Di masa lalu, kata mereka, Kassapa yang tercerahkan, disertai oleh rombongan dua puluh ribu bhikkhu yang terbebas dari noda-noda, melakukan kunjungan ke Benares. Kemudian warga, sadar kemasyuran mereka harus memperoleh demikian, bersatu dikelompok dari delapan atau sepuluh dan menyajikan para bhikkhu pengunjung dengan berbagai macam persembahan.
Sekarang hal ini terjadi pada suatu hari Sang Guru, dalam sukacita atas manfaat dari pendana pada akhir makan, berbicara sebagai berikut: "Murid umat awam, di sini di dunia ini satu orang berkata pada dirinya sendiri, 'Ini adalah beban tugas untuk memberi hanya yang saya miliki. Mengapa saya membujuk orang lain untuk memberikan?'
Jadi ia sendiri memberi sedekah dana makanan, tetapi bukan membujuk dari orang lain untuk memberi. Pria itu, pada masa kehidupannya yang akan datang, menerima berkah kekayaan, tetapi bukan berkan dari pengikut.
Orang lain membujuk yang lain untuk memberi, tetapi bukanlah dirinya sendiri yang memberi. Orang tersebut menerima masa depannya dari berkah pengikut tetapi bukan berkah kekayaan.
Orang yang lain bukan dirinya ataupun bukan orang lain yang memberi, Pria itu, pada kehidupannya yang akan datang, tidak menerima berkah kekayaan ataupun berkah pengikut tetapi hidup sebagai pemakan sisa sisa makanan.
Namun seseorang lain yang bukan hanya dirinya memberi tetapi membujuk orang lain untuk memberi, Orang tersebut, pada kehidupannya yang akan datang, menerima keduanya berupa berkah kekayaan dan berkah pengikut."
Pada saat itu seorang bijaksana yang berdiri disana mendengarkan ini dan berkata kepada dirinya,
"Saya akan langsung bertindak untuk mendapatkan kedua berkat untuk diri saya sendiri."
Demikianlah dia memberi hormat kepada Sang Guru dan berkata, "Yang Mulia, besok terimalah dana makanan dari saya."
"Berapa banyak bhikkhu yang akan Anda bawa?"
"Berapa banyak bhikkhu yang akan ikut, Yang Mulia?"
"Dua puluh ribu bhikkhu."
"Yang Mulia, besok bawalah semua bhikkhu dan terimalah dana makanan dari saya." Sang Guru menerima undangannya
Pria itu masuk ke desa dan mengumumkan, "Saudara dan saudari, saya telah mengundang para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha untuk dana makan disini besok; masing masing dan semua dari kalian berilah sebanyak bhikkhu yang kalian mampu."
Kemudian dia bertanya seberapa banyak yang dapat disediakan.
"Kami akan menyediakan 10";
"Kami akan menyediakan 100";
"Kami akan menyediakan 500," jawab mereka, masing masing memberikan sesuai dengan kemampuannya. Semua janji tersebut ditulis pada selembar daun.
Pada saat itu dikota tersebut ada seorang yang sangat miskin sehingga dia dikenal sebagai pangeran miskin, Mahāduggata. Pemohon, bertemu langsung, berkata kepadanya, "Tuan Mahāduggata, saya telah mengundang para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha untuk makan esok hari; besok para penduduk kota akan memberikan dana. Berapa banya bhikkhu yang akan Anda persembahkan ?" - "Tuan, apa yang harus saya lakukan untuk para bhikkhu? Para bhikkhu memerlukan orang kaya untuk menyediakan dana makanan mereka. Tetapi bagi saya, saya memiliki tidak begitu banyak beras untuk membuat bubur besok; apa yang harus saya lakukan untuk para bhikkhu?"
Sekarang sepatutnya seseorang pria yang membujuk orang lain untuk memberi sesuatu yang sudah dipikirkan; karena itu ketika pemohon mendengar orang miskin mengakui kemiskinannya menjadi alasan, daripada tetap berdiam, dia berbicara kepadanya sebagai berikut,
"Tuan Mahāduggata, ada banyak penduduk dikota ini yang hidup dalam kemewahan, makan makanan yang mewah, mengenakan pakaian yang lembut dibersolek dengan berbagai macam perhiasan, dan tidur pada tempat tidur bagai kemegahan kerajaan. Tetapi Anda ini, Anda bekerja untuk hidupmu dan mendapatkan hampir tidak cukup untuk mengisi perut Anda. Itulah yang terjadi, apakah alasan seperti itukah mengapa Anda tidak pernah melakukan untuk orang lain?"
"Ya saya pikir demikian, tuan."
"Baiklah, sekarang mengapa anda tidak bekerja untuk sesuatu yang layak? Anda masih muda, dan Anda masih memiliki banyak tenaga; bukankah ini beban tugasmu selagi anda bekerja untuk hidup dengan memberi dana makanan sesuai dengan kemampuan Anda?"
Ketika pemohon tersebut berbicara, si miskin diliputi dengan emosi dan berkata,
"Tuliskan nama saya pada selembar daun untuk seorang bhikkhu; tidak peduli seberapa kecil yang mungkin saya dapat, saya akan menyediakan dana makanan untuk seorang bhikkhu." Pemohon tersebut berkata dalam hati, "Apa gunaya menulis satu orang bhikkhu pada selembar daun?" dan menghilangkan tulisan namanya.
Mahāduggata pergi ke rumah dan berkata kepada istrinya,
"Istriku, besok para peduduk desa akan menyediakan makanan untuk para bhikkhu. Saya, juga, diminta oleh pemohon untuk menyediakan makanan untuk satu orang bhikkhu; maka dari itu kita juga akan menyediakan makanan untuk seorang bhikkhu besok."
Istrinya, berkata kepadanya, "Kita miskin; kenapa kamu berjanji untuk melakukannya ?" katanya,
"Suamiku, apa yang kamu lakukan ada benarnya. Sekarang kita miskin karena kita belum pernah memberikan sesuatu; kita berdua akan bekerja untuk dipekerjakan dan memberi makan seorang bhikkhu."
Akhirnya mereka berdua pergi untuk mencari kerja.
Seorang pedagang kaya melihat Mahāduggata dan berkata kepadanya,
"Tuan Mahāduggata, apakah Anda bermaksud untuk bekerja?"
"Yah, orang kaya."
"Pekerjaan apa yang dapat Anda lakukan?"
"Apapun yang Anda ingin lakukan."
"Baiklah kalau begitu, kita akan menjamu 300 bhikkhu; kemarilah, belahlah kayu."
Dan dia membawa sebuah kapak dan memberikan kepadanya. Mahāduggata mengenakan celana dan mengerahkan dirinya sepenuhnya secara maksimal, mulailah membelah kayu, pertama tama mengayunkan kapak kesamping dan menebas, dan kemudian mengayunkan kapaknya kesamping. Pedagang itu berkata kepadanya,
"Tuan, Anda hari ini bekerja dengan keras; apa ada alasan untuk itu?"
"Tuan, saya berharap dapat menyediakan makanan untuk seorang bhikkhu."
Pedagang tersebut bersenang hati dan berpikir, "Sebuah pekerjaan yang sulit telah dikerjakan; daripada hanya berdiam diri dan menolak untuk memberi karena kemiskinannya, dia berkata, 'Saya akan bekerja dan menyediakan makanan untuk seorang bhikkhu.'"
Sang Istri pedagang juga melihat istri si miskin dan berkata kepadanya,
"Saudara, pekerjaan apa yang dapat Anda lakukan?"
"Apapun yang Anda ingin lakukan."
Jadi dia memanggilnya masuk kedalam ruangan dimana lesung disimpan, memberikannya sebuah kipas penampi, alu dan sebagainya dan mengaturnya bekerja. Wanita itu menumbuk pada dan mengayaknya dengan penuh suka cita dan kegembiraan seperti dia sedang menari. Istri pedagang tersebut berkata kepadanya,
"Saudara, Anda tampak seperti tidak biasa bersuka cita dan bergembira dalam mengerjakan pekerjaan Anda; apakah ada alasan untuk itu?"
"Nyonya, dengan upah yang kami peroleh pada pekerjaan ini kami berharap untuk menyediakan makanan untuk seorang bhikkhu."
Ketika istri pedagang mendengarnya, dia senang dan berkata kepada dirinya sendiri, "Sebuah tugas yang sulit yang sedang dilakukan oleh wanita ini !"
Ketika Mahāduggata telah menyelesaikan membelah kayu, pedagang itu memberinya 4 ukuran beras sebagai upah untuk kerjanya dan tambahan 4 ukuran beras sebagai ungkapan niat baiknya. Si miskin pergi kerumah dan berkata kepada istrinya,
"Beras yang saya terima untuk upah kerjaku akan menjadi persediaan bagi kita. Dengan upah yang telah engkau dapat sediakanlah dadih, minyak, kayu dan peralatan."
Istri pedagang itu memberi wanita miskin secangkir ghee, wadah dadih, berbagai macam penyedap rasa, dan seukuran beras yang bersih. Suami istri tersebut akhirnya menerima 9 ukuran beras.
Dipenuhi dengan suka cita dan kepuasan pada pikiran bahwa mereka telah menerima makanan untuk didanakan, mereka bangun sangat pagi. Istri Mahāduggata berkata kepadanya,
"Suamiku, pergi carilah daun untuk kari dan bawalah pulang kerumah."
Tak terlihat daun di toko, dia pergi ke pinggir sungai. Dan disana dia memungut dedaunan, bernyanyi penuh suka cita dalam pikirannya,
"Hari ini Saya akan mendapatkan kehormatan untuk memberikan dana makanan kepada para bhikkhu suci."
Seorang nelayan yang baru saja melemparkan jalanya ke air dan sedang sedang berdiri berkata kepada dirinya sendiri,
"Itu pastilah suara Mahāduggata."
Kemudian dia memanggilnya dan bertanya, "Anda bernyanyi seolah olah sangat gembira; apa alasannya?"
"Saya memungut dedaunan, kawan."
"Untuk apa ?"
"Saya akan menyediakan makan untuk seorang bhikkhu."
"Berbahagialah bhikkhu yang akan menyantap sayurmu"
"Apakah ada yang lain yang dapat saya kerjakan, Tuan? Saya berniat untuk menyediakan untuknya dengan daun yang telah saya kumpulkan."
"Baiklah kalau begitu, kemarilah."
"Apa yang Anda ingin saya lakukan, Tuan ?"
"Ambil lah ikan ini dan ikatlah mereka pada satu ikatan untuk dijual dengan harga, 6 pence (
).
Mahāduggata melakukan seperti apa yang dikatakan, dan penduduk kota membelinya untuk para bhikkhu yang mereka undang. Dia masih mengikat ikan ketika saatnya tiba untuk para bhikkhu untuk pergi menerima dana makanan, kemudian dia berkata kepada nelayan,
"Saya harus pergi sekarang, kawan; ini saatnya untuk para bhikkhu datang."
"Apakah ada sisa ikan yang terikat ?" - "Tidak, kawan, semuanya terjual."
"Baiklah kalau begitu, ini ada empat ekor ikan merah yang saya bakar didalam tanah untuk keperluan saya. Jika Anda bermaksud untuk menyediakan makanan untuk para bhikkhu, ambilah untukmu." Si Nelayan memberikan ikan merah itu kepadanya.
Sekarang Sang Guru mengamati dunia pada pagi hari pada hari itu, dia mengamati bahwa Mahāduggata telah masak pengetahuannya. Dan dia mempertimbangkan dengan dirinya sendiri,
"Apa yang akan terjadi? Kemarin Mahāduggata dan istrinya bekerja untuk menyediakan makanan untuk seorang bhikkhu. Bhikkhu mana yang akan dia dapatkan?"
Dan dia menyimpulkan, "Penduduk kota akan mendapatkan para bhikkhu untuk dijamu didalam rumah mereka menurut urutan nama pada daun yang telah tertulis; tidak bhikkhu lainnya akan Mahāduggata dapatkan, tetapi hanya saya saja."
Sekarang Sang Buddha dikatakan menunjukan kelembutannya untuk orang miskin. Jadi ketika Sang Guru, diawal pagi, setelah memenuhi kebutuhan tubuhnya,
Sang Buddha berkata, "Aku akan melimpahkan keuntungan kepada Mahāduggata."
Dan Sang Buddha pergi kedalam ganda kuti dan duduk.
mohon koreksi jikalau ada terjemahan yang kurang tepat.