//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?  (Read 3632 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« on: 28 November 2011, 01:11:30 AM »
Namo Buddhaya,

Mohon komentar teman2 dg pendapat berikut:


7.   Kami tidak menyatakan berikut inilah yang terjadi, tapi hanya sebagai sekedar masukkan, feedback, nilai-nilai etika masyarakat umum dan Dhamma-Vinaya yang kami, perumah tangga pahami adalah sbb:

a)   Jangan menginginkan milik, wewenang orang/pihak lain, apalagi dengan cara mendepak “pemilik”-nya (baca: CARA yang tidak etis). Sangat gamblang, keinginan dan sikap demikian tidak selaras etika masyarakat, apalagi dalam lingkup organisasi spiritual, tentu semakin dinilai tidak wajar. Apalagi bila dilihat dari sudut Dhamma-Vinaya, keinginan dan sikap demikian adalah sangat tidak terpuji oleh para bijaksana.

b)   Keinginan dan sikap demikian juga bibit konflik, bibit ketidakdamaian, bibit perpecahan antar organisasi, lembaga. Saran, permintaan tersebut juga membuat anggota organisasi tersebut menjadi pro dan kontra, bersitegang, debat, ribut yang akhirnya berujung pada TERPECAH-BELAH. Bila dampak ini sampai terjadi, maka Saran kita, apapun alasannya akan menjadi tercela oleh para bijaksana.

c)   Dana, pemberian yang terpuji oleh para bijaksana adalah dana yang diberikan karena pemahaman dan keiklasan, bukan karena:
•   Asal taat, asal nurut, asal percaya kepada siapapun.
•   keluguannya, ketidaktahuannya, kebodohannya, ketidakmengertiannya karena trik cara meminta yang tidak transparans atau terselubung.
•   Tekanan/paksaan secara halus akibat relasi--saran seorang majikan kepada pembantunya, atau guru kepada muridnya, bhikkhu Senior kepada bhikkhu Yunior, misalnya mengandung unsur TEKANAN, PAKSAAN yang tentunya bertolak belakang dengan makna KEIKLASAN.
•   Termasuk bebas dari iming-iming agar mendapat pahala, kita bukan anak kecil lagi yang perlu memakai cara kekanak-kanakan begini. Ini bisa membingungkan dan menyesatkan umat, memunculkan pamrih yang belum muncul. Mestinya Guru pembina lebih mengedepankan keiklasan yang didasari PENGERTIAN, PEMAHAMAN.

d)   Bila kita hendak meminta sesuatu dari pihak lain: kita mesti menjelaskan secara detil, jujur dan transparans apa sesungguhnya yang kita minta, apa makna dan akibat dari segi hukum, organisasi, hak, otoritas, wewenang, dlsb. atas isi saran, permintaan kita. Bahwa saran kita bermakna pengambilalihan seluruh hak/ wewenang dan asset orang tersebut, bahwa akibatnya orang tersebut tidak punya wewenang apapun lagi atas apa yg kita minta. Dengan cara demikian, kita terbebaskan dari segala prasangka dan tudingan miring (misalnya : Saran terselubung, pengelabuan, mencoba memanfaatkan keluguan, ketidaktahuan seseorang), sekaligus memberi contoh teladan cara meminta yang terpuji oleh para bijaksana.

Itulah cara meminta dan memberi yang terpuji. Baik pemberi maupun penerima akan dipuji oleh para bijaksana.
   Peminta, Penerima dipuji karena bersikap jujur dan mencerdaskan, karena sudah memberikan pengertian yang apa adanya, tak ada udang dibalik batu, Tanpa unsur konflik kepentingan, artinya tidak ada unsur ngotot meminta. Baik diberi ataupun tidak, tetap mengucapkan “Tengkiyu”, yang bebas dari kejengkelan bila tidak diberi. Posisi terhormat yang tidak mungkin mendapat cibiran miring.

   Pemberi dipuji karena telah memberi dengan pengertian, pemahaman dan keiklasan. Bukan TERPAKSA karena rasa sungkan, ewuh-pakewuh, rasa hormat kepada Gurunya, asal taat, asal percaya kepada siapapun, ataupun HANYA karena mengejar iming-iming pahala yang dijanjikan. Semangat Kalama Sutta.

Kedua belah pihak memperoleh pujian dari para bijaksana, berkah sejati, pahala sejati. Bahkan pihak lain yang menontonpun memperoleh manfaat dari cara meminta dan memberi yang dipuji oleh para bijaksana ini. Bisa dan patut dijadikan suri tauladan oleh siapapun.

e)   Bersikap yang wajar dan sepatutnya kepada mereka yang sudah berjasa. Bukannya main depak dan tendang kepada yang telah memberi wadah, hanya demi melampiaskan kebencian, arogansi/sok kuasa dan mengejar jabatan, wewenang dan asset banguan mati, keduniawian.

f)   Dalam membantu siapapun, mesti iklas dan tanpa pamrih. Pengabdian bukan untuk MEMINTA apalagi rebutan jabatan/wewenang dengan main sikut, jegal dan depak. Kekisruhan satu yayasan, organisasi JANGAN dianggap sebagai kesempatan menginginkan pamrih apapun, baik buat diri sendiri maupun organisasi sendiri. Apalagi bila karena saran, permintaan kita berdampak membuat anggota yayasan, organisasi tersebut pro dan kontra, terpecah belah, ini sangat tercela oleh para bijaksana.

g)   Kerendahhatian, bebas dari keangkuhan, arogansi, kesombongan: MERASA BERHAK MEMINTA, MERASA LEBIH BERHAK atas Hak/Wewenang pihak lain. Merasa paling mampu, hebat, superior, mahir, bersih, suci. Ini arogansi, kesombongan yang mestinya kita hindari di masyarakat umum, apalagi dalam masyarakat, lingkup spiritual. Kalau kita MERASA mampu, piawai serta bijaksana, mestinya tularkan kemampuan kita, bimbing mereka yang dianggap dungu agar bisa mandiri, cerdas, dewasa, dengan iklas tanpa pamrih apapun. Bebas dari konflik kepentingan pribadi maupun organisasi.

h)   Saling menghormati dan menghargai antar organisasi, yayasan, lembaga, demi kedamaian, kerukunan, keakuran, keharmonisan semua pihak. Utamakan keselamatan Persatuan, kerukunan umat, organisasi, lembaga, yayasan Buddhist di atas keinginan memperoleh wewenang, jabatan, baik atas nama pribadi maupun organisasi.



Silahkan dikoment, kritik atau apapun.
 ;D




Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #1 on: 28 November 2011, 01:16:24 AM »
Yah, semua orang cendrung merasa pendapat, pandangannya yg paling benar. :D

Coba kita diskusikan bersama.

Thanks

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #2 on: 28 November 2011, 01:51:17 AM »
BERNIAT dan MERENCANAKAN pengambilalihan satu yayasan bukan atas INISIATIF dari yang berhak (Badan Pendiri-nya), adalah NIAT dan RENCANA serta TINDAKAN yang mestinya kita semua hindari, apalagi dalam lingkungan organisasi, yayasan spiritual; bagaimanapun mulia/luhur motivasi (menurut subyektifitas) kita. Motivasi (yang menurut subyektifitas kita adalah) mulia tidak bisa dijadikan pembenar untuk menginginkan hak, wewenang orang/pihak lain. Bila–anggota--SSS memberikan contoh bahwa motivasi luhur (menyelamatkan, melindungi asset YYY, misalnya) bisa dipakai alasan untuk menginginkan hak atau wewenang pihak lain, bahkan sampai melakukan pendepakan, maka umat yang lugu dan arogan akan ikut-ikutan meneladani, bertindak semau gue, acuan Dhamma-Vinaya diabaikan, asal MERASA motivasinya mulia. Bagaimana kacaunya organisasi yang memakai sudut pandang demikian. Karena–hampir--semua orang/pihak selalu merasa paling benar, paling mulia, paling luhur motivasinya. Bahkan terorispun MERASA motivasinya luhur dan mulia.

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #3 on: 28 November 2011, 09:46:10 AM »
bagaimana mendirikan, merawat, menyusun pengurus, management, dan menerima sumbangan yg baik dan benar utk sebuah vihara ?

supaya tidak abu2,

sejak awal dirancang utk tidak abu2 !
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #4 on: 28 November 2011, 10:25:23 AM »
bagaimana mendirikan, merawat, menyusun pengurus, management, dan menerima sumbangan yg baik dan benar utk sebuah vihara ?

supaya tidak abu2,

sejak awal dirancang utk tidak abu2 !
pernah menjadi pengurus Vihara, ngga Bro?

yang saya alami, agak sulit mencari umat yg mau diajak menjadi pengurus.
Kita bukan orang profesional, tapi memberanikan diri untuk ikut berpartisipasi. :)

 _/\_

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #5 on: 28 November 2011, 10:46:38 AM »
pernah menjadi pengurus Vihara, ngga Bro?

yang saya alami, agak sulit mencari umat yg mau diajak menjadi pengurus.
Kita bukan orang profesional, tapi memberanikan diri untuk ikut berpartisipasi. :)

 _/\_

seperti halnya Walmart saat ini memiliki 8,500 supermarket di 15 negara,
dan boleh dikatakan terurus dgn "baik", jadi setidaknya wihara pun dpt begitu!

nah apakah boleh pakai pengurus professional (dan membayar gaji) ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #6 on: 28 November 2011, 01:43:15 PM »
seperti halnya Walmart saat ini memiliki 8,500 supermarket di 15 negara,
dan boleh dikatakan terurus dgn "baik", jadi setidaknya wihara pun dpt begitu!

nah apakah boleh pakai pengurus professional (dan membayar gaji) ?
;D  ;D  ;D


Kami juga bukan organisasi bisnis yang memakai prinsip: “Pemilik saham/ uang/ materi terbesarlah penentu keputusan organisasi”. Pemaksaan kehendak pribadi dengan mengandalkan faktor materi, uang justru sikap dan tindakan yang tercela dan memalukan diri sendiri dalam organisasi spiritual. Membunuh karakter sendiri. Mencoba memakai kekuatan uang, materi hanya akan mencoreng diri sendiri dan siapapun yang mendukungnya. Kami adalah organisasi sosial keagamaan yang memakai musyawarah mufakat atau suara terbanyak dalam menentukan keputusan organisasi, ada aturan yang kami sepakati bersama, sesuai AD/ART Yayasan kami.

Tujuan bisnis berbeda sekali dg Tujuan membangun vihara, bro.
Kode etik nya juga jauh berbeda.

Tapi soal menggaji pengurus prof, saya rasa masih belum umum. Biasanya adalah pengabdian belaka. Bisa ikut berpartisipasi, berdana tenaga, pikiran dan waktu biasanya karena senang melakukannya.

Dalam organisasi permasalahan utama adalah sebagian cendrung: ingin pendapatnya yg diputuskan sebagai keputusan organisasi. Di sini yg sering menjadi sumber konflik. Kadang ada yg memaksakan kehendak dg cara2 yg tidak selaras dg kode etik organisasi spiritual.

 _/\_

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #7 on: 28 November 2011, 04:52:32 PM »
Quote
Dalam organisasi permasalahan utama adalah sebagian cendrung: ingin pendapatnya yg diputuskan sebagai keputusan organisasi. Di sini yg sering menjadi sumber konflik. Kadang ada yg memaksakan kehendak dg cara2 yg tidak selaras dg kode etik organisasi spiritual.

1 contohnya spt apa kode etik organisasi spiritual ?
2 keputusan adalah tergantung jumlah hak suara, mengenai lobbying itu ya tergantung masing2 org dehh

apakah begitu
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #8 on: 28 November 2011, 05:45:27 PM »
"aturan main-nya" di buat dan di cantum-kan di dalam ADRT (anggaran dasar Rumah Tangga) sebuah yayasan / organisasi... inilah yang menjadi "pedoman" untuk operasional.

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #9 on: 28 November 2011, 06:23:59 PM »
"aturan main-nya" di buat dan di cantum-kan di dalam ADRT (anggaran dasar Rumah Tangga) sebuah yayasan / organisasi... inilah yang menjadi "pedoman" untuk operasional.



Bagaimana kalau kita lihat aturan mainnya disini bersama-sama ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #10 on: 29 November 2011, 02:43:03 PM »
1 contohnya spt apa kode etik organisasi spiritual ?
2 keputusan adalah tergantung jumlah hak suara, mengenai lobbying itu ya tergantung masing2 org dehh

apakah begitu
1. Seperti yg bro posting: "uppercut". :-)
Main paksa, main siasat, trik , main catut nama Bhante, Buddha, Tuhan. Memakai otot lengan, kedudukan. Money politic.

2. Organisasi dasarnya kan SEPAKAT UNTUK BERUNDING. Kalao tidak mau, jangan bergabung sejak awal. :D

Soal melobby mencari backing, ini juga siasat. masih boleh, yg penting pendapatnya selaras Dhammavinaya. Backing-nya jangan asal dukung.

Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #11 on: 30 November 2011, 12:47:03 PM »
"aturan main-nya" di buat dan di cantum-kan di dalam ADRT (anggaran dasar Rumah Tangga) sebuah yayasan / organisasi... inilah yang menjadi "pedoman" untuk operasional.
Ketinggalan, maaf, bro  :)

 
Ya semestinya demikian.

Setahu saya, segala kemungkinan sudah ada dalam AD ART. Yang bikin SH. Dan kita2 juga mencontek AD ART, yayasan senior2 Buddhist yg ada, dan disesuaikan dengan sikon kami. Seperti misalnya, ada klausul bila Yys bubar, ada tertulis dalam AD: Asset yys akan dihibahkan kepada yayasan sejenis yg mempunyai visi dan misi yg sama, lewat Rapat badan Pendiri.

Jadi, bukan main rebutan seperti kucing garong yang main hukum rimba, ya. :D
ADA ATURAN TERTULIS YG KAMI SUDAH SEPAKATI BERSAMA. yayasan adalah organisasi, ada aturannya yg jelas.

Tapi kalao mau memakai kearogansian, memaksakan pendapat, keinginan pribadi (dalam organisasi apapun), yah bagaimana lagi.....

Awalnya kami cukup yakin sangha akan bijak menangani masalah. Ini organisasi spiritual Buddhist. Bukan organisasi bisnis, politik, ataupun yg mengejar keduniawian.

Dalam hal kami, masalah uang tidak ada masalah. Pertanggungjawaban keuangan sudah diterima semua pihak.
Masalahnya hanya pada: "KEINGINANKU yg harus jalan!!!".
Sesuatu yg mustahil dalam organisasi.


Yang tidak kami pahami, anehnya Sangha kok mendukung....

Kami juga bukan organisasi bisnis yang memakai prinsip: “Pemilik saham/ uang/ materi terbesarlah penentu keputusan organisasi”. Pemaksaan kehendak pribadi dengan mengandalkan faktor materi, uang justru sikap dan tindakan yang tercela dan memalukan diri sendiri dalam organisasi spiritual. Membunuh karakter sendiri. Mencoba memakai kekuatan uang, materi hanya akan mencoreng diri sendiri dan siapapun yang mendukungnya. Kami adalah organisasi sosial keagamaan yang memakai musyawarah mufakat atau suara terbanyak dalam menentukan keputusan organisasi, ada aturan yang kami sepakati bersama, sesuai AD/ART Yayasan kami.



 _/\_
 


Offline inJulia

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 256
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« Reply #12 on: 05 December 2011, 12:39:13 PM »

7.   Kami tidak menyatakan berikut inilah yang terjadi,

<<<delete/injulia>>>

Bab 7, selengkapnya:


7.   Kami tidak menyatakan berikut inilah yang terjadi, tapi hanya sebagai sekedar masukkan, feedback, nilai-nilai etika masyarakat umum dan Dhamma-Vinaya yang kami, perumah tangga pahami adalah sbb:


a)   Jangan menginginkan milik, wewenang orang/pihak lain, apalagi dengan cara mendepak “pemilik”-nya (baca: CARA yang tidak etis). Sangat gamblang, keinginan dan sikap demikian tidak selaras etika masyarakat, apalagi dalam lingkup organisasi spiritual, tentu semakin dinilai tidak wajar. Apalagi bila dilihat dari sudut Dhamma-Vinaya, keinginan dan sikap demikian adalah sangat tidak terpuji oleh para bijaksana.

b)   Keinginan dan sikap demikian juga bibit konflik, bibit ketidakdamaian, bibit perpecahan antar organisasi, lembaga. Saran, permintaan tersebut juga membuat anggota organisasi tersebut menjadi pro dan kontra, bersitegang, debat, ribut yang akhirnya berujung pada TERPECAH-BELAH. Bila dampak ini sampai terjadi, maka Saran kita, apapun alasannya akan menjadi tercela oleh para bijaksana.

c)   Dana, pemberian yang terpuji oleh para bijaksana adalah dana yang diberikan karena pemahaman dan keiklasan, bukan karena:
•   Asal taat, asal nurut, asal percaya kepada siapapun.
•   keluguannya, ketidaktahuannya, kebodohannya, ketidakmengertiannya karena trik cara meminta yang tidak transparans atau terselubung.
•   Tekanan/paksaan secara halus akibat relasi--saran seorang majikan kepada pembantunya, atau guru kepada muridnya, bhikkhu Senior kepada bhikkhu Yunior, misalnya mengandung unsur TEKANAN, PAKSAAN yang tentunya bertolak belakang dengan makna KEIKLASAN.
•   Termasuk bebas dari iming-iming agar mendapat pahala, kita bukan anak kecil lagi yang perlu memakai cara kekanak-kanakan begini. Ini bisa membingungkan dan menyesatkan umat, memunculkan pamrih yang belum muncul. Mestinya Guru pembina lebih mengedepankan keiklasan yang didasari PENGERTIAN, PEMAHAMAN.

d)   Bila kita hendak meminta sesuatu dari pihak lain: kita mesti menjelaskan secara detil, jujur dan transparans apa sesungguhnya yang kita minta, apa makna dan akibat dari segi hukum, organisasi, hak, otoritas, wewenang, dlsb. atas isi saran, permintaan kita. Bahwa saran kita bermakna pengambilalihan seluruh hak/ wewenang dan asset orang tersebut, bahwa akibatnya orang tersebut tidak punya wewenang apapun lagi atas apa yg kita minta. Dengan cara demikian, kita terbebaskan dari segala prasangka dan tudingan miring (misalnya : Saran terselubung, pengelabuan, mencoba memanfaatkan keluguan, ketidaktahuan seseorang), sekaligus memberi contoh teladan cara meminta yang terpuji oleh para bijaksana.

Itulah cara meminta dan memberi yang terpuji. Baik pemberi maupun penerima akan dipuji oleh para bijaksana.
   Peminta, Penerima dipuji karena bersikap jujur dan mencerdaskan, karena sudah memberikan pengertian yang apa adanya, tak ada udang dibalik batu, Tanpa unsur konflik kepentingan, artinya tidak ada unsur ngotot meminta. Baik diberi ataupun tidak, tetap mengucapkan “Tengkiyu”, yang bebas dari kejengkelan bila tidak diberi. Posisi terhormat yang tidak mungkin mendapat cibiran miring.

   Pemberi dipuji karena telah memberi dengan pengertian, pemahaman dan keiklasan. Bukan TERPAKSA karena rasa sungkan, ewuh-pakewuh, rasa hormat kepada Gurunya, asal taat, asal percaya kepada siapapun, ataupun HANYA karena mengejar iming-iming pahala yang dijanjikan. Semangat Kalama Sutta.

Kedua belah pihak memperoleh pujian dari para bijaksana, berkah sejati, pahala sejati. Bahkan pihak lain yang menontonpun memperoleh manfaat dari cara meminta dan memberi yang dipuji oleh para bijaksana ini. Bisa dan patut dijadikan suri tauladan oleh siapapun.

e)   Bersikap yang wajar dan sepatutnya kepada mereka yang sudah berjasa. Bukannya main depak dan tendang kepada yang telah memberi wadah, hanya demi melampiaskan kebencian, arogansi/sok kuasa dan mengejar jabatan, wewenang dan asset banguan mati, keduniawian.

f)   Dalam membantu siapapun, mesti iklas dan tanpa pamrih. Pengabdian bukan untuk MEMINTA apalagi rebutan jabatan/wewenang dengan main sikut, jegal dan depak. Kekisruhan satu yayasan, organisasi JANGAN dianggap sebagai kesempatan menginginkan pamrih apapun, baik buat diri sendiri maupun organisasi sendiri. Apalagi bila karena saran, permintaan kita berdampak membuat anggota yayasan, organisasi tersebut pro dan kontra, terpecah belah, ini sangat tercela oleh para bijaksana.

g)   Kerendahhatian, bebas dari keangkuhan, arogansi, kesombongan: MERASA BERHAK MEMINTA, MERASA LEBIH BERHAK atas Hak/Wewenang pihak lain. Merasa paling mampu, hebat, superior, mahir, bersih, suci. Ini arogansi, kesombongan yang mestinya kita hindari di masyarakat umum, apalagi dalam masyarakat, lingkup spiritual. Kalau kita MERASA mampu, piawai serta bijaksana, mestinya tularkan kemampuan kita, bimbing mereka yang dianggap dungu agar bisa mandiri, cerdas, dewasa, dengan iklas tanpa pamrih apapun. Bebas dari konflik kepentingan pribadi maupun organisasi.

h)   Saling menghormati dan menghargai antar organisasi, yayasan, lembaga, demi kedamaian, kerukunan, keakuran, keharmonisan semua pihak. Utamakan keselamatan Persatuan, kerukunan umat, organisasi, lembaga, yayasan Buddhist di atas keinginan memperoleh wewenang, jabatan, baik atas nama pribadi maupun organisasi.

Kami bukan menggurui, tapi sengaja kami ungkapkan pemahaman kami di atas agar SSS berkenan meluruskan bagian manakah yang dianggap keliru. Mana yang patut ditegur, diluruskan dan mana yang patut didukung, ini point paling penting yang patut SSS tegakkan, dalam pembinaan Dhamma-Vinaya. Agar tidak membingungkan atau bahkan justru menyesatkan umat binaan SSS sendiri. Di sinilah kami menduga, SSS telah menggunakan DISINFORMASI (entah dari siapa) dan sengaja dibenturkan pada kami.

***
Walaupun hanya SARAN, tentunya satu saran itu mempunyai batasan, norma juga. Selain sebagai sikap saling menghormati organisasi, yayasan pihak lain, sekaligus utamanya untuk menghormati serta menjaga nama baik organisasi, yayasan sendiri. Ini pilihan sadar sendiri, dan ada konsekuensi moral dari masyarakat Buddhist dan Non Buddhist.


Demikian isi bab 7 selengkapnya.



 

anything