Secara tersirat memang begitu. Bukankah sering sekali saya bilang saya tidak setuju cara Pak Hudoyo menjelaskan walaupun saya setuju "makna" yang disampaikan?
Anda memang sering sekali mengatakan tidak setuju dengan cara Pak Hudoyo menjelaskan suatu hal. Saya pikir Anda juga setuju kalau apa yang Pak Hudoyo jelaskan ini tidak sesuai dengan Buddhisme Theravada.
Bro Upasaka tidak pernah bahas hal demikian dengan Pak Hudoyo? Saya bahkan tahu istilah Pali "manna'ti" itu dari Pak Hudoyo lho.
Mengenai aplikasi metoda sebenar-benarnya dalam MMD, tentu saya tidak tahu karena tidak pernah ikut. Jadi no comment.
Oh, begitu. Terimakasih atas koreksinya.
Bisakah Bro Kainyn memberi referensi Sutta atau komentar mengenai penjelasan "mannati" dalam Buddhisme Theravada? Saya ingin mendalaminya dahulu sebelum berkomentar lebih jauh.
Seingat saya dalam satu bahasan, Pak Hudoyo mengatakan pikiran yang terus-menerus membentuk konsep itu yang diberhentikan. Itu bisa terjadi dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari yang tidak memerlukan proses intelektual. Ketika memerlukan proses tersebut, maka kemudian bergerak lagi. Jadi bukan pula seperti yang dikatakan Bro Upasaka.
Kalau untuk hal ini, kita perlu referensi jelas mengenai definisi "pikiran berhenti" di MMD. Kalau saya tidak punya referensinya, jadi sebatas intepretasi dari apa yang pernah saya baca. Dan saya sendiri sudah lupa di mana referensi yang pernah saya baca itu. Jadi kalau kita belum punya referensi faktual mengenai "pikiran berhenti" di MMD, kita sulit melanjutkan pembahasan yang satu ini.
Kalau ini saya juga no comment. Sesama "Buddhist Theravada", sesama guru meditasi pun banyak memiliki pandangan saling berbeda. Buat saya, selama orang memiliki niat mulia berusaha melepaskan diri dari dukkha, apa pun metode-nya, seberapa pun kekurangannya, bagaimana pun pandangan salahnya, saya tetap menghargainya sebagai siswa Buddha.
Pandangan antar sesama "Buddhist Theravada" maupun antar guru meditasi mungkin saling berbeda. Namun fondasinya tetap Buddhisme Theravada. Sedangkan MMD yang diajarkan Pak Hudoyo adalah metode yang berbasis pandangan Khrisnamurti, kemudian dikembangkan dengan intepretasi pribadi seorang Bapak Hudoyo Hupudio, dan menggunakan beberapa penggalan metode meditasi Buddhisme Theravada yang disadur ulang oleh Bapak Hudoyo sendiri dengan berbagai cara.
Buat saya, selama orang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha, apapun metodenya, seberapa pun kekurangannya, bagaimanapun pandangan salahnya, saya menghargainya sebagai "bhikkhu". Tetapi saya tidak menganggap semua orang yang memiliki niat untuk melepaskan diri dari dukkha adalah siswa Sang Buddha. Mengapa? Sebab saya pikir Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambala, Pakudha Kaccayana, Nigantha Nataputta, Sanjaya Vellathaputta, para petapa Jainisme, pemeluk Agama Hindu, serta Jiddu Khrisnamurti; bukanlah siswa Sang Buddha meskipun mereka memiliki niat untuk lepas dari dukkha.
Ada persamaan, ada perbedaan.
Itu adalah pengalaman mereka pribadi yang mungkin tadinya terjebak pada konsep "LDM" lalu mendapat kemajuan lewat menyadari ke-aku-an. Saya pikir itu mungkin dan memang valid bagi diri mereka sendiri.
Jika ada pula orang yang tadinya melekat pada konsep "aku" lalu mendapat kemajuan lewat metode "LDM", maka menurut saya lagi-lagi itu juga mungkin dan valid bagi dirinya sendiri.
Karena itu yang saya tidak cocok adalah cara penyampaiannya saja yang seolah-olah metode lain terjebak berputar-putar, sedangkan metode sendiri membebaskan. Padahal sebetulnya tanpa benar-benar menyadari hakikatnya sendiri, apakah menganut metode "LDM" atau "aku", tetap saja berputar-putar. Yang satu menghancurkan LDM satu dengan mengembangkan LDM lain; satunya lagi meruntuhkan si aku dengan membangun aku yang tanpa aku. Apakah salah satunya lebih baik? Bagi saya tidak sama sekali.
Tentu semua hal jika dibandingkan masing-masing memiliki persamaan dan perbedaannya. Karena itu kita tidak bisa melihat secara garis besar, tapi kita harus melihat dan membandingkannya dari skala yang paling fundamental.
Penjelasan Sang Buddha bahwa akar kejahatan adalah LDM itu bukan keliru. Jika ada siswa yang malah jadi melekat untuk mengikis LDM, itu adalah kesalahan pandangannya. Penjelasan Pak Hudoyo bahwa akar kejahatan adalah "aku" itu tidak masalah, asalkan
jangan dinyatakan bahwa inilah makna sesungguhnya di Buddhisme (Theravada). Maksudnya, kalau Pak Hudoyo mau membuat
term baru, silakan saja. Tetapi jangan mengklaim seolah-olah inilah makna di Buddhisme sesungguhnya, dan LDM itu buatan oknum Buddhisme.
Kembali ke masalah "akar kejahatan adalah aku", penjelasan itu pun sebenarnya keliru dalam pandangan Buddhisme. Bagaimana mungkin di satu sisi Buddhisme mengusung doktrin anatta, namun di sisi lain mengusung bahwa ada "aku". Ujung-ujungnya pasti kontradiktif. Kecuali Pak Hudoyo menghapus doktrin anatta dalam pengajarannya agar tidak berbau kontradiksi. Tetapi dengan mengambil langkah ini, justru muncullah bau kontroversi. Dengan kata lain, Pak Hudoyo barusan membongkar-pasang Buddhisme untuk kemudian mempopulerkan ajarannya sendiri yang diklaim sebagai Ajaran Buddhisme Universal yang sesungguhnya.
Bila ada orang yang mendapat manfaat dengan penjelasan "aku adalah akar kejahatan" setelah sekian lama tersesat karena LDM, maka itu baik. Tapi saya ragu dia bisa menembus Dhamma. Perlu diingat, setiap kemajuan (progesivitas) tidak selalu maju ke arah keberhasilan. Sebab ada kalanya jalan di depan pun ujungnya adalah "gang buntu".
Mungkin ini sudah terlalu panjang... Sebagai sedikit renungan, Sang Buddha selalu mengajarkan "ada dukkha". Andaikan saja ada orang begitu melekat dengan "ada dukkha" ini, kemudian dia pun menjadi terobsesi untuk menggenggam pandangan "hidup ini dukkha" setiap saat. Kemudian suatu hari, saya menjadi seorang penceramah dan mengajarkan ajaran baru yang saya namakan Buddhisme Universal Versi 2.2. Saya mengajarkan bahwa "ada kebahagiaan yang tertunda". Lalu orang tersebut tersadarkan dan akhirnya cocok dengan pandangan saya, sehingga dia menggenggam bahwa "hidup ini adalah kebahagiaan yang tertunda" setiap saat. Menurut Anda, apakah "kemajuan" yang dia dapatkan akan membawanya lebih dekat pada perealisasian akhir?