Betul, kadang konser Death Metal sering pakai setting 'satanic' untuk memberi nuansa yang horror & mengerikan. Lagunya mungkin orang tidak tahu, tapi 'adegannya' dalam konser bisa jadi tidak terlupakan (seperti Motley Crue [atau Ozzy Osbourne yah?] yang makan kelelawar).
Wah, Bro Kai ternyata pengamat grup rock/metal juga
si Ozzy yg gigit kelelawar...
Jadi bisa kita anggap, konser = teaterikal, mengusung penampilan teater untuk memuaskan penonton. Konser Deathmetal dengan teaterikal satanic-nya, konser dangdut dengan nuansa binal-nya (goyang ngebor, pakaian seksi) termasuk disini angkatan2 band 80an Madonna mengusung seksualitas (penari2 seksi dan cow2 macho) juga Boy George dan Queen yg mengusung homo/gay mengekspos cow2 dengan dandanan cew.
Sy setuju dengan pendapat Bro Kai, bahwa jika kembali ke kemurnian musikal, banyak musisi2 yg lbh jago dan berkualitas musiknya kalah laku dengan musisi2 yg pandai menjual (mengemas lagu2 komersialnya) meski kemampuan musikalnya pas2an.
Contoh:
- Steve Vai dan Yngwie Malmstein tidak diragukan lagi sebagai dewa gitar, tapi penjualan albumnya jauh dibanding -misalkan- Green Day yg hanya mengulang-ngulang 3 atau 5 not saja sepanjang lagunya. Tidak gampang menikmati permainan gitar Steve Vai yg njelimet penuh dengan teknik bermain yg brilliant... tapi kurang menjual ya?
- Teknik menyanyi Putri Ayu, jelas ibarat langit dan bumi dibanding Klantink, tapi siapa yg menang dalam adu voting? Meski Putri Ayu unggul dalam hal teknik musikal (suara), tapi kalah dengan Klantink yg mengusung banyak hal (pengamen jalanan, arek suroboyo, dan sedikit banyak issue agama berperan disini, terutama saat Putri Ayu membawakan lagu Ave Maria).
::