Definisi pseudo-science memang variatif, tapi kalau kita kumpulkan, maka semua akan mengacu ke karakteristik-karakteristik tertentu. Bagaimana jika kita di sini masing-masing membahas salah satu karakteristiknya, kemudian baru kita buat rangkuman?
Saya mulai dengan 'falsifiable'.
Secara gampang, science itu mengamati satu fakta, lalu membuat hipotesis, mengumpulkan dan memproses data-data temuan baru sehingga hipotesis bisa diuji sebagai benar atau salah.
Misalnya pada tahun 1837, Charles Darwin pulang dari Pulau Galapagos dan membawa berbagai sampel burung dari "berbagai spesies". Setelah kemudian diteliti lebih lanjut oleh John Gould, seorang ornithologist, ternyata semuanya itu diidentifikasi berasal dari kelompok finch yang sama, namun memiliki karakteristik khusus yang sangat berbeda sehingga bisa dikelompokkan ke dalam 12 spesies. Charles Darwin kemudian membuat dugaan berikut:
"Seeing this gradation and diversity of structure in one small, intimately related group of birds, one might really fancy that from an original paucity of birds in this archipelago, one species had been taken and modified for different ends"
Pada tahun 1982, burung finch dari pulau tetangga, sampai ke pulau Daphne. Burung-burung pendatang ini body-nya lebih besar, maka burung-burung penghuni lama mendapatkan kompetitor baru dan cenderung kalah bersaing dalam mendapatkan makanan; maka kemudian mereka justru beradaptasi dengan paruh yang lebih kecil untuk memproses makanan yang lebih kecil. Proses ini berlangsung cukup singkat, hanya sekitar 2 dekade saja. Dari penemuan ini maka menguatkan dugaan tentang spesies yang sama yang teradaptasi pola hidup berbeda yang mengubah fisiologis dan pada akhirnya membawa pada spesies yang baru.
*Note: Ini contoh waktu evolusi baru sebatas hipotesis, sekarang ini setelah melewati penelitian dan uji kebenaran secara berulang-ulang, evolusi telah menjadi teori, bukan hipotesis lagi.
Creationism[1] di lain pihak, berusaha mengembangkan psudo-science dengan mengambil kesimpulan terlebih dahulu, yaitu bahwa semuanya ini diciptakan secara langsung dan serentak. Mereka tidak melakukan penelitian sebab sudah punya kesimpulan. Walaupun ada bukti yang menentang, mereka akan membuat dugaan lain, namun kesimpulannya adalah tetap, tidak berubah.
Contoh:
-Sains: berangkat dari dugaan terhadap umur bumi, maka dilakukan penelitian lapisan geografi (tanah, es), perhitungan radio-carbon dating, diambil kesimpulan umur bumi diperkirakan sedikitnya 4.5 milyar tahun.
-Kreasionism: berangkat dari kesimpulan Tuhan menciptakan bumi dalam 6 hari, maka fakta yang menunjukkan sebaliknya diduga sebagai ujian bagi para umat.
[1]Secara teknis, istilah Creationism mencakup kepercayaan pada penciptaan. Namun tidak semuanya menolak evolusi. Kath0lik Roma misalnya, percaya pada penciptaan, dan menganggap evolusi adalah bagian dalam proses penciptaan. Mereka tidak menolak sains ataupun membuat-buat cocologi sendiri, maka tidak digolongkan pada paham baru. Yang biasa disebut Creationism adalah "Young Earth Creationism" yang menolak evolusi dan percaya bumi itu baru 6 hari (bagi fundamentalis literal) atau 6000 ( tafsir 2 Petrus 3:8 ), atau lain-lain tafsiran lagi, namun intinya tidak sesuai sains.
-------
Ini baru satu aspek. Silahkan teman-teman mengoreksi dan/atau menambahkan dari aspek yang lain.
Jadi manusia bersaudara jauh dengan kera? ;D
Ya enggaklah, cuman sepupuan :hammer: kata Darwin.Ohh :)) ^:)^
Untuk yang di bold hitam, mengenai umur bumi, ada juga jawaban dari pak pendeta sbb : "T**** maha kuasa, bisa saja 1 hari bagi T**** adalah 750 juta tahun manusia bumi, maka 6 hari T**** sama dengan 4,5 Milyar tahun manusia."Kalo pak pendeta ngomong begitu, walaupun cocologi entah dari mana, berarti tidak bertentangan dengan sains, dan tidak menganut "Young Earth". Jadi no problem sih...
Rupanya pak pendeta tidak hanya belajar teologi, tetapi juga ilmu cocokmologi. ;D
Jadi manusia bersaudara jauh dengan kera? ;DTergantung definisi 'dekat' itu sendiri. Chihuahua sama Dalmatian saudara 'dekat' atau bukan?
Pseudo-science mengambil dasar atas sejumlah fakta penelitian yang valid, akan tetapi kemudian di-extrapolasi menurut imajinasi / asumsi yang tidak berdasar pada prinsip2 science. Contoh pseudo-science banyak ditemui di produk dan peralatan berkaitan dengan kesehatan alternatif. Pseudo-science ini bisa berkembang dengan mudah karena banyak orang yang mengharapkan terjadinya keajaiban.Menggunakan teori yang valid, tapi aplikasinya kemudian dibelokkan. Poin yang bagus. :)
Tergantung definisi 'dekat' itu sendiri. Chihuahua sama Dalmatian saudara 'dekat' atau bukan?Jauh, seperti orang Amerika dengan orang Indonesia.
Jauh, seperti orang Amerika dengan orang Indonesia.Itu mah bukan 'deket' lagi, tapi masih satu spesies.
Chihuahua, Dalmatian = anjing. Beda;D Yah cuma nanya doang sih.
Bule, Indo = manusia. Ini juga beda
Saya ga ngerti. ^:)^
Kalau sekarang saya bilang "teori evolusi itu mirip dengan yg tertulis di sutta ini dan itu". Apakah ini termasuk pseudo-science dan cocologi, om?
Mohon pencerahannya, om. ;D
Kalau sekarang saya bilang "teori evolusi itu mirip dengan yg tertulis di sutta ini dan itu". Apakah ini termasuk pseudo-science dan cocologi, om?Tergantung bahasannya juga, kalau memang membandingkan secara objektif dan 'tahu diri', tidak akan jadi pseudo-science. Tapi kalau saya lihat penjelasan di sutta tidak ada yang sampai detail dan cukup untuk diselidiki benar atau salah secara empirik. Kalau sudah ke arah pemaksaan (atau cocologi) sutta dengan sains, atau klaim yang tidak terbukti, memang mengarah pada pseudo-science. Misalnya pembahasan Abhidhamma yang (kadang) 'mengklaim sesuai sains' sudah mengarah pada pseudo-science.
Mohon pencerahannya, om. ;D
coba aja baca baca karya "ulama" dan "ilmuwan" yg namanya Harun YahyaDibantu elaborasi donk, om Xeno. Pake satu atau dua contoh akan lebih mencerahkan bagi pembaca.
nah itu contoh pseudo science
Tambah lagi, di Indonesia jg ada, Fahmi Basya
di amerika, google aja Intelligent Design
Misalnya pembahasan Abhidhamma yang (kadang) 'mengklaim sesuai sains' sudah mengarah pada pseudo-science.?
Tergantung bahasannya juga, kalau memang membandingkan secara objektif dan 'tahu diri', tidak akan jadi pseudo-science. Tapi kalau saya lihat penjelasan di sutta tidak ada yang sampai detail dan cukup untuk diselidiki benar atau salah secara empirik. Kalau sudah ke arah pemaksaan (atau cocologi) sutta dengan sains, atau klaim yang tidak terbukti, memang mengarah pada pseudo-science. Misalnya pembahasan Abhidhamma yang (kadang) 'mengklaim sesuai sains' sudah mengarah pada pseudo-science.Apa masalahnya lebih ke ego ya, om?
?Karena sifat 'takut kenyataan berbeda dengan harapan' adalah manusiawi. Jadi terlepas apapun kepercayaan seseorang, selalu ada usaha untuk meneguhkan kepercayaannya itu sebagai 'kebenaran', walaupun harus lewat pembenaran. Semoga dari topik ini kita semua bisa lebih terbuka pada kenyataan dan meninggalkan kepercayaan membuta.
Setuju.
Sains itu bukan kebenaran absolut, tetapi bisa diartikan sebagai pemahaman terbaik atas suatu fenomena berdasarkan data yang ada saat ini. Datanya sendiri seringkali tidak sempurna. Bukankah suatu ironi sesuatu 'kebenaran absolut' diusahakan agar kompatibel dengan sains? Apakah karena faktor kegamangan takut out-of-date?
Apa masalahnya lebih ke ego ya, om?Yang 'lebih ke ego' maksudnya yang mana?
pertanyaan dikit OOT :Nah, ini pertanyaan bagus.
dalam hal menempuh jalan spiritual, sebenarnya apakah perlu sains?
Yang 'lebih ke ego' maksudnya yang mana?
Karena sifat 'takut kenyataan berbeda dengan harapan' adalah manusiawi. Jadi terlepas apapun kepercayaan seseorang, selalu ada usaha untuk meneguhkan kepercayaannya itu sebagai 'kebenaran', walaupun harus lewat pembenaran. Semoga dari topik ini kita semua bisa lebih terbuka pada kenyataan dan meninggalkan kepercayaan membuta.Thanks. :)
Nah, ini pertanyaan bagus.
Tapi sebelum bisa jawab, harus tahu dulu 'jalan spiritual' yang bagaimana, dan sains yang bagaimana?
spiritual, asumsikan saja ke-agama-an (mungkin dipersempit, dalam hal ini buddhisme);D Iya, sepertinya kalau ini tidak berhubungan.
sains, asumsikan saja bukti/pengetahuan bahwa gravitasi bulan 1/6 bumi
mungkin terlalu gak berhubungan yach?
atau saya ganti sains dengan bukti2 (pada batas tertentu) terhadap evolusi.Jika perbandingannya dalam konteks itu, maka sudah jelas-jelas tidak sesuai sains. Misalnya Aggaññasutta membahas bagaimana makhluk-makhluk berevolusi dari 'halus' (bercahaya) menjadi 'padat'. Pada saat menjadi padat pun, dikatakan belum memiliki jenis kelamin. Barulah kemudian yang berkecenderungan pada karakter pria mengembangkan organ kelamin pria, dan yang cenderung wanita mengembangkan organ kelamin wanita.
yang dalam buddhisme, sang buddha menerangkan bagaimana dulunya makhluk hidup semakin hari semakin kompleks berbentuk setelah makan sari tanah.
apakah dengan begitu lantas sebagai umat buddha kita harus mencocokkan hal tersebut dan dengan lantang berkata bahwa buddhisme sesuai sains.
nah hal tersebut apakah 'perlu' dalam menempuh jalan spiritual buddhisme?Hal ini tampaknya sulit untuk dijawab, mungkin tergantung individu yang menjalani.
Tambahan: Saya tidak akan bosan juga mengingatkan bahwa Aggaññasutta (DN 27) BUKAN khotbah yang menjelaskan evolusi biologis, melainkan evolusi bathin manusia sehingga muncul kasta.
Namun ketika kita berpikir secara ilmiah, mempelajari psikologi manusia dan rentannya pembentukan ingatan-ingatan palsu serta efek sugesti dalam mengarahkan ilusi-ilusi tersebut, maka melihatnya secara berbeda. Alih-alih mendapatkan "saddha" yang berlandaskan spekulasi, kita malah lebih memahami sedikit lebih jauh mengenai pikiran. Pemahaman ini yang membuat kita menjadi lebih memahami bathin kita sendiri dan pada waktunya, mungkin lebih kondusif pada pemahaman kebenaran mulia dalam fenomena, ketimbang suatu 'saddha' yang tidak berdasar.
sisi lainnya (menurut saya) terkadang keinginan membuktikan kesesuaian buddhisme dan sains cenderung (salah satunya) menimbulkan ketidakseimbangan bathin. contoh : merasa bangga bahkan terkadang berlebihan bahwa ajaran yang di anutnya ternyata sesuai sains dan meremehkan ajaran agama lain.Betul, seharusnya kita hanya memahami kebenaran sebagai kebenaran, bukan menganggap 'kebenaran adalah milikku, milik agamaku'. Ini justru kondusif pada kemelekatan dan kesombongan, tidak ada gunanya.
inilah maksud pertanyaan saya pada awal.
atau dualisme ini, satu sisi memberikan saddha dan sisi lainnya berpotensi menjadikan jatuhnya keseimbangan bathin adalah hal yang menjadi epik tersendiri dalam hal ini.
oh begitu ya, mungkin selama ini saya salah mengartikan sutta ini, thank's atas masukannyaSama2. :)
semoga saya tidak salah mengerti, bahwa ini bukan 'pembenaran'.Soal pembenaran atau bukan, harus kita selidiki sendiri. Tapi saya punya keyword: sugesti. Dengan sugesti yang cukup, orang dalam keadaan hipnotis itu bisa mengembangkan 'krativitas' pikiran yang menurut saya bukan hanya 'kehidupan lampau', tapi juga 'sorga-neraka', 'diculik Alien', dan lain-lain.
seperti kita ketahui ada nya science ada juga pseudo-science,
kadang kadang kita umat buddha tidak dapat membedakan nya, apa lagi ada kaum tertentu yang menghendaki penggelapan total terhadap science.