//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Majjhima Nikaya, BAGIAN 3 - Lima Puluh Khotbah ke Tiga (editing)  (Read 29451 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 3 - Lima Puluh Khotbah ke Tiga (editing)
« Reply #105 on: 27 February 2011, 05:18:32 PM »
1292) MA: Sang Buddha menyuruhnya agar memberikan pemberian itu kepada Sangha karena Beliau menghendaki agar kehendak kedermawanan itu diarahkan baik kepada Sangha maupun kepada Beliau sendiri, karena kehendak gabungan itu akan menghasilkan jasa yang mendukung kesejahteraan dan kebahagiaannya untuk waktu yang lama di masa depan. Beliau juga mengatakan hal ini agar generasi mendatang akan terinspirasi untuk memberikan penghormatan kepada Sangha, dan dengan menyokong Sangha dengan empat benda kebutuhan fisik akan berperan pada lamanya umur Pengajaran.

1293) Ini adalah empat faktor memasuki-arus. Dengan demikian, jelas bahwa pada saat sutta ini dibabarkan, Mahāpājapatī adalah seorang Pemasuk-arus.

1294) MA: Sang Buddha membabarkan ajaran ini karena sutta ini dimulai dengan pemberian pribadi yang dipersembahkan untuk-Nya, dan Beliau ingin menjelaskan perbandingan nilai dari persembahan kepada pribadi dan persembahan kepada Sangha.

1295) MA dan MṬ menjelaskan bahwa kata ini dapat mencakup pada umat awam yang telah berlindung kepada Tiga Permata, serta umat awam dan para bhikkhu yang berusaha memenuhi latihan moral dan praktik konsentrasi dan pandangan terang. Dalam makna teknis yang tepat, hal ini merujuk hanya pada mereka yang memiliki jalan lokuttara memasuki-arus.

1296) Ini adalah para praktisi non-Buddhis yang mencapai jhāna-jhāna dan jenis pengetahuan langsung lokiya.

1297) MA: dalam seratus kehidupan hal ini menghasilkan umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan, dan kecerdasan, dan menjadikan seseorang bebas dari gangguan. Pencapaian-pencapaian selanjutnya dapat dipahami dengan cara yang sama.

1298) MA mengatakan bahwa walaupun akibat dari memberi dalam tiap-tiap kasus ini adalah tidak terhitung, namun ada tingkatan meningkat dalam ketidakterhitungannya, serupa dengan ketidakterhitungan air yang terdapat di dalam sungai meningkat hingga ke air di samudra. Mungkin nilai “tidak terhitung, tidak terukur” dari pemberian-pemberian ini terletak dalam fungsinya sebagai kondisi pendukung bagi pencapaian jalan, buah, dan Nibbāna.

1299) MA: Tidak ada pemberian yang dapat menyamai nilai pemberian ini. Ini adalah jenis pemberian yang dilakukan oleh Mahāpajāpatī dengan mempersembahkan sepasang jubah baru kepada Sangha.

1300) MA: “Anggota-anggota kelompok” (gotrabhuno) adalah mereka yang menjadi bhikkhu hanya secara nama. Mereka bepergian dengan sehelai kain kuning yang diikatkan di leher atau di lengan mereka, dan masih menyokong anak dan istri mereka dengan melibatkan diri dalam perdagangan dan pertanian, dan sebagainya.

1301) Pemberian ini tidak terhitung dan tidak terukur dalam hal nilai karena dipersembahkan, melalui kehendak si pemberi, bukan kepada si “leher kuning” sebagai individu, melainkan kepada Sangha sebagai keseluruhan kelompok. Dengan demikian, si penerima termasuk semua bhikkhu bermoral di masa lampau, bahkan termasuk mereka yang telah lama meninggal dunia.

1302) MA menyebutkan bahwa suatu pemberian yang dipersembahkan kepada seorang bhikkhu yang tidak bermoral yang mewakili keseluruhan Sangha adalah lebih berbuah dibandingkan suatu pemberian yang dipersembahkan kepada seorang Arahant secara pribadi. Tetapi agar pemberian itu dapat dipersembahkan dengan benar kepada Sangha, si pemberi tidak boleh mempertimbangkan kualitas-kualitas pribadi si penerima, melainkan harus melihatnya hanya sebagai wakil dari keseluruhan Sangha.

1303) MA: Di sini kata “dimurnikan” memiliki makna “berbuah”.

1304) MA: bait terakhir ini merujuk pada pemberian dari seorang Arahant kepada seorang Arahant lainnya. Walaupun Arahant meyakini buah kamma, namun karena ia tidak memiliki keinginan dan nafsu terhadap kehidupan, maka perbuatan memberi itu tidak akan menghasilkan buah. Hal itu hanya sekadar perbuatan fungsional (kiriya) yang tidak meninggalkan jejak di belakang.


SUTTA 143

1305) MA mengatakan bahwa kemelekatan pada mata terjadi melalui keinginan dan nafsu; kesadaran bergantung pada mata melalui keinginan dan pandangan. Akan tetapi, karena Anāthapiṇḍika adalah seorang pemasuk-arus, ketergantungan baginya hanya melibatkan keinginan, karena pandangan telah dilenyapkan melalui jalan memasuki-arus.

1306) Pernyataan ini tidak menyiratkan bahwa ada ke-eksklusif-an atau pembeda-bedaan dalam cara Sang Buddha membabarkan ajaran-Nya. Tetapi karena mereka yang masih menjalani kehidupan awam harus memelihara keluarga, harta, dan pekerjaannya, khotbah demikian yang mengarah pada ketidakmelekatan sepenuhnya adalah tidak sesuai bagi mereka.


SUTTA 144

1307) Ini adalah suatu ungkapan untuk melakukan bunuh diri.

1308) Dengan mengucapkan pernyataan ini, ia secara tidak langsung mengaku bahwa ia adalah seorang Arahant, seperti akan dijelaskan pada §13. Apakah pengakuannya pada titik ini benar atau tidak, hal ini tidak dapat dipastikan, komentar menganggapnya sebagai suatu kasus menilai diri sendiri terlalu tinggi.

1309) MA mengatakan bahwa YM. Mahā Cunda memberikan instruksi ini kepadanya dengan berpikir bahwa ia masih seorang biasa, karena ia tidak mampu menahankan kesakitan yang mematikan itu dan ingin melakukan bunuh diri.

1310) Makna dari instruksi dapat dijelaskan dengan bantuan MA sebagai berikut: Seseorang menjadi bergantung karena keinginan dan pandangan dan menjadi tidak bergantung dengan meninggalkannya melalui tercapainya Kearahatan. Anggapan (nati, lit. kecenderungan) terjadi melalui keinginan, dan ketiadaannya berarti tidak ada kecenderungan atau keinginan terhadap kehidupan. Tidak ada datang dan pergi dicapai melalui berakhirnya kelahiran kembali dan kematian, tidak ada di sini juga tidak ada di sana juga tidak ada di antara keduanya dicapai melalui dilampauinya dunia ini, dunia berikutnya, dan jalan antara dunia ini dan dunia berikutnya. Ini adalah akhir penderitaan kekotoran dan penderitaan lingkaran.

1311) MA: Ia memotong lehernya, dan persis pada saat itu ketakutan akan kematian mendatanginya dan gambaran kelahiran kembali di masa depan muncul. Menyadari bahwa ia masih seorang awam, ia tergerak dan mengembangkan pandangan terang. Dengan memahami bentukan-bentukan, ia mencapai Kearahatan persis sebelum meninggal dunia.

1312) MA: Walaupun pernyataan (ketanpanodaan) ini diungkapkan sewaktu Channa masih menjadi seorang kaum duniawi, karena pencapaian Nibbāna akhir terjadi segera setelah itu, maka Sang Buddha menjawab dengan merujuk pernyataan itu.
   
Harus dipahami bahwa interpretasi komentar diberikan pada teks dari luar, seperti biasanya. Jika seseorang berpegang pada kata-kata dari teks, tampaknya Channa telah menjadi Arahant ketika ia memberikan pernyataan itu, suatu pukulan dramatis yang disampaikan melalui kegagalan kedua bhikkhu bersaudara itu dalam mengenali hal ini. Implikasinya, tentu saja, adalah bahwa kesakitan luar biasa dapat mendorong bahkan seorang Arahant untuk bunuh diribukan karena ketidaksenangan, melainkan hanya sekadar agar terbebas dari kesakitan yang tidak tertahankan.

1313) Kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan keluarga-keluarga awam yang menyokong Yang Mulia Channamittakulāni suhajjakulāni upavajjakulānijelas saling bersinonim. Istilah ke tiga memberikan kesempatan bagi suatu permainan kata. MA mengemasnya sebagai upasankamitabbakulāni, “keluarga-keluarga yang harus didekati” (yaitu, untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhannya). Menurut CPD, upavaja di sini mewakili Skt upavrajya; kata dalam makna ini tidak terdapat dalam PED, walaupun ini mungkin satu-satunya kemunculan kata ini yang bermakna demikian. Kata ini ber-homonim dengan kata lain yang bermakna “tercela”, mewakili Skt upavadya, dengan demikian berhubungan dengan pengakuan Channa sebelumnya bahwa ia akan bunuh diri dengan tanpa noda (anupavajja). Baca catatan berikut.

1314) Pernyataan ini tampaknya menyiratkan bahwa Channa adalah seorang Arahant pada saat ia melakukan tindakan bunuh diri, walaupun komentar menjelaskan sebaliknya.


SUTTA 145

1315) Puṇṇa ini adalah orang yang berbeda dengan Puṇṇa Mantāṇiputta dalam MN 24. Ia berasal dari keluarga pedagang yang menetap di kota pelabuhan Suppāraka di Negeri Sunāparanta (sekarang Maharashtra). Dalam suatu perjalanan dagang menuju Sāvatthī, ia mendengar Sang Buddha membabarkan khotbah dan meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjadi seorang bhikkhu.

1316) MA menjelaskan instruksi ini sebagai ajaran singkat tentang Empat Kebenaran Mulia. Kegembiraan (nandi) adalah suatu aspek keinginan. Melalui munculnya kegembiraan sehubungan dengan mata dan bentuk-bentuk, maka muncullah penderitaan pada kelima kelompok unsur kehidupan. Demikianlah pada bagian pertama dari instruksi Sang Buddha mengajarkan lingkaran kehidupan melalui dua kebenaran pertamapenderitaan dan asal-mulanyapada saat kemunculannya melalui keenam indria. Pada bagian ke dua (§4) ia mengajarkan akhir dari lingkaran melalui dua kebenaran berikutnyalenyapnya dan sang jalanyang diungkapkan sebagai ditinggalkannya kegembiraan dalam keenam indria dan objek-objeknya.

1317) Yaitu, ia meninggal dunia. Karena Sang Buddha masih menyebut Puṇṇa sebagai anggota keluarga (kulaputta), maka ia pasti meninggal dunia tidak lama setelah kembali ke Negeri Sunāparanta. Teks tidak memberikan catatan tentang bagaimana ia meninggal dunia. Versi sutta ini pada SN 35:88 (iv.60-63) mengatakan bahwa ia meninggal dunia selama masa vassa pertamanya di sana.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 3 - Lima Puluh Khotbah ke Tiga (editing)
« Reply #106 on: 27 February 2011, 05:35:21 PM »
SUTTA 146

1318) Salah satu dari delapan peraturan penting yang ditetapkan oleh Sang Buddha ketika Beliau membentuk Sangha Bhikkhunī menetapkan bahwa setiap setengah bulan bhikkhunī harus memohon para bhikkhu untuk mengutus seorang bhikkhu dengan tujuan untuk memberikan nasihat. Menurut MA, dalam kehidupan lampaunya, YM. Nandaka adalah seorang raja dan para bhikkhunī itu adalah selir-selirnya. Ia ingin menghindar dari gilirannya memberikan nasihat kepada para bhikkhunī karena ia berpikir bahwa bhikkhu lain yang memiliki pengetahuan kehidupan lampau, yang melihatnya memberikan nasihat dikelilingi oleh para bhikkhunī, akan berpikir bahwa ia masih tidak dapat memisahkan diri dari selir-selir lampaunya itu. Tetapi Sang Buddha melihat bahwa khotbah dari Nandaka kepada para bhikkhunī itu akan bermanfaat bagi mereka dan dengan demikian, Beliau menyuruhnya memberikan instruksi kepada mereka.

1319) MA: Mereka telah melihat hal ini dengan kebijaksanaan pandangan terang.

1320) Tajjaṁ tajjaṁ paccayaṁ paṭicca tajjā tajjā vedanā uppajjanti. Pertemuan antara mata, bentuk-bentuk, dan kesadaran-mata adalah kontak-mata, dan ini adalah kondisi utama bagi munculnya perasaan yang muncul dari kontak-mata. Dengan lenyapnya mata, maka salah satu dari faktor-faktor yang bertanggung jawab atas kontak-mata dilenyapkan. Demikianlah kontak-mata lenyap, dan dengan lenyapnya kontak-mata, maka perasaan yang muncul dari kontak-mata juga lenyap.

1321) MA: Ia membabarkan ajaran tentang faktor-faktor pencerahan ini karena kebijaksanaan sendiri tidak mampu memotong kekotoran-kekotoran, tetapi hanya jika disertai dengan enam faktor pencerahan lainnya (kebijaksanaan adalah sama dengan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi).

1322) MA: Ia yang menjadi yang terakhir sehubungan dengan kualitas-kualitas baik telah menjadi seorang pemasuk-arus, tetapi mereka yang memiliki kehendak untuk menjadi yang-kembali-sekali, yang-tidak-kembali, dan Arahant masing-masing mencapai pemenuhan kehendak mereka. Karena hasil ini, Sang Buddha menyatakan YM. Nandaka sebagai bhikkhu terunggul dalam hal memberikan instruksi kepada para bhikkhunī.


SUTTA 147

1323) MA mengatakan bahwa khotbah ini dibabarkan kepada Rāhula tidak lama setelah penahbisan penuhnya, mungkin pada usia dua puluh tahun. Sutta ini juga muncul pada SN 35:121/iv.105-7.

1324) Vimuttiparipācaniyā dhammā. MA menginterpretasikan ini sebagai lima belas kualitas yang memurnikan lima indria (keyakinan, kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan), yaitu, untuk masing-masing indria: menghindari orang-orang yang tidak memiliki indria itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki indria itu, merenungkan sutta-sutta yang menginspirasi kematangannya. MA membawakan kelompok lima belas kualitas yang lain: kelima indria itu sendiri, lima persepsi yang berhubungan dengan penembusan, yaitu, persepsi ketidakkekalan, penderitaan, tanpa-diri, meninggalkan, dan kebosanan; dan lima kualitas yang diajarkan kepada Meghiya, yaitu, persahabatan mulia, dan moralitas peraturan-peraturan monastik, percakapan yang sesuai, kegigihan, dan kebijaksanaan (baca AN 9:3/iv.356; Ud 4:1/36).

1325) MA mengatakan bahwa para dewa ini, yang datang dari berbagai alam surga. Adalah teman-teman Rāhula pada kehidupan lampau di mana ia pertama kali bercita-cita untuk mencapai Kearahatan sebagai putra seorang Buddha.

1326) Harus dipahami bahwa empat hal yang disebutkan terakhir adalah empat kelompok unsur batin. Dengan demikian, khotbah ini tidak hanya mencakup landasan-landasan indria, tetapi juga kelima kelompok unsur kehidupan, kelompok unsur bentuk materi dijelaskan melalui organ indria fisik dan objek-objeknya.

1327) Menurut MA, pemasuk-arus adalah pencapaian terendah dari para dewa itu, tetapi beberapa di antara mereka mencapai jalan-jalan dan buah yang lebih tinggi hingga tingkat Kearahatan.


SUTTA 148

1328) Rangkaian sebutan ini, biasanya menggambarkan Dhamma secara keseluruhan, tetapi di sini bertujuan untuk menekankan pentingnya khotbah yang akan dibabarkan oleh Sang Buddha ini.

1329) Dua klausa terakhir dalam rangkaian ini juga terdapat dalam formula standar dari Sebab-akibat yang saling bergantungan, yang secara implisit tersirat dalam khotbah tentang enam kelompok enam ini.

1330) Kata kerja upapajjati (edisi PTS menuliskan, uppajjati, adalah suatu kesalahan), biasanya berarti “muncul kembali” atau “terlahir kembali”, tetapi juga memiliki penggunaan khusus yang secara logika berarti “dipertahankan, diterima”, seperti makna di sini.

1331) Argumentasi ini menurunkan prinsip tanpa-diri dari premis ketidakkekalan yang tahan-uji. Struktur argumentasi ini secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut: apa pun yang menjadi diri pasti adalah kekal; X secara langsung terlihat sebagai tidak kekal, yaitu, ditandai dengan timbul dan tenggelamnya; oleh karena itu, X adalah tidak kekal.

1332) Argumentasi lengkap pada paragraf sebelumnya diulangi untuk masing-masing dari kelima hal lainnya dalam tiap-tiap kelompok enam.

1333) MA menjelaskan bahwa paragraf ini disebutkan untuk menunjukkan dua kebenaran muliapenderitaan dan asal-mulanyamelalui tiga obsesi (gāha). Kebenaran penderitaan ditunjukkan dengan kata “identitas”, di tempat lain dijelaskan sebagai lima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan (MN 44.2). Ketiga obsesi adalah keinginan, keangkuhan, dan pandangan, yang berturut-turut memunculkan gagasan “milikku”, “aku”, dan “diriku”. Kedua kebenaran ini bersama-sama merupakan lingkaran kehidupan.

1334) MA: Paragraf ini disebutkan untuk menunjukkan kedua kebenaran mulia lainnyalenyapnya dan sang jalandengan penolakan pada ketiga obsesi. Kedua kebenaran ini merupakan akhir dari lingkaran.

1335) MA: Paragraf ini menunjukkan lingkaran kehidupan sekali lagi, kali ini melalui kecenderungan tersembunyi. Tentang kecenderungan tersembunyi dan hubungannya dengan tiga jenis perasaan, baca MN 44.25-28.

1336)  MA: Kebodohan yang disebutkan pertama adalah tidak adanya pemahaman atas asal-mula, dan seterusnya terhadap perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan. Penyebutan ke dua adalah kebodohan yang menjadi akar dari lingkaran.

1337) MA: Tidak ada yang luar biasa pada fakta bahwa enam puluh bhikkhu itu mencapai Kearahatan ketika Sang Buddha mengajarkan sutta ini untuk pertama kali. Tetapi setiap kali Sāriputta, Moggallāna, dan delapan puluh siswa besar lainnya mengajarkan sutta ini, enam puluh bhikkhu mencapai Kearahatan. Di Sri Lanka, Bhikkhu Maliyadeva mengajarkan sutta ini di enam puluh tempat, dan di setiap tempat enam puluh bhikkhu mencapai Kearahatan. Tetapi ketika Bhikkhu Tipiṭaka Cūḷanāga mengajarkan sutta ini kepada sekelompok besar para dewa dan manusia, di akhir khotbah ini seribu bhikkhu mencapai Kearahatan, dan di antara para dewa hanya satu yang masih tetap menjadi kaum duniawi.


SUTTA 149

1338) MA: Ketika seseorang tidak mengetahui dan tidak melihat melalui pengetahuan pandangan terang dan pengetahuan sang jalan.

1339) Yaitu, keinginan yang muncul dan berdiam pada mata dan bentuk-bentuk, dan seterusnya, menggenggamnya dengan kemelekatan, dan ini menghasilkan kamma yang dapat menghasilkan lima kelompok unsur kehidupan yang baru dalam penjelmaan mendatang.

1340) Ketika seseorang mengetahui dan melihat melalui pandangan terang dan sang jalan.

1341) Delapan faktor sang jalan disebutkan di sini tampaknya berhubungan dengan porsi awal atau duniawi dari sang jalan. MṬ mengidentifikasikannya dengan faktor-faktor yang dimiliki oleh seseorang pada pengembangan pandangan terang tingkat tertinggi, persis sebelum munculnya jalan lokuttara. Pada tingkat ini, hanya lima faktor jalan yang sebelumnya yang bekerja secara aktif, ketiga faktor dalam kelompok moralitas telah dimurnikan sebelum menjalani meditasi pandangan terang. Tetapi ketika jalan lokuttara muncul, seluruh delapan faktor muncul bersamaan, ketiga faktor dalam kelompok moralitas menjalankan fungsi untuk melenyapkan kekotoran yang bertanggung jawab atas pelanggaran moral dalam ucapan, perbuatan, dan penghidupan.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Majjhima Nikaya, BAGIAN 3 - Lima Puluh Khotbah ke Tiga (editing)
« Reply #107 on: 27 February 2011, 05:51:02 PM »
1342) MA mengatakan bahwa ini merujuk pada kemunculan ketenangan dan pandangan terang secara bersamaan dalam jalan lokuttara. Ketenangan hadir dengan sebutan konsentrasi benar, pandangan terang hadir dengan sebutan pandangan benar.

1343) Ini adalah empat fungsi yang dijalankan oleh jalan lokuttara: memahami sepenuhnya kebenaran penderitaan, meninggalkan penyebab penderitaan, menembus lenyapnya penderitaan, dan mengembangkan jalan menuju lenyapnya penderitaan.

1344) Di sini, ketenangan dan pandangan terang mewakili keseluruhan Jalan Mulia Berunsur Delapan.

1345) MA mengidentifikasikan “pengetahuan sejati” sebagai pengetahuan jalan Kearahatan, “kebebasan” sebagai buah Kearahatan. Di sini hal-hal ini mengambil tempat yang biasanya disediakan untuk Nibbāna, lenyapnya penderitaan yang sebenarnya.

1346) Paragraf ini dan tiap-tiap paragraf berikutnya mengulangi keseluruhan teks pada §§9-11, dengan perubahan hanya pada organ indria dan objeknya.


SUTTA 151

1347) [ ]MA: Pencapaian kekosongan dari buah Kearahatan. Baca n.458 dan n.1144.

1348) MA. Ini adalah kediaman dari manusia-manusia besar (mahāpurisa) seperti para Buddha, para paccekabuddha, dan para siswa besar Sang Tathāgata.

1349) Di antara kelima sebutan ini, keinginan dan nafsu adalah bersinonim seperti halnya kebencian dan ketidaksenangan.

1350) Dimulai dari bagian ini dapat terlihat urutan pengembangan. Ditinggalkannya kelima utas kenikmatan indria adalah langkah awal untuk mengembangkan jhāna-jhāna, dan ditinggalkannya kelima rintangan (§10) adalah langkah persis sebelum tercapainya jhāna pertama. Pemahaman sepenuhnya pada kelima kelompok unsur kehidupan (§11) menunjukkan kebijaksanaan pandangan terang yang diperlukan untuk mencapai jalan memasuki-arus, dan bagian tentang tiga puluh tujuh bantuan menuju pencerahan (§12-18) adalah pelatihan faktor-faktor yang diperlukan untuk sampai pada tingkatan-tingkatan kesucian menengah. Bagian tentang ketenangan dan pandangan terang (§19), walaupun berlaku pada semua tingkatan, namun dapat dilihat sebagai sepenuhnya dilaksanakan oleh yang-tidak-kembali yang berusaha untuk mencapai Kearahatan. Akhirnya, bagian pengetahuan sejati dan kebebasan menyiratkan pencapaian jalan dan buah Kearahatan.

1351) Walaupun Arahant, yang sepenuhnya telah menembus pengetahuan sejati dan kebebasan, tidak lagi memerlukan latihan lebih lanjut, namun ia terus-menerus melatih ketenangan dan pandangan terang untuk memasuki kebahagiaan jhāna-jhāna, buah pencapaian Kearahatan, dan lenyapnya persepsi dan perasaan.


SUTTA 152

1352) Ungkapan “pengembangan indria-indria” (indriyabhāvanā) dengan tepat menyiratkan pengembangan pikiran dalam menanggapi objek-objek yang dialami melalui organ-organ indria. Aspek yang lebih rendah dari praktik ini, pengendalian organ-organ indria (indriyasaṁvara), melibatkan pengendalian pikiran sedemikian sehingga seseorang tidak menggenggam “gambaran dan ciri-ciri” dari segala sesuatu, sifat-sifat kemenarikan dan kejijikannya.

Pengembangan indria-indria membawa proses pengendalian ini hingga ke titik di mana, dengan berkehendak, seseorang dapat seketika menegakkan pandangan terang bahkan dalam tahap persepsi indria. Pada tingkat tertinggi, seseorang memperoleh kemampuan untuk secara drastis mengubah makna subjektif dari objek yang dipersepsikan itu sendiri, membuatnya tampak berlawanan dengan apa yang biasanya dipahami.

1353) MA menjelaskan bahwa ketika suatu bentuk yang menyenangkan memasuki jangkauan mata, maka suatu kondisi yang menyenangkan (manāpa) muncul; ketika suatu bentuk yang tidak menyenangkan memasuki jangkauan mata, maka suatu kondisi yang tidak menyenangkan (amanāpa) muncul; dan ketika suatu bentuk yang netral memasuki jangkauan mata, maka suatu kondisi yang baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan muncul. Harus dipahami bahwa walaupun istilah-istilah ini biasanya digunakan untuk menilai objek indria, namun di sini tampaknya juga menyiratkan kondisi-kondisi halus suka, tidak suka, dan kebodohan yang tidak membeda-bedakan yang muncul karena pengaruh kecenderungan tersembunyi. MṬ mengartikan “menyenangkan” sebagai kondisi pikiran yang bermanfaat dan tidak bermanfaat yang berhubungan dengan kegembiraan, “tidak menyenangkan” sebagai kondisi-kondisi pikiran tidak bermanfaat yang berhubungan dengan kesedihan (ketidaksenangan), dan “menyenangkan dan tidak menyenangkan” sebagai kondisi pikiran yang berhubungan dengan perasaan netral.

1354) MA: Keseimbangan ini adalah keseimbangan pandangan terang (vipassan’upekkhā). Bhikkhu itu tidak membiarkan pikirannya dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau kebodohan, melainkan memahami objek dan menegakkan pandangan terang dalam kondisi netral. MṬ menjelaskan hal ini sebagai bermakna bahwa ia memasuki keseimbangan sehubungan dengan bentukan-bentukan (sankhār’upekkhā), suatu tingkatan tertentu dalam pengetahuan pandangan terang (baca Vsm XII, 61-66).

1355) MṬ: Pengembangan indria-indria yang mulia adalah menekan nafsu, dan seterusnya yang muncul melalui mata, dan menegakkan keseimbangan pandangan terang.

1356) Perumpamaan yang sama terdapat pada MN 66.16.

1357) Walaupun sekha telah memasuki jalan menuju kebebasan akhir, namun ia masih rentan terhadap kondisi-kondisi suka, tidak suka, dan kebodohan yang tidak membeda-bedakan sehubungan dengan objek-objek indria. Akan tetapi, ia mengalami hal-hal ini sebagai rintangan bagi kemajuannya, dan dengan demikian menjadi muak, malu, dan jijik karenanya.

1358) Ariya bhāvitindriya: maksudnya adalah Arahant.

1359) Karena Arahant telah melenyapkan seluruh kekotoran bersama dengan kecenderungan tersembunyinya, dalam paragraf ini ketiga istilahmenyenangkan, dan seterusnyaharus dipahami hanya sebagai perasaan yang muncul melalui kontak dengan objek-objek indria, dan bukan sebagai jejak halus suka, tidak suka, dan netral yang berhubungan dengan paragraf sebelumnya.

1360) Paṭisambhidāmagga menyebut praktik ini sebagai “kekuatan batin mulia” (ariya iddhi) dan menjelaskannya sebagai berikut (ii.212): Untuk berdiam dengan memersepsikan ketidakjijikan dalam kejijikan, seseorang meliputi suatu objek menjijikkan dengan cinta kasih, atau ia memperhatikan suatu objek menjijikkan (apakah makhluk hidup atau benda mati) sebagai hanya sekadar kumpulan unsur-unsur tanpa pribadi. Untuk berdiam dengan memersepsikan kejijikan dalam ketidakjijikan, seseorang meliputi seseorang yang menarik (secara indria) dengan gagasan kebusukan jasmani, atau ia memperhatikan suatu objek yang menarik (apakah makhluk hidup atau benda mati) sebagai tidak kekal. Metode ke tiga dan ke empat melibatkan penerapan perenungan pertama dan ke dua pada objek-objek yang menjijikkan dan tidak-menjijikkan, tanpa membeda-bedakan. Metode ke lima adalah menghindari kegembiraan dan kesedihan sebagai reaksi atas keenam objek indria, dengan demikian memungkinkan seseorang berdiam dalam keseimbangan, penuh perhatian, dan penuh kewaspadaan.

Walaupun lima perenungan ini hanya dimiliki oleh Arahant sebagai suatu kekuatan yang sepenuhnya dikendalikan olehnya, namun di tempat lain Sang Buddha mengajarkannya kepada para bhikkhu yang masih berlatih sebagai cara untuk mengatasi tiga akar tidak bermanfaat. Baca AN 5:144/iii.169-70; dan untuk komentar mendalam tentang sutta ini, baca Nyanaponika Thera, The Roots of Good and Evil, pp.73-78.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

 

anything