Api bisa padam saat bahan bakarnya habis.
Km bisa menyusun kondisi agar api hidup kembali, jika km mampu (punya sumber daya-nya). Lalu api nyala kembali. Tapi kondisi berubah lagi, bahan bakar habis lagi.
Kamu bangun lagi kondisi agar api menyala lagi.. Lalu lama-lama padam lagi.. Km nyalakan lagi, padam lagi.. dst.. dst..
Dari ilustrasi di atas, kamu melihat api sebagai sesuatu yang konstan, atau api itu berubah-ubah sesuai kondisi?
Baiklah saya coba jawab sendiri pertanyaan saya.
Api yang nyala kemudian mati adalah tidak sama namun juga tidak berbeda dari api yang nyala kemudian mati, dst.
Bagaikan ombak laut, ombak yang timbul kemudian lenyap lalu timbul lagi dan lenyap lagi adalah tidak berbeda dan tidak sama dari ombak-ombak tersebut.
Jadi sifat api tersebut, sejatinya adalah tidak dapat dikatakan konstan ataupun berubah-ubah.
Jika dikatakan konstan lalu kenapa bisa padam atau bisa nyala?
Dikatakan berubah-ubah, toh api selalu ada (melingkupi kita), api tidak pernah benar-benar padam atau menyala terus menerus.
Dukkha bisa dipadamkan (terjadi secara subjektif, misalnya ketika seseorang mencapai kebebasan, pencerahan Buddha) tapi dukkha secara keseluruhan tidak pernah padam karena jumlah makhluk adalah tanpa batas.
Ini hanya masalah sudut pandang.
Semangkuk mie ayam bagi seseorang yang belum makan dua hari bisa dilihat sebagai kebahagiaan ketika memakannya.
Namun bagi seorang yang sudah kenyang bangat disuruh (dipaksa) makan mie ayam tersebut bisa-bisa dipandang sebagai dukkha.
Adalah hal yang wajar jika suatu ajaran (seperti "hidup adalah penderitaan") dipandang secara keliru (pesimisis, tidak enjoy) ataupun sebagai kebenaran (mencerahkan).
Itulah mengapa atau tujuan Buddha terjun k dunia ini, dan setelah parinibbanaNya, maka menjadi tugas MuridNya, Sangha, atau umatNya untuk melanjutkan memberikan pandangan yang benar
Jadi tujuan umat Buddha sendiri pada jaman sekarang cenderung tinggal mencari pencerahan dari sumber yang telah ada lalu mmbagikannya kepada yang lain.
Tidak perlu terlalu bersusah payah seperti pada jaman Pangeran Siddharta yang katanya belum ada petunjuk yang jelas sama sekali seperti sekarang.