//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dhamma Entertainment  (Read 20429 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #60 on: 10 May 2008, 06:31:35 AM »
Quote
Bro Suchamda, sembari nunggu mungkin bisa memberikan pendapatnya ? Kan udah mumpuni di theravada, mahayana. Dengar2x sudah belajar tantra nih

Bro, pendapat saya ya?....soal dharmatainment?.....
hmm.....saya kok tidak begitu tertarik ya.  :)

Sori kalau OOT, tapi nulis ditempat lain rasanya ga nyambung, jadi disini saja. Barangkali ada sedikit nilai Dharmanya.
Hmmm........saya mau menulis ini karena komentar kamu yg mengatakan "sudah mumpuni".
Bro, semakin saya belajar dari berbagai aliran, ternyata Dharma sang Buddha itu bukan seperti yg terlihat, sangat dalam dan halus sekali, sangat sulit dipahami, apalagi dengan menggunakan otak. Apa yg dibicarakan disini ini, maaf, saya dengan jujur harus mengatakan, masih sangat jauh.
Theravada benar, Mahayana benar, Tantrayana benar; tapi kok kita tidak memahami? Justru yang terlihat perbedaannya? Mengapa justru kita mudah melihat ‘kesalahan’nya? Bukankah ini menunjukkan bahwa kita sebetulnya semakin tertutup mata kebijaksanaannya? Pernyataan saya ini counterintuitive ya, tapi begitulah yg saya lihat.

IMHO, apakah barangkali karena ‘konsep-dharma’ justru menghalangi kita untuk melihat DHARMA yang sesungguhnya???
Saya baru sedikit melihat bro, tapi dari sedikit itu saya insaf bahwa sesungguhnya lebih banyak yang belum saya sadari. Dharma sangat subtil, halus, mendalam, misterius, dan tidak bisa dikata-katakan dengan bahasa apapun. Harus dilihat sendiri.

Pengalaman saya menunjukkan bahwa memahami Dharma dengan otak percuma saja. Saya bukan orang yg bodoh, atau malas mikir, atau sedikit membaca. Justru sebaliknya, terlalu banyak mengandalkan rasio, sekalipun sudah praktek. Tapi apa hasil semua itu? Tiada lain hanya menghasilkan split personality (*).
Makanya saya merasa , saat ini tidak mau terlalu banyak belajar teori lagi, buku2 saya tunda baca dulu. Sekarang saya mau menikmati hidup saja, bermain-main dengan suka cita dan ringan. Menjalani hidup dengan lebih hidup. Menyaksikan hidup, menjadi saksi sang kehidupan.
Dalam kesempatan ini juga, mungkin bisa saya komunikasikan juga ke teman2 yg secara langsung ataupun tidak langsung mengajak saya ikut kursus Abhidhamma dari Dr.Mehm Tim Mon. Bukannya saya tidak menghargai, saya sangat berterimakasih atas perhatian dari teman2 itu. Secara pikiran, saya sangat tertarik, tapi pengetahuan2 itu saya rasa sudah cukup, bahkan berlebih, tapi masih juga sulit untuk saya amalkan secara jujur.
Yang saya butuhkan sekarang justru adalah menyingkirkan semua pengetahuan itu dan yg lebih dibutuhkan adalah menyikapi semuanya bagaikan permainan : sukacita, ringan, sportif, segar. Mungkin inilah yang di psikologi disebut masa2 inkubasi ya.

Sejujurnya saya masih belum jelas, apa sih yang dimaksud dengan mempermasalahkan Dharmatainment.
Tapi kalau Dharmatainment itu dimaksud adalah bermain-main dalam Dharma, barangkali malah saya setuju buat diri pribadi sendiri. Karena dengan main-main itulah saya mulai benar2 bisa meninggalkan belenggu saya yg terkuat yaitu : pikiran ini. Dan dengan main-main, saya bisa menyentuh hati –bukan otak-- dengan Dharma. Lihatlah cara anak-anak belajar.

Pernahkah anda memelihara anak anjing? Yang terbayang tentang diri saya sendiri adalah bagaikan anak anjing.
Ya, diri saya adalah anak anjing yang masih suka menggigit-gigit segala sesuatu yg ditemuinya. Yang saya butuhkan adalah mainan tulang-tulangan utk digigit. Apa jadinya besarnya nanti bila anak anjing dengan kealamiahnnya itu bila dipaksa, diajar dengan bentakan atau pukulan?
Ya, saya masih suka menggigit, masih suka LDM. Dan saya tidak mau mengingkarinya, atau membohongi diri bahwa saya sudah bebas. Jangan heran kalo saya mengatakan jengkel, marah, sedih, dsb. Oleh karena itu, Dharma yg muluk-muluk tidak berguna buat saya krn telah terbukti hanya menyentuh otak. Dan pada hasilnya akan menghasilkan kepribadian terpecah, split personality. Saya sekarang cukup dengan main-main saja untuk mencapai integrasi. Saya suka menyanyi ya saya menyanyi, suka menari ya menari. Tidak perlu berpura-pura, tapi tentu saja semuanya dalam pengawasan kesadaran dan panduan etika dan etiket yg wajar.

Bro, kalau dikatakan mumpuni Theravada, Mahayana atau Tantra. Saya MALU. Apakah ukuran mumpuni itu sih? Apakah gunanya banyak pengetahuan tetapi tidak paham? Lihatlah betapa banyak sarjana lulusan perguruan tinggi yang pintar2 tapi tidak paham. Tapi kalau orang paham, maka batasan2 itu jadi lebur, menjadi sederhana, menembusi kompleksitas perbedaan. Bahkan saya rasanya tidak perlu diberi label Buddhis.
Saya barusan berdialog hati dengan seorang teman muslim yg saya nilai telah mendapat realisasi. Sama sekali sejalan dengan Dharma walaupun tidak satupun teori Buddhism muncul dari mulutnya. Mungkin kalian akan membantah ini dengan segala macam debat teoritis perbedaan Islam - Buddhism. Apalah artinya semua itu? Dari dialog itu, justru saya mau dikatakan muslim pun rela. Dari sini saya justru mendapat suatu perspektif yg lain : apakah justru bukan dengan bicara konsep-konsep dharma itulah yang sebenarnya merupakan entertainment belaka bagi pemuasan sang intelek? Ingat, otak itu bekerja dengan batasan-batasan, dengan definisi, dengan syarat co-syarat. Sedangkan Dharma itu membebaskan, liberation. Bisakah memahami sesuatu kebebasan dengan membatasi???  :)

Nurut saya, bayi ya tidak bisa diberi makanan keras-keras. Itu saja.
Oya, sedikit saran : jangan terlalu tinggi menilai diri sendiri memahami Dharma. Maaf, saya sendiri tidak benar2 paham.
Biarlah masing2 orang menikmati prosesnya sendiri-sendiri. Kita jangan menghakimi. Menegur atau mengingatkan boleh, tapi tentu dengan cara yang tepat. Mampu menggunakan cara yang tepat inilah menunjukkan sudah munculnya paramita upayakausalya

Saya disini hanya berusaha mencurahkan isi hati, dalam bentuk sebuah surat, bukan diskusi. Sori OOT.
Kalian silakan lanjutkan diskusi semau kalian. Silakan kalian bermain-main, mengkhayal sebagai pembesar2 Buddhis yang sedang merumuskan kebenaran2 Dharma di depan komputer. Atau bak dharma protector yang sedang menjaga 'kemurnian' sesuatu 'dharma'. Selamat bermain saja. Hanya ada yang bermain. Dan mainlah dengan manis. Tak perlu menanggapi celoteh orang gila ini.

Salam majenun,
Suchamda

----------------------
(*) Split personality yg saya maksud itu bukan berkepribadian ganda yg merupakan salah satu jenis penyakit kejiwaan. Split personality yg saya maksud merupakan gejala umum yg terjadi di banyak orang yg mempelajari sesuatu tetapi belum mampu mengintegrasikan antara hati - pikiran - ucapan - tindakan.
Saya beri 3 contoh, (maaf , bukan bermaksud menyinggung siapa2 ya) , silakan dirasakan sendiri apa itu:

(1) Sebenarnya Ego tapi dikira spiritual :
Ada seorang yg belajar dharma berkata seperti ini:
"Dharma yang paling bener itu gini. Yang itu sesat. Bakar saja. Bunuh saja karena menodai Dharma. Aliran yang begitu tidak layak hidup. Saya begini ini demi persatuan loh. Supaya jangan ada orang yang memecah belah."
--> bisakah anda melihat split personalitynya?  :)

(2)Ego spiritual bertempur dengan Ego duniawi. Sama-sama Ego.
Orangnya baik. Pikirannya baik. Pandangannya benar. Tingkah laku santun. Pokoknya tidak ada cacatnya deh.
Aktif di vihara. Di organisasi Buddhis. Kenal dengan orang2 top. Pokoknya tauladan deh.
Dia merasa sebagai praktisi Dharma, tapi senyatanya ia hanya mengejar hal-hal tersebut, karena kepuasan, karena reputasi, karena dibilang baik, karena dianggap teladan. Kebajikan yang dilakukan itu semuanya karena "ingin menjadi", karena satu target, karena satu cita-cita, karena suatu lobha. Ia mengeraskan diri, menegangkan lehernya, mengatupkan rahangnya, sekuat tenaga agar 'menjadi' baik. Tapi dalam hati ia merana, karena ia sadar bahwa semua itu cuman kosmetik, dibuat-buat.
--> bisakah anda melihat split personality-nya? :)

(3) Ego spiritual maupun Ego duniawi, sama-sama jadi bingung

Karena punya ego maka saya berpikir untuk menjadi baik, menjadi yang terbaik. Yang tertinggi adalah tanpa ego. Tapi kalau saya menjadi semakin baik, ego saya semakin membesar. Berarti saya tidak bertambah baik. Sedangkan, kalau saya melemahkan ego saya, maka saya tidak ingin mengejar lagi menjadi yang terbaik. Berarti saya juga tidak bertambah baik.
--> bisakah anda melihat split personality-nya? :)
« Last Edit: 10 May 2008, 07:50:27 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #61 on: 10 May 2008, 07:51:50 AM »
Quote
Pengalaman saya menunjukkan bahwa memahami Dharma dengan otak percuma saja. Saya bukan orang yg bodoh, atau malas mikir, atau sedikit membaca. Justru sebaliknya, terlalu banyak mengandalkan rasio, sekalipun sudah praktek. Tapi apa hasil semua itu? Tiada lain hanya menghasilkan split personality .
Sorry yah bro, dari dulu saya mau kasih tahu tapi takut tersinggung. Perlu 'sadar' dari dalam. Akan tetapi baguslah jika sudah happy ending utk yang satu ini.  _/\_

Terbukti pancingan saya nga kena   :))

ok, :backtotopic:

ps: nanti kita japri bro, ada yg perlu dibahas nih  :)
« Last Edit: 10 May 2008, 08:13:54 AM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #62 on: 10 May 2008, 08:04:43 AM »
dear suchamda
surat mu benar-benar mengharukan
ini lah dhamma yang sebenarnya :)
selamat yah....aku turut bersuka cita
'air selalu mengalir kebawah'
'hujan selalu turun kebawah'
'padi ketika penuh selalu turun kebawah'
ini sudah hukum alam....
jika semangkin pandai pikiran kita..apa batin kita mao 'kebawah'

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #63 on: 10 May 2008, 09:00:19 AM »
Suchamda,

Komentar yang sangat bagus.

Quote
semakin saya belajar dari berbagai aliran, ternyata Dharma sang Buddha itu bukan seperti yg terlihat, sangat dalam dan halus sekali, sangat sulit dipahami, apalagi dengan menggunakan otak.
Kalo ini saya setengah setuju dengan anda. Setengah tidak setuju karena saya sudah banyak sekali mendengar "sesuatu di atas logika" (apakah itu iman dsb) yang akhirnya membawa kita pada pembenaran diri sendiri saat melakukan hal2 di luar logika. Saya bunuh orang, nanti bilangnya, "anda jangan berlogika, dhamma tidak bisa dijelaskan dengan logika". Cobalah ngomong itu ke polisi.
Dhamma dalam Buddhisme, tidak bertentangan dengan logika.
Setengah setuju lagi karena memang Dhamma bukanlah logika, bukan bisa dirumuskan seperti matematika, juga bukan intelektualitas, ataupun pengetahuan yang ada ukuran mutlaknya.



Quote
Apa yg dibicarakan disini ini, maaf, saya dengan jujur harus mengatakan, masih sangat jauh.
Quote
Nurut saya, bayi ya tidak bisa diberi makanan keras-keras. Itu saja.
Anda sendiri yang katakan demikian. Memang betul, dikatakan mengajarkan Dhamma harus dalam 'bertahap' sesuai kemampuan masing2. Di sini adalah tempat membahas bagi "bayi"2 seperti saya, mungkin juga beberapa rekan lainnya. Jika bayi anda berikan makanan keras tidak bagus, tapi anda biarkan dia cari makan sendiri juga tentu tidak bagus. Nanti mereka malah makan batu.


Quote
Saya baru sedikit melihat bro, tapi dari sedikit itu saya insaf bahwa sesungguhnya lebih banyak yang belum saya sadari.
Quote
saya merasa , saat ini tidak mau terlalu banyak belajar teori lagi, buku2 saya tunda baca dulu.

Semakin tahu bahwa kita baru tahu sedikit, semakin tidak mau belajar? Bukannya yang tidak mau belajar itu yang merasa "sudah cukup tahu"??? Jangan2 'split personality'?  ;D
Kalo saya sih semakin menyadari bahwa masih kurang banyak belajar, semakin banyak belajar dan juga harus belajar dari orang lain, bukan menganggap diri sendiri sudah melampaui logika orang lain. Lagipula kalo orang sudah melihat dhamma adalah begitu halusnya, maka dia akan dapat memahami logika orang yang masih berpikir kasar dan mampu membimbing dan memberi manfaat. Begitulah saya lihat Buddha Gotama bisa membimbing orang dari yang super intelek sampai yang super sederhana.


modernbuddha,
Memang perbedaan adalah hal2 yang merupakan kekayaan. Tetapi 'kan tidak semuanya harus dimasukkan ke dalam dhamma. Nanti sejalan dengan turunnya moral, kalo ada "dhamma striptease" bagaimana? Nanti saya berikan alasan "Dhamma Striptease" adalah untuk perenungan tubuh, karena tidak setiap orang punya kesempatan melihat tubuh lawan jenis  ;D  ;D
Maka di sini, rasanya bagus juga jika kita bisa membahas batasan2nya.




Dhamma Entertainment ini saya pikir memang harus dihindari bagi yang sudah menyadari hal itu tidak bermanfaat, namun jangan sampai 'membenci' juga, karena hal itu jelas membawa kemunduran bagi kita sendiri.




Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #64 on: 10 May 2008, 09:04:16 AM »
pengen tau dhamma? perhatikan tubuh dan pikiran ;D

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #65 on: 10 May 2008, 02:59:56 PM »
Terbukti pancingan saya nga kena   :))

ternyata Suhu punya hobi memancing di DC...  ^-^


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #66 on: 10 May 2008, 09:13:27 PM »
Pada ngo apa sih disni??dr td gw baca sekilas gk ada yg nyambung...
Cuma acara minta maaf aja...(Mank ni mengenang lebaran/hr raya besar ya??)
Diskusinya jd/gk??
Soal puas tdk puas bisa langsung dikatakan aja deh...
Jgn panjang amet...
gw yg sbg pembaca bingung deh...
Gw mau nanya(Tp gw gk tau pertanyaan ini pantas/kgk.Jd gw sarankan kpd modelator/apapun yg jd penguasa forum ini untuk menetapkan apa2 aja yg gk ble diblg.mksdnya menjurus kmn,krn kdg2 mau ngo disni pun susah...)"jika ada sbh vihara tp dsana lbh mengajarkan kegiatan tari,mengisi acara dan membuat acara,kegiatan bbq dll...Apakah hal tsb sesuai dgn Buddha Dhamma sendiri???Byk yg disana menjd "MANA" dan membanggakan vhrnya sendiri(jgn blg ehipassiko ke gw ya sdr zhang apa ya gw lupa..(pokoknya yg berdebat dgn Nyanadhana)krn org tsb tmn klz gw duduk diblkg gw dan sering blg ttg vhrnya)
 _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #67 on: 11 May 2008, 02:11:09 PM »
Aktivitas vihara seperti kegiatan tari sebetulnya positif aja,namun jika sudah mulai berlebihan dengan menciptakan tarian yang menjurus atau membuat orang merasa nafsu,contoh,pilih cewe paling cakep buat nari trus pas acaranya digelar,para cowo melek ama dia. Tarian Buddhist ada yang traditional dan mengena dengan Dhamma contohnya drama tari Riwayat Buddha di Thailand, namun kembali lagi,itu juga merupakan hiburan yang seharusnya tidak membuat pikiran melayang,terpesona,berfantasi.
Mengenai lagu sendiri meskipun memiliki kata-kata Dharma,namun ingat,lagu Buddhist tetap sebuah belenggu,tidak ada org yang mendengar sebuah lagu Buddhist mencapai pencerahan bukan?
Saya lebih suka melihat lagu Buddhist yang hikmat seperti Malam Suci Waisaka, sudah lama tidak muncul lagu Buddhist yang hikmat,syahdu,dan begitu bagus dalam liriknya sekrang diganti dengan jreng...jreng...gedebak gedebuk alat musik yang udah mirip perang rock dengan dangdut.
Entertainment buat umat perumah tingga sejak dia melaksanakan hanya 5 Sila ,maka hal itu wajar ,namunketika berlebihan apalagi ngajak Sangha ikutan,waduh kemerosotan moral.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #68 on: 11 May 2008, 02:23:00 PM »
Aktivitas vihara seperti kegiatan tari sebetulnya positif aja,namun jika sudah mulai berlebihan dengan menciptakan tarian yang menjurus atau membuat orang merasa nafsu,contoh,pilih cewe paling cakep buat nari trus pas acaranya digelar,para cowo melek ama dia. Tarian Buddhist ada yang traditional dan mengena dengan Dhamma contohnya drama tari Riwayat Buddha di Thailand, namun kembali lagi,itu juga merupakan hiburan yang seharusnya tidak membuat pikiran melayang,terpesona,berfantasi.
Mengenai lagu sendiri meskipun memiliki kata-kata Dharma,namun ingat,lagu Buddhist tetap sebuah belenggu,tidak ada org yang mendengar sebuah lagu Buddhist mencapai pencerahan bukan?
Saya lebih suka melihat lagu Buddhist yang hikmat seperti Malam Suci Waisaka, sudah lama tidak muncul lagu Buddhist yang hikmat,syahdu,dan begitu bagus dalam liriknya sekrang diganti dengan jreng...jreng...gedebak gedebuk alat musik yang udah mirip perang rock dengan dangdut.
Entertainment buat umat perumah tingga sejak dia melaksanakan hanya 5 Sila ,maka hal itu wajar ,namunketika berlebihan apalagi ngajak Sangha ikutan,waduh kemerosotan moral.
Tolong jelasin yg gw bold itu....
Yap gw s7 spt yg anda yg berkhimat,tp skrg bykan yg gk gitu...
Malahan break dance,freeze,ntah apa lah...
Tar lagu2 buddhis digantikan nada2nya spt lagu rock and yg ngejreng2 yg spt saudara katakan...
Lgan bahas Dhammanya sdkt....
 _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #69 on: 12 May 2008, 08:37:13 AM »
Tolong jelasin yg gw bold itu....
Yap gw s7 spt yg anda yg berkhimat,tp skrg bykan yg gk gitu...
Malahan break dance,freeze,ntah apa lah...
Tar lagu2 buddhis digantikan nada2nya spt lagu rock and yg ngejreng2 yg spt saudara katakan...
Lgan bahas Dhammanya sdkt....


Begini,mengenai Entertainment dalam umat perumah tangga memang sah-sah saja dalam artian Sila yang mengatur itu sampai 5 sila ,kecuali umat PRT mengambil 8 Sila untuk tuntunan maka ia harus menjauh dari Entertainment itu sendiri. Bhikkhu yang memiliki ratusan sila termasuk didalamnya memuat 8 Sila, sudah barang tentu tidak diperkenankan menyentuh Entertainment baik itu embel-embelnya Buddhist misalnya ikut nyanyi,ikut nari,ikut nonton pertunjukan, Entertainment dalam bentuk apapun meskipun labelnya Buddhist tetaplah sebauh entertainment yang menyebabkan kemelekatan.

Batasan-batasan mengenai Entertainment menjadi rancu sejak Umat merasa bahwa Vinaya "tidak boleh dipertanyakan" dan seorang Bhikkhu memilih diam karena tidak ada request mengenai penjelasan Vinaya itu sendiri. Sehingga,seiring perkembangan zaman dan isi kepala manusia yang kreatif dibuatlah breakdance,acara seminar,tarian eksotis,drama, dll. sudah tentu dengan mengikuti acara ini,bagi yang ingin melatih kesucian akan sangat terganggu konsentrasinya karena Entertainment adalah pemuasan batin akan panca skanda( 5 indriya )

Hal ini tentunya menjadi bumerang,karena batasan tidak jelas membuat Bhikkhu semakin leluasa melonggarkan Silanya,sedangkan umat merasa kalo mempertanyakan Bhikkhu adalah siap-siap menuju neraka. Sang Buddha mengijinkan teguran kepada Bhikkhu oleh umat perumah tangga namun dengan sikap sopan,anggun,halus,disertai bukti dan disampaikan secara personal,karena kita tentu tidak ingin membuat orang lain mencibir bhikkhunya karena gosip ga jelas.

Mungkin saran kecil saya mengenai Dhamma Entertainment ini adalah
1. Lagu
Kenapa lagunya tidak mencontoh dari lagu Malam Suci Waisaka,begitu syahdu,begitu khidmat,begitu membawa ketenangan dan rasa hormat kepada Buddha,Dhamma,Sangha
2. Tari-Tarian
Bawakan tarian yang benar-benar mebuat orang hormat dengan kemegahan Buddha Dhamma Sangha, saya berikan contoh Tari Bali, atau kesenian tradisional dimana kita bisa mengembangkan Budaya Indonesia menjadi lebih maju, bukan diisi dengan dance dance napsu ntar dikira tarian Putri Mara.
3. Ceramah Dhamma
ini agak membuat bingung karena sekrang ini banyak pembicara motivasi mengatasnamakan Dhamma, turut disayangkan karena pembicara sama sekali nihil soal Dhamma, hal ini pernah saya singgung pada thread yang berjudul Dhammaduta, anda tahu Dhammaduta bukan sembarangan mengumbar Dhamma, mereka juga harus banyak belajar bukan sekedar memotivasi, saya tidak menganggap itu jelek hanya saja motivasi yang dibikin memiliki nilai komersialisme yang membawa orang lebih dekat pada keduniawian.
4. Drama
berceritalah soal Drama yang terdapat dalam Suttanta Pitaka,disitu begitu banyak kisah yang bisa diangkat kembali sehingga orang mengerti Dhamma dengan mudah,jangan buat Dhamma kehidupan sehari-hari yang isinya percintaan,pertikaian, namun bawa label Buddhism


Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline Modernbuddha

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 3
  • Reputasi: 0
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #70 on: 12 May 2008, 10:43:02 AM »
Saya sangat setuju dan sanagt banyak belajar dari pernyataan bro suchamda..
emang terkadang dalm setiap hal yang kita lakukan ataupun kita kemukakan bisa dipengaruhi oleh ego yang berlebihan..

Untuk Bro Kainyn_Kutho, saya sangat setuju kalo ada pembahasan mengenai batasan dalam Dhamma Entertaint..seperti yang saya kemukakan kemarin, yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana caranya Entertain itu bisa seejalan dengan perkembangan Buddha-Dharma bukan malah menjerumuskan Buddha-Dharma itu sendiri.. untuk contoh striptease itu bole kita katakan sebagai suatu Entertaint dewasa ini, tp blm tentu dapat dapat sejalan dengan Buddha-Dharma..saya sangat seneng dengan contoh yang bro berikan, dari sini kita mendapatkan satu contoh lagi apa yang bole sejalan dan apa yang tidak bole sejalan dengan Buddha-Dharma..

Jika kita meliahat dewasa ini ada tari2an ataupun nyanyian yang berkembang sejalan dengan perkembangan Buddhism, saya pikir sih itu adalah salah satu kekayaan yang patut kita syukuri..Sang Buddha mungkin tidak mengajari kita untuk meperdalam Buddhism melalui kesenian namun saya lebih melihat ke arah positifnya, semakin kita sering menyanyikan lagu buddhis mungkin saja buddhism itu sendiri akan semakin diingat sama kita semua, namun itu bukan suatu ukuran pasti.. kalo misalnya da yang nafsu melihat gadis yang menari, itu mungkin juga bukan salah penari tersebut, kita malah harusnya harus kagum karena penari itu bisa dikaruniai bentuk tubuh yang sempurna dimata kita, jadi kembali lagi ke orangnya..jika mereka menjadi nafsu tanyakan ke dalam diri mereka lagi apa yang salah dalam bathin mereka..

Dalam seminar/Zen yang marak dewasa ini, saya pikir juga ga semua bertujuan mencari kekayaan, tergantung dari orang yang menilainya juga, Sang Buddha memang tidak mengajarkan kita untuk terikat dengan ataupun semangat mengejar kekayaan materi karena semua itu adalah tidak kekal ataupun Anicca namun Sang Bhagava sendiri juga tidak pernah mengajarkan kepada kita untuk bermalas2an, bahkan untuk bersedekah dulu sang Buddha dan para Muridnya juga mesti berusaha berjalan ke rumah2..

Hanya itu yang mungkin bisa saya sampaikan..Sekali lagi pernyataan ini sama sekali tidak ada maksud untuk menekan ataupun menyinggung perasaan siapapun, sama seperti bro Suchamda saya hanya ingin mengeluarkan curahan hati dan pendapat saja, jika ada kekeliruan maupun kesalahan dalam hal ini, kembali saya mohon maaf yang sbesar2nya..

Namo Buddhaya
Buddha memberkati..

modernbuddha,
Memang perbedaan adalah hal2 yang merupakan kekayaan. Tetapi 'kan tidak semuanya harus dimasukkan ke dalam dhamma. Nanti sejalan dengan turunnya moral, kalo ada "dhamma striptease" bagaimana? Nanti saya berikan alasan "Dhamma Striptease" adalah untuk perenungan tubuh, karena tidak setiap orang punya kesempatan melihat tubuh lawan jenis  ;D  ;D
Maka di sini, rasanya bagus juga jika kita bisa membahas batasan2nya.




Dhamma Entertainment ini saya pikir memang harus dihindari bagi yang sudah menyadari hal itu tidak bermanfaat, namun jangan sampai 'membenci' juga, karena hal itu jelas membawa kemunduran bagi kita sendiri.




[/quote]

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #71 on: 12 May 2008, 11:02:49 AM »
Modernbuddha,

Sebenarnya menurut saya, memang tidak masalah budaya yang tidak bertentangan dengan Buddha Dhamma berkembang dan dijalankan. Hanya saja, Buddha dhamma adalah Buddha Dhamma. Buddha Dhamma bukanlah kesenian, walaupun tidak menentang kesenian. Buddha Dhamma bukanlah sarana mendapatkan kekayaan, walaupun Buddha Dhamma tidak menentang kita mencari kekayaan (secara benar). Buddha Dhamma juga bukan sarana hiburan indrawi, walaupun Buddha Dhamma juga tidak mengharuskan kita jadi pertapa. Buddha Dhamma juga bukan sarana politik, walaupun Buddha dhamma tidak melarang orang berpolitik.

Menurut saya, kadang orang menyalah-artikan "Buddha Dhamma tidak menentang", sehingga semua hal dimasukkan, dan dianggap bagian dari Buddha-dhamma. Nanti yang jadi masalah adalah, nantinya orang sudah tidak tahu lagi sebenarnya apa intisari buddha dhamma.

Soal Dhamma Striptease itu memang contoh yang ekstrim  ;D Hanya untuk memberi contoh kalo orang mau 'maksa' menghubungkan, memang apapun bisa dihalalkan.


Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #72 on: 12 May 2008, 12:38:56 PM »
Pengalaman saya menunjukkan bahwa memahami Dharma dengan otak percuma saja. Saya bukan orang yg bodoh, atau malas mikir, atau sedikit membaca. Justru sebaliknya, terlalu banyak mengandalkan rasio, sekalipun sudah praktek. Tapi apa hasil semua itu? Tiada lain hanya menghasilkan split personality (*).
Makanya saya merasa , saat ini tidak mau terlalu banyak belajar teori lagi, buku2 saya tunda baca dulu. Sekarang saya mau menikmati hidup saja, bermain-main dengan suka cita dan ringan. Menjalani hidup dengan lebih hidup. Menyaksikan hidup, menjadi saksi sang kehidupan.
Dalam kesempatan ini juga, mungkin bisa saya komunikasikan juga ke teman2 yg secara langsung ataupun tidak langsung mengajak saya ikut kursus Abhidhamma dari Dr.Mehm Tim Mon. Bukannya saya tidak menghargai, saya sangat berterimakasih atas perhatian dari teman2 itu. Secara pikiran, saya sangat tertarik, tapi pengetahuan2 itu saya rasa sudah cukup, bahkan berlebih, tapi masih juga sulit untuk saya amalkan secara jujur.
Yang saya butuhkan sekarang justru adalah menyingkirkan semua pengetahuan itu dan yg lebih dibutuhkan adalah menyikapi semuanya bagaikan permainan : sukacita, ringan, sportif, segar. Mungkin inilah yang di psikologi disebut masa2 inkubasi ya.


Rekan Bro Suchamda,

Saya juga ingin sharing pengalaman Dhamma saya selama ini.

Pada permulaan, saya memang sangat haus dengan segala teori teknis yg disuguhkan oleh Buddha Dhamma. Semua teori Buddha Dhamma bagaikan puzzle2 yg tersusun rapi di mata saya. Semuanya klop dan saling bertautan atas pertanyaan2 saya selama ini.

Dan sama seperti Sdr. Suchamda, saya juga sampai pada titik dimana teori2 yg bejibun tsb malah mengedepankan EGO saya. Hingga akhirnya saya kembali mengambil langkah mundur sejenak untuk menyaksikan semua perjalanan tsb dan diam memandang hubungan antara Dhamma dan diri saya.

Semua penuh gejolak, semua adalah proses.
Ya, Sdr. Suchamda benar. Kita selalu berinkubasi saat ke saat.
Saya juga menyadari inkubasi ini bukanlah yg pertama juga bukanlah yg terakhir.
Batin kita sedang mengalami proses....

Tapi -ini yg agak beda dgn pendapat Sdr. Suchamda- saya malah mendapat ketenangan dan kebahagiaan dalam Dhamma. Meskipun sejauh ini perjalanan saya penuh gejolak (batin), namun secara benang merah, TREN KEBAHAGIAAN saya meningkat dibanding dulu.

Sekarang masalah2 hidup tidak segampang dulu, dapat membuat saya pusing.
Problem2 hanya singgah sebentar dan kemudian berlalu dari pikiran saya.
Problem dan masalah bukannya tidak muncul, malah semakin banyak menurut saya, namun respon yg saya ambil, sangat berbeda dibanding dulu.

Mengenai 'analisis rasional', apakah hal ini bertentangan dengan Dhamma itu sendiri?
Dapat saya katakan, pada tahapan awal 'analisis rasional' malah sangat berguna.
Mungkin -ini menurut saya- inilah 'rakit' yg dikatakan Sang Buddha.
Kita pada mulanya dapat menggunakan rakit2 tsb dan kemudian kita dapat meninggalkannya ataupun masih menggunakannya, tergantung situasi dan pencapaian kita....

Saya sampai detik ini, masih mengalami maju mundur dalam Dhamma.
Namun, secara keseluruhan, saya mendapat kebahagiaan dari Ajaran Mulia ini.

Catatan:
Semalam sore saya mendapat SMS dari seorang teman isinya kira2 berbunyi:
~ kesemua kontak yg terjadi melalui ke 6 inderamu, dapat dijadikan latihan dalam mengarungi sang jalan



::






Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #73 on: 12 May 2008, 12:54:00 PM »
Semalam sore saya mendapat SMS dari seorang teman isinya kira2 berbunyi:
~ kesemua kontak yg terjadi melalui ke 6 inderamu, dapat dijadikan latihan dalam mengarungi sang jalan


setuju....
jadikan lah jasmani mu...sebagai kendaraan mu mencapai pembebasan



Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Dhamma Entertainment
« Reply #74 on: 12 May 2008, 12:56:12 PM »
terekeyu karrrrr
bisa neh :)