//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa  (Read 81766 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #60 on: 18 September 2010, 10:35:50 PM »
Spoiler: ShowHide
Dari mana dikatakan kelompok arahat mengutus 8 orang dari mereka? Cuma dikatakan mengutus 8 holy monks dan sejauh saya baca tidak ditandaskan "dari mereka".
seluruh skolar (buddhis lho!) yang saya baca mengatakan mereka adalah arahat.

mari kita baca terjemahan Wilhelm Geiger yang merupakan terjemahan yang selalu dipakai untuk mahavamsa:
Sitting then on the terrace of the royal palace, adorned, lighted with fragrant lamps and filled with many a perfume, magnificent with nymphs in the guise of dancing-girls, while he rested on his soft and fair couch, covered with costly draperies, he, looking back upon his glorious victory, great though it was, knew no joy, remembering that thereby was wrought the destruction of millions (of beings).

When the arahants in Piyangudipa knew his thought they sent eight arahants to comfort the king. And they, coming in the middle watch of the night, alighted at the palace-gate. Making known that they were come thither through the air they mounted to the terrace of the palace.

The great king greeted them, and when he had invited them to be seated and had done them reverence in many ways he asked the reason of their coming. `We are sent by the brotherhood at Piyangudipa to comfort thee, O lord of men.'

And thereon the king said again to them: `How shall there be any comfort for me, O venerable sirs, since by me was caused the slaughter of a great host numbering millions?'

`From this deed arises no hindrance in thy way to heaven. Only one and a half human beings have been slain here by thee, O lord of men. The one had come unto the (three) refuges, the other had taken on himself the five precepts Unbelievers and men of evil life were the rest, not more to be esteemed than beasts. But as for thee, thou wilt bring glory to the doctrine of the Buddha in manifold ways; therefore cast away care from thy heart, O ruler of men!'


semoga jelas...
Sebelumnya saya ada mengatakan kemungkinan tentang penulis kitab yang telah bersikap subjektif. Contoh dari yang saya maksudkan di atas, misalnya: bahwa belum tentu mereka arahanta, tetapi itu ditambahkan demi mendramatisir ceritanya.

Spoiler: ShowHide
Oleh karenanya dalam menilai, agar tidak terpengaruh subjektifitas perasaan n pemikiran maka saya mengusulkan pendekatan "presume innocent until proven guilty." Berbeda dengan Ncek Morph yang menggunakan "presume guilty until proven innocent." Jika pendekatannya seperti Ncek Morph demikian, maka Mahavamsa pasti sudah terbukti salah!! Karena ketidakbersalahannya tidak akan pernah diketahui.

Apa pun itu, saya rasa kita setuju bahwa dalam Buddhisme (menurut Sang Buddha bukan murid-muridnya) tidak ada tempat bagi politisasi agama dalam menjustifikasi perang.
aiyoh, bang jerry, bang jerry... yang anda bahasakan sebagai praduga tak bersalah itu tidak lain adalah pendekatan iman / kepercayaan. kenapa anda tidak memakai praduga tidak bersalah terhadap kepercayaan agama lain seperti tuhan, dll? karena anda seorang buddhis kan?

seperti halnya arahat atau bukan arahat tadi. iman anda condong mencari pembelaan dan percaya mereka bukanlah arahat dan condong tidak mempercayai morpheus... bukankah begitu? kenapa anda tidak memakai praduga gak bersalah juga terhadap morpheus? karena yang saya katakan tidak sesuai dengan iman anda kan?

pendekatan yang lebih objektif adalah melihat fakta dan buktinya, baru menilai...


Haiya.. Ncek Morph kan ngga tau bagaimana pencarian saya dalam mengenal Buddhism. Saya pernah memakai asas praduga tak bersalah koq terhadap ajaran lain seperti Tuhan, bahkan waktu kecil saya pernah koq percaya Tuhan ada. Bahkan sekarang pun saya bukan tipe atheis dan radikal yang akan menentang setiap orang yang percaya terhadap Tuhan.
Ketika saya menolak pendapat Ncek Morph, saya melakukan bukan karena "asas praduga bersalah" terhadap Morpheus melainkan menurut saya tidak mungkin kita dapat mengetahui kebenaran dari sejarah 2000 tahun lalu tersebut selain hanya saduran cerita yang isinya: "konon menurut ini, konon menurut itu, konon mereka arahat dan konon mereka berkata demikian" Dan sama pula ketika ada yang bilang ini itu berdasarkan "konon" itu, menurut saya pendapat demikian tidak memiliki dasar yang kuat karena hanya sebuah tudingan yang dibangun di atas "ke-konon-an". Itu lah yang saya tolak, bukannya menolak pribadi dari Ncek Morph. Sah-sah saja dong saya meragukan kualitas kearahatan mereka, meragukan mereka ada mengucapkan demikian dan meragukan pendapat tertentu?

Soal iman, saya tidak beriman pada Mahavamsa, Saya beriman pada Sang Buddha dan ajarannya. Tetapi tujuan saya nimbrung hanya untuk menawarkan perspektif lain, jika ada yang setuju dengan saya silakan. Jika tidak juga tidak apa-apa. :)

Faktanya: Elara tewas terbunuh Dutugemunu. Dan Dutugemunu tidak menindaklanjuti ucapan "konon" Arahat itu.
Buktinya: Dutugemunu tidak menyiksa para Tamil yang tinggal di Sri Lanka, pun tidak menyerbu ke India yang seharusnya adalah para non-believer dan tidak lebih berharga dari binatang.
Penilaian: ucapan para "konon" Arahat boleh diragukan. Demikian pula kualitas kearahatan mereka.

Semoga fakta, bukti dan penilaian menurut saya cukup memuaskan Ncek Morph. :)

Spoiler: ShowHide
Saya yakin hal ini akan sulit mendapat tempat dalam Buddhisme, Om Morph. Meski bagi sebagian buddhis dapat dibenarkan, tetapi dalam sumber mata air termurni Buddhisme - ucapan Sang Buddha dalam Nikaya Pali - sendiri tidak termuat atau mendukung hal demikian. Jangan lupa perang terus berkelanjutan juga bukan karena kedua belah pihak saja, tetapi juga dari luar - terutama para pedagang senjata, misionaris dan pihak2 yang berkepentingan.
saya tahu dan setuju itu, bang jerry.

Sang Buddha yang suci dan tercerahkan sempurna tidak mungkin menganjurkan dan mendukung pembunuhan seperti ini.
tapi bagaimanapun kitab ini mendapat tempat yang terhormat di kalangan srilankan. bukan tidak mungkin bisa dijadikan acuan untuk memerangi orang yang tidak seiman.


Kitab ini mendapat tempat terhormat di kalangan Sinhalese, tetapi tidak berarti kalimat dari para "konon" arahat itu juga mendapat tempat terhormat. Ketika menolak ucapan mereka, bukan berarti pula orang HARUS menolak keseluruhan kitab itu. Semoga dimengerti.

Dan seperti saya telah kutipkan sebelumnya ada 5 kriteria, jika mereka ragu terhadap ucapan para "konon" arahat itu, mereka dapat mempertimbangkan:
   1. Membandingkannya dengan teks yang dikutip;
   2. Melalui 'selera', yaitu: apakah sesuai dengan teks-teks lain?;
   3. Apakah sesuai dengan ajaran para guru?;
   4. Setelah menimbang pendapatnya sendiri, yaitu apakah sesuai dengan pengalamanku sendiri?;
   5. Dengan gabungan semua cara itu.
Dengan demikian, ucapan para "konon" arahat itu tidak akan sampai menjadi acuan untuk memerangi kaum non-believer.

Spoiler: ShowHide
Mengapa sebelumnya saya katakan bahwa ada kemungkinan ucapan para bhikkhu itu adalah sebuah skillful means? Karena secara umum ucapan mereka bisa terdengar kasar, namun bisa mengandung penafsiran dan pengertian lain.
"Dianggap tidak lebih dari binatang" secara umum akan terdengar kasar dan berbahaya. Tetapi jika diselidiki lebih lanjut menurut Tipitaka, bagaimana pandangan Buddhisme terhadap binatang? Kenyataannya ada banyak khotbah dan pernyataan Sang Buddha untuk menghargai semua makhluk termasuk pula binatang. Misalnya dalam Dhammapada ayat 129:
"Semua makhluk hidup takut dipukul. Semua makhluk hidup takut dibunuh. Menempatkan diri seseorang dalam posisi orang lain, maka janganlah seseorang membunuh atau menyebabkan yang lain membunuh."

Penafsirannya dan korelasinya terhadap ucapan para bhikkhu di atas adalah: Jika nyawa para binatang (sebagaimana semua makhluk lainnya) dihargai, maka ketika dikatakan bahwa para non-believers "dianggap tidak lebih dari binatang" berarti bisa pula diartikan sama berharganya dengan nyawa binatang, yang berarti pula sama berharganya dengan nyawa semua makhluk lain. Language is tricky. ;)
mari kita baca lagi ayat di atas (kita pake terjemahan yg disuka aja deh, walaupun jadinya agak aneh):

"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang tidak seagama dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, tidak lebih tinggi/terhormat
dari binatang. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."

konteksnya sangat jelas di paragraf di atas. terdapat perbandingan di sana antara "orang" dengan "binatang".
apabila anda masih mikir ini tidak kasar, tidak merendahkan dan tidak menjustify kekerasan terhadap non-buddhis, saya tidak bisa berkata apa2 lagi...


Untuk mempersingkat waktu, saya iya aja deh, Ncek.. :)

be happy,
_/\_
« Last Edit: 18 September 2010, 11:06:15 PM by Jerry »
appamadena sampadetha

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #61 on: 19 September 2010, 12:30:23 AM »
Maafkan saya yang agak lama utk menyampaikan arti palinya, karena listrik padam seharian, sore baru nyala padahal sudah dekat waktunya puja bakti sore, jadi baru bisa ketik sore dan malam ini baru jadi, untuk memenuhi janji saya yang kemarin, walau kelihatannya udah sangat larut malam, tapi beda waktu dengan sini (srilanka), jadi saya tetap posting untuk memenuhi janji.

Saya belum menguasai sekali Pali, disini ada banyak member ahli Pali, menjadikan saya jadi malu, tetapi untuk membuat diskusi kemarin sedikit ada tambahan pandangan jadi saya lampirkan terjemahan versi saya, ini saya terjemahkan dulu kata demi kata, sehingga pembaca mendapat gambaran, selanjutnya saya terjemahkan sendiri menurut pandangan saya, tetapi bukan merupakan terjemahan sempurna, sekali lagi saya tekankan ini bukan terjemahan yang sempurna karena saya bukan ahli pali, versi saya yang masih jauh dari sempurna :


Versi Wilhelm Geiger (hampir semua buku2 pali adalah terjemahan beliau)
Quote
   When the king Dutthagamani had had a relic put into his spear he
   marched to Tissamaharama, and having shown favour to the brotherhood
   he said: "I will go on to the land on the further side of river to
   bring glory to the doctrine. Give us, that we may treat them with
   honour, bhikkhus who shall go on with Us, since the sight of the
   bhikkhus is blessing and protection for us." (Mahavamsa 25.1-4)

pengartian kata demi kata :
Quote
1.Duṭṭhagāmaṇirājā’tha (and/and also/and then/now King Duṭṭhagāmaṇi) , katvāna (will do) janasaṅgahaṃ (sangha’s members);

Kunte (at scepter lance) dhātuṃ (relic) nidhāpetvā (having keeping), sayoggabalavāhano (with/possessed of/having, wagon/carriage, carrying/drawing). [having kept relic at the scepter lance King Duṭṭhagāmaṇi then will carrying sangha’s members]

2.Gantvā (having gone) tissamahārāmaṃ (the great park Tissa/The Great Tissa’s arama), vanditvā (having worship) saṅghamabravi (to say/to tell to the sangha);

‘‘Pāragaṅgaṃ (beyond/over/across the river) gamissāmi (I will go), jotetuṃ (to make clear/to shine/to luminous) sāsanaṃ (teaching, message) ahaṃ (I).
[having gone to Tissamahārāma (this ancient place until now still preserve), worshipped and tell to the sangha : I will go to across the river to make luminous sāsana (we can using the term sāsana)]

3.Sakkātuṃ (to honour, to treat with respect, to receive hospitably) bhikkhavo (bhikkhu) detha (shall we give), amhehi (on us) sahagāmino (with leading to);
Maṅgalañceva (happiness) rakkhā ca (and protection), bhikkhūnaṃ (Bhikkhus) dassanaṃ (looking, seeing) hino (poor, low).

[To honour bhikkhu shall we give, on us (poor one/low one) with seeing Bhikkhus leading to happiness and protection]
 
4.Adāsi (give) daṇḍakammatthaṃ (to cut/split/work into something), saṅgho (multitude, an assemblage) pañcasataṃ yatī (500 monks);

Bhikkhusaṅghatamādāya (taking up community of bhikkhus), tato (from this, thence, thereupon, further, afterwards) nikkhamma (to retire from the world, to give up evil desire) bhūpati (king).

[Further King split an assemblage 500 monks taking up community of bhikkhus who one given up evil desire]

[having kept relic at the scepter lance King Duṭṭhagāmaṇi then will carrying sangha’s members went to Tissamahārāma (this ancient place until now still preserve), worshipped and tell to the sangha : I will go to across the river to make luminous sāsana (we can using the term sāsana), to honour bhikkhu shall we give, on us (poor one/low one) with seeing Bhikkhus leading to happiness and protection. Further King split an assemblage 500 monks taking up community of bhikkhus who one given up evil desire]

[setelah meletakkan relic di ujung tongkat kerajaan (Kunte jaya disini sebenarnya adalah tongkat kerajaan), King Duṭṭhagāmaṇi ingin membawa anggota Sangha bersamanya, selanjutnya pergi ke Vihara Tissamahārāma (Vihara kuno ini hingga saat ini masih terpelihara) setelah bernamaskara kemudian berkata kepada sangha : “Saya akan menyeberangi sungai untuk Kejayaan Sāsana, Kami harus menghormati para Bhikkhu, bagi kami yang rendah ini dengan melihat para Bhikkhu telah membawa kebahagiaan dan perlindungan”. Selanjutnya raja membawa sejumlah 500 bhikkhu dari komunitas bhikkhu yang telah bebas dari nafsu2 jahat]

Versi Wilhelm Geiger :
Quote
   "From this deed arises no hindrance in thy way to heaven. Only one
   and a half human beings have been slain here by thee, O lord of men.
   The one had come unto the (three) refuges, the other had taken on
   himself the five precepts. Unbelievers and men of evil life were the
   rest, not more to be esteemed than beasts. But as for thee, thou
   wilt bring glory to the doctrine of the Buddha in manifold ways;
   therefore cast away care from thy heart, O ruler of men!" Thus
   exhorted by them the great king took comfort. (Mahavamsa 25:109-112)

menerjemahkan kata demi kata :
Quote
109.  ‘‘Saggamaggantarāyo (between/inside the way to heaven) ca (and), natthi (is not) te (they) tena (there) kammunā (through deeds regarded as a hindrance);

Dīyaḍḍha (1½) manujā (human being) ce’ttha (if here), ghātitā (to kill, to slay) manujādhipa (lord of men, a king).

[there the way to heaven and is not through this deeds regarded as a hindrance lord of men (a king) is 1½ human being if here to kill]

110. Saraṇesu (on refuge/on protection) ṭhito (one who stays/stood) eko (one), pañcasīlepi (also in 5 precepts) cā’paro (and another/other);

Micchādiṭṭhi (wrong view) ca (and) dussīlo (immorally), sesā (remain) pasusamāmatā (considered like beasts).

[one who stays (stood) on refuge (taking refuge to Buddha.Dhamma,Sangha) and also 5 precepts, and other remain considered like beasts had wrong view and immorally]


Versi Wilhelm Geiger :
Quote
"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

[there the way to heaven and is not through this deeds regarded as a hindrance lord of men (a king) is 1½ human being if here to kill, one who stays (stood) on refuge (taking refuge to Buddha.Dhamma,Sangha) and also 5 precepts, and other remain considered like beasts had wrong view and immorally]

[Ada jalan ke surga dan bukan dari kamma ini yg dianggap sebagai rintangan wahai raja yang merupakan 1½ manusia karena membunuh, raja merupakan ½manusia ketika mengambil perlindungan Buddha,Dhamma,Sangha dan 1manusia ketika menjalankan Lima Sila sedangkan yang lain sepanjang hidupnya (sesā : remain, sepanjang hidup) memiliki pandangan salah dan tidak bermoral seperti layaknya binatang].

Jadi yang disebut like beast disini adalah hidup orang tsb tidak bermoral dan memiliki pandangan salah, bukan nyawa dia yg setara binatang (Micchādiṭṭhi ca dussīlo sesā pasusamāmatā). Arti kata pasusamāmatā memang seperti layaknya binatang, tapi mohon lihat kalimat utuh, bhw sepanjang hidupnya mereka adalah orang2 yg tidak bermoral dan memiliki pandangan salah yang seperti layaknya binatang, jadi bukan nyawa dia yang setara binatang tapi kehidupan dia yg setara binatang krn tidak bermoral.

Bagi yang mempertanyakan mengapa membawa Kunte (Tongkat Kerajaan : nama asli memang Kunte Jaya/tongkat kejayaan kerajaan), karena dijaman dahulu siapapun Raja di seluruh dunia bila pergi berperang maka membawa "Tongkat Kejayaan Kerajaan". Sedang yang ingin membaca kelanjutan cerita silahkan membaca versi asli palinya maka akan menemukan kata "asina" ini artinya pedang/sword, jadi Raja menggunakan asina/sword dlm berperang bukan Kunte (Kunte Jaya).

Selanjutnya saya tidak mengikuti dulu kelanjutan diskusi ini karena sudah tidak ada cukup waktu santai (ujian full 2 minggu).
 
mettacittena,
« Last Edit: 19 September 2010, 12:48:59 AM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #62 on: 19 September 2010, 12:55:29 AM »
ada sedikit tambahan, saya ada sempat baca salah satu posting TS yg menyatakan jangan hanya sepihak saja, ttp harus adil melihat dua sisi, oke bisa saya terima, kita memang tidak boleh menjudge hanya dari satu sisi, tapi sory besok aja ya diskusinya klo ujian udah selesai bro.

hanya mo nitip sedikit pesan : "kita tentu ingat dg lagu anak2 nenek moyangku orang pelaut (nenek khan ga mungkin melaut), kita telah terkenal ribuan tahun menjelajahi samudera hingga Madagaskarpun pernah menjadi milik Indonesia di Jaman Mojopahit, bahkan negara Burma maupun Campa (Thai), nah berarti kitapun bisa mengklaim itu tanah air kita, begitukah?"

karena Tamil pun mengklaim Srilanka adalah tanah airnya, jadi kitapun bisa mengklaim Madagaskar tanah air kita. tapi sorry bro.... lanjut besok setelah selesai ujian.

mettacittena,

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #63 on: 19 September 2010, 01:19:54 AM »
Namaste Neri,

Thanks Neri.. Kita tertolong banget dengan adanya Neri yang bisa menerjemahkan dari source asli sehingga membantu dalam menerangi kabut ketidaktahuan saya dan yang lain di sini. Jadi usaha Neri sudah sangat sangat membantu, mohon jangan mengecilkan diri sendiri di sini. Compare to us, kita ini ga ada apa-apanya dibanding Neri. Thanks sekali lagi.

Jadi maksud Neri bukan nyawa orangnya yang seperti binatang melainkan perilakunya yang tak bermoral (tanpa sila) dan pandangan salah (tanpa kebijaksanaan) itu lah yang menjadikan mereka seperti hewan ya.. Ini senada dengan yang Bro Kain kutipkan: "Karena manusia dinilai dari sila dan kebijaksanaan, maka memang benar tanpa sila dan kebijaksanaan, manusia tidak ada bedanya dengan binatang." Tidak jauh berbeda dari satu sutta dalam Digha Nikaya mengenai kualitas seorang brahmana.

be happy
_/\_
appamadena sampadetha

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #64 on: 19 September 2010, 04:33:11 AM »
sorry kalo threadnya terbengkalai. baru ada waktu buat baca dan nulis.
saya balas cepat saja di bawah.

kelana:
soal kata demi kata, menurut saya hal yang remeh. tidak lebih tinggi dari binatang, ya artinya sama sejajar dengan binatang, layaknya binatang. saya gak balas lagi soal ini. saya udah bilang ke om fabian, pake terjemahan yg anda suka. main ideanya ya tetep sama.

kelana + fabian + ryu:
inspirasinya dari post anda, berlanjut ke google tapi bukan berarti thread ini untuk menanggapi pernyataan anda, makanya saya gak kutip.
ide thread ini dari awal sampai akhirnya relevan dengan judul thread. tidak ada salah paham.

jerry:
saya gak tau mo reply apa. iya juga deh, om. saya masih gak tau kesimpulan tulisan anda yg banyak itu apa. isinya bolak balik. menurut anda, arahat atau bukan?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #65 on: 19 September 2010, 04:57:44 AM »
Versi Wilhelm Geiger :
Quote
"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

[there the way to heaven and is not through this deeds regarded as a hindrance lord of men (a king) is 1½ human being if here to kill, one who stays (stood) on refuge (taking refuge to Buddha.Dhamma,Sangha) and also 5 precepts, and other remain considered like beasts had wrong view and immorally]

[Ada jalan ke surga dan bukan dari kamma ini yg dianggap sebagai rintangan wahai raja yang merupakan 1½ manusia karena membunuh, raja merupakan ½manusia ketika mengambil perlindungan Buddha,Dhamma,Sangha dan 1manusia ketika menjalankan Lima Sila sedangkan yang lain sepanjang hidupnya (sesā : remain, sepanjang hidup) memiliki pandangan salah dan tidak bermoral seperti layaknya binatang].

Jadi yang disebut like beast disini adalah hidup orang tsb tidak bermoral dan memiliki pandangan salah, bukan nyawa dia yg setara binatang (Micchādiṭṭhi ca dussīlo sesā pasusamāmatā). Arti kata pasusamāmatā memang seperti layaknya binatang, tapi mohon lihat kalimat utuh, bhw sepanjang hidupnya mereka adalah orang2 yg tidak bermoral dan memiliki pandangan salah yang seperti layaknya binatang, jadi bukan nyawa dia yang setara binatang tapi kehidupan dia yg setara binatang krn tidak bermoral.

Bagi yang mempertanyakan mengapa membawa Kunte (Tongkat Kerajaan : nama asli memang Kunte Jaya/tongkat kejayaan kerajaan), karena dijaman dahulu siapapun Raja di seluruh dunia bila pergi berperang maka membawa "Tongkat Kejayaan Kerajaan". Sedang yang ingin membaca kelanjutan cerita silahkan membaca versi asli palinya maka akan menemukan kata "asina" ini artinya pedang/sword, jadi Raja menggunakan asina/sword dlm berperang bukan Kunte (Kunte Jaya).
makasih buat samaneri yg udah capek2 menyempatkan diri menerjemahkan palinya... maaf kalo merepotkan.

maaf, kalo saya menilai terjemahan kata per kata plus keseluruhan inggris berbeda dengan kesimpulan anda.
dalam terjemahan anda, saya melihat:
* ternyata benar, inggrisnya geiger bukan kata per kata dari pali. samaneri sendiri melihat dari kamus menterjemahkan dengan kata "considered like beasts".
* wrong view di sini mengacu pada orang yg sesat, tidak belajar agama buddha. dengan kata lain, non-buddhis
* immoral di sini mengacu pada orang yg tidak menerima pancasila. dengan kata lain: non-buddhis
* "remain" di sana mengacu pada "sisanya" atau "yg lain2" di luar satu setengah manusia tadi
cmiiw.

saya melihat main idea terjemahan anda dan terjemahan geiger sama saja.
ada perbandingan antara satu setengah "manusia" dan remain non-buddhist yg considered like beasts.
tetap ada ide pembedaan derajad buddhis dan non-buddhis serta kematian non-buddhis yg tidak perlu disesalkan.

jerry dan samaneri, tampaknya kita bakal berkutat di perbedaan pendapat ini-ini saja.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #66 on: 19 September 2010, 05:10:37 AM »
ada sedikit tambahan, saya ada sempat baca salah satu posting TS yg menyatakan jangan hanya sepihak saja, ttp harus adil melihat dua sisi, oke bisa saya terima, kita memang tidak boleh menjudge hanya dari satu sisi, tapi sory besok aja ya diskusinya klo ujian udah selesai bro.

hanya mo nitip sedikit pesan : "kita tentu ingat dg lagu anak2 nenek moyangku orang pelaut (nenek khan ga mungkin melaut), kita telah terkenal ribuan tahun menjelajahi samudera hingga Madagaskarpun pernah menjadi milik Indonesia di Jaman Mojopahit, bahkan negara Burma maupun Campa (Thai), nah berarti kitapun bisa mengklaim itu tanah air kita, begitukah?"

karena Tamil pun mengklaim Srilanka adalah tanah airnya, jadi kitapun bisa mengklaim Madagaskar tanah air kita. tapi sorry bro.... lanjut besok setelah selesai ujian.
samaneri, sekadar menegaskan. srilanka bukan tanah air saya dan saya bukan etnis tamil. sengketa sinhala dan tamil bukan urusan saya.

saya gak tau cerita pihak mana yang benar. terus terang saja, saya tidak mau mempercayai salah satu kubu, karena saya yakin persoalannya rumit, balas membalas dan kedua2nya punya salah.

saya merasa perbandingan anda kurang tepat. menurut info yg saya terima, tamil sudah tinggal di tanah itu udah beribu2 tahun hingga sekarang. "bermukim" tidak sama dengan "menjelajahi". mungkin saja ada nenek moyang kita yang menetap di madagaskar dan menjadikan itu tanah air mereka. sah2 saja.

idealnya sih, sengketa tanah ini terjadi di mana2 dan sangat indah kalo bisa diselesaikan dengan berbagi... tapi kenyataannya manusia memilih untuk menumpahkan darah...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #67 on: 19 September 2010, 09:09:46 AM »
Versi Wilhelm Geiger :
Quote
"Dari perbuatan ini tidak ada hambatan untuk masuk sorga. Hanya
satu dan setengah orang telah Anda bunuh di sini, wahai Penguasa
manusia. Yang seorang telah menganut (tiga) perlindungan, dan yang
lain telah menganut kelima sila. Selebihnya adalah orang-orang kafir dan
orang-orang yang hidupnya jahat, tidak perlu dihargai, layaknya
binatang. Tetapi untuk Anda, Anda akan membawa kemuliaan ajaran Sang
Buddha dengan banyak cara; oleh karena itu, buanglah penyesalan
dalam hati Anda, O Penguasa manusia!" Demikianlah, setelah
mendapat khotbah dari mereka, raja besar itu bersenang hati."
(Mahavamsa 25:109-112)

[there the way to heaven and is not through this deeds regarded as a hindrance lord of men (a king) is 1½ human being if here to kill, one who stays (stood) on refuge (taking refuge to Buddha.Dhamma,Sangha) and also 5 precepts, and other remain considered like beasts had wrong view and immorally]

[Ada jalan ke surga dan bukan dari kamma ini yg dianggap sebagai rintangan wahai raja yang merupakan 1½ manusia karena membunuh, raja merupakan ½manusia ketika mengambil perlindungan Buddha,Dhamma,Sangha dan 1manusia ketika menjalankan Lima Sila sedangkan yang lain sepanjang hidupnya (sesā : remain, sepanjang hidup) memiliki pandangan salah dan tidak bermoral seperti layaknya binatang].

Jadi yang disebut like beast disini adalah hidup orang tsb tidak bermoral dan memiliki pandangan salah, bukan nyawa dia yg setara binatang (Micchādiṭṭhi ca dussīlo sesā pasusamāmatā). Arti kata pasusamāmatā memang seperti layaknya binatang, tapi mohon lihat kalimat utuh, bhw sepanjang hidupnya mereka adalah orang2 yg tidak bermoral dan memiliki pandangan salah yang seperti layaknya binatang, jadi bukan nyawa dia yang setara binatang tapi kehidupan dia yg setara binatang krn tidak bermoral.

Bagi yang mempertanyakan mengapa membawa Kunte (Tongkat Kerajaan : nama asli memang Kunte Jaya/tongkat kejayaan kerajaan), karena dijaman dahulu siapapun Raja di seluruh dunia bila pergi berperang maka membawa "Tongkat Kejayaan Kerajaan". Sedang yang ingin membaca kelanjutan cerita silahkan membaca versi asli palinya maka akan menemukan kata "asina" ini artinya pedang/sword, jadi Raja menggunakan asina/sword dlm berperang bukan Kunte (Kunte Jaya).
makasih buat samaneri yg udah capek2 menyempatkan diri menerjemahkan palinya... maaf kalo merepotkan.

maaf, kalo saya menilai terjemahan kata per kata plus keseluruhan inggris berbeda dengan kesimpulan anda.
dalam terjemahan anda, saya melihat:
* ternyata benar, inggrisnya geiger bukan kata per kata dari pali. samaneri sendiri melihat dari kamus menterjemahkan dengan kata "considered like beasts".
* wrong view di sini mengacu pada orang yg sesat, tidak belajar agama buddha. dengan kata lain, non-buddhis
* immoral di sini mengacu pada orang yg tidak menerima pancasila. dengan kata lain: non-buddhis
* "remain" di sana mengacu pada "sisanya" atau "yg lain2" di luar satu setengah manusia tadi
cmiiw.

saya melihat main idea terjemahan anda dan terjemahan geiger sama saja.
ada perbandingan antara satu setengah "manusia" dan remain non-buddhist yg considered like beasts.
tetap ada ide pembedaan derajad buddhis dan non-buddhis serta kematian non-buddhis yg tidak perlu disesalkan.

jerry dan samaneri, tampaknya kita bakal berkutat di perbedaan pendapat ini-ini saja.


Bro Morpheus yang baik, Seseorang mungkin berlindung pada Tiratana jadi umat Buddha, tetapi bukan berarti ia terbebas dari pandangan salah dan memiliki pandangan benar. Banyak contohnya.

Seseorang mungkin menerima Pancasila tetapi belum tentu menjalankannya, juga mungkin saja seseorang tidak menerima Pancasila, tetapi hidupnya selaras dengan Pancasila. Jadi immoral bisa non-Buddhist dan bisa juga Buddhist. Banyak contohnya.

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #68 on: 19 September 2010, 09:17:45 AM »
Saya tak pernah mendengar ada kasus seorang Bhikkhu menjadi penasehat perang di medan perang, atau menganjurkan perang untuk menyebarkan ajaran.
 
_/\_

Buddhists at War

Buddhist scholars say there is no justification for war in Buddhist teaching. Yet Buddhism has not always separated itself from war. There is historic documentation that in 621 CE monks from the Shaolin Temple of China fought in a battle that helped establish the Tang Dynasty. In centuries past, the heads of Tibetan Buddhist schools formed strategic alliances with Mongol warlords and reaped benefits from the warlords' victories.

The links between Zen Buddhism and samurai warrior culture were partly responsible for the shocking collusion of Zen and Japanese militarism in the 1930s and 1940s. For several years a virulent jingoism seized Japanese Zen, and teachings were twisted and corrupted to excuse killing. Zen institutions not only supported Japanese military aggression but raised money to manufacture war planes and weapons.

Observed from a distance of time and culture, these actions and ideas are inexcusable corruptions of dharma, and any "just war" theory that arose from them were the products of delusion. This episode serves as a lesson to us not to be swept up in the passions of the cultures we live in. Of course, in volatile times that is easier said than done.

In recent years Buddhist monks have been leaders of political and social activism in Asia. The Saffron Revolution in Burma and the March 2008 demonstrations in Tibet are the most prominent examples. Most of these monks are committed to nonviolence, although there are always exceptions. More troubling are the monks of Sri Lanka who lead the Jathika Hela Urumaya, "National Heritage Party," a strongly nationalist group that advocates a military solution to Sri Lanka's ongoing civil war.

http://buddhism.about.com/od/basicbuddhistteachings/a/war.htm

Ya...ya... maaf saya lupa... komentar saya hanya saya tujukan bagi tradisi Theravada.... karena sejarah tradisi Mahayana saya kurang paham.
Kekerasan dan intoleransi juga pernah terjadi dengan pembakaran mesjid di Yangon, walaupun rumor mengatakan bahwa yang melakukannya termasuk tentara berpakaian Bhikkhu. Tapi kalau tak salah tak ada pembunuhan.

Kasus-kasus Srilangka maupun Myanmar menurut saya bukan merupakan aksi misionaris yang bertujuan mengembangkan agama. Mohon dikoreksi bila salah.
 
_/\_

kalau mengenai perbudakan di tibet bagaimana?
lupa lagi dulu pernah di post sama truth lover kalau gak salah ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #69 on: 19 September 2010, 11:11:29 AM »
kelana:
soal kata demi kata, menurut saya hal yang remeh. tidak lebih tinggi dari binatang, ya artinya sama sejajar dengan binatang, layaknya binatang. saya gak balas lagi soal ini. saya udah bilang ke om fabian, pake terjemahan yg anda suka. main ideanya ya tetep sama.
Ya sudah terserah Sdr. Morp saja. Tapi bagi saya tetap berbeda tingkat pengertiannya karena didahului dengan kalimat: “tidak perlu dihargai” dan sudah saya sampaikan alasannya. Jadi tugas saya sudah selesai.
Quote
kelana + fabian + ryu:
inspirasinya dari post anda, berlanjut ke google tapi bukan berarti thread ini untuk menanggapi pernyataan anda, makanya saya gak kutip.
ide thread ini dari awal sampai akhirnya relevan dengan judul thread. tidak ada salah paham.
Iya saya tahu, karena judul topiknya saja sudah berbeda. Oleh karenanya saya sampaikan kepada Sdr. Ryu: “Jika alasan topik ini adalah pernyataan Pak Fab tersebut, sepertinya topik ini tidak nyambung. Tapi kalau lepas dari pernyataan tersebut ya nyambung-nyambung saja, karena sejarahnya memang demikian.”

Dan tetap pada pendapat saya, ini hanyalah masalah politisasi agama.

Topik ini bukan masalah propaganda (penyebaran ajaran) Buddhisme ini perlu saya tegaskan agar pembaca yang awam tidak salah memahami.

Semoga dapat dipahami.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #70 on: 19 September 2010, 01:03:05 PM »
Bro Morpheus yang baik, Seseorang mungkin berlindung pada Tiratana jadi umat Buddha, tetapi bukan berarti ia terbebas dari pandangan salah dan memiliki pandangan benar. Banyak contohnya.

Seseorang mungkin menerima Pancasila tetapi belum tentu menjalankannya, juga mungkin saja seseorang tidak menerima Pancasila, tetapi hidupnya selaras dengan Pancasila. Jadi immoral bisa non-Buddhist dan bisa juga Buddhist. Banyak contohnya.
om fabian, dalam pengertian yang sesungguhnya dan lebih mendalam, anda benar dan saya setuju dengan itu.

namun dalam konteks bacaan ini dan maksud penulis kitab, wrong view dan immoral di sini jelas adalah non-buddhis.
makanya disatu sisi ada yang dihargai satu setengah nyawa manusia. dilain sisi, sisanya, layaknya binatang. kalo nggak, darimana si pengucap tau dari ratusan atau ribuan nyawa yang melayang hanya satu setengah yg gak punya wrong view dan mana yang bermoral. tentu yg dimaksudkan adalah agamanya...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #71 on: 19 September 2010, 03:50:46 PM »
Bro Morpheus yang baik, Seseorang mungkin berlindung pada Tiratana jadi umat Buddha, tetapi bukan berarti ia terbebas dari pandangan salah dan memiliki pandangan benar. Banyak contohnya.

Seseorang mungkin menerima Pancasila tetapi belum tentu menjalankannya, juga mungkin saja seseorang tidak menerima Pancasila, tetapi hidupnya selaras dengan Pancasila. Jadi immoral bisa non-Buddhist dan bisa juga Buddhist. Banyak contohnya.
om fabian, dalam pengertian yang sesungguhnya dan lebih mendalam, anda benar dan saya setuju dengan itu.

namun dalam konteks bacaan ini dan maksud penulis kitab, wrong view dan immoral di sini jelas adalah non-buddhis.
makanya disatu sisi ada yang dihargai satu setengah nyawa manusia. dilain sisi, sisanya, layaknya binatang. kalo nggak, darimana si pengucap tau dari ratusan atau ribuan nyawa yang melayang hanya satu setengah yg gak punya wrong view dan mana yang bermoral. tentu yg dimaksudkan adalah agamanya...


Bro Morpheus yang baik, saya hanya menilai berpatokan pernyataan itu, tidak dikatakan Buddhist atau non-Buddhist. Agama Buddha tentunya pada waktu itu telah berkembang juga ke India selatan (dikalangan suku Tamil). Tapi di kalangan Hindu kalau tidak salah memang meyakini bahwa meninggal di medan perang akan masuk ke Surga.
Menurut Buddhis itu adalah pandangan salah, terlepas apapun agamanya.

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #72 on: 19 September 2010, 08:06:32 PM »
 [at] Ncek Morph
Saya masih meragukan kearahatannya, mungkin perlu lebih banyak lagi sumber untuk menyelidiki kearahatan para bhikkhu tersebut. Jadi sementara, bukan jawaban IYA atau BUKAN yang dapat saya berikan.
appamadena sampadetha

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #73 on: 19 September 2010, 08:16:44 PM »
Bro Morpheus yang baik, saya hanya menilai berpatokan pernyataan itu, tidak dikatakan Buddhist atau non-Buddhist. Agama Buddha tentunya pada waktu itu telah berkembang juga ke India selatan (dikalangan suku Tamil). Tapi di kalangan Hindu kalau tidak salah memang meyakini bahwa meninggal di medan perang akan masuk ke Surga.
Menurut Buddhis itu adalah pandangan salah, terlepas apapun agamanya.
topik pembicaraan thread ini adalah mahavamsa, khususnya ayat yg saya kutipkan.

apabila kita membaca kutipan di atas ataupun terjemahan samaneri, jelas sekali yg dikatakan layaknya binatang itu adalah non-buddhis yang tidak mengambil tiga perlindungan dan tidak mengambil 5 sila.

kalau om fabian masih berkeras tidak memakai konteks thread ini, saya tidak bisa bicara apa2 lagi... makasih diskusinya.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kekerasan dan justifikasinya di Mahavamsa
« Reply #74 on: 19 September 2010, 08:18:55 PM »
[at] Ncek Morph
Saya masih meragukan kearahatannya, mungkin perlu lebih banyak lagi sumber untuk menyelidiki kearahatan para bhikkhu tersebut. Jadi sementara, bukan jawaban IYA atau BUKAN yang dapat saya berikan.
ok, bang. tidak ada lagi yg mau saya sampaikan. makasih diskusinya.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

 

anything