//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: membunuh akhirya menjadi kebiasaan  (Read 63608 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #120 on: 04 December 2012, 02:22:30 PM »
Sy Rasa TepatNya bukan secara langsung sy menanyakan Boleh atau Tidak, tetapi ada keadaan/kondisi yang tidak bisa menghindar dari hal tersebut (membunuh). Bagaimana Guru Buddha Menyikapinya atau mungkin dari Murid2 beliau..

kalau soal nyamuk,
ada kondisi yg bisa menghindar dari membunuh
hanya bukanlah kondisi yg mau gampangnya, cepat, praktis, tidak repot
untuk menghindari membunuh itu jauh lebih repot, usaha ekstra
mesti bersih2, pasang sekat nyamuk, pake lotion, dan bermacam2 cara lain

biarpun nyamuk itu dibunuh
atau nyamuk itu berusaha dihindari tanpa dibunuh
sama2 tidak 100% menjamin tidak akan digigit
karena nyamuk terus menerus berkembang biak
soal malaria, demam berdarah, juga probabilitas, bukan hal yg mutlak

=====================================

kalo menurut saya, kondisi yang tidak bisa menghindar dari hal tersebut (membunuh)
mungkin contohnya: pembelaan diri waktu akan dibunuh, sampai akhirnya "terpaksa" membunuh lawan
padahal kondisi ini sebenarnya juga bukan "terpaksa"
karena masih ada pilihan kabur, dibunuh, membunuh, dll

YM Angulimala dilempar batu oleh org yg marah
(oleh korban yg dulu saudara, teman, kerabatnya dibunuh olehnya )
sampai kepalanya bocor dan berdarah
YM Anglimala dalam keadaan terdesak
tidak membela diri, tidak melawan
bahkan saat nyawanya genting, tidak berusaha membalas
tidak menyerang balik org2 itu, tidak membunuh org2 itu
(kalau situasi zaman sekarang, ada yg karena alasan membela diri, menyelamatkan nyawa sendiri sampai membunuh lawannya)

YM Mahamoggalana ketika sedang berdiam diri
diserang oleh segerombolan penjahat
dipukuli sampai tulangnya remuk
juga tidak melawan, dan tidak membunuh lawannya

=========================================

bro Nagasena juga sudah berulang kali
menyatakan sendiri kalau membunuh itu ada karma buruknya
tapi mungkin menanyakan kadar karma buruknya apakah tergantung niat membunuh, alasan membunuh, kondisi pikiran saat membunuh, kondisi keadaan, dll

nag, ini sebenarnya pertanyaan yg bagus
dan mungkin kadar karma buruknya memang berbeda2 sesuai kondisi
tapi tetap saja ada karma buruknya
dan karma bukan matematika, susah ngitung kadar nya

misalnya kalau seseorang memilih membunuh nyamuk
karena khawatir anaknya terkena malaria, dll
tetap ada karma buruk membunuh nyamuk (cetana 1 )
dan ada juga karma baik melindungi anaknya (cetana 2 )
jadi itu sudah pilihan org yg membunuh itu
dan dia sudah tau konsekuensi dari perbuatannya

contohnya: kakak saya membunuh nyamuk di kamarnya
karena bayinya alergi digigit nyamuk, akan bengkak bernanah
bayinya kulit sensitif jadi juga ngk pake lotion anti nyamuk
kamar sudah disekat, dibersihkan, dan upaya lainnya
tapi kalo keliatan ada 1 nyamuk terbang deket2 bayinya,
tetep nyamuk itu dibunuh
dan kakak saya sadar 100 % kalau membunuh itu karma buruk
dan dia juga sadar pengen melindungi bayinya
jadi dia menerima konsekuensi karma buruk itu
yag sudah, itu kan pilihan dia sendiri
dan dia juga sadar membunuh 1 makhluk kecil
kalau ditimbun berkali2, juga lama2 jadi besar karmanya
jadi dia juga antara enggan, dan berusaha untuk mengurangi membunuh nyamuk
« Last Edit: 04 December 2012, 02:32:25 PM by bluppy »

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #121 on: 04 December 2012, 02:36:34 PM »
contoh 1: MN 27

13. “Setelah meninggalkan keduniawian dan memiliki latihan dan gaya hidup kebhikkhuan, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; mengambil hanya apa yang diberikan, menerima hanya apa yang diberikan, dengan tidak mencuri ia berdiam dalam kemurnian. Meninggalkan kehidupan tidak-selibat, ia melaksanakan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari praktik vulgar hubungan seksual.

Contoh 2:MN 41  Sāleyyaka Sutta

12. “Dan bagaimanakah, para perumah tangga, tiga jenis perilaku jasmani yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik? Di sini seseorang, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, ia menghindari pembunuhan makhluk hidup, dengan tongkat dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasihan kepada semua makhluk hidup. Dengan meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan; ia tidak mengambil harta dan kekayaan orang lain di desa atau hutan dengan cara mencuri. Dengan meninggalkan perbuatan salah dalam kenikmatan indria, ia menghindari perbuatan salah dalam kenikmatan indria; ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu, ayah, ibu dan ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, atau sanak saudara mereka, yang memiliki suami, yang dilindungi oleh hukum, atau dengan mereka yang mengenakan kalung bunga sebagai tanda pertunangan. Itu adalah tiga jenis perilaku jasmani yang sesuai dengan Dhamma, perilaku yang baik. [288]

Maaf ini Nasehat untuk Para KeBhikkuan atau untuk ummat awam Juga?Maksudnya dari Kisah itu, Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma itu kepada siapa? bisa anda tidak memengal ayat2 sutta Diatas, sy Tidak Tahu sebelum dan sesudahnya adaKah masih bersambung atau tidaknya dari ayat2 Sutta yg Anda Post itu. Seperti yg sy Katakan sebeblumNya Jika Kita memotong keutuhan suatu ayat akan memiliki arti dan makna yg berbeda..


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #122 on: 04 December 2012, 02:49:49 PM »
Maaf ini Nasehat untuk Para KeBhikkuan atau untuk ummat awam Juga?Maksudnya dari Kisah itu, Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma itu kepada siapa? bisa anda tidak memengal ayat2 sutta Diatas, sy Tidak Tahu sebelum dan sesudahnya adaKah masih bersambung atau tidaknya dari ayat2 Sutta yg Anda Post itu. Seperti yg sy Katakan sebeblumNya Jika Kita memotong keutuhan suatu ayat akan memiliki arti dan makna yg berbeda..



saya hanya mengambil pargraf tentang aturan tidak membunuh, karena akan terlalu panjang untuk memuat seluruh sutta. apakah menurut anda dalam hal ini, ajaran tidak membunuh itu hanya utk para bhikkhu? untuk mengantisipasi itu maka saya menampilkan sutta #2 yg ditujukan kepada perumah tangga.  jika anda ingin membaca seluruhnya, saya juga sudah mencantumkan nomor/judul sutta-nya.

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #123 on: 04 December 2012, 03:10:19 PM »
kalau soal nyamuk,
ada kondisi yg bisa menghindar dari membunuh
hanya bukanlah kondisi yg mau gampangnya, cepat, praktis, tidak repot
untuk menghindari membunuh itu jauh lebih repot, usaha ekstra
mesti bersih2, pasang sekat nyamuk, pake lotion, dan bermacam2 cara lain

biarpun nyamuk itu dibunuh
atau nyamuk itu berusaha dihindari tanpa dibunuh
sama2 tidak 100% menjamin tidak akan digigit
karena nyamuk terus menerus berkembang biak
soal malaria, demam berdarah, juga probabilitas, bukan hal yg mutlak

=====================================

kalo menurut saya, kondisi yang tidak bisa menghindar dari hal tersebut (membunuh)
mungkin contohnya: pembelaan diri waktu akan dibunuh, sampai akhirnya "terpaksa" membunuh lawan
padahal kondisi ini sebenarnya juga bukan "terpaksa"
karena masih ada pilihan kabur, dibunuh, membunuh, dll

YM Angulimala dilempar batu oleh org yg marah
(oleh korban yg dulu saudara, teman, kerabatnya dibunuh olehnya )
sampai kepalanya bocor dan berdarah
YM Anglimala dalam keadaan terdesak
tidak membela diri, tidak melawan
bahkan saat nyawanya genting, tidak berusaha membalas
tidak menyerang balik org2 itu, tidak membunuh org2 itu
(kalau situasi zaman sekarang, ada yg karena alasan membela diri, menyelamatkan nyawa sendiri sampai membunuh lawannya)

YM Mahamoggalana ketika sedang berdiam diri
diserang oleh segerombolan penjahat
dipukuli sampai tulangnya remuk
juga tidak melawan, dan tidak membunuh lawannya

=========================================

bro Nagasena juga sudah berulang kali
menyatakan sendiri kalau membunuh itu ada karma buruknya
tapi mungkin menanyakan kadar karma buruknya apakah tergantung niat membunuh, alasan membunuh, kondisi pikiran saat membunuh, kondisi keadaan, dll

nag, ini sebenarnya pertanyaan yg bagus  ^-^
dan mungkin kadar karma buruknya memang berbeda2 sesuai kondisi
tapi tetap saja ada karma buruknya
dan karma bukan matematika, susah ngitung kadar nya

misalnya kalau seseorang memilih membunuh nyamuk
karena khawatir anaknya terkena malaria, dll
tetap ada karma buruk membunuh nyamuk (cetana 1 )
dan ada juga karma baik melindungi anaknya (cetana 2 )
jadi itu sudah pilihan org yg membunuh itu
dan dia sudah tau konsekuensi dari perbuatannya

contohnya: kakak saya membunuh nyamuk di kamarnya
karena bayinya alergi digigit nyamuk, akan bengkak bernanah
bayinya kulit sensitif jadi juga ngk pake lotion anti nyamuk
kamar sudah disekat, dibersihkan, dan upaya lainnya
tapi kalo keliatan ada 1 nyamuk terbang deket2 bayinya,
tetep nyamuk itu dibunuh
dan kakak saya sadar 100 % kalau membunuh itu karma buruk
dan dia juga sadar pengen melindungi bayinya
jadi dia menerima konsekuensi karma buruk itu
yag sudah, itu kan pilihan dia sendiri
dan dia juga sadar membunuh 1 makhluk kecil
kalau ditimbun berkali2, juga lama2 jadi besar karmanya
jadi dia juga antara enggan, dan berusaha untuk mengurangi membunuh nyamuk

Dari Kisah diatas itu ketika Maha Angulimala sudah Menjadi bhikku?Ia tidak Melakukan Perlawanan karna sudah menyadari bahwa tindak tanduknya sebelum bertemu Sang Buddha hanya berbuat kekejaman jadi tidak melakukan apa2.

Disini sy tidak tahu apakah kita sebagai ummat Buddha bisa memisahkan antara sabda2 Guru Buddha Terhadap ummat Bhikku atau sedang membicarakan kehidupan seorang Pertapa atau seorang Brahman dan sabda2 terhadap ummat awam?Apakah apa2 yg diSabdaKan guru Buddha untuk diJalankan oleh ummat Bhikku SAMA harus diLaukan oleh ummat awam? Sedang Seorang Bhikku sudah tidak Terikat lagi oleh sanak keluarganya maupun yg Lain (Mungkin pandangan sy Salah dalam hal ini, Mohon diLuruskan)

Entah Bagaiman Jika Maha Angulima Ketika sudah menjadi Bhikku melihat orang/mahluk sedang Terancam Jiwanya oleh mahluk/orang Lain. apakah akan tergerak hatinya untuk menolongnya... ??? :( :(

Jika MahaVira seperti yg sy sebutkan sebelumnya memiliki Faham sangat Extrime tidak mengganggu serangga setikitpun apa lagi membunuhnya, tidak makan setiap hari, hidup telanjang tanpai sehelai benangPun.. APa bisa dikatakan Ketika kita/seseorang dalam keadaan bahaya atau sanak keluarga kita dalam bahaya tetapi tidak Melakukan Pembelaan Diri (sperti Angulimala) dimna kita harus menyakiti orang/mahluk Lain, Menurut anda apakah Ini Juga termasuk dalam Keadaan Extrime Dalam Bentuk LAIN.. ??

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #124 on: 04 December 2012, 03:11:44 PM »
Loh ini Kurang JelasKah ?

 "tapi ada saat dimna kondisi seseorang atau mahluk hidup itu untuk Tidak Bisa Menghindar dari tindakan demikian (membunuh)."
sy kira org yg sudah dewasa sudah ngerti maksudnya, :) Contoh2 yg sy berikan adalah sudah dimna seseorang harus melakukan sesuatu sampai melukai bahkan jika diperlukan sampai membunuh.
Maksud saya kondisi nya kan beda" bagi setiap orang, spt yg kera mgkn menurut anda tidak mgkn menghindar pdhal menurutku mungkin saja bisa menghindar membunuh...

Quote
anda sudah mengatakan :Saya Tidak mengatakan langsung diBunuh... (Lihat komentar sy diatas)
Dimna sy Bilang DibenarKan… ?
Dari awal sy sudah mengatakan :
Silahkan anda baca lagi contoh yg sy Tulis dan Fahami :  :D
Jadi ini Beda Toh sama Contoh yg Kamu Berikan?? Yg satu Sudah diselidiki dan diKetahui sedang yang satu BELUM...  ;) ;) tahu2 nie Nuduh anjing yg Gigit  ;D

Mau membunuh nyamuk itu/mengungsi terserah pilihan msg" ok....

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #125 on: 04 December 2012, 03:35:18 PM »
Maksud saya kondisi nya kan beda" bagi setiap orang, spt yg kera mgkn menurut anda tidak mgkn menghindar pdhal menurutku mungkin saja bisa menghindar membunuh...

Klo Menurut anda sih, sy tidak akan memberikan contoh.. Lah ini kan sy yg bertanya. Bisa aja kera itu menyerang orang yg hendak menolong bayi itu. Nah klo posisi demikian apa yg akan anda lakukan?akan berdiam diri digigit, diCakar tanpa melawan sedikitPun...  :-?
Khan sy Juga sudah Menulis Berusaha sebisa mungkin untuk tidak membunuh itu artinya kita gunakan berbagai cara untuk tidak membunuh Tapi jika sudah tidak bisa Dikendalikan tetap menyerang mengancam Nyawa ya membunuh tidak bisa diHindari Kan tohh.. (Klo ada binatang sudah menyerang itu artinya bintang itu Agressive)

Quote
Mau membunuh nyamuk itu/mengungsi terserah pilihan msg" ok....

Mengungsi,,  ^-^ ^-^  Tambah banyak donx Nyamuk dirmh

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #126 on: 04 December 2012, 03:46:54 PM »

Jika MahaVira seperti yg sy sebutkan sebelumnya memiliki Faham sangat Extrime tidak mengganggu serangga setikitpun apa lagi membunuhnya, tidak makan setiap hari, hidup telanjang tanpai sehelai benangPun.. APa bisa dikatakan Ketika kita/seseorang dalam keadaan bahaya atau sanak keluarga kita dalam bahaya tetapi tidak Melakukan Pembelaan Diri (sperti Angulimala) dimna kita harus menyakiti orang/mahluk Lain, Menurut anda apakah Ini Juga termasuk dalam Keadaan Extrime Dalam Bentuk LAIN.. ??


bisakah anda memberikan rujukan tentang klaim anda ini bahwa Mahavira tidak makan setiap hari?

Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #127 on: 04 December 2012, 04:12:58 PM »
Klo Menurut anda sih, sy tidak akan memberikan contoh.. Lah ini kan sy yg bertanya. Bisa aja kera itu menyerang orang yg hendak menolong bayi itu. Nah klo posisi demikian apa yg akan anda lakukan?akan berdiam diri digigit, diCakar tanpa melawan sedikitPun...  :-?
Khan sy Juga sudah Menulis Berusaha sebisa mungkin untuk tidak membunuh itu artinya kita gunakan berbagai cara untuk tidak membunuh Tapi jika sudah tidak bisa Dikendalikan tetap menyerang mengancam Nyawa ya membunuh tidak bisa diHindari Kan tohh.. (Klo ada binatang sudah menyerang itu artinya bintang itu Agressive)

Mengungsi,,  ^-^ ^-^  Tambah banyak donx Nyamuk dirmh

Pilihan saya bisa aja berbeda dgn pilihan orang lain.. Jd ga bs dijadikan patokan... Yg ptg jgn itu bkn membuat org salah paham sbg izin bole melanggar sila.

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #128 on: 04 December 2012, 04:25:16 PM »
bisakah anda memberikan rujukan tentang klaim anda ini bahwa Mahavira tidak makan setiap hari?

Tidak Makan setiap hari Maksudnya Bukan Tidak Makan atau Minum SeUmur Hidup.. Maksudnya dalam Laku Spiritualnya...  :-? Masih Ingat Ketika Sang Buddha Menolak cara Extrime ini.. Dan melihat petikan senar yg dilakukan oleh seseorang yang Lewat... Jika TerLalu Kencang maka akan Putus Jika TerLalu Lemah makan tidak akan ada nadanya  ::)

Singkatnya
Quote
At the age of twenty,Mahavira renounced his kingdom and family, gave up his worldly possessions, and spent twelve years as an ascetic. During these twelve years he spent most of his time meditating. He gave utmost regard to other living beings, including humans, animals and plants, and avoided harming them. He had given up all worldly possessions including his clothes, and lived an extremely austere life. He exhibited exemplary control over his senses while enduring the penance during these years. His courage and bravery earned him the name Mahavira. These were the golden years of his spiritual journey at the end of which he achieved arihant status (Menghindari melukai Manusia, hewan dan tanaman )

he meditated day and night, undisturbed and non-perturbed. Avoiding women and giving up the company of householders, he realized singleness. He lodged in workshops, assembling places, manufactories, shed of straw, towns, garden-houses, in cemeteries and burial grounds, or at the foot of a tree, wherever shelter was available. He did not care for sleep for the sake of pleasure and he slept only for 3 hours in his 12.5 years of spiritual pursuit. In winter when cold winds blew, he did not seek sheltered places or kindle wood or seek to cover himself with clothes. In the cold season he meditated in the shade, in summer he exposed himself to the heat. (Tidak Menutupi Tubuhnya dengan Pakaian ketika musim dingin mauPun musim panas, bahkan tidak menyalakan kayu api sedikitpun)

‘Thoroughly knowing the earth-bodies and water-bodies and fire-bodies and wind-bodies, the lichens, seeds and sprouts’ and comprehending ‘that they are, if narrowly inspected, imbued with life’, he avoided all kinds of sin and abstained from all sinful activities. He did not use other’s robe, nor did he eat out of other’s vessel. He did not rub his eyes or scratch his body. Knowing measure in eating and drinking he was not desirous of delicious food, nor had he a longing for it.’ For more than a couple of years he led a religious life without using cold water. He completely abstained from indulgence of the flesh; whether wounded or not, he took no medical treatment. He lived on rough food-rice, pounded jujube and beans. Sometimes he ate stale food. He accepted moist or dry or cold food, old beans, old pap, or bad grain, whatever was available. But where there were hungry birds, animals or thirsty beings or beggars standing in his way, he would go past that place without begging alms. He kept fasts; sometimes he ate only the sixth meal, or the eighth, or the tenth, or the twelfth; sometimes he did not drink for half a month or even for a month or for more than two months or even six months
(Tidak Menggosok Mata, menggaruk tubuh. memakan Makanan Yang Tidak diMasak langsung dimakan, Kadang Makan Makanan BASI, menerima makan2 yg Tidak layak dimakan apa saja. Ia Puasa Tidak makan semau-maunya gak ada Aturannya semaunya saja  ;D )

in accordance with the rules of the order he wandered about unceasingly, except for the four months of the rainy season. During the rest of the year, he lived in villages only a single night and in towns only five nights. He was indifferent alike to the smell of ordure and the sweet scent of sandal, to straw and jewel, dirt and gold, pleasure and pain, his world and the world beyond, to life and death. His mind was completely free from attachment. Circumspect in his thought, words and acts, he moved without wrath, pride, deceit and greed. Like water in a vessel, he was unattached in the midst of sin. During the course of his travels, he visited the pathless country of the Ladhas, in Vajrabhumi and in Subbhabhumi; and here his troubles were endless. The rude natives of the place attacked him and set dogs to bite him. He endured the abusive language of the rustics and bore pain, free from desire. “When he approached the village the inhabitants met him on the outside and attacked him, saying ‘Get away from here’. He was struck with a stick, the fist, a lance, hit with a fruit, a clod a potsherd. Beating him again and again many cried. Once when he sat in meditation, without moving his body they cut his flesh, tore his hair under pains, or covered him with dust. They disturbed him in his religious postures”. But like a hero at the head of a battle, bearing all hardships he reached on his path wholly undisturbed." (Tidak peduli sama bau2 Kotoran dan apapun Juga, )

http://en.wikipedia.org/wiki/Mahavira

Offline NagaSena

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 134
  • Reputasi: -6
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #129 on: 04 December 2012, 04:37:38 PM »
Pilihan saya bisa aja berbeda dgn pilihan orang lain.. Jd ga bs dijadikan patokan... Yg ptg jgn itu bkn membuat org salah paham sbg izin bole melanggar sila.

banyak Sudah yg sy Contohkan dan itu benar2 Terjadi Jika seseorang dlm keadaan demikian apa yg akan dilakukan...  :-? :-?
Dalam posisi hal2 demikian Silahkan anda pikir dengan Akal Sehat anda sendiri Boleh diLakukan atau tidak  :-? :-?

(Sebenarnya Kata "BOLEH", Sy sudah Katakan Ini sbelumnya Bahwa Kata BOLEH disini Bisa Ambigu.  Tetapi ada keadaan/kondisi yang tidak bisa menghindar dari hal tersebut (membunuh)"

Tinggal bagaimana dngan Caranya melakukan Hal Tersebut Dengan kekejaman atau dengan penyeselan...  ^-^ ^-^




Offline Rico Tsiau

  • Kebetulan terjoin ke DC
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.976
  • Reputasi: 117
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #130 on: 04 December 2012, 04:49:28 PM »
cape dehhhh...  #-o

ya sudah lah, yang waras ngalah aja.

gelas sudah penuh, dan empunya menolak untuk mengosongkannya. jadi mau ngapain lagi?

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #131 on: 04 December 2012, 04:59:25 PM »
Semuanya benar, menurut pandangannya masing2  :)) :))

Yang penting semua sepakat bahwa Pancasila Buddhis sila pertama itu menghindari membunuh.

Perkara mau melakukan atau tidak itu menjadi urgensi dan urusan pribadi masing.  Tinggal menimbang untung ruginya melakukan atau tidak.  Setuju ?  ;)
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #132 on: 04 December 2012, 08:22:44 PM »
Disini sy tidak tahu apakah kita sebagai ummat Buddha bisa memisahkan antara sabda2 Guru Buddha Terhadap ummat Bhikku atau sedang membicarakan kehidupan seorang Pertapa atau seorang Brahman dan sabda2 terhadap ummat awam?Apakah apa2 yg diSabdaKan guru Buddha untuk diJalankan oleh ummat Bhikku SAMA harus diLaukan oleh ummat awam? Sedang Seorang Bhikku sudah tidak Terikat lagi oleh sanak keluarganya maupun yg Lain (Mungkin pandangan sy Salah dalam hal ini, Mohon diLuruskan)
Quote
nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada umat awam dengan para Bhikkhu memang berbeda, namun Sang Buddha sama-sama mengajarkan ajaran tidak membunuh, baik itu kepada umat awam maupun Bhikkhu...
tidak ada pengecualian
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #133 on: 04 December 2012, 11:37:15 PM »
Tidak Makan setiap hari Maksudnya Bukan Tidak Makan atau Minum SeUmur Hidup.. Maksudnya dalam Laku Spiritualnya...  :-? Masih Ingat Ketika Sang Buddha Menolak cara Extrime ini.. Dan melihat petikan senar yg dilakukan oleh seseorang yang Lewat... Jika TerLalu Kencang maka akan Putus Jika TerLalu Lemah makan tidak akan ada nadanya  ::)

Singkatnya

dongeng tentang petikan senar itu adalah HOAX, silakan anda membuktikan sebaliknya.

Quote
At the age of twenty,Mahavira renounced his kingdom and family, gave up his worldly possessions, and spent twelve years as an ascetic. During these twelve years he spent most of his time meditating. He gave utmost regard to other living beings, including humans, animals and plants, and avoided harming them. He had given up all worldly possessions including his clothes, and lived an extremely austere life. He exhibited exemplary control over his senses while enduring the penance during these years. His courage and bravery earned him the name Mahavira. These were the golden years of his spiritual journey at the end of which he achieved arihant status (Menghindari melukai Manusia, hewan dan tanaman )

he meditated day and night, undisturbed and non-perturbed. Avoiding women and giving up the company of householders, he realized singleness. He lodged in workshops, assembling places, manufactories, shed of straw, towns, garden-houses, in cemeteries and burial grounds, or at the foot of a tree, wherever shelter was available. He did not care for sleep for the sake of pleasure and he slept only for 3 hours in his 12.5 years of spiritual pursuit. In winter when cold winds blew, he did not seek sheltered places or kindle wood or seek to cover himself with clothes. In the cold season he meditated in the shade, in summer he exposed himself to the heat. (Tidak Menutupi Tubuhnya dengan Pakaian ketika musim dingin mauPun musim panas, bahkan tidak menyalakan kayu api sedikitpun)

‘Thoroughly knowing the earth-bodies and water-bodies and fire-bodies and wind-bodies, the lichens, seeds and sprouts’ and comprehending ‘that they are, if narrowly inspected, imbued with life’, he avoided all kinds of sin and abstained from all sinful activities. He did not use other’s robe, nor did he eat out of other’s vessel. He did not rub his eyes or scratch his body. Knowing measure in eating and drinking he was not desirous of delicious food, nor had he a longing for it.’ For more than a couple of years he led a religious life without using cold water. He completely abstained from indulgence of the flesh; whether wounded or not, he took no medical treatment. He lived on rough food-rice, pounded jujube and beans. Sometimes he ate stale food. He accepted moist or dry or cold food, old beans, old pap, or bad grain, whatever was available. But where there were hungry birds, animals or thirsty beings or beggars standing in his way, he would go past that place without begging alms. He kept fasts; sometimes he ate only the sixth meal, or the eighth, or the tenth, or the twelfth; sometimes he did not drink for half a month or even for a month or for more than two months or even six months
(Tidak Menggosok Mata, menggaruk tubuh. memakan Makanan Yang Tidak diMasak langsung dimakan, Kadang Makan Makanan BASI, menerima makan2 yg Tidak layak dimakan apa saja. Ia Puasa Tidak makan semau-maunya gak ada Aturannya semaunya saja  ;D )

in accordance with the rules of the order he wandered about unceasingly, except for the four months of the rainy season. During the rest of the year, he lived in villages only a single night and in towns only five nights. He was indifferent alike to the smell of ordure and the sweet scent of sandal, to straw and jewel, dirt and gold, pleasure and pain, his world and the world beyond, to life and death. His mind was completely free from attachment. Circumspect in his thought, words and acts, he moved without wrath, pride, deceit and greed. Like water in a vessel, he was unattached in the midst of sin. During the course of his travels, he visited the pathless country of the Ladhas, in Vajrabhumi and in Subbhabhumi; and here his troubles were endless. The rude natives of the place attacked him and set dogs to bite him. He endured the abusive language of the rustics and bore pain, free from desire. “When he approached the village the inhabitants met him on the outside and attacked him, saying ‘Get away from here’. He was struck with a stick, the fist, a lance, hit with a fruit, a clod a potsherd. Beating him again and again many cried. Once when he sat in meditation, without moving his body they cut his flesh, tore his hair under pains, or covered him with dust. They disturbed him in his religious postures”. But like a hero at the head of a battle, bearing all hardships he reached on his path wholly undisturbed." (Tidak peduli sama bau2 Kotoran dan apapun Juga, )

http://en.wikipedia.org/wiki/Mahavira


bagian yg saya tandai dengan bold menunjukkan bahwa ia juga makan dan minum yg otomatis menggugurkan claim anda itu.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: membunuh akhirya menjadi kebiasaan
« Reply #134 on: 05 December 2012, 05:48:52 AM »
dongeng tentang petikan senar itu adalah HOAX, silakan anda membuktikan sebaliknya.

bagian yg saya tandai dengan bold menunjukkan bahwa ia juga makan dan minum yg otomatis menggugurkan claim anda itu.

mungkin suka baca berita HOAX kale !, makanya jadi tidak waras* :))

*berdasarkan asumsi bro Rico
cape dehhhh...  #-o

ya sudah lah, yang waras ngalah aja

gelas sudah penuh, dan empunya menolak untuk mengosongkannya. jadi mau ngapain lagi?
« Last Edit: 05 December 2012, 06:01:07 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.