SUTTA 146
1318) Salah satu dari delapan peraturan penting yang ditetapkan oleh Sang Buddha ketika Beliau membentuk Sangha Bhikkhunī menetapkan bahwa setiap setengah bulan bhikkhunī harus memohon para bhikkhu untuk mengutus seorang bhikkhu dengan tujuan untuk memberikan nasihat. Menurut MA, dalam kehidupan lampaunya, YM. Nandaka adalah seorang raja dan para bhikkhunī itu adalah selir-selirnya. Ia ingin menghindar dari gilirannya memberikan nasihat kepada para bhikkhunī karena ia berpikir bahwa bhikkhu lain yang memiliki pengetahuan kehidupan lampau, yang melihatnya memberikan nasihat dikelilingi oleh para bhikkhunī, akan berpikir bahwa ia masih tidak dapat memisahkan diri dari selir-selir lampaunya itu. Tetapi Sang Buddha melihat bahwa khotbah dari Nandaka kepada para bhikkhunī itu akan bermanfaat bagi mereka dan dengan demikian, Beliau menyuruhnya memberikan instruksi kepada mereka.
1319) MA: Mereka telah melihat hal ini dengan kebijaksanaan pandangan terang.
1320) Tajjaṁ tajjaṁ paccayaṁ paṭicca tajjā tajjā vedanā uppajjanti. Pertemuan antara mata, bentuk-bentuk, dan kesadaran-mata adalah kontak-mata, dan ini adalah kondisi utama bagi munculnya perasaan yang muncul dari kontak-mata. Dengan lenyapnya mata, maka salah satu dari faktor-faktor yang bertanggung jawab atas kontak-mata dilenyapkan. Demikianlah kontak-mata lenyap, dan dengan lenyapnya kontak-mata, maka perasaan yang muncul dari kontak-mata juga lenyap.
1321) MA: Ia membabarkan ajaran tentang faktor-faktor pencerahan ini karena kebijaksanaan sendiri tidak mampu memotong kekotoran-kekotoran, tetapi hanya jika disertai dengan enam faktor pencerahan lainnya (kebijaksanaan adalah sama dengan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi).
1322) MA: Ia yang menjadi yang terakhir sehubungan dengan kualitas-kualitas baik telah menjadi seorang pemasuk-arus, tetapi mereka yang memiliki kehendak untuk menjadi yang-kembali-sekali, yang-tidak-kembali, dan Arahant masing-masing mencapai pemenuhan kehendak mereka. Karena hasil ini, Sang Buddha menyatakan YM. Nandaka sebagai bhikkhu terunggul dalam hal memberikan instruksi kepada para bhikkhunī.
SUTTA 147
1323) MA mengatakan bahwa khotbah ini dibabarkan kepada Rāhula tidak lama setelah penahbisan penuhnya, mungkin pada usia dua puluh tahun. Sutta ini juga muncul pada SN 35:121/iv.105-7.
1324) Vimuttiparipācaniyā dhammā. MA menginterpretasikan ini sebagai lima belas kualitas yang memurnikan lima indria (keyakinan, kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan), yaitu, untuk masing-masing indria: menghindari orang-orang yang tidak memiliki indria itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki indria itu, merenungkan sutta-sutta yang menginspirasi kematangannya. MA membawakan kelompok lima belas kualitas yang lain: kelima indria itu sendiri, lima persepsi yang berhubungan dengan penembusan, yaitu, persepsi ketidakkekalan, penderitaan, tanpa-diri, meninggalkan, dan kebosanan; dan lima kualitas yang diajarkan kepada Meghiya, yaitu, persahabatan mulia, dan moralitas peraturan-peraturan monastik, percakapan yang sesuai, kegigihan, dan kebijaksanaan (baca AN 9:3/iv.356; Ud 4:1/36).
1325) MA mengatakan bahwa para dewa ini, yang datang dari berbagai alam surga. Adalah teman-teman Rāhula pada kehidupan lampau di mana ia pertama kali bercita-cita untuk mencapai Kearahatan sebagai putra seorang Buddha.
1326) Harus dipahami bahwa empat hal yang disebutkan terakhir adalah empat kelompok unsur batin. Dengan demikian, khotbah ini tidak hanya mencakup landasan-landasan indria, tetapi juga kelima kelompok unsur kehidupan, kelompok unsur bentuk materi dijelaskan melalui organ indria fisik dan objek-objeknya.
1327) Menurut MA, pemasuk-arus adalah pencapaian terendah dari para dewa itu, tetapi beberapa di antara mereka mencapai jalan-jalan dan buah yang lebih tinggi hingga tingkat Kearahatan.
SUTTA 148
1328) Rangkaian sebutan ini, biasanya menggambarkan Dhamma secara keseluruhan, tetapi di sini bertujuan untuk menekankan pentingnya khotbah yang akan dibabarkan oleh Sang Buddha ini.
1329) Dua klausa terakhir dalam rangkaian ini juga terdapat dalam formula standar dari Sebab-akibat yang saling bergantungan, yang secara implisit tersirat dalam khotbah tentang enam kelompok enam ini.
1330) Kata kerja upapajjati (edisi PTS menuliskan, uppajjati, adalah suatu kesalahan), biasanya berarti “muncul kembali” atau “terlahir kembali”, tetapi juga memiliki penggunaan khusus yang secara logika berarti “dipertahankan, diterima”, seperti makna di sini.
1331) Argumentasi ini menurunkan prinsip tanpa-diri dari premis ketidakkekalan yang tahan-uji. Struktur argumentasi ini secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut: apa pun yang menjadi diri pasti adalah kekal; X secara langsung terlihat sebagai tidak kekal, yaitu, ditandai dengan timbul dan tenggelamnya; oleh karena itu, X adalah tidak kekal.
1332) Argumentasi lengkap pada paragraf sebelumnya diulangi untuk masing-masing dari kelima hal lainnya dalam tiap-tiap kelompok enam.
1333) MA menjelaskan bahwa paragraf ini disebutkan untuk menunjukkan dua kebenaran mulia—penderitaan dan asal-mulanya—melalui tiga obsesi (gāha). Kebenaran penderitaan ditunjukkan dengan kata “identitas”, di tempat lain dijelaskan sebagai lima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan (MN 44.2). Ketiga obsesi adalah keinginan, keangkuhan, dan pandangan, yang berturut-turut memunculkan gagasan “milikku”, “aku”, dan “diriku”. Kedua kebenaran ini bersama-sama merupakan lingkaran kehidupan.
1334) MA: Paragraf ini disebutkan untuk menunjukkan kedua kebenaran mulia lainnya—lenyapnya dan sang jalan—dengan penolakan pada ketiga obsesi. Kedua kebenaran ini merupakan akhir dari lingkaran.
1335) MA: Paragraf ini menunjukkan lingkaran kehidupan sekali lagi, kali ini melalui kecenderungan tersembunyi. Tentang kecenderungan tersembunyi dan hubungannya dengan tiga jenis perasaan, baca MN 44.25-28.
1336) MA: Kebodohan yang disebutkan pertama adalah tidak adanya pemahaman atas asal-mula, dan seterusnya terhadap perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan. Penyebutan ke dua adalah kebodohan yang menjadi akar dari lingkaran.
1337) MA: Tidak ada yang luar biasa pada fakta bahwa enam puluh bhikkhu itu mencapai Kearahatan ketika Sang Buddha mengajarkan sutta ini untuk pertama kali. Tetapi setiap kali Sāriputta, Moggallāna, dan delapan puluh siswa besar lainnya mengajarkan sutta ini, enam puluh bhikkhu mencapai Kearahatan. Di Sri Lanka, Bhikkhu Maliyadeva mengajarkan sutta ini di enam puluh tempat, dan di setiap tempat enam puluh bhikkhu mencapai Kearahatan. Tetapi ketika Bhikkhu Tipiṭaka Cūḷanāga mengajarkan sutta ini kepada sekelompok besar para dewa dan manusia, di akhir khotbah ini seribu bhikkhu mencapai Kearahatan, dan di antara para dewa hanya satu yang masih tetap menjadi kaum duniawi.
SUTTA 149
1338) MA: Ketika seseorang tidak mengetahui dan tidak melihat melalui pengetahuan pandangan terang dan pengetahuan sang jalan.
1339) Yaitu, keinginan yang muncul dan berdiam pada mata dan bentuk-bentuk, dan seterusnya, menggenggamnya dengan kemelekatan, dan ini menghasilkan kamma yang dapat menghasilkan lima kelompok unsur kehidupan yang baru dalam penjelmaan mendatang.
1340) Ketika seseorang mengetahui dan melihat melalui pandangan terang dan sang jalan.
1341) Delapan faktor sang jalan disebutkan di sini tampaknya berhubungan dengan porsi awal atau duniawi dari sang jalan. MṬ mengidentifikasikannya dengan faktor-faktor yang dimiliki oleh seseorang pada pengembangan pandangan terang tingkat tertinggi, persis sebelum munculnya jalan lokuttara. Pada tingkat ini, hanya lima faktor jalan yang sebelumnya yang bekerja secara aktif, ketiga faktor dalam kelompok moralitas telah dimurnikan sebelum menjalani meditasi pandangan terang. Tetapi ketika jalan lokuttara muncul, seluruh delapan faktor muncul bersamaan, ketiga faktor dalam kelompok moralitas menjalankan fungsi untuk melenyapkan kekotoran yang bertanggung jawab atas pelanggaran moral dalam ucapan, perbuatan, dan penghidupan.