http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_21:_Sakkapanha_Sutta1.13. Kemudian Sang Bhagavā berpikir: ‘Sakka telah menjalani kehidupan murni sejak waktu yang lama. Pertanyaan apa pun yang ia tanyakan pasti langsung pada intinya dan bukan basa-basi, dan ia akan cepat memahami jawaban-Ku.’ Maka Sang Bhagavā menjawab Sakka dalam syair ini:
‘Tanyakanlah, Sakka, semua yang engkau inginkan! Dan pada setiap pertanyaanmu, Aku akan menenangkan pikiranmu.’
2.1. Setelah diundang demikian, Sakka, raja para dewa, mengajukan pertanyaan pertama kepada Sang Bhagavā: ‘Dengan belenggu apakah, Yang Mulia,[23] makhluk-makhluk terikat – dewa, manusia, asura, nāga, gandhabba, dan jenis apa pun yang ada – yang mana, walaupun mereka ingin hidup tanpa kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan, dan memfitnah, dan dalam kedamaian, tetapi mereka masih tetap hidup dalam kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan dan memfitnah?’ Ini adalah pertanyaan pertama Sakka kepada Sang Bhagavā, dan Sang Bhagavā menjawab: ‘Raja para Dewa, adalah belenggu kecemburuan dan ketamakan[24] yang membelenggu makhluk-makhluk sehingga, walaupun mereka ingin hidup tanpa kebencian ... tetapi mereka masih tetap hidup dalam kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan dan memfitnah.’ Ini adalah jawaban Sang Bhagavā, dan Sakka gembira, berseru: ‘Jadi, demikian, Bhagavā. Jadi, demikian, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan! Melalui jawaban Bhagavā, aku telah mengatasi keraguanku dan melenyapkan keraguanku!’
2.2. Kemudian Sakka, setelah [277] mengungkapkan penghargaannya, menanyakan pertanyaan selanjutnya: ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang memunculkan kecemburuan dan ketamakan, apakah asal-mulanya, bagaimanakah hal itu muncul? Karena adanya apakah, hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya apakah, hal-hal tersebut tidak muncul?’ ‘Kecemburuan dan ketamakan, Raja para Dewa, muncul dari rasa suka dan tidak suka,[25] ini adalah asal-mula, inilah bagaimana hal-hal tersebut muncul, ketika suka dan tidak suka ini muncul, maka muncullah kecemburuan dan ketamakan, ketika suka dan tidak suka tidak ada, maka kecemburuan dan ketamakan tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan suka dan tidak suka? ... karena adanya apakah, hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya apakah, hal-hal tersebut tidak muncul?’ ‘Hal-hal tersebut muncul, Raja para Dewa, dari keinginan[26] ... karena ada keinginan, maka hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya keinginan, maka hal-hal tersebut tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan keinginan? ....’ ‘Keinginan, Raja para Dewa, muncul dari pemikiran[27] ... ketika pikiran memikirkan sesuatu, maka keinginan muncul; ketika pikiran tidak memikirkan apa-apa, maka keinginan tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan pemikiran? ....’ ‘Pemikiran, Raja para Dewa, muncul dari kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak[28] ... ketika kecenderungan ini ada, maka pemikiran muncul, ketika kecenderungan ini tidak ada, maka pemikiran tidak muncul.’
2.3. ‘Jadi, Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu,[29] yang telah mencapai jalan benar yang diperlukan yang menuju kepada lenyapnya kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak?’ [278]
‘Raja para Dewa, Aku menyatakan ada dua jenis kebahagiaan:[30] jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku bagi ketidakbahagiaan[31] dan keseimbangan.[32] Mengapakah Aku menyatakan hal ini sehubungan dengan kebahagiaan? Beginilah Aku memahami kebahagiaan: Ketika Aku mengamati bahwa dalam mengejar kebahagiaan demikian, faktor-faktor tidak baik meningkat dan faktor-faktor yang baik berkurang, maka kebahagiaan demikian harus dihindari. Dan ketika Aku mengamati bahwa dalam mengejar kebahagiaan demikian, faktor-faktor tidak baik berkurang dan faktor-faktor yang baik meningkat, maka kebahagiaan demikian harus dikejar. Sekarang, kebahagiaan demikian yang disertai awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran,[33] dan yang tidak disertai awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, yang ke dua adalah lebih luhur. Hal yang sama berlaku bagi ketidakbahagiaan dan [279] keseimbangan. Dan ini, Raja para Dewa, adalah praktik yang dijalankan oleh bhikkhu itu yang telah mencapai jalan benar ... menuju kepada lenyapnya kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak.’ Dan Sakka mengungkapkan kegembiraannya atas jawaban Sang Bhagavā.
2.4. Kemudian Sakka, setelah mengungkapkan penghargaannya, menanyakan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian yang diharuskan oleh peraturan?’[34]
‘Raja para Dewa, Aku menyatakan ada dua jenis perbuatan jasmani: jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku bagi ucapan dan dalam mengejar tujuan. [280] Mengapakah Aku menyatakan hal ini sehubungan dengan perbuatan jasmani? Beginilah Aku memahami perbuatan jasmani: Ketika Aku mengamati bahwa dengan melakukan suatu perbuatan tertentu, faktor-faktor tidak baik meningkat dan faktor-faktor yang baik berkurang, maka perbuatan jasmani demikian harus dihindari. Dan ketika Aku mengamati bahwa dengan melakukan suatu perbuatan tertentu, faktor-faktor tidak baik berkurang dan faktor-faktor yang baik meningkat, maka perbuatan jasmani demikian harus diikuti. Itulah sebabnya, Aku membuat perbedaan ini. Hal yang sama berlaku untuk ucapan dan dalam mengejar tujuan. [281] Dan ini, Raja para Dewa, adalah praktik yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian yang diharuskan oleh peraturan.’ Dan Sakka mengungkapkan kegembiraannya atas jawaban Sang Bhagavā.
2.5. Kemudian Sakka mengajukan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian atas indria-indrianya?’