//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA SANUVASIN  (Read 2546 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA SANUVASIN
« on: 09 August 2007, 09:43:53 AM »
'Sesepuh dari kota Kundi.' Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan beberapa famili-peta dari bhikkhu thera Sanuvasin.
Dikatakan bahwa dahulu kala di Benares putra dari raja Kitava sedang dalam perjalanan pulang setelah berolahraga di taman hiburan. Dia melihat Paccekabuddha Sunetta meninggalkan kota setelah berkeliling mengumpulkan dana makanan. Mabuk karena kesombongan memiliki kekuasaan dan karena memang jelek akhlaknya, dia berpikir 'Betapa beraninya si gundul itu lewat tanpa memberi hormat anjali padaku'. Maka putra raja itu pun turun dari punggung gajah dan berkata pada bhikkhu itu, 'Apakah engkau memperoleh dana makanan, saya ingin tahu?' Sambil berkata demikian, dia merampas mangkuk dari tangan bhikkhu tersebut, melemparkannya ke tanah dan menghancurkannya. Dicemoohnya bhikkhu itu, sementara thera tersebut (berdiri) memandang dengan bakti dihatinya, dengan mata yang tertuju ke bawah, lembut, rileks dan menyebarkan cinta kasih, tak terganggu karena telah mencapai Kesedemikianan di dalam segala situasi. Putra raja kemudian beranjak sambil berkata dengan pikiran yang dengki karena
kebencian yang tidak pada tempatnya, 'Tidakkah engkau tahu bahwa saya adalah putra raja Kitava? Apa manfaatmu bagiku, hanya memandang (seperti itu)?' Tetapi begitu dia pergi, muncul energi yang amat panas di sekeliling tubuhnya, yang menyerupai panasnya api neraka. Dengan tubuh yang dikuasai oleh siksaan yang besar, dikuasai oleh perasaan sengsara yang luar biasa mencekam, dia mati dan muncul di Neraka Besar Avici. Di sana dia direbus selama 84.000 tahun sementara dia berdiri dan dibolak-balik dengan berbagai cara – ke sisi kanan, ke sisi kiri, telentang, tengkurap. Ketika jatuh dari sana, dia menjalani kesengsaraan karena kelaparan dan kehausan dan sebagainya selama jangka waktu yang tak terbatas di antara para peta. Ketika jatuh dari sana, dia muncul di suatu desa nelayan di dekat kota Kundi selama masa-Bud­dha ini. Di sana, muncul di dalam dirinya kemampuan untuk mengingat kehidupan-kehidupan lampaunya. Lewat sarana ini dia dapat mengingat kesengsaraan yang telah
dijalaninya di masa lampau. Karena ketakutan akan tindakan-tindakan jahat, maka dia tidak mau pergi menangkap ikan bersama dengan sanak saudaranya, walaupun dia sudah cukup umur. Ketika mereka pergi, dia bersembunyi karena tidak mau membunuh ikan; sedangkan jika dia pergi, dia akan merusak jala atau mengambil ikan-ikan yang masih hidUp untuk dilepaskan kembali ke dalam air. Karena tidak setuju akan tindakannya, sanak saudaranya pun mengusirnya dari rumah mereka. Tetapi ada satu saudara kandung lelaki yang amat menyayanginya.
Pada waktu itu, Y.M.Ananda sedang berdiam di Gunung Sanuvasin di dekat kota Kundi. Putra nelayan yang telah diusir sanak saudaranya itu berkelana kian kemari, dan sampai di tempat kediaman Y.M.Ananda. Dia menghampiri bhikkhu yang ketika itu sedang makan. Setelah Y.M.Ananda bertanya dan mengetahui bahwa dia membutuhkan makanan, beliau memberinya makanan. Setelah putra nelayan itu selesai makan Y.M.Ananda menanyakan segala masalahnya. Melalui percakapan tentang Dhamma, Y.M.Ananda mengetahui bahwa orang ini memiliki bakti di dalam hatinya (maka beliau bertanya), 'Apakah engkau ingin meninggalkan keduniawian, sahabat?' (dan dia menjawab), 'Ya, Tuan, saya ingin meninggalkan keduniawian.' Setelah mentahbiskannya sebagai samanera, Y. M.Ananda kemudian pergi, bersama samanera itu, ke hadapan Sang Buddha. Sang Buddha berkata, 'Ananda, engkau harus memiliki belas kasihan kepada samanera ini.' Karena belum melakukan tindakan-tindakan yang berjasa di masa lampau, dia menerima hanya
sedikit (dalam hal bahan makanan). Maka, Sang Guru, untuk membantu, menyuruhnya mengisi pot-pot air untuk digunakan para bhikkhu. Ketika para umat awam melihat hal ini, mereka memberinya banyak makanan secara rutin. Pada saatnya, dia menerima pentahbisan dan mencapai tingkat Arahat. Setelah menjadi thera, beliau tinggal di Gunung Sanuvasin bersama duabelas bhikkhu. Sebanyak 500 sanak saudaranya, karena tidak mengumpulkan tindakan-tindakan yang bajik namun malahan mengumpulkan tindakan-tindakan yang jahat –seperti misalnya keegoisan dan sebagainya– mati dan muncul di antara para peta. Walaupun demikian, ibu dan ayahnya tidak mau mendekati sang Arahat karena mereka malu dengan pemikiran, `Ini adalah orang yang dulunya kita buang dari rumah'. lbu dan ayahnya pun mengirimkan saudara lelaki yang mengasihinya. Saudaranya ini menampakkan dirinya pada saat thera tersebut memasuki desa mengumpulkan dana makanan. Dia berlutut dengan lutut kanan bertumpu di tanah dan memberi hormat
anijali, lalu berbicara menyampaikan syair ­syair yang bermula: 'Ibu dan ayahmu, Tuan'. Tetapi lima syair yang bermula: 'Thera dari kota Kundi' dan sebagainya disisipkan oleh mereka yang membuat resensi Dhamma dengan tujuan untuk menunjukkan konteksnya.
1 Thera dari kota Kundi yang berdiam di Sanuvasin, yang bernama Potthapada, adalah seorang petapa dengan kemampuan-kemampuan yang telah berkembang.
2 lbu, ayah, dan saudara lelakinya telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam para peta.
3 Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum, letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah, sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
4 Saudara lelakinya, yang terpaku, telanjang, sendirian di jalur tunggal, membungkuk di atas kaki dan tangannya, menampakkan dirinya kepada thera itu.
5 Tetapi thera itu tidak memperhatikan dan lewat tanpa bicara, maka dia memberitahu sang thera, dengan mengatakan, "Saya adalah saudara lelakimu yang datang sebagai peta;
6 lbumu dan ayahmu, Tuan, telah pergi ke kehidupan yang sengsara di alam Yama. Karena telah melakukan tindakan­ tindakan yang jahat, mereka telah pergi dari sini ke alam peta.
7 Pergi ke kehidupan yang sengsara, ditusuk-jarum, letih, telanjang dan kurus kering; ketakutan, di dalam kengerian yang besar dan bertangan penuh darah, sehingga mereka tidak mau menampakkan (dirinya sendiri).
8 Engkau penuh kasih sayang; mohon berbelas-kasihanlah – ketika engkau telah memberi, limpahkanlah itu kepada kami (karena) lewat sarana makanan yang diberikan olehmu itulah maka tangan yang penuh darah ini dapat ditopang."
(Mereka yang mengulang Dhamma) kemudian mengucapkan syair-syair ini untuk menunjukkan alur tindakan yang diambil oleh thera tersebut ketika beliau mendengar ini:
9 'Ketika sang thera dan duabelas bhikkhu lain telah mengumpulkan dana makanan, mereka berkumpul di tempat yang sama dengan tujuan berbagi makanan tersebut.
10 Sang thera berkata kepada mereka semua: "Berikanlah kepadaku sebagaimana telah diterima; saya akan mengubahnya menjadi makanan bagi Sangha karena belas kasihan pada sanak saudaraku."
11 Mereka menyerahkannya kepada sang thera dan sang thera pun mengundang Sangha. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, "Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!"
12 Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah makanan-makanan – yang bersih, pilihan, disiapkan dengan balk, dan berbumbu kari dengan berbagai aroma; sesudah itu saudara lelakinya menampakkan dirinya, tampan, kuat dan bahagia, dan berkata,
13 "Melimpah (adalah) makanan ini, tuan, tetapi lihatlah bahwa kami masih telanjang. Tolong kerahkanlah usahamu tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh pakaian."
14 Sang thera mengumpulkan sobekan-sobekan kain dari tumpukan sampah. Setelah membuat kain perca itu menjadi jubah, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru.
15 Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya, dengan mengatakan, "Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!"
16 Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah pakaian-pakaian, sedangkan (saudara lelakinya) mengenakan pakaian yang bagus, menampakkan dirinya kepada sang thera dan mengatakan,
17 "Sebagaimana banyaknya pakaian-pakaian yang ada di seluruh kerajaan raja Nanda – masih lebih daripada itu, Yang Mulia, pakaian dan penutup kami,
18 Dari sutra dan wol, linen dan katun. Banyak dan mahal pakaian itu adanya – mereka bahkan menggantung dari langit.
19 Dan kami tinggal mengenakan saja mana pun yang kami suka. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh rumah."
20 Setelah sang thera membangun gubug dari dedaunan, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, "Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!"
21 Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah rumah-rumah – tempat tinggal dengan pinakel yang dibagi menjadi bagian-bagian yang sama.
22 "Rumah-rumah seperti milik kami di sini tidak ditemukan di antara manusia; rumah-rumah seperti milik kami di sini bagaikan rumah-rumah yang ditemukan di antara para dewa;
23 Berkilau, mereka bersinar ke seluruh empat penjuru. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh air."
24 Setelah sang thera mengisi satu pot-air, beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, saudara lelakinya, dengan mengatakan, "Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!"
25 Segera setelah beliau mempersembahkan ini, muncullah air – kolam - kolam teratai yang dalam, bersudut empat, dan diatur dengan indah
26 Dengan air jernih dan tepian yang elok, sejuk dan harum, tertutup teratai dan lili air, airnya penuh dengan serabut ­serabut teratai.
27 Setelah mandi dan minum dari kolam tersebut, mereka muncul di hadapan sang thera dengan mengatakan, "Melimpah (adalah) air (ini), tuan, tetapi kaki kami pecah - ­pecah dan sakit.
28 Berkelana kian kemari kami terpincang-pincang di atas kerikil dan rumput kusa yang berduri. Tolong kerahkanlah usahamu, tuan, sedemikian rupa sehingga kami bisa memperoleh kendaraan."
29 Setelah memperoleh sandal beliau memberikannya kepada Sangha di empat penjuru. Setelah memberikan, sang thera melimpahkannya kepada ibunya, ayahnya, dan saudara lelakinya dengan mengatakan, "Biarlah ini untuk sanak saudaraku! Semoga sanak saudaraku bahagia!"
30 Segera setelah sang thera mempersembahkan ini, para peta itu pun datang dengan kereta, dan mengatakan, "Engkau telah menunjukkan belas kasihan, tuan, lewat makanan dan pakaian ini,
31 Rumah dan pemberian air ini – lewat keduanya ini serta lewat pemberian kendaraan. Kami, tuan, telah datang untuk memberi hormat kepada petapa yang penuh welas asih di dunia."

Sang thera mengajukan persoalan itu ke hadapan Sang Bud­dha. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai kebutuhan yang muncul dengan mengatakan, 'Sebagaimana juga di sini, begitu juga di dalam kehidupan persis sebelum ini engkau merupakan peta yang mengalami kesengsaraan yang besar.' Dan, ketika dimohon oleh sang thera, Sang Buddha mengkisahkan Cerita Peta Benang dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana. Ketika mendengar hal ini, orang-or­ang itu dipenuhi kegelisahan, dan menjadi cenderung melakukan tindakan-tindakan berjasa – seperti misalnya kebajikan memberikan dana dan sebagainya.

111.2 PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA SANUVASIN
[Sanuvasipetavatthuvannana]
Cerita-cerita Makhluk Peta
Petavatthu 3

 

anything