Dalam Mahayana juga terdapat Trisarana, yang rumusannya sama dengan yang ada di Theravada. Dalam hal ini saya juga sudah menerima transmisi Trisarana, dan sampai hari ini kalau ada waktu luang saya selalu megulang Trisarana secara mandiri. Jadi kalau soal keraguan akan "iman" saya, seperti yang didesakkan terus oleh Bro Adi Lim, sebenarnya tidak diperlukan.
Yang saya ajak untuk direnungkan bersama adalah, soal makna Trisarana itu sendiri.
Maaf nyela, saya sudah baca dari awal ( menurut saya yang dipertanyakan saudara sobat adalah "kepercayaan" yang dimiliki oleh adi terhadap Buddha ( Triratana ), ini menurut saya setelah saya membaca beberapa komentar saudara sobat dan adu argumentasi antara bro sobat dan bro adi ), jadi saya nimbrung bertanya, apakah yang saudara sobat maksudkan dalam kata ,"
Dalam hal ini saya juga sudah menerima transmisi Trisarana, dan sampai hari ini kalau ada waktu luang saya selalu megulang Trisarana secara mandiri" dan "
Yang saya ajak untuk direnungkan bersama adalah, soal makna Trisarana itu sendiri."
1.Bro sobat apabila ada waktu luang selalu melafalkan Tisarana atau Tiratana(
) secara mandiri, melafalkan tisarana untuk apa ya bro ?
2.Merenungkan Tisarana atau Tiratana dalam kaitannya untuk apa?
Ketika Bro Adi Lim, berkata bahwa Buddha Gotama adalah Guru yang THE BEST, sebenarnya apakah yang dimaksud? Apakah ini adalah bentuk keyakinannya akan Sang Buddha dan ajaran-Nya atau semata pemujaan akan suatu figur semata dengan memberinya label "keyakinan akan Tisarana"?
Menurut saya, ini tergantung pribadi masing-masing, karena kalau tidak salah murid Buddha ( YM Ananda ) atau umat awam ( Anathapindika ) pernah bertanya kepada Buddha soal ini, dan Buddha menjawab didalam salah satu suttanya ,"Benar, bahwa apabila seseorang hanya dengan menyakini Buddha Dhamma Sangha ( Buddha saja juga bisa ), maka pada kelahiran selanjutnya di akan lahir di alam yang lebih berbahagia " ( walau pun tujuan umat Buddha adalah mengakhiri dukkha (nibbana), tapi kita kesampingkan yang ini dlu ).
Nah, apakah keyakinan bisa diukur ?Bisa saja seseorang "terlihat" fanatik dalam hal tertentu, tapi bisa saja "prateknya" lebih nyata daripada orang yang omdo ( omong doang ).
Keyakinan akan Trisarana, sebagaimana yang saya pahami dalam Mahayana (maaf kalau tidak sama dengan di Theravada), adalah suatu sikap penyerahan diri secara total kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, yang berarti mengabdikan selalu upaya kita, segenap tubuh dan batin kita, untuk mempraktik Buddhdharma guna mencapai pelepasan tertinggi. "Berlindung" dalam hal ini adalah melepaskan keangkuhan ego.
Sedangkan, mengartikan keyakinan akan Trisarana sebagai pemujaan/pengidolaan akan suatu figur adalah sama sekali adalah hal yang berbeda. Hal ini hanya melahirkan rasa kepemilikan akan figur tersebut, seperti konsep Guru-KU, Dharma-KU, Sangha-KU yang TERBAIK, yang secara tersirat di dalam DIRI munculkah peng-AKU-an Trisarana sebagai keyakinan dirinya.
Seperti pertanyaan saya sebelumnya, pribadi orang berbeda-beda dan soal keyakinan itu
tidak bisa / sulit untuk diukur secara kasat mata, apalagi bila kita tidak memiliki kemampuan apapun seperti kemampuan yang di milik oleh para Arahat atau SammaSambuddha dalam memberikan "komentar" terhadap suatu "objek"(dalam hal ini makhluk hidup), nah mengatakan Sang Buddha sebagai "the best" , apakah bisa dikategorikan sebagai "pemujaan/pengindolaan"?Apakah para umat awam dan para raja pada zaman keemasan Buddha, membangun segala keadaan yang mewah ( seperti Vihara, taman Veluvena, taman milik Anathapindika yang menghabiskan ribuan ton emas, bisa disebut pengindolaan terhadap Buddha ?Karena pemberiaanya seakan-akan "memaksa" dan terlalu "mewah" untuk seorang yang Tercerahkan, Sempurna dan tidak melekat pada bentuk duniawi apapun lagi )
Jadi, apa kriteria orang yang termasuk "pengindolaan" dan "bukan pengindolaan" menurut bro sobat ?
Ketika seseorang mengatakan bahwa Guru-KU adalah yang THE BEST, maka sebenarnya di dalam dirinya secara diam-diam tersirat bahwa AKU adalah yang THE BEST. Karena yang THE BEST adalah adalah Guru-KU, sedangkan Guru-MU adalah sebaliknya: THE WORST. Karena itu kemudian dalam pikirannya ia berkata "Kalau kamu tidak mau mengikuti Guru-KU dan keyakinan-KU akan Guru-KU, maka kamu sebenarnya adalah bodoh. Betapa beruntungnya diri-KU karena telah mendapatkan Guru-KU yang THE BEST dan betapa sialnya kamu yang tidak mau meng-AKU-i Guru-KU sebagai yang THE BEST." Sebenarnya, seakan-akan ia memuja Guru-nya, namun orang ini sebenarnya hanya sedang memuja Ego-nya: karena yang dipuja adalah "Guru-KU, bukan Guru-MU," "Dharma-KU, bukan Dharma-MU, Sangha-KU, bukan Sangha-MU"
Bukankah ini semua ada "asumsi" dari bro sobat?apakah mungkin asumsi ini muncul karena dalam "ego" bro sobat muncul segala sesuatu yang berlawanan dari yang disebutkan di atas ini ?
Coba tilik dalam beberapa sutta ( dalam hal ini berdasarkan sutta yang pernah saya baca ), bahwa seringkali petapa yang berpandangan salah yang telah di cerahkan oleh Buddha ( dalam hal ini mencapai 4 tingkat kesucian atau hanya sekedar memiliki "saddha" kepada Tiratana dan menyatakan Tisarana ), ketika umat pengikut petapa pandangan salah ini datang, dan melihat Buddha dengan petapa berpandangan salah, maka ketika itu sering diakhir cerita bahwa petapa yang telah "diluruskan" terbang ke atas menyatakan "Buddha adalah gurunya" atau petapa tersebut bersujud, dll, nah kalau kita membaca dengan adanya label "telah tercerahkan" , "telah mencapai arahat, anagami, sakadagami, sotapanna" mungkin kita bisa memakai argumentasi "oh, itu karena si petapa sudah mencapai A,B,C,D otamatis itu bukan "kemelekatan" itu "saddha", nah bagaimana kalau kita cabut semua "label" tersebut untuk sementara, kalau bro sobat melihatnya itu sebagai apa ?
Kalau dengan kacamata awam, saya bisa melihatnya sebagai :
1. Kesombongan Buddha untuk diakui sebagai "guru" dibandingkan petapa sesat tersebut
2. Petapa mengakui "apa yang diajarkan oleh Buddha" adalah sebagai benar menurut petapa tersebut, walau dalam hal ini, kita semua tahu bahwa petapa tersebut hanya "mendengarkan khotbah dari Sang Bhagava" belum mempraktikan, jadi menurut anda ini "keyakinan" atau "pengindolaan"?
Jika Trisarana dianut dengan cara demikian, maka seseorang akan sulit "berlindung", yaitu melepaskan egonya untuk berserah diri kepada praktik Buddhadharma. Daripada mengenali Budhadharma melalui praktik, ia hanya semakin menyimpang pada pemujaan buta akan ego-nya sendiri dan kemudian berpuas diri.
Saya dalam hal ini, hanya berharap Bro Adi Lim bukanlah yang demikian. Karena itulah saya bebincang-bincang dengannya sejenak untuk lebih mengenali motif dibalik kata-katanya.
seperti komentar-komentar saya di atas sebelumnya...mohon tanggapannya...anumodana...