Bro Suchamda, sembari nunggu mungkin bisa memberikan pendapatnya ? Kan udah mumpuni di theravada, mahayana. Dengar2x sudah belajar tantra nih
Bro, pendapat saya ya?....soal dharmatainment?.....
hmm.....saya kok tidak begitu tertarik ya.
Sori kalau OOT, tapi nulis ditempat lain rasanya ga nyambung, jadi disini saja. Barangkali ada sedikit nilai Dharmanya.
Hmmm........saya mau menulis ini karena komentar kamu yg mengatakan "sudah mumpuni".
Bro, semakin saya belajar dari berbagai aliran, ternyata Dharma sang Buddha itu bukan seperti yg terlihat, sangat dalam dan halus sekali, sangat sulit dipahami, apalagi dengan menggunakan otak. Apa yg dibicarakan disini ini, maaf, saya dengan jujur harus mengatakan, masih sangat jauh.
Theravada benar, Mahayana benar, Tantrayana benar; tapi kok kita tidak memahami? Justru yang terlihat perbedaannya? Mengapa justru kita mudah melihat ‘kesalahan’nya? Bukankah ini menunjukkan bahwa kita sebetulnya semakin tertutup mata kebijaksanaannya? Pernyataan saya ini counterintuitive ya, tapi begitulah yg saya lihat.
IMHO, apakah barangkali karena ‘konsep-dharma’ justru menghalangi kita untuk melihat DHARMA yang sesungguhnya???
Saya baru sedikit melihat bro, tapi dari sedikit itu saya insaf bahwa sesungguhnya lebih banyak yang belum saya sadari. Dharma sangat subtil, halus, mendalam, misterius, dan tidak bisa dikata-katakan dengan bahasa apapun. Harus dilihat sendiri.
Pengalaman saya menunjukkan bahwa memahami Dharma dengan otak percuma saja. Saya bukan orang yg bodoh, atau malas mikir, atau sedikit membaca. Justru sebaliknya, terlalu banyak mengandalkan rasio, sekalipun sudah praktek. Tapi apa hasil semua itu? Tiada lain hanya menghasilkan split personality
.
Makanya saya merasa , saat ini tidak mau terlalu banyak belajar teori lagi, buku2 saya tunda baca dulu. Sekarang saya mau menikmati hidup saja, bermain-main dengan suka cita dan ringan. Menjalani hidup dengan lebih hidup. Menyaksikan hidup, menjadi saksi sang kehidupan.
Dalam kesempatan ini juga, mungkin bisa saya komunikasikan juga ke teman2 yg secara langsung ataupun tidak langsung mengajak saya ikut kursus Abhidhamma dari Dr.Mehm Tim Mon. Bukannya saya tidak menghargai, saya sangat berterimakasih atas perhatian dari teman2 itu. Secara pikiran, saya sangat tertarik, tapi pengetahuan2 itu saya rasa sudah cukup, bahkan berlebih, tapi masih juga sulit untuk saya amalkan secara jujur.
Yang saya butuhkan sekarang justru adalah menyingkirkan semua pengetahuan itu dan yg lebih dibutuhkan adalah menyikapi semuanya bagaikan permainan : sukacita, ringan, sportif, segar. Mungkin inilah yang di psikologi disebut masa2 inkubasi ya.
Sejujurnya saya masih belum jelas, apa sih yang dimaksud dengan mempermasalahkan Dharmatainment.
Tapi kalau Dharmatainment itu dimaksud adalah bermain-main dalam Dharma, barangkali malah saya setuju buat diri
pribadi sendiri. Karena dengan main-main itulah saya mulai benar2 bisa meninggalkan belenggu saya yg terkuat yaitu : pikiran ini. Dan dengan main-main, saya bisa menyentuh hati –bukan otak-- dengan Dharma. Lihatlah cara anak-anak belajar.
Pernahkah anda memelihara anak anjing? Yang terbayang tentang diri saya sendiri adalah bagaikan anak anjing.
Ya, diri saya adalah anak anjing yang masih suka menggigit-gigit segala sesuatu yg ditemuinya. Yang saya butuhkan adalah mainan tulang-tulangan utk digigit. Apa jadinya besarnya nanti bila anak anjing dengan kealamiahnnya itu bila dipaksa, diajar dengan bentakan atau pukulan?
Ya, saya masih suka menggigit, masih suka LDM. Dan saya tidak mau mengingkarinya, atau membohongi diri bahwa saya sudah bebas. Jangan heran kalo saya mengatakan jengkel, marah, sedih, dsb. Oleh karena itu, Dharma yg muluk-muluk tidak berguna buat saya krn telah terbukti hanya menyentuh otak. Dan pada hasilnya akan menghasilkan kepribadian terpecah, split personality. Saya sekarang cukup dengan main-main saja untuk mencapai integrasi. Saya suka menyanyi ya saya menyanyi, suka menari ya menari. Tidak perlu berpura-pura, tapi tentu saja semuanya dalam pengawasan kesadaran dan panduan etika dan etiket yg wajar.
Bro, kalau dikatakan mumpuni Theravada, Mahayana atau Tantra. Saya MALU. Apakah ukuran mumpuni itu sih? Apakah gunanya banyak pengetahuan tetapi tidak paham? Lihatlah betapa banyak sarjana lulusan perguruan tinggi yang pintar2 tapi tidak paham. Tapi kalau orang paham, maka batasan2 itu jadi lebur, menjadi sederhana, menembusi kompleksitas perbedaan. Bahkan saya rasanya tidak perlu diberi label Buddhis.
Saya barusan berdialog hati dengan seorang teman muslim yg saya nilai telah mendapat realisasi. Sama sekali sejalan dengan Dharma walaupun tidak satupun teori Buddhism muncul dari mulutnya. Mungkin kalian akan membantah ini dengan segala macam debat teoritis perbedaan Islam - Buddhism. Apalah artinya semua itu? Dari dialog itu, justru saya mau dikatakan muslim pun rela. Dari sini saya justru mendapat suatu perspektif yg lain : apakah justru bukan dengan bicara konsep-konsep dharma itulah yang sebenarnya merupakan entertainment belaka bagi pemuasan sang intelek? Ingat, otak itu bekerja dengan batasan-batasan, dengan definisi, dengan syarat co-syarat. Sedangkan Dharma itu membebaskan, liberation. Bisakah memahami sesuatu kebebasan dengan membatasi???
Nurut saya, bayi ya tidak bisa diberi makanan keras-keras. Itu saja.
Oya, sedikit saran : jangan terlalu tinggi menilai diri sendiri memahami Dharma. Maaf, saya sendiri tidak benar2 paham.
Biarlah masing2 orang menikmati prosesnya sendiri-sendiri. Kita jangan menghakimi. Menegur atau mengingatkan boleh, tapi tentu dengan cara yang tepat. Mampu menggunakan cara yang tepat inilah menunjukkan sudah munculnya paramita upayakausalya
Saya disini hanya berusaha mencurahkan isi hati, dalam bentuk sebuah surat, bukan diskusi. Sori OOT.
Kalian silakan lanjutkan diskusi semau kalian. Silakan kalian bermain-main, mengkhayal sebagai pembesar2 Buddhis yang sedang merumuskan kebenaran2 Dharma di depan komputer. Atau bak dharma protector yang sedang menjaga 'kemurnian' sesuatu 'dharma'. Selamat bermain saja. Hanya ada yang bermain. Dan mainlah dengan manis. Tak perlu menanggapi celoteh orang gila ini.
Salam majenun,
Suchamda
----------------------
Split personality yg saya maksud itu bukan berkepribadian ganda yg merupakan salah satu jenis penyakit kejiwaan. Split personality yg saya maksud merupakan gejala umum yg terjadi di banyak orang yg mempelajari sesuatu tetapi belum mampu mengintegrasikan antara hati - pikiran - ucapan - tindakan.
Saya beri 3 contoh, (maaf , bukan bermaksud menyinggung siapa2 ya) , silakan dirasakan sendiri apa itu:
(1)
Sebenarnya Ego tapi dikira spiritual :Ada seorang yg belajar dharma berkata seperti ini:
"Dharma yang paling bener itu gini. Yang itu sesat. Bakar saja. Bunuh saja karena menodai Dharma. Aliran yang begitu tidak layak hidup. Saya begini ini demi persatuan loh. Supaya jangan ada orang yang memecah belah."
--> bisakah anda melihat split personalitynya?
(2)
Ego spiritual bertempur dengan Ego duniawi. Sama-sama Ego.Orangnya baik. Pikirannya baik. Pandangannya benar. Tingkah laku santun. Pokoknya tidak ada cacatnya deh.
Aktif di vihara. Di organisasi Buddhis. Kenal dengan orang2 top. Pokoknya tauladan deh.
Dia merasa sebagai praktisi Dharma, tapi senyatanya ia hanya mengejar hal-hal tersebut, karena kepuasan, karena reputasi, karena dibilang baik, karena dianggap teladan. Kebajikan yang dilakukan itu semuanya karena "ingin menjadi", karena satu target, karena satu cita-cita, karena suatu lobha. Ia mengeraskan diri, menegangkan lehernya, mengatupkan rahangnya, sekuat tenaga agar 'menjadi' baik. Tapi dalam hati ia merana, karena ia sadar bahwa semua itu cuman kosmetik, dibuat-buat.
--> bisakah anda melihat split personality-nya?
(3)
Ego spiritual maupun Ego duniawi, sama-sama jadi bingungKarena punya ego maka saya berpikir untuk menjadi baik, menjadi yang terbaik. Yang tertinggi adalah tanpa ego. Tapi kalau saya menjadi semakin baik, ego saya semakin membesar. Berarti saya tidak bertambah baik. Sedangkan, kalau saya melemahkan ego saya, maka saya tidak ingin mengejar lagi menjadi yang terbaik. Berarti saya juga tidak bertambah baik.
--> bisakah anda melihat split personality-nya?