Adzan Layakkah Menggunakan Pengeras Suara
Azan atau adzan merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya salat fardu. Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap salat 5 waktu.
Allahu Akbar, Allahu Akbar…. Asyhadu alla ilaha illallah…. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah…. Hayya ‘alash sholah…. Hayya ‘alal falah…. Ashsalatu khairum minan naum…. Allahu Akbar, Allahu Akbar Lailaha ilallah
Sejarah adzan
Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad SAW mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Yang melihat api itu dinyalakan hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Lantas, ada usul dari Umar bin Khattab jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk salat pada setiap masuknya waktu salat. Kemudian saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang dan Nabi Muhammad SAW juga menyetujuinya.
Versi lain: Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: “Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya,” Untuk apa? Aku menjawabnya, “Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat.” Orang itu berkata lagi, “Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?” Dan aku menjawab “Ya!” Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang: Allahu Akbar Allahu Akbar Asyhadu alla ilaha illallah Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah Hayya ‘alash sholah (2 kali) Hayya ‘alal falah (2 kali) Allahu Akbar Allahu Akbar La ilaha illallah Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, “Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang.” Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal.” Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad, SAW.
Mitos-Mitos Adzan
Tidak terbendung lagi dalam kurun waktu kemudian berkembang mitis-mitos azan yang disadari atau tidak membawa dampak dan pengaruh negatif terhadap keumatan dan lngkungan. Entah dari mana sumbernya yang dapat diidentifikasi tetapi jelas dari kalangan otoritatif seperti ulama, da’i, ustadz.
Seruan/teriakan adzan dianggap sebagai media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw.; bukan saja hanya sebagai panggilan shalat kepada umat Islam setiap hari.
Adzan adalah “Penyeru Yang Mengandung Kekuatan Supranatural” yang menggetarkan simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak. Disuarakan adzan ke dalam telinga bayi yang baru dilahirkan dan kedalam liang lahat jenazah yang yang sedang dikuburkan.
Adzan sebagai penolak atau peredam bencana seperti terhadap angin badai dan hujan deras.
Dan bukan hanya sampai di situ. Masjid-masjid jaman sekarang memasang toa dan speaker ke empat penjuru dengan volume suara sekeras2nya, tanpa memperdulikan bagaimana perasaan umat terutama umat agama lain. Rupanya keadaan yang paling parah adalah di Indonesia yang nota bene sebagai negara muslim terbesar di dunia! Di mana-mana di lingkungan pemukiman RW/RT warga didorong mendirikan masjid atau musholla. Umumnya dalam kondisi padat penduduk, sampai pun ke pelosok-pelosok.
Adzan juga tambah diramaikan dengan pelbagai seruan, seperti ceramah dan tilawah dari siaran radio atau pun rekaman audio.
Fakta di Negara Lain
Di Arab Saudi(!) kita tidak akan menjumpai masjid atau pun musholla di kawasan lingkungan pemukiman. Masjid hanya ada di tempat-tempat strategis seperti di pusat perbelanjaan, di kampus-kampus, bandara dan pelabuhan, dsb. Karena itu jangan mengharap menjumpai pemandangan para warga berduyun-duyun meninggalkan rumah khusus untuk sholat berjamaah di musholla atau masjid.
Tetapi bila warga Arab misalnya sedang berbelanja di pusat perbelanjaan lalu masuk waktu shalat maka mereka spontan membentuk jamaah shalat bersama-sama, di mana pun tempat yang memungkinkan dan tidak harus di dalam masjid yang mungkin agak jauh. Di mana pun ada tempat yang cukup lapang baik di dalam mau pun di luar gedung.
Di Maroko adzan diserukan dengan nada dan irama yang tidak berlebihan. “Aku betul-betul seperti memasuki kawasan “Islam yang lain” begitu mulai bersentuhan dengan dunia keagamaan di Maroko. Adzan Maroko. Dengan lagu sederhana dan pendek-pendek, panggilan shalat ini terasa aneh di telinga, tetapi asyik setelah menikmatinya (tidak bising, pen). Mungkin, persis seperti makan buah Zaitun yang pertama kali terasa menyengat tetapi tidak bisa melepasnya setelah kita ketagihan. Kami sering tertawa sendiri ketika ada yang mencoba menirukan adzan Maroko ini. “, demikian seorang warga kita yang sedang mengikuti program bea siswa pasca sarjana mencatat dalam tulisan/postingannya. Negeri ini bahkan ada berita khusus akhir-akhir ini yang layak disimak.
Di negara-negara Eropa dan Amerika yang warga umumnya sangat sadar lingkungan masjid-masjid disana sudah pasti mentaati aturan-aturan ketertiban umum.
Maroko Pertimbangkan Larangan Pengeras Suara di Masjid-Masjid
Banyak kalangan di Maroko mengusulkan pelarangan pengeras suara di masjid-masjid. Alasannya, larangan penggunaan mikrofon saat adzan di masjid-masjid itu akan mengurangi tingkat kebisingan yang “mengganggu warga” di lingkungan seluruh negeri Afrika Utara itu.
“Kekuatan iman tidak diukur dengan seberapa keras suara adzan dan masjid yang tidak menggunakan mikrofon masih melakukan pekerjaan keagamaan mereka,” kata Saeed Lakhal, seorang peneliti Islamis Maroko, kepada Al-Arabiya.
Lakhal juga mengatakan, beberapa masjid Maroko menggunakan pengeras suara untuk mempromosikan agenda-agenda politik. ”Banyak masjid di Maroko menggunakan pengeras suara untuk menyebarkan ideologi politik,” katanya kepada Al Arabiya. “Terutama masjid-masjid yang dikelola oleh kalangan gerakan Islam.”
Wacana pelarangan pengeras suara di masjid bukan isu baru di di Timur Tengah. Selama hampir satu dekade, Mesir di bawah rezim Hosni Mubarak berusaha menyatukan kumandang adzan di semua masjid di Kairo yang berjumlah sekitar 4.000 masjid. Tujuannya untuk menurunkan hiruk-pikuk sehari-hari di ibukota Mesir itu.
Namun, banyak orang Mesir melihat langkah itu sebagai upaya pemerintah untuk mengontrol adzan. “Pemerintah dikhawatirkan akhirnya dapat melakukan sensor yang lebih besar,” kata Sadek, seorang profesor sosiologi di Universitas Amerika di Kairo, kepada Global Post. “Jika pemerintah berusaha mengendalikan masjid dengan cara ini, akan sangat bermasalah.”
Adzan biasanya dikumandangkan muazin di puncak menara masjid. Namun, belakangan banyak masjid di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara hanya memutar kaset atau rekaman adzan dan disiarkan melalui pengeras suara. Suara adzan yang bersahut-sahutan dari banyak masjid dipandang menimbulkan kebisingan.
Kementerian urusan Islam Arab Saudi dilalporkan tengah menyelidiki keluhan bahwa beberapa masjid di kerajaan menaikkan volume adzan terlalu tinggi untuk “bersaing” dengan masjid lainnya.
sumber dari kompasiana
gak bakalan secepat itu....
kalau ya pun, pastinya hanya berfokus di sekitar ibukota...
banda aceh mau nunggu kapan ya??? :-? :-?
nasib.com (http://nasib.com);D ;D
mari kita dengarkan seminggu kedpan perkembangannyagak perlu tunggu seminggu.. ;D
apakah seruan wapres bisa "diterima" ?
VIVAnews - Ketua Umum DPP Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPMRI), Ali Mochtar Ngabalin, memprotes pidato sambutan Wakil Presiden Boediono dalam acara pembukaan Muktamar ke-6 Dewan Masjid Indonesia di asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat 27 April 2012.
Dalam pidatonya, Boediono meminta Dewan Masjid agar membuat aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid-masjid.
"Pak Boediono, kalau orang ada agama dan ada iman, masjid dengan pengeras suara yang lebih keras sekalipun, dia akan senang," ujar Ali di Asrama Haji Pondok Gede.
Ali menilai mantan Gubernur Bank Indonesia itu telah mendapat masukan yang keliru dalam membuat pidato sambutan. Menurut dia, persoalan penggunaan pengeras suara masjid tidak pantas dipermasalahkan.
Mantan anggota Dewan ini pun akan membuat pernyataan tertulis untuk menanggapi apa yang disampaikan Boediono terkait aturan penggunaan pengeras suara masjid tersebut. "Sebagai Ketua Umum Pemuda Masjid, saya keberatan. Saya akan sampaikan artikel untuk memprotes itu," kata Ali Mochtar.
Menurutnya, penggunaan pengeras suara masjid adalah urusan pengurus masjid dengan masyarakat di sekitarnya. Jika dirasa mengganggu, warga bisa menyampaikan langsung kepada pengurus masjid agar sedikit mengurangi volumenya. Tidaklah perlu pemerintah turut campur dalam masalah ini.
"Pemerintah tidak bisa urus itu. Apa urusannya Departemen Agama, misalnya, sampai mengurus masalah itu?" kata Ali.
Dalam pidatonya, Boediono menyatakan masjid--sebagai tempat syiar Islam--harus memberi contoh yang baik dan memberi citra positif. Dia mengatakan, seperti halnya semua muslim, dia sangat memahami betapa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salat.
"Namun, saya rasa--barangkali juga dirasakan oleh orang lain--suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh, lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga," kata Boediono.
Wapres menambahkan umat Islam juga dianjurkan untuk beribadah dan berdoa dengan kerendahan hati. "Alquran pun mengajarkan kepada kita untuk merendahkan suara kita sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya," kata Boediono.
Source : http://nasional.vivanews.com/news/read/308347-bicara-pengeras-masjid--boediono-dikritik
Apakah tuhan juga memberikan perbedaan antara minoritas dan mayoritas atau kebenaran dan ketidak benaran? Bagaimana menurutmu kalau di negara eropa umat minoritas tertentu yang menuntut hak mereka dihormati padahal mereka hidup di negara yang bukan negara "ibunya".
Padahal mereka datang ke negara tersebut karena di negara asalnya yang penuh dengan "kekacauan",sekarang tiba di negeri orang lain, imigran gelap lagi, dikasih tinggal, lama-lama malah melonjak minta ini itu.
Apakah menurutmu pihak tuan rumah harus menuruti keinginan mereka atau bagaimana?
Atau menunggu bom meletus dulu?
Pernahkah anda pikirkan tetangga yang menderita stroke, tidak bisa istrahat dengan tenang, mau pindah tidak punya uang, mau protes takut dibacok, tiap hari harus mendengarkan teriakan speaker yang "NGAJI" tiap sore?
Bagaimanapun, agama yang menampilkan kebenaran egonya sendiri, dan merugikan orang lain, tidak mengajarkan apapun, selain kerisauan.
Bukan masalah mayoritas atau minoritas, tapi seharusnya berdasarkan kebijaksanaan dan saling mengerti dengan pikiran yang meletakan kedamaian di atas ego.