6 7 8 9 ... 146