5. Pandangan hidup Chan
Sampai titik ini kita telah meninjau Chan itu sendiri, tetapi apakah pandangan Chan tentang hidup kita dan tujuan dari hidup kita ?
Ada beberapa level pandangan atau pemahaman tentang hidup dalam Chan – karena Buddhisme mengetahui bahwa pandangan hidup setiap orang bergantung pada perspektif dan level perkembangannya. Jika anda melihat segala sesuatu secara mendalam, maka itulah pemahaman anda. Chan adalah segala fenomena. Dengan kata lain, semua hal besar dan kecil selaras dengan ajaran Chan. Ini adalah sebuah pandangan yang mendalam tentang hidup, dan hanya sedikit saja dari kita yang dapat memahaminya.
Apabila anda memandang hidup ini tidak punya sasaran atau tujuan, anda barangkali akan merasa bahwa hidup ini kosong dan tak berarti. Kalau hidup anda nampak tak punya arti, anga bisa bertanya-tanya, “Mengapa saya bersusah-susah untuk hidup ?” Anda bisa merasa bahwa anda tidak lebih dari sekedar menghambur-hamburkan manfaat bumi ini.
Konfusius berkata, “Makanan dan seks, inilah insting manusia.” Maksudnya, hasrat untuk terus eksis dan dorongan untuk berketurunan merupakan sisi binatang dari hakekat manusia.. Inilah pandangan hidup manusia yang terendah, dan kita dapat menyebutnya pandangan hidup binatang. Hidup hanyalah suatu pencarian makanan, tempat tinggal, dan membuat keturunan, sebagaimana layaknya binatang. Tiada punya tujuan lain. Inikah sikap hidup anda ?
Sebuah variasi dari pandangan hidup adalah meyakini bahwa eksistensi manusia itu spontan, tanpa sebab dan tujuan. Orang dengan pandangan ini hanyut dan membiarkan situasi menentukan sendiri. Apakah anda kenal ada orang yang menjalani hidup mereka menurut pemahaman level binatang ini ?
Kita bisa menyebut sebuah pandangan hidup kedua sebagai perspektif “terdelusi” atau “tolol”. Ini adalah satu tahap sedikit di atas pandangan binatang. Orang dengan pandangan ini percaya bahwa yang penting adalah bertarung dan berjuang untuk mendapatkan keamanan dan kesejahteraan. Mereka memupuk kekayaan dan memburu kekuasaan serta posisi untuk melindungi kesejahteraan mereka dan anak cucunya.
Pada jaman dahulu seorang pejabat penting pemerintahan mengunjungi seorang biksu luar biasa yang tinggal di sebuah pohon. Bukanlah aneh bagi seorang pejabat di jaman itu untuk meminta bimbingan dari seorang bhiksu. Para pejabat Cina dipilih melalui sistem ujian yang keras, dan kebanyakan mereka adalah orang orang yang berpendidikan serta berbudaya tinggi. Banyak bhiksu dan master Buddhis juga orang yang berpendidikan, dan mereka bijak, jadi ceramah dan petunjuknya menarik para pejabat. Bahkan para kaisarpun meminta bimbingan dari para master Chan.
Seperti yang saya katakan tadi, master ini tinggal di sebuah pohon yang tinggi. Sang pejabat berkata padanya ,”Master, anda berada dalam situasi yang sangat berbahaya.”
Sang master menjawab, “Aku tidak dalam bahaya apapun. Akan tetapi, kamulah yang berada dalam situasi yang berbahaya.”
Sang pejabat bertanya, “Bagaimana saya bisa berada dalam situasi yang berbahaya ?Saya kepala pemerintahan daeraha. Saya selalu dikawal dan dilindungi oleh banyak orang. Bagaimana kok bisa situasi saya berbahaya ?”
Sang master menjawab, “Bumi, air, api dan angin secara terus menerus mengesalkanmu (elemen-elemen yang diyakini oleh orang Cina pada masa itu menyusun semua fenomena fisik). Proses kelahiran, sakit, usia tua dan kematian dapat mempengaruhimu kapan saja. Ketamakan, kemarahan, kebodohan dan arogansi terus menyertaimu. Bagaimana kamu bisa mengklaim bahwa kamu tidak sedang dalam situasi yang berbahaya ?”
Sang pejabat itu cerdas dan mempunyai akar karma (potensi karma) yang baik untuk kebijaksanaan. Ia segera paham dan berkata, “Master, memang, saya berada dalam posisi yang jauh lebih buruk dari anda.”
Umat manusia terdelusi; di dunia ini, sebenarnya tidak ada tempat yang benar benar aman.
Seseorang yang pandangan hidupnya terdelusi adalah seperti seekor anjing yang mengejar ekornya sendiri, karena yakin bahwa itu adalah anjing yang lain. Ia mengejar ekornya memutari pohon, sambil berpikir, “Biar kutangkap anjing kotor itu !” Ia tidak akan pernah berhasil mengejar ekornya sendiri, sama seperti kekayaan, kekuasaan, kesuksesan, dan prestise tidak bakal pernah bisa menjamin keamanan hidup kita. Pada akhirnya anjing tersebut mati, sama seperti kita. Ketika anjing tersebut mati, ia tidak tahu apa arti hidup atau mengapa ia mati. Ia tidak sadar bahwa ia selama ini telah mengejar ekornya sendiri. Demikian juga pandangan hidup yang terdelusi, dan banyak sekali dari kita yang hidup dengan cara ini.
* * *
Jikalau pandangan bahwa tujuan dari hidup adalah berjuang untuk keamanan dan kesejahteraan itu dikatakan pandangan yang terdelusi, pandangan apa yang dipegang oleh seorang bijak ? Di sini kita bicara tentang kebijaksanaan duniawi, dan yang kita maksud adalah seseorang yang hidup mengikuti prinsip-prinsip ideal dan cita-cita. Kebanyakan dari kita cenderung percaya bahwa kita tergolong kategori ini.
Sebuah contoh seseorang yang memiliki kebijaksanaan duniawi adalah artis yang mencurahkan diri pada keindahan dan perwujudannya. Proses penciptaan sebuah karya seni bisa jadi menyakitkan, tetapi ketika karya tersebut selesai, melihat atau mendengarkannya bisa menjadi suatu pengalaman yang indah, baik bagi sang kreator maupun khalayak pemirsanya. Dalam prosesnya sang artis bisa diperindah, dan demikian juga dunia. Pengalaman keindahan internal sang artis bisa mentransformasikan lingkungan. Meskipun ia sedang bekerja, “dalam” dan “luar” tidak dialami sebagai terpisah. Sang artis mengenali bahwa seluruh semesta adalah suatu karya seni yang kreatif.
Sering dunia nampak indah bagi sang artis ketika ia sedang terlibat secara kreatif, tetapi tatkala ia harus menghadapi dunia biasa, hidup mungkin tidak nampak seindah itu lagi. Saya kenal seorang pelukis yang karyanya benar benar indah. Ia sangat berbahagia bilamana berbicara dengan orang lain mengenai lukisan dan seni. Tetapi ketika percakapan bergeser keluar dari topik seni; ia jadi mudah marah dan bertemperamen buruk. Ia membuat hidup menjadi sulit bagi istri serta teman-temannya.
Para artis bisa mengalami momen momen indah, momen momen ketakterpisahan antara diri dan non diri, tetapi ini bersifat sementara. Hidup biasanya tidak selalu indah; dan lebih sering aspek yang tak terlalu indah dari kehidupan inilah yang kita alami.
Beberapa scientist yang hidupnya dicurahkan untuk menganalisa dan mengamati dunia fisika, juga menunjukkan pandangan hidup yang bijak. Mereka mengalami ketak-terbatasan alam dan dari sana menarik satu kesimpulan tentang ketakterbatasan dari apa yang ada di dalam diri mereka. Walau mereka mungkin hanya mengamati materi, tetapi dengan pemahaman yang tajam mereka bisa melihat suatu totalitas yang tak terbatas. Dapatkah mereka menggunakan sains untuk menemukan makna kehidupan ? Itu tidak mungkin.
Seorang ilmuwan pernah berkata kepada saya, “Guru, sains dan Buddhisme mencapai kesimpulan yang sama, jadi jika saya memburu sains, tak ada perlunya lagi mempelajari buddhisme.”
Saya berkat, “Kesimpulan apa itu ?”
“Buddhisme”, katanya, “mengatakan bahwa tidak ada batas untuk fenomena. Sains juga telah sampai pada kesimpulan yang sama. Buddhisme berkata semua fenomena adalah kosong, dan sains, dengan analisisnya tentang materi pada level yang paling kecil, juga menemukan tak ada substansi yang permanen. Kesimpulan-kesimpulannya identik.”
Saya menjawab,” Tidak, keduanya sama sekali berbeda. Dapatkah sains menjelaskan mengapa anda lahir di dunia ini ?”
Ia berkata, “Oh, itu sederhana. Ibu saya yang melahirkan saya.”
Saya bertanya, “Mengapa ibu anda melahirkan anda dan bukan seseorang yang lain ?”
“Ibu saya melahirkan saya, dan itu cukup. Tidak perlu ia punya seorang anak lain.”
Saya bertanya,” lalu mengapa anda lahir dari ibu ini dan bukan yang lainnya ?” Ia tidak punya jawaban itu, jadi saya bilang ,”Ini menunjukkan bahwa anda tidak jelas tentang pertanyaan-pertanyaan fundamental semacam itu: anda tidak punya jawabannya”. Akhirnya, saya bertanya,” Mengapa anda datang ke dunia ini dan dalam kehidupan ini? Kemana anda akan pergi dari sini?”
Sains bisa menunjukkan kepada kita bahwa fenomena adalah tak terbatas dan kosong, tetapi ia tidak bisa menjawab pertanyaan tentang tujuan hidup manusia dan apa yang akan terjadi pada kita setelah mati. Itulah sebabnya banyak ilmuwan akhirnya mengadopsi suatu keyakinan religius atau percaya pada Tuhan atau suatu dewa lain. Bahkan Einstein pun religius. Di Taiwan, para ilmuwan sering menjadi Buddhis, karena sains tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang eksistensi manusia.
Para filsuf bisa juga bijak. Mereka hidup sesuai dengan ide ide yang dipahami dengan baik, dan mereka secara sadar berusaha menerapkan ide ide dan prinsip-prinsip mereka ke dalam kehidupan sehari hari.
Kaum religius merupakan sebuah kelompok lain yang mencari kebijaksanaan. Seseorang yang religius menjalani hidupnya menurut prinsip prinsip dan sasaran sasaran yang diakui, dan mengatur hidupnya sesuai dengan keyakinannya. Makna kehidupannya didasarkan pada memathui hukum Tuhan dan para pengharapan bergabung dengan Tuhan dalam kerajaan surga-Nya setelah mati.
Sang individu dan Tuhan, di satu sisi, terhubung menjadi satu; di sisi lain, mereka independen. Ini memperbaiki kelemahan dari sang artis, ilmuwan, dan filsuf, yang beresiko kehilangan identitas mereka tatkala menyatu dengan seni, sains dan filosofi mereka. Kan tetapi, seseorang yang percaya pada Tuhan memandang dirinya sebagai mempunyai suatu identitas kekal yang independen, atau jiwa. Bagi banyak orang, pentinglah untuk mempunyai rasa identitas ini. Kalau tidak mereka merasa kosong.
* * *
Pandangan Chan tentang hidup berbeda dengan kebijaksanaan duniawi. Di dalam pandangan Chan, tujuan hidup adalah pencerahan – yakni ; pelepasan diri (the letting go of the self). Kita harus menempuh tiga tahap untuk sampai pada pembuyaran diri. Pertama, kita harus memperkokoh diri kita sendiri.; kedua, mematangkan diri; dan ketiga membuyarkan diri. Ini disebut pandangan realistik tentang hidup manusia, karena didasarkan pada realitas yang ultimit.