Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain => Topic started by: bond on 27 July 2009, 11:11:16 AM

Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:11:16 AM
Penyimpangan pandangan ini berkaitan dan berhubungan dengan pandangan Buddhist. Dan saya hanya comot dari blog Ratna Kumara. Inipun hanya sekedar informasi saja. Boleh pula dijadikan bahan masukan atau diskusi. _/\_



Apakah Romo Hudoyo berpandangan salah/menyimpang




[SADDHA SEORANG SOTAPANNA]

“ Para Bhikkhu, bila keyakinan seseorang telah ditanam, berakar, dan mantap di dalam Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa ini, dikatakan bahwa keyakinannya sudah ditopang oleh alasan, berakar di dalam visi, dan mantap; keyakinannya tak terkalahkan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau siapapun didunia ini. “

( Vimamsaka-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-47 )

“Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa“

( tikkhattum (3X) )

Namatthu Buddhassa,

“BUKAN-BUDDHISME”. Demikianlah kesimpulan yang diberikan oleh banyak rekan-rekan ummat Buddha (khususnya yang tergabung dalam dhammacita.org ; meskipun beberapa rekan saya diluar dhammacitta.org juga berpendapat senada) terhadap ajaran yang tertuang dalam sebuah pelatihan “Meditasi Mengenal Diri” (MMD).

Adalah Dr.Hudoyo Hupudhio Mph., seorang Romo / Pandhita dari Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia ( Magabudhi ), yang menggagas pelatihan “Meditasi Mengenal Diri” (MMD), serta menyebarkan berbagai “ajaran”-nya kepada masyarakat luas, termasuk kedalam kalangan ummat Buddha.

Akan tetapi, sebagai seorang Romo, Dr.Hudoyo Hupudhio Mph., oleh banyak ummat Buddha telah dianggap banyak “membelokkan” ajaran Sang Buddha, terutama sehubungan dengan penolakannya terhadap pentingnya penembusan terhadap “Empat Kesunyataan Mulia” ( Cattari Ariya Saccani ) beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan” ( Ariya Atthangika Magga ). Romo Hudoyo Hupudhio juga menolak kebenaran isi Ti-Pitaka , baik Sutta-Pitaka maupun Abhidhamma-Pitaka serta Vinaya-Pitaka tentunya.

Dalam sebuah situs Buddhist resmi di Indonesia ( www.dhammacitta.org ) , pandangan-pandangan Dr.Hudoyo Hupudhio, Mph. yang tertuang dalam ajaran-ajaran “Meditasi Mengenal Diri” (MMD) tersebut, kini telah dikeluarkan dari kategori Buddha-Dhamma.

Berikut adalah cuplikan dari statement resmi Management situs   www.dhammacitta.org =


Dengan ini memutuskan:

1. Peraturan umum tentang diskusi Buddhis semua berdasarkan dua mahzab besar yang ada (Theravada & Mahayana (termasuk vajrayana)) yang meyakini Tiratana, Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulai Berunsur 8. Diluar itu akan dianggap agama/aliran/kepercayaan/keyakinan/filsafat lain. [karena belum ada tempat yang pas]

2. MMD dikategorikan bukan Buddhisme sesuai mahzab besar dan dipindahkan ke board Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain


3. Diskusi tentang MMD diluar board yang seharusnya akan dihapus/edit atau dipindahkan ke board yang seharusnya.

Terima kasih atas perhatiannya.

………. ;

* bahwa DC adalah forum buddhis dan oleh karenanya harus memajukan Buddha Dhamma dengan cara memberikan informasi yang dapat meningkatkan keyakinan umat Buddha khususnya pemula dalam ber-Tisarana (mengambil 3 perlindungan pada Buddha  Dhamma Sangha).

………. ;

* Terlepas dari benar/salah-nya keputusan kami, yang mana tidak akan ada satu pihakpun yang dapat membenarkan/menyalahkan, kami telah berusaha mengambil keputusan sesuai dengan kapasitas dan kewenangan kami, demi kemajuan Agama Buddha dan DhammaCitta ini.

Demikianlah penjelasan ini kami umumkan, semoga semua pihak dapat memaklumi.

[ Sumber = http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,4351.0/wap2.html ]


Atas keputusan tersebut, Romo Hudoyo memberikan tanggapannya. Dan tanggapan beliau tersebut agaknya penting kita pertimbangkan juga untuk kita baca dan resapi :

hudoyo:
Oh, kalian menganggap MMD tidak berdasarkan Tiratana? … Tiratana yang mana maksud kalian? .. Apa artinya “dhammam saranam gacchami”? … Katakan saja terus terang “MMD tidak berdasarkan Kitab Tipitaka Pali tanpa reserve”. Jangan dibelok-belokkan menyangkut Tiratana segala … Itu lebih jujur. … Saya pun pembela Tiratana … Janganlah menjadi pahlawan pembela Tiratana yang merasa paling benar sendiri. … Itu persis seperti MUI yang mengkafirkan Ahmadiyah. …

Pelaporan mana yang kalian maksud? … Jelas SEMUA yang melaporkan adalah orang-orang yang tidak suka dengan MMD, yang patut dipertanyakan pemahamannya akan Buddha Dhamma … mereka yang setuju dengan MMD jelas tidak akan “melaporkan” … Jadi kalau konsiderans keputusan kalian didasarkan pada pelaporan semata-mata, jelas Anda telah berat sebelah. … Tidakkah kalian mempertimbangkan hasil polling tentang MMD baru-baru ini? …

OK … Rekan Sumedho mengundang saya untuk masuk ke forum DC ini … Sekarang kalian beramai-ramai memutuskan “MMD bukan Buddhisme” … Saya tidak terima diperlakukan sebagai sampah di forum ini. … Dengan ini saya menyatakan ABSEN dari forum ini.

Teman-teman Buddhis di forum ini yang ingin mendalami ajaran Sang Guru bersama saya silakan berlangganan forum : HOME / LOEKELOE / Forum Supranatural / Spiritual : Riwayat Agung Para Buddha — http:///showthread.php?t=878014
Saya akan menulis di sana.

Salam,
hudoyo

[ Sumber =

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,4351.0/wap2.html ]

Dalam sebuah situs (  ), seorang rekan yang menggunakan ID “Kemenyan” menjelaskan apa duduk-perkaranya sehingga “ajaran-ajaran” Dr.Hudoyo Hupudhio Mph. ini dikategorikan sebagai “BUKAN BUDDHISME”. Berikut pernyataan rekan “Kemenyan” tersebut :

Hal ini tidak akan pernah ketemu,

Karena pak hudoyo ngotot kalau MMD tidak sejalan dengan

“Jalan mulia berunsur delapan”

yang sama-sama untuk mengakhiri dukkha

Pak hudoyo terlihat lebih memilih untuk tidak dimasukan kedalam kelompok manapun (tidak dilabeli)

Namun, Kami (dari pihak DhammaCitta) tidak mungkin mengunakan standard “perasaan” pribadi untuk memutuskan hal ini, Kami (dari pihak DhammaCitta) juga tidak ingin mengkelompokan thread-thread mengenai MMD sebelumnya,

Namun setelah kami melihat bagaimana “Marketing” MMD nyaris menyerbu seluruh thread, seluruh bagian forum,
Kami dipaksa untuk meng-rapikan.  dan dalam prosesnya…  Timbul pertanyaan… Kemanakah MMD?  yang berakhir pada ricuh-kisuh seperti ini

04-09-2008, 07:56 PM

Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8

Di akhir perdebatannya dengan “Kemenyan”,  Romo Hudoyo memberikan tanggapannya sebagai berikut :

OK, Kemenyan … bodoh kalau saya melayani Anda terus … waktu saya sangat berharga untuk membimbing MMD … Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur … sekalipun Anda menghiba-hiba, saya tidak akan masuk ke DC lagi selama managementnya dikuasai oleh orang-orang reaksioner yang ingin memutar mundur jarum sejarah Buddhisme di Indonesia. …

Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.

Salam,
hudoyo

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8 ]


Dari pandangan-pandangan Romo Hudoyo sendirilah, konflik antara beliau dengan management dhammacitta.org ini terjadi. Romo Hudoyo , sekarang membuka  thread yang ia sebut sebagai “Modern Buddhism” dengan tujuan mewadahi aspirasi para ummat Buddhist dan  non-Buddhist , untuk menampilkan, membahas, memperdebatkan pemikiran & pemahaman baru terhadap ajaran Buddha Gautama yang berkembang di dunia Buddhis internasional maupun lokal, tanpa terikat pada doktrin, mazhab, ritual klasik/tradisional yang ada ; demikian statement beliau. ( Sumber = http:///showthread.php?t=1069163 )


Melihat fenomena yang cukup controversial ini, saya sebagai seorang ummat Buddha, merasa tergugah untuk melakukan research dan telaah kritis atas pandangan-pandangan Romo Hudoyo Hupudhio, yang oleh banyak ummat Buddha dinyatakan sebagai “penyimpangan” dari Buddhisme dan tidak selayaknya diajarkan pada ummat Buddha. Demi mendapatkan kepastian dan kebenarannyalah, artikel ini saya tulis. Mungkin tulisan ini bisa disebut sebagai sebuah “dokumentasi” atas suatu “konflik”  intern dalam tubuh ummat Buddha Indonesia yang pernah terjadi di awal abad ke-21 ini. Atau mungkin juga bisa disebut sebuah bentuk dokumentasi atas timbulnya sebuah “pandangan-salah” dalam diri / sekelompok ummat Buddha.

Setelah melakukan observasi dan proses collecting-data di lapangan atas statement-statement Romo Hudoyo, akhirnya saya mendapatkan beberapa point pandangan-pandangan Romo Hudoyo yang menyebabkan apa yang ia ajarkan dianggap oleh banyak ummat Buddha telah menyimpang dari Buddhisme. Setidaknya ada delapan (8) point pandangan Romo Hudoyo Hupudhio yang bisa kita jadikan bahan pertimbangan, bahwa apa yang diajarkan Romo Hudoyo bukanlah ajaran Buddha, tapi lebih kepada ajaran “Kepercayaan-Lain” yang mungkin memiliki benang-merah dengan Buddhisme, tapi bukan Buddhisme itu sendiri. Ke-delapan ( 8 ) point “pandangan-menyimpang” tersebut adalah :

   1. Penolakan terhadap Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan
   2. Pelarangan bagi ummat Buddha untuk melakukan berbagai bentuk Puja ( Namaskara, pembacaan Paritta, dll. ) saat sedang mengikuti retret “MMD”.
   3. Tujuan “MMD” adalah  “berhentinya-pikiran” ( bukan Nibbana sebagaimana Sang Buddha menunjukkannya sebagai tujuan-sejati bagi ummat Buddha )
   4. Penegasan bahwa “MMD” adalah meditasi vipassana “Ala Krishnamurti” ; bukan vipassana ala Buddhisme umumnya.
   5. Penggunaan Bahiya-Sutta, Malunkyaputta-Sutta, dan Angulimala-Sutta sebagai sekedar “jembatan” untuk menghubungkan “MMD” ( yang berbasis ajaran J.Krishnamurti ) dengan ummat Buddha.
   6. Pandangan Romo Hudoyo akan adanya Buddha yang telah muncul di abad ke-20 ; yaitu J.Krishnamurti.
   7. Penolakan [ dengan halus ] Ajaran “Anatta”
   8. Penolakan terhadap Kebenaran isi Ti-Pitaka

Dari bebagai pandangannya, saya menyimpulkan, Saddha Romo Hudoyo terhadap Ti-Ratana, telah terkalahkan semenjak ia ber-“Saddha” kepada J.Krishnamurti, dan juga, Romo Hudoyo memang benar telah menyimpang dari ajaran Buddha-Dhamma.

Untuk mengetahuinya lebih jelas, marilah kita membahas kedelapan point “pandangan-menyimpang” Romo Hudoyo tersebut.

1. PENOLAKAN ROMO HUDOYO TERHADAP EMPAT KESUNYATAAN MULIA DAN JALAN ARIYA BERUAS DELAPAN

Saya akui, ketika saya menjabat Sekjen Mapanbudhi dulu, saya pernah ikut-ikutan terlibat dalam “pengganyangan” Nichiren Shoshu Indonesia (NSI) … tetapi sekarang saya sadari bahwa itu salah. …

Mengapa Anda bertahan dengan metode ortodoks seperti 4KM ( Empat Kesunyataan Mulia, – pen. ) / JMB8 ( Jalan Mulia Beruas Delapan,- pen. ) kalau itu hanya menyebabkan KETAKUTAN dan KEBINGUNGAN seperti Anda ungkapkan sendiri? …

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8 ]

Pertanyaan Romo Hudoyo mengenai mengapa ummat Buddha teguh berjalan ( dalam bahasa Romo Hudoyo = “bertahan-dengan-metode-ortodoks” ) di dalam Jalan Ariya Beruas Delapan dan Empat Kesunyataan Mulia, amat sangat janggal, mengingat pertanyaan ini diajukan oleh seorang Romo / Pandhita Buddhist dari mazhab Theravada.

Sebab, sebagai seorang Theravadin ( apalagi seorang Romo / Pandhita ), seharusnya beliau mengetahui, bahwa Empat Kesunyataan Mulia beserta Jalan Ariya Beruas Delapan adalah “intisari” dari seluruh ajaran Sang Buddha.

Akan berbeda halnya, bila pertanyaan itu diajukan oleh ummat agama lain yang memang tidak ber-Tisarana ( berlindung pada Buddha-Dhamma-Sangha ). Sah-sah saja bagi ummat agama lain untuk menolak Empat Kesunyataan Mulia ( ajaran bahwa : hidup adalah penderitaan, sebab penderitaan adalah nafsu-keinginan, berakhirnya-penderitaan ( bahwa penderitaan tersebut bisa berakhir, yakni saat merealisasi “Nibbana” ), dan adanya Jalan menuju berakhirnya penderitaan ( yaitu “Jalan Ariya Beruas Delapan” ) ).

Quote from: Sumedho on 29 July 2008, 01:29:14 PM

jadi kesimpulannya Pak Hud, apakah jalan mulia beruas 8 bisa membawa kebebasan tidak? kalau sudah disimpulkan, nanti buka thread lain aja supaya lebih rapih

Kalau Anda membaca dengan teliti thread ini, Anda akan melihat beberapa kali saya katakan:

Segala JALAN spiritual, termasuk JMB-8, tidak bisa membebaskan orang; untuk bebas batin harus berhenti, bukan berjalan.

Silakan kalau ada orang mau berpendapat lain.

Salam,

hudoyo

Quote from: ryu on 28 July 2008, 01:38:32 PM

14. “Bhagava, adakah jalan, adakah metode untuk mencapai hal-hal ini?” “Ada jalan, Mahali, ada metode.” [157] “Dan Bhagava, apakah jalan itu, apakah metode itu?”

“Yaitu, Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu, Pandangan Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar; Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan, ini adalah cara untuk mencapai hal-hal ini.”

http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.06.0.wlsh.html

hehe … ini kan cuma mengulang-ulang argumentasi lama: ada JALAN ajaran Sang Buddha, yakni JMB-8.

Itulah yang diajarkan dalam AGAMA Buddha, dalam Tipitaka Pali yang ditulis berabad-abad setelah Sang Buddha wafat. Saya tidak percaya itu datang dari mulut Sang Buddha.

Quote from: hudoyo on 26 July 2008, 06:36:26 AM

Quote from: nyanadhana on 25 July 2008, 04:11:41 PM

Ketika Sang Buddha memutar Dhammacakkapavattana….Beliau menjelaskan 2 Ekstrim yang dihancurkan melalui Jalan Tengah apakah Jalan Tengah itu ya 8 Jalan Ariya sehingga membawa orang menuju Nibbana. Yang dimaksud mungkin ketika kamu sedang berjuang mencapai Nibbana. gunakan 8 Jalan itu dan ketika sudah sampai maka ibarat rakit dilepas,lagian orang yang telah mencapai Nibbana atau kepadaman, ia tidak lagi memerlukan kemelekatan akan 8 Jalan itu sendiri melainkan telah terintegrasi dalam setiap ucapan,perbuatan dan pikiran.

Ini saja yang saya tangkap ketika membaca Visuddhi Magga

Bagus-bagus saja umat Buddha berpendapat seperti Anda.

Yang saya katakan adalah umat non-Buddhis pun bisa saja mencapai pembebasan (nibbana) tanpa melalui JMB-8, tanpa melalui konsep “pantai seberang”, tanpa melalui konsep “rakit”.

Itulah yang saya pahami dari pengalaman sadar sampai sejauh ini.


Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:25:23 AM
Permasalahannya disini saya melihat Romo Hudoyo sangat meragukan kebenaran isi Ti-Pitaka dan menganggap Empat Kesunyataan Mulia beserta Jalan Ariya Beruas Delapan hanyalah merupakan formulasi para Bhikkhu setelah Sang Buddha Parinibbana. Ini yang dilematis, dan tentu bila Romo sudah tidak-yakin, penjelasan seperti apapun juga susah untuk Romo akui. Namun tetap, dibawah ini nanti, saya akan mengulas kembali “sejarah-penyusunan” Ti-Pitaka yang disusun oleh para Arahanta tiga (3) bulan setelah Sang Buddha Parinibbana.

Sesungguhnya banyak sekali Sang Buddha mengkhotbahkan ajaran tersebut dari mulut Beliau sendiri. Meski mungkin Romo Hudoyo anggap sutta ini pun hasil “rekayasa”, tapi saya tetap hendak menuliskannya disini khusus saya sajikan untuk ummat Buddha umumnya yang masih memiliki saddha yang kuat terhadap Ti-Ratana ; bukan untuk yang tidak-yakin / tidak ber-Saddha.  Berikut adalah beberapa khotbah yang bisa menunjukkan bahwa “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan”, merupakan ajaran langsung dari Sang Buddha Gotama.

“ ‘Jalan-Tengah yang ditemukan oleh Tathagata menghindari kedua ekstrim itu ; karena memberikan visi, memberikan pengetahuan, Jalan ini membawa menuju kedamaian, menuju pengetahuan-langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbana.’ Demikian dikatakan. Dan dengan mengacu pada apa maka hal ini dikatakan ? Itulah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini ; yaitu, Pandangan Benar, Niat Benar, Ucapan Benar, Tindakan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Kewaspadaan Benar, dan Konsentrasi Benar. Jadi, mengacu pada hal inilah maka dikatakan : ‘ Jalan-Tengah yang ditemukan oleh Tathagata menghindari kedua ekstrim itu… menuju Nibbana.” [ Aranavibhanga-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-139  ; Khotbah ini disampaikan oleh Sang Buddha pada para Bhikkhu di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika ].


“… Nah, Cunda, disini penghapusan harus dipraktekkan olehmu :

…. ;

‘Orang-orang lain akan memiliki pandangan-salah; disini kita akan memiliki “Pandangan-Benar” ; penghapusan harus dipraktekkan-demikian.

‘Orang-orang lain akan memiliki niat-yang-salah ; disini kita akan memiliki ‘Niat-yang-Benar’ ; penghapusan harus dipraktekkan demikian.

‘Orang-orang lain akan akan berbicara-salah ; disini kita akan memiliki “Pembicaraan-yang-Benar” ; penghapusan harus diprakatekkan demikian.

‘ Orang-orang lain akan melakukan tindakan-yang-salah ; disini kita akan memiliki “Tindakan-yang-Benar” ; penghapusan harus dipraktekkan demikian.

‘Orang-orang lain akan memiliki penghidupan-yang-salah ; disini kita akan memiliki “Penghidupan-yang-Benar” ; penghapusan harus dipraktekkan demikian.

‘Orang-orang lain akan memiliki usaha-yang-salah ; disini  kita akan memiliki “Usaha-yang-Benar” ; penghapusan harus dipraktekkan demikian.’

‘ Orang-orang lain akan memiliki kewaspadaan-yang-salah ; disini kita akan memiliki “Kewaspadaan-yang-Benar” ; penghapusan harus dipraktekkan demikian.

‘ Orang-orang lain akan memiliki konsentrasi-yang-salah ; disini kita akan memiliki “Konsentrasi-yang-Benar” ; penghapusan harus dipraktekkan demikian.’

… .”  [ Sallekha-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-8 ; Khotbah ini disampaikan oleh Sang Buddha pad Y.M.Maha Cunda ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika ]



“Ketika pikiranku yang terkonsentrasi telah demikian termurnikan, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidaksempurnaan, dapat diola, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, aku mengarahkannya pada pengetahuan-tentang hancurnya noda-noda (asavakhayanana). Secara langsung aku mengetahui sebagaimana adanya : ‘Inilah Penderitaan’…’Inilah Asal Mula Penderitaan’…’Inilah Berhentinya Penderitaan’…’Inilah Jalan menuju Berhentinya Penderitaan’… [ Bhayabherava-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-4 ; Khotbah ini disampaikan oleh Sang Buddha pada Brahmana Janussoni, di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anatapindika ].


Sesungguhnya, masih banyak Sutta-sutta yang menunjukkan bahwa “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan” adalah memang ajaran yang dinyatakan dari mulut Sang Buddha sendiri. Seharusnya Romo Hudoyo, sebagai seorang Pandhita, mengetahui hal ini. Bagaimana mungkin seorang Romo tidak mengetahui hal-hal seperti ini.

Tanya = Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak? (cuma nanya, jadi mau tahu gimana pandangan Pak Hud mengenai jalan beruas 8 )


Jawab = Menurut hemat saya, kalau orang melekat pada Jalan Mulia Berunsur Delapan ia akan tetap terbelenggu.
Karena sesungguhnya tidak ada jalan … tidak ada tujuan … tidak ada pantai seberang.
Nibbana itu sendiri berarti padam.

Salam,
Hudoyo

[ Sumber =

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3718.0 ]


Membaca kalimat Romo Hudoyo,”…sesungguhnya tidak ada jalan…tidak ada tujuan…tidak ada pantai seberang…” tersebut jujur saja, awalnya saya terpesona. Untaian kalimat tersebut sangat indah, bagaikan pernyataan seorang “filsuf”.

Tapi, bila dikaji secara kritis, maka sebenarnya pernyataan tersebut sesungguhnya sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha ( yang seharusnya adalah Guru-Agung bagi pak Hudoyo ; jika ia memang seorang Buddhist ).  Kenyataannya, Sang Buddha sendiri menyatakan “… ada Nirvana, tetapi tak seorangpun yang memasukinya; Ada jalan, tetapi tak seorang pengunjungpun yang melewatinya. “ (Visuddhi Magga. XVI). Dalam Dhammapada, Magga Vagga : 20-1, juga dinyatakan, “ Diantara semua Jalan, Jalan Suci yang beruas delapan adalah yang terbaik. Diantara semua Kebenaran, Empat Kesunyataan Mulia adalah yang termulia; Diantara semua keadaan batin, Nibbana adalah yang tertinggi ;  Diantara semua makhluk yang berkaki dua dan dapat melihat, Sang Buddha adalah yang ter-Agung.

Penolakan Romo Hudoyo terhadap “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan” ini sepertinya menjadi “semangat-central” dalam setiap diskusi-diskusinya, dalam setiap statement-statementnya. Berikut adalah hasil penelusuran saya atas statement-statement beliau di berbagai situs dan milist di internet :

… apa lagi ini: Jalan Mulia Berunsur Delapan? … Seorang Muslim atau Keristen tidak kenal itu … tapi kalau ia mengikuti MMD ia akan mengakhiri dukkha, sebagaimana dinyatakan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta, tanpa perlu menghafal Jalan Mulia Berunsur Delapan sama sekali.

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8 ]


continue...

Title: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 27 July 2009, 11:28:17 AM
Ini baru hot, thanks Mr. Bond,
banyak orang yang sedang mencari2 tulisan seperti ini. Silahkan lanjut.
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:28:51 AM
“Kalau seseorang mengikuti “MMD” ia akan mengakhiri dukkha”. Demikian dengan penuh percaya diri Romo Hudoyo menyatakan. Agaknya memang Romo Hudoyo ini tidak memahami ( atau barangkali “lupa” ) makna dari “berakhirnya-dukkha”.

Secara sederhana saja, apakah Romo dan para peserta MMD telah berhasil mencabut ketiga-api yang membakar dunia ini ; keserakahan akan keindriyaan (lobha), kemarahan/kebencian (dosa) dan kebodohan batin ( moha ; kebodohan batin adalah, kebodohan karena tidak bisa melihat dengan jelas bahwa hidup ini adalah penderitaan, adanya sebab penderitaan, berakhirnya penderitaan, dan Jalan menuju berakhirnya penderitaan ). Apakah ada diantara peserta MMD yang telah tidak dicengkeram “tanha” ( nafsu-keinginan ) ? Ini saja pertanyaan sederhana untuk mengukur sampai sejauh mana kebenaran pernyataan “siapapun yang mengikuti MMD ia akan mengakhiri dukkha”.

Quote from: dilbert on 23 July 2008, 09:17:15 AM

‘Jalan Tengah’ (Madhyama Pratipad) yang diajarkan oleh Sang Buddha itu sendiri tidak relevan di dalam MMD! Tentu Anda kaget mendengar ini.



‘Jalan Tengah’ mengajarkan ‘Sila’ (Moralitas), ‘Samadhi’ (Meditasi), & ‘Prajna’ (Kearifan). Ketiga kategori latihan itu tidak relevan lagi dalam MMD, di mana hanya ada diam dalam sadar/eling pada saat kini.

‘Jalan Tengah’ merupakan “jalan” untuk mencapai suatu tujuan di masa depan, yakni “Lenyapnya Dukkha” (Duhkha-Nirodha). Di dalam MMD tidak diajarkan “jalan” apa pun untuk mencapai tujuan apa pun, melainkan justru dilatih untuk diam pada saat kini.

[ Sumber =

http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Apa-ajaran-Sang-Buddha-tentang-sadar-eling-pada-saat-kini--td16575427.html ]


Dari statement diatas ( serangkaian penolakan Romo Hudoyo tehadap Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan ), yang menjadi menarik untuk dipelajari adalah, apa yang menjadi latar belakang pemikiran Romo Hudoyo untuk dengan sedemikian keras menolak “Jalan Ariya Beruas Delapan” tersebut ?

Dari hasil penelusuran saya, ternyata pemikiran Romo Hudoyo tersebut berasal dari ajaran J.Krishnamurti. Seseorang bernama ( atau menggunakan ID nama ) Daniel, memposting dialog BBC dengan J.Krishnamurti ( date : July 14, 2006, 03:17 ) yang diterjemahkan oleh Romo Hudoyo Hupudhio. Dari dialog tersebutlah saya jadi mengerti bagaimana awal-mula “pola-pikir” Romo Hudoyo tersebut terbentuk ; yang ternyata banyak diwarnai dari “doktrin” J.Krishnamurti.

Berikut adalah cuplikan dialog tersebut :

JK: Jadi, melihat bahaya — jika Anda melihat
bahaya dari konflik, misalnya, bahaya psikologis
dari seorang manusia yang terus-menerus berada
dalam konflik–ia mungkin bermeditasi, ia mungkin
berbuat apa saja, tetapi konfliknya akan berjalan
terus–tetapi jika ia melihat bahayanya, seperti
bahaya sebuah racun, maka ia akan menghentikannya. Itulah akhirnya.



Sebelum saya lanjutkan dialog antara BBC dengan J.Krishnamurti ini, saya hendak mengkritisi mengenai ajaran “penghentian-konflik” ini. Sebenarnya, ajaran ini sudah sangat tidak asing lagi bagi ummat Buddha ; seperti umumnya ajaran J.Krishnamurti yang memang sudah sangat tidak asing lagi bagi ummat Buddha ( lihat dan baca di pembahasan pandangan-menyimpang keenam (6) dari Romo Hudoyo ; disana saya cuplikkan dialog Walpola Rahula dengan J.Krishnamurti ; statement dari Walpola Rahula, “Bukankah Anda hanya mengulang apa yang disabdakan Buddha”. )

Dalam Aranavibhanga Sutta ( Majjhima-Nikaya ;  Sutta ke-139 ), Sang Buddha secara terperinci membahas tentang “Tanpa-Konflik”. Khotbah dalam sutta ini sangat mendetail tentang hal-hal yang menimbulkan konflik dan hal-hal yang menjauhkan konflik. Berikut adalah petikan sutta tersebut :

“ Para Bhikkhu, akan kuajarkan kepada kalian penjelasan rinci tentang tanpa-konflik. Dengarkan dan perhatikan dengan seksama apa yang akan kukatakan” – “ Ya, Bhante”, jawab para Bhikkhu. Yang Terberkahi mengatakan hal ini :

“ Orang seharusnya tidak mengejar kesenangan indera, yang bersifat rendah, norak, kasar, tidak mulia, dan tidak bermanfaat ; dan orang seharusnya tidak mengejar penyiksaan-diri, yang bersifat menyakitkan, tidak mulia, dan tidak bermanfaat. Jalan-Tengah yang ditemukan oleh Tathagata menghindari kedua ekstrim itu ; karena memberikan visi, memberikan pengetahuan, Jalan ini membawa menuju kedamaian, menuju pengetahuan-langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbana.Orang harus mengetahui apa yang harus dijunjung tinggi dan apa yang harus dicela, dan karena mengetahui keduanya, dia seharusnya tidak meninggikan atau mencela melainkan seharusnya mengajarkan hanya Dhamma saja. Orang seharusnya mengetahui bagaimana mendefinisikan kesenangan, dan karena mengetahui hal itu, dia seharusnya mengejar kesenangan di dalam diri sendiri. Orang seharusnya tidak mengeluarkan ucapan tersamar, dan dia seharusnya tidak mengeluarkan ucapan terang-terangan yang tajam. Orang seharusnya berbicara pelan, bukan tergesa-gesa. Orang seharusnya tidak bersikeras dengan bahasa local, dan dia seharusnya tidak mengesampingkan penggunaan normal. Inilah ringkasan penjelasan rinci tentang “Tanpa-Konflik”. “ [ Aranavibhanga-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-139 ]


Demikianlah, sehingga ajaran central dari J.Krishnamurti mengenai “tanpa-konflik” itu, bagi ummat Buddha dimanapun juga, bukanlah hal baru dan “asing” lagi.

P: Dari apa yang Anda katakan, tampaknya TIDAK ADA JALAN menuju ke situ.

JK: TIDAK .

P: Lalu bagaimana kita bisa sampai ke situ? Untuk
sampai ke suatu tempat tanpa suatu jalan apa pun,
menurut saya bukan suatu ide yang baik.

JK: Begini — Jalan ini ditetapkan oleh
pikiran–bukan? Seluruh jalan pembebasan Hindu,
Buddhis, Islam, kr****n — Kebenaran bukanlah
suatu titik tertentu yang menetap [fixed]. Jadi manakah jalan ke situ?

[ Sumber http://forum.wgaul.com/archive/thread/t-50991-Ajaran-J-Krishnamurti.html ]


Sedikit pertanyaan kritis dari saya, jika kebenaran bukanlah sesuatu yang “tetap” ( abadi ), bagaimana mungkin ia bisa disebut sebagai “kebenaran” ? Sesuatu kebenaran yang tidak tetap ( tidak abadi ), bukanlah “kebenaran-mutlak” ( paramatha-sacca ). Sebab “kebenaran-mutlak” itu bersifat : benar, tidak terikat oleh waktu, dan tidak terikat oleh ruang. Sejati dan abadi, inilah kebenaran-mutlak. Dan sesungguhnya memang ada “kebenaran-mutlak” tersebut.

Namun, agaknya ajaran J.Krishnamurti tersebutlah yang kemudian diimani oleh Romo Hudoyo dan menyebabkan beliau selalu menolak “Jalan Ariya Beruas Delapan”. Beliau selalu menganjurkan untuk “melepaskan” Jalan tersebut, dan menyarankan, “Cukup berhenti saja!”.

Kepada umat Buddha yang merasa berjalan di atas “Jalan Utama Berfaktor Delapan” (Arya-Ashtangika-Marga), kita patut mengingatkan ucapan Sang Buddha kepada Angulimala: “… Kamulah yang terus berlari. Apa yang kamu cari? Berhentilah!”

[ Sumber = http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Apa-ajaran-Sang-Buddha-tentang-sadar-eling-pada-saat-kini--td16575427.html ]

Lewat pernyataan diatas, apakah Romo Hudoyo bermaksud menghimbau ummat Buddha yang berjalan di “Jalan Ariya Beruas Delapan” untuk “Berhenti” menempuh Jalan tersebut dengan dasar adanya seruan Sang Buddha pada Angulimala seperti tersebut diatas ( Berhentilah ! ) ?

Sebagai seorang Romo, Bp.Hudoyo tentunya sangat mengerti kisah Angulimala yang dimaksud. Namun , bagaimana bisa Romo Hudoyo menggunakan kisah Angulimala tersebut dalam pengertian yang berbeda untuk tujuan mencari pembenaran / korelasi antara ajaran “berhentinya-pikiran” (ala J.Krishnamurti) dengan ajaran Buddha ? Sebab, Sabda Sang Buddha tersebut bukan bermaksud menyuruh Angulimala untuk “menghentikan” langkahnya dalam menempuh “Jalan Ariya Beruas Delapan” , bahkan Angulimala saat itu pun sama-sekali tidak mengenal apa itu “Jalan Ariya Beruas Delapan”.

Untuk ummat Buddha yang belum mengetahui kisah Angulimala sang pembunuh ini, berikut ini saya sajikan petikan sutta yang menggambarkan kisahnya :

“ … Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.

Pada saat itu ada seorang bandit bernama Angulimala di wilayah Raja Pasenadi dari Kosala. Bandit ini membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota, dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung.

Suatu pagi, Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar Beliau, lalu pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah Beliau berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Savatthi dan telah kembali, setelah selesai makan Beliau merapikan tempat istirahatnya, mengambil mangkuk dan jubah luar-Nya, lalu berangkat menuju jalan yang mengarah pada Angulimala. Para penggembala sapi, penggembala kambing, dan pembajak sawah yang lewat melihat Yang Terberkahi berjalan menuju Angulimala dan memberitahu Yang Terberkahi : “Jangan mengambil jalan ini, petapa. Di jalan ini ada bandit Angulimala, membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota, dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung. Orang-orang lewat jalan ini dalam kelompok sepluh, dua puluh, tiga puluh, dan bahkan empat puluh, tetapi tetap saja mereka menjadi korban tangan Angulimala.” Ketika hal ini disampaikan, Yang Terberkahi meneruskan perjalanan-Nya dengan diam.

Untuk kedua kalinya…untuk ketiga kalinya para penggembala sapi, penggembala kambing, dan pembajak sawah memberitahukan hal ini kepada Yang Terberkahi, tetapi tetap saja Yang Terberkahi meneruskan perjalanan-Nya dengan diam.

Bandit Angulimala melihat Yang Terberkahi datang dari kejauhan. Ketika melihat Beliau, dia berpikir : “Ini bagus, ini luar biasa! Orang-orang melewati jalan ini dalam kelompok sepuluh, dua puluh, tiga puluh, dan bahkan empat puluh, dan tetap saja mereka menjadi korban tanganku. Dan sekarang petapa ini datang sendiri, tidak ditemani, seolah-olah didorong oleh nasib. Mengapa aku tidak membunuh petapa ini saja ?” Angulimala kemudian mengambil pedang dan tamengnya, memasang busur dan tempat anak panahnya, dan mengikuti dari dekat di belakang Yang Terberkahi.

Maka Yang Terberkahi menunjukkan kekuatan supranormal yang sedemikian rupa sehingga bandit Angulimala, walaupun berjalan secepat yang dia bisa, tidak sanggup mengejar Yang Terberkahi yang berjalan dengan kecepatan normal. Kemudian bandit Angulimala berpikir : “Ini hebat, ini luar biasa!  Aku bisa mengejar bahkan gajah yang cepat dan menangkap-Nya ; aku bisa mengejar bahkan kuda yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan kereta yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan rusa yang cepat dan menangkapnya ; tetapi sekarang, walaupun aku berjalan secepat yang aku bisa, aku tidak sanggup mengejar petapa yang berjalan dengan kecepatan normal ini!” Dia pun berhenti dan berteriak kepada Yang Terberkahi :” Berhenti, petapa! Berhenti, petapa!”

“Aku telah berhenti, Angulimala,engkau pun berhentilah juga.”

Kemudian bandit Angulimala berpikir : “Petapa-petapa ini, putra-putra Sakya, berbicara kebenaran, menegaskan kebenaran ; tetapi walaupun petapa ini masih berjalan, dia mengatakan : ‘ Aku telah berhenti, Angulimala, engkau pun berhentilah juga.’ Sebaiknya kutanyai petapa ini.”

Maka bandit Angulimala berkata kepada Yang Terberkahi dalam bait-bait demikian :

“Sementara Engkau sedang berjalan, petapa, Kau katakan padaku Engkau telah berhenti ;

Tetapi sekarang, ketika aku telah berhenti, Kau katakan aku belum berhenti.

Aku bertanya kepada-Mu kini, O Petapa, tentang artinya :

Bagaimana bisa Engkau telah berhenti dan aku belum ?”

“ Angulimala, Aku telah berhenti selamanya,

Aku bebas dari kekerasan terhadap makhluk hidup;

Tetapi engkau tidak punya pengendalian diri terhadap makhluk-makhluk hidup;

Itulah sebabnya Aku telah berhenti dan engkau belum.”

“ Oh, akhirnya petapa ini, orang suci yang dihormati, telah datang ke hutan besar ini demi aku. Setelah mendengar bait-Mu yang mengajarkan Dhamma kepadaku, aku benar-benar akan meninggalkan kejahatan selamanya.”

Setelah berkata demikian, bandit itu mengambil pedang dan senjatanya dan melemparkannya ke kedalaman jurang yang menganga ; Si Bandit menyembah di kaki Yang Tertinggi, dan saat itu dan disana juga memohon pentahbisan.

Yang Tercerahkan, Manusia Suci dengan Kasih Sayang yang Besar, Sang Guru dunia dengan [semua] dewanya, berkata kepadanya dengan kata-kata ini, “Datanglah, Bhikkhu.” Dan demikianlah dia [Angulimala] menjadi bhikkhu.

Kemudian Yang Terberkahi mulai berkelana kembali ke Savatthi dengan Angulimala sebagai pelayan Beliau. Berkelana secara bertahap, Beliau akhirnya tiba di Savatthi, dan disana Beliau berdiam di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. ( …dst. ; Angulimala-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-86 )


Jadi, perintah” Berhentilah! “ dari Sang Buddha kepada Angulimala tersebut adalah perintah untuk menghentikan semua bentuk kejahatan, untuk menyingkirkan pedang dari kehidupan Angulimala, bukan perintah kepada seseorang yang sedang melangkah dalam “Jalan Ariya Beruas Delapan” untuk menghentikan penempuhan Jalan yang “sia-sia” sebagaimana Romo Hudoyo maksudkan. Justru kemudian, setelah Sang Buddha menyuruh Angulimala untuk berhenti dari semua kejahatannya, ia mulai menempuh latihan bertahap, menempuh “Jalan Ariya Beruas Delapan”. Romo Hudoyo agaknya perlu lebih bijaksana dalam mengutip sutta, supaya tidak terjadi distorsi makna.

Dalam banyak kesempatan, Romo Hudoyo menganggap, ummat Buddha yang masih berjalan menempuh “Jalan Ariya Beruas Delapan” adalah belum mampu melihat hakikat “Dhamma”. Ummat Buddha dianggapnya sekedar memegang konsep belaka. Dan apakah Romo dengan demikian tidak memegang “konsep” dari J.Krishnamurti ?


Dalam sebuah diskusi antara Romo Hudoyo dengan rekan Wei dan Adri =

Tampaknya Anda berdua masih melekat pada konsep (Jalan Mulia Berfaktor Delapan), terutama rekan Wei. :)

Begini ya, Anda harus dapat membedakan antara konsep dan kebenaran. Konsep adalah pikiran, sedangkan kebenaran berada di luar pikiran. Kebenaran itu bisa diungkapkan dengan berbagai konsep, kata-kata, paradigma dsb, tergantung pembelajaran & keterkondisian pikiran masing-masing orang. Tapi kata-kata tidak bisa menggantikan kebenaran. The word is not the thing.

[ Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/17515 ]


continue..
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:30:03 AM
Lagi-lagi, kata2 “The Word is not The Thing” itu merujuk pada “Sabda” yang diucapkan oleh Jiddu Krishnamurti =

“Let us look at fear in a different direction. There is the word, and there is the thing. The word tree is not the tree. We will keep it very simple. We will use only one symbol : the word tree is not the actual tree. But for us, the word is the tree. So we must be able to see clearly that THE WORD IS NOT THE THING. This is important to go into the question of fear.”
[ The Collected Works of J. Krishnamurti: 1962-1963, A psychological revolution
Oleh Jiddu Krishnamurti ]

Mengenai “Dhamma”. Romo Hudoyo agaknya perlu diingatkan bahwa “Dhamma” Sang Buddha ini memang unique. Karenanya, Sang Buddha sendiri kemudian berani menyatakan khotbah “Raungan-Singa”-Nya, menyatakan Beliau adalah “Yang-Tertinggi”, dan hanya di dalam “Dhamma”-Nya saja terdapat kehidupan suci, tidak ada di dalam “Dhamma” diluar ajaran Beliau. Janganlah Romo kemudian beranggapan bahwa, Dhamma artinya adalah semua ajaran yang menuju pada suatu “puncak-spiritual” yang diajarkan banyak Guru diluar Sang Buddha, sebab bila demikian, maka akhirnya bahkan tidak ada bedanya Dhamma Sang Buddha dengan “Dhamma” para petapa dan kelana sekte-lain dijaman Sang Buddha, dimana kenyataannya memang jauh berbeda.

Untuk sekedar mengingatkan kita semua, berikut ini adalah Sabda Sang Buddha =

“Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Disana Beliau berkata kepada para Bhikkhu demikian : “Para Bhikkhu” – “Bhante”, jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian :

Para Bhikkhu, hanya di sinilah terdapat seorang petapa, hanya disinilah petapa kedua, hanya disinilah petapa ketiga, hanya disinilah petapa keempat. Doktrin-doktrin yang lain kosong akan petapa : demikianlah kalian seharusnya mengaumkan raungan singa kalian dengan benar.”

“Mungkin saja, para Bhikkhu, para kelana sekte lain bertanya : “Tetapi dengan kekuatan [argumen] apa, atau dengan penopang [keabsahan] apa maka para mulia berkata demikian ?”… dst.

” Para kelana sekte lain yang bertanya demikian bisa dijawab dengan cara ini : “Kalau demikian, para sahabat, bagaimana tujuannya, apakah satu atau banyak ?” Bila menjawab dengan benar, para kelana sekte lain akan menjawab demikian : “Para sahabat, tujuannya adalah satu, bukan banyak.”


Dalam penjelasan, diterangkan, frasa “hanya-disini” berarti hanya di dalam ajaran Buddha. Empat petapa (samana) yang diacu disini merupakan empat tingkat siswa-agung, yaitu : Pemasuk-Arus, Yang-Kembali-Sekali-Lagi, Yang-tidak-kembali-lagi, dan Arahat. Khotbah “Raungan-Singa” (sihanada) ini merupakan raungan-keunggulan tanpa ketakutan yang diucapkan Sang Buddha.

Para pengikut sekte lain, semuanya akan mengatakan bahwa tujuannya adalah “Kesempurnaan-Spiritual”.
Walaupun demikian, mereka tidak bertujuan mencapai ke-Arahata-an. Ke-Arahata-an, dicapai saat merealisasi “NIBBANA” ; kondisi-batin diatas duniawi, sebagai hasil pemadaman dari ketiga-api ( Lobha,Dosa,Moha ).

Umumnya sekte lain ( selain Buddha-Dhamma ) menunjukkan pencapaian-pencapaian lain sebagai tujuannya, sesuai dengan pandangan-pandangan mereka.

Para Brahmana menyatakan bahwa “Penyatuan-Atman-dan-Brahman” adalah tujuannya. Dengan anggapan bahwa “Maha-Brahma” adalah “Sang-Pencipta, Awal-Mula-Segala-Sesuatu, Maha-Kuasa, Tujuan-Semua-Makhluk,dll.”. Namun oleh Sang Buddha, telah berulangkali dijelaskan, bahwa pendapat adanya “Sang-Pencipta” seperti ini adalah kekeliruan semata ( Brahmajala-Sutta ).

Para petapa lain, akan menyatakan bahwa para Dewa dengan “cahaya-gemerlap”-lah yang menjadi tujuannya.Para kelana menyatakan tujuannya adalah para Dewa dengan “Keagungan-yang-Memancar”. Sedangkan para pengikut sekte Ajivaka akan menyatakan bahwa “Pikiran-yang-Tak-Terbatas”-lah yang akan menjadi tujuannya.

Dengan demikian, jelas terdapat perbedaan mendasar, apa yang menjadi tujuan ajaran lain dengan apa yang menjadi tujuan kehidupan spiritual menurut ajaran Buddha.

” Tetapi, para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi oleh nafsu atau yang bebas dari nafsu ? Bila menjawab dengan benar, para kelana sekte lain akan menjawab demikian : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari nafsu, bukan untuk yang dipengaruhi oleh nafsu.” —

“Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu, untuk orang yang dipengaruhi oleh kebencian atau yang bebas dari kebencian ?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan menjawab : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari kebencian, bukan untuk yang dipengaruhi oleh kebencian.” —

“Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi oleh kebodohan batin atau yang bebas dari kebodohan batin ? Bila menjawab dengan benar, mereka akan menjawab : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk yang bebas dari kebodohan batin, bukan untuk yang dipengaruhi oleh kebodohan batin.” –

“Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi nafsu-keserakahan atau yang bebas dari nafsu-keserakahan ?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan menjawab :”Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari nafsu keserakahan, bukan untuk yang dipengaruhi oleh nafsu keserakahan.” –

“Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang dipengaruhi oleh kemelekatan atau yang bebas dari kemelekatan?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang bebas dari kemelekatan, bukan untuk yang dipengaruhi oleh kemelekatan.”–

“Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang memiliki visi atau yang tanpa visi ?” Bila menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang memiliki visi, bukan untuk orang yang tanpa visi.” –

“Tetapi para sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang menyukai dan menolak, atau untuk orang yang tidak menyukai dan menolak? ” Kalau menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang tidak menyukai dan tidak menolak, bukan untuk orang yang menyukai dan menolak.” –

Tetapi sahabat, apakah tujuan itu untuk orang yang bergembira di dalam pengembangan dan menikmatinya, atau untuk orang yang tidak bergembira di dalam pengembangan dan menikmatinya? ” Bila menjawab dengan benar, mereka akan mengatakan : “Para sahabat, tujuan itu adalah untuk orang yang tidak bergembira di dalam pengembangan dan tidak menikmatinya, bukan bagi orang yang bergembira dan menikmati pengembangan.”

Mari kita bahas cuplikan khotbah diatas terlebih dahulu, sebelum kita lanjutkan pada khotbah berikutnya.

Mengenai kalimat “Menyukai dan Menolak” ( anurudhapativirodha ) berarti bereaksi dengan rasa-tertarik melalui nafsu, dan dengan penolakan melalui kebencian.

Kata “Pengembangan” ( Papanca ), disini merupakan aktivitas mental yang dikuasai oleh keserakahan dan pandangan-pandangan.

“Para Bhikkhu, ada dua pandangan ini : pandangan mengenai dumadi dan pandangan mengenai tanpa-dumadi. Petapa atau brahmana mana pun yang bergantung pada pandangan dumadi, mengambil pandangan dumadi, menerima pandangan dumadi, akan menolak pandangan tanpa-dumadi. Para petapa atau brahmana mana pun yang bergantung pada pandangan tanpa-dumadi, mengambil pandangan tanpa-dumadi, menerima pandangan tanpa-dumadi, akan meolak pandangan dumadi.”

Pandangan mengenai dumadi ( bhavaditthi ) merupakan eternalisme, kepercayaan pada suatu diri yang abadi ; pandangan tanpa-dumadi ( vibhavaditthi ) merupakan paham pembinasaan, yaitu penyangkalan terhadap prinsip kesinambungan apa pun sebagai suatu landasan kelahiran-ulang dan retribusi karma. Mengambil satu pandangan dan menolak yang lain berarti melumpuhkan pernyataan sebelumnya bahwa tujuan itu adalah bagi orang yang tidak menyukai dan tidak-menolak.

“Petapa atau brahmana mana pun yang tidak memahami seperti apa adanya asal-mulanya, lenyapnya, pemuasannya, bahayanya, dan jalan keluarnya dalam hal dua pandangan ini akan DIPENGARUHI OLEH NAFSU, DIPENGARUHI OLEH KEBENCIAN, DIPENGARUHI OLEH KEBODOHAN BATIN, dipengaruhi oleh nafsu-keserakahan, dipengaruhi oleh kemelekatan, tanpa visi, cenderung lebih menyukai dan menolak, serta mereka akan bergembira dan menimati pengembangan. Mereka tidak terbebas dari kelahiran , usia-tua, dan kematian ; dari dukacita, ratap-tangis, rasa-sakit, kesedihan, dan keputusasaan; mereka tidak terbebas dari penderitaan, demikian Ku-katakan.”


Penjelasan dalam Majjhima-Nikaya adalah sebagai berikut :

Sebagai asal-mula ( samudaya ) dari pandangan-pandangan ini, disebutkan ada delapan kondisi :

- Panca-khanda

- Ketidaktahuan (avijja).

- Kontak,

- Persepsi

- Pemikiran,

- Perhatian yang tidak bijaksana,

- Teman-teman yang buruk [ yang tidak mengerti dan menempuh jalan-suci ]

- Suara orang lain.

Kelenyapannya ( atthangama ) merupakan Jalan Pemasuk-Arus yang menghapus semua pandangan salah.

Pemuasannya ( assada ) bisa dipahami sebagai pemuasan kebutuhan psikologis yang diberikan ; bahayanya ( adinava ) merupakan ikatan terus-menerus yang dibawanya ; jalan-keluar ( nissarana ) dari hal-hal tersebut adalah NIBBANA.


“Petapa atau Brahmana manapun yang memahami seperti apa-adanya asal-mulanya, lenyapnya, pemuasannya, bahayanya, dan jalan keluarnya dalam hal dua pandangan ini akan tidak memiliki nafsu, tanpa-kebencian, tanpa-kebodohan-batin, tanpa nafsu keserakahan, tanpa-kemelekatan, memiliki visi, tidak cenderung menyukai dan tidak menolak, serta mereka tidak bergembira dan tidak menikmati pengembangan. Mereka terbebas dari kelahiran, usia-tua, dan kematian ; dari dukacita, ratap-tangis, rasa-sakit, kesedihan, dan keputusasaan; mereka terbebas dari penderitaan, demikian Ku-katakan.”

Sehingga demikianlah, Dhamma Sang Buddha ini memang “unique” dan jauh berbeda dengan “dhamma”2 yang lain diluar ajaran Sang Buddha. Hendaknya Romo dan ummat Buddha umumnya memahami hal ini.

Kembali mengenai J.Krishnamurti. Sebenarnya, “sabda” dari Jiddhu Krishnamurti sebagaimana tersebut diatas bukanlah hal baru. Tidak unique dan original. Sebab, kalimat tersebut sudah pernah disabdakan oleh Sang Buddha dengan gaya bahasa Beliau bahwa kata-kata manusia yang serba terbatas, “Bagaikan jari menunjuk bulan, bukan bulan itu sendiri…” . Kalimah-sakti itulah ~ the word is not the thing ~ yang seringkali digunakan oleh Romo Hudoyo untuk “membujuk” ummat Buddha melepaskan “kemelekatan” ( demikian istilah Romo Hudoyo ) terhadap Jalan Ariya Beruas Delapan. Namun, tanpa ia sadari, Romo Hudoyo justru telah melekat terhadap “Jalan” yang ditunjukkan oleh J.Krishnamurti ini.

Meskipun tampaknya J.Krishnamurti ini sangat istimewa dimata Romo Hudoyo, namun sebenarnya bila dicermati, pernyataan “Tidak Ada Jalan” tersebut kemudian mau tidak mau harus disanggah oleh J.Krishnamurti sendiri

P: Tetapi tentu ada jalan, saya harap ada jalan,  menuju pengakhiran dari konflik.

JK; ADA — bukan jalan, tetapi ada pengakhiran
konflik, kesedihan, dan sebagainya, bila orang
menyadari–ebih baik saya katakan begini–bila
terdapat aktualitas keelingan yang peka tentang
apa adanya diri kita, tanpa pendistorsian sedikit
pun, menyadarinya, tanpa pilihan apa pun; dan
dari situlah terdapat pengakhiran dari semua kekacauan ini.

[ Sumber http://forum.wgaul.com/archive/thread/t-50991-Ajaran-J-Krishnamurti.html ]

Sampai pada pernyataan ini, saya menjadi bertanya-tanya, apakah sesungguhnya yang istimewa dari pernyataan J.Krishnamurti ini, sehingga membuat Romo Hudoyo lebih mengimaninya daripada ber-saddha pada Sang Buddha ( sehingga kemudian menganggap “Jalan Ariya Beruas Delapan” tidaklah penting lagi ) ? Ummat Buddha sedunia juga tahu, bahwa apa yang dinyatakan tersebut tidak berbeda dengan metode Vipassana umumnya ( perbedaannya hanyalah pada kebingungan J.Krishnamurti tentang “Ada” atau “Tidak-Ada” Jalan. Dan Romo Hudoyo lebih memilih meng-amin-i “Tidak-Ada-Jalan”, terutama “Jalan-Ariya-Beruas-Delapan” ).
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:32:55 AM
Secara umum, vipassana adalah meditasi dengan melakukan perenungan / mengamati fenomena jasmani dan batin yang diketahui sebagai ‘upadanakkhandha’, dan yang secara jelas muncul di dalam “diri”-nya. Fenomena-fenomena ini secara berkesinambungan direnungkan pada setiap saat kemunculannya. Upadanakkhandha adalah semua yang secara jelas dicerap pada saat melihat, mendengar, mencium bau, mengecap, mengalami kontak badan/sentuhan dan memikirkan ide/gagasan dan seterusnya. Singkatnya, sadar setiap saat ( eling ; begitu istilah yang sering dirujuk Romo Hudoyo , mengambil “idiom” dari kalangan Kejawen ) , penuh perhatian ( samma-sati ) mengamati setiap fenomena batin dan jasmani yang muncul tanpa memilah / memilih. Disini sepertinya saya menangkap suatu kerancuan jawaban yang diberikan oleh J.Krishnamurti ( pertama menyatakan “Tidak-Ada-Jalan”, kemudian membalik , dengan “terpaksa” menyatakan “Ada-Jalan” ). Yang tertangkap dari maksud tersimpan dari ajaran J.Krisnamurti ini ketika menyatakan “Tidak-Ada-Jalan” , maka sesungguhnya justru ada “Jalan” yang menjadi alternative “keselamatan”, yaitu ajaran “Tanpa-Jalan” dari J.Krishamurti itu sendiri.

2. PELARANGAN ROMO HUDOYO KEPADA UMMAT BUDDHA UNTUK MELAKUKAN BERBAGAI BENTUK PUJA ( NAMASKARA, PEMBACAAN PARITTA, DLL ) SAAT SEDANG MENGIKUTI RETRET “MMD”.


Di dalam MMD, sekalipun retret dilakukan di dalam Dharmasala (Ruang Kebaktian) sebuah vihara, selama retret berlangsung peserta sangat dianjurkan untuk tidak melakukan ritual agama Buddha apa pun, seperti bersujud (namaskara) kepada arca Buddha (buddharupam) yang ada di sana, membaca paritta, dan sebagainya.

Sedangkan bagi peserta retret MMD yang beragama Islam, mereka tetap dibenarkan melakukan ibadah sholat yang wajib menurut ajaran agamanya.

[ Sumber :

http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_apaitu.html ]

Pernyataan Romo Hudoyo diatas sangat-sangat janggal. Mengapa Romo Hudoyo tidak memperkenankan ( ummat Buddha tentunya ) untuk melakukan namaskara pada Buddharupam, tidak memperkenankan pembacaan paritta, dan lain-lain bentuk bakti ummat Buddha kepada Guru-Agung mereka, Sang Buddha Gotama, sementara Romo Hudoyo membenarkan peserta retret yang beragama Islam untuk tetap melakukan ibadah sholat ?  Bukankah seharusnya lebih bijak bila kedua ummat yang berbeda agama tersebut diperkenankan untuk melakukan kebiasaannya masing-masing ? Atau, mungkin kebalikannya,  melarang kedua ummat melakukan bentuk-bentuk “ritual” dalam ajaran agamanya masing-masing, bukankah hal tersebut lebih bijak ?

Jikalau alasan Romo Hudoyo adalah supaya ummat Buddha mematahkan belenggu “silabatta-paramasa” ( kemelekatan pada ritual-ritual yang tidak perlu ), maka menurut saya itu salah-kaprah. Sebab, ritual-ritual yang tidak perlu itu adalah yang berkaitan dengan ketakhayulan bahwa dengan ritual seseorang bisa “mendapat-berkah” dan “keselamatan” dari sosok “Maha-Dewa” tertentu. Ritual seperti itulah yang harus ditinggalkan ; itulah yang dimaksud dengan mematahkan belenggu “silabataparamasa”.

Sedangkan apa yang dilakukan ummat Buddha, bukanlah ritual “takhayul” yang mengharapkan berkah dan keselamatan dari “Maha-Dewa” seperti itu. Agaknya Romo Hudoyo lupa akan pengertian-benar dari “Puja-Bhakti” di dalam Buddhisme yang sesungguhnya hanyalah merupakan wujud “penghormatan” seorang siswa pada Guru-Agungnya. Atau, jangan-jangan Romo Hudoyo melarang ummat Buddha bernamaskara pada Buddharupam, namun membenarkan ummat Buddha ber-anjali ( bahkan bernamaskara ) pada beliau ? Ini yang saya tidak tahu.

3. ROMO HUDOYO :  TUJUAN “MMD” ADALAH “BERHENTINYA-PIKIRAN” ( Bukan Nibbana sebagaimana Sang Buddha menunjukkanya sebagai tujuan-sejati bagi ummat Buddha )

Dalam berbagai kesempatan, Romo Hudoyo senantiasa menyatakan, bahwa apa yang menjadi tujuan dari praktik “MMD” adalah “berhentinya-pikiran” .

Memang saya bilang, DALAM KESADARAN SEHARI-HARI pikiran itu merupakan bagian dari batin, tapi saya tidak mengatakan “tidak bisa dipisahkan”. Justru ‘tujuan’ MMD adalah berhentinya pikiran pada saaat kini. Dengan kata lain, pikiran bisa berhenti, sementara kesadaran (batin) jalan terus.

[Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/milis-spiritual/message/20890]

Dari pernyataan tersebut diatas, hal yang sepatutnya kita kaji secara kritis adalah pada bagian “pikiran bisa dipisahkan dari kesadaran (batin)” dan bahwa “pikiran-bisa-berhenti”.

Apa yang disebut dengan “Nama” ( Batin ; atau masyarakat umum menyebutnya “ROH” ), adalah merupakan formulasi dari :  vedana-khanda ( perasaan-perasaan ), sanna-khanda ( pencerapan ; pengenalan terhadap objek ) , sankhara-khanda ( bentuk-bentuk pikiran ), dan, vinnana-khanda ( kesadaran yang timbul akibat kontak dengan objek ). Keempat “bagian-fungsional” dari batin ini sesungguhnya satu, dan bukannya jajaran unsur-unsur yang berdiri sendiri. Sehingga, tidak akan mungkin memisahkan “pikiran” dari “kesadaran (batin)” sebagaimana yang diajarkan oleh Romo Hudoyo tersebut.

Sebagaimana Y.M. Sariputta pernah berkata pada Y.M. Maha Kotthita dalam Mahavedalla-Sutta ( Majjhima-Nikaya ; Sutta ke-43 ), bahwa antara Kesadaran dan pemahaman akan sesuatu hal ( kebijaksanaan ), tidaklah dapat dipisahkan satu sama lain. Tidaklah mungkin memisahkan masing-masing keadaan ini satu sama lain untuk menjelaskan perbedaan diantara keduanya. Karena apa yang telah menjadi pemahaman seseorang, itu pula yang disadarinya ; dan apa yang disadari seseorang, itu pula yang dipahaminya dengan bijaksana. Itulah sebabnya mengapa keadaan-keadaan ini menyatu, bukannya terpisah, dan tidaklah mungkin memisahkan masing-masing keadaan ini satu sama lain untuk menjelaskan perbedaan diantara keduanya.

“…dan saya tetap berpendapat bahwa
pikiran bisa berhenti.”

[ Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/milis-spiritual/message/20890 ]

Romo Hudoyo telah mengajar selama bertahun-tahun , dan menegaskan bahwa “pikiran-bisa-berhenti”, namun , apakah setelah bertahun-tahun mengajar, pikiran Romo telah “berhenti” ? Sebab, bila “pikiran-telah-berhenti”, tidak mungkin Romo masih “berpikir” hingga sekarang ini. Masih melakukan serangkaian sharing, diskusi, hingga perdebatan-perdebatan / beradu argumentasi dengan banyak pihak ( terutama ummat Buddha yang Romo anggap “orthodox” ).

Apa yang sesungguhnya bisa “dicabut” ( atau “dihentikan” , jika menggunakan terminology Romo Hudoyo ), adalah kekotoran-kekotoran batin yang berupa nafsu-keserakahan ( lobha ), kemarahan/kebencian ( dosa ), dan kebodohan-batin ( moha ) yang merupakan “pembuat-ukuran” ( pamanakarana ) , karena ketiganya menentukan batasan-batasan pada jangkauan kedalaman-pikiran, dalam artian bahwa kekotoran-kekotoran batin memungkinkan  orang untuk mengukur dan membedakan seseorang yang masih sebagai “manusia-biasa” ( putthujana ) dengan yang telah bisa dikategorikan sebagai “Ariya” , yaitu : Pemasuk-Arus ( Sottapanna ), Yang-Kembali-Sekali-Lagi ( Sakadagami ), atau Yang-Tidak-Kembali-Lagi ( Anagami ), dan yang telah-sempurna ; Arahat.

… tapi kalau ia mengikuti MMD ia akan mengakhiri dukkha...”

[ Dr.Hudoyo Hupudhio Mph ;

http:///showthread.php?t=878014&page=8 ]

Apakah tujuan MMD? Tujuan MMD mengandung sebuah paradoks. Di satu sisi, tujuan MMD adalah berakhirnya aku/diri secara radikal, yang berarti berakhirnya penderitaan (dukkha) sepenuhnya—secara teoretis, tentu saja hal ini akan tercapai di masa depan. Di sisi lain, secara praksis aktual, tujuan MMD ini tidak dilihat sebagai berada di masa depan, melainkan harus terjadi pada saat kini, sebagai suatu transformasi batin yang hanya bisa didekati melalui saat ini. Dalam praksis aktual, tujuan MMD adalah sadar/eling sedalam-dalamnya dan terus-menerus terhadap gerak-gerik jasmani dan batin ini pada saat munculnya, dari saat ke saat, sekarang dan di sini.

[ Sumber :

http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_apaitu.html ]

Mengingat dan menimbang betapa seringnya Romo Hudoyo menekankan doktrin “penghentian-pikiran” ini, saya kemudian tertarik melakukan review atas proses belajar saya terhadap Buddha-Dhamma. Saya jadi bertanya, apakah saya yang telah “melewatkan” salah satu ajaran Buddha mengenai “pikiran-bisa-berhenti” ini, atau, mungkin Romo Hudoyo memang mengambil ajaran lain diluar Buddha-Dhamma.

Ternyata kemudian, ajaran “penghentian-pikiran” ini akhirnya justru bisa saya temukan dalam “Sabda-sabda” J.Krishnamurti. Salah satu dari sekian banyak sabda J.Krishnamurti yang mengajarkan mengenai “penghentian-pikiran” adalah sebagai berikut :

[ Dalam sebuah wawancara antara BBC dengan J.Krishnamurti ]

JK: Begini, masalah meditasi adalah rumit …
<berdiam diri lama> … kalau kita tidak lebih
dulu membereskan rumah, yang berarti tidak ada
ketakutan, memahami kenikmatan, mengakhiri
kesedihan, dari situ muncul welas asih,
kecerdasan; dan proses menuju ke situ–kalau
boleh saya namakan ‘proses’ untuk
sementara–adalah bagian dari meditasi. Lalu,
menemukan apakah PIKIRAN BISA BERHENTI, yang
adalah waktu, HARUS BERHENTI. Lalu, dari situ
muncullah keheningan besar. Dan di dalam
keheningan itulah akan ditemukan apa yang suci.

[ Sumber :

http://forum.wgaul.com/archive/thread/t-50991-Ajaran-J-Krishnamurti.html ]

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah “berhentinya-pikiran” sama dengan “berakhirnya-dukkha” sebagaimana yang diajarkan Sang Buddha ? Ini yang perlu kita kaji bersama secara kritis.

Berakhirnya-dukkha ( Dukkha-nirodha-sacca ) ialah sama dengan “Nibbana” / “Nirvana”. Sebelum membahas “berakhirnya-dukkha”, kita harus tahu, apakah “dukkha” itu sendiri ? Sang Buddha bersabda =

“Para Bhikkhu, apakah yang disebut Dukkha itu? Itu bukan lain adalah kelima kelompok kegernaran (Panca-Khandha), …. “ ( Samyutta Nikaya, Khandha Samyutta, 104)

Dukkha adalah kelima kelompok kegemaran ( Panca-Khanda), dan berakhirnya dukkha berarti berakhirnya kombinasi dari “panca-khanda” tersebut.. Pertanyaan selanjutnya, apakah “Panca-Khanda” itu ?

Panca Khanda atau lima agregat atau lima kelompok kegemaran , ialah :

1. Rupa-khanda, yaitu kelompok objek fisik atau jasmani yang oleh Sang Buddha diurai lagi menjadi empat bentuk elemen (Catur Maha Bhuta) yaitu: elemen padat (Pathavi Dhatu) yang bersifat menempati ruang dan mempertahankan posisi serta memberikan sifat kaku pada setiap materi; elemen cair (Apo-Dhatu) yang memberikan gaya rekat atau tarik menarik antara materi; elemen panas atau energi (Tejo-Dhatu) yang memiliki sifat maha bhuta yang lain tetapi dalam dimensi yang lebih kecil; dan elemen gerak atau getaran (Vayo-Dhatu) yang bila berada dalam kesetimbangan dengan apo-dhatu akan menampakkan eksistensi patthavi materi yang bersangkutan. Termasuk kelompok Rupa-khanda ini juga terdapat turunan-turunan dari empat Maha Bhuta tadi yaitu mencakup organ-organ indera (pasada-rupa) beserta objek-objeknya (arammana) misalnya bentuk dan warna sebagai objek penglihatan oleh mata; bunyi dan suara sebagai objek pendengaran telinga; bau-bauan sebagai objek penciuman oleh indera pencium; cita rasa sebagai objek pengecapan oleh lidah; benda-benda dengan berbagai variasi bentuk, temperatur, permukaan kasar atau licin, keras atau lembut, sebagai objek perabaan oleh indera peraba; dan objek- objek mental seperti pikiran, ingatan, konsep dan ide-ide sebagai objek pemikiran oleh indera mental kita. Jadi Rupa-khanda sebenarnya mencakup obyek-obyek di dalam maupun di luar diri kita beserta indera-indera yang dapat berkontak dengannya.

2. Vedana-khanda, yaitu perasaan-perasaan yang timbul akibat adanya kontak antara obyek-obyek indera dengan indera-indera kita. Perasaan-perasaan yang timbul itu bisa berupa perasaan senang, tidak senang, atau netral. Perasaan-perasaan ini timbul sebagai reaksi kontak yang dihubungkan dengan ingatan-ingatan, baik yang berbentuk insting bawaan ataupun yang didapat dari pengalaman-pengalaman.

3. Sanna-khanda, yaitu pencerapan atau pengenalan objek yang terjadi setelah terjadinya kontak dan setelah terjadinya kesadaran akan adanya obyek tersebut. Pencerapan atau pengenalan objek tersebut juga terjadi akibat adanya memori atau ingatan-ingatan, terutama yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman.

4. Sankhara-khanda, yaitu bentuk-bentuk pikiran yang berupa segala kehendak (cetana) yang terjadi setelah timbul perasaan-perasaan akibat kontak yang terjadi. Kehendak-kehendak (cetana) yang terjadi inilah yang kelak akan membuahkan karma berupa perbuatan-perbuatan yang dilakukan, baik yang dilakukan dengan badan jasmani, ucapan, maupun dengan pikiran, yang mengarah kepada perbuatan baik, jahat atau netral.

5. Vinnana-khanda, yaitu kesadaran yang timbul akibat indera mengadakan kontak dengan. obyek yang sesuai. Kesadaran ini timbul sebelum terjadinya proses pencerapan atau pengenalan obyek yang kemudian menimbulkan perasaan-perasaan yang kemudian bisa berakhir dengan reaksi mental berupa kehendak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan obyek tersebut.

Jelmaan yang terbentuk oleh kombinasi kelima khanda itulah yang tak lain merupakan Dukkha itu sendiri, Dukkha yang mempunyai arti yang lebih luas dari sekedar duka atau penderitaan: Dukkha yang mencakup segala kefanaan, perubahan dan ketidak kekalan. Berakhirnya jelmaan dari “Panca-Khanda” inilah berakhirnya dukkha. Inilah “Nibbana”.

Sehingga, bila Romo Hudoyo mengatakan “berhentinya-pikiran”, “pikiran” yang mana ( dari “unsur-unsur” Nama ) yang anda maksud ?  Apakah vedana-khanda ( perasaan-perasaan ), ataukah sanna-khanda ( pencerapan ; pengenalan terhadap objek ) , atau sankhara-khanda ( bentuk-bentuk pikiran ), atau vinnana-khanda ( kesadaran yang timbul akibat kontak dengan objek ) ? Yang mana ?   Dan, berakhirnya-pikiran itu seperti apa ? Bagaimanakah “proses”-nya sehingga “berhentinya-pikiran” kemudian bisa mengakhiri dukkha secara absolute ( yang berarti mengakhiri jelmaan dari “Panca-Khanda” ) ?

Tertarik dan penasaran dengan arti “Berhentinya-Pikiran” sesuai ajaran Romo Hudoyo ini, saya mencoba menelusur lagi setiap “jejak” statement-statement Romo Hudoyo di berbagai situs dan milist. Dan akhirnya, ketemulah sudah apa yang saya cari itu. Romo Hudoyo menjelaskan :

Yang saya maksud dengan ‘berhentinya pikiran/aku’ di sini adalah ‘khanika-samadhi’ yang bisa dicapai relatif mudah oleh setiap orang yang mau ber-vipassana untuk melepaskan kelekatan kepada pikiran/aku.

Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8

Pencerahan yang tertinggi (terdalam) ialah khanika-samadhi, runtuhnya pikiran & si aku untuk waktu yang relatif lama (bukan hanya beberapa momen). … Khanika-samadhi ini yang kelak akan menghasilkan pembebasan permanen, yang adalah pencerahan sempurna; tapi sejak orang masuk ke dalam khanika-samadhi dirinya dan pikirannya (perasaannya, kehendaknya dsb) tidak ada lagi (kecuali ia keluar lagi dari khanika-samadhi).

Salam,
hudoyo

[ Sumber =

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3803.660;wap2]

Jika khanika-samadhi inilah yang dimaksudkan oleh Romo Hudoyo sebagai pencapaian “berhentinya-pikiran”, maka setahu saya, khanika-samadhi, adalah kondisi “konsentrasi-pikiran” yang bersifat “sesaat”, tidak permanent, pada berbagai fenomena yang muncul dan lenyap berulang-ulang. Memang benar khanika-samadhi inilah yang kemudian digunakan untuk ber-vipassana ; konsentrasi-pikiran yang melihat lakkhana (anicca,dukkha dan anatta) atau karakteristik batin dan jasmani yang muncul dan lenyap kembali (khanika). Tapi, bukankah dalam khanika-samadhi, “pikiran” itu justru sedang “bergerak” mengamati muncul dan lenyapnya segala fenomena, sesaat mengamati suatu fenomena muncul, disaat yang lain mengamati fenomena tersebut lenyap, saat yang lain lagi mengamati adanya fenomena yang lain muncul kembali, dan kemudian mengamati fenomena lain tersebut melenyap. Demikian seterusnya. Jadi, bukankah keliru kalau dikatakan saat itu “pikiran-berhenti” ?

Kembali membahas mengenai “dukkha”. Sang Buddha mengajarkan, sebab dari dukkha adalah dikarenakan “nafsu-keinginan” (tanha) . Lenyapnya tanha ini pula, berarti penderitaan ( sebagai akibat tanha ) ikut berakhir. Apakah dengan “MMD”, telah terbukti ada yang mampu melenyapkan “tanha” ? Apakah ada, yang telah terbukti tercabut ketiga-akar : Lobha ( keserakahan ), Dosa ( Kemarahan ), dan Kegelapan-Batin ( Moha ) -nya ?



4. PENEGASAN OLEH ROMO HUDOYO BAHWA “MMD” ADALAH MEDITASI VIPASSANA “ALA KRISHNAMURTI” ; BUKAN VIPASSANA ALA BUDDHISME UMUMNYA.


Dari pengakuan Romo Hudoyo sendiri di berbagai tempat, “MMD” adalah meditasi yang berpedoman pada ajaran-ajaran J.Krishnamurti. Hal ini perlu dimengerti terlebih dahulu oleh masyarakat, baik Buddhis maupun non-Buddhis, terutama bagi ummat Buddha yang masih awam dan pemula.

Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J.Krishnamurti,

yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai pencerahan & pembebasan sempurna

dalam hidupnya di abad ke-20 lalu, entah apapun namanya : arahat,  buddha, insan kamil,

hidup di dalam Allah, apa pun,

[ Sumber =

http://www.usenet.com/newsgroups/soc.culture.indonesia/msg03344.html ]


Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:41:15 AM
Bagi Romo Hudoyo, semua meditasi vipassana Buddhist telah bergeser jauh dari apa yang sesungguhnya dimaksud oleh Sang Buddha. Lagi-lagi, dasar justifikasi yang dia gunakan adalah “Sabda” dari J.Krishnamurti.

Pemahaman bahwa praktik meditasi vipassana yang banyak diajarkan pada dewasa ini telah bergeser jauh dari apa yang sesungguhnya dimaksud oleh Sang Buddha diilhami oleh praktik meditasi yang diajarkan J. Krishnamurti pada abad ke-20. J. Krishnamurti mengritik kebanyakan teknik meditasi yang semuanya mengutamakan konsentrasi, usaha dan teknik meditasi. Dalam hal ini termasuk pula banyak teknik vipassana Buddhis.

Bagi J. Krishnamurti, teknik meditasi apa pun sama sekali tidak membebaskan, tidak mentransformasikan batin manusia; alih-alih, malah membuat batin lebih dalam terjerat dalam keterkondisian dan keterbatasannya. Teknik konsentrasi apa pun hanya membawa praktisinya ke dalam suatu keadaan pemusatan batin yang kuat, yang mungkin memberikan suatu rasa nikmat dan bahagia yang intens, sehingga mudah disangka sebagai kebebasan, tetapi sesungguhnya menjerat batin dalam keterkondisian dan ketidakbebasan yang lebih halus.

[Sumber :

http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_apaitu.html]


Versi asli “sabda” J.Krishnamurti tersebut adalah sebagai berikut :

P: Meditasi yang benar — apakah meditasi yang
benar itu? Anda menyiratkan ada meditasi yang salah.

JK: Ah, semua meditasi yang ditawarkan oleh
berbagai Guru pada dewasa ini adalah nonsens.

P: Mengapa?

JK: Oleh karena lebih dulu Anda harus membereskan rumah.

P: Apakah itu bukan jalan untuk membereskan rumah?

JK: Ah, itu pemikiran yang keliru. Mereka mengira bahwa dengan meditasi mereka dapat membereskan rumah.

P: Ya. Tidakkah begitu?

JK: Tidak.

P: Bukankah begitu?

JK: Tidak. Justru sebaliknya, Anda harus membereskan rumah, diri Anda, lebih dulu. Kalau  tidak, meditasi akan menjadi pelarian.

[ Sumber :

http://forum.wgaul.com/archive/thread/t-50991-Ajaran-J-Krishnamurti.html ]


Dari pernyataan J.Krishnamurti tersebut, bukankah sebenarnya ia sendiri berpendapat, bahwa sebelum seseorang bermeditasi, ia harus terebih dahulu membereskan rumah, diri sendiri terlebih dahulu, sebab kalau tidak meditasi akan menjadi pelarian ?  Membereskan rumah itu, tentunya melalui berbagai langkah-langkah pensucian. Dan inilah yang diajarkan Sang Buddha lewat tujuh-tahap-pensucian diri yang dijabarkan dengan jelas dalam visuddhi-magga :

I)                    Pemurnian-Sila (sila-visuddhi)

II)                   Pemurnian-Pikiran (citta-visuddhi)

III)                 Pemurnian-Pandangan (ditthi-visuddhi)-

IV)               Pemurnian-melalui-hancurnya-keraguan (kankhāvitarana-visuddhi)

V)                Pemurnian pengetahuan dan pandangan tentang jalan dan bukan jalan (maggāmagga-ñānadassana-visuddhi)

VI)               Pemurnian pengetahuan dan pandangan tenteng kemajuan dalam latihan (patipadā-ñānadassana-visuddhi)

VII)             Pemurniann pengetahuan dan pandangan (ñānadassana-visuddhi)

Tapi anehnya, mengapa J.Krishnamurti sendiri kemudian menolak berbagai tindakan untuk “membersihkan-rumah” ( seperti latihan Sila, Disiplin, dan lain-lain ). Namun karena sudah terlanjur melekat pada doktrin J.Krishnamurti tentang “Tidak-Ada-Jalan”, Romo Hudoyo menegaskan bahwa “Tidak-Ada-Metode” apapun yang bisa digunakan untuk mencapai keadaan “sadar” dan “diam” pada saat kini. Dan ia pun telah menegaskan tidak lagi diperlukannya penembusan akan “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan”, dengan alasan itu semua hanyalah sekedar konsep belaka.

KEADAAN SADAR DAN DIAM PADA
SAAT KINI TIDAK BISA DICAPAI DENGAN METODE APA PUN.

[ Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/milis-spiritual/message/20890 ]


Jika tidak dapat dicapai dengan metode apa pun juga, untuk apa Romo mengajarkan “metode” dari “Meditasi-Mengenal-Diri” ? Formulasi ajaran dalam kemasan “MMD” itu sendiri sudah merupakan metode. Demikian sepatutnya hal ini dipikirkan dengan kritis dan seksama.

Menyadari hal itu, pikiran dan si ‘aku’ akan diam, tidak berulah lagi. Itulah MMD. Untuk itu tidak perlu
dan tidak mungkin ada metode apa pun. Dalam MMD, langkah pertama adalah langkah terakhir! Yang penting: sadar (eling).

[ Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/milis-spiritual/message/20890 ]


Dengan statement tersebut diatas, Romo Hudoyo tetap bersikukuh menolak “Jalan” apapun juga, meskipun J.Krishnamurti sendiri ( sebagai inspirator RomoHudoyo  ), ketika dikejar mengenai kepastian adanya “Jalan”, akhirnya menjawab ,” ADA — bukan jalan, tetapi ada pengakhiran  konflik, kesedihan, dan sebagainya, bila orang  menyadari–ebih baik saya katakan begini–bila  terdapat aktualitas keelingan yang peka tentang  apa adanya diri kita, tanpa pendistorsian sedikit  pun, menyadarinya, tanpa pilihan apa pun; dan  dari situlah terdapat pengakhiran dari semua kekacauan ini. [ Sumber http://forum.wgaul.com/archive/thread/t-50991-Ajaran-J Krishnamurti.html ] . Itulah “Jalan”, itulah “metode”. Sesungguhnya, tidak ada apapun yang tanpa “metode”, tanpa “cara” , tanpa “Jalan”. Bahkan orang makan itu pun ada “cara”-nya, orang duduk ada “cara”-nya, dan orang buang air juga ada “cara”-nya. Dan sekali lagi, bila tidak perlu metode apapun, maka sebenarnya secara otomatis, “MMD” itu sendiri pun tidak perlu ada dan tidak perlu diajarkan pada masyarakat luas.

Meditasi Mengenal Diri (MMD) adalah versi meditasi vipassana yang selama beberapa tahun terakhir telah dikembangkan dari vipassana yang diajarkan secara “tradisional”. Dalam MMD, meditasi vipassana “tradisional” telah banyak dimodifikasi berdasarkan ajaran J. Krishnamurti tentang sadar/eling secara pasif atau sadar/eling tanpa memilih, yang sesungguhnya adalah kembali pada sifat-sifat praktik meditasi vipassana murni ajaran Sang Buddha sendiri.  Dengan demikian, ada beberapa perbedaan penting antara meditasi vipassana versi MMD dan meditasi vipassana “tradisional”:

Sumber :

http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_apaitu.html


Ketika management dhammacitta.org menempatkan “MMD” kedalam kategori “BUKAN-BUDDHISME”, Romo Hudoyo pun sedikit marah / tersinggung. Dan mengeluarkan statement, termasuk didalamnya menyatakan bahwa ummat Buddha Indonesia berpuas diri dengan teori-teori, doktrin-doktrin, dan praktek meditasi yang tidak lagi efektif dalam “mengakhiri-dukkha” ( Pertanyaannya, dengan kemarahan tersebut, Romo sendiri sudah mengakhiri-dukkha- kah ? ) :

“Jelas sekali bahwa Management DC yang sekarang dikuasai oleh orang-orang yang tidak mau melihat umat Buddha Indonesia mengembangkan wawasan dengan pemahaman-pemahaman baru mengenai ajaran Sang Guru, sejalan dengan perkembangan pemikiran Buddhis di dunia internasional … Mereka mau memasung kebebasan berpikir umat Buddha Indonesia, dan berpuas diri dengan teori-teori, doktrin-doktrin, dan praktik meditasi yang tidak lagi efektif dalam mengakhiri dukkha.”

[ sumber dari =

http:///showthread.php?t=878014&page=7 ]

Romo Hudoyo, apakah MMD sendiri efektif untuk mengakhiri dukkha ? Bila “YA”, mengapa Romo sendiri masih ber-dukkha ? Bukankah ketika Romo menjadi marah karena peristiwa perpecahan Romo dengan pihak Dhammacitta, kemudian timbul perasaan tidak senang karena berpisah dari yang disenangi / dilekati, merasa tidak dihargai, tidak lagi dihormati, itu semua adalah bentuk-bentuk “Dukkha” ? Atau mungkin Romo Hudoyo lupa akan apa makna dari “Dukkha” itu sendiri ?

Pendekatan tradisional masih berpegang pada TEORI Agama Buddha (Jalan Suci Berunsur Delapan, Empat Kebenaran Suci, Satipatthana, Nibbana dsb), dan berpegang pada persepsi bahwa pembebasan (nibbana) dicapai pada suatu waku di MASA DEPAN, berpegang pada paradigma adanya ‘waktu’ dan ‘usaha’. Pendekatan JK tidak memakai teori apa pun, berpegang bahwa pembebasan tercapai pada SAAT KINI, sehingga seluruh latihannya adalah latihan “berada pada saat kini”; kalau orang bisa berada pada saat kini, maka waktu dan usaha tidak relevan lagi.

[ Sumber :

http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/6952 ]

Romo, “berada-pada-saat-kini” itu sendiri adalah berada dalam batasan “waktu” ( yaitu “saat-kini” ). Dan pengkondisian untuk “berada-pada-saat-kini” itu sendiri mengandung unsur-unsur “daya-upaya” untuk “berada-pada-saat-kini”. Saya melihat , ini semua hanyalah permainan kata-kata, atau mungkin Romo sedang bingung untuk memahami sesuatu hal, semoga saja tidak demikian.

Sebenarnya sah-sah saja seseorang dengan niat baik ingin berkarya melalui pemberian bimbingan / pelatihan meditasi bagi semua pihak yang ingin mengenal meditasi. Dan juga sah-sah saja setiap orang mempunyai cirri-khas-nya sendiri dalam memberikan pelatihan. Dalam hal ini, saya pribadi sebagai ummat Buddha, sangat menghargai dan tidak akan mempermasalahkannya. Namun yang menjadi masalah adalah ketika dalam berbagai kesempatan, Romo Hudoyo seakan “mengajak” ummat Buddha untuk tidak lagi menempuh “Jalan Ariya Beruas Delapan” dan meninggalkan “Empat Kesunyataan Mulia”. Hal ini sangat janggal dilakukan oleh seorang Romo. Akan jauh lebih baik bila Romo tidak mengusung bendera Buddhisme, tidak lagi menggunakan gelar “Romo”, lalu mengajarkan “MMD” ke masyarakat luas, sehingga dengan demikian tidak ada lagi sangkut pautnya dengan Buddha-Dhamma. Tapi, bila Romo menyatakan diri seorang “Pandhita” Buddhist, namun di sisi lain menganjurkan ummat Buddha untuk “meninggalkan” Empat Kesunyataan Mulia beserta Jalan Ariya Beruas Delapan, maka selamanya Romo akan berada pada kondisi berbenturan dengan kebanyakan ummat Buddha.

Sungguh ironis ketika Romo Hudoyo ( yang notabene secara resmi tercatat sebagai ummat Buddha, bahkan bergelar “Romo” / “Pandhita” ) banyak menolak ajaran Buddha ( terutama pada inti ajaran Buddha : Empat Kesunyataan Mulia beserta Jalan Ariya Beruas Delapan ) yang telah terbukti mampu mengantarkan banyak manusia mencapai tataran “Arahat” /  “Tercerahkan” ( seperti misalnya pada abad ini salah satunya adalah “Ajahn Chah” yang diakui sebagai “Arahat-Abad-Ini” ) sementara ia dengan sekuat “iman” menerima ajaran J.Krishnamurti yang ternyata J.Krishnamurti sendiri mengeluh selama enam-puluh (60) tahun ia mengajar “tidak seorang pun mengalami transformasi batiniah, sebagaimana diharapkannya.” (Hudoyo,  Dari:  -> Forum: Supranatural -> Subforum: Spiritual -> Thread: MMD (Meditasi Mengenal Diri) ;  http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan–Perbedaan-Krishnamurti—Buddha-td16375574.html )



5. PENGGUNAAN BAHIYA-SUTTA, MALUNKYAPUTTA, DAN ANGULIMALA SUTTA, OLEH ROMO HUDOYO SEBAGAI SEKEDAR “JEMBATAN” UNTUK MENGHUBUNGKAN “MMD” ( YANG BERBASIS AJARAN J.KRISHNAMURTI ) DENGAN UMMAT BUDDHA

[ Notes : Pembahasan mengenai digunakannya Angulimala-Sutta oleh Romo Hudoyo untuk melakukan pembenaran atas pandanganya dan menghubungkan pandangannya tersebut dengan Buddha-Dhamma, telah saya bahas pada point pandangan menyimpang pertama diatas ]
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:45:22 AM
Setelah berkali-kali Romo Hudoyo menegaskan penolakannya terhadap “Jalan-Ariya-Beruas-Delapan” dan “Empat-Kesunyataan-Mulia” serta berbagai ajaran Buddha ( yang ia anggap sekedar teori, dogma, dll. ) , pada suatu titik tertentu, Romo Hudoyo mencari “jembatan” penghubung antara “MMD”  ( dengan J.Krishnamurti-nya ) dengan komunitas Buddhist ( baik di Indonesia maupun di luar Indonesia ; sebab, ketika saya membuka situs MMD, disana digunakan bi-lingual, tentunya dengan tujuan menggaet pangsa-pasar luar-negeri )

Nah, mungkin Anda akan bertanya: bagaimana hubungan MMD dengan ajaran Sang Buddha?

Bagaimana ajaran Sang Buddha tentang sadar/eling pada saat kini? …

Sekali peristiwa ada seorang pertapa, namanya Bahiya. Ia BUKAN bhikkhu murid Sang Buddha. Dengan kata lain, ia tidak pernah tahu ajaran Sang Buddha, tidak pernah mendengar Empat Kebenaran Mulia (Catvari Arya Satyani), tidak pernah mendengar Jalan Mulia Berfaktor Delapan (Arya Asthangika Marga), dsb dsb. Bahkan mendengar nama Sang Buddha pun Bahiya belum pernah.

Pada suatu hari ia diberi tahu bahwa di dunia ini ada seorang yang telah bebas sempurna, bernama Gotama (Buddha Gautama), tinggal di Sravasti. Bahiya ingin bertemu dengan Sang Buddha, ingin mendapat tuntunan meditasi untuk mencapai pembebasan.

Nah, setelah bertemu dengan Sang Buddha, Sang Buddha tidak mengajarkan Empat Kebenaran Mulia, tidak mengajarkan Jalan Mulia Berfaktor Delapan, dsb dsb; pendeknya Sang Buddha tidak mengajarkan apa yang belakangan dikenal sebagai “Agama Buddha”.

Mengapa? … Karena semua ajaran “Agama” Buddha itu tidak cocok bagi seorang yang bermeditasi! Alih-alih, inilah ajaran singkat Sang Buddha kepada Bahiya:

“Bahiya, lakukan ini: Di dalam apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat; di dalam apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar; di dalam apa yang tercerap (perceived) oleh indra-indra yang lain, hanya ada yang tercerap; di dalam apa yang muncul sebagai ingatan, hanya ada ingatan. Kalau kamu bisa melakukan itu, maka KAMU TIDAK ADA. Dan itulah, hanya itulah, akhir dari Dukkha.”

[ Sumber =

http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Apa-ajaran-Sang-Buddha-tentang-sadar-eling-pada-saat-kini--td16575427.html ]


Bagi seorang pembaca yang kurang cermat ( terutama bagi seorang Non-Buddhis ), statement Romo Hudoyo diatas nampak tidak janggal sedikitpun. Namun, bila kita cermati dengan seksama, ada satu kalimat yang sesungguhnya sangat tidak tepat menggambarkan alasan mengapa Sang Buddha hanya mengajarkan petunjuk singkat pada Bahiya. Kalimat Romo Hudoyo yang saya maksudkan adalah,  “ … pendeknya Sang Buddha tidak mengajarkan apa yang belakangan dikenal sebagai “Agama Buddha”.  Mengapa? … Karena semua ajaran “Agama” Buddha itu tidak cocok bagi seorang yang bermeditasi! “.

Apakah benar alasan Sang Buddha tidak mengajarkan “Empat Kesunyataan Mulia”  termasuk “Jalan Ariya Beruas Delapan” pada Bahiya adalah karena “Semua ajaran “Agama” Buddha itu TIDAK COCOK BAGI SEORANG YANG BERMEDITASI!” ? Disini terlihat adanya upaya “pembiasan” yang dilakukan oleh Romo Hudoyo. Sebab, ummat Buddha yang telah membaca Bahiya-Sutta ( Udana I.10 ) pasti akan mengetahui kisah selengkapnya dari kisah petapa Bahiya tersebut. Alasan mengapa Sang Buddha “tidak-sempat” mengajarkan “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan”-Nya adalah karena, saat itu Sang Buddha bersama para Bhikkhu sedang sibuk menerima dana makan. Begini kisah selengkapnya :

“…Ketika melihat Sang Bhagava, dia mendekat, bersujud, dengan kepala di kaki Sang Bhagava dan berkata, “ Ajarilah saya Dhamma,, Sang Bhagava ; ajarilah saya Dhamma, Sugata, demi kebaikan dan kebahagiaan saya sendiri untuk waktu yang lama.”

Ketika diajak berbicara demikian, Sang Bhagava berkata kepada Bahiya yang berpakaian kulit kayu, “ Ini bukan waktu yang tepat, Bahiya, kami akan pergi menerima dana makan.”

Kedua kalinya Bahiya berkata kepada Sang Bhagava,”Sulit untuk tahu dengan pasti, Sang Bhagava, berapa lama Sang Bhagava akan hidup atau berapa lama saya akan hidup. Ajarilah saya Dhamma, Sang Bhagava ; ajarilah saya Dhamma, Sugata, demi untuk kebaikan dan kebahagiaan saya sendiri untuk waktu yang lama.” “

Bahiya kemudian mendesak Sang Buddha dengan mengulangi pertanyaannya tesebut ( sama persis dengan pertanyaan kedua ) ketiga kalinya. Akhirnya, Sang Buddha ( setelah didesak oleh permohonan Bahiya yang diajukan sampai tiga-kali ) berkenan menerangkan Dhamma, yang berupa petunjuk latihan singkat.

“Dalam hal ini, Bahiya, kamu harus melatih dirimu sendiri : di dalam apa yang dilihat hanya ada apa yang dilihat ; di dalam apa yang didengar hanya ada apa yang didengar; didalam apa yang dirasakan hanya ada apa yang dirasakan;  di dalam apa yang diketahui hanya ada apa yang diketahui. Dengan cara ini kamu harus melatih dirimu sendiri, Bahiya.

Jika, Bahiya, di dalam apa yang dilihat hanya ada apa yang dilihat,…., didalam yang diketahui hanya ada apa yang diketahui, maka Bahiya, kamu tidak akan “besama-itu”; bila Bahiya kamu tidak lagi “bersama-itu”, kamu tidak akan berada di dalam itu; bila Bahiya, kamu tidak ada di dalam itu, maka Bahiya, kamu tidak akan berada disini maupun disana tidak juga diantara keduanya. Inilah akhir penderitaan.”

Melalui ajaran Dhamma yang singkat dari Sang Bhagava ini, pikiran Bahiya yang bepakaian kulit kayu segera terbebas dari kekotoran tanpa kemelekatan. Kemudian , sesudah mengajar Bahiya dengan petunjuk ringkas itu, Sang Bhagava pergi melanjutkan perjalanan-Nya bersama para Bhikkhu untuk menerima dana makanan.

Cukup jelas bukan, bahwa alasan mengapa Sang Buddha hanya mengajarkan Dhamma singkat tersebut pada Bahiya ( dan mengapa tidak mengajarkan Dhamma yang lengkap ; “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan” ) adalah karena Beliau sedang dalam perjalanan pergi menerima dana makanan, dan itu bukan waktu yang tepat untuk mengajarkan Dhamma ; “ Ini bukan waktu yang tepat, Bahiya, kami akan pergi menerima dana makan.”. Jadi, bukan karena  semua ajaran “Agama” Buddha itu tidak cocok bagi seorang yang bermeditasi! “ seperti yang dikatakan Romo Hudoyo.

Dan penyimpulan secara sepihak oleh Romo Hudoyo ini ( tanpa didasari kebenaran yang tersurat dan tersirat dalam Bahiya-Sutta tersebut ), kemudian ia jadikan justifikasi untuk membenarkan “ajaran”-nya dalam “MMD” yang menolak “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan”.

Itulah MMD. – Ketika mendengar itu, pada saat itu juga, langsung Bahiya tercerahkan sempurna (menjadi Arahat), dengan melompati ketiga tingkat kesucian di bawahnya.

Di dalam khotbah singkat kepada Bahiya itu, Sang Buddha tidak bicara tentang “baik” vs “buruk”, tentang “Usaha Benar”, yakni meningkatkan yang baik dan mengurangi yang buruk, tentang Sila, tentang Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Konsentrasi Benar dsb dsb, pendeknya Sang Buddha tidak mengajarkan tentang segala yang “Benar” (samma-) versus segala yang “Salah” (miccha-).

Bahiya-sutta itulah yang menjadi dasar bagi saya mengajarkan MMD kepada umat Buddha. Ajaran singkat Sang Buddha kepada Bahiya itu persis sama dengan yang diajarkan oleh Krishnamurti 2500 tahun kemudian, yang ditemukannya kembali dan diajarkan oleh K selama 60 tahun ia mengajar masyarakat di dunia modern.

Salam,
semar

[ Sumber =

http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Apa-ajaran-Sang-Buddha-tentang-sadar-eling-pada-saat-kini--td16575427.html ]


Dan, ajaran J.Krishnamurti yang diadopsi oleh Romo Hudoyo dan secara sepihak ia klaim “sesuai” / “persis-sama” dengan ajaran Sang Buddha pada Bahiya ( yang bila dicermati secara kontekstual ternyata sesungguhnya jauh berbeda secara esensial ) tersebut, sesungguhnya oleh J.Krishnamurti sendiri telah diakui cukup membuatnya tidak lega ( atau “kecewa” ) dengan mengeluhkan bahwa selama enam-puluh (60) tahun ia mengajar “tidak seorang pun mengalami transformasi batiniah, sebagaimana diharapkannya.” (Hudoyo,  Dari:  -> Forum: Supranatural -> Subforum: Spiritual -> Thread: MMD (Meditasi Mengenal Diri) ;  http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan–Perbedaan-Krishnamurti—Buddha-td16375574.html ) . dan dengan begitu, Romo Hudoyomasih “keukeuh” mengklaim bahwa  siapapun ( ummat agama apapun ) yang  “ mengikuti MMD ia akan mengakhiri dukkha...”
[ Dr.Hudoyo Hupudhio Mph ; http:///showthread.php?t=878014&page=8 ].

Expektasi yang sangat “tinggi-nun-jauh-disana”, bahkan, apakah Romo Hudoyo sendiri telah “mengakhiri-dukkha” / merealisasi “Nibbana” ? atau, telah menjadi seorang Arahanta ?

Agar kita semua menjadi lebih jelas lagi duduk perkaranya, mari kita membahas lebih dalam lagi mengenai Bahiya-Sutta.

Setelah Bahiya , petapa berkulit kayu, mendengarkan ajaran singkat dari Sang Buddha, ia langsung “tercerahkan”. Membaca kisah “fantastis” ini tentunya sangat menarik hati bagi para pembaca yang ingin segera menjadi seorang “Arahat”, bukan begitu. Tapi, setelah anda yang “tergoda” menjalankan ajaran singkat ini, apakah telah ada diantara anda yang mencapai “Pencerahan-Sempurna” dengan sekedar menjalankan instruksi singkat Sang Buddha pada Bahiya tersebut ? ( Romo Hudoyo sendiri, bagaimana, sudah merealisasi Arahata-Magga-Phala-kah ? )

Kita semua, para ummat Buddha khususnya, dan rekan-rekan non-Buddhis umumnya, seyogyanya lebih bijak dalam mempelajari sebuah Sutta dari Sang Buddha. Sesungguhnya, ada kisah yang panjang dibalik Bahiya-Sutta yang relative pendek tersebut. Kisah lengkap dari petapa Bahiya ini ada di dalam Apadana ( kisah kehidupan lampau para Arahanta ) dan dalam kitab-kitab komentar.

Di dalam salah satu kehidupan lampaunya, Bahiya adalah seorang Bhikkhu , siswa dari Buddha-Kassapa. Ketika itu, karena ingin sekali mencapai kebebasan dengan cepat, ia bersama-sama dengan enam Bhikkhu yang lain, memanjat sebuah gunung curam ke atas sebuah karang besar. Lalu mereka semua membuang tangga, dan meneguhkan diri untuk bermeditasi dan tetap berada diatas karang besar itu sampai mereka tercerahkan atau mati. Yang tertua diantara ke-tujuh Bhikkhu tersebut berhasil merealisasi Arahata-Magga-Phala, dan seorang Bhikkhu tertua yang lain merealisasi Anagami-Magga-Phala, tetapi lima Bhikkhu lainnya, yang menolak makan makanan yang diperoleh oleh dua Bhikkhu tertua yang disebut terdahulu melalui kekuatan batin mereka, meninggal dunia setelah tujuh-hari. Bahiya adalah salah satu dari lima Bhikkhu yang meninggal tersebut. Bhikkhu yang berhasil merealisasi Anagami-Magga-Phala kemudian  dilahirkan kembali di dalam alam Brahma dan kelak ( dimasa kehidupan terakhir Bahiya ) muncul di hadapan Bahiya sebagai “familinya yang dulu”. Kelima Bhikkhu yang meninggal dunia, setelah bertumimbal lahir di alam surga, lahir kembali sebagai manusia pada masa Buddha Gotama, salah satunya adalah Bahiya tersebut ( keempat Bhikkhu yang lainnya, terlahir kembali dimasa Buddha Gotama sebagai : Pukkusati, Sabhiya, Kumarakassapa, dan Dabba si orang Malli ).

Dalam kehidupan terakhirnya, Bahiya adalah seorang pelaut, yang sukses menyeberangi lautan sebanyak tujuh kali. Pada perjalanan kedelapan, kapalnya karam, tetapi ia berhasil selamat ke pantai dengan mengapung di atas kayu gelondongan. Karena kehilangan seluruh pakaiannya, dia membuat pakaian sementara dari kulit kayu, dan pergi untuk meminta makanan di Kampung Supparaka. Penduduk kampong setempat kemudian terkesan dengan penampulannya, dan oleh karenanya mempersembahkan makanan, penghormatan, dan bahkan seperangkat jubah mahal kepada Bahiya. Ketika Bahiya menolak baju baru itu, para penduduk justru semakin menyanjungnya. Bahiya mendapatkan kehidupan yang nyaman, dan dengan begitu dia tidak kembali ke laut. Banyak orang kemudian menganggap Bahiya adalah seorang Arahanta, dan Bahiya pun dengan salah-kaprah menganggap bahwa ia adalah seorang Arahanta.

Disaat itulah kemudian , sesosok Brahma membaca pikiran keliru dari Bahiya dan menegur Bahiya, karena terdorong rasa welas-asih. Brahma tersebut tidak lain adalah salah satu dari ketujuh Bhikkhu yang saat itu merealisasi Anagami-Magga-Phala.Kemudian Brahma Anagami tersebut memberitahu Bahiya bahwa ada seorang Arahanta yang sejati, ialah Buddha Gotama, yang hidup di masa itu, tinggal di sisi lain India, tepatnya di Savatthi.

Setelah diberitahu oleh Brahma Anagami tersebut, Bahiya  segera meninggalkan Supparaka ( sekarang Supparaka adalah Sopara, di utara Mumbai ), dan tiba di Savatthi ( tujuh-belas (17) KM sebelah barat Balrumpur ) dalam waktu semalam saja. Kisah selanjutnya adalah seperti yang sudah saya tuliskan diatas, yaitu penyampaian permohonan Bahiya ( sampai tiga (3) kali )  pada Sang Buddha agar Sang Buddha berkenan memberikan pengajaran Dhamma pada Bahiya. Beberapa waktu setelah Bahiya berhasil merealisasi Arahata-Magga-Phala melalui ajaran singkat Sang Buddha, Bahiya meninggal terbunuh oleh seekor lembu betina yang sedang bersama anaknya ( demikian menurut ungkapan Gavi Tarunavaccha ).

Dari latar-beakang tersebut, bisa kita ketahui bersama bahwa Bahiya adalah seorang manusia luar-biasa. Pada masa Buddha-Kassapa, ia mempunyai tekad luar biasa untuk bermeditasi diatas gunung, lebih baik mati dan tidak akan meninggalkan tempat di atas gunung sebelum ia tercerahkan-sempurna. Dengan kekuatan tekadnya pula, ia saat itu (beserta keempat bhikkhu lainnya) menolak makan makanan dari dua Bhikkhu tertua yang berasal dari kekuatan batin kedua bhikkhu tersebut.

Dalam kehidupan terakhirnya sebelum bertemu Sang Buddha, ia mampu mendengar suara Brahma Anagami yang berbicara padanya, dan dia juga mampu menempuh perjalanan dari Supparaka menuju Savatthi – dengan kecepatan 1.300 Km/per-jam , seperti seorang penerbang masa kini – hanya dalam semalam.

Melihat kisah latar-belakang tersebut, bisa dipastikan bahwa Bahiya adalah seorang petapa yang memiliki “Abhinna” sebagai hasil pencapaian Jhana-Jhana-nya. Dari masa Buddha-Kassapa, ia ber-aditthana dengan kuat untuk bertapa merealisasi pembebasan. Di masa kehidupan terakhir sebelum bertemu Sang Buddha, ia telah memiliki “dibbasotta” / “telinga-dewa” sehingga mampu mendengarkan suara Brahma. Dan, kemampuan ia untuk menempuh perjalanan dari Supparaka menuju Savatthi hanya dalam waktu semalam, semakin memastikan bahwa ia telah meraih Jhana-Jhana melalui samadhinya. Dan barangkali, karena “kemampuan” istimewanya tersebutlah, Bahiya keliru beranggapan bahwa ia adalah seorang Arahanta.


Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:46:10 AM

Sehingga karena latar-belakang itu semualah, kita semua bisa memaklumi / tidak heran jika Bahiya yang hanya diberi khotbah Dhamma yang singkat oleh Sang Buddha mampu dengan segera merealisasi Arahata-Magga-Phala.

Tanya = menurut pak hudoyo, yang mana yang ajaran SANG BUDDHA ?? tolong kita kita “dicerahkan” ??


Jawab = Saya tidak berniat mencerahkan siapa pun, tapi menurut saya pribadi, ajaran Sang Buddha adalah vipassana yang diajarkan dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta. ITU CUKUP, yang lain-lain tidak perlu sama sekali.

[ Sumber =

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3718.15.html ]


Romo Hudoyo merujuk sutta yang lain lagi, Malunkyaputta-Sutta ( Samyitta Nikaya 35.95 ). Sebenarnya, sebelum Malunkyaputta diberi pengajaran yang sama pada Bahiya, Sang Buddha mengajarkan perlunya pencapaian paling tidak salah satu dari Jhana-Jhana ( hal ini diajarkan setelah Sang Buddha menegur Malunkyaputta yang berpadangan-salah saat itu ) guna menghancurkan kelima belenggu yang pertama, dan dengan begitu bisa meraih tingkatan persis di bawah Arahanta, yaitu Anagami-Magga-Phala. Sang Buddha berkata kepada Malunkyaputta bahwa adalah mustahil meraih Anagami-Magga-Phala, apalagi Arahata-Magga-Phala, tanpa sebuah Jhana.

Setelah berhasil merealisasi Anagami-Magga-Phala, dan kemudian mendengarkan ajaran yang persis-sama yang diberikan pada Bahiya, Malunkyaputta lalu “tinggal menyendiri, menyepi, tekun , gigih, dan teguh”, dan tak lama kemudian ia menjadi seorang Arahanta.

Penafsiran Romo Hudoyo atas Bahiya-Sutta dan Malunkyaputta-Sutta yang “dipersingkat”-nya itulah yang membuat jalan-pikiran Romo Hudoyo kemudian menjadi “keliru” ; dan semakin keliru ketika mengajarkan pada murid-muridnya untuk membuang “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan”.

Jadi, Romo Hudoyo dalam hal ini terlalu menggampangkan persoalan. Seolah-olah “pencerahan” adalah sesederhana itu. Bila sesederhana itu, maka seorang pencuri pun bisa memperoleh pencerahan tanpa harus memperbaiki moralitasnya ;  ia bisa disebut meraih “pencerahan-sempurna” sementara ia tetap terus mencuri, merampok, dan bertindak asusila lainnya ; asalkan ,”…di dalam apa yang dilihat hanya ada apa yang dilihat ; di dalam apa yang didengar hanya ada apa yang dirasakan; di dalam apa yang diketahui hanya ada apa yang diketahui….dst.”

Seorang pembunuh pun bisa terus mengumbar kemarahan/kebenciannya, tanpa harus mengembangkan cinta-kasih dan kasih-sayang , dan ia tetap memperoleh “pencerahan-sempurna” selama ia menjalankan instruksi, ,”…di dalam apa yang dilihat hanya ada apa yang dilihat ; di dalam apa yang didengar hanya ada apa yang dirasakan; di dalam apa yang diketahui hanya ada apa yang diketahui….dst.”

Jalan Ariya Beruas Delapan, merupakan “Jalan-Visi” dan “Jalan-Transformasi”. Diawali dengan “Pengertian-Benar” ( Samma-ditthi ) seseorang akan memandang alam-semesta seisinya ini dengan apa-adanya, mampu melihat hakekat-sejati, bahwa hidup ini adalah dukkha, dan sebab dukkha adalah nafsu-keinginan (tanha) yang berkobar-kobar, bahwa dukkha ini pun bisa berakhir ( saat merealisasi Nibbana ), dan berakhirnya dukkha tersebut melalui sebuah Jalan, ialah “Jalan Ariya Beruas Delapan” itu sendiri. Inilah ( Pengertian-Benar / Samma-ditthi )  “Jalan-Visi”. Dengan diawali oleh “Jalan-Visi” tersebut, kemudian seseorang mentransformasikan “Visi”-nya tersebut dalam seluruh aspek kehidupannya.  Dengan “Pengertian-Benar”, yang bersih, jernih, selanjutnya ia akan memiliki “Pikiran-Benar” ( Samma-Samkappa ), mulai meninggalkan pikiran-pikiran yang jahat, buruk, dan melangkah untuk membersihkan piirannya, melalui pemupukan “sepuluh-kesempurnaani” / “dasa-paramita” ( sad-paramita dan catur-paramita ). Dan seterusnya, dan seterusnya, sehingga secara integral , jalan itu terangkum dalam rumusan “Jalan Ariya Beruas Delapan” ( 1. Pengertian Benar ( Samma-ditthi ) ; 2. Pikiran-Benar ( Samma-Samkappa ) ; 3. Ucapan-Benar ( Samma-Vaca ) ; 4. Perbuatan-Benar ( Samma-Kammanta ) ; 5. Mata Pencaharian benar (Samma-Ajiva) ; 6. Usaha-Benar ( Samma-Vayama ) ; 7. Perhatian-Benar (Samma-Sati) ; 8. Konsentrasi-Benar ( Samma-Samadhi ) ) ; dan ini adalah satu-satunya “Jalan” yang harus ditempuh para makhluk demi pencapaian kesucian, demi pembebasan dari arus samsara. Jalan ini adalah “Tunggal” , artinya kedelapan ruas itu adalah satu-kesatuan ; tidak bisa bila hanya ditempuh tujuh (7), atau enam (6), apalagi hanya satu (1) ruas saja. Dan khotbah singkat Sang Buddha pada Bahiya itu hanyalah menggambarkan satu ruas saja dari “Jalan Ariya Beruas Delapan” tersebut, ialah ruas “Perhatian-Benar” ( Samma-Sati ) ; itupun penggambaran yang terlampau singkat bagi umumnya ummat manusia “yang matanya masih ditutupi debu”. Permasalahannya kemudian, apakah  kita yakin, bahwa setiap praktisi ( dalam hal ini, praktisi MMD khususunya ) yang hanya menjalankan instruksi singkat Sang Buddha tersebut telah termasuk golongan “yang matanya hanya ditutupi sedikit debu” seperti Bahiya sehingga dengan sekedar instruksi singkat tersebut, seseorang kemudian menjadi “tercerahkan-sempurna” seperti Bahiya ?

6. PENGAKUAN ROMO HUDOYO ADANYA BUDDHA YANG TELAH MUNCUL DI ABAD KE-20 ; YAITU J.KRISHNAMURTI


“…J.Krishnamurti,yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai

pencerahan & pembebasan sempurna dalam hidupnya di abad ke-20 lalu-

entah apa pun namanya : arahat, buddha, insan kamil, hidup di dalam Allah,

apa pun”.

[ Sumber =

http://www.usenet.com/newsgroups/soc.culture.indonesia/msg03344.html ]


Statement Romo Hudoyo mengenai “pencerahan” atau / “pembebasan-sempurna” yang dicapai oleh J.Krishnamurti ini sepertinya dikeluarkan tanpa memahami terlebih dahulu , apakah itu “pencerahan”, apa itu “pembebasan-sempurna” , kemudian lebih rancu lagi ketika Romo Hudoyo meng-generalisir / mempersamakan pengertian-pengertian dari : Arahat, Buddha, Insan-Kamil, dan “Hidup-di-dalam-Allah”.

Mengenai “pencerahan”, saya akan ambil definisi menurut Buddhisme. Mungkin Romo Hudoyo akan menganggap saya “textbook-thinking” seperti biasanya Romo lontarkan pada umumnya ummat Buddha yang beradu argumentasi dengan Romo. Akan tetapi, definisi melalui sebuah rumusan yang ada, setidaknya lebih “berdasar”, ketimbang definisi yang tidak jelas dan bias, yang akan menjadi “ranah-abu-abu” untuk bermain dengan kata-kata indah yang sebenarnya kosong makna. Berikut ini adalah definisi pencerahan (Bodhi) yang saya ambil dari kitab “Riwayat Agung Para Buddha” karya Tipitakadhara Mingun Sayadaw.

Empat pengetahuan Pandangan Cerah (Jalan menuju lenyapnya penderitaan, yang berbentuk faktor terakhir dari Empat Kebenaran Mulia yang terdiri dari delapan faktor: (1) pandangan benar (sammà ditthi), (2) pemikiran benar (sammà samkappa), (3) perkataan benar (sammà vàcà), (4) perbuatan benar (sammà kammanta), (5) penghidupan benar (sammà àjiva),  (6) usaha benar (sammà vàyàma), (7) perhatian benar (sammà sati), dan (8) pemusatan benar (sammà samàdhi). Dua pertama adalah kebijaksanaan (pannà), tiga berikutnya adalah moralitas (sila), dan tiga terakhir adalah konsentrasi (samàdhi).) ) mengenai Jalan (Magga Nana) dengan atau tanpa disertai kemahatahuan (Sabbannuta Nana  ;  Sabbannuta Nàna terdiri dari kata “sabbannuta” dan “Nàna”. Kata pertama “sabbannuta” artinya adalah “mahatahu”. Seseorang yang memiliki sabbannuta atau Sabbannuta Nàna adalah “Sabbannu” ; “Yang-Mahatahu”, bukan berarti ia selalu mengetahui segalanya, tetapi ia dapat mengetahui segalanya jka ia menghendakinya.) disebut Pencerahan (Bodhi). Pencerahan ada tiga jenis:

(1)         Sammà-Sambodhi: Pencerahan berupa empat pengetahuan Pandangan Cerah mengenai Jalan yang disertai kemahatahuan. Empat pengetahuan mengenai Jalan adalah pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri tanpa bantuan guru, dan memiliki kekuatan untuk melenyapkan kotoran batin, juga kebiasaan-kebiasaan (vàsanà) dari kehidupan-kehidupan sebelumnya; Kemahatahuan adalah pemahaman atas semua prinsip yang perlu diketahui.

(2)         Pacceka-Bodhi: Pencerahan berupa empat pengetahuan Pandangan Cerah mengenai Jalan, yaitu pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri tanpa bantuan guru.

(3)         Sàvaka-Bodhi: Pencerahan berupa empat pengetahuan Pandangan Cerah mengenai Jalan, yaitu pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri dengan bantuan guru.

Nah, menilik definisi tersebut diatas, pencerahan (Bodhi) yang manakah yang telah diraih oleh J.Krishnamurti ? Bukankah J.Krishamurti sendiri menolak adanya “Jalan” sebagai hasil pengetahuan-pandangan-cerah ( meskipun akhirnya setelah dikejar oleh pewawancara dari BBC ia berkata “Ada” ) ?

Atau setidaknya, jika “pengakhiran-dukkha” yang digunakan untuk mendefinisikan dari “pencerahan” / “pembebasan-sempurna” , apakah J.Krishamurti telah mencabut ketiga-akar : keserakahan / nafsu-indriya ( lobha ), kemarahan/kebencian (dosa), dan kebodohan batin ( moha ) ? Bukankah apa yang “dicapai” oleh J.Krishnamurti hanyalah “berhentinya-pikiran” yang itupun masih “rancu” untuk didefinisikan ?

Tapi saya sendiri, berangkat dari sudut pandang Buddhisme yang saya pahami,
secara pribadi menganggap ajaran K adalah ajaran Buddha yang paling murni,
tanpa embel-embel atau bendera apa pun. Ajaran K, seperti ajaran Buddha,
adalah ibarat daun Simsapa yang ada di dalam genggaman tangan–bukan daun
Simsapa yang ada di hutan–sedikit tapi cukup untuk membawa pada pembebasan. — Bahkan menurut hemat saya, dari sudut pandang Buddhis yang saya pahami, K adalah seorang Buddha/arahat pada abad ke-20.

Salam,
Hudoyo

[ Sumber =


http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/5582 ]


Pernyataan bahwa J.Krishnamurti adalah seorang “Buddha” di abad ke-20 yang lalu, menurut saya sangatlah tidak berdasar. Buddha yang mana yang dimaksudkan oleh Romo Hudoyo ? Bila yang dimaksud adalah “Samma-Sambuddha” ( Seperti Sang Buddha Gotama ), maka setidaknya ada dua hal yang membuat J.Krishnamurti tidak bisa disebut seorang “Samma-Sambuddha”.

Pertama, sebagaimana semua ummat Buddha tahu, bahwa selama ajaran seorang Samma-Sambuddha masih ada dan diikuti oleh ummat manusia, maka tidak akan mungkin muncul Samma-Sambuddha yang baru. Sebab, semua Buddha mengajarkan Dhamma yang sama, persis-sama tiada beda. Saat ini, Dhamma Sang Buddha masih berkembang dan diikuti oleh setidaknya 500 juta ummat manusia sedunia, Ti-Pitaka yang menguraikan Dhamma Sang Buddha juga masih tersebar luas, bisa dibaca oleh siapapun, bagaimana mungkin disaat seperti itu muncul seorang Samma-Sambuddha ( yang mencapai pencerahan-sempurna tanpa bantuan seorang Guru pun ) ?  Sebab, Dhamma yang ia babarkan dengan demikian PASTI tidak ORIGINAL, karena ia bisa mengakses pelajaran-pelajaran Dhamma, ia bisa membaca berbagai buku dan membaca Ti-Pitaka yang menguraikan tentang Dhamma.

Kedua, Seorang Samma-Sambuddha disebut dengan istilah “Tarayitu” , yang artinya “Ia yang menyeberangkan makhluk-makhluk lain”. Yang-Teragung  , Beliau telah menyeberangi samsara, dan menyelamatkan makhluk-makhluk lain dari samsara. Nah, sementara, J.Krishnamurti sendiri mengeluhkan bahwa selama enam-puluh (60) tahun ia mengajar “tidak seorang pun mengalami transformasi batiniah, sebagaimana diharapkannya.” (Hudoyo,  Dari:  -> Forum: Supranatural -> Subforum: Spiritual -> Thread: MMD (Meditasi Mengenal Diri) ;  http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan–Perbedaan-Krishnamurti—Buddha-td16375574.html ) . Sebuah pengakuan yang jujur ini menunjukkan, bahwa J.Krishnamurti belum pernah “berhasil-membawa” ummat manusia mencapai “pencerahan” seperti yang diharapkannya [!], sehingga bagaimana mungkin pula ia dinobatkan sebagai seorang “Samma-Sambuddha” [?].

Jika yang dimaksud Romo Hudoyo adalah J.Krishnamurti seorang Pacceka Buddha, maka itu juga tidak mungkin. Paceka-Buddha ( Buddha-pribadi ) disebut sebagai “Tarita”, makhluk mulia yang telah menyeberangi lautan samsàra oleh dirinya sendiri namun tidak dapat menyelamatkan makhluk lain dari bahaya saÿsàra. Seorang Pacceka Buddha tidak muncul pada saat kemunculan Buddha Yang Mahatahu. Mereka hanya muncul dalam periode antara kemunculan Dua Samma-Sambuddha dimana ketika itu tidak ada seorang Samma-Sambuddha dan tidak terdengar lagi “Dhamma” dari seorang Samma-Sambuddha. Pacceka Buddha juga memahami Empat Kebenaran Mulia oleh diri sendiri namun tidak mampu mengajarkannya kepada makhluk lain. Setelah mencapai Jalan dan Buahnya, Nibbàna (pativedha, secara harfiah berarti penembusan, merupakan satu dari tiga aspek ajaran Buddha; dua yang pertama adalah pariyatti dan pañipatti, memelajari kitab dan mempraktikkan), Ia tidak dapat menceritakan pengalaman pribadi atas pencapaiannya karena ia tidak memiliki terminologi yang tepat menjelaskan hukum spiritual ini. Oleh karena itu, pengetahuan seorang Pacceka Buddha akan Empat Kebenaran (Dhammàbhisamaya) oleh para komentator diumpamakan sebagai mimpi si dungu atau seorang petani bodoh yang mengalami kehidupan di kota besar yang tidak mampu ia ceritakan kembali. Pacceka Buddha (makhluk Tarita) adalah mereka yang telah menyeberangi samsàra oleh diri sendiri, tetapi tidak dapat membantu makhluk lain menyeberang. Dan, bila muncul seorang Pacekka-Buddha pada masa masih berkembangnya “Dhamma” seorang Samma-Sambuddha, maka ia akan bergabung dalam komunitas para suciwan ( Sangha ) dan merealisasi Arahata-Magga-Phala. Menilik criteria-kriteria seorang Pacceka-Buddha tersebut, maka tidak mungkin pula J.Krishnamurti bisa diakui sebagai seorang Pacceka-Buddha.
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:48:36 AM
Atau mungkin yang dimaksud Romo Hudoyo, J.Krishnamurti adalah seorang Siswa Mulia atau Sàvaka-Buddha ? Sàvaka-Buddha disebut juga makhluk Tàrita karena telah dibantu menyeberangi lautan samsàra oleh Buddha Yang Mahatahu.  ajaran seorang siswa Buddha berasal dari seorang Buddha; bukan berasal dari siswa itu sendiri. Ia tidak dapat memberikan khotbah yang berasal dari diri sendiri tanpa bantuan dan petunjuk dari ajaran Buddha. Oleh karena itu siswa demikian disebut makhluk Tàrita, bukan makhluk Tarayitu, karena mereka tidak mungkin menembus Empat Kebenaran Mulia tanpa seorang guru; dan penembusan mereka atas Jalan dan Buahnya hanya dapat terjadi dengan adanya bantuan dan petunjuk dari guru. Menilik hal ini, maka J.Krishnamurti juga tidak mungkin dikategorikan sebagai seorang Savaka-Buddha, sebab ia sendiri menolak mengakui sebagai “ummat” Buddha ( berarti menolak mengakui dirinya telah “berguru” pada Sang Buddha ). Meskipun ini sesungguhnya controversial, sebab, sebagaimana Romo Hudoyo sendiri mengatakan bahwa J.Krishnamurti sewaktu muda banyak membahas mengenai ajaran Sang Buddha Gotama didalam sebuah kelompok kecil :

Di masa mudanya, sebelum tercerahkan pada th 1922, K suka membahas tentang Buddha Gautama dengan para sahabatnya dalam kelompok kecil. Ia sering mengidungkan bait-bait dari “The Light of Asia” karya Sir Edwin Arnold, sebuah buku tentang riwayat hidup Buddha Gautama dalam bentuk syair. Juga ia sering mengutip dari kitab Dhammapada.

[ Sumber :

http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Perbedaan-Krishnamurti---Buddha-td16375574.html ]


Dalam sebuah dialog antara J.Krishnamurti dengan Walpola Rahula ( pakar Buddhisme internasional asal Srilanka, dan penulis “Buddhisme” dalam Encyclopaedia Britannica, juga penulis buku yang sangat terkenal,’What The Buddha Taught” ) J.Krishnamurti sedikit “tidak-suka” ketika Walpola Rahula mengungkapkan dengan penuh kekaguman bahwa apa yang diajarkan J.Krishnamurti sangat tidak berbeda dengan apa yang diajarkan Buddha,, yang membedakan hanyalah kemasan dan gaya-bahasa yang dipakai. Berikut adalah petikan dialog antara Walpola Rahula dengan J.Krishnamurti tersebut :

“BUKANKAH ANDA MENGULANG APA KATA BUDDHA?”

WALPOLA RAHULA (WR): Saya telah mengikuti ajaran Anda–kalau boleh saya pakai kata itu–sejak masa muda saya. Saya telah membaca buku-buku Anda dengan penuh minat, dan saya telah menginginkan diskusi dengan Anda ini sejak lama.

Bagi seseorang yang mengenal ajaran Buddha cukup baik, ajaran Anda bukan hal asing, bukan hal baru baginya. Apa yang diajarkan Buddha 2.500 tahun lalu Anda ajarkan sekarang dengan idiom baru, gaya baru, pakaian baru. Ketika saya baca buku-buku Anda, saya sering membuat catatan-catatan di pinggir halamannya, membandingkan apa yang Anda katakan dengan Buddha, kadang-kadang saya bahkan mengutip bab dan ayat, atau teks–bukan hanya ajaran asli Buddha, tetapi juga ide-ide dari para filsuf Buddhis belakangan–itu juga Anda sampaikan dengan cara yang praktis sama. Saya heran, betapa baik dan indahnya Anda mengutarakannya.

Pertama-tama, saya ingin menyebutkan dengan singkat beberapa poin yang sama antara ajaran Buddha dan ajaran Anda. Misalnya, Buddha tidak menerima pengertian suatu Tuhan Pencipta yang berkuasa di dunia ini dan mengganjar atau menghukum manusia atas perbuatan mereka. Anda juga tidak, saya rasa. Buddha tidak menerima ide Weda, Brahmana kuno tentang adanya suatu roh atau ‘atman’ yang kekal, abadi, tak berubah selama-lamanya–Buddha menolak ini. Saya rasa, Anda juga tidak menerima pengertian ini.

Buddha mengawali ajarannya dengan premis bahwa kehidupan manusia merupakan masalah, penderitaan, konflik, kesedihan. Dan buku-buku Anda selalu menekankan itu. Dan Buddha juga mengatakan bahwa yang menyebabkan konflik, penderitaan ini adalah sikap mementingkan diri sendiri yang diciptakan oleh ide keliru tentang diriku, ‘atman’-ku. Saya rasa Anda berkata begitu juga.

Buddha berkata bahwa jika orang bebas dari keinginan, kelekatan, kepada diri, ia bebas dari penderitaan dan konflik. Dan saya ingat, Anda berkata dalam sebuah buku, bahwa pembebasan berarti pembebasan dari semua kelekatan–tidak dibedakan kelekatan baik dan kelekatan buruk–tentu saja ada perbedaan itu dalam kehidupan praktis sehari-hari, tapi pada akhirnya tidak ada pembagian seperti itu.

Lalu ada melihat kebenaran, merealisasikan kebenaran, artinya, melihat segala sesuatu seperti apa adanya; bila Anda lakukan itu, Anda melihat realitas, Anda melihat kebenaran dan bebas dari konflik. Saya rasa, Anda mengatakan ini sering sekali; misalnya dalam buku “Truth and Actuality”. Ini dikenal baik dalam pemikiran Buddhis sebagai ’samvrti-satya’ dan ‘paramartha-satya’: ’samvrti-satya’ adalah kebenaran konvensional, dan ‘paramartha-satya’ adalah kebenaran absolut atau tertinggi. Dan orang tidak bisa melihat kebenaran tertinggi dan absolut tanpa melihat kebenaran konvensional atau relatif. Itulah sikap Buddhis. Saya rasa, Anda mengatakan hal yang sama.

Pada tingkat yang lebih populer, tetapi sangat penting, Anda selalu berkata bahwa orang tidak boleh bergantung pada otoritas–otoritas siapa pun, ajaran siapa pun. Anda harus merealisasikannya sendiri, melihatnya sendiri. Ini ajaran yang sangat terkenal dalam Buddhisme. Buddha berkata, jangan menerima apa pun hanya oleh karena itu dikatakan oleh agama atau kitab suci, atau oleh seorang guru atau guru spiritual, terimalah hanya apabila Anda melihat sendiri bahwa itu benar, jika Anda melihat bahwa itu salah atau buruk tolaklah.

Dalam diskusi yang sangat menarik antara Anda dan Swami Venkatesananda, ia bertanya tentang pentingnya guru, dan jawaban Anda selalu: apa yang bisa diperbuat oleh seorang guru? Tergantung Andalah untuk melakukannya, seorang guru tidak bisa menyelamatkan Anda. Ini justru sikap Buddhis–bahwa Anda tidak seharusnya menerima otoritas. Setelah membaca seluruh diskusi itu dalam buku “The Awakening of Intelligence”, saya menulis bahwa Buddha pun pernah mengatakan hal-hal ini juga, dan meringkaskannya dalam dua baris dalam kitab Dhammapada: Andalah yang harus berusaha, para Buddha hanya mengajar. Ini tercantum dalam kitab Dhammapada, yang pernah Anda baca jauh di masa silam ketika Anda masih muda.

Salah satu hal yang sangat penting ialah penekanan Anda pada keadaan sadar [awareness], atau perhatian penuh [mindfulness]. Ini sesuatu yang teramat penting dalam ajaran Buddha, penuh perhatian. Saya sendiri heran ketika saya baca dalam Mahaparinibbana-sutta, suatu khotbah tentang bulan terakhir dalam kehidupannya, bahwa di mana pun ia berhenti dan berbicara kepada para muridnya, ia selalu berkata: sadarlah, kembangkanlah keadaan sadar, perhatian penuh. Itu disebut hadirnya perhatian penuh [the presence of mindfulness]. Ini juga poin amat kuat dalam ajaran Anda, yang sangat saya hargai dan ikuti.

Lalu, hal menarik lainnya ialah penekanan Anda terus-menerus pada ketidakkekalan. Ini salah satu hal mendasar dalam ajaran Buddha, segala sesuatu tidak kekal, tidak ada apa pun yang kekal. Dan di dalam buku “Freedom from the Known”, bahwa melihat tidak ada sesuatu yang kekal adalah luar biasa penting–oleh karena hanya di situ batin bebas. Ini sesuai sepenuhnya dengan Empat Kebenaran Mulia dari Buddha.

Ada satu poin lagi yang menunjukkan kesamaan antara ajaran Anda dan ajaran Buddha. Saya rasa di dalam buku “Freedom from the Known”, Anda berkata bahwa pengendalian diri dan disiplin lahiriah bukanlah jalannya, tetapi hidup tanpa disiplin juga tidak bermanfaat. Ketika saya baca ini, saya tulis di pinggir halaman, seorang Brahmana bertanya kepada Buddha, bagaimana Anda mencapai ketinggian spiritual ini, dengan cara bagaimana, dengan disiplin apa, dengan pengetahuan apa? Kata Buddha, bukan dengan pengetahuan, bukan dengan disiplin, bukan dengan cara, bukan pula tanpa hal-hal itu. Itu yang penting: bukan dengan hal-hal itu, tetapi juga bukan tanpa hal-hal itu. Itu persis apa yang Anda katakan: Anda mengutuk perbudakan pada disiplin, tetapi tanpa disiplin hidup tidak punya nilai. Itu persis seperti dalam Buddhisme Zen–tidak ada Buddhisme Zen, Zen adalah Buddhisme. Dalam Zen, perbudakan pada disiplin dilihat sebagai kelekatan, dan itu sangat dikutuk, tetapi tidak ada sekte Buddhis apa pun di dunia di mana disiplin begitu ditekankan [seperti Zen].

Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan, tetapi pertama-tama saya ingin mengatakan ada kesesuaian fundamental dalam hal-hal ini, dan tidak ada konflik antara Anda dan Buddha. Tentu saja, Anda bukan Buddhis, seperti Anda bilang.

Krishnamurti (JK): Tidak, Pak.

WR: Dan saya sendiri tidak tahu saya ini apa, itu tidak penting. Tetapi hampir tidak ada perbedaan antara ajaran Anda dan ajaran Buddha. Soalnya hanya Anda mengatakan hal yang sama dengan cara yang memukau bagi manusia masa kini, dan bagi manusia masa depan. Dan sekarang saya ingin tahu, bagaimana pendapat Anda tentang semua ini.

JK: Bolehkah saya bertanya, Pak, dengan segala hormat, mengapa Anda membanding-bandingkan?

Walpola Rahula (WR): Itu disebabkan karena ketika saya membaca buku-buku Anda sebagai seorang sarjana Buddhis, sebagai seorang yang telah mempelajari kitab-kitab Buddhis, saya selalu melihat bahwa itu hal yang sama.

K: Ya, Pak; tapi kalau boleh saya bertanya, apa perlunya membanding-bandingkan?

WR: Tidak ada perlunya.

K: Jika Anda bukan sarjana dalam Buddhisme serta semua sutra-sutra dan ucapan-ucapan Buddha, jika Anda tidak menyelami Buddhisme dengan sangat dalam, bagaimana kesan Anda ketika membaca buku-buku ini, tanpa latar belakang semua itu?

… dst. “

[ Sumber =

http:///showpost.php?p=44998135 ]


Terlihat adanya rasa ke-“tidak-suka”-an yang muncul dalam diri J.Krishnamurti ketika ajaran-ajarannya dikenali sebagai identik dengan ajaran Buddha oleh Walpola Rahula, seorang sarjana Buddhist. Menjawab pertanyaan terakhir dari J.Krishnamurti tersebut diatas, “ Jika anda tidak menyelami Buddhisme dengan sangat dalam, bagaimana kesan Anda ketika membaca buku-buku ini, tanpa latar belakang semua itu ? “ Jawaban dari saya adalah : SAYA PASTI AKAN SANGAT TERKESAN DAN BERDECAK KAGUM [!].

TAPI, bagi seorang Buddhist, maka akan sangat wajar jika kesan yang muncul adalah sama seperti yang muncul dalam diri Walpola Rahula. Mengapa J.Krishnamurti harus menunjukkan ke-“tidak-suka”-an akan hal itu ? Bukankah sebenarnya memang J.Krishnamurti sendiri sewaktu muda banyak membaca ajaran Buddha dan membahasnya dalam sebuah kelompok kecil seperti yang dinyatakan sendiri oleh Romo Hudoyo ?

K & Buddha sama-sama tidak menikah, hidup berkelana (tidak punya tempat tinggal tetap), kebutuhan fisiknya bergantung pada orang lain, dan yang terpenting, pencerahannya tidak diperoleh dari seorang guru, dan sama-sama menghabiskan kehidupannya untuk mengajarkan pembebasan kepada orang lain.

[ Sumber = http://www.nabble.com/-sastra-pembebasan--Perbedaan-Krishnamurti---Buddha-td16375574.html ]


Jika standard-standard diatas yang digunakan oleh Romo Hudoyo untuk kemudian menobatkan J.Krishnamurti sebagai seorang Buddha abad ke-20, maka sebenarnya diluar Sang Buddha Gotama tidak hanya J.Krishnamurti saja yang hidup tidak menikah, berkelana, kebutuhan fisiknya bergantung pada orang lain. Jaman Sang Buddha sendiri terdapat ratusan petapa-kelana yang memenuhi standard-standard itu, namun mereka semua itupun bukanlah seorang “Buddha”. Berkelana, tidak menikah, dan mengajarkan suatu “ajaran” bukanlah menunjukkan bahwa orang tersebut seorang “Buddha”.

Sedikit mengingatkan pada Romo Hudoyo, sepertinya Romo harus mengulangi lagi “Buddhanussati” sehingga bisa memahami , kualitas-kualitas seperti apakah yang harus dimiliki oleh seseorang sehingga ia bisa diakui sebagai seorang Buddha.

“Iti pi so Bhagava : Araham, Sammasambuddho, Vijjacaranasampano, Sugato, Lokavido, Anuttaropurisadhammasarati, Sattha Devamanussanam, Buddho, Bhagava’ti. “


a). Araham

Ia yang mencapai Pencerahan-Sempurna adalah “Araham”, karena :

Pertama, ia adalah Arahat ( Araham, Arahanta ), karena ia jauh ( araka ) dari semua kejahatan, ia telah menghancurkan semua kejahatan bersama-sama akarnya beserta kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik ( vasana ) yang dimiliki-Nya sebelum mencapai Pencerahan-Sempurna dengan jalan Ariya yang membawa-Nya pada tingkat ke-Buddha-an.

Kedua, Beliau adalah Arahat karena telah memusnahkan (han) musuh-musuh (ari) yaitu : keserakahan ( lobha ), kebencian ( dosa ), dan kegelapan-batin ( moha ), dan lain-lain dengan mengembangkan Jalan-Ariya.

Ketiga, Beliau adalah Arahat karena telah memotong (hata) ruji-ruji (Ara) dari roda samsara, yang lingkaran pusatnya terbuat dari ketidaktahuan dan keinginan hidup duniawi, yang jari-jarinya adalah sankhara, yang bingkainya adalah usia-tua dan kematian, yang sumbunya adalah asava-asava dan badannya terdiri dari tiga rangkaian kehidupan (ti-bhava). Di bawah pohon Bodhi dengan kekuatan kebajikan dan pengetahuan Beliau hancurkan semua ruji-ruji roda ini. Karena itu Beliau disebut seorang Arahat.

Keempat, Beliau adalah Arahat karena pantas dihormati dengan persembahan-persembahan yang terbaik, patut dihormati dengan penghormatan yang paling mulia. Jadi, Beliau adalah Arahat karena kemuliaan kesucian-Nya yang benar-benar layak untuk diberi sebutan “Araham”.

Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:50:28 AM
Kelima, Beliau adalah Arahat karena Beliau tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat apapun, sekalipun di tempat yang rahasia ( raha ), tidak seperti mereka yang menyatakan diri mereka suci, tetapi melakukan perbuatan-perbuatan jahat di tempat-tempat rahasia karena takut akan diketahui. Karena itu Beliau disebut “Araham” denga pengertian “A-raha”, bebas dari perbuatan jahat di tempat rahasia.

Jadi, seorang “Arahat”, Beliau yang jauh (araka) dari kejahatan, yang telah menghancurkan musuh-musuh yang berupa kejahatan (ari-hat), yang tidak melakukan kejahatan-kejahatan, sekalipun di tempat rahasia ( a-raha ). Oleh karena itu Beliau adalah : ARAHAM.

b). Sammasambuddho

Sammasambuddho adalah seorang yang telah mencapai pencerahan-sempurna disertai “Ke-Mahatahu-an” ( Sabbannuta ) atas usaha sendiri dan mengajarkan orang lain untuk merealisasi keadaan yang sama, yang pada waktu itu tidak ada lagi Dhamma di bumi.

c). Vijjacaranasampano

Ia telah sempurna ( Sampanno ) dalam pengetahuan luar biasa ( Vijja ) dan laku-lampah ( Carano ). Dalam Ambatha Sutta, Majjhima NikayaI.100, Vijja merupakan :

- Pandangan-terang ( Vipassana-nana )

- Memiliki berbagai kesaktian ( Iddhi-viddhi ) ; seperti menggandakan dirinya dari satu menjadi banyak, kemudian kembali dari banyak menjadi satu, kemampuan berjalan diatas air, kemampuan melayang di udara, kemampuan mendatangkan hujan di tempat yang gersang, kemampuan menyelam dalam bumi, kemampuan berdiam dalam bongkahan batu, kemampuan melunakkan bebatuan, mendatangkan angin, menciptakan sinar , melihat tembus ruang-waktu, menciptakan sesuatu ( seperti ketika Sang Buddha menciptakan perempuan cantik didepan Ratu Khema istri Raja Bimbisara dihadapan para Bhikkhu yang sedang diberi ceramah Dhamma oleh Sang Buddha ) , dan yang terutama, memiliki “Keajaiban-Ganda” ( Yamaka-Patihariya ) , yaitu menciptakan fenomena kembar ( pori-pori tubuh bagian atas menyemburkan api, pori-pori tubuh bagian bawah mennyemburkan air, dan begitu juga sebaliknya ), serta lain-lain kesaktian

- Telinga Dewa ( Dibba-sota )

- Membaca pikiran orang lain ( Cetopariya-nana )

- Mengetahui kehidupan-kehidupan yang lampau ( PUbbenivasanussati-nana )

- Mata-Dewa ( Dibbacakkhu )

- Melenyapkan semua kekotoran batin ( Asavakhaya-nana )

Kedelapan (8) pengetahuan luar biasa Sang Buddha tersebut diatas disebut “Vijja”, dengan pengertian menghancurkan (Vidavidarane ; memecahkan) existensi fenomenal, atau mengalami ( Veda-vide-vida ) “Nibbana”.

“Carana” terdiri atas lima-belas (15) unsure :

1. Kesempurnaan Sila ( Sila-Sampada )

2. Pengendalian Indria ( Indria Samvara )

3. Makan secukupnya ( Bhojanamattannuta )

4. Waspada dan menjaga diri dalam tiga waktu ( Jaganiyanuyoga )

5. Keyakinan ( Saddha )

6. Malu melakukan perbuatan jahat ( Hiri )

7. Takut akibat-akibat perbuatan jahat ( Ottapa )

8. Berpengetahuan luas ( Bahusacca )

9. Semangat ( Viriya )

10. Sadar ( Sati )

11. Bijaksana ( Panna )

12. Jhana pertama ( Pathama Jhana )

13. Jhana kedua ( Dutiya Jhana )

14. Jhana ketiga ( Tatiya Jhana )

15. Jhana keempat ( Catuttha Jhana )


Dengan lima belas unsure-unsur tersebut, seseorang dapat merealisasi Nibbana. Oleh karena itu unsure-unsur itu disebut “laku-lampah”. Di dalam Majjhima Nikaya (I.355) dijelaskan secara terinci sebagai jalan untuk merealisasi Nibbana. Diresapi oleh pengetahuan dan laku lampah yang demikian, maka Sang Buddha dikatakan sebagai “Vijja-carana-sampanno”.

Lebih lanjut, kesempurnaan Pengetahuan membawa Sang Buddha kepada “Ke-Mahatahu-an” ( Sabbannuta-nana ) dan kesempurnaan laku-lampah kepada Maha-Karuna.

Dengan Vijja-sampanno, Ia mampu untuk mengerti keadaan dari semua makhluk. Kasih-sayang-NYa yang besar mendorong-Nya untuk memajukan mereka kedalam jalan yang berfaedah. Oleh sebab itu pengikut-pengikut Sang Buddha terbimbing dengan benar, tidak tersesat seperti siswa-siswa dari petapa-petapa / suciwan-suciwan lainnya, karena kurangnya pengetahuan (Vijja) dan laku-lampah (Carana) mereka.

d). Sugato

Setelah melalui jalan yang benar, Bhagava merealisasi Nibbana, karena itu Beliau disebut “SUGATA”, yang secara harafiah berarti “Yang-Telah-Merealisasi”. Ia telah pergi dengan bahagia sepanjang jalan itu, yaitu Jalan Mulia ( Ariya Magga ). Tanpa ragu-ragu Beliau telah melaluinya ke tempat yang aman. Jadi ia telah sampai dengan sempurna “pada tempat yang benar, keadaan tanpa kematian, “Amata” / “Amerta”.


e).Lokavidu

Sang Bhagava mengetahui alam semesta dalam semua segi, maka ia disebut “Pengenal Alam Semesta “ (Lokavidu) . Loka berarti alam-semesta. Alam semesta ini dikelompokkan menjadi :

a. Alam Benda ( Sankhara Loka )

b. Alam Makhluk Hidup ( Satta Loka )

c. Alam Tempat ( Okasa Loka )

Sang Bhagava mengetahui semua alam tersebut dengan segala isinya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, manussa, deva, dan brahma, dengan segala kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.

f). Anuttaropurisadhammasarati

Tidak ada makhluk lain di ala mini yang lebih suci darpiada Sang Buddha. Karena itu Sang Buddha diberi gelar “Tidak-ada-bandingnya” ( Anuttaro ). Beliau menuntukn (Sarathi) makhluk yang harus dijinakkan ( purisadhamma ) melatih mereka ( vinati ) dan menundukkan ( dameti ) seperti kusir ( sarata ) melatih kuda.

Disini “purisadhamma” berarti mereka ( manusia atau bukan ) yang belum dilatih dan yang pantas dilatih.

Ia juga mendidik mereka yang telah mendapat latihan, menerangkan pada mereka tentang Samadhi dan pencapaian-pencapaian lainnya, menganjurkan mereka menempuh jalan untuk kemajuan, menuntun mereka mencapai Arahat.

Oleh sebab itu Bhagava disebut “Kusir-yang-tidak-ada-bandingnya” atau “Pemimpin-mereka-yang-menuntun” ( Anuttaro Purisadhamma Sarati ).

g).Satta Devamanussanam

Beliau melatih makhluk-makhluk sesuai dengan watak mereka, melihat apa yang baik bagi mereka di dalam kehidupan ini dan akan datang.

Sebagai seorang Guru ( Sattha ), beliau bagaikan pemimpin kafilah ( Sattha vaha ), yang memimpin kafilah menyeberangi padang pasir, melalui sarang-sarang penyamun, melalui hutan-hutan yang didiami binatang-binatang liar, melalui daerah yang tidak berair membawa mereka ke tempat yang aman.

Demikian pula Bhagava membawa makhluk-makhluk ( dewa maupun manusia ) menyeberangi padang pasir samsara, melewati kelahiran, usia tua, kelapukan dan kematian. Serta membawa mereka dengan selamat ke Nibbana. Oleh sebab itu Beliau adalah Guru para Deva dan Manussa.

h).Buddho

Buddha adalah seseorang yang telah merealisasi “Pencerahan-Sempurna”. Sebutan bagi mereka yang telah menyadari kebebasan-Nya ( dari samsara ). Ia telah bangun dan membangunkan orang lain. Ia telah mencapai Pencerahan-Sempurna di bawah pohon Bodhi disertai “Ke-Mahatahu-an” (Sabbannuta-nana ). Jadi, Ia adalah BUDDHA, mencapai pencerahan-sempurna atas usahanya sendiri dan menjadikan orang lain merealisasi juga Pencerahan-Sempurna.

i). Bhagava

“Bhagava” adalah sebutan untuk menghormati dan memuji mereka yang paling mulia diantara semua makhluk, yang paling tinggi dalam kesucian.

Bhagava bukanlah suatu nama yang diberikan oleh orang tua atau keluarga tetapi diberikan pada BUDDHA, mereka yang telah mencapai Pencerahan-Sempurna, dengan “Ke-Mahatahu-an” di bawah pohon Bodhi. Bhagava menunjukkan telah berhasil dalam merealisasi sifat-sifat di atas makhluk biasa.

Kemudian, selain hal-hal yang sudah disebutkan diatas,  Seorang Samma-Sambuddha memiliki beberapa “ciri-ciri” yang lainnya, yaitu :

I. Dasabalabana (10 Kemampuan Pandangan Terang) :

1. Pandangan Terang tentang kemungkinan-kemungkinan dan ketidakmungkinan (thanathananana).
2. Pandangan Terang tentang akibat-akibat karma (vipakanana).
3. Pandangan Terang tentang praktik-praktik yang membawa pada bermacam-macam alam kehidupan (sabbatthagaminipatipadanana).
4. Pandangan Terang tentang susunan unsur-unsur kehidupan (banadhatunana).
5. Pandangan Terang tentang perbedaan kecenderungan-kecenderungan (nana-dhimuttikanana).
6. Pandangan Terang tentang perkembangan kemampuan-kemampuan makhluk (indriyaparopariyattinana).
7. Pandangan Terang tentang pencapaian Jhana dan kemundurannya karena ke-kotoran-kekotoran batin (jhanasankilesadinana).
8. Pandangan Terang tentang kelahiran-kelahiran sebelumnya (pubbenivasanus-satinana).
9. Pandangan Terang tentang kelahiran dan kematian makhluk-makhluk berda-sarkan perbedaan karma mereka (cutupapatanana).
10. Pandangan Terang yang menghancurkan kekotoran-kekotoran batin untuk se-ketika dan untuk selama-lamanya (asavakkhayanana).

II. Seorang Samma-Sambuddha memiliki 32 Tanda Istimewa Manusia Agung (Maha Purisa Lakkhana) sebagai berikut :

1. Telapak kaki rata (suppatitthita-pado).
2. Di telapak kaki terdapat lingkaran dengan seribu ruji, dengan bentuk lingkar dan pusat sempurna.
3. Bentuk tumit bagus (ayatapanhi).
4. Jari – jari panjang (dighanguli).
5. Tangan dan kaki : lembut dan halus (mudu-taluna).
6. Tangan dan kaki bagaikan jala (jala-hattha-pado).
7. Tulang pergelangan kaki seperti kulit kerang (ussankha-pado).
8. Kaki bagaikan kaki kijang (enijanghi).
9. Bila berdiri tanpa membungkukkan badan, dengan kedua tangan-Nya dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut-Nya.
10. Alat kelamin terbungkus oleh selaput (kosohita-vatthaguyho).
11. Warna kulit bagaikan perunggu berwarna emas.
12. Kulit sangat licin sehingga tidak debu yang dapat melekat di tubuh-Nya.
13. Pada setiap pori-pori di kulit-Nya tumbuh sehelai bulu.
14. Rambut berwarna biru kehitan-hitaman tumbuh keriting ke atas berbentuk ling-karan kecil dengan arah berputar ke kanan.
15. Potongan tubuh yang agung (brahmujju-gatta).
16. Tujuh otot yang kuat (sattusado).
17. Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha-kayo).
18. Di kedua bahu tidak ada lekukan.
19. Potongan tubuh bagaikan pohon nigrodha (beringin). Tinggi tubuh-Nya sama dengan rentangan kedua tangan-Nya, begitu pula sebaliknya.
20. Bahu yang sama lebar (sama-vattakkhandho).
21. Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi).
22. Rahang bagaikan rahang singa (sihabanu).
23. Gigi : empat puluh buah.
24. Gigi yang sama (sama-danto).
25. Gigi yang tetap (avivara-danto).
26. Gigi putih bersih.
27. Lidah panjang (pahuta-jivha).
28. Suara bagaikan suara brahma yang seperti suara burung karavika.
29. Mata biru.
30. Bulu mata bagaikan mata sapi (gopakhumo).
31. Di antara alis mata tumbuh (sehelai) rambut halus, putih bagaikan kapas yang halus.
32. Kepala bagaikan kepala berserban (unhisasiso).

III. Seorang Samma-Sambuddha mencapai dan membabarkan pengetahuan yang tidak pernah didengar sebelumnya ( berarti, sebelum munculnya seorang Buddha, ajaran tersebut belum pernah diajarkan siapapun ; ORIGINAL ).
Dalam Dhammacakkappavattana Sutta, pada saat membabarkan Empat Kebenaran Mulia ( Cattari Ariya-Saccani ), masing-masing dinyatakan sebagai berikut :

“Inilah Kebenaran Mulia tentang Dukkha. Demikianlah, o para bhikkhu, me-ngenai segala sesuatu (Dhamma) yang belum pernah saya dengar (pubbe ananussutesu) menjadi terang dan jelas ; timbullah pandangan, timbullah pe-ngetahuan, timbullah kebijaksanaan, timbullah penembusan, timbullah cahaya, … “.

IV. Semua Samma-Sambuddha mengajarkan Dhamma yang sama. Oleh sebab itu, maka sebelum ajaran seorang Samma-Sambuddha lenyap dari muka bumi ( dilupakan oleh semua manusia ), tidak akan mungkin muncul Sammasambuddha baru.


Saya rasa, Romo Hudoyo patut memperhatikan hal-hal tersebut diatas sebelum mengambil kesimpulan bahwa seseorang, dalam hal ini J.Krishnamurti, adalah seorang “BUDDHA”.

7. PENOLAKAN ROMO HUDOYO [ dengan halus ] AKAN AJARAN “ANATTA”

Secara halus, Romo Hudoyo menolak doktrin “Anatta” yang merupakan cirri-khas Buddha-Dhamma. Sebab ada “Atta” yang selalu muncul sebagai pikiran, keinginan, harapan, ketidaksenangan, dan lain sebagainya. Menurut Romo Hudoyo, Anatta tidak bisa dialami saat meditasi. Anatta hanyalah konsep belaka, begitu menurut Romo Hudoyo. Dan Romo Hudoyo sendiri menegaskan, disitulah ( penolakan Anatta ) perbedaan “ajaran” Romo Hudoyo dengan Ti-Lakkhana dalam ajaran Sang Buddha Gotama.

Itulah sebabnya dalam retret MMD saya tidak pernah mengajarkan ‘anatta’ lagi … Saya mengajarkan karakteristik yang dalam agama Buddha disebut ‘anicca’ & ‘dukkha’ … lalu ‘atta’ yang selalu muncul sebagai pikiran, keinginan, harapan, ketidaksenangan dsb. … ‘Atta’ ini yang melekat kepada segala sesuatu yang ‘anicca’ sehingga terjadilah ‘dukkha’. … (Sudah tentu saya tidak menggunakan kata-kata Pali itu kalau pesertanya non-Buddhis.) …

Saya tidak pernah lagi mengajarkan tilakkhana sebagai kombinasi ‘anicca, dukkha, anatta’ … alih-alih, saya mengajarkan ‘anicca, dukkha, atta’ karena hanya inilah yang bisa kita alami dalam meditasi. …

‘Anatta’ tidak bisa kita alami dalam meditasi, ‘anatta’ cuma konsep dari ingatan/pikiran yang mencampuri meditasi sehingga orang tidak melihat ‘anicca, dukkha & atta’ seperti apa adanya. … Selanjutnya, ‘anicca, dukkha & atta’ itu akan lenyap bila pikiran & aku berhenti (khanika-samadhi), sekalipun cuma untuk sementara. … DI SINILAH PERBEDAAN AJARAN SAYA DENGAN KONSEP TILAKKHANA yang pervasif di dalam Tipitaka Pali … ini perbedaan pengertian seorang praktisi MMD dengan praktisi vipassana tradisional atau umat Buddha yang hanya menghafal konsep tilakkhana.

Salam,
hudoyo

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=6 ]


Ketika seorang ummat Buddha berdiskusi dengan Romo Hudoyo, dan menyatakan saat bervipassana ia melihat Ti-Lakkhana, Romo Hudoyo kembali menegaskan bahwa itu hanyalah tafsiran dari pikiran ummat Buddha tersebut.

Tetapi ketika Anda berkata “… disitulah saya memahami anicca, dukha dan anatta …”, itu tidak lain adalah tafsiran pikiran yang muncul kembali yang menggunakan konsep tilakkhana … terutama tentang ‘anatta’, karena menurut hemat saya, tidak seorang pun puthujjana bisa melihat ‘anatta’ secara otentik; hanya seorang arahat bisa mengalami anatta. …

Itu tentang ‘anicca’ & ‘dukkha’. … Lain lagi dengan ‘anatta’ … tidak ada pencerahan tentang ‘anatta’. … ‘Anatta’ hanya dialami oleh seorang arahat. … Karena Anda belum arahat, maka dalam meditasi Anda tidak mungkin Anda mengalami ‘anatta’. …

Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=6


Mungkin statement yang terakhir ini ~”Anatta” hanya dialami oleh seorang Arahat~ lebih “lentur” dibandingkan statement yang pertama diatas ketika Romo Hudoyo dengan tegas menolak konsep “Anatta” dan dengan itu meyakinkan bahwa disitulah letak perbedaan “ajaran” beliau dengan ajaran Buddha-Dhamma umumnya. Tetapi, meskipun terlihat lebih “lentur”, statement tersebut tetap mengandung “cacat” dan menunjukkan perbedaannya dengan apa  yang diajarkan dalam Buddha-Dhamma.

Di satu sisi saya setuju dengan Romo Hudoyo, bahwa seorang puthujjana, atau menurut saya lebih tepatnya adalah seorang “assutava puthujjana” ( manusia biasa yang tidak belajar ) / manusia-duniawi-biasa, yang tidak memiliki pencapaian spiritual maupun pembelajaran di dalam Buddha-Dhamma, ia dikuasai oleh berbagai macam kekotoran batin dan pandangan-pandangan salah. Dan assutava-puthujjana seperti ini memang tidak bisa melihat “anatta” ( ke-tanpa-diri-an atau / tidak-adanya-AKU ).
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:52:33 AM
Namun , disisi lain saya tidak sependapat dengan Romo Hudoyo yang menyatakan bahwa HANYA seorang Arahat saja yang bisa mengalami “Anatta”. Sebab, ketika seseorang telah merealisasikan tingkat kesucian yang pertama, yaitu Sotapatti-Magga-Phala, maka disaat itu dia telah “melihat” / “mengalami” Anatta, karena ia pun saat itu telah mencabut / mematahkan ketiga belenggu pertama :

1. Sakkaya-ditthi ; Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa, atau “AKU” yang kekal , anggapan tentang adanya “Diri”, “Pribadi”, “Aku”.

2. Vicikiccha ; Keragu-raguan yang skeptis pada Sang-Ti-Ratana : Buddha, Dhamma, Sangha.

3. Silabbata-paramasa ; Kemelekatan pada suatu kepercayaan bahwa hanya dengan melaksanakan aturan-aturan dan upacara keagamaan seseorang dapat mencapai kebebasan.

Seorang praktisi vipassana, setelah mencapai ketiga-kesucian :

I.Sila Visuddhi ( Kesucian-Sila )

II.Citta-Visuddhi ( Kesucian-Pikiran )

III. Ditthi-Visuddhi ( Kesucian-Pandangan )

Akan mencapai pengetahuan / “insight” yang disebut dengan “Nama-Rupa Pariccheda Nana”, yaitu diraihnya pengertian secara langsung mengenai perbedaan nama ( batin ) dan rupa ( jasmani ). Disaat itu, baik nama ( batin ) maupun rupa ( jasmani ) akan ia lihat dengan jelas sebagai nama (batin) dan rupa (jasmani) saja, tanpa adanya lagi konsep “roh” didalamnya .

Setelah mencapai “Kesucian dengan Mengatasi Keraguan” ( Kankhavitaranavisuddhi ) yang dicapai setelah diperolehnya “Paccaya Pariggaha Nana”, maka sebelum mencapai “Kesucian dengan Pengetahuan dan Pandangan mengenai Jalan dan Bukan Jalan” ( Maggamaggananadassanavisudhi ), seorang praktisi vipassana akan mencapai “Sammasana Nana” ( Pengetahuan dengan pemahaman ), yaitu melihat ti-lakkhana ( anicca,dukkha, anatta ) dengan jelas.

Sehingga, bahkan ketika seorang praktisi vipassana belum merealisasi Sotapatti-Magga-Phala sekalipun, namun ia telah mencapai “Kesucian dengan Mengatasi Keraguan “ ( ( Kankhavitaranavisuddhi ) , ia akan mendapatkan “insight” berupa pengetahuan dengan pemahaman mengenai tiga-corak-umum : Anicca-Dukkha-Anatta. Seharusnya sebagai seorang “Guru” Vipassana dan seorang Romo / Pandhita, Romo Hudoyo memahami hal ini.

Originally Posted by semar00



Lihat saya apa yang tampak melalui pancaindra, bukan hanya apa yang ada diluar, tetapi yang lebih penting ialah apa yang ada di dalam batin. …

Nanti akan terlihat jelas si aku itu sebagai penggerak utama dari eksistensi Anda …

Salam,
hudoyo

Sumber :

http:///showthread.php?p=43677304

Apakah ketika Romo Hudoyo menyatakan adanya “Aku” sebagai penggerak-utama dari eksistensi makhluk-manusia ini, Romo Hudoyo sedang “khilaf” ? Saya harap demikian. Sebab, bila pernyataan itu dilakukan dengan sadar dan memang sungguh demikianlah pandangan Romo, maka dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Romo Hudoyo telah “memisahkan-diri” dari ajaran “Dhamma” Sang Buddha. Mengapa ? sebab, satu hal yang membuat Buddha-Dhamma “UNIQUE” sehingga berbeda dengan ajaran-ajaran lain adalah karena penolakannya terhadap semua doktrin mengenai diri. Sang Buddha bersabda :

“ Walaupun seorang petapa atau brahmana menyatakan mengemukakan pemahaman penuh mengenai semua jenis kemelekatan, namun mereka tidak sepenuhnya menggambarkan pemahaman penuh mengenai semua jenis kemelekatan. Mereka menggambarkan pemahaman penuh mengenai kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemelekatan terhadap peraturan dan pantangan, namun tanpa menggambarkan pemahaman penuh mengenai kemelekatan terhadap doktrin tentang diri. Mereka tidak memahami satu jenis kemelekatan ini seperti apa adanya. Maka dari itu, mereka menggambarkan hanya pemahaman penuh mengenai kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemelekatan terhadap pandangan-pandangan, kemelekatan terhadap peraturan dan pantangan, namun tanpa menggambarkan pemahaman penuh mengenai KEMELEKATAN TERHADAP DOKTRIN TENTANG DIRI.” [ Culasihanada Sutta ; Majjhima-Nikaya, sutta ke-11 ]
Title: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:53:26 AM
Sabda Sang Buddha tersebut diatas  dengan jelas menyatakan bahwa factor-kritis yang membedakan ajaran Sang Buddha dari semua pandangan keagamaan dan filsafat lain adalah “pemahaman penuh Beliau mengenai kemelekatan terhadap doktrin tentang diri.” Akibatnya, hal ini berarti bahwa hanya Sang Buddha sendiri yang dapat menunjukkan bagaimana cara menanggulangi semua pandangan tentang diri lewat pengembangan penembusan kebenaran akan tanpa-diri. Karena guru-guru spiritual lain tidak memiliki pemahaman mengenai “tanpa-diri” ( Anatta ) ini, maka pernyataan-pernyataan bahwa mereka telah sepenuhnya memahami tiga jenis kemelekatan yang lainnya ( kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemelekatan terhadap pandangan-pandangan, kemelekatan terhadap peraturan dan pantangan ) juga menjadi meragukan.

Romo Hudoyo, siapakah yang anda maksudkan dengan “Si AKU” yang menjadi penggerak “makhluk” manusia itu ?  Romo sebagai seorang ummat Buddha mazhab Theravada seharusnya sudah memahami, bahwa tidak ada “actor” / “individu” apapun yang bisa disebut sebagai “Aku”, sebagai “pelaku”. Kehendak ( cetana ) itu sendirilah si pelaku. Kecuali keadaan murni mental ( suddhadkamma ) ini tidaklah ada seorangpun yang menjadi “actor”.

Yang Ariya Bhikkhu Buddhaghosa menulis dalam Visudhi-Magga :

“ Tak ada pelaku yang menjalankan perbuatan,

Ataupun seseorang merasakan buahnya,

Hanyalah suku cadang penunjang yang bergulir terus,

Inilah sesungguhnya yang betul.”

[ dikutip dari “Sang Buddha dan Ajaran-ajaran-Nya” , penulis Bhante Narada Mahathera ]

Sebagaimana Sang Buddha menyatakan “Hanya Dukkha yang terjelma, tiada seorang penderita pun yang berada; segala perubahan terjadi, tetapi pembuat perubahan itu tidak tertemukan; ada Nirvana, tetapi tak seorangpun yang memasukinya; Ada jalan, tetapi tak seorang pengunjungpun yang melewatinya. “
(Visuddhi Magga. XVI). Jadi dengan ini sangat jelas bahwa Sang Buddha mengajarkan tidak-adanya “Si AKU” yang menggerakkan eksistensi makhluk-manusia ( dan makhluk-makhluk lainnya ).

8. PENOLAKAN ROMO HUDOYO TERHADAP KEBENARNA ISI TI-PITAKA

Dalam sebuah disksusi antara Hendra Susanto dengan Hudoyo di situs  :
Originally Posted by Hendra Susanto

gunakan pikiran mu ;D apakah sahih atau tidak menyangkal salah satu sutta, jgn kita ehipassiko keblinger yg akhirnya sok tau

Sutta-sutta yang ditulis empat ratus tahun setelah Sang Buddha wafat, di sana-sini patut dipertanyakan isinya yang bertentangan dengan pemahaman seorang pemeditasi … apakah tidak kemasukan opini bhikkhu-bhikkhu penghafal Tipitaka sebelum sutta itu dituliskan.

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=6 ]
Originally Posted by Kelana

Nah ini dia Sdr. Kainyn_Kutho, salah satu pihak tidak ingin membahas materi-materi secara objektif tapi justru membiaskannya dengan pengalaman pribadi (subyektif), contohnya dalam forum Sutta yang seharusnya objektif.

Apa yang Anda maksud dengan “obyektif”? Apakah “sutta dalam keadaannya harus diimani sebagai berasal dari mulut Sang Buddha”? … Tidah usah, ya.

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=6]

Alasan penolakan Romo Hudoyo terhadap kebenaran sutta-sutta, adalah karena menurut Romo Hudoyo sutta-sutta dalam Ti-Pitaka ditulis empat-ratus (400) tahun setelah Sang Buddha parinibbana. Sehingga menurut Romo Hudoyo, isi sutta-sutta tersebut patut dipertanyakan kebenarannya.

Yang aneh, dilain kesempatan Romo Hudoyo mengatakan bahwa Ti-Pitaka “ditulis-orang” tiga-ratus (300) tahun setelah Sang Buddha Parinibbana.

Kitab Tipitaka Pali bukanlah hasil rekaman verbatim dari kaset atau stenografi khotbah Sang Buddha, melainkan ditulis orang 300 tahun setelah
wafatnya Buddha dari penuturan lisan yang dihafalkan turun-temurun, sehingga dalam Sutta-pitaka terjadilah bentuk-bentuk khotbah yang kaku,
penuh pengulangan dan ganjil, yang jelas bukanlah cara Sang Buddha berkhotbah sesungguhnya.

Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/milis-spiritual/message/20890

Yang harus diluruskan terlebih dahulu adalah, pernyataan “ditulis-orang” serta kata “wafat” yang digunakan untuk menunjuk “Parinibbana” Sang Buddha

Frasa “orang” sebagai kata penunjuk subjek “penulis” Ti-Pitaka sangat bias, karena, “orang” bisa berarti : juru-tulis, tukang-kayu, nelayan, petani, pelajar, bangsawan, dan lain-lain “orang”. Dalam hal penyusunan Ti-Pitaka, Romo Hudoyo tentunya tahu, bahwa yang menyusun Ti-Pitaka ini adalah para “Arahat” ; yang telah merealisasi kesucian-tertinggi. Penggunaan kata “Arahat” ini penting ditekankan, untuk menunjukkan bahwa penyusun Ti-Pitaka tersebut bukan “orang” dalam pengertian : juru-tulis, tukang-ketik, tukang-kayu, dan lain-lain “orang” yang belum meralisasi kesucian tertinggi.

Mengenai kata “wafat” ; benarkah Sang Buddha “wafat”. Kata wafat digunakan untuk manusia kebanyakan, yang meskipun kata ini digunakan untuk orang yang dihormati ( sehingga tidak digunakan kata “mati”, “mampus”, “meninggal” ), namun memiliki pengertian yang sangat berbeda dengan “Parinibbana” ( Nibbana-Sempurna ) yang seyogyanya digunakan untuk menunjukkan “Wafat”-nya seorang Buddha ( dalam hal ini Buddha Gotama ), dimana ketika tubuh-fisik tersebut “padam”, maka batin sekaligus dibebaskan dari penderitaan-jasmaniah, ini disebut dengan “Anupadisesa-Nibbana”.

Atau mungkin, sebenarnya Romo Hudoyo memahami terminology Buddhist ini , tapi lebih memilih menggunakan kata “orang” untuk menggantikan para “Arahanta” yang menyusun Ti-Pitaka, dan menggunakan sekedar kata “wafat” untuk menunjukkan “Parinibbana” Sang Buddha ? Ini yang sebaiknya diklarifikasi oleh Romo Hudoyo.

Riwayat penyusunan Ti-Pitaka ini pun seharusnya Romo sudah mengetahuinya. Lalu , bagaimana bisa Romo “bingung” atau “lupa”, tepatnya kapan Ti-Pitaka itu disusun oleh “orang” yang Romo maksud tersebut ; pertama-tama Romo Hudoyo menyatakan Ti-Pitaka ditulis “orang” setelah 400 tahun Sang Buddha “wafat”, dilain kesempatan berubah lagi dan menyatakan Ti-Pitaka ditulis “orang” 300 tahun setelah Sang Buddha “wafat”.
Title: comotoan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 11:53:55 AM
Ada beberapa bagian dari Tipitaka Pali yang saya ragukan kebenarannya. … Yang paling mencolok adalah di dalam Mahaparinibbana-sutta, di mana Sang
Buddha dikisahkan bersabda, bahwa di dalam ajaran mana pun yang tidak mengandung Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak mungkin ada pembebasan. …
Dengan kata lain, di situ ditampilkan Sang Buddha mengklaim bahwa hanya di dalam ajarannya sendiri mungkin tercapai pembebasan, di luar ajaran Buddha
tidak mungkin ada pembebasan: ajaranku paling benar, semua ajaran lain salah.

Saya tidak percaya itu.

Salam,

hudoyo

Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/17515

Menurut hemat saya, “sabda Sang Buddha” dalam Mahaparinibbana-sutta tsb disisipkan oleh bhikkhu-bhikkhu penghafal Tipitaka sebelum kitab suci itu
dituliskan ratusan tahun kemudian. Maksudnya sih baik, menjunjung tinggi ajaran Sang Guru, tapi tidak cocok dengan pencerahan zaman sekarang.

Salam,

hudoyo

[ Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/17515 ]

Selain menolak kebenaran isi sutta-sutta dalam Ti-Pitaka, Romo Hudoyo juga selalu menolak pentingya “Abhidhamma” untuk dipelajari. Baginya, Abhidhamma tidak relevan bagi seorang praktisi vipassana, sebagaimana tidak pentingnya sutta-sutta Sang Buddha seperti yang sudah ia nyatakan diatas.

“ Tapi dalam kesadaran vipassana, Abhidhamma-pitaka tidak relevan, sebagaimana seluruh kitab-kitab suci lainnya tidak relevan.”


Sumber =

http://groups.yahoo.com/group/semedi/message/5509

Syukurlah jika Abhidhamma bisa “mengikis kebiasaan2 buruk Anda”. … Saya sendiri tidak mendapat manfaat apa-apa sama sekali dari Abhidhamma yang pernah saya hafalkan beberapa puluh tahun lalu (Abhidhammattha-sangaha); bagi saya, Abhidhamma hanya merupakan pengetahuan pikiran (knowledge) yang menghalangi vipassana, yang justru mengamati pikiran dengan segala isinya sampai pikiran itu berhenti dengan sendirinya. … Anda melakukan meditasi rutin? Meditasi apa, kalau boleh saya tahu? …

[ Sumber =

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3803.0;wap2 ]

Pengalaman saya justru sebaliknya: Abhidhamma tidak kompatibel sama sekali dengan vipassana. Yang satu menggunakan pikiran sebagai instrumennya, yang lain justru mengamati pikiran itu sampai berhenti dengan sendirinya. Menurut saya, tidak mungkin orang mempelajari Abhidhamma dan menjalankan vipassana sekaligus; dia harus memilih salah satu.

[ Sumber =

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3803.0;wap2 ]

Menimbang kuatnya keraguan Romo Hudoyo terhadap kebenaran isi Ti-Pitaka, dan kerancuan pengertian Romo Hudoyo mengenai sejarah tersusunnya Ti-Pitaka, ada baiknya kita mengulang pelajaran sejarah disusunnya Ti-Pitaka. Dibawah ini saya sajikan sejarah penyusunan Ti-Pitaka, yang saya ambil dari sumber = http://www..com/forum/index.php?topic=1555.0;wap2

Beberapa minggu setelah Sang Buddha wafat (483 SM) seorang Bhikkhu tua yang tidak disiplin bernama Subhaddha berkata : “Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi” (Vinaya Pitaka II,284). Maha Kassapa Thera setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha.

Dengan bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha, [ tiga (3) bulan setelah Sang Buddha Parinibbana~pen. ] 500 orang Arahat berkumpul di Gua Sattapanni dekat Rajagaha untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusunnya secara sistematis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Sang Buddha, mendapat kehormatan untuk mengulang kembali kotbah-kotbah Sang Buddha dan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya (peraturan-peraturan). Dalam Pesamuan Agung Pertama inilah dikumpulkan seluruh ajaran yang kini dikenal sebagai Kitab Suci Tipitaka (Pali). Mereka yang mengikuti ajaran Sang Buddha seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali) disebut Pemeliharaan Kemurnian Ajaran sebagaimana sabda Sang Buddha yang terakhir: “Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”.

Pada mulanya Tipitaka (Pali) ini diwariskan secara lisan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok Bhikkhu yang berniat hendak mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini, para Bhikkhu yang ingin mempertahankan Dhamma – Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha Gotama menyelenggarakan Pesamuan Agung Kedua dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, di mana isi Kitab Suci Tipitaka (Pali) diucapkan ulang oleh 700 orang Arahat. Kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma – Vinaya ini menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Theravada. Sedangkan kelompok Bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Sang Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar Theravada dan Mahayana.

Pesamuan Agung Ketiga diadakan di Pattaliputta (Patna) pada abad ketiga sesudah Sang Buddha wafat (249 SM) dengan pemerintahan di bawah Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar ini memeluk Agama Buddha dan dengan pengaruhnya banyak membantu penyebarkan Dhamma ke suluruh wilayah kerajaan. Pada masa itu, ribuan gadungan (penyelundup ajaran gelap) masuk ke dalam Sangha dangan maksud meyebarkan ajaran-ajaran mereka sendiri untuk meyesatkan umat. Untuk mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung dan membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan pengiriman para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain.

Dalam Pesamuan Agung Ketiga ini 100 orang Arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tipitaka (Pali) selama sembilan bulan. Dari titik tolak Pesamuaan inilah Agama Buddha dapat tersebar ke suluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya.

Pesamuan Agung keempat diadakan di Aluvihara (Srilanka) di bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya pada permulaan abad keenam sesudah Sang Buddha wafat (83 SM). Pada kesempatan itu Kitab Suci Tipitaka (Pali) dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan ini adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya.

Selanjutnya Pesamuan Agung Kelima diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah Sang Buddha wafat (1871) dengan bantuan Raja Mindon. Kejadian penting pada waktu itu adalah Kitab Suci Titpitaka (Pali) diprasastikan pada 727 buah lempengan marmer (batu pualam) dan diletakkan di bukit Mandalay.

Persamuan Agung keenam diadakan di Rangoon pada hari Visakha Puja tahun Buddhis 2498 dan berakhir pada tahun Buddhis 2500 (tahun Masehi 1956). Sejak saat itu penterjemahan Kitab Suci Tipitaka (Pali) dilakukan ke dalam beberapa bahasa Barat.

Sebagai tambahan pengetahuan dapat dikemukakan bahwa pada abad pertama sesudah Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok Theravada. Bertitik tolak pada Pesamuaan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana berkembang di India dan kemudian meyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pasamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sansekerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali).

Dengan demikian, Agama Buddha mazhab Theravada dalam pertumbuhannya sejak pertama sampai sekarang, termasuk di Indonesia, tetap mendasarkan penghayatan dan pembabaran Dhamma – Vinaya pada kemurnian Kitab suci tipitaka (Pali) sehingga dengan demikian tidak ada perbedaan dalam hal ajaran antara Theravada di Indonesia dengan Theravada di Thailand, Srilanka, Burma maupun di negara-negara lain.

Sampai abad ketiga setelah Sang Buddha wafat mazhab Sthaviravada terpecah menjadi 18 sub mazhab, antara lain: Sarvastivada, Kasyapiya, Mahisasaka, Theravada dan sebagainya. Pada dewasa ini 17 sub mazhab Sthaviravada itu telah lenyap. Yang masih berkembang sampai sekarang hanyalah mazhab Theravada (ajaran para sesepuh). Dengan demikian nama Sthaviravada tidak ada lagi. Mazhab Theravada inilah yang kini dianut oleh negara-negara Srilanka, Burma, Thailand, dan kemudian berkembang di Indonesia dan negara-negara lain.

[ Disusun oleh: Dhamma Study Group Bogor ]

Romo Hudoyo sebagai seorang ummat Buddha mazhab Theravada selalu menolak kebenaran isi Ti-Pitaka ( termasuk dengan tegas menolak “Empat Kesunyataan Mulia” beserta “Jalan Ariya Beruas Delapan” ), tetapi anehnya justru di berbagai kesempatan senantiasa membela “kebenaran” buku-buku yang berisi sabda J.Krishnamurti, seperti misalnya pernyataannya dibawah ini :

Salah satu ajaran JK ialah bahwa kebenaran tidak dapat ditangkap oleh kata-kata. "Kata bukanlah bendanya."

Ajaran ini perlu dipelihara kelestariannya. Cara memelihara kelestariannya ialah dengan mempertahankan agar ajaran ini tetap terungkap dengan kata-kata aslinya sebagaimana diucapkan oleh JK. Bukan berarti bahwa kata-katanya itu sakral dsb--"kata bukanlah bendanya"--melainkan keaslian ini dipertahankan agar setiap orang dapat menimba sendiri dari sumber aslinya, dan menginterpretasikannya sendiri sesuai dengan pengalaman batinnya sendiri. -- Di zaman sekarang dengan adanya alat perekam, itu bukan suatu kemustahilan.

Jadi, kata-kata JK sama sekali tidak bisa mentransformasikan. Yang mentransformasikan adalah kesadaran orang itu sendiri. Sedangkan kata-kata JK hanyalah cermin kosong yang bisa dipakai oleh orang itu untuk melihat ke dalam batinnya sendiri. Cermin JK bisa dipakai; atau orang bisa memakai cermin lain, asal betul-betul cermin yang polos (bukan cermin yang sudah ada gambarannya) untuk melihat ke dalam batin sendiri.

Kita telah melihat apa yang terjadi dengan sabda-sabda Sang Buddha. Tahukah kita sekarang, mana yang asli dan mana yang tafsiran? Jelas tidak, karena jelas sutta-sutta itu bukan rekaman verbatim dari apa yang dikatakan oleh Buddha. Jadi, mungkin saja dalam menghafalkan dan membakukan (stilisasi) suta-sutta telah terjadi penekanan-penekanan ke arah tertentu, apalagi kalau menyentuh sudut pandang metafisikal. -- Mungkin itu pula yang menyebabkan munculnya Mahayana, sebagai reaksi terhadap penafsiran kearah tertentu dari pihak Sthaviravada (Theravada) di zaman dulu.

sumber =


http://www.usenet.com/newsgroups/soc.culture.indonesia/msg03344.html


Sebagai catatan dari saya, sebenarnya, setiap orang berhak memiliki pandangan spiritualnya masing-masing. Namun, bila seorang Romo Buddhist menganjurkan para ummat Buddha untuk tidak lagi menganggap penting ajaran-ajaran Buddha ( terutama ajaran utama yang berupa “Empat Kesunyataan Mulia” dan “Jalan Ariya Beruas Delapan” ) dan secara langsung maupun tidak langsung “menganjurkan” ummat Buddha untuk meninggalkan ajaran-ajaran yang tidak lagi dianggap penting tersebut, maka jelas ini akan menjadi persoalan yang tidak bisa diterima oleh kalangan Buddhist manapun juga. Akan jauh berbeda pesoalannya, bila yang menyatakan / menganjurkan hal-hal tersebut adalah pemuka agama lain diluar Buddha-Dhamma atau ummat agama lain, maka ummat Buddha pasti tidak akan mempermasalahkannya, karena setiap orang berhak memiliki pandangan-pandangan spiritualnya sendiri.

KESIMPULAN

Dari review atas delapan (8) point pandangan-menyimpang Romo Hudoyo tersebut, maka saya tidak menyalahkan rekan-rekan Buddhis yang tergabung dalam management Dhammacitta.org khususnya dan banyak ummat Buddha lainnya yang kemudian mengambil garis-batas pemisah antara ajaran Romo Hudoyo dengan Buddha-Dhamma. Melihat memang betapa menyimpangnya pandangan-pandangan Romo Hudoyo tersebut, saya juga sepakat, bahwa apa yang Romo Hudoyo ajarkan, bukanlah ajaran Buddha.

Apa yang diajarkan oleh Romo Hudoyo, lebih tepat disebut sebagai ajaran J.Krishnamurti ketimbang ajaran Buddha-Dhamma ( meskipun dalam sejarahnya, J.Krishnamurti sendiri semasa mudanya mempelajari Buddha-Dhamma , sehingga tidak mengherankan bahwa semua isi ajarannya menjadi sangat “identik” dengan Buddha-Dhamma, walau ia menolak mengakuinya ).  Hal ini ( pengajaran ajaran J.Krishnamurti ) sesungguhnya tidak menjadi masalah, jika Romo Hudoyo bukanlah seorang Pandhitta Buddhist atau setidaknya tidak membawa bendera dan atribut Buddhisme apapun juga dalam setiap gerak-langkahnya menyebarkan ajaran praktik “MMD” yang diusung-usungnya tersebut. Namun, karena Dr.Hudoyo Hupudhio Mph., menggunakan atribut Buddhisme ( seperti misalnya pemakaian gelar Romo / Pandhita ) dalam menyebarkan ajarannya maka ia kemudian menjadi  sering menghadapi benturan-benturan dengan ummat Buddha sendiri, missal = dianggap menyebarkan ajaran “menyimpang”, atau yang lebih parah dianggap ingin “merusak” kemurnian ajaran Buddha.

Solusi terbaik yang bisa ditawarkan adalah, Dr.Hudoyo Hupudhio Mph. melepaskan segala atribut Buddhisme yang ia bawa dan kaitkan dengan ajaran “MMD”-nya. Dengan demikian, semakin lebih terlihat bahwa itu memang “pure” ajaran J.Krishnamurti, yang mungkin memang terdapat kesamaan-kesamaan dengan ajaran-ajaran Buddha dalam setiap pandangan-pandangan J.Krishnamurti ( sebagaimana J.Krishnamurti sendiri mengakui, bahwa diantara semua Guru, ia merasa paling dekat dengan Sang Buddha Gotama ). Menurut saya, ini adalah langkah paling aman dan tidak bermasalah yang bisa ditempuh Romo Hudoyo.

Semoga pembahasan wacana ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga semua ummat Buddha bisa memahami Dhamma Sang Buddha dengan benar dan baik, dengan tetap penuh kewaspadaan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“ Sabbe Satta Sukhita Hontu, Nidukkha Hontu, Avera Hontu, Abyapajjha Hontu, Anigha Hontu, Sukhi Attanam Pariharantu”

( Semoga Semua Makhluk Berbahagia, Bebas dari Penderitaan, Bebas dari Kebencian, Bebas dari Kesakitan, Bebas dari Kesukaran, Semoga Mereka dapat Mempertahankan Kebahagiaan Mereka masing-masing )

RATANA-KUMARO

Semarang-Barat,Minggu, 26 Juli  2009

source (http://ratnakumara.wordpress.com/2009/07/26/apakah-romo-hudoyo-berpandangan-salahmenyimpang/)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Shining Moon on 27 July 2009, 12:18:03 PM
Yang claim statement ini bergelar pandita dan dipanggil romo? Oh no..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 27 July 2009, 12:23:32 PM
panjang bener, berapa lama tuh ngetik =)) =)) =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 27 July 2009, 12:28:17 PM
Dalam berbagai kesempatan, Romo Hudoyo senantiasa menyatakan, bahwa apa yang menjadi tujuan dari praktik “MMD” adalah “berhentinya-pikiran” .

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah “berhentinya-pikiran” sama dengan “berakhirnya-dukkha” sebagaimana yang diajarkan Sang Buddha ? Berakhirnya-dukkha ( Dukkha-nirodha-sacca ) ialah sama dengan “Nibbana” / “Nirvana”. Sebelum membahas “berakhirnya-dukkha”, kita harus tahu, apakah “dukkha” itu sendiri ? Sang Buddha bersabda =

“Para Bhikkhu, apakah yang disebut Dukkha itu? Itu bukan lain adalah kelima kelompok kegernaran (Panca-Khandha), …. “ ( Samyutta Nikaya, Khandha Samyutta, 104)
Dukkha adalah kelima kelompok kegemaran ( Panca-Khanda), dan berakhirnya dukkha berarti berakhirnya kombinasi dari “panca-khanda” tersebut..  

Pencerahan yang tertinggi (terdalam) ialah khanika-samadhi, runtuhnya pikiran & si aku untuk waktu yang relatif lama (bukan hanya beberapa momen). … Khanika-samadhi ini yang kelak akan menghasilkan pembebasan permanen, yang adalah pencerahan sempurna; tapi sejak orang masuk ke dalam khanika-samadhi dirinya dan pikirannya (perasaannya, kehendaknya dsb) tidak ada lagi (kecuali ia keluar lagi dari khanika-samadhi).
Salam,
hudoyo


Jika khanika-samadhi inilah yang dimaksudkan oleh Romo Hudoyo sebagai pencapaian “berhentinya-pikiran”, maka setahu saya, khanika-samadhi, adalah kondisi “konsentrasi-pikiran” yang bersifat “sesaat”, tidak permanent, ...; konsentrasi-pikiran yang melihat lakkhana (anicca,dukkha dan anatta) atau karakteristik batin dan jasmani yang muncul dan lenyap kembali (khanika). Tapi, bukankah dalam khanika-samadhi, “pikiran” itu justru sedang “bergerak” mengamati muncul dan lenyapnya segala fenomena, sesaat mengamati suatu fenomena muncul, disaat yang lain mengamati fenomena tersebut lenyap, saat yang lain lagi mengamati adanya fenomena yang lain muncul kembali, dan kemudian mengamati fenomena lain tersebut melenyap. Demikian seterusnya. Jadi, bukankah keliru kalau dikatakan saat itu “pikiran-berhenti” ?

Kembali membahas mengenai “dukkha”. Sang Buddha mengajarkan, sebab dari dukkha adalah dikarenakan “nafsu-keinginan” (tanha) . Lenyapnya tanha ini pula, berarti penderitaan ( sebagai akibat tanha ) ikut berakhir. Apakah dengan “MMD”, telah terbukti ada yang mampu melenyapkan “tanha” ? Apakah ada, yang telah terbukti tercabut ketiga-akar : Lobha ( keserakahan ), Dosa ( Kemarahan ), dan Kegelapan-Batin ( Moha ) -nya ?

---

Penggalan artikel diatas sangat menarik, karena disinilah salah satu kontradiksi antara MMD dan Buddhisme.
Tujuan Buddhisme adalah "mengakhiri dukkha" sedangkan jalannya menurut MMD adalah "Berhentinya pikiran" maka pertanyaannya:

~ Apakah berhentinya pikiran sama dengan akhir dukkha?
~ apakah pikiran bisa berhenti?

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 27 July 2009, 01:02:51 PM
(http://www.roadsideamerica.com/attract/images/ak/AKHAIhammer_hovde.jpg)

Kalau menurut saya sih.. utk berhentinya pikiran ya pakai yg praktis aja.
spt :hammer: PALU :hammer:
..
tinggal pilih mau sizenya gimana. Soalnya dimuseum ini tersedia 1,500 jenis palu utk dipilih.

silahkan mengunjungin...
http://www.hammermuseum.org/virtualtour.html (http://www.hammermuseum.org/virtualtour.html)

 ^:)^ :)) ^:)^ :))

Dalam berbagai kesempatan, Romo Hudoyo senantiasa menyatakan, bahwa apa yang menjadi tujuan dari praktik “MMD” adalah “berhentinya-pikiran” .

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah “berhentinya-pikiran” sama dengan “berakhirnya-dukkha” sebagaimana yang diajarkan Sang Buddha ? Berakhirnya-dukkha ( Dukkha-nirodha-sacca ) ialah sama dengan “Nibbana” / “Nirvana”. Sebelum membahas “berakhirnya-dukkha”, kita harus tahu, apakah “dukkha” itu sendiri ? Sang Buddha bersabda =

“Para Bhikkhu, apakah yang disebut Dukkha itu? Itu bukan lain adalah kelima kelompok kegernaran (Panca-Khandha), …. “ ( Samyutta Nikaya, Khandha Samyutta, 104)
Dukkha adalah kelima kelompok kegemaran ( Panca-Khanda), dan berakhirnya dukkha berarti berakhirnya kombinasi dari “panca-khanda” tersebut..  

Pencerahan yang tertinggi (terdalam) ialah khanika-samadhi, runtuhnya pikiran & si aku untuk waktu yang relatif lama (bukan hanya beberapa momen). … Khanika-samadhi ini yang kelak akan menghasilkan pembebasan permanen, yang adalah pencerahan sempurna; tapi sejak orang masuk ke dalam khanika-samadhi dirinya dan pikirannya (perasaannya, kehendaknya dsb) tidak ada lagi (kecuali ia keluar lagi dari khanika-samadhi).
Salam,
hudoyo


Jika khanika-samadhi inilah yang dimaksudkan oleh Romo Hudoyo sebagai pencapaian “berhentinya-pikiran”, maka setahu saya, khanika-samadhi, adalah kondisi “konsentrasi-pikiran” yang bersifat “sesaat”, tidak permanent, ...; konsentrasi-pikiran yang melihat lakkhana (anicca,dukkha dan anatta) atau karakteristik batin dan jasmani yang muncul dan lenyap kembali (khanika). Tapi, bukankah dalam khanika-samadhi, “pikiran” itu justru sedang “bergerak” mengamati muncul dan lenyapnya segala fenomena, sesaat mengamati suatu fenomena muncul, disaat yang lain mengamati fenomena tersebut lenyap, saat yang lain lagi mengamati adanya fenomena yang lain muncul kembali, dan kemudian mengamati fenomena lain tersebut melenyap. Demikian seterusnya. Jadi, bukankah keliru kalau dikatakan saat itu “pikiran-berhenti” ?

Kembali membahas mengenai “dukkha”. Sang Buddha mengajarkan, sebab dari dukkha adalah dikarenakan “nafsu-keinginan” (tanha) . Lenyapnya tanha ini pula, berarti penderitaan ( sebagai akibat tanha ) ikut berakhir. Apakah dengan “MMD”, telah terbukti ada yang mampu melenyapkan “tanha” ? Apakah ada, yang telah terbukti tercabut ketiga-akar : Lobha ( keserakahan ), Dosa ( Kemarahan ), dan Kegelapan-Batin ( Moha ) -nya ?

---

Penggalan artikel diatas sangat menarik, karena disinilah salah satu kontradiksi antara MMD dan Buddhisme.
Tujuan Buddhisme adalah "mengakhiri dukkha" sedangkan jalannya menurut MMD adalah "Berhentinya pikiran" maka pertanyaannya:

~ Apakah berhentinya pikiran sama dengan akhir dukkha?
~ apakah pikiran bisa berhenti?

::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 27 July 2009, 01:08:51 PM
(http://www.roadsideamerica.com/attract/images/ak/AKHAIhammer_hovde.jpg)

Kalau menurut saya sih.. utk berhentinya pikiran ya pakai yg praktis aja.
spt :hammer: PALU :hammer:


blom tentu loh...

Siapa ya, tokoh komik yg kalau kepalanya diketok palu malah keluar ide2 brilliant... yg artinya pikiran bukannya berhenti, tapi malah mengalir makin cepat dan tajam? :))

::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 27 July 2009, 01:12:46 PM
:))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 27 July 2009, 01:18:39 PM
(http://www.roadsideamerica.com/attract/images/ak/AKHAIhammer_hovde.jpg)

Kalau menurut saya sih.. utk berhentinya pikiran ya pakai yg praktis aja.
spt :hammer: PALU :hammer:


blom tentu loh...

Siapa ya, tokoh komik yg kalau kepalanya diketok palu malah keluar ide2 brilliant... yg artinya pikiran bukannya berhenti, tapi malah mengalir makin cepat dan tajam? :))

::



I kyu san :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 27 July 2009, 02:02:55 PM
sori, numpang parkir ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 27 July 2009, 02:28:05 PM
(http://www.roadsideamerica.com/attract/images/ak/AKHAIhammer_hovde.jpg)

Kalau menurut saya sih.. utk berhentinya pikiran ya pakai yg praktis aja.
spt :hammer: PALU :hammer:


blom tentu loh...

Siapa ya, tokoh komik yg kalau kepalanya diketok palu malah keluar ide2 brilliant... yg artinya pikiran bukannya berhenti, tapi malah mengalir makin cepat dan tajam? :))

::



I kyu san :))


Ada lagi komik CITY HUNTER  ;D..... untuk menghentikan pikiran mesumnya si r**  :)) :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 27 July 2009, 02:32:03 PM
(http://www.roadsideamerica.com/attract/images/ak/AKHAIhammer_hovde.jpg)

Kalau menurut saya sih.. utk berhentinya pikiran ya pakai yg praktis aja.
spt :hammer: PALU :hammer:


blom tentu loh...

Siapa ya, tokoh komik yg kalau kepalanya diketok palu malah keluar ide2 brilliant... yg artinya pikiran bukannya berhenti, tapi malah mengalir makin cepat dan tajam? :))

::



itu kan hammer plastik yg kecil,...kalau dipukul bunyi ciiit ciiit ciiit,

coba kalau pakai hammer GODAM... pikiran pasti berhenti deh...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Shining Moon on 27 July 2009, 04:43:47 PM
Kalau di city hunter sih, pikiran mesum ryu saeba langsung berhenti kena palu dari kaori...    :D:D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 27 July 2009, 09:14:46 PM
100 GRP buat Ratna Kumaro, 10 buat Mr. Bond. utang
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 27 July 2009, 09:15:44 PM
jadi teringat 1 tahun lalu... nostalgia, mana nih para martir? arale, semit, dll?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Lily W on 27 July 2009, 11:38:23 PM
jadi teringat 1 tahun lalu... nostalgia, mana nih para martir? arale, semit, dll?

Mau undang mereka di acara potong kue dan makan2 untuk merayakan Ultah DC? ;D

_/\_ :lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Adhitthana on 28 July 2009, 12:03:53 AM
jadi teringat 1 tahun lalu... nostalgia, mana nih para martir? arale, semit, dll?

(http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=dlattach;attach=1107;type=avatar) ----> (http://turnyournameintoaface.com/face/01070801.png)

ini Arale baru nonggol : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12071.0.html#msg199330

 ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 28 July 2009, 12:29:28 PM
yah begitulah, kesalahan adalah hal biasa dalam dunia ini.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 28 July 2009, 12:35:26 PM
kesalahan adl hal yg biasa

tp kalo seorang guru yg katanya udah SADAR, bisa yakin bhw JMB-8 adl salah, tidak perlu digunakan, tapi masih berbuat salah, pun tidak merasa salah

kayanya sih bukan hal yg biasa tuh........... tapi RUAARRRR BIASAAA............  :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 28 July 2009, 12:40:27 PM
Sati sati sati...................................
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 28 July 2009, 12:44:52 PM
Berikut adalah statement terakhir :

Quote
> Bersediakah bapak menjelaskan di sutta mana Sang Tathagata pernah mengajarkan Meditasi Mengenal Diri?
----------------------
Di dalam Mulapariyaya-sutta, Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta.

> Saya bertanya dengan cetana ingin tahu. Dan sangat menghargai jawaban yang bapak berikan. Sekiranya bapak yang menemukan metode meditasi yang baru tentunya pencapaian bapak luar biasa. Mohon maaf jika bapak kurang berkenan dengan pertanyaan saya.
----------------------
Saya tidak meenmukan metode MMD. Saya adalah praktisi meditasi MMD, sesuai ajaran Sang Buddha dalam ketiga sutta itu.

 
> salam metta
----------------------
Salam metta kembali,
Hudoyo



Padahal dalam statementnya, dia jelas mengatakan :
Quote
Perlu saya kemukakan bahwa pendekatan MMD ini saya pelajari dari J.Krishnamurti,

yang menurut hemat saya adalah seorang yang telah mencapai pencerahan & pembebasan sempurna

dalam hidupnya di abad ke-20 lalu, entah apapun namanya : arahat,  buddha, insan kamil,

hidup di dalam Allah, apa pun,

[ Sumber =

http://www.usenet.com/newsgroups/soc.culture.indonesia/msg03344.html ]


Uaneeh............ aya2 wae.........
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 28 July 2009, 01:00:41 PM
jadi menurut pak hud kalau metode yang ia pelajari itu sumber dari JK,
nah sekarang mengapa pak hud mengatakan kalau cara/metode JK ini adalah "BENAR"

dimana seperti yg kita tahu seseorang menyatakan benar pastilah telah merealisasikan tujuan dari metode tsb....yang katanya "mengakhiri dukkha"

nah sekarang betulkan pak JK telah mengakhiri dukkha? itulah yg jadi masalah nya.
----------------
maksud saya seseorang berpandangan salah itu biasa.....bukan pak JK sendiri yg berpandangan seperti itu di dunia ini, banyak kok bahkan sewaktu zaman buddha, seperti Kassapa bersaudara...

tapi untung baru romo yg ngomong, apa jadi nya kalau seorang "bikkhu" yg notabane nya anggota Sangha....pasti lebih heboh lagi... ^^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 28 July 2009, 01:37:45 PM
Namo Buddhaya _/\_

Anumodana untuk rekan Bond yang sudah berkenan mentautkan link artikel saya di dhammacitta ini. Saya merasa terhormat karenanya ;)

 [at] RYU =

panjang bener, berapa lama tuh ngetik LOL LOL LOL

JAWAB =  Saya ngumpulin data2 sejak hari Selasa 21 Juli 2009, lalu mulai melakukan study pustaka, menulis, dan baru selesai ( "fixed" ) hari minggu malam tanggal 26 Juli 2009.

Oh iya, saya harap rekan2 semua berkenan mengikuti jalannya diskusi antara kami dengan pak hudoyo ya, itu beliau sudah dua kali koment di blog saya, dan ini yang terakhir =


http://ratnakumara.wordpress.com/2009/07/26/apakah-romo-hudoyo-berpandangan-salahmenyimpang/#comment-1290

Baiklah, saya menunggu partisipasi rekan2 dhammacitta.org semuanya.

Semoga Dhamma semakin tersebar luas dimuka bumi,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 28 July 2009, 01:41:11 PM
sebenarnya dari bro ratna kumara juga sudah ada pernyataan : apakah yg menjalankan MMD, sudah ada yg mengakhiri dukkha?

dan berikut pernyataan PH :

Quote
"Apakah ada diantara peserta MMD yang telah tidak dicengkeram “tanha” (
nafsu-keinginan ) ? Ini saja pertanyaan sederhana untuk mengukur sampai
sejauh mana kebenaran pernyataan “siapapun yang mengikuti MMD ia akan
mengakhiri dukkha”."

Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab.

padahal yg dipertanyakan apakah si pengajar sudah mencapai tingkatan akhir dari dukkha namun jawabannya malah menyimpang seolah yg belajar dari kitab suci pun, tidak semuanya mencapai akhir dukkha

padahal jika PH benar menyimak yg ditanya oleh bro ratna kumara, seharusnya dia tahu bhw pengajar buddhism yaitu Buddha Gautama, sudah jelas mencapai akhir dukkha, yang sudah dikonfirmasi oleh sekian banyak arahat

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 28 July 2009, 01:46:45 PM
Berikut saya quote pertanyaan lanjutan dari rekan ratna kumara :

Quote
Namo Buddhaya,

Kepada Yth. Bp.Hudoyo Hupudhio =

Bp.Hudoyo, saya ada pertanyaan untuk anda =

1. Bila bapak memang menolak “Jalan Ariya Beruas Delapan” dan “Empat Kesunyataan Mulia” , mengapa Bapak masih menyatakan diri / menggunakan predikat sebagai ummat Buddha ? Ummat Buddha adalah ummat yang mengikuti ajaran dan Jalan Buddha ; dan itu adalah Ajaran (Dhamma) dan Jalan yang Bapak tolak tersebut.
2. Bila bapak menolak kebenaran isi “Ti-Pitaka”, mengapa Bapak masih menyatakan diri / menggunakan predikat sebagai ummat Buddha ? Sebab ummat Buddha mendasarkan diri pada ajaran Buddha yang tertuang dalam Ti-Pitaka (Pali) maupun Tri-Pitaka (Sanskerta).
3. Bila bapak menolak ajaran fundamen dan Jalan sebagaimana saya maksud dalam point kesatu diatasi, serta menolak kebenaran isi “Ti-Pitaka”, lalu ajaran dan Jalan serta kitab mana / apa yang Bapak ikuti ?
4. Ummat Buddha ber-Tisarana , pada Buddha-Dhamma-Arya Sangha. Sehingga, ummat Buddha mengikuti Sang Buddha sebagai satu-satunya Guru, kemudian mengikuti “Dhamma” yang dibabarkan oleh Sang Bhagava ( bukan dhamma yang dibabarkan guru lain ), dan juga mengikuti jejak-langkah para Ariya-Sangha sejak setidaknya jaman Sang Buddha Gotama hingga sekarang. Apakah bapak Hudoyo masih menganggap Sang Buddha sebagai SATU-SATUNYA GURU ? Apakah Bapak Hudoyo masih berlindung pada DHAMMA yang DIAJARKAN SANG BUDDHA ( bukan dhamma yang diajarkan guru lain ) ? Apakah bapak masih tetap tidak meragukan ARIYA-SANGHA ? ( Bila tidak meragukan Ariya-Sangha, mengapa bapak meragukan Ti-Pitaka serta menganggap Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan hanyalah hasil “sisipan” Bhikkhu2 Sangha setelah Sang Buddha Parinibbana ? )
5. Sang Buddha adalah satu-satunya Guru bagi ummat Buddha. Bahkan sebagaimana tertera dalam Vimamsaka-Sutta ( Majjhima-Nikaya, sutta ke-47 ), ciri2 seorang Sotapanna adalah, keyakinannya pada Sang Buddha tidak tergoyahkan lagi, “keyakinannya sudah ditopang oleh alasan, berakar di dalam visi, dan mantap; keyakinannya tak terkalahkan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau siapapun didunia ini. “ Sehingga, mengapa sebagai ummat Buddha, bapak Hudoyo lebih memilih “berguru” pada J.Krishnamurti ?
6. Dari kesemua hal itu, apakah bapak merasa masih bertanggungjawab sebagai seorang Romo / Pandhita yang seharusnya secara bijaksana menuntun ummat Buddha untuk benar-benar mengikuti Jalan yang ditunjukkan Sang Buddha ( yang telah bapak tolak sendiri ).

Bapak Hudoyo yang saya hormati,
menurut saya, seandainya bapak hendak menjadi tokoh-spiritual yang bersifat non-agama dan merangkul semua pihak, seharusnya bapak tidak melekatkan segala atribut Buddhisme pada diri Bapak.

Bapak bisa mencontoh langkah2 Gede Prama misalnya.
Atau Anand Krishna misalnya.

Sebab, kalau bapak masih menggunakan gelar Pandhita Buddhist, tapi dimana-mana justru mengeluarkan statement yang isinya menolak adanya “Jalan” sebagaimana yang disabdakan Buddha, menolak kebenaran Ti-Pitaka, dan lain2 hal seperti yang sudah bapak ajarkan/ucapkan selama ini, maka Bapak telah gagal untuk mempertanggungjawabkan secara etik-moralitas ke-”Pandhita”-an bapak Hudoyo sendiri.

Dan karena itulah , maka wajar jika banyak ummat Buddha yang menganggap bapak telah dengan sengaja “membelokkkan” ajaran Buddha, atau dengan sengaja mempengaruhi ummat Buddha untuk meninggalakan ajaran2 Buddha yang dianut oleh ummat Buddha itu sendiri.

Demikian pertanyaan dan komentar saya untuk Bapak Hudoyo yang saya hormati.

Mohon bapak berkenan memberikan tanggapan.

May Happiness Always b With U,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 28 July 2009, 02:11:57 PM
jadi menurut pak hud kalau metode yang ia pelajari itu sumber dari JK,
nah sekarang mengapa pak hud mengatakan kalau cara/metode JK ini adalah "BENAR"

dimana seperti yg kita tahu seseorang menyatakan benar pastilah telah merealisasikan tujuan dari metode tsb....yang katanya "mengakhiri dukkha"

nah sekarang betulkan pak JK telah mengakhiri dukkha? itulah yg jadi masalah nya.
----------------
maksud saya seseorang berpandangan salah itu biasa.....bukan pak JK sendiri yg berpandangan seperti itu di dunia ini, banyak kok bahkan sewaktu zaman buddha, seperti Kassapa bersaudara...

tapi untung baru romo yg ngomong, apa jadi nya kalau seorang "bikkhu" yg notabane nya anggota Sangha....pasti lebih heboh lagi... ^^

Jk belum mengakhiri dukkha, itu sudah pasti...seorang yg telah bebas dari dukkha tidak mungkin selingkuh ataupun melakukan aborsi.(ini adalah sila yg paling dasar)

Sejak jaman Sang Buddha memang banyak yg berpandangan salah tapi tidak membawa-bawa  ajaran Sang Buddha dan jelas mereka memiliki argumen sendiri. Sekarang pun banyak yg berpandangan salah  tapi kebanyakan mereka berdiri sendiri dengan bendera sendiri. Dengan membawa label ajaran Buddha dengan menggunakan Bahiya sutta dan malunkyaputa sutta yg juga adalah bagian Tipitaka dan Pak hud sendiri tidak mempercayai Tipitaka sebagai ajaran Sang Buddha maka itu adalah kemunafikan.

Kalau dia tidak mengajarkan umat Buddha untuk tidak memakai jmb 8 tidak masalah, permasalahannya seorang ROMO AGAMA BUDDHA. Tapi MENOLAK JMB 8 dan 4 KM dan mengajarkannya di vihara2. Memang hak dia, tetapi adalah hak kita pula untuk menolak MMD sebagai ajaran Buddha. Jadi sebenarnya kenapa juga 1 tahun yg lalu dia sewot di dc tidak dimasukan kedalam bagian Buddhism, bahkan berkoar2 dimilis seakan-akan dia teraniaya padahal dia sendiri yg menolak jmb 8 dan 4 km, . Aneh kan? apakah ini hal biasa? kalau memang hal biasa, benar sesuai apa yg diramalkan Sang Buddha bahwa lambat laun Dhamma yg indah ini akan lenyap. Tapi satu hal untuk semua Umat Buddha, sekalipun Dhamma ini akan lenyap tetapi jangan lah menjadi bagian dari pelenyap Dhamma.Slogan "Tanpa usaha, tanpa jalan, Tanpa konsentrasi" jika merupakan meditasi yg diajarkan Sang Buddha dalam rangka mencapai nibbana, maka meditasi seperti itu adalah omong kosong.

Pesan ini saya sampaikan agar kita lebih teliti dalam menggali dan menjalankan ajaran Sang Buddha, sekalipun ada pihak yg tersinggung, maka inilah bagian dari dukkha yg harus dihadapi dengan lapang dada. Kalau tidak mau berdukkha maka sebaiknya cepat2 realisasikan Nibbana yang benar. ;D

Mettacitena. _/\_


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 28 July 2009, 02:22:08 PM
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 28 July 2009, 02:26:18 PM
Namo Buddhaya,

for : Sdr.Markosprawira.

Saya mau tanya, itu Pak Hudoyo jawab pertanyaan saya tersebut diatas, dia jawab di situs apa ? Kok gak dia jawab di blog saya sendiri ?

Iya , Markosprawira benar, padahal saya ada pertanyaan, "Apakah Romo Hudoyo sendiri sudah mengakhiri dukkha ? Sudah merealisasi tataran Arahat?...dst." Tapi malah tidak dia jawab.

Sang Buddha bisa mengajar karena Beliau telah merealisasi . Nah, kalau JK dan Pak Hud, apakah sudah ? Ini kan intinya.. ;)

Dan sekali lagi mohon informasi dari sdr. Markosprawira tentang jawaban Pak Hud tersebut diatas dimuat di situs mana.

Anumodana.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: HokBen on 28 July 2009, 02:35:18 PM
di milis2 bukan?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 28 July 2009, 02:36:22 PM
 [at]  Bro Kumara dan Hokben:

Pak Hud menjawab di milis Samaggiphala

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/messages

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: William_phang on 28 July 2009, 02:39:02 PM
Namo Buddhaya,

for : Sdr.Markosprawira.

Saya mau tanya, itu Pak Hudoyo jawab pertanyaan saya tersebut diatas, dia jawab di situs apa ? Kok gak dia jawab di blog saya sendiri ?

Iya , Markosprawira benar, padahal saya ada pertanyaan, "Apakah Romo Hudoyo sendiri sudah mengakhiri dukkha ? Sudah merealisasi tataran Arahat?...dst." Tapi malah tidak dia jawab.

Sang Buddha bisa mengajar karena Beliau telah merealisasi . Nah, kalau JK dan Pak Hud, apakah sudah ? Ini kan intinya.. ;)

Dan sekali lagi mohon informasi dari sdr. Markosprawira tentang jawaban Pak Hud tersebut diatas dimuat di situs mana.

Anumodana.

ada dijawaban kayaknya seperti ini (copas):

Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 28 July 2009, 02:53:13 PM
Namo Buddhaya,

 [at] sdr.Williamhalim,

Anumodana atas informasi anda.

Tapi saya belum menemukan jawaban Pak Hud termaksud =

" Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab. "

Yang saya temukan "Tanggapan untuk Ratna Kumara" yang ini =

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/73268

Saya juga sudah lihat di thread "Apakah Romo Hud Berpandangan Salah"  , tapi disanapun tidak saya temukan jawaban Pak Hud yang seperti itu.

Maaf ya kalau merepotkan. Nanti saya coba cari2 lagi deh... ;)

Thank You,
May You Take care of yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: William_phang on 28 July 2009, 02:59:19 PM
Namo Buddhaya,

 [at] sdr.Williamhalim,

Anumodana atas informasi anda.

Tapi saya belum menemukan jawaban Pak Hud termaksud =

" Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab. "

Yang saya temukan "Tanggapan untuk Ratna Kumara" yang ini =

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/73268

Saya juga sudah lihat di thread "Apakah Romo Hud Berpandangan Salah"  , tapi disanapun tidak saya temukan jawaban Pak Hud yang seperti itu.

Maaf ya kalau merepotkan. Nanti saya coba cari2 lagi deh... ;)

Thank You,
May You Take care of yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

ada di SP dengan Judul - TANGGAPAN UNTUK RATNA KUMARA (02/10)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 28 July 2009, 03:10:57 PM
Namo Buddhaya,

 [at] sdr.Williamhalim,

Anumodana atas informasi anda.

Tapi saya belum menemukan jawaban Pak Hud termaksud =

" Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab. "

Yang saya temukan "Tanggapan untuk Ratna Kumara" yang ini =

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/73268

Saya juga sudah lihat di thread "Apakah Romo Hud Berpandangan Salah"  , tapi disanapun tidak saya temukan jawaban Pak Hud yang seperti itu.

Maaf ya kalau merepotkan. Nanti saya coba cari2 lagi deh... ;)

Thank You,
May You Take care of yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

ada di SP dengan Judul - TANGGAPAN UNTUK RATNA KUMARA (02/10)

ya... ini link lengkapnya:

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/73266

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sukma Kemenyan on 28 July 2009, 03:26:29 PM
Hangat kembali kisah lama...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 28 July 2009, 03:30:57 PM
Namo Buddhaya _/\_

Anumodana untuk rekan Bond yang sudah berkenan mentautkan link artikel saya di dhammacitta ini. Saya merasa terhormat karenanya ;)

 [at] RYU =

panjang bener, berapa lama tuh ngetik LOL LOL LOL

JAWAB =  Saya ngumpulin data2 sejak hari Selasa 21 Juli 2009, lalu mulai melakukan study pustaka, menulis, dan baru selesai ( "fixed" ) hari minggu malam tanggal 26 Juli 2009.


Oh iya, saya harap rekan2 semua berkenan mengikuti jalannya diskusi antara kami dengan pak hudoyo ya, itu beliau sudah dua kali koment di blog saya, dan ini yang terakhir =


http://ratnakumara.wordpress.com/2009/07/26/apakah-romo-hudoyo-berpandangan-salahmenyimpang/#comment-1290

Baiklah, saya menunggu partisipasi rekan2 dhammacitta.org semuanya.

Semoga Dhamma semakin tersebar luas dimuka bumi,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Ntr yg bersangkutan merasa dikeroyok oleh raksasa-raksasa lg lohh  :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 28 July 2009, 03:34:42 PM
iya di sebut buto kakakakakak
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: HokBen on 28 July 2009, 03:46:39 PM
iya di sebut buto kakakakakak

masi inget aja lu..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 28 July 2009, 03:56:29 PM
iya di sebut buto kakakakakak

masi inget aja lu..

tadinya bingung...

sekarang baru ingat lagi  ;D

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Kelana on 28 July 2009, 03:58:31 PM
Saya mengomentari  karena JENIS  jawabannya. Jadi siapapun yang menjawab seperti ini pasti saya komentari.

Quote
Tanya:"Apakah ada diantara peserta MMD yang telah tidak dicengkeram “tanha” (
nafsu-keinginan ) ? Ini saja pertanyaan sederhana untuk mengukur sampai
sejauh mana kebenaran pernyataan “siapapun yang mengikuti MMD ia akan
mengakhiri dukkha”."

Jawab: Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab.

Jawaban seperti ini mengindikasikan si penjawab ingin memposisikan hal yang sama dengan si penanya.

Berdasarkan pertanyaan, jika jawaban si penanya ya ADA, maka  ADA  juga peserta MMD yang telah tidak dicengkeram “tanha” (nafsu-keinginan ). Ini berarti berlaku juga bagi semua orang yang berpegang pada kitab suci Agama Buddha bahwa ADA juga yang telah tidak dicengkeram “tanha” (nafsu-keinginan ).

Begitu juga sebaliknya jika TIDAK ADA ataupun Bisa ADA dan TIDAK ADA, atau juga   RAGU-RAGU.

Jadi  kualitas lulusan MMD sekelas /sama dengan semua orang yang berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi buat apa MMD?? Sebagai  cheerleader? Atau a cancer??  :-?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: CKRA on 28 July 2009, 04:02:35 PM
Hangat kembali kisah lama...


CLBK
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 28 July 2009, 04:36:44 PM
Namo Buddhaya,

for : Sdr.Markosprawira.

Saya mau tanya, itu Pak Hudoyo jawab pertanyaan saya tersebut diatas, dia jawab di situs apa ? Kok gak dia jawab di blog saya sendiri ?

Iya , Markosprawira benar, padahal saya ada pertanyaan, "Apakah Romo Hudoyo sendiri sudah mengakhiri dukkha ? Sudah merealisasi tataran Arahat?...dst." Tapi malah tidak dia jawab.

Sang Buddha bisa mengajar karena Beliau telah merealisasi . Nah, kalau JK dan Pak Hud, apakah sudah ? Ini kan intinya.. ;)

Dan sekali lagi mohon informasi dari sdr. Markosprawira tentang jawaban Pak Hud tersebut diatas dimuat di situs mana.

Anumodana.

Berikut saya quote yah bro :

Quote
---------- Forwarded message ----------
From: Hudoyo Hupudio <hudoyo [at] cbn.net.id>
Date: Jul 28, 2009 10:55 AM
Subject: [samaggiphala] TANGGAPAN UNTUK RATNA KUMARA (02/10)
To: patria_net [at] yahoogroups.com, FAMB_id [at] yahoogroups.com, blia [at] yahoogroups.com, daunbodhiindonesia [at] yahoogroups.com, FPBI [at] yahoogroups.com, mahasathi [at] yahoogroups.com, samaggiphala [at] yahoogroups.com, siddhi [at] yahoogroups.com


[Bila pembaca ingin langsung membaca tanggapan saya, silakan langsung
menuju akhir posting ini./hudoyo]



HUDOYO HUPUDIO:

Anda berangkat dari keyakinan bahwa ajaran Krishnamurti itu berbeda dengan
ajaran Buddha.
Saya berangkat dari pemahaman dan keyakinan berdasarkan pengalaman
meditasi vipassana saya bahwa pencerahan yang dialami oleh Krishnamurti,
Buddha, Bernadette Roberts dan orang-orang lain yang telah
mencapainya--sejauh menyangkut lenyapnya aku/diri--adalah persis sama, dan
oleh karena itu yang diajarkan oleh kedua orang itu adalah persis sama. -
Buddha Gotama menyatakan: "Anuradha, ... aku hanya mengajarkan dukkha dan
lenyapnya dukkha." Itu pula yang diajarkan oleh Krishnamurti. - Saya tidak
berminat memperdebatkan pandangan Anda dan pandangan saya yang sejak awal
sudah bertolak belakang.

Saya bukan pengajar Agama Buddha, melainkan saya mengajarkan vipassana
murni sesuai ajaran Buddha dalam Mulapariyaya-sutta, Bahiya-sutta &
Malunkyaputta-sutta. Di dalam kedua sutta itu, semua doktrin agama apa
pun--termasuk 4 Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berfaktor 8--adalah
termasuk 'vinnatam' ("yang dikenal"), dan Sang Buddha mengajarkan kepada
mereka yang berlatih agar tidak membentuk konsep (mannati) terhadap 'apa
yang dikenal', tidak melekat dengan akunya ("Apa yang dikenal untuku"),
dan tidak bersenang hati dengan 'apa yang dikenal' (ma-abhinandi).

Itulah dasar saya mengatakan bahwa doktrin-doktrin agama apa pun harus
ditanggalkan dalam meditasi vipassana murni, ternasuk Empat Kebenaran
Mulia & Jalan Mulia Berfaktor Delapan.

***

"Apakah ada diantara peserta MMD yang telah tidak dicengkeram “tanha” (
nafsu-keinginan ) ? Ini saja pertanyaan sederhana untuk mengukur sampai
sejauh mana kebenaran pernyataan “siapapun yang mengikuti MMD ia akan
mengakhiri dukkha”."

Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada Anda dan semua orang yang
berpegang pada kitab suci Agama Buddha. Jadi tidak perlu saya jawab.

***

"Dari statement diatas ( serangkaian penolakan Romo Hudoyo tehadap Empat
Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan ), yang menjadi menarik
untuk dipelajari adalah, apa yang menjadi latar belakang pemikiran Romo
Hudoyo untuk dengan sedemikian keras menolak “Jalan Ariya Beruas Delapan”
tersebut ?"

Dasar dari pernyataan saya adalah Mulapariyaya-sutta, Bahiya-sutta &
Malunkyaputta-sutta.

***

"... disana saya cuplikkan dialog Walpola Rahula dengan J.Krishnamurti ;
statement dari Walpola Rahula, “Bukankah Anda hanya mengulang apa yang
disabdakan Buddha”. ) "

Kata-kata Walpola Rahula aslinya berbunyi: "Are you not saying what the
Buddha said?"
Terlihat jelas bahwa Ratna Kumara telah menyisipkan kata "hanya" dalam
terjemahannya: "“Bukankah Anda HANYA mengulang apa yang disabdakan
Buddha”.
Jelas tampak di sini ketidakjujuran intelektual Ratna Kumara dalam
menerjemahkan kata-kata W. Rahula ini. Rupanya ketidakjujurannya itulah
yang mendasari seluruh tulisannya terhadap saya.

***

Tentang seruan Sang Buddha kepada Angulimala untuk 'berhenti' memang
konteksnya adalah kekerasan yang dilakukan oleh Angulimala. Tapi saya
berkata, hendaklah seruan untuk berhenti itu kita terapkan dalam batin
kita masing-masing, sesuai dengan makna terdalam dari kata 'berhenti' yang
dimaksud oleh Sang Buddha, sebagaimana tercantum dalam
Dhatu-vibhanga-sutta (M.N.140). Ini sudah jelas saya uraikan dalam posting
"Pengantar Mulapariyaya-sutta" beberapa hari yang lalu di forum ini.
'Berhenti' yang dimaksud oleh Sang Buddha dalam "Dhatu-vibhanga-sutta"
adalah berhenti dari semua penafsiran (mannati, mannitam, pemikiran,
konseptualisasi). Persis sama seperti yang diserukan oleh Sang Buddha
kepada semua orang yang berlatih vipassana dalam Mulapariyaya-sutta,
Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta, yakni berhenti dalam pembentukan
konsep terhadap 'apa yang dikenal' (vinnatam), yang mencakup pula semua
doktrin agama, termasuk doktrin agama Buddha.

***

Anda berkata, Dhamma Sang Buddha itu unik. Saya berkata, tidak unik!
karena ada individu-individu DI LUAR lingkungan Buddha Sasana yang
berhasil mencapai keadaan batin tanpa-aku/diri. Saya sama sekali tidak
percaya bahwa "Aum Singa Sang Buddha" dalam Mahaparinibbana-sutta berasal
dari mulut Sang Buddha; alih-alih "aum singa" itu disisipkan oleh
bhikkhu-bhikkhu penghafal Tipitaka belakangan. Terlepas dari perbedaan
doktrin di antara Buddhisme dan agama-agama lain, masalah pembebasan
adalah masalah individual, dan ada individu-individu yang mencapai keadaan
batin tanpa-diri di luar Buddha-sasana.

***

Anda berputar-putar dengan ajaran 'tanpa-jalan' Krishnamurti, tetapi Anda
tidak mampu menangkap esensinya. Saya teringat pada Bpk Anand Krishna yang
pernah berdebat dengan saya di milis dan mengatakan: "Sesungguhnya
'tanpa-metode' Krishnamurti itu adalah metode juga." Seperti Anda, dia
tidak menangkap esensi ajaran Krishnamurti tentang 'tanpa-jalan'. Esensi
yang sama diajarkan oleh Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta &
Bahiya-sutta, yang tidak mampu Anda tangkap pula. (Sang Buddha sama sekali
tidak menyinggung doktrin-doktrin beliau Empat Kebenaran Mulia dan Jalan
Mulia Berfaktor Delapan dalam ketiga sutta itu).

Sekali lagi, saya bukan pengajar Agama Buddha, melainkan saya mengajarkan
meditasi vipassana murni sesuai ajaran Buddha dalam Mulapariyaya-sutta,
Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta. Dalam ketiga sutta itu diajarkan agar
orang tidak melekat dan menyenangi "apa yang dikenal" (vinnatam), termasuk
doktrin-doktrin agama apa pun, Buddha, Hindu, kr****n, Islam dsb.

Salam,
Hudoyo
Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com

 [at] bro ratna : sori saya cut pernyataan anda karena kalo disertakan, saya tidak bisa post ini total huruf udah melebihi 20.000

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 28 July 2009, 06:37:27 PM
orangnya sudah pergi, tidak akan dijawab...

saya merasa tulisan diblog itu sama sekali tidak balance, berisi potongan2 yg tidak lengkap, sesuai dengan niat yg diarahkan penulis blog. tidak ada satupun argumen pihak lain yg ditayangkan di sana.

apabila anda ingin mengikuti diskusi yg balance sebaiknya baca langsung aja di thread2 sumbernya, atau kompilasi pak hudoyo di http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_download_ebooks.html
di sana kedua belah pihak ditayangkan dengan balance. selanjutnya terserah anda.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: kullatiro on 28 July 2009, 07:38:37 PM
Agak susah yah manusia tuh apacaya nya kadang terlalu kuat. Mari kita menyanyikan Jaya Manggala Gatha.

dari nyanyian ini kita bisa mempelajari betapa manusia kadang terlalu pintar dan genius seperti cinca   yang menyebabkan kejatuhan nya. kadang kadang terlalu hormat dan setia seperti Angulima, terlalu tinggi seperti Bhrama sempati. bahkan ada yang bisa berkata bahwa tiang pun akan berkeringat dan tunduk padanya. terlalu egois, sakti  dan penuh angkara murka, terlalu mabuk hingga mengila. Semua ketiada taraan itu hanya ilusi didepan cahaya kebijaksana sejati sang Buddha.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 28 July 2009, 08:03:57 PM
Namo Buddhaya,

Dear All rekan2 se-Dhamma,

Saya rasa , jika hanyalah perdebatan yang terjadi, maka tidak akan selesai.

Untuk rekan2 se-Dhamma.

Kita hendaknya fokus pada Jalan yang ditunjukkan Sang Buddha.

Empat Kesunyataan Mulia, Jalan Ariya Beruas Delapan, itu semua bukanlah sekedar konsepsi semata.

Namun, memang bila kita menghayati dan mempunyai "visi" untuk merealisasi pembebasan dari samsara, hal2 itu akan nampak jelas batin kita.

Dan, bila ada seorang ummat Buddha yang mulai mengajarkan untuk meninggalkan inti ajaran Buddha tersebut, kita wajib mengingatkan. Tapi bila akhirnya mengalihkan perhatian dengan cara berdebat diluar hal2 prinsip2 utama yang dilanggar, saya sendiripun menjadi 'enggan' juga untuk terjebak dalam 'pengalihan-perhatian' tersebut.

Debat diluar inti permasalahan hanyalah akan menghabiskan waktu, menyita waktu, meditasi juga jadi terbengkalai.
Para guru meditasi vipassana ditingkat dunia sekalipun, para Bhante, seperti Ajahn Chah sekalipun, tidak pernah saya mendengar statement dari Beliau bahwa kita harus melepaskan ajaran Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan. Pernahkah anda mendengar ajaran seperti itu, rekan2 se-Dhamma, selain dari bapak Hudoyo... [?]

Rekan2 se-Dhamma, agaknya saya ingin mengucapkan ulang Sabda Sang Buddha pada para pemuda suku Kalama terkait dengan konteks fenomena controversial ini ;

janganlah kita menerima ajaran hanya karena itu diucapkan oleh seorang yang dimata kita , kita hormati,
janganlah kita menerima ajaran hanya karena seakan dirangkai dalam untaian kalimat2 indah,
tapi bila setelah kita mengujinya, itu sesuai dengan Dhamma, maka barulah kita menerima.
Bila ternyata itu tidak sesuai dengan Dhamma, maka kita harus menghindarinya.

Semoga Dhamma tetap bersinar cemerlang di muka bumi ini.
Semoga apa yang Adhamma sirna tak berbekas ;)

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu... .

( oh iya, memang dalam mahaparinibbana-sutta ada khotbah "raungan-singa" ya, saya kok baru dengar dari pak hudoyo dalam komentar diatas. Setahu saya, khotbah raungan singa Sang Buddha itu terdapat dalam culasihanada sutta dan mahasihanada sutta. Tapi coba saya akan baca lagi mahaparinibbana-sutta, jangan2 saya yang keliru... )
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 28 July 2009, 08:27:28 PM
Oh iya, ada yang ketinggalan.
Ini versi lengkap pertanyaan saya pada pak Hudoyo, dimana bagian pertanyaan pertama ( yang saya warnai merah dan cetak tebal ) yang tertuju pada pak Hudoyo tidak dia kutip :

" Secara sederhana saja, apakah Romo dan para peserta MMD telah berhasil mencabut ketiga-api yang membakar dunia ini ; keserakahan akan keindriyaan (lobha), kemarahan/kebencian (dosa) dan kebodohan batin ( moha ; kebodohan batin adalah, kebodohan karena tidak bisa melihat dengan jelas bahwa hidup ini adalah penderitaan, adanya sebab penderitaan, berakhirnya penderitaan, dan Jalan menuju berakhirnya penderitaan ). Apakah ada diantara peserta MMD yang telah tidak dicengkeram “tanha” ( nafsu-keinginan ) ? Ini saja pertanyaan sederhana untuk mengukur sampai sejauh mana kebenaran pernyataan “siapapun yang mengikuti MMD ia akan mengakhiri dukkha”. "
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Mr.Jhonz on 28 July 2009, 08:51:13 PM
Weww..lg diskusi dhamma tingkat tinggi.. ;D

cuma mau sisipin ini..
Semoga bermanfaat

sang buddha berkhotbah sebelum parinibbana

'seandainya seorang bhikkhu mengatakan:"teman-teman,aku mendengar dan menerima ini dari mulut sang bhagava sendiri:inilah dhamma,inilah disiplin,inilah Ajaran sang Guru," maka,para bhikkhu,kalian tidak boleh menerima atau menolak,kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya displin.jika kata-katanya,saat dibandingkan dan dipelajari,terbukti tidak selaras dengan sutta atau disiplin,berarti kesimpulannya adalah: "pasti itu bukan kata-kata sang Buddha,hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini," dan kata-katanya itu harus ditolak.tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari,terbukti selaras dengan sutta atau displin,berarti kesimpulannya adalah:"pasti ini adalah kata-kata sang Buddha,hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini." ini adalah kriteria pertama.' DN 16.4.8
mahaparinibbana sutta

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 28 July 2009, 08:54:44 PM
Anumodana Mr.Jhonz,

oh iya, itu petikan "kalama-sutta" diatas saya olah dengan gaya bahasa saya sendiri loh, saya sesuaikan dengan konteks kasus ini. Jangan dikira nanti "memelintir" sutta. ;)

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Kelana on 28 July 2009, 08:59:36 PM
orangnya sudah pergi, tidak akan dijawab...

Betul, 100% setuju dengan Sdr. Morpheus
Lagipula malu donk kalau menjilat ludah sendiri, karena yang bersangkutan sudah menyatakan tidak mau mencurahkan ide-idenya disini (walau pernah sekali melakukannya  :whistle: - mungkin kelupaan kalee  :P )
Tapi saya percaya yang bersangkutan akan berkunjung ke DC walau hanya sekedar jalan-jalan untuk lihat-lihat dan kemudian berkomentar di situs lain atau miliknya.  ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: dipasena on 28 July 2009, 09:16:27 PM
duh, ada apa dengan romo satu ini ?

romo yg penuh kontroversi...

romo yg mempunyai kemampuan super duper sakti... eit, si romo pasti mengatakan bahwa dirinya tidak sakti, tp koq tulisan2 nya menunjukan bahwa dia orang yg super duper sakti...

setiap pernyataan tentang buddhism bs disanggah dengan santai oleh romo yg sakti ini, tp pernyataan dia tidak boleh disanggah dengan alasan apa pun, paling mentok jg si romo mengatakan "terserah mau terima atau tidak"... ehm... romo yg egois...

ada beberapa cerita miring mengenai jalan hidup si romo yg dulu nya pernah menjadi bhikkhu... (katanya) yg akhirnya ia menjadi seorang romo mengajar meditasi dengan pandangan2 super duper saktinya yg kadang melenceng dr dhamma...

ehm... untuk melayani romo satu ini, kita cukup... zZzzz...ZzzZ...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 28 July 2009, 10:55:55 PM
Kalau di city hunter sih, pikiran mesum ryu saeba langsung berhenti kena palu dari kaori...    :D:D

Ryu saeba? Pasangannya Kao-reiko makimura dong? ^-^

Ryo kali... Tp sama-sama genit sih kayaknya :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Adhitthana on 28 July 2009, 11:05:27 PM
Tuch di Facebook lagi terjadi lagi letupan-letupan kecil  ::) .....
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 28 July 2009, 11:19:29 PM
duh, ada apa dengan romo satu ini ?

romo yg penuh kontroversi...

romo yg mempunyai kemampuan super duper sakti... eit, si romo pasti mengatakan bahwa dirinya tidak sakti, tp koq tulisan2 nya menunjukan bahwa dia orang yg super duper sakti...

setiap pernyataan tentang buddhism bs disanggah dengan santai oleh romo yg sakti ini, tp pernyataan dia tidak boleh disanggah dengan alasan apa pun, paling mentok jg si romo mengatakan "terserah mau terima atau tidak"... ehm... romo yg egois...


ada beberapa cerita miring mengenai jalan hidup si romo yg dulu nya pernah menjadi bhikkhu... (katanya) yg akhirnya ia menjadi seorang romo mengajar meditasi dengan pandangan2 super duper saktinya yg kadang melenceng dr dhamma...

ehm... untuk melayani romo satu ini, kita cukup... zZzzz...ZzzZ...

ssssttttt....... :-$ :-$
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Ahyau on 29 July 2009, 02:51:52 AM
saya sih umat awam. ilmu masih cetek...
ketemu pemikiran mr. H ini jadi bingung neh...
tapi saya mengacu pada kalama sutta.
Sang Buddha sendiri mengajarkan Dhamma yg sifatnya Ehipassiko.
mungkin Mr. H ini lagi mencari jalan lain...
biarin aja. ntar juga kalo sadar udah nyasar dia balik lagi...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: HokBen on 29 July 2009, 09:03:04 AM
Tuch di Facebook lagi terjadi lagi letupan-letupan kecil  ::) .....

di FBnya sopo neh?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 29 July 2009, 09:05:28 AM

Namo Buddhaya

Dear All,

tanggal 28 Juli 2009, seorang rekan ummat Buddha bernama Gunadipo mengajukan pertanyaan pada Bhante Sri Pannyavaro perihal perkembangan perdebatan antara pak Hudoyo dengan ummat2 Buddha ( termasuk saya, tentunya ).

Berikut ini adalah dialog Gunadipo dengan Bhante Sri Pannyavaro serta tanggapan pribadi Bhante Sri Pannyavaro ( bukan pendapat Sangha Theravada Indonesia ) atas permasalahan ini :

    Mengikuti perkembangan di milis soal Romo Hudoyo yg katanya telah
    menyebarkan ajaran yg menyimpang dari Ajaran Buddha, dan berangkat
    dari keingintahuan saya atas bagaimana sebenarnya pendapat atau
    tanggapan pribadi dari YM Sri Pannyavaro atas berita ini. Maka tadi
    siang saya memberanikan diri utk bertanya langsung kepada Bhante
    melalui pesan singkat. Jujur saya tidak berada pada pihak yg pro
    ataupun kontra terhadap Pihak manapun. saya menilai tulisan ini tak
    lebih dari sekadar himbauan bagi kita semua utk tetap terus waspada.
    saya pikir jawaban Bhante ini cukup mendalam dan diperlukan perenungan
    oleh diri sendiri yg tidak mudah dan tentunya pengetahuan yg diperoleh
    utk diri sendiri.
    Berikut tanya – jawab singkat saya dgn Bhante Pannyavaro;

    Gunadipo:
    Selamat siang Bhante yg saya Muliakan, membaca perkembangan di milis
    Samaggi Phala tentang Romo Hudoyo yg dikatakan menyebarkan ajaran yg
    menyimpang dari Ajaran Buddha oleh teman – teman di DhammaCitta;
    sedikit membuat saya bingung sendiri. Mungkin hal yg sama juga terjadi
    pada ummat Buddha lainnya. Bagaimana tanggapan Bhante?
    Namun jika menurut Bhante, bahwa Bhante tidak / belum perlu
    menanggapinya, abaikan saja pertanyaan dan keingintahuan saya ini.
    Anumodana, semoga Bhante sehat sejahtera.

    Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.

    Gunadipo:
    Anumodana atas jawaban Bhante yg penuh perenungan utk saya ini Bhante.
    Akan saya coba pahami ungkapan itu. Apakah pertanyaan saya dan jawaban
    Bhante ini boleh saya bagikan ke seluruh teman – teman ummat Buddha
    lainnya?

    Bhante Pannyavaro:
    O ya, tdk ada yg rahasia, boleh saja Gunadipo. Trm ksh.
    _________________________________

    Demikian, sekali lagi ini tanggapan pribadi Bhante bukan tanggapan
    organisasi. Ungkapan Zen Buddhism tadi menyiratkan pesan Dhamma yg
    mendalam bagi saya pribadi dan semoga juga bermanfaat bagi rekan -
    rekan sekalian. Bagi rekan – rekan yg lain yg mungkin memiliki sudut
    pandang yg tersendiri terhadap ungkapan itu, silahkan utk dapat di
    sharing kan.

    –
    Be Happy,

    Gunadipo


Yang menjadi pertanyaan adalah, sebenarnya statement Bhante Pannyavaro itu, ditujukan untuk ummat Buddha yang kontra dengan Pak Hudoyo, atau justru ditujukan untuk Pak Hudoyo pribadi ?

Bisa saja, justru statement itu ditujukan pada Pak Hudoyo. Dalam artian, Pak Hudoyo sebaiknya merenungkan kalimat Zen itu, jangan2 Pak Hudoyo karena kaget mendengar kalimat Zen itu lantas menjadi “keblinger” dan mengajarkan pada banyak ummat Buddha untuk meninggalkan ajaran2 Buddha dan cukup duduk diam bermeditasi saja.

Bagaimana pendapat rekan2 ummat Buddha, alangkah baiknya hal ini kita diskusikan bersama.

Semoga Dhamma bersinar menerangi semua makhluk,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 09:10:51 AM
duh, ada apa dengan romo satu ini ?

romo yg penuh kontroversi...

romo yg mempunyai kemampuan super duper sakti... eit, si romo pasti mengatakan bahwa dirinya tidak sakti, tp koq tulisan2 nya menunjukan bahwa dia orang yg super duper sakti...

setiap pernyataan tentang buddhism bs disanggah dengan santai oleh romo yg sakti ini, tp pernyataan dia tidak boleh disanggah dengan alasan apa pun, paling mentok jg si romo mengatakan "terserah mau terima atau tidak"... ehm... romo yg egois...

ada beberapa cerita miring mengenai jalan hidup si romo yg dulu nya pernah menjadi bhikkhu... (katanya) yg akhirnya ia menjadi seorang romo mengajar meditasi dengan pandangan2 super duper saktinya yg kadang melenceng dr dhamma...

ehm... untuk melayani romo satu ini, kita cukup... zZzzz...ZzzZ...

peace bro......... kalo kata bro ryu di depan : sate...sate...sate......  ^-^

eh salah : sati...sati...sati.....  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 09:21:51 AM

Namo Buddhaya

Dear All,

tanggal 28 Juli 2009, seorang rekan ummat Buddha bernama Gunadipo mengajukan pertanyaan pada Bhante Sri Pannyavaro perihal perkembangan perdebatan antara pak Hudoyo dengan ummat2 Buddha ( termasuk saya, tentunya ).

Berikut ini adalah dialog Gunadipo dengan Bhante Sri Pannyavaro serta tanggapan pribadi Bhante Sri Pannyavaro ( bukan pendapat Sangha Theravada Indonesia ) atas permasalahan ini :

    Mengikuti perkembangan di milis soal Romo Hudoyo yg katanya telah
    menyebarkan ajaran yg menyimpang dari Ajaran Buddha, dan berangkat
    dari keingintahuan saya atas bagaimana sebenarnya pendapat atau
    tanggapan pribadi dari YM Sri Pannyavaro atas berita ini. Maka tadi
    siang saya memberanikan diri utk bertanya langsung kepada Bhante
    melalui pesan singkat. Jujur saya tidak berada pada pihak yg pro
    ataupun kontra terhadap Pihak manapun. saya menilai tulisan ini tak
    lebih dari sekadar himbauan bagi kita semua utk tetap terus waspada.
    saya pikir jawaban Bhante ini cukup mendalam dan diperlukan perenungan
    oleh diri sendiri yg tidak mudah dan tentunya pengetahuan yg diperoleh
    utk diri sendiri.
    Berikut tanya – jawab singkat saya dgn Bhante Pannyavaro;

    Gunadipo:
    Selamat siang Bhante yg saya Muliakan, membaca perkembangan di milis
    Samaggi Phala tentang Romo Hudoyo yg dikatakan menyebarkan ajaran yg
    menyimpang dari Ajaran Buddha oleh teman – teman di DhammaCitta;
    sedikit membuat saya bingung sendiri. Mungkin hal yg sama juga terjadi
    pada ummat Buddha lainnya. Bagaimana tanggapan Bhante?
    Namun jika menurut Bhante, bahwa Bhante tidak / belum perlu
    menanggapinya, abaikan saja pertanyaan dan keingintahuan saya ini.
    Anumodana, semoga Bhante sehat sejahtera.

    Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.

    Gunadipo:
    Anumodana atas jawaban Bhante yg penuh perenungan utk saya ini Bhante.
    Akan saya coba pahami ungkapan itu. Apakah pertanyaan saya dan jawaban
    Bhante ini boleh saya bagikan ke seluruh teman – teman ummat Buddha
    lainnya?

    Bhante Pannyavaro:
    O ya, tdk ada yg rahasia, boleh saja Gunadipo. Trm ksh.
    _________________________________

    Demikian, sekali lagi ini tanggapan pribadi Bhante bukan tanggapan
    organisasi. Ungkapan Zen Buddhism tadi menyiratkan pesan Dhamma yg
    mendalam bagi saya pribadi dan semoga juga bermanfaat bagi rekan -
    rekan sekalian. Bagi rekan – rekan yg lain yg mungkin memiliki sudut
    pandang yg tersendiri terhadap ungkapan itu, silahkan utk dapat di
    sharing kan.

    –
    Be Happy,

    Gunadipo


Yang menjadi pertanyaan adalah, sebenarnya statement Bhante Pannyavaro itu, ditujukan untuk ummat Buddha yang kontra dengan Pak Hudoyo, atau justru ditujukan untuk Pak Hudoyo pribadi ?

Bisa saja, justru statement itu ditujukan pada Pak Hudoyo. Dalam artian, Pak Hudoyo sebaiknya merenungkan kalimat Zen itu, jangan2 Pak Hudoyo karena kaget mendengar kalimat Zen itu lantas menjadi “keblinger” dan mengajarkan pada banyak ummat Buddha untuk meninggalkan ajaran2 Buddha dan cukup duduk diam bermeditasi saja.

Bagaimana pendapat rekan2 ummat Buddha, alangkah baiknya hal ini kita diskusikan bersama.

Semoga Dhamma bersinar menerangi semua makhluk,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.



Pendapat pribadi tentunya bukan pendapat keseluruhan organisasi, hal ini pernah saya alami juga wkt berdiskusi mengenai 1 hal dengan sanghanayaka terdahulu dimana beliau secara pribadi mendukung, namun ternyata secara organisasi mengambil sikap netral

hal ini sering disalah artikan oleh mereka yg kurang paham cara berorganisasi sehingga seolah saat seorang pimpinan berkata A, merujuk bahwa 1 organisasi juga bersikap A
Apalagi jika org itu tidak/belum tahu bagaimana struktur organisasi itu

Jika dilihat, struktur STI itu sangat kompleks dimana sejauh yg saya tahu, keputusan itu seharusnya dipegang oleh Dewan Pimpinan (Karakasanghasabha) dengan ketua umum Bhante Jotidhammo Thera, bukan Bhante Panna sebagai Kepala Sangha.

Berikut struktur STI berdasar SK Persamuhan Agung 2006

I.
I.1. Kepala Sangha (Sanghapamokha) : Sri Pannavaro Mahathera
I.2. Wakil Kepala Sangha (Upa-Sanghapamokha) : Sri Subalaratano Mahathera


II.
Dewan Sesepuh (Therasamagama)
II.1 Theranayaka (Ketua Dewan Sesepuh) : Dhammasubho Thera
II.2 Upa Theranayaka (Wk Ketua Dewan Sesepuh) : Dhammavijayo Mahathera
II.3 Anggota : Jagaro Thera
II.4 Anggota : Urudha DhammapiyoThera
II.5 Anggota : Viriyadharo Thera

III.
III. Dewan Pimpinan (Karakasanghasabha)
III.1 Ketua Umum (Sanghanayaka) : Jotidhammo Thera  
III.2 Ketua Bidang Sosial Budaya : Saddhaviro Thera
III.3 Ketua Bidang Pendidikan : Subahapañño Thera
III.4 Ketua Bidang Antar Lembaga : Dhammakaro Thera
III.5 Sekretaris I : Bhikkhu Cittagutto
III.6 Sekretaris II : Bhikkhu Abhayanando
III.7 Pengelola Sanghadana I : Cittanando Thera
III.8 Pengelola Sanghadana II : Bhikkhu Cattamano


IV.
Dewan Kehormatan (Adhikaranasabha)
II.1 Adhikarananayaka (Ketua Dwn Kehormatan) : Sukhemo Mahathera
II.2 Upa Adhikarananayaka (Wk Ketua Dewan Kehormatan) : Atimedho Thera
II.3 Anggota : Chandakaro Thera
II.4 Anggota : Suvijano Thera
II.5 Anggota : Cittanando Thera



KETUA BHIKKHU DAERAH PEMBINAAN PROVINSI
(PADESA NAYAKA)

DAN

WAKIL KETUA BHIKKHU DAERAH PEMBINAAN PROPINSI
(UPA PADESA NAYAKA)


Masa bakti 1 Januari 2009 s.d. 31 Desember 2011
Sumber : SK Rapat Dewan Pimpinan III / 2008
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 09:24:57 AM
Contohnya bisa dilihat dari : http://www.samaggi-phala.or.id/berita_dtl.php?cont_id=1308

KEPUTUSAN
RAPAT KARAKA SANGHA SABHA
(DEWAN PIMPINAN SANGHA) II/2008
SANGHA THERAVADA INDONESIA

Nomor : 01/RAPIM-II/VI/2008

NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA

 

Menimbang : Perlunya penanganan manajerial dan operasional dalam kelembagaan Sangha Theravada Indonesia, kehidupan para bhikkhu anggota Sangha Theravada Indonesia, dan pembinaan umat Buddha Indonesia oleh Sangha Theravada Indonesia, demi terwujudnya pembangunan masyarakat Buddhis yang berlandaskan dasar negara Pancasila, berpedoman Buddhadhamma, serta berkepribadian nasional.
   
Mengingat: 1. Dhammavinaya   
2. Piagam Sangha Theravada Indonesia   
3. Keputusan-keputusan Sidang Mahasanghasabha (Persamuhan Agung) dan Rapat Karaka-sanghasabha (Dewan Pimpinan) Sangha Theravada Indonesia   
   
Memperhatikan : Musyawarah dan mufakat dalam Rapat Karakasanghasabha (Dewan Pimpinan) II/2008 Sangha Theravada Indonesia, pada tanggal 6-8 Juni 2008, di Mahavihara Buddhamanggala, Balikpapan, yang dihadiri 8 bhikkhu Karakasanghasabha (Dewan Pimpinan), 9 bhikkhu Padesanayaka (Ketua Bhikkhu Daerah Pembinaan Provinsi), dan 5 bhikkhu peninjau
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 09:28:28 AM
Bahkan persamuhan agung, dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen

Musyawarah dan mufakat dalam Sidang Mahasanghasabha (Persamuhan Agung) Tahun 2009 Sangha Theravada Indonesia di Saung Paramita, Ciapus, tanggal 9 - 10 Juni 2009, yang dihadiri oleh 40 bhikkhu dari 46 bhikkhu anggota Sidang Mahasanghasabha (Persamuhan Agung), dan 11 bhikkhu peninjau.

sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/berita_dtl.php?cont_id=1398
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 09:33:50 AM
Smoga apa yg uraikan diatas, bisa bemanfaat utk bro ratna kumara dan/atau rekan DC lainnya agar lebih paham saat 1 bhikkhu berbicara, jgnlah langsung diartikan bhw organisasinya PASTI mendukung

kecuali udah ada hasil rapat seperti RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (yg ditandatangai ketua karakasanghasabha) atau Sidang Mahasanghasabha (yg ditandatangani Kepala Sangha (Sanghapamokha))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: indera_9 on 29 July 2009, 09:37:53 AM
Ternyata sudah mulai ada oknum dalam Buddhist sendiri yang secara sengaja membelokkan apa yang Sang Buddha ajarkan; mengajarkan apa yang disebut adhamma. Sungguh sangat disayangkan  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 29 July 2009, 10:37:32 AM
Yang menjadi pertanyaan adalah, sebenarnya statement Bhante Pannyavaro itu, ditujukan untuk ummat Buddha yang kontra dengan Pak Hudoyo, atau justru ditujukan untuk Pak Hudoyo pribadi ?
#-o :hammer:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 29 July 2009, 11:59:21 AM
Kalau membicarakan sosok seorang Hudoyo dan MMD, tidak akan ada habisnya. Tapi saya mau komentar ini:

[SADDHA SEORANG SOTAPANNA]

“ Para Bhikkhu, bila keyakinan seseorang telah ditanam, berakar, dan mantap di dalam Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa ini, dikatakan bahwa keyakinannya sudah ditopang oleh alasan, berakar di dalam visi, dan mantap; keyakinannya tak terkalahkan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau siapapun didunia ini. “

( Vimamsaka-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-47 )

Menarik sekali. Apakah ini adalah pembelokan isi sutta agar umat Buddha menjadi mahluk fanatik keras kepala yang keyakinannya tidak tergoyahkan (walaupun sebenarnya salah)?

Vimamsaka Sutta mengajarkan seseorang menjadi penyelidik (Vimamsaka) dalam kebenaran dhamma. Ada tahap-tahap pembuktikannya sampai akhirnya seseorang bisa menjadi yakin. Bukan dengan fanatisme radikal.
Kemudian, Vimamsaka ini juga tidak menyinggung ariya (dalam hal ini Sotapanna) sama sekali.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 29 July 2009, 12:42:50 PM
Dear Kainyn_Kutho,

Coba anda baca pada penjelasan atas sutta tersebut dan point pernyataan tersebut dalam Majjhima-Nikaya yang diterbitkan oleh Wisma Sambodhi, terjemahan dari Sdri.Lanny Anggawati. Judul itu saya ambil dari penjelasan yang terdapat disana yang menerangkan bahwa kalimat itu ( Sabda Sang Buddha tersebut ) , merujuk pada Pemenang-Arus / Sotapanna.

Rekan Kainyn_Kuttho,
Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak mengotori Dhamma dengan niat yang tidak baik, seperti misalnya membelokkan Sutta untuk maksud pribadi. Semoga anda percaya.. ;)

Karena ini saya sambil bekerja, jadi saya gak bisa menerangkan juga dengan panjang lebar tentang isi sutta tersebut. Namun apa yang anda nyatakan tersebut ada benarnya kok, bahwa sutta itu menjelaskan ( ini kalau tidak salah ingat ) bahwa seseorang yang tidak bisa mengukur kesucian Sang Buddha kemudian harus menguji Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa, dan lain-lain, hingga akhirnya memperoleh keyakinan pada Sang Buddha dari hasil pengujiannya tersebut Ini kalau tidak salah ingat yah... ;)
( kurang lebihnya begitu, kalau salah mohon dikoreksi, juga karena sambil bekerja ini... ;)   ).


Okey Kainyn_Kutho,

May U Always be Happy,
May U Take Care of Yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 12:47:50 PM
Vimamsaka Sutta bisa dilihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8542.0.html

VIMAMSAKA SUTTA

(Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya II,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994)

   1. Demikianlah yang saya dengar.
      Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savathi. Di sana beliau berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu."
      "Ya, bhante," jawab para bhikkhu. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

   2. "Para bhikkhu, bila seorang bhikkhu menjadi penyelidik (penilai) yang mempunyai pengetahuan tentang (cara menilai) keadaan batin orang lain. Sebaliknya dia melaksanakan penilaian terhadap Sang Tathagata untuk mengetahui apakah Sang Tathagata sudah mencapai Penerangan Sempurna."

   3. "Bhante, pelajaran Dhamma kami berasal, dituntun dan berpusat pada bhante, alangkah baiknya hal ini terpikir (diutarakan) oleh Bhante. Setelah mendengar hal ini dari bhante, kami akan mengingatnya."
      "Dengar para bhikkhu dan perhatikan baik-baik yang akan Saya katakan."
      "Ya, bhante," jawab para bhikkhu. Kemudian Sang Bhagava berkata:

   4. "Para bhikkhu, bila seorang bhikkhu menjadi penyelidik (vimamsaka) yang mempunyai pengetahuan tentang (cara menilai/mengukur) keadaan batin orang lain, Sang Tathagata seharusnya diselidiki berkenaan dengan dua macam Dhamma: yakni pengertian Dhamma yang diperoleh melalui mata dan telinga 'Apakah Dhamma Sang Tathagata diketahui melalui mata dan telinga adalah telah dikotori atau tidak?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu tidak dikotori.

   5. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah dhamma Tathagata dhamma yang diketahui melalui mata dan telinga adalah dicampuri atau tidak?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu tidak dicampuri.

   6. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah dhamma Tathagata yang diketahui melalui mata dan telinga adalah bersih atau tidak?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu bersih.

   7. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah bhikkhu ini telah lama menguasai kusala dhamma ini atau baru saja dikuasai?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma telah lama dikuasai, bukan baru saja dikuasai.

   8. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah bhikkhu ini terkenal, ia termasyur? Apakah ada bahaya tertentu berhubungan dengannya?' Karena selama seorang bhikkhu belum terkenal dan belum termasyur, bahaya sehubungan dengan hal ini belum ada padanya, tetapi segera setelah ia memiliki kemasyuran, maka bahaya ada padanya. Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa bhikkhu telah terkenal dan termasyur tetapi tidak ada bahaya yang berhubungan dengan hal ini yang ada padanya.

   9. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah bhikkhu ini mengendalikan diri dengan keras sekali, bukan mengendalikan diri karena takut, ia tidak memuaskan nafsu keinginannya karena ia tidak memiliki nafsu atau telah melenyapkan nafsu?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa bhikkhu itu mengendalikan diri bukan karena takut dan tidak memuaskan nafsu keinginan karena telah melenyapkan nafsu.

  10. Jikalau orang lain bertanya pada bhikkhu itu: 'Apa buktinya dan apa kesimpulannya bilamana bhikkhu itu melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ia katakan?' Segera ia menjawab: 'Apakah bhikkhu itu tinggal bersama sangha atau sendirian, mungkin di antara mereka ada yang berperilaku tidak baik; ada beberapa yang mengajar sekelompok, ada beberapa yang menunjukkan bahwa mereka masih mementingkan materi, beberapa yang tidak ternoda oleh materi, namun bhikkhu itu tidak memandang rendah kepada siapapun.' Hal ini telah saya dengar dan pelajari dari mulut Sang Bhagava sendiri yaitu: 'Saya mengendalikan diri dengan keras sekali dan bukan mengendalikan diri karena takut, dan saya tidak memuaskan keinginan indera karena saya tak memiliki nafsu tetapi karena nafsu keinginan telah dilenyapkan.'

  11. Para bhikkhu, mengenai hal itu, Tathagata harus ditanya lebih lanjut: 'Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah dikotori atau tidak?' Ketika menjawab, ia akan menjawab dhamma itu tidak dikotori.

  12. Mengenai pertanyaan: 'Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah dicampuri atau tidak?' Menjawab pertanyaan ini, ia menjawab bahwa dhamma adalah bersih.

  13. Mengenai pertanyaan: 'Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah bersih atau tidak?' Menjawab pertanyaan ini, ia menjawab bahwa dhamma adalah bersih.

  14. Ia juga akan berkata: 'Selama saya ada dalam lingkungan-Ku dan jajaran-Ku, saya jauh dari hal-hal itu.'

  15. Guru yang berkata seperti ini layak untuk ditemui oleh siswa guna mendengar dhamma. Guru mengajar dhamma segera bertahap dari satu tingkat ke tingkat lain yang lebih tinggi, dengan dhamma yang gelap maupun lawannya yang terang. Sesuai dengan dhamma yang diajarkan oleh guru, seorang bhikkhu dengan cara ini ia segera mengetahui beberapa dhamma yaitu jalan di antara dhamma-dhamma dari dhamma hingga ia mencapai tujuan. Saya berkeyakinan pada Guru: 'Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah bertindak dengan baik.'

  16. Jikalau orang lain bertanya pada bhikkhu itu: 'Apa buktinya dan apa kesimpulannya bilamana bhikkhu itu berbuat seperti yang ia katakan?'' Segera ia menjawab dengan jawaban: 'Para Avuso, saya telah menemui Sang Bhagava untuk mendengar dhamma.'
      Sang Guru mengajar dhamma secara bertahap dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi, dengan dhamma yang gelap maupun lawannya yang terang. Sesuai dengan apa yang diajarkan-Nya, saya segera mengetahui pada sekarang ini dhamma-dhamma tertentu (yaitu jalan) di antara dhamma-dhamma dari dhamma, dan saya mencapai tujuanku. Saya berkeyakinan pada Guru: 'Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, dhamma telah dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah bertindak baik.'

  17. Para bhikkhu, ketika seseorang yakin kepada Tathagata, ia memiliki bukti-bukti ini, kata-kata dan ungkapan-ungkapan ini yang telah ditanam, untuk berakar dan mantap, maka keyakinannya disebut disokong oleh bukti, berakar pada penglihatan, suara dan tidak terkalahkan oleh petapa, brahmana, dewa, mara, brahma atau siapa pun di dunia ini.
      Itulah bagaimana menyelidiki Tathagata sesuai dengan Dhamma, bagaimana Tathagata diperiksa dengan baik sesuai dengan Dhamma."
      Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu menjadi puas dan gembira karena kata-kata Sang Bhagava
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 12:53:07 PM
Dear Kainyn_Kutho,

Coba anda baca pada penjelasan atas sutta tersebut dan point pernyataan tersebut dalam Majjhima-Nikaya yang diterbitkan oleh Wisma Sambodhi, terjemahan dari Sdri.Lanny Anggawati. Judul itu saya ambil dari penjelasan yang terdapat disana yang menerangkan bahwa kalimat itu ( Sabda Sang Buddha tersebut ) , merujuk pada Pemenang-Arus / Sotapanna.

Rekan Kainyn_Kuttho,
Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak mengotori Dhamma dengan niat yang tidak baik, seperti misalnya membelokkan Sutta untuk maksud pribadi. Semoga anda percaya.. ;)

Karena ini saya sambil bekerja, jadi saya gak bisa menerangkan juga dengan panjang lebar tentang isi sutta tersebut. Namun apa yang anda nyatakan tersebut ada benarnya kok, bahwa sutta itu menjelaskan ( ini kalau tidak salah ingat ) bahwa seseorang yang tidak bisa mengukur kesucian Sang Buddha kemudian harus menguji Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa, dan lain-lain, hingga akhirnya memperoleh keyakinan pada Sang Buddha dari hasil pengujiannya tersebut Ini kalau tidak salah ingat yah... ;)
( kurang lebihnya begitu, kalau salah mohon dikoreksi, juga karena sambil bekerja ini... ;)   ).


Okey Kainyn_Kutho,

May U Always be Happy,
May U Take Care of Yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.


dear bro ratna

bro Kai adl org yg menguasai sutta kok jadi dia udah paham isi vimamsaka sutta

poin yg ingin ditanyakan oleh bro kai sesungguhnya apakah ada pembelokan makna saddha dengan menggunakan vimamsaka sutta sehingga saddha seolah sama dengan fanatisme? ( [at] Kai : cmiiw)

ayo lanjut diskusi sambil gawe (aye juga  :whistle: )
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 29 July 2009, 01:00:20 PM
Dear rekan Markosprawira,

Waduh, ya enggak begitu lah.. ,

Dalam sutta tersebut jelas khan, bahwa seseorang harus menyelidiki dulu, baru kemudian timbul keyakinan yang tertanam kuat.

Sekedar menegaskan lagi, judul yang saya ambil [SADDHA SEORANG SOTAPANNA], disebabkan adanya penjelasan atas point / "ayat" yang saya kutip tersebut, bahwa itu menggambarkan saddha seorang "Pemenang-Arus". Demikian kurang lebihnya.
Jadi, saya tidak mengartikan sendiri kok.. semoga menjelaskan.

Sadhu3x.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 29 July 2009, 01:44:21 PM
 [at]  ratnakumara

Yang saya maksud adalah keliru kalau menganggap "Saddha" tak tergoyahkan itu adalah "modal awal" dan harga mati bagi umat Buddha dalam menjalankan dhamma. Urutannya terbalik.
Ketika urutannya percaya, baru selidik, tidak ada bedanya sama sekali dengan iman membuta. Tetapi jika selidik dahulu baru percaya, inilah yang merupakan ajaran Buddha.

Dan saya setuju bahwa kualitas keyakinan tak tergoyahkan yang sejati yang disebut itu adalah kualitas seorang Sotapanna, dan hanya Sotapanna (ke atas). 
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala. Oleh sebab itu, saya tidak setuju kalau seseorang dianjurkan percaya mati dengan sesuatu yang tidak/belum dibuktikan, termasuk kitab suci. 



 [at]  Bro markos

Kalau dibilang saya menguasai sih, sepertinya tidak juga yah. Tetapi memang saya berusaha memahaminya. 

Kalau menurut saya, inti dari Vimamsaka Sutta adalah penyelidikannya yang bertahap sehingga timbul keyakinan. Jika hanya mengutip "ujungnya" saja (kepercayaan tidak tergoyahkan pada Buddha-Dhamma-Sangha), maka justru mengabaikan pokoknya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 29 July 2009, 02:01:18 PM
 [at]  Bro Kainyn...

Saya setuju dengan kalimat Bro Kai yang ini:

Quote
Ketika urutannya percaya, baru selidik, tidak ada bedanya sama sekali dengan iman membuta. Tetapi jika selidik dahulu baru percaya, inilah yang merupakan ajaran Buddha.

Tapi untuk yg ini:

Quote
... dan hanya Sotapanna (ke atas)
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala.

Apa yg dapat sy tambahkan adalah:

Tidak tertutup kemungkinan seorang Putthujjana yakin akan sesuatu yg telah dialaminya sendiri.
Misalnya, salah satu Sabda Sang Buddha: Hidup adalah dukkha. Seorang Putthujjana bisa saja mempunyai keyakinan tak tergoyahkan akan kenyataan ini, disebabkan karena ia telah mengalaminya sendiri. Juga terhadap Sutta2 yg lainnya...

Jadi, tidak mutlak hanya Sotapana keatas saja yg bisa mempunyai Saddha. Seorang Putthujjana pun bisa mempunyai Saddha.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sumedho on 29 July 2009, 02:06:01 PM
menurut Vinnana Sutta, digambarkan Saddha itu bisa membawa pada tingkat kesucian Sotapanna.

http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.003.than.html (http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.003.than.html)

Quote from: SN 25.3: Vinnana Sutta
Di Savatthi, "Para Bhikkhu, kesadaran-mata adalah tidak tetap, dapat berganti, dapat berubah. Kesadaran-telinga... Kesadaran hidung... Kesadaran-lidah... Kesadaran-tubuh... Kesadaran intelek adalah tidak tetap, dapat berganti, dapat berubah.

"Seseorang yang memiliki kepercayaan & keyakinan bahwa fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pengikut-berkeyakinan: seseorang yang telah memasuki tatanan kebenaran, memasuki tingkatan orang-orang dengan integritas, melampaui tingkatan dari orang-biasa (puthujana). Dia tidak dapat melakukan perbuatan yang akan membuatnya terlahir di neraka, rahim binatang, atau di alam setan kelaparan. Dia tidak dapat meninggal sampai dia merealisasikan buah dari pemasuk arus.

"Seseorang yang, telah merenung dengan sedikit pemahaman, telah menerima fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pengikut-Dhamma: Seseorang yang telah memasuki tatanan kebenaran, memasuki tingkatan orang-orang dengan integritas, melampaui tingkatan dari orang-biasa(puthujana). Dia tidak dapat melakukan perbuatan yang akan membuatnya terlahir di neraka, rahim binatang, atau di alam setan kelaparan. Dia tidak dapat meninggal sampai dia merealisasikan buah dari pemasuk arus.

"Seseorang yang mengetahui dan melihat fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pemasuk-arus, mantap, tidak akan pernah lagi terlahir dikondisi yang menyedihkan, mengarah pada pembebasan.

Paragraf ke dua, dengan Saddha seseorang memasuki Sotapanna Magga. Pada paragraf ke 4, sudah mencapai Sotapanna Phala.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 29 July 2009, 02:06:50 PM
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala. Oleh sebab itu, saya tidak setuju kalau seseorang dianjurkan percaya mati dengan sesuatu yang tidak/belum dibuktikan, termasuk kitab suci. 

Maksud Bro Kai: adalah orang yg percaya buta, tanpa pembuktian dahulu, tanpa pernah merenungi atau menguji atau mengalaminya....

Sikap ini bukan Saddha yg dimaksud oleh Sang Buddha. Justru melalui Kalama Sutta Sang Buddha mengarahkan kita untuk menghindari sikap begini.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 29 July 2009, 02:22:30 PM
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: CKRA on 29 July 2009, 02:57:48 PM

    Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


Kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!
Kalau engkau bertemu Arahat, bunuh Arahat!
Kalau engkau bertemu orang tuamu, bunuh orang tuamu!

Ungkapan master Zen tersebut saya maknai bahwa dalam perjalanan kita mencapai kesempurnaan, kita tidak boleh mengandalkan sosok atau figur tertentu untuk mensucikan kita. Hanya oleh diri kita sendirilah kita menjadi suci, bahkan seorang Buddha pun tidak dapat mensucikan kita. Bila kita sudah di "jalan" yang benar maka segala sesuatunya tergantung pada kita sendiri. Sekarang masalahnya jalan mana yang mau kita tempuh? Tentu jalan yang sudah ditunjukkan oleh Yang Tercerahkan. Master Zen tidak mengatakan: "Kalau engkau ketemu Buddha, ambil jalan lain!, belok kiri atau belok kanan atau U turn".

Jadi bunuhlah Buddha sesuka hatimu, tapi jangan ambil jalan sembarangan.

Jika engkau ketemu Hudoyo, bunuh Hudoyo!

 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 29 July 2009, 03:42:07 PM
Quote
Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


Ini bisa diartikan begini :

"kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha" Kalau pemula langsung kalo ketemu Buddha, langsung dibunuh beneran  Buddhanya. Karena dia mendengarnya dari Master Zen. Dan orang itu berpikir dengan membunuh Buddha beneran bisa mencapai pencerahan . Padahal yg dimaksud Master Zen adalah bukan arti harafiahnya dan yg dilupakan si orang malang yg membunuh Buddha adalah keseluruhan petunjuk si Master Zen yg sebelumnya pernah diberikan, diabaikan olehnya.  ^-^

Sama halnya ketika Master MMD  membaca bahiya sutta maka ya itu saja yg dianggap relevan. Karena di bahiya sutta tidak ditulis Jmb 8 dan 4 Km maka ya tidak ada dan tidak perlu. Artinya kalau ngak ada dijelaskan jmb 8 dan 4 km, maka tidak relevan.









Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 29 July 2009, 03:47:03 PM
Namo Buddhaya,
Dear All ;)


 [at] Kainyn_Kutho :

Nah itu dia,kurang-lebih seperti yang anda maksudkan,
yaitu setelah melalui berbagai proses, kemudian "terbentuk"lah kualitas keyakinan tak tergoyahkan yang sejati yang merupakan kualitas seorang Sotapanna, dan hanya Sotapanna (ke atas).

Jadi, coba anda kaitkan dengan topik artikel saya, pasti rekan Kainyn bisa menemukan maksud dari pencantuman cuplikan sutta tersebut dibagian awal artikel. Kenapa saya mencantumkannya di awal artikel "Apakah Romo Hudoyo Berpandangan Salah / Menyimpang [?]"... ;)

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 29 July 2009, 04:03:52 PM
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.


jika kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.30

Quote
a. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan

jelas terlihat bhw Saddha secara batin adalah faktor batin yg indah, yg tidak mungkin menjadi sesuatu yg tidak baik/akusala

Yang menjadikan tidak baik/akusala adalah saat pikiran beralih ke akusala juga yaitu lobha misal :
- mana/Kesombongan
- ditthi/pandangan salah

Singkatnya saddha itu cetasika sobhana, yg bukan/jauh dari pengertian fanatisme

semoga bermanfaat agar kita tidak lagi terpengaruh konsep masyarakat umum yg menyamakan saddha dengan sekedar "keyakinan" saja yg bisa beralih menjadi fanatisme
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 29 July 2009, 04:33:36 PM
Tapi untuk yg ini:

Quote
... dan hanya Sotapanna (ke atas)
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala.

Apa yg dapat sy tambahkan adalah:

Tidak tertutup kemungkinan seorang Putthujjana yakin akan sesuatu yg telah dialaminya sendiri.
Misalnya, salah satu Sabda Sang Buddha: Hidup adalah dukkha. Seorang Putthujjana bisa saja mempunyai keyakinan tak tergoyahkan akan kenyataan ini, disebabkan karena ia telah mengalaminya sendiri. Juga terhadap Sutta2 yg lainnya...

Jadi, tidak mutlak hanya Sotapana keatas saja yg bisa mempunyai Saddha. Seorang Putthujjana pun bisa mempunyai Saddha.

::


Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.

Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 29 July 2009, 05:25:01 PM
Tapi untuk yg ini:

Quote
... dan hanya Sotapanna (ke atas)
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala.

Apa yg dapat sy tambahkan adalah:

Tidak tertutup kemungkinan seorang Putthujjana yakin akan sesuatu yg telah dialaminya sendiri.
Misalnya, salah satu Sabda Sang Buddha: Hidup adalah dukkha. Seorang Putthujjana bisa saja mempunyai keyakinan tak tergoyahkan akan kenyataan ini, disebabkan karena ia telah mengalaminya sendiri. Juga terhadap Sutta2 yg lainnya...

Jadi, tidak mutlak hanya Sotapana keatas saja yg bisa mempunyai Saddha. Seorang Putthujjana pun bisa mempunyai Saddha.

::


Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.

Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.
kalau masalah saddha, yah problem diri sendiri...
hanya saja memang dari percaya tanpa bukti, dan di buktikan baru percaya itu berbeda...

---
kalau sempat yah,minta penjelasan lebih jelas dari bhante, apa yang beliau maksudkan..
kalau semua cuma kira-kira, nanti hasilnya juga kira-kira.
tetapi dalam diskusi saya dengan Bhante Maha, seperti nya telinga saya jelas sekali mendengar arti kata beliau
"siapapun/aliran mana pun yang punya label...ketika menjalani jalan mulia beruas 8, maka akan mencapai kesucian."

hal ini pun sama dengan dalam mahaparinibbana-sutta.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 29 July 2009, 05:29:16 PM
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.


jika kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.30

Quote
a. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan

jelas terlihat bhw Saddha secara batin adalah faktor batin yg indah, yg tidak mungkin menjadi sesuatu yg tidak baik/akusala

Yang menjadikan tidak baik/akusala adalah saat pikiran beralih ke akusala juga yaitu lobha misal :
- mana/Kesombongan
- ditthi/pandangan salah

Singkatnya saddha itu cetasika sobhana, yg bukan/jauh dari pengertian fanatisme

semoga bermanfaat agar kita tidak lagi terpengaruh konsep masyarakat umum yg menyamakan saddha dengan sekedar "keyakinan" saja yg bisa beralih menjadi fanatisme

tidak baik yg saya maksudkan di sini adalah bisa menghambat karena tidak seimbang dengan faktor2 lainnya, misalnya saddha berlebihan tapi viriya over lemah, dan sebagainya. dan saya mengatakan dalam konteks panca bala.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 29 July 2009, 06:52:09 PM
Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.

Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.
Ya jelas tidak sampai, keenakan 'menggenggam' dan lupa dilepasin :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 29 July 2009, 06:59:46 PM
Tapi untuk yg ini:

Quote
... dan hanya Sotapanna (ke atas)
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala.

Apa yg dapat sy tambahkan adalah:

Tidak tertutup kemungkinan seorang Putthujjana yakin akan sesuatu yg telah dialaminya sendiri.
Misalnya, salah satu Sabda Sang Buddha: Hidup adalah dukkha. Seorang Putthujjana bisa saja mempunyai keyakinan tak tergoyahkan akan kenyataan ini, disebabkan karena ia telah mengalaminya sendiri. Juga terhadap Sutta2 yg lainnya...

Jadi, tidak mutlak hanya Sotapana keatas saja yg bisa mempunyai Saddha. Seorang Putthujjana pun bisa mempunyai Saddha.

::


Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.

Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.


dalam kasus ini, Apakah ada kebenaran sejati dalam MMD? sudah mencapai apakah pa Hudoyo? Sotapana? saya rasa pa Hudoyo tidak mau tahu mencapai apapun.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 09:03:51 AM
Quote
Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


Ini bisa diartikan begini :

"kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha" Kalau pemula langsung kalo ketemu Buddha, langsung dibunuh beneran  Buddhanya. Karena dia mendengarnya dari Master Zen. Dan orang itu berpikir dengan membunuh Buddha beneran bisa mencapai pencerahan . Padahal yg dimaksud Master Zen adalah bukan arti harafiahnya dan yg dilupakan si orang malang yg membunuh Buddha adalah keseluruhan petunjuk si Master Zen yg sebelumnya pernah diberikan, diabaikan olehnya.  ^-^

Sama halnya ketika Master MMD  membaca bahiya sutta maka ya itu saja yg dianggap relevan. Karena di bahiya sutta tidak ditulis Jmb 8 dan 4 Km maka ya tidak ada dan tidak perlu. Artinya kalau ngak ada dijelaskan jmb 8 dan 4 km, maka tidak relevan.


Sayangnya PH memilah dan memilih email saat posting ke milis2 lain sehingga mengesankan didukung Bhante Pannavaro

Quote
[MUBI] Digest Number 4393   

Gunadipo: PESAN SINGKAT YM SRI PANNYAVARO MAHATHERA
Posted by: "Hudoyo Hupudio" hudoyo [at] cbn.net.id   hudoyo1
Tue Jul 28, 2009 5:26 pm (PDT)


[Dari: milis Samaggiphala]

Mengikuti perkembangan di milis soal Romo Hudoyo yg katanya telah
menyebarkan ajaran yg menyimpang dari Ajaran Buddha, dan berangkat dari
keingintahuan saya atas bagaimana sebenarnya pendapat atau tanggapan
pribadi dari YM Sri Pannyavaro atas berita ini. Maka tadi siang saya
memberanikan diri utk bertanya langsung kepada Bhante melalui pesan
singkat. Jujur saya tidak berada pada pihak yg pro ataupun kontra terhadap
Pihak manapun. saya menilai tulisan ini tak lebih dari sekadar himbauan
bagi kita semua utk tetap terus waspada. saya pikir jawaban Bhante ini
cukup mendalam dan diperlukan perenungan oleh diri sendiri yg tidak mudah
dan tentunya pengetahuan yg diperoleh utk diri sendiri.

Berikut tanya - jawab singkat saya dgn Bhante Pannyavaro;

Gunadipo:
Selamat siang Bhante yg saya Muliakan, membaca perkembangan di milis
Samaggi Phala tentang Romo Hudoyo yg dikatakan menyebarkan ajaran yg
menyimpang dari Ajaran Buddha oleh teman - teman di DhammaCitta; sedikit
membuat saya bingung sendiri. Mungkin hal yg sama juga terjadi pada ummat
Buddha lainnya. Bagaimana tanggapan Bhante? Namun jika menurut Bhante,
bahwa Bhante tidak / belum perlu menanggapinya, abaikan saja pertanyaan
dan keingintahuan saya ini. Anumodana, semoga Bhante sehat sejahtera.

Bhante Pannyavaro:
Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism:
"Kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!"
Apalagi bagi pemula. Trm ksh.

Gunadipo:
Anumodana atas jawaban Bhante yg penuh perenungan utk saya ini Bhante.Akan
saya coba pahami ungkapan itu. Apakah pertanyaan saya dan jawaban Bhante
ini boleh saya bagikan ke seluruh teman - teman ummat Buddha lainnya?

Bhante Pannyavaro:
O ya, tdk ada yg rahasia, boleh saja Gunadipo. Trm ksh.
_________________________________

Demikian, sekali lagi ini tanggapan pribadi Bhante bukan tanggapan
organisasi. Ungkapan Zen Buddhism tadi menyiratkan pesan Dhamma yg
mendalam bagi saya pribadi dan semoga juga bermanfaat bagi rekan - rekan
sekalian. Bagi rekan - rekan yg lain yg mungkin memiliki sudut pandang yg
tersendiri terhadap ungkapan itu, silahkan utk dapat di sharing kan. --
Be Happy,
Gunadipo

=============================
HUDOYO HUPUDIO:

Mas Gunadipo, betul itu pendapat pribadi Bhante Pannyavaro, bukan pendapat
organisasi. Beliau tentu mempunyai pertimbangan sendiri untuk mengeluarkan
pernyataan seperti itu.

Saya jadi bertanya-tanya, apakah organisasi (Magabudhi? STI?) merasa perlu
memberi tanggapan mengenai masalah ini? Pesan saya: berhati-hatilah,
jangan sampai salah melangkah. Diam itu emas.

Salam,
Hudoyo

=============================
NANG NING NUNG NENG NONG:

Jawaban YM Bhante Pannavaro menyiratkan bahwa semua yg
tidak suka romo Hudoyo adalah pemula.

Nang Ning Nung Neng Nong

=============================
HUDOYO HUPUDIO:

hehe ... yang mengatakan itu Anda, lho, Mas Nang Ning Nung Neng Nong.
Tapi mungkin betul juga: "pemula" dalam kebebasan, sekalipun hafal isi
kitab suci.

Salam,
Hudoyo
Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 09:08:57 AM
Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.

Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.
Ya jelas tidak sampai, keenakan 'menggenggam' dan lupa dilepasin :))


sesungguhnya kalau yg digenggam itu adalah yg menuju ke pembebasan, dan org itu mempraktekkan isinya, lambat laun dia akan melepaskan genggamannya kok

tapi yg susah adl dia cm mau menggenggam, terus sesumbar bilang ke org2 "eh gw dah genggam kebenaran loh" tp ga mo praktekin isinya
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 09:16:55 AM
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.


jika kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.30

Quote
a. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan

jelas terlihat bhw Saddha secara batin adalah faktor batin yg indah, yg tidak mungkin menjadi sesuatu yg tidak baik/akusala

Yang menjadikan tidak baik/akusala adalah saat pikiran beralih ke akusala juga yaitu lobha misal :
- mana/Kesombongan
- ditthi/pandangan salah

Singkatnya saddha itu cetasika sobhana, yg bukan/jauh dari pengertian fanatisme

semoga bermanfaat agar kita tidak lagi terpengaruh konsep masyarakat umum yg menyamakan saddha dengan sekedar "keyakinan" saja yg bisa beralih menjadi fanatisme

tidak baik yg saya maksudkan di sini adalah bisa menghambat karena tidak seimbang dengan faktor2 lainnya, misalnya saddha berlebihan tapi viriya over lemah, dan sebagainya. dan saya mengatakan dalam konteks panca bala.

dear om,

pancabala kalau dilihat dari : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4565.0

15. “Pañcimāni, bhikkhave, balāni.
Katamāni pañca?
Saddhābalaŋ, vīriyabalaŋ, satibalaŋ, samādhibalaŋ, paññābalaŋ.

Inilah o para Bhikkhu, lima kekauatan.
Apakah lima kekuatan itu?
Kekuatan keyakinan (Saddhābalaŋ), Kekuatan semangat (vīriyabalaŋ), Kekuatan penyadaran (satibalaŋ), Kekuatan samādhi/konsentrasi (samādhibalaŋ), Kekuatan Kebijaksanaan (paññābalaŋ).

sesungguhnya seperti JMB-8, juga merupakan latihan batin yaitu :

a) Annasamana cetasika 13 ( 13 cetasika umum ) :
1. Ekaggata = konsentrasi terhadap satu objek, merupakan faktor batin yg mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini membuat kokoh batin di dlm mengalami objek.

b) Pakinnaka cetasika 6 : enam cetasika yg muncul di sebagian besar citta
2. Viriya = semangat (daya tahan batin/endurance), faktor batin yg membangkitkan semangat dan memiliki cirri khas mendukung, mengukuhkan, mempertahankan faktor-faktor batin. Di dalam kitab komentar, yaitu Atthasalini, viriya seyogyannya dipandang sebagai akar dari semua pencapaian.

c. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
3. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan
4. Sati = perhatian terhadap objek sesuai kondisi yg sesungguhnya

5. Pannindriya cetasika = faktor batin bijaksana di dlm memandang hakekat sesungguhnya segala sesuatu.

Jadi sesungguhnya saat melatih saddha, sebenarnya saat bersamaan dia melatih sati. Juga melatih ekaggata/konsentrasi

Memang dimungkinkan utk agak lemah di Viriya mengingat viriya hanyalah Pakinnaka cetasika yg tidak selalu muncul
Dan juga mungkin jika tidak dilakukan dengan panna

Namun tentunya akan  sangat powerful sekali jika bisa dilakukan sekaligus karena saat itu, sesungguhnya batin dalam kondisi yg sobhana
Sangat mirip dengan kondisi yg muncul jika kita bisa menjalankan keseluruhan JMB-8 yaitu batin yg sobhana

senang bisa diskusi dgn om

metta
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 09:22:43 AM
Pertanyaan menarik diberikan oleh rekan di MB :

Quote
[MB] Digest Number 2776   

Posted by: "emi_sastra" emi_sastra [at] yahoo.com   emi_sastra
Tue Jul 28, 2009 5:12 pm (PDT)


Yth semuanya,

Pengkotakan bahwa ini ajaran agama ini, ini ajaran agama itu, menurut saya tidak tepat.
Karena ajaran dari para Buddha (Orang Suci) adalah bersifat universal. Kita-kita saja yg mengkotak2an.

Contohnya : Jalan Mulia Berunsur Delapan (JMB8) yg diajarkan oleh Sang Buddha. Ajaran ini adalah ajaran bersifat universal, maksudnya semua orang sucipun akan mengajarkan hal yg sama.

Boleh diselidiki, agama apa yg tidak mengajarkan itu? Mungkin tidak semua unsur itu secara ekplisit disebutkan. Menurut pandang saya dalam kehidupan bersosial kita mutlak perlu menjalankan itu.

Bahwasannya MMD tidak membutuhkan ajaran apapun itu benar pada saat meditasi MMD, karena hanya dibutuhkan pengamatan pikiran saja. Sebenarnya ajaran apapun harus ditinggalkan pada saat "action".

Contohnya : Seorang pemain piano perlu belajar dari guru atau ajaran tertentu, atau ajaran manapun untuk memahami belajar memainkan piano, dilanjutkan dengan latihan. Nah, pada saat sedang tampil, ajaran apapun harus ditinggalkan, semuanya sudah harus reflek. Kalau waktu tampil masih memikirkan ajaran tsb, maka hasilnya tidak akan sempurna atau masih amatiran.

Demikian juga MMD memerlukan ajaran MULAPARIYAYA- SUTTA, BAHIYA-SUTTA & MALUNKYAPUTTA- SUTTA sebagai pedoman. Bisa juga untuk meyakinkan orang bahwa lihat, ajaran saya sesuai dan benar dengan Orang Suci tertentu.

Jadi ada 2 sisi yg tidak bisa disamakan, yaitu MMD dan JMB8.
1. Pengamatan pikiran pada saat MMD.
2. Kehidupan sosial dengan JMB8.

Nibbana yg dirasakan pada saat MMD itu hanya sesaat seperti yg diungkapkan oleh Pak Hudoyo. Pada saat itu keakuan dan kemelekatan mungkin sudah tidak ada atau berkurang.

Pertanyaanya adalah berapa lama keheningan tersebut bisa dipertahankan oleh para peserta MMD, setelah kembali kekehidupan sosial?

Semakin mereka tidak dapat mempertahankan keheningan tersebut, maka unsur ajaran JMB8 semakin dibutuhkan dalam kehidupan sosial mereka.

Menurut pandangan saya unsur ajaran JMB8 adalah pondasi untuk menuju keheningan. Karena tanpa menjalankan unsur ajaran JMB8, maka mustahil bisa mendapatkan keheningan. Oleh karenanya Sang Buddha meminta Angulimala untuk berhenti (melakukan hal2 yg bertentangan dengan unsur dari JMB8). Tanpa melaksanakan unsur ajaran JMB8, maka karma buruk dan masalah akan bertumpuk, sehingga tidak mungkin akan ada keheningan.

MMD sebaliknya juga merupakan pondasi untuk menuju JMB8, karena berkurangnya keakuan dan kemelekatan. Ini tergantung level mana orang tersebut berada. Jadi sebenarnya MMD dan JMB8 saling mendukung. MMD yg sukses adalah pelaksanaan JMB8 yg sukses. JMB8 yg sukses akan menuju MMD yg sukses.

Apakah perlu adanya gelar lagi untuk yg sudah terbebaskan ?

Catatan : Hati2 dengan kemelekatan kepada keheningan meditasi, sehingga kehidupan sosial "agak" terabaikan.

Demikian pandangan saya. Terima kasih.

Salam.


Quote
Posted by: "johnson.khuo [at] gmail.com" johnson.khuo [at] gmail.com   p1rate_
Wed Jul 29, 2009 12:25 am (PDT)



Pak Hudoyo,

Saya sebagai pribadi yg telah beberapa kali mengikuti MMD, paham betul jawaban Pak Hud di bawah yg menyatakan bahwa KETIKA BERADA DI DALAM meditasi vipassana, maka segala jalan, metode, ajaran harus ditanggalkan / tidak berlaku.

Namun perkenankan saya bertanya kepada intelek Pak Hud beberapa pertanyaan berikut:
1. Apakah ada korelasi antara 4KM dan/atau JMB8 dgn meditasi vipassana? Jika ada, korelasi yg seperti bagaimana?
2. Bagaimana sikap Pak Hud terhadap 4KM dan JMB8 dalam kondisi KETIkA TIDAK BERADA DI DALAM meditasi vipassana?

Terima kasih atas penjelasannya.

Catatan:
Pertanyaan2 di atas tdk ada hubungannya dgn tujuan mencari klarifikasi 'afiliasi' Pak Hud di dlm percaturan politik religi yg sedang diperbincangkan saat ini (yg menurut saya pribadi, maaf, pada dasarnya tdk membawa manfaat bagi batin), namun pertanyaan2 di atas hanya utk memuaskan keingintahuan/pembelajaran diri saya pribadi.

Salam,
Johnson  


Mari ditunggu penjelasannya............
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 30 July 2009, 09:32:05 AM
Sebenarnya mengenai Saddha yg paling penting adalah kesimbangan Saddha dengan faktor2 lainnya.

Permasalahannya yang sering kita jumpai dilapangan ada 2 ekstrem saddha. Yang pertama memiliki saddha yg lembek akhirnya terlalu permisif terhadap rong-rongan yg bukan Dhamma dan yg kedua adalah Saddha yang ekstrem mengarah pada fanatisme radikal.

Jadi menurut hemat saya, Seseorang yang memiliki Saddha dapat menolak apa yg bukan Dhamma dengan cara yg santun, tegas dan elegan. Sekalipun seseorang belum mencapai sotapanna, bukan berarti kita tidak boleh memilah ataupun menentukan bahkan menolak yang bukan Dhamma, Karena jelas dalam setiap kehidupan beragama ada patokan khususnya yaitu Tipitaka  dan para Ariya yg telah berhasil dalam magga dan phala. Kita tinggal membandingkan saja. Contoh : Bagaimana mungkin seseorang berceramah di vihara ataupun di forum buddhist dengan mengatakan tidak perlu Tipitaka, Tipitaka tidak relevan . Sutta yang lainnya tidak relevan. Jika hal ini terjadi maka secara terang2an pula harus kita tolak!  Mengapa? Kita harus tau bagaimana menempatkan diri, tau situasi dan kondisi , dan tau diri, ini semua juga merupakan bagian dari pelaksanaan Dhamma.  Dan tidak semua orang memiliki pengertian sama dalam memahami Dhamma. Bagaimana seorang umat yg Saddhanya belum terbina dan belum apa-apa tinggalkan Tipitaka.

Dengan saya mengatakan ini bukan berarti harus melekati Tipitaka. Tetapi ketika kita mengacu pada tipitaka, maka sering diplintir seakan-akan kita melekat pada kitab suci. Padahal hanya mengacu pada panduan yg tersedia, dan NYATA-NYATA banyak yang telah mencapai Kearahatan dengan panduan ini.

Saddha sangat diperlukan. Dan Saddha dengan kebijaksanaan dan faktor lainnya(panca bala) semuanya penting. Kebijaksanaan muncul bukan saat menjadi sotapana terlebih dahulu, justru Saddha dan panna harus ada sebelum mencapai sotapanna, mengapa demikian ? karena Saddha dan panna adalah salah satu bahan bakar untuk mencapai sotapanna dst.

Semoga ketegasan karena Saddha tidak diartikan sebagai fanatisme radikal. Yang dimaksud fanatisme radikal adalah menganggap tidak ada kebenaran selain milik-ku dan yang lain adalah kafir, kalau tidak sependapat lalu diganyang, dicela sampai pada tindak kekerasan. Dan orang yg fanatik tidak pernah melihat embun-embun kebenaran di tempat lain.

Dan perlu dipahami juga bahwa pengertian, melihat danmenjalankan Dhamma tidak dimulai dari sotapana tetapi dimulai saat masih putthujana contoh ketika seorang putthujana sudah melihat manfaat menjalankan sila dan menjalankannya, maka saat itu pula ia sudah melihat Dhamma dan seiring dengan pelaksanaan sila , dan kemudian berkembang pada latihan samadhi dengan sendirinya banyak Dhamma2 yg ia lihat termasuk mulai dimengertinya Dukkha,anicca dan anatta walaupun baru sebatas pemahaman dalam pemikiran(asal benar), itu juga cikal bakal untuk melihat dan mengalami  langsung dan ini terjadi saat tercapainya magga dan phala. Jadi seorang putthujana yang melatih dan menjalankan Dhamma dengan benar, bukan berarti "he/she is nothing" dan baru " become a thing" saat menjadi sotapana dst. Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha, To see Buddha is to see Dhamma.How to see Buddha and Dhamma? Through your heart not your head. _/\_


Mettacitena

Smoga bermanfaat _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 09:38:59 AM
Sangat setuju dengan bro bond

Quote
Dengan saya mengatakan ini bukan berarti harus melekati Tipitaka. Tetapi ketika kita mengacu pada tipitaka, maka sering diplintir seakan-akan kita melekat pada kitab suci. Padahal hanya mengacu pada panduan yg tersedia, dan NYATA-NYATA banyak yang telah mencapai Kearahatan dengan panduan ini

sayangnya : An Error Has Occurred!
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 09:41:30 AM

Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.


logikanya: Jika seorang putthujjana tidak bisa memiliki Saddha karena Panna, maka ia tidak akan bisa menjadi Sotapanna... krn prosesnya adalah: si putthujjana merenungi ajaran, mengalami mendapatkan kebijaksanaan dari pengalamannya, sehingga Saddha tertanam dalam dirinya berdasarkan pengalamannya tsb.. begitu seterusnya terhadap pengalaman2 nya yg lain... ia akan berproses terus.. bertahap mencapai sotapanna dstnya...

Quote
Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.

Menurut saya perbuatan baik diatas bukan dilakukan atas dasar 'pemahaman benar' melainkan didasari atas pemahaman salah, yakni: takut akan hukuman/pembalasan Tuhan. Seorang putthujjana bisa saja telah meyakini bahwa tidak baik melakukan pembunuhan (atau perbuatan2 salah lainnya) karena akibat pasti akan mengikutinya, terutama akibat 'pembentukan batinnya menjadi merosot'... ia meyakini hal ini karena ajaran yg dibacanya dan pengalamannya selama ini... berarti saddha-nya terbentuk karena Panna...
(sesungguhnya saya masih berpikiran bahwa seseorang tidak akan tau ia masih putthujjana atau telah masuk ke sotapanna... btw -ini hanya secuil pemikiran-)

Quote
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.

keyakinan semu tidak tergoyahkan = saya artikan kepercayaan semata, mungkin malah miccha ditthi, sama seperti kepercayaan di agama tetangga, bukan Saddha. Dan betul, 'keyakinan semu' ini hanya akan menjadi genggaman yg justru menghambat orang tsb.

-----

'Pencerahan' sendiri, menurut saya adalah 'gradien', artinya 'berproses'.
Sedikit demi sedikit, lapis demi lapis dikuak.

Demikian juga Saddha, selama proses 'Pematangan Diri' berjalan, Saddha juga sedikit demi sedikit bertambah... yg merupakan modal untuk Pematangan selanjutnya...
Demikian terus proses 'Pematangan Diri' (Pencerahan) dan Saddha saling menguatkan dan terus bergulir.

Tidak ada batasan Absolut: Oh hari ini sudah Saddha sepenuhnya... kemarin belum, karena hari ini orang itu sudah Sotapanna, kemarin masih Putthujjana..."

Seperti halnya menghapus debu yg tebal dari cermin, demikian pula dengan serius melatih Sila, Samadhi dan Panna, maka: Saddha, Panna, Konsentrasi, sedikit terbentukdan makin kuat...


::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 09:42:27 AM
Berikut tanggapan saya untuk bro johnson khuo di MB

Quote
Re: UNTUK REKAN RATNA KUMARA  
    Reply     Reply to all  Forward Print Add markos to Contacts list Delete this message Show original Message text garbled?

 markos prawira  to milis_buddha
 show details  9:35 am (13 minutes ago)  

Saya coba bantu yah bro

Berikut yg dikatakan oleh pak hudoyo :

1. Kalau Anda membaca dengan teliti thread ini, Anda akan melihat beberapa kali saya katakan:

Segala JALAN spiritual, termasuk JMB-8, tidak bisa membebaskan orang; untuk bebas batin harus berhenti, bukan berjalan.

Silakan kalau ada orang mau berpendapat lain.

Salam,

hudoyo
 
 
2. hehe … ini kan cuma mengulang-ulang argumentasi lama: ada JALAN ajaran Sang Buddha, yakni JMB-8.

Itulah yang diajarkan dalam AGAMA Buddha, dalam Tipitaka Pali yang ditulis berabad-abad setelah Sang Buddha wafat. Saya tidak percaya itu (JMB-8) datang dari mulut Sang Buddha.



3. Quote from: hudoyo on 26 July 2008, 06:36:26 AM
Ketika Sang Buddha memutar Dhammacakkapavattana….Beliau menjelaskan 2 Ekstrim yang dihancurkan melalui Jalan Tengah apakah Jalan Tengah itu ya 8 Jalan Ariya sehingga membawa orang menuju Nibbana. Yang dimaksud mungkin ketika kamu sedang berjuang mencapai Nibbana. gunakan 8 Jalan itu dan ketika sudah sampai maka ibarat rakit dilepas,lagian orang yang telah mencapai Nibbana atau kepadaman, ia tidak lagi memerlukan kemelekatan akan 8 Jalan itu sendiri melainkan telah terintegrasi dalam setiap ucapan,perbuatan dan pikiran.

Ini saja yang saya tangkap ketika membaca Visuddhi Magga

Bagus-bagus saja umat Buddha berpendapat seperti Anda.

Yang saya katakan adalah umat non-Buddhis pun bisa saja mencapai pembebasan (nibbana) tanpa melalui JMB-8, tanpa melalui konsep “pantai seberang”, tanpa melalui konsep “rakit”.

Itulah yang saya pahami dari pengalaman sadar sampai sejauh ini.
 
Silahkan dibaca yah bro.............
 
 

--- In milis_buddha [at] yahoogroups.com, johnson.khuo [at] ... wrote:
>
>
> Pak Hudoyo,
>
> Saya sebagai pribadi yg telah beberapa kali mengikuti MMD, paham betul jawaban Pak Hud di bawah yg menyatakan bahwa KETIKA BERADA DI DALAM meditasi vipassana, maka segala jalan, metode, ajaran harus ditanggalkan / tidak berlaku.
>
> Namun perkenankan saya bertanya kepada intelek Pak Hud beberapa pertanyaan berikut:
> 1. Apakah ada korelasi antara 4KM dan/atau JMB8 dgn meditasi vipassana? Jika ada, korelasi yg seperti bagaimana?
> 2. Bagaimana sikap Pak Hud terhadap 4KM dan JMB8 dalam kondisi KETIkA TIDAK BERADA DI DALAM meditasi vipassana?
>
> Terima kasih atas penjelasannya.
>
> Catatan:
> Pertanyaan2 di atas tdk ada hubungannya dgn tujuan mencari klarifikasi 'afiliasi' Pak Hud di dlm percaturan politik religi yg sedang diperbincangkan saat ini (yg menurut saya pribadi, maaf, pada dasarnya tdk membawa manfaat bagi batin), namun pertanyaan2 di atas hanya utk memuaskan keingintahuan/pembelajaran diri saya pribadi.
>
> Salam,
> Johnson
>
>
> Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
>
> -----Original Message-----
> From: "Hudoyo Hupudio" <hudoyo [at] ...>
>
> Date: Tue, 28 Jul 2009 20:25:00
> To: <milis-spiritual [at] yahoogroups.com>; <meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com>; <theravada-l [at] yahoogroups.com>; <krishindo [at] yahoogroups.com>; <milis_buddha [at] yahoogroups.com>; <mubi [at] yahoogroups.com>; <semedi [at] yahoogroups.com>; <DiskusiDhamma [at] yahoogroups.com>; <dharmajaya [at] yahoogroups.com>; <sahabat_hikmahbudhi [at] yahoogroups.com>
> Subject: [MB] UNTUK REKAN RATNA KUMARA
>
>
> Dari: Ratna Kumara di blognya,
> http://ratnakumara.wordpress.com/2009/07/26/apakah-romo-hudoyo-berpandangan-salahmenyimpang/
>
> Namo Buddhaya,
>
> Kepada Yth. Bp.Hudoyo Hupudhio =
>
> Bp.Hudoyo, saya ada pertanyaan untuk anda =
>
>     1. Bila bapak memang menolak “Jalan Ariya Beruas Delapan” dan “Empat
> Kesunyataan Mulia” , mengapa Bapak masih menyatakan diri / menggunakan
> predikat sebagai ummat Buddha ? Ummat Buddha adalah ummat yang
> mengikuti ajaran dan Jalan Buddha ; dan itu adalah Ajaran (Dhamma) dan
> Jalan yang Bapak tolak tersebut.
>     2. Bila bapak menolak kebenaran isi “Ti-Pitaka”, mengapa Bapak masih
> menyatakan diri / menggunakan predikat sebagai ummat Buddha ? Sebab ummat
> Buddha mendasarkan diri pada ajaran Buddha yang tertuang dalam Ti-Pitaka
> (Pali) maupun Tri-Pitaka (Sanskerta).
>     3. Bila bapak menolak ajaran fundamen dan Jalan sebagaimana saya
> maksud dalam point kesatu diatas, serta menolak kebenaran isi
> “Ti-Pitaka”, lalu ajaran dan Jalan serta kitab mana / apa yang Bapak ikuti ?
>     4. Ummat Buddha ber-Tisarana , pada Buddha-Dhamma-Arya Sangha.
> Sehingga, ummat Buddha mengikuti Sang Buddha sebagai satu-satunya
> Guru, kemudian mengikuti “Dhamma” yang dibabarkan oleh Sang Bhagava (
> bukan dhamma yang dibabarkan guru lain ), dan juga mengikuti
> jejak-langkah para Ariya-Sangha sejak setidaknya jaman Sang Buddha Gotama
> hingga sekarang. Apakah bapak Hudoyo masih menganggap Sang
> Buddha sebagai SATU-SATUNYA GURU ? Apakah Bapak Hudoyo masih
> berlindung pada DHAMMA yang DIAJARKAN SANG BUDDHA ( bukan dhamma yang
> diajarkan guru lain ) ? Apakah bapak masih tetap tidak meragukan
> ARIYA-SANGHA ? ( Bila tidak meragukan Ariya-Sangha, mengapa bapak
> meragukan Ti-Pitaka serta menganggap Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan
> Ariya Beruas Delapan hanyalah hasil “sisipan” Bhikkhu2 Sangha setelah Sang
> Buddha Parinibbana ? )
>     5. Sang Buddha adalah satu-satunya Guru bagi ummat Buddha. Bahkan
> sebagaimana tertera dalam Vimamsaka-Sutta ( Majjhima-Nikaya, sutta ke-47
> ), ciri2 seorang Sotapanna adalah, keyakinannya pada Sang Buddha tidak
> tergoyahkan lagi, “keyakinannya sudah ditopang oleh alasan,
> berakar di dalam visi, dan mantap; keyakinannya tak terkalahkan oleh
> petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau siapapun didunia
> ini. “ Sehingga, mengapa sebagai ummat Buddha, bapak Hudoyo lebih memilih
> “berguru” pada J.Krishnamurti ?
>     6. Dari kesemua hal itu, apakah bapak merasa masih bertanggungjawab
> sebagai seorang Romo / Pandhita yang seharusnya secara bijaksana
> menuntun ummat Buddha untuk benar-benar mengikuti Jalan yang
> ditunjukkan Sang Buddha ( yang telah bapak tolak sendiri ).
>
> Bapak Hudoyo yang saya hormati,
> menurut saya, seandainya bapak hendak menjadi tokoh-spiritual yang
> bersifat non-agama dan merangkul semua pihak, seharusnya bapak tidak
> melekatkan segala atribut Buddhisme pada diri Bapak.
>
> Bapak bisa mencontoh langkah2 Gede Prama misalnya.
> Atau Anand Krishna misalnya.
>
> Sebab, kalau bapak masih menggunakan gelar Pandhita Buddhist, tapi
> dimana-mana justru mengeluarkan statement yang isinya menolak adanya
> “Jalan” sebagaimana yang disabdakan Buddha, menolak kebenaran Ti-Pitaka,
> dan lain2 hal seperti yang sudah bapak ajarkan/ucapkan selama ini, maka
> Bapak telah gagal untuk mempertanggungjawabkan secara etik-moralitas
> ke-”Pandhita”-an bapak Hudoyo sendiri.
>
> Dan karena itulah , maka wajar jika banyak ummat Buddha yang menganggap
> bapak telah dengan sengaja “membelokkkan” ajaran Buddha, atau dengan
> sengaja mempengaruhi ( maaf : menyesatkan ) ummat Buddha untuk
> meninggalkan ajaran2 Buddha yang dianut oleh ummat Buddha itu sendiri.
>
> Demikian pertanyaan dan komentar saya untuk Bapak Hudoyo yang saya hormati.
>
> Mohon bapak berkenan memberikan tanggapan.
>
> May Happiness Always b With U,
> Sadhu,Sadhu,Sadhu.
>
> ==========================================
>
> HUDOYO HUPUDIO:
>
> Jawaban saya untuk Anda:
>
> 1. Saya tidak mengajarkan "Agama Buddha", melainkan mengajarkan MEDITASI
> VIPASSANA sesuai ajaran Buddha dalam Mulapariyaya-sutta, Bahiya-sutta &
> Mal;unkyaputta-sutta.
> Di dalam meditasi vipassana, segala macam doktrin apa pun harus ditanggalkan.
>
> 2. Dalam meditasi vipassana semua ketergantungan pada kitab-ktiab suci
> harus ditanggalkan.
>
> 3. Dalam meditasi vipassana tidak dianut ajaran & kitab apa pun..
>
> 4. Dalam meditasi vipassana, semua perlindungan kepada siapa pun harus
> ditanggalkan.
>
> 5. Dalam meditasi vipassana, pengertian tentang siapa Buddha, siapa
> Krishnamurti, harus ditanggalkan.
>
> 6. Sekali lagi, saya tidak mengajarkan AGAMA Buddha, alih-alih saya
> mengajarkan meditasi vipassana.
>
> DAN VIPASSANA YANG SAYA AJARKAN ADALAH SESUAI DENGAN AJARAN BUDDHA DALAM
> MULAPARIYAYA-SUTTA, BAHIYA-SUTTA & MALUNKYAPUTTA-SUTTA.
>
> Salam,
> Hudoyo
> Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
> Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com
>
>
>
> Salam,
> Hudoyo
> Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
> Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com
>
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
 
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 30 July 2009, 09:44:15 AM
Quote
Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


Ini bisa diartikan begini :

"kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha" Kalau pemula langsung kalo ketemu Buddha, langsung dibunuh beneran  Buddhanya. Karena dia mendengarnya dari Master Zen. Dan orang itu berpikir dengan membunuh Buddha beneran bisa mencapai pencerahan . Padahal yg dimaksud Master Zen adalah bukan arti harafiahnya dan yg dilupakan si orang malang yg membunuh Buddha adalah keseluruhan petunjuk si Master Zen yg sebelumnya pernah diberikan, diabaikan olehnya.  ^-^

Sama halnya ketika Master MMD  membaca bahiya sutta maka ya itu saja yg dianggap relevan. Karena di bahiya sutta tidak ditulis Jmb 8 dan 4 Km maka ya tidak ada dan tidak perlu. Artinya kalau ngak ada dijelaskan jmb 8 dan 4 km, maka tidak relevan.


Sayangnya PH memilah dan memilih email saat posting ke milis2 lain sehingga mengesankan didukung Bhante Pannavaro

Quote
[MUBI] Digest Number 4393  

Gunadipo: PESAN SINGKAT YM SRI PANNYAVARO MAHATHERA
Posted by: "Hudoyo Hupudio" hudoyo [at] cbn.net.id   hudoyo1
Tue Jul 28, 2009 5:26 pm (PDT)


[Dari: milis Samaggiphala]

Mengikuti perkembangan di milis soal Romo Hudoyo yg katanya telah
menyebarkan ajaran yg menyimpang dari Ajaran Buddha, dan berangkat dari
keingintahuan saya atas bagaimana sebenarnya pendapat atau tanggapan
pribadi dari YM Sri Pannyavaro atas berita ini. Maka tadi siang saya
memberanikan diri utk bertanya langsung kepada Bhante melalui pesan
singkat. Jujur saya tidak berada pada pihak yg pro ataupun kontra terhadap
Pihak manapun. saya menilai tulisan ini tak lebih dari sekadar himbauan
bagi kita semua utk tetap terus waspada. saya pikir jawaban Bhante ini
cukup mendalam dan diperlukan perenungan oleh diri sendiri yg tidak mudah
dan tentunya pengetahuan yg diperoleh utk diri sendiri.

Berikut tanya - jawab singkat saya dgn Bhante Pannyavaro;

Gunadipo:
Selamat siang Bhante yg saya Muliakan, membaca perkembangan di milis
Samaggi Phala tentang Romo Hudoyo yg dikatakan menyebarkan ajaran yg
menyimpang dari Ajaran Buddha oleh teman - teman di DhammaCitta; sedikit
membuat saya bingung sendiri. Mungkin hal yg sama juga terjadi pada ummat
Buddha lainnya. Bagaimana tanggapan Bhante? Namun jika menurut Bhante,
bahwa Bhante tidak / belum perlu menanggapinya, abaikan saja pertanyaan
dan keingintahuan saya ini. Anumodana, semoga Bhante sehat sejahtera.

Bhante Pannyavaro:
Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism:
"Kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!"
Apalagi bagi pemula. Trm ksh.

Gunadipo:
Anumodana atas jawaban Bhante yg penuh perenungan utk saya ini Bhante.Akan
saya coba pahami ungkapan itu. Apakah pertanyaan saya dan jawaban Bhante
ini boleh saya bagikan ke seluruh teman - teman ummat Buddha lainnya?

Bhante Pannyavaro:
O ya, tdk ada yg rahasia, boleh saja Gunadipo. Trm ksh.
_________________________________

Demikian, sekali lagi ini tanggapan pribadi Bhante bukan tanggapan
organisasi. Ungkapan Zen Buddhism tadi menyiratkan pesan Dhamma yg
mendalam bagi saya pribadi dan semoga juga bermanfaat bagi rekan - rekan
sekalian. Bagi rekan - rekan yg lain yg mungkin memiliki sudut pandang yg
tersendiri terhadap ungkapan itu, silahkan utk dapat di sharing kan. --
Be Happy,
Gunadipo

=============================
HUDOYO HUPUDIO:

Mas Gunadipo, betul itu pendapat pribadi Bhante Pannyavaro, bukan pendapat
organisasi. Beliau tentu mempunyai pertimbangan sendiri untuk mengeluarkan
pernyataan seperti itu.

Saya jadi bertanya-tanya, apakah organisasi (Magabudhi? STI?) merasa perlu
memberi tanggapan mengenai masalah ini? Pesan saya: berhati-hatilah,
jangan sampai salah melangkah. Diam itu emas.

Salam,
Hudoyo

=============================
NANG NING NUNG NENG NONG:

Jawaban YM Bhante Pannavaro menyiratkan bahwa semua yg
tidak suka romo Hudoyo adalah pemula.

Nang Ning Nung Neng Nong

=============================
HUDOYO HUPUDIO:

hehe ... yang mengatakan itu Anda, lho, Mas Nang Ning Nung Neng Nong.
Tapi mungkin betul juga: "pemula" dalam kebebasan, sekalipun hafal isi
kitab suci.

Salam,
Hudoyo
Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com

Begitulah si PH  ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 30 July 2009, 09:52:59 AM
aku titip pertanyaan sama pak hud, klo mmd umat buddha gak boleh namaskara, dll... tp klo umat lain kok boleh sholat, bedoa, dll... maksudnya apa ya???
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 30 July 2009, 10:09:19 AM
Irvyn Wongso
Salam kenal :-) Saya adalah salah salah seorang yang sangat menghormati Bhante Pannya dan Pak Hudoyo sendiri tentunya yang saya liat sebenarnya mempunya niat baik terhadap umat buddha dan umat manusia pada umumnya. Saya sudah lama sekali ikut diskusi pak Hudoyo bahkan sejak jaman FB belum ada, masih forum2 traditional..hehe

Kalau boleh saya ikut memberikan komentar (Karena dianjurkan oleh si Aki Ananda :-). Tapi tentu saja ini hanya berdasarkan pengetahuan saya yang masih sangat cetek loh.

Menurut saya ini semua adalah masalah cara dan waktu penyampaian dan kepada siapa. Seorang Master Zen mengatakan kepada siswanya untuk Bunuh Buddha jika bertemu dengan Buddha, karena dirasa kondisi bathin siswa tersebut dirasa sudah pantas untuk mendengarnya. Tetapi kalau semua pengikut zen lantas kemudian menyebarkan tulisan ini dimana2 "Kill Buddha...Kill Buddha", menulis buku berjudul "Kill Buddha", dll.tentu ini bukan yang dimaksud oleh guru zen tersebut bahkan jadi memperkeruh suasana.

Sang Buddha sendiri saat ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh dua murid yang berbeda, terkadang memberikan dua jawaban yang berbeda. Padahal pertanyaannya sama.

Jadi mana yang "benar"? (dalam tanda petik).

Saya banyak belajar dari tulisan-tulisan Pak Hudoyo dan dari manapun juga, ya tentu pada kenyataannya banyak orang yang tidak bisa menerima juga.

Hanya saja sering timbul dilema, setiap orang tentu mempunya kondisi dan perkembangan batin yang berbeda yang akan berbuat dalam waktu yang berbeda juga.
Masalahnya sering kali kita belajar atau diajarkan atau mengajarkan sesuatu mungkin dengan cara yang kurang sesuai dan waktu yang belum tepat. Sehingga yang tadinya tujuan kita adalah meningkatkan kesadaran dan kemapaman bathin, justru jadi merosot dan diliputi oleh ego dan emosi.

Mungkin tidak ada jawaban yang simple, mungkin juga ada...tetapi saya tentu belum mampu merealisasikannya.

Ya tapi begitulah adanya...semoga apapun itu...kita semua pada akhirnya dan waktunya masing2 akan mencapai pembebasan.

Demikian komentar saya. Sekali lagi terima kasih untuk semuanya.

May all be happy.



====


Hudoyo Hupudio
 [at] Irvyn: salam kenal, Rekan Irvyn, dan salam juga kepada Aki Ananda yang telah mengirim Anda kepada saya.
Alur pemikiran Anda bahwa sebagian besar umat belum siap untuk menerima kebenaran yang lebih dalam, sehingga implikasinya adalah bahwa kebenaran yang lebih dalam itu seyogyanya tidak dikemukakan secara terbuka di depan umum, saya rasa perlu direnungkan ulang.
Apalagi di zaman internet seperti sekarang, apakah masih sahih untuk mengkotak-kotakkan umat Buddha seperti itu, lalu memberikan makanan rohani kepada masing-masing sesuai dengan asumsi kita sendiri--yang belum tentu benar--tentang taraf pencapaian spiritual masing-masing.
Saya malah bertanya lebih jauh, apakah asumsi-asumsi demikian tidak justru menghalangi perkembangan batin seseorang yang seharusnya maju banyak seandainya tidak ada asumsi-asumsi demikian.

Satu contoh konkrit yang barusan terjadi: Bhante Pannyavaro mengirim SMS tentang "Bunuh Buddha" kepada Rekan Gunadipo seorang pengurus Magabudhi dari Kalimantan. Gunadipo menanyakan bolehkah ia menyebarluaskan pesan itu kepada umat Buddha yang lain. Bhante langsung menjawab: "Tidak ada rahasia, silakan."
Nah, sikap saya pun seperti itu. Saya tidak membuat asumsi-asumsi apa pun tentang taraf pencapaian spiritual seseorang yang saya hadapi. Dan saya akan membagikan apa saja yang saya pahami tentang kebenaran kepada siapa saja. Dalam beberapa hal, orang bisa menangkap apa yang saya maksud, dan saya pun berbahagia. Tapi dalam beberapa kasus lain, orang tidak memahami maksud saya, mereka malah menghujat saya. Saya pun menderita, sebentar, lalu cepat pulih kembali.
Ya, itulah risikonya, risiko yang patut dipikul, demi pencerahan satu dua orang yang sudah siap untuk itu tetapi mereka akan mengembara lebih lama lagi kalau saya tidak berani berbagi pengalaman dengan publik.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 30 July 2009, 10:16:50 AM
Dear All,

Saya juga tanya :

Pak Hudoyo berkata :

> 3. Dalam meditasi vipassana tidak dianut ajaran & kitab apa pun..

Kalau tidak dianut ajaran apapun, lalu dari mana asal mulanya Pak Hudoyo tahu tentang "vipassana" ?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 10:26:37 AM
kalau masalah saddha, yah problem diri sendiri...
hanya saja memang dari percaya tanpa bukti, dan di buktikan baru percaya itu berbeda...
Memang berbeda. Bagi saya, memercayai keyakinan apapun, intinya sama, yaitu hanya sebatas teoritis dan kecocokan saja, karena belum dibuktikan. Tetapi saya tidak bilang kualitas pemikiran dari pemeluk ataupun hasil dari memercayai semua keyakinan, adalah sama.



Ya jelas tidak sampai, keenakan 'menggenggam' dan lupa dilepasin :))
Ya, semoga demikian.



dalam kasus ini, Apakah ada kebenaran sejati dalam MMD? sudah mencapai apakah pa Hudoyo? Sotapana? saya rasa pa Hudoyo tidak mau tahu mencapai apapun.
Kalau Pak Hudoyo, pandangannya, pribadinya, dan pencapaiannya, saya tidak tahu, dan tidak mau tahu. Dalam beberapa hal, saya bisa maklum kalau pandangan Pak Hudoyo mendapat respon negatif dari umat Buddha.

Tetapi mengenai metode MMD-nya, saya tidak mungkin mengatakan "bukan ajaran Buddha" karena memang menurut saya, itu bagian dari ajaran Buddha. Yang menjadi masalah mungkin hanyalah "istilah" dan cara penjelasan Pak Hudoyo yang mungkin berbeda.
Minggu kemarin, pada perayaan Asadha, Bhante Pannavaro bercerita tentang meditasi, dan apa yang disampaikan bhante sangat mirip (kalau bukan persis) yang diajarkan di MMD, yaitu tentang "tidak usah berusaha", "hanya mengamati".



Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 30 July 2009, 10:27:46 AM
Bila Kau bertemu BUDDHA di JALAN , BUNUH BUDDHA!

Itulah sebenarnya kalimat Zen yang akhir2 ini diperbincangkan.

Artinya, kita bahkan Zen pun tetap mengajarkan JALAN dan itu harus ditempuh,
Tapi, jangan sampai ketika kita menempuh JALAN, kita kemudian terbayang2 dan melekat kuat terhadap sosok Buddha, seakan2 Buddha adalah "Juru-Selamat" .

Sehingga, ketika engkau sedang berJALAN lalu di benakmu muncul sosok juru selamat bernama BUDDHA, bunuhlah sosok juru selamatmu yang bernama BUDDHA itu, lalu teruslah menempuh jalan, hingga engkau berhasil menjadi BUDDHA itu sendiri.

Begitu menurut pendapat saya.

Apakah ada rekan2 yang berpendapat lain ... [?]
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 30 July 2009, 10:37:47 AM
Dalam meditasi vipassana ruang lingkupnya spt apa ya ?
kapan kita tau itu adalah dalam meditasi vipassana atau bukan ?

kalau gw lagi naik bemo, apaka itu dlm meditasi vipassana ?
bagimana kalau lagi berada dlm salah satu forum Buddhist ?
apa saja sih yg dpt disebut sebagai dlm meditasi vipassana ?

trims sebelumnya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 10:41:17 AM
logikanya: Jika seorang putthujjana tidak bisa memiliki Saddha karena Panna, maka ia tidak akan bisa menjadi Sotapanna... krn prosesnya adalah: si putthujjana merenungi ajaran, mengalami mendapatkan kebijaksanaan dari pengalamannya, sehingga Saddha tertanam dalam dirinya berdasarkan pengalamannya tsb.. begitu seterusnya terhadap pengalaman2 nya yg lain... ia akan berproses terus.. bertahap mencapai sotapanna dstnya...
Saddha semu, bisa saja. Tetapi saddha sejati, yang tidak tergoyahkan namun bukan dari kekerasan "kepala batu", adalah hasil dari realisasi kebijaksanaan. Sekali lagi, saya tidak bilang Saddha semu itu selalu buruk, namun saddha semu tetaplah semu, dan jika sampai taraf "tidak tergoyahkan", itu bahaya.



Quote
Menurut saya perbuatan baik diatas bukan dilakukan atas dasar 'pemahaman benar' melainkan didasari atas pemahaman salah, yakni: takut akan hukuman/pembalasan Tuhan. Seorang putthujjana bisa saja telah meyakini bahwa tidak baik melakukan pembunuhan (atau perbuatan2 salah lainnya) karena akibat pasti akan mengikutinya, terutama akibat 'pembentukan batinnya menjadi merosot'... ia meyakini hal ini karena ajaran yg dibacanya dan pengalamannya selama ini... berarti saddha-nya terbentuk karena Panna...
(sesungguhnya saya masih berpikiran bahwa seseorang tidak akan tau ia masih putthujjana atau telah masuk ke sotapanna... btw -ini hanya secuil pemikiran-)
Ya, oleh karena itu, saya tidak bahas "Tuhan"-nya, karena nanti jauh sampai ke Brahmajala Sutta. Walaupun sebetulnya saya katakan Buddhis pun masih terjerat dalam jaring Brahma tersebut (makanya tidak bisa lolos dari Samsara). Kalau mau bicara fair, saya rasa tidak ada umat Buddha juga yang bisa membuktikan jalannya kamma.
Tetapi intinya, saddha semu itu, apakah "hukuman Tuhan" atau "kamma" menjauhkan orang dari pelanggaran sila, maka saya kategorikan bermanfaat.




Quote
keyakinan semu tidak tergoyahkan = saya artikan kepercayaan semata, mungkin malah miccha ditthi, sama seperti kepercayaan di agama tetangga, bukan Saddha. Dan betul, 'keyakinan semu' ini hanya akan menjadi genggaman yg justru menghambat orang tsb.
Kalau begitu, di sini kita beda pendapat.
Saya tidak/belum mampu membuktikan 31 alam (atau lebih, jika ada), oleh karena itu kepercayaan saya terhadap "tidak adanya Tuhan personal" adalah semu.
Saya tidak/belum mampu buktikan kelahiran kembali dan terhentinya kelahiran kembali, oleh karena itu kepercayaan saya adalah semu.
Saya tidak akan "tidak tergoyahkan" dalam hal-hal yang belum saya buktikan sendiri.

Kalo bro willi mengatakan berbeda bahwa agama lain semu sedangkan agama Buddha sejati, berarti kembali lagi pada kecocokan masing-masing.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 30 July 2009, 10:41:35 AM
Quote
Tetapi mengenai metode MMD-nya, saya tidak mungkin mengatakan "bukan ajaran Buddha" karena memang menurut saya, itu bagian dari ajaran Buddha. Yang menjadi masalah mungkin hanyalah "istilah" dan cara penjelasan Pak Hudoyo yang mungkin berbeda.
Minggu kemarin, pada perayaan Asadha, Bhante Pannavaro bercerita tentang meditasi, dan apa yang disampaikan bhante sangat mirip (kalau bukan persis) yang diajarkan di MMD, yaitu tentang "tidak usah berusaha", "hanya mengamati".

meditasi yang disampaikan bhante mirip dengan mmd apa mmd yang mirip dgn yang disampaikan bhante?? atau hanya kesalahan penulisan saudara kainyn?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 30 July 2009, 10:43:11 AM
Dear All,

Saya juga tanya :

Pak Hudoyo berkata :

> 3. Dalam meditasi vipassana tidak dianut ajaran & kitab apa pun..

Kalau tidak dianut ajaran apapun, lalu dari mana asal mulanya Pak Hudoyo tahu tentang "vipassana" ?


teori yg naik akan turun,
ada nafas masuk, ya ada nafas keluar.

(perkecualian kalau kentut itu khusus utk keluar doang)

pernah gak, guru meditasi mengingatkan pada murid2nya
jangan lupa BERNAFAS ?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 10:45:20 AM
aku titip pertanyaan sama pak hud, klo mmd umat buddha gak boleh namaskara, dll... tp klo umat lain kok boleh sholat, bedoa, dll... maksudnya apa ya???

Numpang tanya, memangnya dalam MMD, umat lain boleh melakukan ritualnya?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 10:58:57 AM
Quote
Tetapi mengenai metode MMD-nya, saya tidak mungkin mengatakan "bukan ajaran Buddha" karena memang menurut saya, itu bagian dari ajaran Buddha. Yang menjadi masalah mungkin hanyalah "istilah" dan cara penjelasan Pak Hudoyo yang mungkin berbeda.
Minggu kemarin, pada perayaan Asadha, Bhante Pannavaro bercerita tentang meditasi, dan apa yang disampaikan bhante sangat mirip (kalau bukan persis) yang diajarkan di MMD, yaitu tentang "tidak usah berusaha", "hanya mengamati".

meditasi yang disampaikan bhante mirip dengan mmd apa mmd yang mirip dgn yang disampaikan bhante?? atau hanya kesalahan penulisan saudara kainyn?

Saya tidak mengatakan siapa "meniru" siapa, tetapi apa yang dikatakan Bhante Pannavaro adalah sama dengan metode MMD. Sepertinya saya tidak ada keliru menulis. Mungkin bagi yang punya koneksi ke vihara-vihara, bisa mencari rekaman ceramah kemarin? Kalau sudah dengar sendiri, mungkin akan lebih jelas.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: William_phang on 30 July 2009, 11:04:22 AM
aku titip pertanyaan sama pak hud, klo mmd umat buddha gak boleh namaskara, dll... tp klo umat lain kok boleh sholat, bedoa, dll... maksudnya apa ya???

Numpang tanya, memangnya dalam MMD, umat lain boleh melakukan ritualnya?



Kalo baca dari jawaban-jawaban pak Hud sih iya.... seingat saya didalam thread MMD juga ada tulisan mengenai hal ini...
misalkan untuk muslim diperbolehkan shalat karena diharuskan didalam ajarannya, yg dijelaskan oleh pak hud... karena kalo tidak shalat hukumnya api neraka...dg berjalannya wkt dg kesadaran yng makin baik pelan akan ditinggal juga....menurut penjelasan pak hud....
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 30 July 2009, 11:04:34 AM
Permasalahannya sebenarnya sederhana,

Pak Hudoyo menolak JMB8, karena menurutnya pencerahan itu cukup melalui "vipassana" saja sesuai ajaran J.Krishnamurti yang ternyata berkorelasi dengan Bahiya-Sutta etc.

Sementara, vipassana itu bagian dari JMB8 khan ( ruas Samma-Sati ).

Sedangkan Buddhist umumnya, menjalankan JMB8 untuk merealisasi pencerahan.

Makanya dalam artikel saya menyatakan, jika hanya melalui vipassana an-sich,  maka seorang pencuri pun bisa memperoleh pencerahan-sempurna, tanpa ia harus memperbaiki moralitas ( sila ) nya, tanpa ia harus mengembangkan kedermawanan ( dana ), asalkan : "Dalam apa yang dilihat hanya ada apa yang dilihat, dalam apa yang didengar hanya ada apa yang didengar...dst."

Ajaran vipassana yang seperti itu, hanya cocok bagi seseorang yang memang sudah termurnikan Sila dan telah mapan praktik samadhi-nya, itu menurut saya. Sehingga, terlengkapilah sudah : Silla --> Samadhi --> Panna.

Jika saya keliru, mohon koreksinya. ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 11:06:53 AM

Kalau Pak Hudoyo, pandangannya, pribadinya, dan pencapaiannya, saya tidak tahu, dan tidak mau tahu. Dalam beberapa hal, saya bisa maklum kalau pandangan Pak Hudoyo mendapat respon negatif dari umat Buddha.

Tetapi mengenai metode MMD-nya, saya tidak mungkin mengatakan "bukan ajaran Buddha" karena memang menurut saya, itu bagian dari ajaran Buddha. Yang menjadi masalah mungkin hanyalah "istilah" dan cara penjelasan Pak Hudoyo yang mungkin berbeda.
Minggu kemarin, pada perayaan Asadha, Bhante Pannavaro bercerita tentang meditasi, dan apa yang disampaikan bhante sangat mirip (kalau bukan persis) yang diajarkan di MMD, yaitu tentang "tidak usah berusaha", "hanya mengamati".


Saya setuju sekali dan sependapat dengan Bro Kai.

Tidak ada yg salah dengan MMD yg diajarkan Pak Hudoyo. Mo vipassana atau samatha, terserah disebut.. Pengamatan secara pasif (ada yg menyebut 'tanpa uasaha' ada juga yg berpendapat ini adalah 'usaha jua'; tidak masalah, hanya sekedar 'label') bisa juga disebut 'penyerahan diri total' (yg didengung2kan dicapai oleh BR, suster ka****k), juga dalam meditasi Reiki -hampir mirip-... dan kesemua teknik ini akan bisa mengantar kita pada kondisi 'tertentu'...

Masalahnya adalah 'pemikiran2' Pak Hud yg dilontarkan:
~ JMB-8 diragukan dari mulut SB (yg bisa diartikan: menurut Pak Hud JMB-8 sesungguhnya tidak bisa mengantar ke pencerahan)
~ Meragukan bait2 Tipitaka, kecuali Malunkya cs...
~ Bersikap dualisme: di depan umat Buddhist melontarkan bahwa MMD adalah metode SB, tapi di umat lain tidak disinggung2 dari SB... harusnya bersikap konsisten. Dengan bersikap begini jadi terbaca bahwa MMD jadi sekedar barang komersial yg pondasinya lemah, bisa diubah2 sesuai pasar dengan tujuan marketing semata. Bukan vipassana murni yg pondasinya kokoh dan konsisten.

Juga ditambah sikap Pak Hudoyo sendiri yg masih tidak stabil... yg akan melahirkan pemikiran bahwa:
~ sikap belum stabil, gampang emosi, berarti belum mengikis kekotoran batin sd titik tertentu, kok berani2nya meragukan JMB-8?
~ sikap yg belum stabil ini, artinya belum mencapai 'tahapan tertentu', artinya belum bisa membuktikan MMD sebagai 'Vipassana alternatif yg telah ter-uji coba'...
~ beberap statement dan sikap pak hud yg menunjukkan bahwa: Pak Hud hanya bermeditasi ketika duduk, mencapai keheningan batin ketika duduk... sikap yg ditunjukkan dan statement ini bertolak belakang dengan inti Vipassana sendiri, yakni: lebih mementingkan kesadaran dalam keseharian, meditasi duduk hanyalah sarana latihan. Hasil sesungguhnya terlihat dalam keseharian.

----

Karena MMD sendiri, dengan tekniknya bisa mengantarkan kita pada kondisi mental tertentu, maka MMD sendiri sebenarnya cukup bermanfaat. Hanya disayangkan sikap Pak Hud dan statement2 nya yg masih belum matang. Disatu sisi, bagi yg mengerti, tidak apa2, akan mengambil manfaat MMD saja dan tidak akan pusing dengan tingkah laku Pak Hud, namun disisi lain, bagi murid yg pengertiannya masih dangkal, akan menelan bulat2 pernyataan2 Pak Hud dan mencontoh sikap2 Beliau. Contohnya rekan kita R*** dulu (maaf R***, saya katakan 'dulu' krn sekarang mungkin telah berbeda).

Inilah yg menurut sy mungkin dimaksud oleh Bhante Panna:
Karena -menurut saya- tidak mungkin oleh Bhante Panna mengatakan blak2an seperti yg saya maksud diatas, maka tersirat oleh saya:

~ MMD bisa bermanfaat, namun pelajari dan latih MMD-nya saja, lupakan sosok pengajarnya, jangan contoh bulat2 dan jangan ambil aksi.

Kalau ketemu Buddha, bunuh Buddha....

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 11:13:54 AM
Kalo baca dari jawaban-jawaban pak Hud sih iya.... seingat saya didalam thread MMD juga ada tulisan mengenai hal ini...
misalkan untuk muslim diperbolehkan shalat karena diharuskan didalam ajarannya, yg dijelaskan oleh pak hud... karena kalo tidak shalat hukumnya api neraka...dg berjalannya wkt dg kesadaran yng makin baik pelan akan ditinggal juga....menurut penjelasan pak hud....


Setahu saya, memang semua ritual diperbolehkan. Bahkan buddhis pun kalau mau namaskara, rasanya tidak akan dihalangi. Tetapi memang semua itu tidak dianjurkan. Saya pikir ada benarnya karena tidak bisa mengaitkan meditasi (khususnya vipassana) dengan ritual keagamaan. Dan yang harus memberi teladan, seharusnya "tuan rumah" ajaran Vipassana sendiri, yaitu umat Buddha. Kalau dibalik, tidak boleh sholat tapi boleh namaskara, apa tidak menimbulkan pertanyaan, "jangan-jangan Buddhanisasi dengan kedok vipassana?"

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 11:23:21 AM

Kalau begitu, di sini kita beda pendapat.
Saya tidak/belum mampu membuktikan 31 alam (atau lebih, jika ada), oleh karena itu kepercayaan saya terhadap "tidak adanya Tuhan personal" adalah semu.
Saya tidak/belum mampu buktikan kelahiran kembali dan terhentinya kelahiran kembali, oleh karena itu kepercayaan saya adalah semu.
Saya tidak akan "tidak tergoyahkan" dalam hal-hal yang belum saya buktikan sendiri.


Saya mulai bisa melihat dasar perbedaan pandangan kita soal Saddha ini.

~ Bro Kai berpendapat Saddha adalah terhadap keseluruhan  Ajaran Buddha.
~ Sementara saya berpendapat, Saddha tidak harus terhadap keseluruhan Ajaran, namun bertahap sesuai dengan yg telah dibuktikan (dialami sendiri) dan sesuai dengan tingkat kebijaksanaan yg dicapai.

Misalnya, saya sendiri ketika pertama2 kali mengenal ajaran Buddha, saya mengalami "Hidup adalah dukkha, dikarenakan keinginan2 kita yg melekat"... ini adalah Saddha saya yg saya peroleh dulu.. secuil Panna saya, kemudian dilanjutkan dengan tahapan2 selanjutnya...

Jelas pada saat itu saya yg seorang Putthujjana mempunyai satu titik Saddha, yg selanjutnya Saddha tsb menopang saya untuk mengamati dan merenungkan hal2 lainnya menuju Saddha2 berikutnya... kumpulan Saddha2 yg saling menunjang dgn Panna, Konsentrasi, Sila dll suatu saat akan mengantar Putthujanna menjadi Sotapanna.. dstnya...

Itu alasan kenapa sy menyatakan seorang Putthujjana bisa mempunyai Saddha.

Mengenai Ajaran Hukum Kamma, apakah bisa menjadi Saddha atau tidak, tergantung tingkat kebijaksanaan yg telah diraih, mungkin ada yg sudah, mungkin ada yg belum...

Semuanya adalah proses yg berkelanjutan sedikit demi sedikit...

::



Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 30 July 2009, 11:28:21 AM
aku titip pertanyaan sama pak hud, klo mmd umat buddha gak boleh namaskara, dll... tp klo umat lain kok boleh sholat, bedoa, dll... maksudnya apa ya???

Numpang tanya, memangnya dalam MMD, umat lain boleh melakukan ritualnya?

Tamu harus diberi servics yg lebih bagus dunnk!
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 30 July 2009, 11:34:56 AM

Kalau Pak Hudoyo, pandangannya, pribadinya, dan pencapaiannya, saya tidak tahu, dan tidak mau tahu. Dalam beberapa hal, saya bisa maklum kalau pandangan Pak Hudoyo mendapat respon negatif dari umat Buddha.

Tetapi mengenai metode MMD-nya, saya tidak mungkin mengatakan "bukan ajaran Buddha" karena memang menurut saya, itu bagian dari ajaran Buddha. Yang menjadi masalah mungkin hanyalah "istilah" dan cara penjelasan Pak Hudoyo yang mungkin berbeda.
Minggu kemarin, pada perayaan Asadha, Bhante Pannavaro bercerita tentang meditasi, dan apa yang disampaikan bhante sangat mirip (kalau bukan persis) yang diajarkan di MMD, yaitu tentang "tidak usah berusaha", "hanya mengamati".


Saya setuju sekali dan sependapat dengan Bro Kai.

Tidak ada yg salah dengan MMD yg diajarkan Pak Hudoyo. Mo vipassana atau samatha, terserah disebut.. Pengamatan secara pasif (ada yg menyebut 'tanpa uasaha' ada juga yg berpendapat ini adalah 'usaha jua'; tidak masalah, hanya sekedar 'label') bisa juga disebut 'penyerahan diri total' (yg didengung2kan dicapai oleh BR, suster ka****k), juga dalam meditasi Reiki -hampir mirip-... dan kesemua teknik ini akan bisa mengantar kita pada kondisi 'tertentu'...

Masalahnya adalah 'pemikiran2' Pak Hud yg dilontarkan:
~ JMB-8 diragukan dari mulut SB (yg bisa diartikan: menurut Pak Hud JMB-8 sesungguhnya tidak bisa mengantar ke pencerahan)
~ Meragukan bait2 Tipitaka, kecuali Malunkya cs...
~ Bersikap dualisme: di depan umat Buddhist melontarkan bahwa MMD adalah metode SB, tapi di umat lain tidak disinggung2 dari SB... harusnya bersikap konsisten. Dengan bersikap begini jadi terbaca bahwa MMD jadi sekedar barang komersial yg pondasinya lemah, bisa diubah2 sesuai pasar dengan tujuan marketing semata. Bukan vipassana murni yg pondasinya kokoh dan konsisten.

Juga ditambah sikap Pak Hudoyo sendiri yg masih tidak stabil... yg akan melahirkan pemikiran bahwa:
~ sikap belum stabil, gampang emosi, berarti belum mengikis kekotoran batin sd titik tertentu, kok berani2nya meragukan JMB-8?
~ sikap yg belum stabil ini, artinya belum mencapai 'tahapan tertentu', artinya belum bisa membuktikan MMD sebagai 'Vipassana alternatif yg telah ter-uji coba'...
~ beberap statement dan sikap pak hud yg menunjukkan bahwa: Pak Hud hanya bermeditasi ketika duduk, mencapai keheningan batin ketika duduk... sikap yg ditunjukkan dan statement ini bertolak belakang dengan inti Vipassana sendiri, yakni: lebih mementingkan kesadaran dalam keseharian, meditasi duduk hanyalah sarana latihan. Hasil sesungguhnya terlihat dalam keseharian.

----

Karena MMD sendiri, dengan tekniknya bisa mengantarkan kita pada kondisi mental tertentu, maka MMD sendiri sebenarnya cukup bermanfaat. Hanya disayangkan sikap Pak Hud dan statement2 nya yg masih belum matang. Disatu sisi, bagi yg mengerti, tidak apa2, akan mengambil manfaat MMD saja dan tidak akan pusing dengan tingkah laku Pak Hud, namun disisi lain, bagi murid yg pengertiannya masih dangkal, akan menelan bulat2 pernyataan2 Pak Hud dan mencontoh sikap2 Beliau. Contohnya rekan kita R*** dulu (maaf R***, saya katakan 'dulu' krn sekarang mungkin telah berbeda).

Inilah yg menurut sy mungkin dimaksud oleh Bhante Panna:
Karena -menurut saya- tidak mungkin oleh Bhante Panna mengatakan blak2an seperti yg saya maksud diatas, maka tersirat oleh saya:

~ MMD bisa bermanfaat, namun pelajari dan latih MMD-nya saja, lupakan sosok pengajarnya, jangan contoh bulat2 dan jangan ambil aksi.

Kalau ketemu Buddha, bunuh Buddha....

::

Setuju. Tetapi patut diingat pepatah mengatakan "setali tiga uang".
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 30 July 2009, 11:44:10 AM
aku titip pertanyaan sama pak hud, klo mmd umat buddha gak boleh namaskara, dll... tp klo umat lain kok boleh sholat, bedoa, dll... maksudnya apa ya???

Numpang tanya, memangnya dalam MMD, umat lain boleh melakukan ritualnya?



Kalo baca dari jawaban-jawaban pak Hud sih iya.... seingat saya didalam thread MMD juga ada tulisan mengenai hal ini...
misalkan untuk muslim diperbolehkan shalat karena diharuskan didalam ajarannya, yg dijelaskan oleh pak hud... karena kalo tidak shalat hukumnya api neraka...dg berjalannya wkt dg kesadaran yng makin baik pelan akan ditinggal juga....menurut penjelasan pak hud....


Sama halnya, jika ada umat buddha yg masih merasakan perlu untuk bernamaskara didepan rupang Buddha atau membaca tisarana dalam hati sebagai rasa hormat .. sebelum melakukan meditasi , mengapa juga dilarang? toh nanti kalo pengertiannya sudah  baik , akan ditinggalkan juga.  There is something behind the screen....uda ah.. jadi berandai2  ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 11:48:43 AM
Tidak ada yg salah dengan MMD yg diajarkan Pak Hudoyo. Mo vipassana atau samatha, terserah disebut.. Pengamatan secara pasif (ada yg menyebut 'tanpa uasaha' ada juga yg berpendapat ini adalah 'usaha jua'; tidak masalah, hanya sekedar 'label') bisa juga disebut 'penyerahan diri total' (yg didengung2kan dicapai oleh BR, suster ka****k), juga dalam meditasi Reiki -hampir mirip-... dan kesemua teknik ini akan bisa mengantar kita pada kondisi 'tertentu'...
Ya, ini kadang hanya masalah istilah teknis yang digunakan, seperti "berhentinya pikiran" ini sangat ambigu, dan tiap orang punya persepsi berbeda ketika mendengar hal ini. Perlu diskusi "dingin" yang lama untuk menangkap maksudnya.


Quote
Masalahnya adalah 'pemikiran2' Pak Hud yg dilontarkan:
~ JMB-8 diragukan dari mulut SB (yg bisa diartikan: menurut Pak Hud JMB-8 sesungguhnya tidak bisa mengantar ke pencerahan)
~ Meragukan bait2 Tipitaka, kecuali Malunkya cs...
~ Bersikap dualisme: di depan umat Buddhist melontarkan bahwa MMD adalah metode SB, tapi di umat lain tidak disinggung2 dari SB... harusnya bersikap konsisten. Dengan bersikap begini jadi terbaca bahwa MMD jadi sekedar barang komersial yg pondasinya lemah, bisa diubah2 sesuai pasar dengan tujuan marketing semata. Bukan vipassana murni yg pondasinya kokoh dan konsisten.
Untuk JMB & Tipitaka, no comment.
Mengenai dualisme, kadang tidak bisa dilihat sepihak juga. Saya pun kadang memilih apa yang harus dibicarakan, tergantung dari lawan bicara. Terus terang, persepsi orang awam tentang agama Buddha juga lumayan buruk. Pertama karena tradisi yang tercampur dan disalah-kaprah sebagai ajaran Buddha (patung, ramal-meramal, dll). Belum lagi ajaran-ajaran lain yang "numpang" memakai atribut Buddhis.
Ke dua adalah memang tidak susah menemukan umat Buddha yang suka menjelekkan agama lain (mungkin di forum Buddhis hanya menyebutkan agama lain menyerang Buddhis).

Berbicara dengan seorang awam yang spiritual dan filosofis, label agama apa pun, termasuk Buddha, merupakan hal yang tidak nyaman. Saya biasa membicarakan ajaran Buddha tanpa menyertakan label Buddhisme. Baru ketika mereka tertarik dan bertanya, saya dengan enteng menjawab, "itu ajaran Buddha," dan biasanya mereka setengah percaya setengah tidak (karena dalam pikiran mereka, Buddha = sosok gendut ceria yang dipuja-puja buat dapet hoki). Kalau saya ngomong Buddha di awal, maka tidak ada perbincangan. Mungkin Pak Hudoyo mengalami hal yang sama. Jika mengenalkan "agama" Buddha, umat lain tidak berniat vipassana.



Quote
Juga ditambah sikap Pak Hudoyo sendiri yg masih tidak stabil... yg akan melahirkan pemikiran bahwa:
~ sikap belum stabil, gampang emosi, berarti belum mengikis kekotoran batin sd titik tertentu, kok berani2nya meragukan JMB-8?
~ sikap yg belum stabil ini, artinya belum mencapai 'tahapan tertentu', artinya belum bisa membuktikan MMD sebagai 'Vipassana alternatif yg telah ter-uji coba'...
~ beberap statement dan sikap pak hud yg menunjukkan bahwa: Pak Hud hanya bermeditasi ketika duduk, mencapai keheningan batin ketika duduk... sikap yg ditunjukkan dan statement ini bertolak belakang dengan inti Vipassana sendiri, yakni: lebih mementingkan kesadaran dalam keseharian, meditasi duduk hanyalah sarana latihan. Hasil sesungguhnya terlihat dalam keseharian.
Bagi saya, tetap saja Pak Hudoyo seorang yang masih sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan. Namun bukan berarti tidak bisa memberikan manfaat dan kemajuan bagi orang lain. Misalnya saja waktu itu ada member yang baru masuk dan bicaranya suka ke mana-mana. Setelah beberapa lama, saya bahkan sudah tidak mau lagi meladeninya, apalagi membimbingnya bagai adik saya. Tetapi Pak Hudoyo menerimanya dan menganggap sebagai anak sendiri. Kalian pasti tahu siapa itu. Bagi beberapa orang, mungkin itu adalah guyonan, bagi saya, itu adalah salah satu teladan.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 12:02:03 PM

Saddha sangat diperlukan. Dan Saddha dengan kebijaksanaan dan faktor lainnya(panca bala) semuanya penting. Kebijaksanaan muncul bukan saat menjadi sotapana terlebih dahulu, justru Saddha dan panna harus ada sebelum mencapai sotapanna, mengapa demikian ? karena Saddha dan panna adalah salah satu bahan bakar untuk mencapai sotapanna dst.

Semoga ketegasan karena Saddha tidak diartikan sebagai fanatisme radikal. Yang dimaksud fanatisme radikal adalah menganggap tidak ada kebenaran selain milik-ku dan yang lain adalah kafir, kalau tidak sependapat lalu diganyang, dicela sampai pada tindak kekerasan. Dan orang yg fanatik tidak pernah melihat embun-embun kebenaran di tempat lain.

Dan perlu dipahami juga bahwa pengertian, melihat danmenjalankan Dhamma tidak dimulai dari sotapana tetapi dimulai saat masih putthujana contoh ketika seorang putthujana sudah melihat manfaat menjalankan sila dan menjalankannya, maka saat itu pula ia sudah melihat Dhamma dan seiring dengan pelaksanaan sila , dan kemudian berkembang pada latihan samadhi dengan sendirinya banyak Dhamma2 yg ia lihat termasuk mulai dimengertinya Dukkha,anicca dan anatta walaupun baru sebatas pemahaman dalam pemikiran(asal benar), itu juga cikal bakal untuk melihat dan mengalami  langsung dan ini terjadi saat tercapainya magga dan phala. Jadi seorang putthujana yang melatih dan menjalankan Dhamma dengan benar, bukan berarti "he/she is nothing" dan baru " become a thing" saat menjadi sotapana dst. Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha, To see Buddha is to see Dhamma.How to see Buddha and Dhamma? Through your heart not your head. _/\_


Point2 pemikiran Bro Bond ini mungkin lebih dapat menjelaskan pemahaman saya sebelumnya, bahwa perjalanan dari putthujjana menjadi sotapanna (sd arahant) selalu diiringi dengan peningkatan panna, saddha, konsentrasi, sila, dll....

Jadi Saddha tidak harus hadir hanya ketika mencapai level kesucian tertentu, malah Saddha sudah harus hadir untuk bisa mencapai level tsb...

_/\_

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 12:05:47 PM
Saya mulai bisa melihat dasar perbedaan pandangan kita soal Saddha ini.

~ Bro Kai berpendapat Saddha adalah terhadap keseluruhan  Ajaran Buddha.
~ Sementara saya berpendapat, Saddha tidak harus terhadap keseluruhan Ajaran, namun bertahap sesuai dengan yg telah dibuktikan (dialami sendiri) dan sesuai dengan tingkat kebijaksanaan yg dicapai.

Misalnya, saya sendiri ketika pertama2 kali mengenal ajaran Buddha, saya mengalami "Hidup adalah dukkha, dikarenakan keinginan2 kita yg melekat"... ini adalah Saddha saya yg saya peroleh dulu.. secuil Panna saya, kemudian dilanjutkan dengan tahapan2 selanjutnya...

Jelas pada saat itu saya yg seorang Putthujjana mempunyai satu titik Saddha, yg selanjutnya Saddha tsb menopang saya untuk mengamati dan merenungkan hal2 lainnya menuju Saddha2 berikutnya... kumpulan Saddha2 yg saling menunjang dgn Panna, Konsentrasi, Sila dll suatu saat akan mengantar Putthujanna menjadi Sotapanna.. dstnya...

Itu alasan kenapa sy menyatakan seorang Putthujjana bisa mempunyai Saddha.

Mengenai Ajaran Hukum Kamma, apakah bisa menjadi Saddha atau tidak, tergantung tingkat kebijaksanaan yg telah diraih, mungkin ada yg sudah, mungkin ada yg belum...

Semuanya adalah proses yg berkelanjutan sedikit demi sedikit...

Saddha sejati yang saya maksud memang adalah tentang realisasi kebenaran mutlak.
Saddha semu adalah mengenai kebenaran relatif.  

Beberapa waktu lalu, saya pernah menyinggung bahwa kita semua tahu teori anatta, tahu hidup ini dukkha, kemelekatan adalah dukkha. Kok masih menikmati kesenangan indriah? Masih mencari pasangan hidup, uang banyak, dll? Mengapa kita tahu kemelekatan menimbulkan penderitaan, tetapi malah mengejar kemelekatan tersebut? Di mana Saddha seseorang yang meyakini kemelekatan = dukkha, sementara masih menimbulkan kemelekatan-kemelekatan baru?

Demikianlah saya katakan saddha seorang putthujjana adalah semu, dan apa yang semu berubah sejalan dengan waktu. Apa yang berubah sejalan dengan waktu adalah goyah, bukan tidak tergoyahkan. Ketika seseorang melihat yang tergoyahkan sebagai tidak tergoyahkan, itulah kebodohan bathin. Itulah dukkha.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 30 July 2009, 12:06:23 PM
Bagi saya, tetap saja Pak Hudoyo seorang yang masih sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan. Namun bukan berarti tidak bisa memberikan manfaat dan kemajuan bagi orang lain. Misalnya saja waktu itu ada member yang baru masuk dan bicaranya suka ke mana-mana. Setelah beberapa lama, saya bahkan sudah tidak mau lagi meladeninya, apalagi membimbingnya bagai adik saya. Tetapi Pak Hudoyo menerimanya dan menganggap sebagai anak sendiri. Kalian pasti tahu siapa itu. Bagi beberapa orang, mungkin itu adalah guyonan, bagi saya, itu adalah salah satu teladan.


tapi bisa saja ada batu di balik udang lho, mencari potensi pendukung =)) trus bisa di jadikan kesaksiannya buat di sebar di milis2 lain untuk dagangannya ;D

Bahkan hal2 seperti hasil dari orang2 yangmenjelek2 an MMD pun juga hasil debat2nya selalu di CATAT lho =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 30 July 2009, 12:33:03 PM
well, itulah masalah nya,
Pak Hudoyo sendiri belum merasakan Akhir-Dukkha, tetapi sudah mengajarkan metode ke arah sana......
bagaimana mungkin perenang pemula menghasilkan/melatih seorang calon juara?
paling menghasilkan calon pemula baru...

kalau tidak salah menurut Sutta, adalah salah satu guru yang layak dicela....
---
mengenai metode MMD, terkait dapat tidaknya mencapai pencerahan saya tidak tahu....
akan tetapi mungkin lebih baik PH menunggu hingga telah tercerahkan/arahanta atau paling tidak sotapanna, barulah mengajar......dan mempublikasikan metode-nya.
ada seperti istilah quality guaranteed....^^

ambilah contoh sikap SangBuddha, sebelum beliau tercerahkan beliau belum mengemukakan apa yang beliau termukan pada dunia ini.....
kalau belum tercerahkan, tapi mengajar metode dengan ngambil copas kiri copas kanan, ini sama saja
"membantu menyesatkan jalan seseorang"
karena mengambil keputusan disaat keraguan seperti kata AjahnChah....adalah S A L A H.

salam metta.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 30 July 2009, 12:49:20 PM
[
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.


jika kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.30

Quote
a. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan

jelas terlihat bhw Saddha secara batin adalah faktor batin yg indah, yg tidak mungkin menjadi sesuatu yg tidak baik/akusala

Yang menjadikan tidak baik/akusala adalah saat pikiran beralih ke akusala juga yaitu lobha misal :
- mana/Kesombongan
- ditthi/pandangan salah

Singkatnya saddha itu cetasika sobhana, yg bukan/jauh dari pengertian fanatisme

semoga bermanfaat agar kita tidak lagi terpengaruh konsep masyarakat umum yg menyamakan saddha dengan sekedar "keyakinan" saja yg bisa beralih menjadi fanatisme

tidak baik yg saya maksudkan di sini adalah bisa menghambat karena tidak seimbang dengan faktor2 lainnya, misalnya saddha berlebihan tapi viriya over lemah, dan sebagainya. dan saya mengatakan dalam konteks panca bala.

dear om,

pancabala kalau dilihat dari : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=4565.0

15. “Pañcimāni, bhikkhave, balāni.
Katamāni pañca?
Saddhābalaŋ, vīriyabalaŋ, satibalaŋ, samādhibalaŋ, paññābalaŋ.

Inilah o para Bhikkhu, lima kekauatan.
Apakah lima kekuatan itu?
Kekuatan keyakinan (Saddhābalaŋ), Kekuatan semangat (vīriyabalaŋ), Kekuatan penyadaran (satibalaŋ), Kekuatan samādhi/konsentrasi (samādhibalaŋ), Kekuatan Kebijaksanaan (paññābalaŋ).

sesungguhnya seperti JMB-8, juga merupakan latihan batin yaitu :

a) Annasamana cetasika 13 ( 13 cetasika umum ) :
1. Ekaggata = konsentrasi terhadap satu objek, merupakan faktor batin yg mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini membuat kokoh batin di dlm mengalami objek.

b) Pakinnaka cetasika 6 : enam cetasika yg muncul di sebagian besar citta
2. Viriya = semangat (daya tahan batin/endurance), faktor batin yg membangkitkan semangat dan memiliki cirri khas mendukung, mengukuhkan, mempertahankan faktor-faktor batin. Di dalam kitab komentar, yaitu Atthasalini, viriya seyogyannya dipandang sebagai akar dari semua pencapaian.

c. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
3. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan
4. Sati = perhatian terhadap objek sesuai kondisi yg sesungguhnya

5. Pannindriya cetasika = faktor batin bijaksana di dlm memandang hakekat sesungguhnya segala sesuatu.

Jadi sesungguhnya saat melatih saddha, sebenarnya saat bersamaan dia melatih sati. Juga melatih ekaggata/konsentrasi

Memang dimungkinkan utk agak lemah di Viriya mengingat viriya hanyalah Pakinnaka cetasika yg tidak selalu muncul
Dan juga mungkin jika tidak dilakukan dengan panna

Namun tentunya akan  sangat powerful sekali jika bisa dilakukan sekaligus karena saat itu, sesungguhnya batin dalam kondisi yg sobhana
Sangat mirip dengan kondisi yg muncul jika kita bisa menjalankan keseluruhan JMB-8 yaitu batin yg sobhana

senang bisa diskusi dgn om

metta
Sekedar penyegaran, berikut kutipan dari RAPB entah halaman berapa:

sehubungan dengan pancabala:

"Keyakinan yang berlebihan akan mengarah pada antusiasme yang berlebihan,
Kebijaksanaan yang berlebihan akan mengarah pada kepura-puraan,
Usaha yang berlebihan akan mengarah pada kegelisahan
Konsentarsi yang berlebihan akan mengarah pada kebosanan (keletihan batin)
Namun tidak ada yang namanya Perhatian yang berlebihan."

intinya adalah keseimbangan.

Pada bagian lainnya,
"Jika keyakinan terlalu kuat, maka empat faktor lainnya akan menjadi lemah. akibatnya faktor usaha tidak dapat melakukan fungsinya memberikan dukungan untuk berusaha. Faktor Perhatian tidak dapat memenuhi tugasnya mempertahankan obyek yang diperhatikan, faktor konsentrasi tidak dapat mencegah kacaunya pikiran. dan faktor kebijaksanaan tidak dapat melihat."

Selengkapnya baca RAPB
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 30 July 2009, 12:57:36 PM
Saya mulai bisa melihat dasar perbedaan pandangan kita soal Saddha ini.

~ Bro Kai berpendapat Saddha adalah terhadap keseluruhan  Ajaran Buddha.
~ Sementara saya berpendapat, Saddha tidak harus terhadap keseluruhan Ajaran, namun bertahap sesuai dengan yg telah dibuktikan (dialami sendiri) dan sesuai dengan tingkat kebijaksanaan yg dicapai.

Misalnya, saya sendiri ketika pertama2 kali mengenal ajaran Buddha, saya mengalami "Hidup adalah dukkha, dikarenakan keinginan2 kita yg melekat"... ini adalah Saddha saya yg saya peroleh dulu.. secuil Panna saya, kemudian dilanjutkan dengan tahapan2 selanjutnya...

Jelas pada saat itu saya yg seorang Putthujjana mempunyai satu titik Saddha, yg selanjutnya Saddha tsb menopang saya untuk mengamati dan merenungkan hal2 lainnya menuju Saddha2 berikutnya... kumpulan Saddha2 yg saling menunjang dgn Panna, Konsentrasi, Sila dll suatu saat akan mengantar Putthujanna menjadi Sotapanna.. dstnya...

Itu alasan kenapa sy menyatakan seorang Putthujjana bisa mempunyai Saddha.

Mengenai Ajaran Hukum Kamma, apakah bisa menjadi Saddha atau tidak, tergantung tingkat kebijaksanaan yg telah diraih, mungkin ada yg sudah, mungkin ada yg belum...

Semuanya adalah proses yg berkelanjutan sedikit demi sedikit...

Saddha sejati yang saya maksud memang adalah tentang realisasi kebenaran mutlak.
Saddha semu adalah mengenai kebenaran relatif.  

Beberapa waktu lalu, saya pernah menyinggung bahwa kita semua tahu teori anatta, tahu hidup ini dukkha, kemelekatan adalah dukkha. Kok masih menikmati kesenangan indriah? Masih mencari pasangan hidup, uang banyak, dll? Mengapa kita tahu kemelekatan menimbulkan penderitaan, tetapi malah mengejar kemelekatan tersebut? Di mana Saddha seseorang yang meyakini kemelekatan = dukkha, sementara masih menimbulkan kemelekatan-kemelekatan baru?

Demikianlah saya katakan saddha seorang putthujjana adalah semu, dan apa yang semu berubah sejalan dengan waktu. Apa yang berubah sejalan dengan waktu adalah goyah, bukan tidak tergoyahkan. Ketika seseorang melihat yang tergoyahkan sebagai tidak tergoyahkan, itulah kebodohan bathin. Itulah dukkha.



Dear Kainyn

Dalam kehidupan perumah tangga, menikah dan punya uang banyak adalah bukan hal yang tabu. Sekalipun disana-sini bolong tetapi mengenai saddha tidak terkait hal menikah dan punya banyak uang sepanjang mereka melakukan pancasila dan berlindung pada Tiratana. Jadi sekalipun seseorang menikah dan punya banyak uang dan menjalankan pancasila dengan baik dan belum sotapana, saddha yang dimiliki adalah saddha yg bukan semu yaitu  saddha yg benar, yg tinggal dikembangkan adalah faktor lainnya yg masih kurang untuk mencapai sotapana dst.. Masalah perumah tangga itu mencari kemelekatan baru, itu adalah proses pematangan batin atau belum munculnya buah vipaka baik yang mendukung untuk menjadi sotapana dst.

Saya ambil contoh anathapindika yang kaya, punya anak tetapi menjalankan sila hingga waktunya mencapai sotapana. Sebelum itu dia memiliki saddha yang teguh terhadap Sang Buddha. Oleh karena itu Saddha pada puthujana harus dilihat juga sejauh mana pelaksanaan Dhammanya. Bukan berarti karena munculnya kemelekatan baru lalu berarti saddhanya semu. Masalah ini harus dilihat case by case.

Contoh : Misal ada kasus Si Bewok bukan beragama Buddha. Lalu dia berpacaran dengan si Angel yg beragama Buddha. Saat itu SiBewok lagi dalam kesulitan finansial dsb, dan si Angel bukan cewek matre, dia mensupport si Bewok. Dan si Bewok ini juga berusaha mencari pekerjaan yang layak. Dan berjalannya waktu si Bewok memiliki saddha kepada Sang Buddha dan memiliki keinginan untuk menjadi bhikkhu. Tetapi si Angel belum rela, akhirnya si Bewok merasa ada suatu tanggung jawab moral karena saat lagi susah si Angel penuh perhatian memberikan dukungan lahir dan batin, selain itu si Brewok juga cinta  kepada Angel(sekalipun dia ingin menanggalkan cinta itu demi dhamma) dan dia menunda untuk menjadi Bhikkhu. Dan memenuhi keinginan Angel untuk menikah sampai saat tertentu si Angel siap melepas si Brewok untuk menjadi bhikkhu sesuai komitmen mereka berdua.

Nah dari kasus ini Si brewok dan Angel telah memunculkan kemelekatan baru tapi mereka tetap melaksanakan pancasila dengan baik. Hanya karena vipaka dan kondisinya belum pas sehingga muncul kemelekatan baru tapi bukan berarti saddha mereka semu/relatif. Jadi Saddha yg mutlak dilihat dari benih pandangan benar, pengertian benar dan pelaksanaan Dhamma yg benar, atau dengan kata lain dimulai dari langkah pertama dalam melaksanakan Dhamma. Saddha yang benar/mutlak beserta faktor lainnya akan membimbing orang pada tercapainya magga dan phala.

Smoga bermanfaat _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 01:08:54 PM

Saddha sejati yang saya maksud memang adalah tentang realisasi kebenaran mutlak.
Saddha semu adalah mengenai kebenaran relatif.  

Realisasi Kebenaran Mutlak <--- Ini Arahat kan?
Sotapanna belum merealisasi 'kebenaran mutlak'

Quote
Beberapa waktu lalu, saya pernah menyinggung bahwa kita semua tahu teori anatta, tahu hidup ini dukkha, kemelekatan adalah dukkha. Kok masih menikmati kesenangan indriah? Masih mencari pasangan hidup, uang banyak, dll? Mengapa kita tahu kemelekatan menimbulkan penderitaan, tetapi malah mengejar kemelekatan tersebut? Di mana Saddha seseorang yang meyakini kemelekatan = dukkha, sementara masih menimbulkan kemelekatan-kemelekatan baru?

Tidak hanya Putthujjana, Sotapanna pun masih menimbulkan kemelekatan2 baru. Hanya Arahat yg tidak.
Apakah berarti hanya ketika mencapai Arahat kita baru bisa mempunyai Saddha?

Quote
Demikianlah saya katakan saddha seorang putthujjana adalah semu, dan apa yang semu berubah sejalan dengan waktu. Apa yang berubah sejalan dengan waktu adalah goyah, bukan tidak tergoyahkan. Ketika seseorang melihat yang tergoyahkan sebagai tidak tergoyahkan, itulah kebodohan bathin. Itulah dukkha.

Dengan pendefenisian diatas, sy menyimpulkan bahwa Bro Kai menyamakan Saddha dengan Realisasi Kebenaran Mutlak (Pencerahan Sejati).... CMIIW
Padahal berbeda. Sy pikir ada sedikit kesalahpahaman disini ???

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 30 July 2009, 01:13:43 PM
Namo Buddhaya,

Dear All,

Eh, maaf, OOT nih.. Mau nanya, sebenarnya arti "CMIIW" itu tuh apa yah ?

Saya dari dulu sering baca "CMIIW" terutama di DC sini, tapi gak ngerti artinya, he he...

Mohon "pencerahan"-nya yah ;)

Mettacittena,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 30 July 2009, 01:17:52 PM
CMIIW=Correct me if I'm wrong
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 01:21:00 PM
BTW... kita rasanya telah OOT dengan judul Thread yah...

Yang tujuannya membahas MMD dan Buddhisme malah lari ke Sotapanna dan Saddha...

gimana Mod, apa perlu pindah meja?

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 30 July 2009, 01:29:19 PM
Anumodana  [at] Bro Bond atas "pencerahan" anda yah ;)

 [at] williamhalim, berarti yuk kembali bahas MMD dan Buddhisme... ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 01:50:05 PM
Anumodana  [at] Bro Bond atas "pencerahan" anda yah ;)

 [at] williamhalim, berarti yuk kembali bahas MMD dan Buddhisme... ;)

Ok...

Mr. Bond silahkan... ;D

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 02:11:49 PM
tapi bisa saja ada batu di balik udang lho, mencari potensi pendukung =)) trus bisa di jadikan kesaksiannya buat di sebar di milis2 lain untuk dagangannya ;D

Bahkan hal2 seperti hasil dari orang2 yangmenjelek2 an MMD pun juga hasil debat2nya selalu di CATAT lho =))
Kalau spekulasi udang di balik batu sih, tidak ada habisnya. Siapa pun bisa kita spekulasikan demikian.
Soal mencatat debat juga saya tidak tahu sih maksudnya apa. Tapi saya pun cenderung mengingat debat atau diskusi yang pernah saya jalani, bukan untuk dendam, tetapi untuk mengingat pola diskusi seseorang agar nyambung. Bisa juga untuk melihat perubahan seseorang dari waktu ke waktu.




well, itulah masalah nya,
Pak Hudoyo sendiri belum merasakan Akhir-Dukkha, tetapi sudah mengajarkan metode ke arah sana......
bagaimana mungkin perenang pemula menghasilkan/melatih seorang calon juara?
paling menghasilkan calon pemula baru...

kalau tidak salah menurut Sutta, adalah salah satu guru yang layak dicela....
Kalau mau pegang Lohicca Sutta, tidak ada guru (spiritual) yang pantas mengajar sekarang ini, karena itu merujuk pada seorang Samma Sambuddha. 

Quote
mengenai metode MMD, terkait dapat tidaknya mencapai pencerahan saya tidak tahu....
akan tetapi mungkin lebih baik PH menunggu hingga telah tercerahkan/arahanta atau paling tidak sotapanna, barulah mengajar......dan mempublikasikan metode-nya.
ada seperti istilah quality guaranteed....^^

ambilah contoh sikap SangBuddha, sebelum beliau tercerahkan beliau belum mengemukakan apa yang beliau termukan pada dunia ini.....
kalau belum tercerahkan, tapi mengajar metode dengan ngambil copas kiri copas kanan, ini sama saja
"membantu menyesatkan jalan seseorang"
karena mengambil keputusan disaat keraguan seperti kata AjahnChah....adalah S A L A H.

salam metta.
Kalau gitu ceramah dan panduan meditasi oleh Sangha juga dibubarkan saja, tunggu para bhikkhu menjadi arahat, baru lanjut ceramah lagi.
Maksudnya begitu?



Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 02:37:52 PM
Dear Kainyn

Dalam kehidupan perumah tangga, menikah dan punya uang banyak adalah bukan hal yang tabu. Sekalipun disana-sini bolong tetapi mengenai saddha tidak terkait hal menikah dan punya banyak uang sepanjang mereka melakukan pancasila dan berlindung pada Tiratana. Jadi sekalipun seseorang menikah dan punya banyak uang dan menjalankan pancasila dengan baik dan belum sotapana, saddha yang dimiliki adalah saddha yg bukan semu yaitu  saddha yg benar, yg tinggal dikembangkan adalah faktor lainnya yg masih kurang untuk mencapai sotapana dst.. Masalah perumah tangga itu mencari kemelekatan baru, itu adalah proses pematangan batin atau belum munculnya buah vipaka baik yang mendukung untuk menjadi sotapana dst.
Ya, saya setuju hal ini. Memang bukan masalah tabu atau tidak, tetapi masalah kita mengetahui dan memercayai teorinya, tetapi belum mampu merealisasikannya.



Quote
Saya ambil contoh anathapindika yang kaya, punya anak tetapi menjalankan sila hingga waktunya mencapai sotapana. Sebelum itu dia memiliki saddha yang teguh terhadap Sang Buddha. Oleh karena itu Saddha pada puthujana harus dilihat juga sejauh mana pelaksanaan Dhammanya. Bukan berarti karena munculnya kemelekatan baru lalu berarti saddhanya semu. Masalah ini harus dilihat case by case.
Sekali lagi, saddha semu itu belum tentu adalah saddha yang tidak bermanfaat. .


Quote
Contoh : Misal ada kasus Si Bewok bukan beragama Buddha. Lalu dia berpacaran dengan si Angel yg beragama Buddha. Saat itu SiBewok lagi dalam kesulitan finansial dsb, dan si Angel bukan cewek matre, dia mensupport si Bewok. Dan si Bewok ini juga berusaha mencari pekerjaan yang layak. Dan berjalannya waktu si Bewok memiliki saddha kepada Sang Buddha dan memiliki keinginan untuk menjadi bhikkhu. Tetapi si Angel belum rela, akhirnya si Bewok merasa ada suatu tanggung jawab moral karena saat lagi susah si Angel penuh perhatian memberikan dukungan lahir dan batin, selain itu si Brewok juga cinta  kepada Angel(sekalipun dia ingin menanggalkan cinta itu demi dhamma) dan dia menunda untuk menjadi Bhikkhu. Dan memenuhi keinginan Angel untuk menikah sampai saat tertentu si Angel siap melepas si Brewok untuk menjadi bhikkhu sesuai komitmen mereka berdua.

Nah dari kasus ini Si brewok dan Angel telah memunculkan kemelekatan baru tapi mereka tetap melaksanakan pancasila dengan baik. Hanya karena vipaka dan kondisinya belum pas sehingga muncul kemelekatan baru tapi bukan berarti saddha mereka semu/relatif. Jadi Saddha yg mutlak dilihat dari benih pandangan benar, pengertian benar dan pelaksanaan Dhamma yg benar, atau dengan kata lain dimulai dari langkah pertama dalam melaksanakan Dhamma. Saddha yang benar/mutlak beserta faktor lainnya akan membimbing orang pada tercapainya magga dan phala.

Smoga bermanfaat _/\_
Dalam kasus-kasus seperti ini, berbeda dengan yang saya katakan. Kasusnya adalah orang masih belum bisa melepaskan karena terikat kondisi. Sama seperti kasus Ghatikara yang "hanya" mencapai Anagami dalam kehidupan manusianya karena tidak menjadi bhikkhu. Ia tetap berumahtangga untuk merawat kedua orang tuanya yang sudah tua dan sakit payah.

Kasus yang saya berikan adalah hanya untuk menunjukkan bahwa seorang putthujjana sebetulnya belum merealisasi Buddha Dhamma, dengan kata lain, belum melihat kebenaran sejati. Sebelum melihat kebenaran sejati, alangkah baiknya jangan bersikap "tidak tergoyahkan" karena yang kita pikir "benar" belum tentu "benar". Tapi apakah Saddha semu tidak diperlukan? Diperlukan tentunya. Kalau orang tidak punya saddha bahwa kemelekatan adalah awal dari dukkha, maka tidak mungkin ia berlatih sesuai dhamma; atau jika seseorang penuh keragu-raguan, maka perkembangannya adalah 'jalan di tempat'.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 30 July 2009, 03:11:55 PM
Realisasi Kebenaran Mutlak <--- Ini Arahat kan?
Sotapanna belum merealisasi 'kebenaran mutlak'

Tidak hanya Putthujjana, Sotapanna pun masih menimbulkan kemelekatan2 baru. Hanya Arahat yg tidak.
Apakah berarti hanya ketika mencapai Arahat kita baru bisa mempunyai Saddha?
Menurut saya, Sotapanna sudah merealisasi kebenaran mutlak, bedanya, mereka masih terkondisi kotoran bathin lainnya.
Dalam Sotapanna Sutta, dikatakan seorang sotapanna melihat khanda, kemunculan dan tenggelamnya, maka ia disebut seorang pemenang arus dhamma.

Akibat dari masa lampau masih ada dalam dirinya sehingga masih mungkin timbul nafsu, kebencian, namun ia tidak menimbulkan yang baru, oleh karena itu mereka tidak bisa mundur, dan terus maju dalam dhamma.



Quote
Dengan pendefenisian diatas, sy menyimpulkan bahwa Bro Kai menyamakan Saddha dengan Realisasi Kebenaran Mutlak (Pencerahan Sejati).... CMIIW
Padahal berbeda. Sy pikir ada sedikit kesalahpahaman disini ???

Ya, Saddha yang sejati dan tidak tergoyahkan, berkenaan dengan realisasi kebenaran mutlak. Dalam hal ini, tidak perlu dipupuk, tidak perlu indoktrinasi, karena sudah melihat sendiri, maka ia yakin. Misalnya Suppabuddha penderita kusta, tidak banyak tahu ajaran-ajaran Buddha lainnya, tetapi ia mengetahui kebenaran mutlak, maka Buddha sendiri mengatakan seratus atau seribu Sakka tidak akan bisa menggoyahkan keyakinannya.

Saddha dari kepercayaan, yang saya sebut semu, ada baiknya tidak dibentuk menjadi "tidak tergoyahkan", karena hanya akan menjadikan seseorang keras kepala atau fanatik. Dan walaupun dibentuk menjadi "tidak tergoyahkan", sebetulnya goyah, rentan dan rapuh sejalan dengan berlalunya waktu. Ini kita lihat dari kisah Bodhisatta yang sudah bertemu Buddha berkali-kali, "saddha"-nya sudah berkembang, namun dalam kehidupan sebagai Jotipala, tidak punya Saddha kepada Buddha Kassapa. Baru setelah mendengarkan ajaran Buddha Kassapa, "saddha" itu terbentuk kembali.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 04:30:01 PM
Masalahnya adalah 'pemikiran2' Pak Hud yg dilontarkan:
~ JMB-8 diragukan dari mulut SB (yg bisa diartikan: menurut Pak Hud JMB-8 sesungguhnya tidak bisa mengantar ke pencerahan)
~ Meragukan bait2 Tipitaka, kecuali Malunkya cs...
~ Bersikap dualisme: di depan umat Buddhist melontarkan bahwa MMD adalah metode SB, tapi di umat lain tidak disinggung2 dari SB... harusnya bersikap konsisten. Dengan bersikap begini jadi terbaca bahwa MMD jadi sekedar barang komersial yg pondasinya lemah, bisa diubah2 sesuai pasar dengan tujuan marketing semata. Bukan vipassana murni yg pondasinya kokoh dan konsisten.
Untuk JMB & Tipitaka, no comment.

Mengenai dualisme, kadang tidak bisa dilihat sepihak juga. Saya pun kadang memilih apa yang harus dibicarakan, tergantung dari lawan bicara. Terus terang, persepsi orang awam tentang agama Buddha juga lumayan buruk. Pertama karena tradisi yang tercampur dan disalah-kaprah sebagai ajaran Buddha (patung, ramal-meramal, dll). Belum lagi ajaran-ajaran lain yang "numpang" memakai atribut Buddhis.
Ke dua adalah memang tidak susah menemukan umat Buddha yang suka menjelekkan agama lain (mungkin di forum Buddhis hanya menyebutkan agama lain menyerang Buddhis).

Berbicara dengan seorang awam yang spiritual dan filosofis, label agama apa pun, termasuk Buddha, merupakan hal yang tidak nyaman. Saya biasa membicarakan ajaran Buddha tanpa menyertakan label Buddhisme. Baru ketika mereka tertarik dan bertanya, saya dengan enteng menjawab, "itu ajaran Buddha," dan biasanya mereka setengah percaya setengah tidak (karena dalam pikiran mereka, Buddha = sosok gendut ceria yang dipuja-puja buat dapet hoki). Kalau saya ngomong Buddha di awal, maka tidak ada perbincangan. Mungkin Pak Hudoyo mengalami hal yang sama. Jika mengenalkan "agama" Buddha, umat lain tidak berniat vipassana.

Saya justru melihat bhw poin penolakan JMB-8 dan dalam hal tipitaka adalah suatu yg mendasar yah

Mengenai dualisme, disini bro Kai sebenarnya justru menguatkan bhw dualisme itu sesungguhnya dilakukan utk tujuan marketing yaitu supaya menarik bagi kalangan non buddhism

Sementara apa yg dilakukan oleh bro Kai (yg sama spt saya lakukan juga) yaitu semata memberitahu mengenai kebenaran yg sesungguhnya ke lingkungan sekitar yg non buddhis tapi bukan untuk tujuan marketing, bukan utk supaya orang ikut

Jadi dalam hal ini, saya setuju dengan ko will dimana 3 hal ini adalah permasalahan fundamental mengenai MMD

Juga ditambah sikap Pak Hudoyo sendiri yg masih tidak stabil... yg akan melahirkan pemikiran bahwa:
~ sikap belum stabil, gampang emosi, berarti belum mengikis kekotoran batin sd titik tertentu, kok berani2nya meragukan JMB-8?
~ sikap yg belum stabil ini, artinya belum mencapai 'tahapan tertentu', artinya belum bisa membuktikan MMD sebagai 'Vipassana alternatif yg telah ter-uji coba'...
~ beberap statement dan sikap pak hud yg menunjukkan bahwa: Pak Hud hanya bermeditasi ketika duduk, mencapai keheningan batin ketika duduk... sikap yg ditunjukkan dan statement ini bertolak belakang dengan inti Vipassana sendiri, yakni: lebih mementingkan kesadaran dalam keseharian, meditasi duduk hanyalah sarana latihan. Hasil sesungguhnya terlihat dalam keseharian.

Bagi saya, tetap saja Pak Hudoyo seorang yang masih sangat terbatas dan jauh dari kesempurnaan. Namun bukan berarti tidak bisa memberikan manfaat dan kemajuan bagi orang lain. Misalnya saja waktu itu ada member yang baru masuk dan bicaranya suka ke mana-mana. Setelah beberapa lama, saya bahkan sudah tidak mau lagi meladeninya, apalagi membimbingnya bagai adik saya. Tetapi Pak Hudoyo menerimanya dan menganggap sebagai anak sendiri. Kalian pasti tahu siapa itu. Bagi beberapa orang, mungkin itu adalah guyonan, bagi saya, itu adalah salah satu teladan.

Sangat setuju mengenai anak itu, hanya kalau saya lihat kembalikan ke motifnya. Ada yg membimbing supaya tahu kebenaran, tanpa pamrih apapun seperti anda yg memberitahu teman mengenai ini loh kebenaran tanpa ada niat utk marketing/menarik

Nah apakah dalam kondisi anak itu, bisa dilihat motif tanpa pamrih, ataukah justru itu merupakan strategi promosi "produknya"?

Pun saya sangat setuju jika memang sikap membimbing siapa saja tanpa kecuali, dijadikan teladan.
Sangat disayangkan jika ada oknum yg membimbing tapi dengan pamrih
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 30 July 2009, 04:40:47 PM
mengenai metode MMD, terkait dapat tidaknya mencapai pencerahan saya tidak tahu....
akan tetapi mungkin lebih baik PH menunggu hingga telah tercerahkan/arahanta atau paling tidak sotapanna, barulah mengajar......dan mempublikasikan metode-nya.
ada seperti istilah quality guaranteed....^^

ambilah contoh sikap SangBuddha, sebelum beliau tercerahkan beliau belum mengemukakan apa yang beliau termukan pada dunia ini.....
kalau belum tercerahkan, tapi mengajar metode dengan ngambil copas kiri copas kanan, ini sama saja
"membantu menyesatkan jalan seseorang"
karena mengambil keputusan disaat keraguan seperti kata AjahnChah....adalah S A L A H.

salam metta.
Kalau gitu ceramah dan panduan meditasi oleh Sangha juga dibubarkan saja, tunggu para bhikkhu menjadi arahat, baru lanjut ceramah lagi.
Maksudnya begitu?

mungkin kasus yg diangkat jadi berbeda yah bro...... para bhikkhu mengajarkan mengenai JMB-8, memberikan landasan berbasis Tipitaka sehingga ini jelas acuannya

hal yg berbeda dengan MMD dimana Tipitaka 99.9% ditolak termasuk pelaksanaan JMB-8 yg sesungguhnya adalah jalan menuju kesucian
bahkan MMD menekankan tidak ada tujuan, tidak ada jalan, tidak ada "kesucian", yg notabene cocok dengan JK spt sudah diulas oleh bro ratna kumara

Ko Will pernah bilang ke PH : Kalau memang mau usung JK, ga perlu bawa bendera vipassana, bendera buddhism ( [at]  ko will : cmiiw)

semoga perbedaanya bisa terlihat yah
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 30 July 2009, 06:30:39 PM
Mau usung JK? Ngapaen? ??? Masa kampanye dah lewat loh.. Lagian kalah menang dah jelas ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 30 July 2009, 06:58:04 PM
Mau usung JK? Ngapaen? ??? Masa kampanye dah lewat loh.. Lagian kalah menang dah jelas ^-^

walahhhh ini lagi :)) makin cepat? makin baik!


::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 30 July 2009, 07:05:05 PM
Sebelumnya maaf menyela, tapi mengingat forum ini bersifat bebas dan thread ini pun terbuka, saya hanya bermaksud bertanya secara retorika..


Dikatakan tidak ada jalan, tidak ada tujuan, tidak ada kesucian oleh MMD ----> ditentang habis-habisan.

Dikatakan tidak ada jalan, tidak ada tujuan, tidak ada kesucian oleh Zen dan Sutra Mahayana ----> dibiarkan saja.

2 hal yang sama tapi reaksi yang berbeda? tanya kenapa? ???


Petapa Gotama menolak ajaran dari 2 gurunya, setelah melalui pengalaman langsung dan mengetahui bahwa ajaran-ajaran mereka tidak membawa pada pembebasan sejati yang dicarinya. Demikian juga setelah mencapai penerangan, sebagai Samma Sambuddha, menolak ajaran petapa lainnya melalui penglihatan langsung.
Sudahkah yang menolak MMD juga memraktekkan metode MMD? Atau hanya memahami secara konseptual dan karena dirasa berbeda dengan prakteknya atau kosa kata kamus pribadinya lalu menolak? Atau karena ingin larut dalam riuh-ramai gempita mainstream?

Maksud saya sebenarnya, tidak ada lagi gunanya membahas berkepanjangan. Lihat.. Hanya perlu beberapa hari dan thread seperti ini sudah 10 page. Padahal tidak ada banyak yang ditawarkan dari 'topik zombie' yang dibangkitkan dari kubur ini.. Hanya terlihat lebih banyak diskusi bersifat searah, tidak ada kubu 'lawan' yang menawarkan pandangan lain. Kalaupun ada beberapa gelintir yang mencoba memberikan pandangan berbeda untuk menetralisir, tetap saja pembelaan yang agak lemah ini pun tidak bisa diterima sepenuhnya. Karena tidak mewakili secara yang bersangkutan bukanlah praktisi MMD atau 'tokoh kontroversial' itu sendiri. Orang-orang yang tidak banyak tahu-menahu hanya akan terseret dalam pandangan mayoritas. Apakah ini 'ehipassiko' dalam bentuk baru? Atau harus setelah MMD berurat-akar lama beribu-ribu tahun seperti masalah 'Mahayana-Hinayana' baru akan dibiarkan saja dan dicari rekonsiliasinya?
Jika keinginan orang-orang yang menolak MMD tidak terpenuhi, solusi apa yang akan diambil? Menggugat? Hajar bleh? Atau back to practice, back to method masing-masing? Kalau yang terakhirlah jawabannya, mengapa tidak dari sekarang saja?

Cukup sekian deh cuap-cuap tak berguna saya ini.. Karena pertanyaan-pertanyaannya bersifat retorika, maka tidak perlu dijawab. Makasih..

Mettacittena
_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 30 July 2009, 08:32:27 PM
Jadi ikutan mo nambahin nanya juga ah ... :))

Lha klo emang gak ada atta ? yang menuju-nya itu jadinya apa juga yah ? :))

ikut kyai xuvie juga ah ...

karena pertanyaan-pertanyaannya bersifat retorika, maka tidak perlu dijawab. Makasih..

salam,
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 30 July 2009, 08:37:58 PM
 [at]  Bro g.citra
ini bukan ngejawab pertanyaannya yah.. tapi cuma meralat kata2 di atas..
gak ada atta = nihilisme/annihilasionisme. lebih tepatnya 'bukan atta'
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 30 July 2009, 09:02:52 PM
oke ... ente emang 'jeli' bro ... :jempol:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Kelana on 30 July 2009, 09:18:03 PM
Dari sepemahaman saya, dan dikaitkan dengan Prajnaparamita Sutra, dalam Zen pernyataan tidak ada jalan, tidak ada tujuan, tidak ada kesucian, dinyatakan ketika seseorang sudah melihat ketidakekakalan, Anitya /Anicca yang berujung pada Anatman/ Anatta.

Pemahaman Tanpa Atta (Anatta) perlu diikuti dengan pemahaman Anicca. Sang Buddha tidak pernah mangatakan tidak ada atta dalam pengertian pribadi, orang, si Badu, si Unyil yang terdiri dari pancaskanda.  Tetapi Sang Buddha melihat secara mendalam bahwa SIFAT pancaskanda ini adalah tidaklah kekal, Anicca. Karena sifatnya yang anicca, yang tidak bisa dimiliki, dipegang, diperintah oleh kita sesuka hati, maka dikatakan bukan milik kita, bukan diri sejati kita, ANATTA. Lebih lengkapnya bisa dibaca di Anattalakkhana Sutta.

Jadi ada jalan, tujuan, kesucian, tetapi semuanya ini terkena ANICCA karena itu ANATTA dan karenanya dikatakan Kosong dari ATTA (Sunyata)

Apakah pemahaman MMD sama seperti ini, saya belum menemukan penjelasan yang gamblang dari pernyataan tidak ada jalan, tidak ada tujuan, tidak ada kesucian dari pihak MMD

CMIIW
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 30 July 2009, 09:45:10 PM
apa bisa dibilang Intinya : - MMD itu hanya mendompleng Ajaran Buddha
       

Atau mau dibilang : MMD ajaran universal? tidak terikat ajaran/agama manapun?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 30 July 2009, 09:49:40 PM
Di situs reminya sih judul besarnya

MEDITASI MENGENAL DIRI

Krishnamurti Vipassana Meditation

jelas bukan buddhist dan juga bukan universal, tapi Krishnamurti
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Kelana on 30 July 2009, 10:45:01 PM
Komentar terakhir saya untuk topik ini.

Dari jawaban Bhante Pannavaro di atas, “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”

Saya menangkap sebuah pesan : Janganlah Melekat Kepada Sang Buddha, Guru, Sutta, dan sebagainya.

“Jika Kau bertemu Buddha, bunuh dia!”, kalimat ini sebenarnya merupakan ungkapan dari Master Zen Linji, pendiri aliran Linji Zen Buddhisme yang selalu mendorong siswanya untuk tidak melekat pada sosok guru dan berusaha mencapai pencerahan deangan usaha sendiri.

Salah satu poin dari MMD adalah tidak melekat, jika saya tidak salah tangkap. JIKA benar segala penyangkalan-penyangkalan dari Pak Hud adalah karena mengusung “bendera” ajaran agar orang, khususnya umat Buddha tidak melekat, maka ini adalah hal yang biasa sekaligus luar biasa.  :)

JIKA benar mengusung ketidakmelekatan, sepertinya saya pribadi mungkin bisa memahami mengapa dalam awal MMD khusus umat Buddha tidak diperkenankan melakukan ritual puja bakti sedangkan agama lain diperkenankan. Hal ini mungkin karena ritual puja bakti akan membelenggu pikiran umat Buddha dengan segala konsep ajaran yang berbau Buddhisme, sehingga dengan demikian umat Buddha akan mengait-kaitkan konsep ajaran Buddhisme dengan MMD yang “senada” dengan Buddhisme ketika melakukan MMD. Dan akhirnya kemelekatan akan ajaran, sutra, guru, dll tidak tersingkirkan. Sedangkan umat agama lain tidak memiliki konsep ajaran yang senada, sehingga tidak diperlukan tahapan “penyingkiran” konsep.

Sekali lagi hanya JIKA memang mengusung ketidakmelekatan sebagai tahapan awal MMD, dan JIKA memang Pak Hud ini menggunakan metode pengajaran seperti pengajaran Master Linji.

Terakhir, ini semua hanya perkiraan, benar atau salah, saya tidak tahu. MMD is a Cheerleader or a Cancer? I' don't  know  

Yang saya tahu: menggunakan belum berarti melekat, melekat pastilah menggunakan.

Selanjutnya no comment.
_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 30 July 2009, 11:03:22 PM
oke ... ente emang 'jeli' bro ... :jempol:
saya jeri bukan jeli ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Adhitthana on 31 July 2009, 01:10:56 AM
Sang Buddha sering menasehati "Inilah Sila (moralitas), inilah Samadhi (konsentrasi), inilah Panna (kebijaksanaan). Besar sekali manfaat dan kemajuan batin bila meditasi Satipattha dikembangkan berdasarkan pada sila yang murni. Besar sekali manfaat dan kemajuan batin, bila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan metode yang benar".

 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 31 July 2009, 07:09:27 AM
kalimat lengkap dalam SMS :

Bhante Pannyavaro:
Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
“kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


======================================================
kalau melihat isi smsnya bisa saja artinya umat Buddha saja bingung melihat MMD apalagi pemula yang beragama lain.

saya rasa perlunya sikap Bhante yang lebih tegas untuk memberikan keterangan yang tidak abu2, karena ini akan jadi penafsiran yang terus akan berkembang lagi nih :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 31 July 2009, 08:27:48 AM
Namo Buddhaya,
Dear All ;)

Kalau saya boleh ikut mengartikan, bahwa untuk seseorang yang dianggap "Pemuka" agama Buddha, jangan gegabah memberikan statement yang membuat ummat Buddha pemula kaget.

Saya tidak habis pikir, menurut saya kok baru kali ini ya di dalam kalangan Buddhist, ada seorang yang menganggap dirinya telah sadar, kemudian sering menganjurkan untuk meninggalkan "metode-kuno" Jalan Ariya Beruas Delapan dan cukup "eling", "diam", dan "berhenti"... .

Semasa saya masih Kejawen dulu, anjuran seperti ini khas sekali diungkapkan oleh para sesepuh Kejawen. Tapi kalau dianjurkan oleh seorang "pemuka" agama Buddha, saya baru mendengarnya kali ini lewat Bp.Hudoyo.

Apakah rekan2 mempunyai pandangan lain tentang hal ini...

Mettacittena,

May All beings b Happy,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Memang, sebelum ini, apakah pernah ada ?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 July 2009, 08:45:29 AM
Berikut pernyataan PH di milis laen :

Quote
Date: Wed, 29 Jul 2009 15:44:42
To: <milis_buddha [at] yahoogroups.com>
Subject: Re: [MB] UNTUK REKAN RATNA KUMARA


Rekan Johnson,

Anda pernah mengikuti retretr MMD beberapa kali. Kalau boleh saya bertanya, apakah Anda pada dewasa ini melakukan MMD?

Berikut jawaban saya terhadap pertanyaan Anda:

(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

(2) Kalau orang "meninggalkan" kesadaran vipassana/MMD, maka terserah kepada masing-masing untuk menganut atau tidak menganut ajaran agamanya semula. Tetapi itu bukan urusan saya lagi.

PS: bila kontroversi yang menyangkut MMD & saya yang terjadi akhir-akhir ini tidak membawa manfaat batin Anda, tentu Anda tidak perlu mengikutinya/membacanya. Tetapi harus saya katakan di sini, bahwa saya mendapat masukan yang sebaliknya dari beberapa orang, bahwa mereka tercerahkan ketika mengikuti kontroversi itu.

Salam,
Hudoyo

Disini terlihat bhw PH tidak bisa memisahkan antara JMB-8 dan 4 KM sebagai suatu latihan yang mengkondisikan batin agar berada dalam kondisi sobhana/indah
dengan JMB-8 dan 4 KM sebagai suatu kebenaran panyati yg tertulis di tipitaka

Apalagi dengan menyebutkan bhw kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran dimana ini cocok dgn apa yg selalu didengungkan PH yaitu Berhentinya Pikiran
Padahal sampai seorang menjadi ariya puggala pun, PASTI proses pikiran/citta/kesadaran masih terus berlangsung
Bahkan Nibbana itu sendiripun sesungguhnya adalah kondisi batin (batin terdiri dari citta dan cetasika)
Itu hal yg sangat jelas bhw apa yg dituju adalah arah yg salah

Dengan melihat ini, semoga bs bermanfaat bagi kita utk lebih mengenal apa itu MMD
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: N1AR on 31 July 2009, 09:00:26 AM
Namo Buddhaya,
Dear All ;)

Kalau saya boleh ikut mengartikan, bahwa untuk seseorang yang dianggap "Pemuka" agama Buddha, jangan gegabah memberikan statement yang membuat ummat Buddha pemula kaget.

Saya tidak habis pikir, menurut saya kok baru kali ini ya di dalam kalangan Buddhist, ada seorang yang menganggap dirinya telah sadar, kemudian sering menganjurkan untuk meninggalkan "metode-kuno" Jalan Ariya Beruas Delapan dan cukup "eling", "diam", dan "berhenti"... .

Semasa saya masih Kejawen dulu, anjuran seperti ini khas sekali diungkapkan oleh para sesepuh Kejawen. Tapi kalau dianjurkan oleh seorang "pemuka" agama Buddha, saya baru mendengarnya kali ini lewat Bp.Hudoyo.

Apakah rekan2 mempunyai pandangan lain tentang hal ini...

Mettacittena,

May All beings b Happy,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Memang, sebelum ini, apakah pernah ada ?

sekalian tanya bos
kalau dalam kejawean meditasinya seperti
dari seperti anapanasati terus ketahap vipassana dan terakhir ke
istilah jawanya gak tahu ( ada air ketuban , ari , gitu lah ) lupa dulu pernah tanya2
dan menyatu dengan alam, alias yg maha esa , gitu yah
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 July 2009, 09:01:31 AM
Namo Buddhaya,
Dear All ;)

Kalau saya boleh ikut mengartikan, bahwa untuk seseorang yang dianggap "Pemuka" agama Buddha, jangan gegabah memberikan statement yang membuat ummat Buddha pemula kaget.

Saya tidak habis pikir, menurut saya kok baru kali ini ya di dalam kalangan Buddhist, ada seorang yang menganggap dirinya telah sadar, kemudian sering menganjurkan untuk meninggalkan "metode-kuno" Jalan Ariya Beruas Delapan dan cukup "eling", "diam", dan "berhenti"... .

Semasa saya masih Kejawen dulu, anjuran seperti ini khas sekali diungkapkan oleh para sesepuh Kejawen. Tapi kalau dianjurkan oleh seorang "pemuka" agama Buddha, saya baru mendengarnya kali ini lewat Bp.Hudoyo.

Apakah rekan2 mempunyai pandangan lain tentang hal ini...

Mettacittena,

May All beings b Happy,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Memang, sebelum ini, apakah pernah ada ?

dear bro ratna yg kritis

sedikit sharing juga, saya menduga adanya pengaruh kejawen di MMD karena melihat adanya hal2 yg mirip seperti keheningan pikiran :

Quote
Melalui latihan bersemedi di harapkan agar orang dapat membebaskan dirinya dari keadaan sekitarnya, yaitu menghentikan segala fungsi tubuh dan keinginan serta nafsu jasmaninya. Hal ini dapat memberikan keheningan pikiran dan membuatnya mengerti dan menghayati hakekat hidup serta keselarasan antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah.

hanya bedanya kalo MMD cukup saat "pikiran berhenti", di kejawen masih terus lanjut ke :

Quote
Apabila orang sudah bebas dari beban kehidupan duniawi (pamudharan), maka orang itu setelah melalui beberapa tahap berikutnya, pada suatu saat akan dapat bersatu dengan Tuhan (jumbuhing kawula Gusti, atau Manunggaling kawula-Gusti)/Pendekatan kepada Illahi

Baru bisa omong dalam hal ini dengan bro ratna, yg saya denger eks kejawen (cmiiw)

Sori kalo dianggap OOT dan melenceng kemana-mana
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 31 July 2009, 09:07:26 AM

Saya tidak habis pikir, menurut saya kok baru kali ini ya di dalam kalangan Buddhist, ada seorang yang menganggap dirinya telah sadar, kemudian sering menganjurkan untuk meninggalkan "metode-kuno" Jalan Ariya Beruas Delapan dan cukup "eling", "diam", dan "berhenti"... .

Ini pun sikap Pak Hud mendua:

~ Terkait memasarkan MMD, Pak Hud mengaku perlunya Sadar, Eling, tanggalkan Aku dsbnya, juga menyatakan JMB-8 dan Tipitaka diragukan dari mulut SB (yg dapat diartikan bahwa, Pak Hud sudah merealisasi "kesadaran Penuh" sehingga bisa melihat kebenaran sesunguhnya)
~ Di pihak lain (mungkin karena sering lepas kontrol dan dipertanyakan), Pak Hud mengaku HANYA eling ketika meditasi duduk, di luar itu AKU-nya kembali.

Menurut saya, jika seseorang mencapai taraf 'eling hanya ketika meditasi duduk' itu sih oke2 (biasa) saja... belum pada kapasitasnya bisa mengoreksi JMB-8 dan Tipitaka.

Jika mempunyai meditasi teknik tersendiri, janganlah membawa bendera2 Ajaran tertentu sembari mengoreksi Ajaran tsb... contohlah Anand Khrisna, yg membimbing meditasi dengan metode tersendiri, namun tidak pernah membawa dan mengoreksi bendera ajaran lain.

Para Arya dari zaman dulu sd sekarang, yg sudah merealisasi tingkatan batin mumpuni, tidak ada yg mengoreksi JMB-8 dan Tipitaka. Bahkan Master Vipassana kelas dunia, SN Goenka dan Gurunya U Ba Khin, yg mengusung meditasi vipassana Universal-pun, mengakui Tipitaka dan JMB-8.

Sesungguhnya, apa yg ingin dicapai dengan sesumbar "Jalan itu diragukan"... "Jalan ini diragukan"..., berdebat kesana-kesini? Ribut di milis2 dan forum2?

Apa yg dapat saya perhatikan dari para guru / master meditasi sejati adalah: mereka tidak pernah malang melintang debat dan ribut2 dgn para pemula di milis2 dan forum2....

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 July 2009, 09:11:17 AM
Namo Buddhaya,
Dear All ;)

Kalau saya boleh ikut mengartikan, bahwa untuk seseorang yang dianggap "Pemuka" agama Buddha, jangan gegabah memberikan statement yang membuat ummat Buddha pemula kaget.

Saya tidak habis pikir, menurut saya kok baru kali ini ya di dalam kalangan Buddhist, ada seorang yang menganggap dirinya telah sadar, kemudian sering menganjurkan untuk meninggalkan "metode-kuno" Jalan Ariya Beruas Delapan dan cukup "eling", "diam", dan "berhenti"... .

Semasa saya masih Kejawen dulu, anjuran seperti ini khas sekali diungkapkan oleh para sesepuh Kejawen. Tapi kalau dianjurkan oleh seorang "pemuka" agama Buddha, saya baru mendengarnya kali ini lewat Bp.Hudoyo.

Apakah rekan2 mempunyai pandangan lain tentang hal ini...

Mettacittena,

May All beings b Happy,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Memang, sebelum ini, apakah pernah ada ?

sekalian tanya bos
kalau dalam kejawean meditasinya seperti
dari seperti anapanasati terus ketahap vipassana dan terakhir ke
istilah jawanya gak tahu ( ada air ketuban , ari , gitu lah ) lupa dulu pernah tanya2
dan menyatu dengan alam, alias yg maha esa , gitu yah

Sekalian OOT deh

Quote
Hal yang mutlak perlu adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari dunia kebendaan, yaitu memiliki sifat rila (rela) untuk melepaskan segala hak milik, pikiran atau perasaan untuk memiliki, serta keinginan untuk memiliki.. melalui sikap rohaniah ini orang dapat membebaskan diri dari berbagai kekuatan serta pengaruh dunia kebendaan di sekitarnya.

Sikap menyerah serta mutlak ini tidak boleh dianggap sebagai tanda sifat lemahnya seseorang; sebaliknya ia menandakan bahwa orang seperti itu memiliki kekuatan batin dan keteguhan iman. Kemampuan untuk membebaskan diri dari dunia kebendaan dan kehidupan duniawi juga melibatkan sikap narima yaitu sikap menerima nasib, dan sikap bersabar, yang berarti sikap menerima nasip dengan rela.

Kemampuan untuk memiliki sikap-sikap semacam itu dapat diperoleh dengan hidup sederhana dalam arti yang sesungguhnya, hidup bersih, tetapi juga dengan jalan melakukan berbagai kegiatan upacara kegiatan upacara yang meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dengan jalan mengendalikan diri, dan melakukan berbagai latihan samadi.

Melalui latihan bersemedi di harapkan agar orang dapat membebaskan dirinya dari keadaan sekitarnya, yaitu menghentikan segala fungsi tubuh dan keinginan serta nafsu jasmaninya. Hal ini dapat memberikan keheningan pikiran dan membuatnya mengerti dan menghayati hakekat hidup serta keselarasan antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah. Apabila orang sudah bebas dari beban kehidupan duniawi (pamudharan), maka orang itu setelah melalui beberapa tahap berikutnya, pada suatu saat akan dapat bersatu dengan Tuhan (jumbuhing kawula Gusti, atau Manunggaling kawula-Gusti)/Pendekatan kepada Illahi.


Kalau saya lihat, istilah samatha masih benar karena sesungguhnya samatha adalah latihan konsentrasi dimana hasilnya adalah Jhana.
Ini bisa kita lihat bhw banyak yg mengajarkan meditasi, samadhi yg ujungnya adalah pencapaian alam brahma, bahkan dari jaman buddha

Namun untuk Vipassana, saya rasa tidak bisa dilakukan selama org tersebut belum mempunyai Pengertian yg Benar (samma ditthi) mengenai nama dan rupa. Itu kenapa Vipassana disebut dengan Insight Meditation, meditasi utk melihat ke dalam diri sendiri yg hasilnya adalah Vipassana Nana (Insight Knowledge)
Penjelasan mengenai nana, bisa dilihat di : http://web.ukonline.co.uk/buddhism/nga02.htm

semoga bermanfaat  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 31 July 2009, 09:24:18 AM

Saya tidak habis pikir, menurut saya kok baru kali ini ya di dalam kalangan Buddhist, ada seorang yang menganggap dirinya telah sadar, kemudian sering menganjurkan untuk meninggalkan "metode-kuno" Jalan Ariya Beruas Delapan dan cukup "eling", "diam", dan "berhenti"... .

Ini pun sikap Pak Hud mendua:

~ Terkait memasarkan MMD, Pak Hud mengaku perlunya Sadar, Eling, tanggalkan Aku dsbnya, juga menyatakan JMB-8 dan Tipitaka diragukan dari mulut SB (yg dapat diartikan bahwa, Pak Hud sudah merealisasi "kesadaran Penuh" sehingga bisa melihat kebenaran sesunguhnya)
~ Di pihak lain (mungkin karena sering lepas kontrol dan dipertanyakan), Pak Hud mengaku HANYA eling ketika meditasi duduk, di luar itu AKU-nya kembali.

Menurut saya, jika seseorang mencapai taraf 'eling hanya ketika meditasi duduk' itu sih oke2 (biasa) saja... belum pada kapasitasnya bisa mengoreksi JMB-8 dan Tipitaka.

Jika mempunyai meditasi teknik tersendiri, janganlah membawa bendera2 Ajaran tertentu sembari mengoreksi Ajaran tsb... contohlah Anand Khrisna, yg membimbing meditasi dengan metode tersendiri, namun tidak pernah membawa dan mengoreksi bendera ajaran lain.

Para Arya dari zaman dulu sd sekarang, yg sudah merealisasi tingkatan batin mumpuni, tidak ada yg mengoreksi JMB-8 dan Tipitaka. Bahkan Master Vipassana kelas dunia, SN Goenka dan Gurunya U Ba Khin, yg mengusung meditasi vipassana Universal-pun, mengakui Tipitaka dan JMB-8.

Sesungguhnya, apa yg ingin dicapai dengan sesumbar "Jalan itu diragukan"... "Jalan ini diragukan"..., berdebat kesana-kesini? Ribut di milis2 dan forum2?

Apa yg dapat saya perhatikan dari para guru / master meditasi sejati adalah: mereka tidak pernah malang melintang debat dan ribut2 dgn para pemula di milis2 dan forum2....

::

Karena ketika duduk di depan layar komputer, PIKIRANNYA tidak diem  ;D sehingga muncul EGO..

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 31 July 2009, 11:25:23 AM
Quote
Berikut pernyataan PH di milis laen :

Quote
Date: Wed, 29 Jul 2009 15:44:42
To: <milis_buddha [at] yahoogroups.com>
Subject: Re: [MB] UNTUK REKAN RATNA KUMARA


Rekan Johnson,

Anda pernah mengikuti retretr MMD beberapa kali. Kalau boleh saya bertanya, apakah Anda pada dewasa ini melakukan MMD?

Berikut jawaban saya terhadap pertanyaan Anda:

(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

(2) Kalau orang "meninggalkan" kesadaran vipassana/MMD, maka terserah kepada masing-masing untuk menganut atau tidak menganut ajaran agamanya semula. Tetapi itu bukan urusan saya lagi.

PS: bila kontroversi yang menyangkut MMD & saya yang terjadi akhir-akhir ini tidak membawa manfaat batin Anda, tentu Anda tidak perlu mengikutinya/membacanya. Tetapi harus saya katakan di sini, bahwa saya mendapat masukan yang sebaliknya dari beberapa orang, bahwa mereka tercerahkan ketika mengikuti kontroversi itu.

Salam,
Hudoyo

Coba perhatikan yang dibold, Jelas dan pantas MMD memang bukan meditasi Buddhist yang diajarkan Sang Buddha dan juga tidak sesuai dengan bahiya sutta,malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta.  Jadi ketiga sutta itu hanya digunakan untuk marketing dengan gaya gerilya jendral Sudirman di milis2 dan forum.

Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa fungsi dari kesadaran vipasanna adalah untuk mengatasi kilesa, bukan mengatasi pikiran. Kalau kilesa ini terendap(dalam samatha) atau  hilang saat bervipasana, maka pikiran itu akan jernih dan cemerlang. Dan yang akan dominan hanya yg disebut 'yang mengetahui' yg melihat apa adanya/yatthabhutamnyanadassanam/pure citta(mungkin ada istilah lain dalam bahasa Abhidhammanya)

Dan jmb 8 dan 4 km bukanlah suatu domain pikiran ataupun produk berpikir. JUSTRU pengejewantahan NYATA jmb 8 dan 4 km yaitu tercapainya magga dan phala dalam artian magga phala inilah WUJUD/NYATA yg bukan produk berpikir dari JMB 8 dan 4 km. Ini yang telah direalisasi PARA ARIYA DAN SANG BUDDHA. Kalau kita sekarang sedang membicarakan jmb8 dan 4 km, ya ini adalah suatu konsep untuk menunjuk yang NYATA/paramatha sacca dan ini diperlukan tapi bukan dilekati, karena mau tidak mau sekarang kita harus berpikir dan mengkomunikasikan dalam suatu bahasa ataupun tulisan sehingga kita bisa  memahaminya.

Kesimpulan jmb8 dan 4 km bukanlah  domain intelek/hasil produk berpikir. Tapi 4 km dan jmb 8 adalah memang produk Paramatha sacca yg dikonsepkan agar mudah dicerna untuk kepentingan mengajar dan belajar.

Jadi sudah jelas dari "apa yang diatasi saat bervipasana" apakah MMD sesuai dengan ajaran Sang Buddha atau tidak.

Jadi ya sekarang terserah kita mau pilih yg mana. Kalau ada statement dari non buddhist mengatakan belajar MMD bermanfaat, karena membuat mereka bisa menjadi sadar, ya bagus dan bermanfaat TETAPI hanya sebatas itu saja. Berbeda dengan pelaksanaan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha untuk merealisasi Dhamma sampai hilangnya kilesa dan bukan hanya sekedar sadar tetapi MAHA SADAR.


Smoga Mereka semua yg berada disini dan dimanapun berada termasuk makhluk dan para Dewa yang berada di 6 penjuru. Smoga mereka berbahagia.  _/\_


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 31 July 2009, 11:44:57 AM
Quote
(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

bro Bond yg lebih mahir dlm meditasi,

sewaktu meditasi (MMD maupun yg lain), adakah cara mengukur hasil
dari meditasi yg sedang berlangsung ? seperti brain wavenya gimana,
detak jantung, pernafasan dst... sehingga bisa menilai apakah meditasi
tsb udah mendekatin hasil yg diinginkan (ke arah yg lebih benar).

menurut saya, Dan hasilnya yg paling penting sewaktu meditasi.
dan memang saat itulah seharusnya tidak terikat dgn ajaran apapun..
tetapi sesaat meditator keluar dari meditasi, ya tetaplah
tingkah laku maupun pikirannya hrs tetap baik.

Adakah alat mengukur hasil meditasi ?

trims sebelumnya  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 31 July 2009, 12:03:39 PM
bro Bond yg lebih mahir dlm meditasi,

sewaktu meditasi (MMD maupun yg lain), adakah cara mengukur hasil
dari meditasi yg sedang berlangsung ? seperti brain wavenya gimana,
detak jantung, pernafasan dst... sehingga bisa menilai apakah meditasi
tsb udah mendekatin hasil yg diinginkan (ke arah yg lebih benar).

menurut saya, Dan hasilnya yg paling penting sewaktu meditasi.
dan memang saat itulah seharusnya tidak terikat dgn ajaran apapun..
tetapi sesaat meditator keluar dari meditasi, ya tetaplah
tingkah laku maupun pikirannya hrs tetap baik.

Adakah alat mengukur hasil meditasi ?

trims sebelumnya  _/\_

Maaf saya nyelip dulu, numpang kasih opini...

IMO,
ukuran keberhasilan meditasi adalah dalam kehidupan sehari2 kita.

Apakah dengan bermeditasi, kita mulai bisa bersabar, toleran, lebih tenang dari sebelumnya.
Jika sebelumnya kita pemarah, gampang tersinggung, sulit menerima keadaan dan setelah bermeditasi sekian lama, kita merasakan perubahan diri, menjadi lebih lapang dada, pikiran nggak gampang terombang-ambing, maka itu artinya meditasi kita berhasil.

Kembalikan lagi ke tujuan dasar kita meyakini Ajaran Buddha sebagai kompas kita, yakni untuk terbebas dari dukkha, maka ukuran keberhasilan latihan (meditasi, penjagaan moral, dll) adalah: mulai berkurangnya dukkha kita.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: nyanadhana on 31 July 2009, 12:08:19 PM
Hanya mereka yang benar2 berpraktek meditasi bisa berkata-kata(komentar)...mereka yang tidak berpraktek hanyalah akan bersuara kosong.
Buddha Dhamma ditemukan dimana-mana,ia tidak tersangkut dalam satu scope agama.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 31 July 2009, 12:17:57 PM
Quote
(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

bro Bond yg lebih mahir dlm meditasi,

sewaktu meditasi (MMD maupun yg lain), adakah cara mengukur hasil
dari meditasi yg sedang berlangsung ? seperti brain wavenya gimana,
detak jantung, pernafasan dst... sehingga bisa menilai apakah meditasi
tsb udah mendekatin hasil yg diinginkan (ke arah yg lebih benar).

menurut saya, Dan hasilnya yg paling penting sewaktu meditasi.
dan memang saat itulah seharusnya tidak terikat dgn ajaran apapun..
tetapi sesaat meditator keluar dari meditasi, ya tetaplah
tingkah laku maupun pikirannya hrs tetap baik.

Adakah alat mengukur hasil meditasi ?

trims sebelumnya  _/\_

Saya belom mahir lah, diatas langit masih ada langit  ;D

Kalau untuk brain wavenya bisa di test dengan alat namanya EEG. (elektromagnet apa gitu...lupa :D)

Kalau untuk tingkatannya/batin, yang saya tau ada 2 cara dan ini diperlukan guru yang mumpuni.

1. Dengan wawancara apa yg telah dicapai dan dialami dan TENTU gurunya pun levelnya harus melebihi atau setara dengan yang dilatih.
2. Dengan kekuatan abinna melihat batin orang itu.

Benar sekali Mr Saceng, saat meditasi tidak perlu melekati ajaran apapun juga tetapi dasar latihan, pandangan dan pengertian akan mempengaruhi hasilnya.
 
Saya ambil contoh banyak pemeditasi saat bermeditasi jatuh ke dalam Bhavanga( saya artikan secara awam adalah bawah sadar) disana keadaanya tenang dan mereka yg tidak tau akan menganggap bisa sebagai jhana, berhentinya pikiran, atau nibbana sementara.

Sama halnya agama lain melihat nimitta cahaya dalam jhana sebagai Tuhan. Oleh karena itu saat bermeditasi meninggalkan semua ajaran dan tidak perlu berpikir dll hanya pada saat ini adalah benar. Entah menyadari saja atau terfokus pada objek atau dengan kata lain entah itu samatha atau vipasana pengertian dan pandangan benar inilah alat kita untuk mendeteksi fenomena2 yg muncul dalam meditasi agar kita bisa melewati ilusi/jebakan-jebakan batman hingga kita bisa selangkah  demi selangkah maju dan tidak mengalami stagnasi.

Jadi tidaklah mungkin kita bermeditasi tanpa ada dasar pengertian dan pandangan benar. Meninggalkan ajaran bukan berarti meninggalkan total tetapi mentransformasikan ajaran secara konsep kedalam bentuk pengalaman Nyata hingga pengertian dan pandangan sejati tercipta. Inilah sebagai yang disebut pembuktian/ehipasiko secara benar. Tentunya kita sebagai buddhist mengikuti cara Sang Buddha bagaimana cara mentransformasikan seperti yg saya jelaskan. Konsep itu tidak salah..yang bahaya adalah jika pengertian dan pandangan salah dalam mengartikan pengalaman meditasi dan konsep itu sendiri.

Refleksi nyata dari hasil meditasi yg diajarkan Sang Tathagata adalah perilaku kita sehari-hari. Tidak tahu kalau jenis meditasi lain yg hasilnya tidak sesuai dengan Dhamma karena ini juga tergantung dari motif dan tujuan kita bermeditasi

Smoga bermanfaat _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 31 July 2009, 01:03:23 PM
Quote
bro Bond:
Kalau untuk tingkatannya/batin, yang saya tau ada 2 cara dan ini diperlukan guru yang mumpuni.
1. Dengan wawancara apa yg telah dicapai dan dialami dan TENTU gurunya pun levelnya harus melebihi atau setara dengan yang dilatih.
2. Dengan kekuatan abinna melihat batin orang itu.

Thanks atas jawabannya bro Bond,

Apakah meditator yg lumayan dgn mudah mengendalikan pikirannya,sehingga dpt dgn cepat dan mudah berpindah2 dari Delta, Theta, Alpha n Beta sekecap ?
itu paling tidak membuktikan bahwa memang dia yaaaa lumayan TERLALIH.

yg mengaku cara meditasinya bagus, coba diukur aja begitu...


Quote
Brainwaves

There are four main types of brainwaves:
Beta (14), Alpha(7-14), Theta(4-7), and Delta(0-4).

Beta waves characterize the conscious waking state at 14 cycles per second and up. The conscious mind does not take suggestion very well. Reasoning, logic, thinking and putting into action what it already knows is mainly what the conscious mind does. Higher cycles of beta waves are used in rituals where a lot of active energy input is needed, as in revenge. A good example is in building a circle cone of power. The more excited one becomes, the higher the cycles per second in the brain.

The alpha state operates at a lower cycle, 7-14 per second level. This is the trance state when the body can no longer be felt, and sounds may become painful. This is the meditation and sleep range. Deep meditation descends into the theta state.

In the alpha state, one is open to suggestion as the conscious logical mind is subdued. The conscious defense barrier is down. Hypnosis takes place on this level. When in the alpha state, we can program our own and/or the minds of others. The deeper you go into alpha, the closer you get to theta.

We can influence others when they are asleep or in the alpha state. This is one reason most mages prefer to do their spell work at night when most people are asleep.

Talking to someone who is sleeping will act to program his or her mind. This can be done, even at a distance with intense concentration, visualizing the individual, and directing thoughts into his/her head. This may have to be repeated several times. The strength of your mind and aura will determine your success. Make sure the thoughts you place in his/her mind are commands, as in telling someone something you want them to do for you. Be calm, but firm and persistent. It may take a while, depending on the strength of your mind, but in time, results will manifest.

Psychic experiences can happen in the alpha state. Both daydreaming and sleep dreaming occur while in the alpha state.

The theta state is 4 - 7 cycles per second. This is where all of our emotional experiences are recorded and is of the subconscious. The theta level opens the door to descend even deeper into the psychic/astral world. While it is possible to have psychic experiences in the alpha state, the most profound experiences occur at the theta level. At this level, one is able to experience astral travel and psychic communication, achieve enlightenment, and enter into other dimensions; this is where past lives can be accessed.

Brain wave activity in the delta state ranges from 0 - 4 cycles per second. This is total unconsciousness, coma.

When in the alpha state, visualizing our desires, as if they are real and actually happening will make them manifest in reality, especially if affirmations are included. In theory, it is said the subconscious mind believes what it is told in this state to be true. Affirmations must be stated in the present tense. The subconscious mind does not understand the word “will” as it is in the undefined future tense. “Will” never happens. Make sure the wording is exactly what you want and look at every aspect, or something unexpected and fated could cause things to go wrong. Wording is important and must be planned carefully. One woman wished to win a contest. She repeatedly told herself she would be the best and went through the entire mental exercises. It turned out she was the best, but because of the biased judges, she lost the contest.

Bagaimana meditator yg udah merasakan nikmatnya meditasi akan
mengerti bahwa tidak ada yg perlu dilekatin,
dan dia dpt membuat keputusan yg benar utk keluar dari kondisi tsb ?
Bukankah pengertian Anicca perlu bagi meditator utk membuat keputusan yg benar ?

(mungkin begitulah pertanyaan saya)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 31 July 2009, 01:14:49 PM
Quote
bro Bond:
Kalau untuk tingkatannya/batin, yang saya tau ada 2 cara dan ini diperlukan guru yang mumpuni.
1. Dengan wawancara apa yg telah dicapai dan dialami dan TENTU gurunya pun levelnya harus melebihi atau setara dengan yang dilatih.
2. Dengan kekuatan abinna melihat batin orang itu.

Thanks atas jawabannya bro Bond,

Apakah meditator yg lumayan dgn mudah mengendalikan pikirannya,sehingga dpt dgn cepat dan mudah berpindah2 dari Delta, Theta, Alpha n Beta sekecap ? Ya, ini adalah salah satu vasi/keahlian dari yang terlatih.
itu paling tidak membuktikan bahwa memang dia yaaaa lumayan TERLALIH. Nah ini adalah salah satu vasi/keahlian

yg mengaku cara meditasinya bagus, coba diukur aja begitu...Ide yang bagus  ^-^


Quote
Brainwaves

There are four main types of brainwaves:
Beta (14), Alpha(7-14), Theta(4-7), and Delta(0-4).

Beta waves characterize the conscious waking state at 14 cycles per second and up. The conscious mind does not take suggestion very well. Reasoning, logic, thinking and putting into action what it already knows is mainly what the conscious mind does. Higher cycles of beta waves are used in rituals where a lot of active energy input is needed, as in revenge. A good example is in building a circle cone of power. The more excited one becomes, the higher the cycles per second in the brain.

The alpha state operates at a lower cycle, 7-14 per second level. This is the trance state when the body can no longer be felt, and sounds may become painful. This is the meditation and sleep range. Deep meditation descends into the theta state.

In the alpha state, one is open to suggestion as the conscious logical mind is subdued. The conscious defense barrier is down. Hypnosis takes place on this level. When in the alpha state, we can program our own and/or the minds of others. The deeper you go into alpha, the closer you get to theta.

We can influence others when they are asleep or in the alpha state. This is one reason most mages prefer to do their spell work at night when most people are asleep.

Talking to someone who is sleeping will act to program his or her mind. This can be done, even at a distance with intense concentration, visualizing the individual, and directing thoughts into his/her head. This may have to be repeated several times. The strength of your mind and aura will determine your success. Make sure the thoughts you place in his/her mind are commands, as in telling someone something you want them to do for you. Be calm, but firm and persistent. It may take a while, depending on the strength of your mind, but in time, results will manifest.

Psychic experiences can happen in the alpha state. Both daydreaming and sleep dreaming occur while in the alpha state.

The theta state is 4 - 7 cycles per second. This is where all of our emotional experiences are recorded and is of the subconscious. The theta level opens the door to descend even deeper into the psychic/astral world. While it is possible to have psychic experiences in the alpha state, the most profound experiences occur at the theta level. At this level, one is able to experience astral travel and psychic communication, achieve enlightenment, and enter into other dimensions; this is where past lives can be accessed.

Brain wave activity in the delta state ranges from 0 - 4 cycles per second. This is total unconsciousness, coma.

When in the alpha state, visualizing our desires, as if they are real and actually happening will make them manifest in reality, especially if affirmations are included. In theory, it is said the subconscious mind believes what it is told in this state to be true. Affirmations must be stated in the present tense. The subconscious mind does not understand the word “will” as it is in the undefined future tense. “Will” never happens. Make sure the wording is exactly what you want and look at every aspect, or something unexpected and fated could cause things to go wrong. Wording is important and must be planned carefully. One woman wished to win a contest. She repeatedly told herself she would be the best and went through the entire mental exercises. It turned out she was the best, but because of the biased judges, she lost the contest.

Bagaimana meditator yg udah merasakan nikmatnya meditasi akan
mengerti bahwa tidak ada yg perlu dilekatin,
dan dia dpt membuat keputusan yg benar utk keluar dari kondisi tsb ? Melalui Panna.
Bukankah pengertian Anicca perlu bagi meditator utk membuat keputusan yg benar ? Benar, itu salah satunya

(mungkin begitulah pertanyaan saya)

bila dia
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 July 2009, 04:35:45 PM
Quote
Berikut pernyataan PH di milis laen :

Quote
Date: Wed, 29 Jul 2009 15:44:42
To: <milis_buddha [at] yahoogroups.com>
Subject: Re: [MB] UNTUK REKAN RATNA KUMARA


Rekan Johnson,

Anda pernah mengikuti retretr MMD beberapa kali. Kalau boleh saya bertanya, apakah Anda pada dewasa ini melakukan MMD?

Berikut jawaban saya terhadap pertanyaan Anda:

(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

(2) Kalau orang "meninggalkan" kesadaran vipassana/MMD, maka terserah kepada masing-masing untuk menganut atau tidak menganut ajaran agamanya semula. Tetapi itu bukan urusan saya lagi.

PS: bila kontroversi yang menyangkut MMD & saya yang terjadi akhir-akhir ini tidak membawa manfaat batin Anda, tentu Anda tidak perlu mengikutinya/membacanya. Tetapi harus saya katakan di sini, bahwa saya mendapat masukan yang sebaliknya dari beberapa orang, bahwa mereka tercerahkan ketika mengikuti kontroversi itu.

Salam,
Hudoyo

Coba perhatikan yang dibold, Jelas dan pantas MMD memang bukan meditasi Buddhist yang diajarkan Sang Buddha dan juga tidak sesuai dengan bahiya sutta,malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta.  Jadi ketiga sutta itu hanya digunakan untuk marketing dengan gaya gerilya jendral Sudirman di milis2 dan forum.

Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa fungsi dari kesadaran vipasanna adalah untuk mengatasi kilesa, bukan mengatasi pikiran. Kalau kilesa ini terendap(dalam samatha) atau  hilang saat bervipasana, maka pikiran itu akan jernih dan cemerlang. Dan yang akan dominan hanya yg disebut 'yang mengetahui' yg melihat apa adanya/yatthabhutamnyanadassanam/pure citta(mungkin ada istilah lain dalam bahasa Abhidhammanya)

Dan jmb 8 dan 4 km bukanlah suatu domain pikiran ataupun produk berpikir. JUSTRU pengejewantahan NYATA jmb 8 dan 4 km yaitu tercapainya magga dan phala dalam artian magga phala inilah WUJUD/NYATA yg bukan produk berpikir dari JMB 8 dan 4 km. Ini yang telah direalisasi PARA ARIYA DAN SANG BUDDHA. Kalau kita sekarang sedang membicarakan jmb8 dan 4 km, ya ini adalah suatu konsep untuk menunjuk yang NYATA/paramatha sacca dan ini diperlukan tapi bukan dilekati, karena mau tidak mau sekarang kita harus berpikir dan mengkomunikasikan dalam suatu bahasa ataupun tulisan sehingga kita bisa  memahaminya.

Kesimpulan jmb8 dan 4 km bukanlah  domain intelek/hasil produk berpikir. Tapi 4 km dan jmb 8 adalah memang produk Paramatha sacca yg dikonsepkan agar mudah dicerna untuk kepentingan mengajar dan belajar.

Jadi sudah jelas dari "apa yang diatasi saat bervipasana" apakah MMD sesuai dengan ajaran Sang Buddha atau tidak.

Jadi ya sekarang terserah kita mau pilih yg mana. Kalau ada statement dari non buddhist mengatakan belajar MMD bermanfaat, karena membuat mereka bisa menjadi sadar, ya bagus dan bermanfaat TETAPI hanya sebatas itu saja. Berbeda dengan pelaksanaan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha untuk merealisasi Dhamma sampai hilangnya kilesa dan bukan hanya sekedar sadar tetapi MAHA SADAR.


Smoga Mereka semua yg berada disini dan dimanapun berada termasuk makhluk dan para Dewa yang berada di 6 penjuru. Smoga mereka berbahagia.  _/\_

Kalau begitu, apa boleh dibilang sesungguhnya MMD adalah ajaran JK berkedok Buddhism via 3 sutta?... cmiiw



NB utk rekan lainnya : Disini bukan mempermasalahkan mengenai merek/label buddhism jadi tolong jangan diselewengkan seolah menjadi fanatisme/melekat pada merek, bhw yg kontra itu melekat sedang MMD itu mengatasi agama jadi lebih benar MMD.
 
Yang dipermasalahkan adalah kalau memang mau usung ajaran JK, yah silahkan saja tapi tidak usah menggunakan label buddhism seperti vipassana atau sutta, tidak perlu memunculkan "dukungan bhante"

Saya merasa perlu memberikan batasan ini karena seringkali sering disalah artikan oleh beberapa rekan bhw seolah yg kontra MMD itu "melekat" pada label buddhism, melekat pada konsep atau tipitaka.

Namun penjelasan bro bond diatas sudah jelas memperlihatkan apa yg dimaksud dgn buddhism, yg notabene berbeda dengan apa yg ada di MMD
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 July 2009, 04:40:57 PM
Comotan lainnya lagi :



Quote
Re: tentang J. Krishnamurti
Posted by: "Hudoyo Hupudio" hudoyo [at] cbn.net.id   hudoyo1
Wed Jul 29, 2009 8:59 pm (PDT)


Salam, Mas Wahyudi,

Ini Mas Wahyudi yang pernah ikut retret MMD di Solo? Kalau tidak salah
Anda tinggal di Yogya, bukan?

Berikut jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda:

(1) K tidak mengajarkan sistem kepercayaan/agama apa pun. Mengapa? Karena
yang namanya kepercayaan/agama selalu merupakan produk dari pikiran
(berpikir).


Alihalih ia mengajarkan agar orang mengamati/menyadari gerak-gerik
pikirannya sendiri. Karena pikiran--yang menciptakan kesadaran-aku--itulah
sumber konflik & penderitaan baginya.
Berhentinya pikiran/aku itulah lenyapnya penderitaan.

(2) Kalau Anda bisa menangkap intisari jawaban saya #1, maka Anda bisa
menjawab sendiri pertanyaan Anda #2.
Kalau pikiran berhenti, masih adakah "Tuhan"? Cobalah praktikkan sendiri,
amati pikiran Anda sendiri.

Selanjutnya, bila Anda ingin membaca-baca lebih lanjut tentang ajaran K,
silakan masuk ke Forum Diskusi MMD, http://meditasi-mengenal-diri.ning.com

Bila Anda sudah memahami hakikat yang terkandung dalam jawaban saya #1 dan
#2, maka dengan perenungan sedikit tentu Anda akan memahami pernyataannya
yang terkenal tentang Tuhan:

"Tuhan ada bila aku tidak ada; bila aku ada, Tuhan tidak ada."

PS: Tidak ada buku yang berjudul "100 pertanyaan yang mustahil" dari J.
Krishnamurti. Yang ada BUKU "Pertanyaan yang Mustahil" (The Impossible
Question). Buku itu bisa Anda pesan dari Yayasan Krishnamurti Indonesia.
Alamatnya saya lupa, tapi bisa dicari di internet.

Salam,
Hudoyo
Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com

> salam hormat pak hudoyo,
>
> lewat internet saya banyak mengetahui kalo pak hudoyo sering membahas
pemikiran-pemikiran J. Krishnamurti. Jujur aja pak sampai saat ini saya
masih belum jelas mengenai pendirian J. Krishnamurti tentang ke-Tuhanan.
singkat saja ya pak. saya ingin mengajukan beberapa pertnyaan antara
lain :
> 1. apakah J. Krishnamurti tidak mempunyai suatu sistem kepercayaan
tertentu atau menganut  agama tertentu ?
> 2. Bagaimana pemikiran J. Krishnamurti tentang Ke-Tuhanan ? saya sdah
membaca artikelnya tapi malah bingung sendiri.
> o ya pak hudoyo mungkin bisa menolong memberi saya artikel tentang "100
pertanyaan yang mustahil" dari J. Krishnamurti. kalo mungkin ada dan pak
hudoyo bersedia.
> terima kasih sebelumnya. saya tnggu jawabannya.
>
> wahyudi, di solo.

Kembali disini kita semua bisa melihat bhw PH mengulang2 mengenai agama yg merupakan produk pikiran.

dan kembali PH bermain dengan kata Berhentinya Pikiran, namun kali ini ditambahkan dengan kata "aku"
Quote
Berhentinya pikiran/aku itulah lenyapnya penderitaan

dan mari kita lihat mengenai vipassana itu sendiri

Quote
bond wrote : Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa fungsi dari kesadaran vipasanna adalah untuk mengatasi kilesa, bukan mengatasi pikiran


Semoga bs memberi gambaran yg lebih lengkap bagi rekan2 sekalian...........
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 31 July 2009, 04:54:28 PM
Saya rasa meneruskan hal ini percuma deh, masalah ini bukannya sudah selesai, rasanya kalau diteruskan malah seakan2 jadi sepihak untuk menjelek2an MMD dan rasanya hal ini sudah tidak ada gunanya, iya toh (SAMITA mode = ON) =)) Lock?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 31 July 2009, 05:06:15 PM
setuju Ryu, lagipula gak ada yg berniat mengamandemen fatwa DC tahun lalu kan?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 July 2009, 05:09:03 PM
Terserah para sepuh aja, aye sih cuma infoin mengenai apa yg tidak sesuai dan yg sesuai tipitaka aja
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 31 July 2009, 05:13:15 PM
karena blm ada fatwa baru yg membatalkan fatwa lama, berarti fatwa lama masih berlaku, "MMD bukan Buddhism"
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 31 July 2009, 05:17:37 PM
IMO. Topik ini jangan di lock, bagi yg ingin menggali lebih jauh silakan terus mengikuti dan biarkan thread ini berhenti dengan sendirinya jika bisa demikian. seperti yang lalu-lalu berhenti dengan sendirinya.. Sehingga kalo ada yg lirik2 di DC ada bahan perbandingan. _/\_


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 31 July 2009, 08:16:47 PM
mo nambahin....

Yg namanya melekat sih sama aja, nggak Buddhism nggak MMD... dua2nya bisa jadi objek kemelekatan....

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 31 July 2009, 08:56:36 PM
yg jadi masalah kalo melekat tapi ngakunya gak melekat
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 31 July 2009, 11:29:03 PM
Namo Buddhaya, _/\_

Ada tambahan dari dialog JK dengan BBC yang kemarin "ketinggalan" tidak saya bahas.
Berikut ini adalah isi dialognya :

   P: Lalu bagaimana kita mencapainya? Itu terasa   seperti mencapai nirvana, mencapai tujuan tertinggi.

   K: Bukan. Tujuan tertinggi--jika boleh kita  menamakannya demikian--adalah sesuatu yang  sepenuhnya suci, sepenuhnya tidak terkotori oleh pikiran.


Jadi, J.Krishnamurti sendiri tidak pernah menyatakan bahwa “Berakhirnya-Konflik” tersebut sama-dengan “Tujuan-Tertinggi” yang Beliau sebut dengan “SESUATU YANG SEPENUHNYA SUCI”. Berakhirnya konflik, dalam konteks dialog diatas, juga tidak berarti sama dengan “MENCAPAI NIRWANA”. Dan Nirwana itu, semua ummat Buddha sedunia tahu, adalah “BERAKHIRNYA PENDERITAAN” ( Secara harafiah : Nir= Tanpa ; Vana = Jalinan Nafsu Keinginan ).

Jadi, kalau "berakhirnya-konflik" kemudian dipersamakan artinya dengan "berakhirnya-dukkha" (Nibbana), maka itu sebenarnya suatu kesalahkaprahan.

Pak Hudoyo menulis :

Sekali lagi, tujuan MMD adalah berada pada saat kini terus-menerus; di dalam MMD orang tidak memandang ke masa depan. Bila orang bisa berada dalam keadaan itu terus-menerus, di situlah terdapat kemungkinan—itulah pintu—menuju BERAKHIRNYA KONFLIK dan penderitaan eksistensial manusia; inilah yang dicari oleh umat manusia sepanjang zaman.
[ Sumber :  http://meditasi-mengenal-diri.org/mmd_apaitu.html ]



Suatu kesan "pemaksaan" pengertian bahwa berakhirnya-konflik = berakhirnya penderitaan manusia.

Padahal, konflik yang dibahas dalam dialog J.Krishnamurti itu adalah konflik2 dalam kehidupan sehari-hari. Dan ini berbeda dengan "berakhirnya-dukkha" sebagai berakhirnya jelmaan Panca-Khanda menurut yang diajarkan Buddhisme. Berikut lanjutan dialog tersebut untuk lebih jelasnya :

   P: Tapi bagi kebanyakan dari kita itu suatu daya  upaya. Jadi bagaimana kita sampai ke situ?
   JK: Saya rasa, itu muncul jika kita mempunyai  persepsi langsung mengenai sesuatu, bahwa konflik  menghancurkan martabat manusia, rasa kedalaman  manusia, dan sebagainya, dan kita mempunyai  kesadaran mendalam tentang itu, lalu itu berhenti seketika, bagi saya.




Demikian tambahan dari saya.

Bila ada kekeliruan, mohon koreksinya.

Mettacittena. _/\_


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 02 August 2009, 10:26:16 PM
Quote
From: Hudoyo Hupudio <hudoyo [at] cbn.net.id>
Subject: [samaggiphala] Untuk Sdr Markos Prawira & Bond di Dhammacitta.org
To: samaggiphala [at] yahoogroups.com
Date: Saturday, 1 August, 2009, 7:21 PM

 

Dari: Milis Sahabat Hikmahbudhi

Sdr Bond di Dhammacitta. org menyatakan: "Jelas dan pantas MMD memang bukan meditasi Buddhist yang diajarkan Sang Buddha dan juga tidak sesuai dengan bahiya sutta,malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta." Di samping itu, Sdr Bond telah melakukan pelecehan 'ad hominem' terhadap saya dalam tulisannya itu.

Pernyataan Sdr Bond yang dikutip oleh Sdr Markos Prawira itu tidak
disertai pembuktian material bahwa MMD "tidak sesuai dengan Bahiya-sutta, Malunkyaputta- sutta & Mulapariyaya- sutta". Alih-alih ia bicara panjang lebar tentang doktrin-doktrin Buddhisme lain yang TIDAK TERDAPAT dalam ketiga sutta itu, dan yang justru telah ditanggalkan dalam pelaksanaan vipassana/MMD sesuai ajaran Sang Buddha dalam ketiga sutta itu.

Kalau Sdr Bond tidak mampu membuktikan pernyataannya itu secara material berdasarkan Bahiya-sutta, Malunkyaputta- sutta & Mulapariyaya- sutta, maka jelas ucapannya itu hanyalah pepesan kosong belaka yang tidak perlu dihiraukan.

Hudoyo
Situs Web MMD: http://meditasi- mengenal- diri.org
Forum Diskusi MMD: http://meditasi- mengenal- diri.ning. com


Walah bapak satu ini merasa terbuka kedoknya...sampai-sampai mengajak pembaca untuk tidak menghiraukan tulisan saya.... Kalau saya sih terserah mau dibaca atau tidak, saya hanya mengulas. Artinya apa ya, apakah takut ketahuan pak? :))

Sengaja saya tulis disini saja, karena saya tau Master MMD itu pasti lirik kesini tapi TAKUT posting karena.....perkataanya sendiri. ^-^. Lagian posting di Milis SP lama... ^-^

OK karena bersangkutan/si Master keliatannya minta bukti , saya posting disana saja biar menghemat waktu. Kalau ada yang mau bantu posting di SP, saya ucapkan terima kasih.  _/\_

Quote
Tulisan bapak Hudoyo master MMD

Date: Wed, 29 Jul 2009 15:44:42
To: <milis_buddha [at] yahoogroups.com>
Subject: Re: [MB] UNTUK REKAN RATNA KUMARA


Rekan Johnson,

Anda pernah mengikuti retretr MMD beberapa kali. Kalau boleh saya bertanya, apakah Anda pada dewasa ini melakukan MMD?

Berikut jawaban saya terhadap kepenasaran Master MMD : Bandingkan dua quote yang saya bold :

(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

....
Salam,
Hudoyo

Quote
by bond
Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa fungsi dari kesadaran vipasanna adalah untuk mengatasi kilesa, bukan mengatasi pikiran. Kalau kilesa ini terendap(dalam samatha) atau  hilang saat bervipasana, maka pikiran itu akan jernih dan cemerlang. Dan yang akan dominan hanya yg disebut 'yang mengetahui' yg melihat apa adanya/yatthabhutamnyanadassanam/pure citta(mungkin ada istilah lain dalam bahasa Abhidhammanya)

Nah mari kita lihat percakapan di bawah ini kembali sebelum saya ulas lebih dalam  percakapan WHS dengan pak Hudoyo:


Quote
http://www.facebook.com/note.php?note_id=113470851639&comments=

Whs:Apakah berhentinya pikiran bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pak selain saat bermeditasi? misal saat saya mengetik, bukankah pikiran ini bergerak dan berarti 'aku' bekerja?
Mohon penjelasanya. terima kasih sebelumnya. Amituofo

Hudoyo:
Ketika Anda mengetik surat, tentu Anda membutuhkan pikiran, jadi gunakan pikiran, Anda tidak bisa mengetik surat sambil bermeditasi.
Tetapi bahkan di dalam mengetik satu surat itu pun kadang-kadang Anda berhenti, menarik napas panjang, minum kopi dulu, melihat keluar jendela, dsb. Nah, apa yang terjadi dengan pikiran Anda pada saat-saat itu? ... Read MoreBiasanya melamun, bukan.
Nah, secara singkat inilah challenge Krishnamurti kepada kita: "BISAKAH PIKIRAN BERHENTI, DAN HANYA BERGERAK BILA BENAR-BENAR DIBUTUHKAN?" ("Can thinking stop, and only moves when really needed?")
Kalau Anda mampu melakukannya, berarti Anda bisa bermeditasi di tengah-tengah kesibukan sehari-hari.

Lain lagi dengan kegiatan makan misalnya. Makan adalah kegiatan fisik yang sedikit sekali membutuhkan pikiran. Oleh karena itu ketika makan biasanya pikiran ini melamun. Nah, di sini terlebih lagi relevan tantangan Krishnamurti: "Bisakah pikiran ini berhenti, dan hanya bergerak ketika benar-benar dibutuhkan?"
Terima kasih atas jawaban bapak. Kalau boleh saya mau bertanya lagi. Apakah artinya juga bila ketika dalam beraktivitas memerlukan pikiran bergerak artinya si 'aku' muncul?

Begini: kesadaran-aku itu hanya muncul bersama munculnya pikiran. Kalau pikiran diam, kesadaran-aku itu juga lenyap. Ini bisa Anda alami sendiri di dalam meditasi.
Dengan demikian dapat dikatakan, aku itu sinonim dengan pikiran, dua-duanya berjalan seiring.
Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa dilihat dalam beberapa contoh.
Pertama, ketika kita ... Read Moremenonton bioskop layar lebar, bila ceritanya menarik dan memukau, untuk sementara pikiran & si aku berhenti, Anda terseret oleh jalan cerita film itu. Tetapi ada saat-saat ketika pikiran bergerak lagi, lalu muncullah aku, yang menyadari, "Ah, itu cuma film, aku sedang duduk di teater bersama orang lain, dsb dsb." Pada saat itu jalan cerita film itu mulai luntur karena dicemari oleh pikiran beserta kesadaran-aku yang muncul.

Contoh kedua, pada waktu orang sangat terkejut, biasanya pikiran & aku berhenti untuk sesaat. Misalnya ketika ada petir menyambar di dekat kita. Pada saat itu, kita terkesima, pikiran & aku berhenti untuk sesaat. Tetapi saat berikutnya, muncullah kembali pikiran & aku: "Wah, barusan ada petir. Untung aku tidak kena ... dsb dsb."
Nah, berhentinya pikiran & aku ini bisa Anda alami dalam vipassana/MMD.

Whs:
Tadi bapak mengatakan aku itu sinonim dengan pikiran , dua-duanya berjalan seiring. Apakah berhentinya pikiran ini bisa dikatakan lenyapnya dukkha?
Terima kasih untuk jawaban sebelumnya. Amituofo

Hudoyo:
Betul, aku itu berakhir KARENA pikiran berhenti. Berakhirnya pikiran dan aku, itulah berakhirnya dukkha.
Ini uraian Sang Buddha sendiri dalam Mulapariyaya-sutta dasn Bahiya-sutta. Di situ Sang Buddha menjelaskan tentang terjadinya proses pikiran pada orang biasa (puthujjana), pada orang yang berlatih vipassana, dan proses batin seorang arahat & ... Read Moretathagata.
Bila Anda sungguh-sungguh berminat, bacalah lebih dulu artikel "Pengantar Mulapariyaya-sutta" di Notes saya, yang saya hiasi banyak gambar & foto menarik. Lalu ada pula "Mulapariyaya-sutta" sendiri yang terasa kering. Dan terakhir "Bahiya-sutta" yang pendek, tapi lugas & jelas.


 Lenyapnya dukkha yang sesungguhnya yang SELALU diajarkan Sang Buddha adalah ketika kilesa demi kilesa hilang/hancur sampai keseluruhan kilesa untuk selamanya yang dimulai dari sotapanna sampai dengan arahat. Pencapaian Arahat adalah puncak dimana kilesa hilang seluruhnya dan Citta/ pikiran bebas dari kilesa ini untuk selamanya.  Dalam paticasamupada sebab dari dukha adalah Avijja yang merupakan kilesa. Dan Lenyapnya dukkha adalah lenyapnya Avijja/kilesa-kilesa. Bukan berhentinya pikiran. Jelas bukan, dua perbedaan ini?.DAN yang diajarkan Sang Buddha di Bahiya sutta, Mulapariyaya Sutta dan Malunkyaputta sutta adalah bagaimana dukkha ini lenyap atau dengan kata lain menghancurkan sumber dari dukkha yaitu kilesa tadi. Dan SB juga mengajarkan bagaimana dalam bervipasanna melihat kilesa ini dan timbulnya pengetahuan untuk menghilangkan kilesa ini(Asavakkhayanyana /pengetahuan penghancuran noda-noda batin).

Apakah ini doktrin? ini bukanlah doktrin. Ini adalah realita bagi yang sudah mengalami. Kalau belum dan karena memang tidak sanggup dan mengatakan doktrin, ini adalah kebodohannya sendiri bukan? Kalau mau bukti nyata orang yg sudah mengalami, saya bisa menunjukan orangnya dan om Master MMD bisa menanyakan langsung. Jangan sampai ketika ingin dipertemukan nara sumbernya, malah mengatakan tidak ada kepentingannya tetapi hanya bisa mengkritik tapi tidak mau bertemu. Misal mengkritik Paauk Sayadaw. Giliran Paauk Sayadaw ke Indonesia ke cibodas, diajak untuk mengklarifikasi, malah tidak berani dengan berbagai alasan ha..ha.  Aneh bukan?apa artinya seorang pengkritik hanya berani dibelakang tapi tidak berani langsung ke nara sumbernya? silakan diartikan sendiri he..he

ini buktinya :
Quote
by bond
Pak Hud bisa hubungi charles di 08121050996 dia yg menerima pendaftaran utk retreat dan informasi2 ttg Paauk Sayadaw. Nah kalo bisa Pak Hud bisa tanya langsung mumpung Pa-auknya datang. Setelah itu share sama kita2.
Quote
by Hudoyo
Saya tidak berminat untuk berdebat dengan siapa pun. ... Minat saya hanya membuka mata orang mengenai hal-hal yang menurut perasaan saya patut dipertanyakan. ... Sebatas itu saja. ... Silakan saja kalau ada yang mau menanyakan langsung kepada beliau. ...
--->TSnya sendiri yg buka pertanyaan. ^-^ http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2877.15.html

Jadi dengan penggunaan 3 sutta oleh Master of MMD adalah merupakan pengalihan isu seakan-akan JK sebagai sumber inspirasi Pak Hud sama dengan ajaran Sang Buddha. Padahal JK sendiri tidak ingin diembel-embelkan dengan label agama.
Jelas pula berhentinya pikiran bukanlah lenyapnya dukkha. Dukkha yang laten selalu ada apabila kilesa masih ada.
Jika diartikan berhentinya pikiran = lenyapnya dukkha seperti yang diutarakan oleh master MMD/Pak Hudoyo MAKA JELASLAH MMD berguna sebatas saat bermeditasi tetapi tidak dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Karena dalam kehidupan sehari-hari pasti pikiran bergerak dgn demikian ada dukkha terus. Arahat pun pikirannya bisa bergerak ketika dia harus berbicara, menulis , memberi ceramah Dhamma dsb. Termasuk ketika Sang Buddha ditanya dengan berbagai pertanyaan oleh para ahli agama, brahmana dan pertapa dijaman itu. Hanya Sang Buddha menjawab dengan hati yang tanpa kilesa. Apakah artinya Sang Buddha ataupun arahat batinnya masih ada dukkha?

Nah semoga penjelasan ini membuka pintu hati kita dan smoga Pak Hudoyo sehat-sehat selalu dan mencapai cita-citanya, dan tidak perlu khawatir MMDnya tergusur. Berlian akan selalu berkilau kalau memang berlian kalau batu tanah liat sekali kepruk ya hancur. Saya yakin murid-murid MMD akan menyampaikan hal ini sekalipun berbisik-bisik. ^-^ kalau tidak disampaikan berarti bukanlah murid yang baik dan berbakti terhadap master/gurunya.

Ok sampai disini saja pembuktiannya ya.....paling-paling jawaban disana atau di milis MMD hanya berputar-putar dan bermain lidah seperti dulu. Kalau masih kurang jelas saran saya untuk pak Hudoyo : jangan kebanyakan gerilya di milis2 nanti hasil MMD nya pecah atau menjadi Dhamma yang pecah. Jam terbang meditasinya ditingkatkan pak dan kurangi perdebatan yang ngotot kemana-mana ya...  _/\_

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 03 August 2009, 07:45:29 AM
:jempol: +1 :D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 03 August 2009, 08:24:13 AM
Quote
bond : Arahat pun pikirannya bisa bergerak ketika dia harus berbicara

jangan lupa rungga udara, paru2, pita suara, bibir, muka,... dan banyak lagi sih
yg bergerak. Cuma nafsu keakuaan, kemarahannya yg TIDAK BERGERAK.


(http://www.germes-online.com/direct/dbimage/50252174/Stoning_Hammer.jpg)
kalau mau tidak bergerak, gw punya cara jitu...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 03 August 2009, 08:42:30 AM
^
Palunya keren2...

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 03 August 2009, 08:47:58 AM
Quote
bond : Arahat pun pikirannya bisa bergerak ketika dia harus berbicara

jangan lupa rungga udara, paru2, pita suara, bibir, muka,... dan banyak lagi sih
yg bergerak. Cuma nafsu keakuaan, kemarahannya yg TIDAK BERGERAK.


(http://www.germes-online.com/direct/dbimage/50252174/Stoning_Hammer.jpg)
kalau mau tidak bergerak, gw punya cara jitu...

Wah + 1 untuk saceng dan om haa.... juga.  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 03 August 2009, 09:19:21 AM
Quote
bond : Arahat pun pikirannya bisa bergerak ketika dia harus berbicara

jangan lupa rungga udara, paru2, pita suara, bibir, muka,... dan banyak lagi sih
yg bergerak. Cuma nafsu keakuaan, kemarahannya yg TIDAK BERGERAK.


bro saceng makin hebat aja nih......... saking salutnya, aye angkat 6 jempol (ada yg bisa minjemin 2 jempol?)  ;D

(http://www.wiztext.com/largest/images/Day03/MVC-583S.JPG)

World's largest hammer  :P
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 03 August 2009, 09:22:25 AM
PH mengelak dimana dia ga post di sahabat_hikmahbudhi, milis_buddha dan mubi lagi.....

ini terlihat dari salah satu postingnya :

Quote
---------- Forwarded message ----------
From: Hudoyo Hupudio <hudoyo [at] cbn.net.id>
Date: Aug 2, 2009 12:13 AM
Subject: [samaggiphala] Re: Untuk Sdr Markos Prawira & Bond di Dhammacitta.org
To: patria_net [at] yahoogroups.com, FAMB_id [at] yahoogroups.com, blia [at] yahoogroups.com, daunbodhiindonesia [at] yahoogroups.com, FPBI [at] yahoogroups.com, mahasathi [at] yahoogroups.com, samaggiphala [at] yahoogroups.com, siddhi [at] yahoogroups.com

 [at] bond : saya akan bantu forward posting ke milis
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 03 August 2009, 09:31:24 AM
PH mengelak dimana dia ga post di sahabat_hikmahbudhi, milis_buddha dan mubi lagi.....

ini terlihat dari salah satu postingnya :

Quote
---------- Forwarded message ----------
From: Hudoyo Hupudio <hudoyo [at] cbn.net.id>
Date: Aug 2, 2009 12:13 AM
Subject: [samaggiphala] Re: Untuk Sdr Markos Prawira & Bond di Dhammacitta.org
To: patria_net [at] yahoogroups.com, FAMB_id [at] yahoogroups.com, blia [at] yahoogroups.com, daunbodhiindonesia [at] yahoogroups.com, FPBI [at] yahoogroups.com, mahasathi [at] yahoogroups.com, samaggiphala [at] yahoogroups.com, siddhi [at] yahoogroups.com

 [at] bond : saya akan bantu forward posting ke milis


Anumodana bro Markos  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 03 August 2009, 09:38:09 AM
Saya justru melihat bhw poin penolakan JMB-8 dan dalam hal tipitaka adalah suatu yg mendasar yah

Mengenai dualisme, disini bro Kai sebenarnya justru menguatkan bhw dualisme itu sesungguhnya dilakukan utk tujuan marketing yaitu supaya menarik bagi kalangan non buddhism

Sementara apa yg dilakukan oleh bro Kai (yg sama spt saya lakukan juga) yaitu semata memberitahu mengenai kebenaran yg sesungguhnya ke lingkungan sekitar yg non buddhis tapi bukan untuk tujuan marketing, bukan utk supaya orang ikut

Jadi dalam hal ini, saya setuju dengan ko will dimana 3 hal ini adalah permasalahan fundamental mengenai MMD
Ini juga saya tidak tahu. Tetapi kalau saya jadi Pak Hudoyo dan mau mendapatkan "customer" sebanyak-banyaknya, saya tidak akan "menolak" JMB 8 yang sudah pasti ditentang mayoritas umat Buddha. Berbeda halnya dengan idealisme, yang biarpun kehilangan pendukung, tetap pada idealismenya.  



Quote
Sangat setuju mengenai anak itu, hanya kalau saya lihat kembalikan ke motifnya. Ada yg membimbing supaya tahu kebenaran, tanpa pamrih apapun seperti anda yg memberitahu teman mengenai ini loh kebenaran tanpa ada niat utk marketing/menarik

Nah apakah dalam kondisi anak itu, bisa dilihat motif tanpa pamrih, ataukah justru itu merupakan strategi promosi "produknya"?

Pun saya sangat setuju jika memang sikap membimbing siapa saja tanpa kecuali, dijadikan teladan.
Sangat disayangkan jika ada oknum yg membimbing tapi dengan pamrih

Ada orang berdana dengan pamrih. Berdana-nya diteladani. Pamrihnya jangan.
Darimana kita tahu dana seseorang pamrih atau tidak? Saya tidak tahu dan tidak spekulasi.


mungkin kasus yg diangkat jadi berbeda yah bro...... para bhikkhu mengajarkan mengenai JMB-8, memberikan landasan berbasis Tipitaka sehingga ini jelas acuannya

hal yg berbeda dengan MMD dimana Tipitaka 99.9% ditolak termasuk pelaksanaan JMB-8 yg sesungguhnya adalah jalan menuju kesucian
bahkan MMD menekankan tidak ada tujuan, tidak ada jalan, tidak ada "kesucian", yg notabene cocok dengan JK spt sudah diulas oleh bro ratna kumara

Ko Will pernah bilang ke PH : Kalau memang mau usung JK, ga perlu bawa bendera vipassana, bendera buddhism ( [at]  ko will : cmiiw)

semoga perbedaanya bisa terlihat yah

Bagi saya tidak berbeda apakah ia seorang bhikkhu, Buddhis atau apa. Kalau mengacu pada Sutta, semua orang yang belum mencapai kesucian tetapi mengajar, dikatakan Buddha seperti orang yang tidak mengurusi ladangnya sendiri, tetapi mengurusi ladang orang lain.

Mengenai JMB 8, setahu saya tidak dibilang PH bahwa itu harus ditolak. Ini memang beda dengan pendapat saya di mana kalau menurut saya, JMB 8 membawa pembebasan atau tidak, tergantung orangnya. PH bilang tidak membawa pada pembebasan. Umat Buddha lain bilang pasti membawa pada pembebasan. Masing-masing punya argumen sendiri, jadi saya tidak bilang siapa benar dan siapa salah.

Soal tidak ada jalan, tidak ada tujuan, tidak ada kesucian, kembali lagi saya katakan itu masalah istilah, sama seperti "pikiran berhenti". Kadang istilah yang digunakan PH tidak lazim bagi umat Buddha. Awalnya juga saya banyak sekali bertentangan, tetapi setelah beberapa kali diskusi, saya jadi mengerti maksudnya.

Nah, mengenai Tipitaka ini mungkin sedikit rumit di mana memang PH cenderung tidak pakai kitab lain kecuali Bahiya, Mulapariyaya dan Malunkya Sutta. Saya setuju dengan PH bahwa satu kitab yang cocok lebih baik daripada seribu kitab yang tidak cocok. Tetapi saya tidak cocok dengan penolakan PH terhadap kitab lainnya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 03 August 2009, 10:08:38 AM
Quote
Mengenai JMB 8, setahu saya tidak dibilang PH bahwa itu harus ditolak. Ini memang beda dengan pendapat saya di mana kalau menurut saya, JMB 8 membawa pembebasan atau tidak, tergantung orangnya. PH bilang tidak membawa pada pembebasan. Umat Buddha lain bilang pasti membawa pada pembebasan. Masing-masing punya argumen sendiri, jadi saya tidak bilang siapa benar dan siapa salah.

Mengenai menolak atau tidak, saya rasa sudah jelas pada kejadian 1 tahun yg lalu. Buku putihnya masih ada  ^-^

Mengapa Umat Buddha mengatakan jmb 8 pasti membawa pembebasan? Karena Sang Tathagata mengajarkan jmb 8 sesuai apa yang telah direalisasi-Nya. Dan bagi yang mau praktek Dhamma tentu saja pasti. Jadi jmb 8 itu memang untuk dilaksanakan. Kalau orang tidak mencapai pembebasan itu artinya yang salah adalah orangnya bukan jmb 8. Jadi antara Dhamma itu sendiri dan pelaksana Dhamma ataupun bukan pelaksana Dhamma adalah dua hal yang berbeda.

Yang pasti mereka yang menolak, ragu2 terhadap jmb 8 sudah pasti tidak dapat mencapai pembebasan alias mencapai nibbana. Jangan diartikan jmb 8 sebagai konsep belaka tetapi itulah Dhamma.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 03 August 2009, 12:21:14 PM
Mengenai menolak atau tidak, saya rasa sudah jelas pada kejadian 1 tahun yg lalu. Buku putihnya masih ada  ^-^

Mengapa Umat Buddha mengatakan jmb 8 pasti membawa pembebasan? Karena Sang Tathagata mengajarkan jmb 8 sesuai apa yang telah direalisasi-Nya. Dan bagi yang mau praktek Dhamma tentu saja pasti. Jadi jmb 8 itu memang untuk dilaksanakan. Kalau orang tidak mencapai pembebasan itu artinya yang salah adalah orangnya bukan jmb 8. Jadi antara Dhamma itu sendiri dan pelaksana Dhamma ataupun bukan pelaksana Dhamma adalah dua hal yang berbeda.

Yang pasti mereka yang menolak, ragu2 terhadap jmb 8 sudah pasti tidak dapat mencapai pembebasan alias mencapai nibbana. Jangan diartikan jmb 8 sebagai konsep belaka tetapi itulah Dhamma.



Dhamma dan pelaksana Dhamma memang berbeda. Tetapi kecocokan adalah hal yang berbeda lagi.

Seperti tahun lalu, saya tanyakan lagi sekarang pendapat umat Buddha tentang seorang Maha Savaka, Pilinda Vaccha. Pilinda Vaccha adalah seorang Arahat yang paling dicintai para deva, namun punya kebiasaan buruk memanggil orang "vasala" (= satu kasta terbuang yang dinilai lebih rendah dari binatang). Pertanyaan saya, Samma Vaccha atau perkataan benar dalam JMB 8 mencakup "tidak berkata kasar", bagaimana pendapat kalian tentang Pilinda Vaccha tersebut?

 

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 03 August 2009, 12:38:07 PM
Mengenai menolak atau tidak, saya rasa sudah jelas pada kejadian 1 tahun yg lalu. Buku putihnya masih ada  ^-^

Mengapa Umat Buddha mengatakan jmb 8 pasti membawa pembebasan? Karena Sang Tathagata mengajarkan jmb 8 sesuai apa yang telah direalisasi-Nya. Dan bagi yang mau praktek Dhamma tentu saja pasti. Jadi jmb 8 itu memang untuk dilaksanakan. Kalau orang tidak mencapai pembebasan itu artinya yang salah adalah orangnya bukan jmb 8. Jadi antara Dhamma itu sendiri dan pelaksana Dhamma ataupun bukan pelaksana Dhamma adalah dua hal yang berbeda.

Yang pasti mereka yang menolak, ragu2 terhadap jmb 8 sudah pasti tidak dapat mencapai pembebasan alias mencapai nibbana. Jangan diartikan jmb 8 sebagai konsep belaka tetapi itulah Dhamma.



Dhamma dan pelaksana Dhamma memang berbeda. Tetapi kecocokan adalah hal yang berbeda lagi.

Seperti tahun lalu, saya tanyakan lagi sekarang pendapat umat Buddha tentang seorang Maha Savaka, Pilinda Vaccha. Pilinda Vaccha adalah seorang Arahat yang paling dicintai para deva, namun punya kebiasaan buruk memanggil orang "vasala" (= satu kasta terbuang yang dinilai lebih rendah dari binatang). Pertanyaan saya, Samma Vaccha atau perkataan benar dalam JMB 8 mencakup "tidak berkata kasar", bagaimana pendapat kalian tentang Pilinda Vaccha tersebut?

 



Bisa ditulis isi sutta mengenai Pilinda Vaccha, disini?(belum pernah baca, nanti baru saya simpulkan setelah baca, karena saya yakin ada penjelasannya dan bukan semata2 hanya bicara kasar yg bertentangan dengan Samma Vaccha  ;D)

Tentu saja Dhamma,pelaksana Dhamma dan kecocokan adalah hal yg berbeda, Tetapi apakah kecocokan itu bisa membawa kearah pembebasan/Nibbana? Seperti seseorang ingin mendaki gunung, memang cocok-cocokan memilih jalan untuk mencapai puncak gunung tetapi apakah jalan itu menuju Puncak gunung. Misal mau ke gunung gede, eh...nyasar ke gunung kidul. Jadi jalan2 yg menuju ke gunung gede selalu memiliki karakteristik yg sama karena pengaruh cuaca, suhu, kontur tanah, jenis tanaman dsb sekitar gunung itu demikian jmb 8 sebagai jalan dengan 8 karakteristik untuk pencapaian pembebasan  mencapai nibbana.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Johsun on 03 August 2009, 12:59:46 PM
Kasian te pak hud :( dikeroyok.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 03 August 2009, 01:14:17 PM
Kasian te pak hud :( dikeroyok.

Seperti yg sudah saya sebut di depan bhw ini bukan mempermasalahkan merek MMD atau pak hudoyonya, jadi tolong dibaca lagi urutan2nya secara lengkap agar tidak jadi mispersepsi

yang menjadi masalah adalah kalau memang mau usung ajaran JK, yah silahkan saja tapi tidak usah menggunakan label buddhism seperti vipassana atau sutta, tidak perlu memunculkan "dukungan bhante"
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 03 August 2009, 01:18:19 PM
Bisa ditulis isi sutta mengenai Pilinda Vaccha, disini?(belum pernah baca, nanti baru saya simpulkan setelah baca, karena saya yakin ada penjelasannya dan bukan semata2 hanya bicara kasar yg bertentangan dengan Samma Vaccha  ;D)
Salah satu kisahnya ada di Dhammapada Atthakatha 408. Untuk bacaan, bisa lihat di RAPB buku 3, hal 2681-2685.



Quote
Tentu saja Dhamma,pelaksana Dhamma dan kecocokan adalah hal yg berbeda, Tetapi apakah kecocokan itu bisa membawa kearah pembebasan/Nibbana? Seperti seseorang ingin mendaki gunung, memang cocok-cocokan memilih jalan untuk mencapai puncak gunung tetapi apakah jalan itu menuju Puncak gunung. Misal mau ke gunung gede, eh...nyasar ke gunung kidul. Jadi jalan2 yg menuju ke gunung gede selalu memiliki karakteristik yg sama karena pengaruh cuaca, suhu, kontur tanah, jenis tanaman dsb sekitar gunung itu demikian jmb 8 sebagai jalan dengan 8 karakteristik untuk pencapaian pembebasan  mencapai nibbana.

Tentang pastinya yang mana jalan benar, saya tidak tahu, karena saya sendiri belum mencapai kesucian. Tetapi untuk mengenali apakah suatu ajaran kondusif mencapai kesucian, saya tidak selalu pakai JMB 8, dan saya juga pernah katakan sebelumnya, saya cenderung menggunakan Sankhitta Sutta (Gotami Sutta) tentang 8 karakteristik ajaran Tathagata.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 03 August 2009, 01:26:24 PM
Mengenai menolak atau tidak, saya rasa sudah jelas pada kejadian 1 tahun yg lalu. Buku putihnya masih ada  ^-^

Mengapa Umat Buddha mengatakan jmb 8 pasti membawa pembebasan? Karena Sang Tathagata mengajarkan jmb 8 sesuai apa yang telah direalisasi-Nya. Dan bagi yang mau praktek Dhamma tentu saja pasti. Jadi jmb 8 itu memang untuk dilaksanakan. Kalau orang tidak mencapai pembebasan itu artinya yang salah adalah orangnya bukan jmb 8. Jadi antara Dhamma itu sendiri dan pelaksana Dhamma ataupun bukan pelaksana Dhamma adalah dua hal yang berbeda.

Yang pasti mereka yang menolak, ragu2 terhadap jmb 8 sudah pasti tidak dapat mencapai pembebasan alias mencapai nibbana. Jangan diartikan jmb 8 sebagai konsep belaka tetapi itulah Dhamma.



Dhamma dan pelaksana Dhamma memang berbeda. Tetapi kecocokan adalah hal yang berbeda lagi.

Seperti tahun lalu, saya tanyakan lagi sekarang pendapat umat Buddha tentang seorang Maha Savaka, Pilinda Vaccha. Pilinda Vaccha adalah seorang Arahat yang paling dicintai para deva, namun punya kebiasaan buruk memanggil orang "vasala" (= satu kasta terbuang yang dinilai lebih rendah dari binatang). Pertanyaan saya, Samma Vaccha atau perkataan benar dalam JMB 8 mencakup "tidak berkata kasar", bagaimana pendapat kalian tentang Pilinda Vaccha tersebut?

 



Bisa ditulis isi sutta mengenai Pilinda Vaccha, disini?(belum pernah baca, nanti baru saya simpulkan setelah baca, karena saya yakin ada penjelasannya dan bukan semata2 hanya bicara kasar yg bertentangan dengan Samma Vaccha  ;D)

Tentu saja Dhamma,pelaksana Dhamma dan kecocokan adalah hal yg berbeda, Tetapi apakah kecocokan itu bisa membawa kearah pembebasan/Nibbana? Seperti seseorang ingin mendaki gunung, memang cocok-cocokan memilih jalan untuk mencapai puncak gunung tetapi apakah jalan itu menuju Puncak gunung. Misal mau ke gunung gede, eh...nyasar ke gunung kidul. Jadi jalan2 yg menuju ke gunung gede selalu memiliki karakteristik yg sama karena pengaruh cuaca, suhu, kontur tanah, jenis tanaman dsb sekitar gunung itu demikian jmb 8 sebagai jalan dengan 8 karakteristik untuk pencapaian pembebasan  mencapai nibbana.



Berikut yang saya dapat :

PILINDA-VACCHA


Quote
XXVI:25 Force of habit (Pilinda Vaccha)


Venerable Pilinda Vaccha had a very offensive way of addressing people. He would often say, ‘Come here, you wretch,’ or ‘Go there, you wretch’ and such other things. One day several bhikkhus complained about his conduct to the Buddha.

The Buddha sent for Vaccha, and spoke to him on the matter. Then on reflection, he found that for many past existences, Vaccha had been born only in the family of brahmins, who regarded themselves as being superior to other people. So the Buddha explained, ‘Bhikkhus! Don’t be offended with Vaccha. He addresses as ‘wretch’ only by force of habit acquired in the course of his many previous existences as a brahmin, and not out of malice. He has no intention of hurting others, for an Arahant does not harm others.’

Quote

Jadi sebenarnya sudah jelas bhw sebenarnya Bhikkhu Pilinda Vaccha "bicara kasar" bukan karena memang dia INGIN (ada kehendak/cetana) namun lebih karena kebiasaan dari banyak kehidupan lampaunya yg selalu terlahir di keluarga brahmana

hal ini bisa kita jumpai juga misal kalo di jawa, kata "diancuk" itu artinya sangat kasar namun kalo di surabaya, sesama teman terbiasa utk memanggil "cuk".....

Kira2 demikianlah pendapat saya, mari kita diskusi........  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Johsun on 03 August 2009, 01:31:33 PM
Ini semua bahasa tingkat tinggi, . . .
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 03 August 2009, 01:34:44 PM
Tentang pastinya yang mana jalan benar, saya tidak tahu, karena saya sendiri belum mencapai kesucian. Tetapi untuk mengenali apakah suatu ajaran kondusif mencapai kesucian, saya tidak selalu pakai JMB 8, dan saya juga pernah katakan sebelumnya, saya cenderung menggunakan Sankhitta Sutta (Gotami Sutta) tentang 8 karakteristik ajaran Tathagata.


betul sekali, jalan yang menuju Nibbana mau tidak mau di telusuri lewat tipitaka, apabila mau mencari jalan yang lain toh ada kitab yang lain yang mengklaim jalan yang di buatnya.

JMB8 mau tidak mau, suka tidak suka itu ada tertulis di Sutta, dan dikatakan JMB8 itu menuntun jalan ke Nibbana. apakah ada sesuatu yang salah pada JMB8? saya rasa tidak apabila orang itu mempraktekkannya. yang jadi persoalan adalah apabila ada orang yang menolak yang satu dan menerima yang lain dan berdebat ga karuan deh ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 03 August 2009, 01:39:33 PM
Quote
XXVI:25 Force of habit (Pilinda Vaccha)

Venerable Pilinda Vaccha had a very offensive way of addressing people. He would often say, ‘Come here, you wretch,’ or ‘Go there, you wretch’ and such other things. One day several bhikkhus complained about his conduct to the Buddha.

The Buddha sent for Vaccha, and spoke to him on the matter. Then on reflection, he found that for many past existences, Vaccha had been born only in the family of brahmins, who regarded themselves as being superior to other people. So the Buddha explained, ‘Bhikkhus! Don’t be offended with Vaccha. He addresses as ‘wretch’ only by force of habit acquired in the course of his many previous existences as a brahmin, and not out of malice. He has no intention of hurting others, for an Arahant does not harm others.’


Jadi sebenarnya sudah jelas bhw sebenarnya Bhikkhu Pilinda Vaccha "bicara kasar" bukan karena memang dia INGIN (ada kehendak/cetana) namun lebih karena kebiasaan dari banyak kehidupan lampaunya yg selalu terlahir di keluarga brahmana

hal ini bisa kita jumpai juga misal kalo di jawa, kata "diancuk" itu artinya sangat kasar namun kalo di surabaya, sesama teman terbiasa utk memanggil "cuk".....

Kira2 demikianlah pendapat saya, mari kita diskusi........  _/\_


anumodana Bro Markos atas cuplikan sutta nya dan juga sekaligus penjelasannya yg bermanfaat.

Mungkin bisa dianalogikan Arahat Batak yg selalu ngomong pake kata "KAU" untuk "kamu" dan  bikkhu2 lainnya orang Jawa... jadinya Bhikkhu2 Jawa ketakutan dan keberatan melihat cara bicara dan nada si Arahat Batak.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 03 August 2009, 01:46:14 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi dan dipelintir ya.... ^-^ karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain.

 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 03 August 2009, 02:29:14 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi ya....karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. ^-^

 _/\_

:)

Jika seseorang berpegang teguh HARUS lewat JMB 8, maka tidak akan dapat menjelaskan kisah Pilinda Vaccha (tidak sesuai Samma Vaca), Angulimala (tidak sesuai Samma Sankappa, Samma Kammanta), Ariya (Samma Ajiva) dan kasus-kasus kontroversial lainnya. Sejauh-jauhnya, hanya sebatas penjelasan "jangan men-generalisasi, itu kasus khusus."

Lain halnya dengan Sankhitta Sutta, dari semua kisah sutta yang pernah saya baca, semua pencapaian kesucian pasti bersesuaian dengan sutta tersebut. Oleh karena itulah JMB 8 bagi saya masih kalah universal dibanding Sankhitta Sutta dan itu sebabnya saya tidak menggunakan JMB 8 sebagai acuan, terutama jika ditanya oleh umat lain yang ingin "menyerang". JMB 8 adalah bersesuaian dengan Buddha Dhamma, namun merupakan pondasi yang lemah untuk dijadikan "batu penjuru" Buddha Dhamma.

Mungkin beberapa dari kalian tahu tentang paham "percaya satu agama dan selamat" sebagai syarat mutlak, yang ketika ditanya, "bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak berkesempatan bertemu agama tersebut?", akan dijawab bahwa itu "kasus khusus" dan berkenaan dengan ini, hukum yang berlaku berbeda yaitu dilihat dari perbuatan dan hati-nuraninya. Jika Buddha Dhamma adalah JMB 8 mutlak, namun masih pakai "pengecualian", tidak ada bedanya dengan ajaran itu bukan?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 03 August 2009, 03:56:33 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi ya....karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. ^-^

 _/\_

:)

Jika seseorang berpegang teguh HARUS lewat JMB 8, maka tidak akan dapat menjelaskan kisah Pilinda Vaccha (tidak sesuai Samma Vaca), Angulimala (tidak sesuai Samma Sankappa, Samma Kammanta), Ariya (Samma Ajiva) dan kasus-kasus kontroversial lainnya. Sejauh-jauhnya, hanya sebatas penjelasan "jangan men-generalisasi, itu kasus khusus." Ini kan cara Anda mengartikan Pilinda Vaccha, Angulimala dll. Namanya Praktek Dhamma itu ada hasil yang step by step dan ada yg langsung, (kasus langsung ya punya parami yang cukup yg sebenarnya juga step by step cuma cepat sekali ). Jmb 8 itu direalisasi bukan seperti mengeja saat kita belajar membaca. Itu saja.Kalau Anda tidak percaya harus lewat Jmb 8 , itu terserah. Menjadi kontroversial karena Anda mengartikan secara harafiah, berbeda dengan Sang Buddha. Tapi kalau Anda anggap yg kontroversial disutta bukan ajaran Sang Buddha, lebih baik dicek kembali dengan berlatih atau praktek bukan hanya membaca sebatas intelektual. Dhamma itu kompleks dan tidak bisa dilihat hitam dan putih. Karena kompleksnya maka banyak yang terjebak. Itulah lihainya kilesa "sang pembuat rumah"

Lain halnya dengan Sankhitta Sutta, dari semua kisah sutta yang pernah saya baca, semua pencapaian kesucian pasti bersesuaian dengan sutta tersebut. Oleh karena itulah JMB 8 bagi saya masih kalah universal dibanding Sankhitta Sutta dan itu sebabnya saya tidak menggunakan JMB 8 sebagai acuan, terutama jika ditanya oleh umat lain yang ingin "menyerang". JMB 8 adalah bersesuaian dengan Buddha Dhamma, namun merupakan pondasi yang lemah untuk dijadikan "batu penjuru" Buddha Dhamma. Ini kan menurut Anda yg gemar membaca, cobalah dipraktikan dulu, sekali2 ikut retreat. Kalau hanya membanding-bandingkan sutta-sutta nanti cuma jadi scholar kitab saja. Sutta itu bukan untuk like and dislike tapi untuk diselidiki kebenarannya secara total. Kalau sudah like and dislike maka jadi subjektif. Masalah umat lain mau menyerang dari mana saja, itu terserah mereka. Dhamma bukan untuk menang dan kalah atau gagahan,tetapi mengundang untuk dilihat dan dibuktikan. Bukan pembuktian teori saja tetapi praktek.

Mungkin beberapa dari kalian tahu tentang paham "percaya satu agama dan selamat" sebagai syarat mutlak, yang ketika ditanya, "bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak berkesempatan bertemu agama tersebut?", akan dijawab bahwa itu "kasus khusus" dan berkenaan dengan ini, hukum yang berlaku berbeda yaitu dilihat dari perbuatan dan hati-nuraninya. Jika Buddha Dhamma adalah JMB 8 mutlak, namun masih pakai "pengecualian", tidak ada bedanya dengan ajaran itu bukan? Sama halnya orang memakan 3 piring nasi, lalu tetap Anda katakan rakus, padahal dia sudah 3 hari dalam kelelahan berjalan di padang gurun. Melihat sesuatu bukan pukul rata bro. Orang yang tidak pernah bertemu agama tsb masih bisa "selamat " contohnya pacekka Buddha. Bukankah bro sudah sepakat waktu itu dan sudah mengerti bahwa diagama mana saja asal mengandung jmb 8 maka bisa selamat walaupun tidak dalam format 8?" koq sekarang jadi bingung lagi?


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 03 August 2009, 04:20:32 PM
Ok, terima kasih om Kainyn dan om Markos atas rujukan tentang Pilinda Vaccha.

Mungkin rujukan yg di quote berikutnya oleh bro Markos sudah cukup menjelaskan . Saya hanya menambahkan saja .

Sang Buddha sudah menjelaskan tentang mengapa Pilinda Vaccha memanggil orang dengan kata Vassala. Perlu dipahami sebuah ucapan kasar yang dimaksud Jmb8 adalah mengandung akusala didalam pikirannya. akusala dalam pikirannya sama dengan tidak sesuai dengan pikiran benar(samma sankappa) dan pikiran ini adalah benih dari ucapan dan tindakan. Nah bagaimana dengan Pilinda Vaccha. Karena Sang Buddha yang sudah menjelaskan dengan Luar biasa baik dan terbaik, maka saya tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih jauh. Itu hanya cara dia memanggil saja...karena latar belakang saja. Dan apa yg dilakukan Pilinda Vaccha tidak bertentangan dengan jmb 8. Tapi saran saya jangan digeneralisasi ya....karena sekarang sudah tidak ada Sang Buddha..Yang pasti kmb 8 maknanya saling berkaitan dan berhubungan dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. ^-^

 _/\_

:)

Jika seseorang berpegang teguh HARUS lewat JMB 8, maka tidak akan dapat menjelaskan kisah Pilinda Vaccha (tidak sesuai Samma Vaca), Angulimala (tidak sesuai Samma Sankappa, Samma Kammanta), Ariya (Samma Ajiva) dan kasus-kasus kontroversial lainnya. Sejauh-jauhnya, hanya sebatas penjelasan "jangan men-generalisasi, itu kasus khusus."

Lain halnya dengan Sankhitta Sutta, dari semua kisah sutta yang pernah saya baca, semua pencapaian kesucian pasti bersesuaian dengan sutta tersebut. Oleh karena itulah JMB 8 bagi saya masih kalah universal dibanding Sankhitta Sutta dan itu sebabnya saya tidak menggunakan JMB 8 sebagai acuan, terutama jika ditanya oleh umat lain yang ingin "menyerang". JMB 8 adalah bersesuaian dengan Buddha Dhamma, namun merupakan pondasi yang lemah untuk dijadikan "batu penjuru" Buddha Dhamma.

Mungkin beberapa dari kalian tahu tentang paham "percaya satu agama dan selamat" sebagai syarat mutlak, yang ketika ditanya, "bagaimana dengan orang yang seumur hidupnya tidak berkesempatan bertemu agama tersebut?", akan dijawab bahwa itu "kasus khusus" dan berkenaan dengan ini, hukum yang berlaku berbeda yaitu dilihat dari perbuatan dan hati-nuraninya. Jika Buddha Dhamma adalah JMB 8 mutlak, namun masih pakai "pengecualian", tidak ada bedanya dengan ajaran itu bukan?



dear Kai,

sepertinya kembali bro Kai mengartikan JMB-8 secara teoritis/tekstual  dalam tipitaka saja tanpa menyelami pengertiannya secara praktek. Hal ini serupa dengan apa yg disebut PH yaitu 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir

Padahal sesungguhnya JMB-8 adalah LATIHAN BATIN, ini poin penting yang harus saya tekankan karena sudah pernah saya sebut di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.150.html

JMB-8 sebagai latihan batin pun sudah saya ulas di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html, yang kesimpulannya sebagai berikut :
Quote
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi sabbacittasadharana 7, Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana), sobhanasadharana cetasika 19, virati cetasika 3 dan pannindriya cetasika 1)

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Jika hal2 seperti ini bisa dilihat secara keseluruhan, secara holistik, sesungguhnya semua sutta, abhidhamma dan vinaya akan saling mendukung, saling mengisi bukannya mana yg lebih universal dan mana yang tidak

Hal ini yang membuat PH hanya mengambil 3 sutta saja. Karena jika semua sutta, abhidhamma dan vinaya digabung utk mengartikan ketiga sutta maka apa yg dipraktekkan oleh MMD (menuju terhentinya pikiran) akan menjadi tidak berlaku lagi

Bro Kai sering mengambil sutta2 yg kontroversial, itu sesuatu yg bagus dalam rangka diskusi dengan para scholar nir praktek (textbook tanpa praktek) namun saya rasa, itu tidaklah perlu untuk selalu diungkit2 dalam banyak kesempatan/posting

semoga bs memperjelas  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 04 August 2009, 03:32:17 PM
Ini kan menurut Anda yg gemar membaca, cobalah dipraktikan dulu, sekali2 ikut retreat. Kalau hanya membanding-bandingkan sutta-sutta nanti cuma jadi scholar kitab saja. Sutta itu bukan untuk like and dislike tapi untuk diselidiki kebenarannya secara total. Kalau sudah like and dislike maka jadi subjektif. Masalah umat lain mau menyerang dari mana saja, itu terserah mereka. Dhamma bukan untuk menang dan kalah atau gagahan,tetapi mengundang untuk dilihat dan dibuktikan. Bukan pembuktian teori saja tetapi praktek.

Entah bagaimana jadi praktek vs teori.
Tidak apa kalau anda merasa sudah praktek dan saya teoritis. Berarti kita tidak perlu lanjut lagi.


Quote
Sama halnya orang memakan 3 piring nasi, lalu tetap Anda katakan rakus, padahal dia sudah 3 hari dalam kelelahan berjalan di padang gurun. Melihat sesuatu bukan pukul rata bro. Orang yang tidak pernah bertemu agama tsb masih bisa "selamat " contohnya pacekka Buddha. Bukankah bro sudah sepakat waktu itu dan sudah mengerti bahwa diagama mana saja asal mengandung jmb 8 maka bisa selamat walaupun tidak dalam format 8?" koq sekarang jadi bingung lagi?

Saya tidak pernah bilang dengan JMB 8 tidak bisa membebaskan. Yang saya katakan, orang bisa saja mencapai kebebasan tanpa melalui JMB 8. Mengenai ajaran lain dengan format berbeda, jika juga mengandung JMB 8, menurut saya, bisa menyelamatkan.
Namun apakah keseluruhan JMB 8 adalah Buddha Dhamma? Saya katakan tidak. 6 di antaranya adalah dhamma, hanya 2 di antaranya (samma ditthi & samma sati) yang merupakan Buddha Dhamma.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 04 August 2009, 03:43:42 PM
dear Kai,

sepertinya kembali bro Kai mengartikan JMB-8 secara teoritis/tekstual  dalam tipitaka saja tanpa menyelami pengertiannya secara praktek. Hal ini serupa dengan apa yg disebut PH yaitu 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir
Bro Markos keliru. Saya tidak pernah membedakan ada diskusi teori vs diskusi praktek. Semua diskusi bagi saya adalah dalam cakupan teori. Praktek tidak bisa didiskusikan.


Quote
Padahal sesungguhnya JMB-8 adalah LATIHAN BATIN, ini poin penting yang harus saya tekankan karena sudah pernah saya sebut di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.150.html

JMB-8 sebagai latihan batin pun sudah saya ulas di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html, yang kesimpulannya sebagai berikut :
Quote
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi sabbacittasadharana 7, Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana), sobhanasadharana cetasika 19, virati cetasika 3 dan pannindriya cetasika 1)

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, JMB 8 adalah hal bermanfaat, tidak mungkin dipungkiri.
Yang ingin saya sampaikan adalah JMB 8 berisi dhamma &  Buddha-dhamma. Sila adalah dhamma, samadhi adalah dhamma. Panna-lah yang merupakan Buddha-dhamma. Kalau kita mencampur dhamma (sila/samadhi) dengan Buddha-dhamma (panna), maka akan terjebak dengan "kasus khusus" seperti Pilinda Vacha. Namun, kalau begitu, apakah sila tidak perlu? Saya belum cukup gila untuk mengatakan sila/samadhi (dhamma) tidak perlu.


Quote
Jika hal2 seperti ini bisa dilihat secara keseluruhan, secara holistik, sesungguhnya semua sutta, abhidhamma dan vinaya akan saling mendukung, saling mengisi bukannya mana yg lebih universal dan mana yang tidak

Hal ini yang membuat PH hanya mengambil 3 sutta saja. Karena jika semua sutta, abhidhamma dan vinaya digabung utk mengartikan ketiga sutta maka apa yg dipraktekkan oleh MMD (menuju terhentinya pikiran) akan menjadi tidak berlaku lagi

Bro Kai sering mengambil sutta2 yg kontroversial, itu sesuatu yg bagus dalam rangka diskusi dengan para scholar nir praktek (textbook tanpa praktek) namun saya rasa, itu tidaklah perlu untuk selalu diungkit2 dalam banyak kesempatan/posting

semoga bs memperjelas  _/\_
Bagi saya, sutta-sutta yang saya ambil tidak kontroversial, karena kisah mana pun di mana ada pencapaian kesucian, pasti melalui Buddha-dhamma. Akan jadi kontroversial jika orang menyatukan dhamma dengan Buddha-dhamma.

Kalau kembali lagi ke praktek vs scholar, memangnya praktek apa yang bisa didiskusikan? Rasanya Jhana? :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 04 August 2009, 03:55:57 PM
Ini kan menurut Anda yg gemar membaca, cobalah dipraktikan dulu, sekali2 ikut retreat. Kalau hanya membanding-bandingkan sutta-sutta nanti cuma jadi scholar kitab saja. Sutta itu bukan untuk like and dislike tapi untuk diselidiki kebenarannya secara total. Kalau sudah like and dislike maka jadi subjektif. Masalah umat lain mau menyerang dari mana saja, itu terserah mereka. Dhamma bukan untuk menang dan kalah atau gagahan,tetapi mengundang untuk dilihat dan dibuktikan. Bukan pembuktian teori saja tetapi praktek.

Entah bagaimana jadi praktek vs teori.
Tidak apa kalau anda merasa sudah praktek dan saya teoritis. Berarti kita tidak perlu lanjut lagi.


Quote
Sama halnya orang memakan 3 piring nasi, lalu tetap Anda katakan rakus, padahal dia sudah 3 hari dalam kelelahan berjalan di padang gurun. Melihat sesuatu bukan pukul rata bro. Orang yang tidak pernah bertemu agama tsb masih bisa "selamat " contohnya pacekka Buddha. Bukankah bro sudah sepakat waktu itu dan sudah mengerti bahwa diagama mana saja asal mengandung jmb 8 maka bisa selamat walaupun tidak dalam format 8?" koq sekarang jadi bingung lagi?

Saya tidak pernah bilang dengan JMB 8 tidak bisa membebaskan. Yang saya katakan, orang bisa saja mencapai kebebasan tanpa melalui JMB 8. Mengenai ajaran lain dengan format berbeda, jika juga mengandung JMB 8, menurut saya, bisa menyelamatkan.
Namun apakah keseluruhan JMB 8 adalah Buddha Dhamma? Saya katakan tidak. 6 di antaranya adalah dhamma, hanya 2 di antaranya (samma ditthi & samma sati) yang merupakan Buddha Dhamma.




Pernah dengar ungkapan Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha.? :) silakan direnungkan... _/\_

Teori dan praktek harus merupakan kesatuan dalam melihat Dhamma. Jika hanya berada disatu sisi khususnya teori saja maka akan menjadi salah satu ekstrem demikian praktek saja tanpa menggunakan panna juga menjadi ekstrem lainnya. Jadi tidak ada teori vs praktek. Jika terjadi maka hal itu menjadi sia-sia dan tidak membawa kepada kemajuan batin.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 04 August 2009, 04:29:44 PM
Berikut cuplikan terakhir dari Hudoyo dengan rekan di SP:

Quote
markos prawira  to samaggiphala   

hudoyo1 <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote: Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.


Sangat prihatin dengan pernyataan diatas karena Buddha dalam Mahapadana sutta dan Ovada Patimokkha justru mengajarkan : Kurangi berbuat jahat, Perbanyak berbuat baik dan mensucikan batin
 
Mahapadana Sutta :
 
"Kesabaran adalah tapa yang paling tinggi
Para Buddha bersabda: "Nibbana yang tertinggi dari segala sesuatu"
Beliau bukanlah pertapa yang merugikan orang lain atau pertapa yang tidak menyebabkan orang lain menjadi susah.

Tidak melakukan kejahatan,
Mengembangkan kebajikan,
Mensucikan batin.
Itulah ajaran para Buddha

Tidak memfitnah, tidak menganiaya
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan
Makan dan tidur secukupnya, dan hidup menyepi
Senantiasa berpikir luhur
Itulah ajaran para Buddha." -> disini jelas bhw ajaran Buddha dari jaman Buddha Vipasi, Buddha Sikhi, Buddha Vessabhu, Buddha Kakusanda, Buddha Konagamana, Buddha Kassapa sampai Buddha Gautama adalah sama
 
 
 
Hal sama juga bisa dilihat di Ovada Patimokkha yang diucapkan di depan 1250 org bhikkhu yang semuanya Arahat
Cease to do evil,
cultivate that which is good;
purify the heart.
This is the Way of the Awakened Ones
 
 

 
On 8/4/09, hudoyo1 <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote:
  --- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "willibordus" <williamhalim [at] ...> wrote:
>
<< Pak Hud merumuskan: Pikiran lah penyebab segala Dukkha, sehingga Pikiran perlu dihentikan maka Dukkha juga akan berhenti. Untuk menghentikan Pikiran ini Tanpa Usaha, sadari saja... >>
==============================
Ini ajaran Buddha dalam Mupapariyaya-sutta: "Setiap kali muncul YANG DIKENAL, jangan sampai timbul pemikiran, jangan sampai timbul aku, yang ingin memiliki & menyenangi YANG DIKENAL." Apakah YANG DIKENAL itu? Yang dikenal antara lain adalah "Buddha Dhamma".

<< Tapi apakah Dukkha (kilesa/Tanha) yg telah kita pupuk berkalpa2 bisa dikikis hanya dengan 'sadari saja' tanpa perlunya Usaha yg keras?
> Untuk tingkat batin Arahat, mungkin saja iya, hanya dengan sadari maka kita bisa merealisasi akhir dukkha.>>
==============================
Kilesa yang telah ada dari dulu tidak perlu dipikir-pikir, karena tidak ada apa pun yang bisa diperbuat untuk membatalkannya.

Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.

Inilah yang diajarkan Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta.

<< Tapi untuk umat awam seperti kita2, Teori "sadari saja dan tidak diperlukan usaha yg keras" hanya mempan untuk merealiasi ketenangan batin di meditasi duduk saja. Selepas itu, tanha kita kembali menggelora. Selepas dihimpit batu, rumput kembali berdiri.>>
==================================
Mulapariyaya-sutta bukan hanya untuk duduk diam saja, melainkan perlu diterapkan dalam kesadaran sehari-hari. Itu kekeliruan pandangan mendasar dari Willibordus terhadap Mulapariyaya-sutta.

<< Apakah kita hidup hanya untuk terus duduk diam bermeditasi hadir dalam keheningan mengkhayalkan "pikiran kita berhenti"? Tidak. Kita berhadapan dengan dunia, meditasi duduk hanya bbrp jam sehari.. Puluhan Jam berikutnya kita harus larut dalam kehidupan, kita akan berhadapan dengan vipaka2... kita memerlukan lebih dari sekedar "ketenangan duduk (istilah MMD: pikiran berhenti :)". Kita perlu USAHA dan DISIPLIN yg kokoh untuk mengikis kilesa kita, mengikis ketebalan Tanha kita nan telah kita pupuk berkalpa-kalpa lampau.
> Kita memerlukan latihan PENGENDALIAN untuk ini semua. Sila, Samadhi dan Panna adalah alat untuk mengendalikannya. Bukan hanya duduk diam berangan2 "pikiran sedang berhenti".>>
==================================
Usaha SI AKU seperti ini hanya bisa membawa orang ke alam brahma, tapi tidak menghasilkan pembebasan, SELAMA SI AKU MASIH BERPERAN, sebaik apa pun perannya.

Hudoyo



Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 04 August 2009, 04:36:24 PM
dear Kai,

sepertinya kembali bro Kai mengartikan JMB-8 secara teoritis/tekstual  dalam tipitaka saja tanpa menyelami pengertiannya secara praktek. Hal ini serupa dengan apa yg disebut PH yaitu 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir
Bro Markos keliru. Saya tidak pernah membedakan ada diskusi teori vs diskusi praktek. Semua diskusi bagi saya adalah dalam cakupan teori. Praktek tidak bisa didiskusikan.

Baik jika demikian sudah clear bhw yg dimaksud adalah berdiskusi dalam tataran teoritis, sesuai tipitaka yah  :D

Quote
Padahal sesungguhnya JMB-8 adalah LATIHAN BATIN, ini poin penting yang harus saya tekankan karena sudah pernah saya sebut di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.150.html

JMB-8 sebagai latihan batin pun sudah saya ulas di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html, yang kesimpulannya sebagai berikut :
Quote
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi sabbacittasadharana 7, Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana), sobhanasadharana cetasika 19, virati cetasika 3 dan pannindriya cetasika 1)

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, JMB 8 adalah hal bermanfaat, tidak mungkin dipungkiri.
Yang ingin saya sampaikan adalah JMB 8 berisi dhamma &  Buddha-dhamma. Sila adalah dhamma, samadhi adalah dhamma. Panna-lah yang merupakan Buddha-dhamma. Kalau kita mencampur dhamma (sila/samadhi) dengan Buddha-dhamma (panna), maka akan terjebak dengan "kasus khusus" seperti Pilinda Vacha. Namun, kalau begitu, apakah sila tidak perlu? Saya belum cukup gila untuk mengatakan sila/samadhi (dhamma) tidak perlu.


Quote
Jika hal2 seperti ini bisa dilihat secara keseluruhan, secara holistik, sesungguhnya semua sutta, abhidhamma dan vinaya akan saling mendukung, saling mengisi bukannya mana yg lebih universal dan mana yang tidak

Hal ini yang membuat PH hanya mengambil 3 sutta saja. Karena jika semua sutta, abhidhamma dan vinaya digabung utk mengartikan ketiga sutta maka apa yg dipraktekkan oleh MMD (menuju terhentinya pikiran) akan menjadi tidak berlaku lagi

Bro Kai sering mengambil sutta2 yg kontroversial, itu sesuatu yg bagus dalam rangka diskusi dengan para scholar nir praktek (textbook tanpa praktek) namun saya rasa, itu tidaklah perlu untuk selalu diungkit2 dalam banyak kesempatan/posting

semoga bs memperjelas  _/\_
Bagi saya, sutta-sutta yang saya ambil tidak kontroversial, karena kisah mana pun di mana ada pencapaian kesucian, pasti melalui Buddha-dhamma. Akan jadi kontroversial jika orang menyatukan dhamma dengan Buddha-dhamma.

Kalau kembali lagi ke praktek vs scholar, memangnya praktek apa yang bisa didiskusikan? Rasanya Jhana? :)


Istilah kontroversial sesungguhnya saya merujuk pada perbedaan yg muncul jika dibandingkan dengan tipitaka pada umumnya seperti yg anda sebut bhw Pilinda itu "mengucapkan omongan kasar" padahal sudah arahat

Boleh tahu rujukan anda menyebutkan Sila adalah Dhamma, samadhi adalah Dhamma sedangkan Panna adalah Buddha-Dhamma? karena bagi saya, apa yang dimaksud dengan Buddha Dhamma sesungguhnya adalah semua yang mengikis LDM, yang mengarah ke pembebasan/nibbana
Jadi termasuk Sila sebagai latihan bagi batin, juga samadhi yang notabene merupakan latihan batin

mohon tanggapannya  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 04 August 2009, 04:48:41 PM
Pernah dengar ungkapan Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha.? :) silakan direnungkan... _/\_

Pada perayaan Asadha 2 Minggu lalu, Bhante Pannavaro mengatakan, "tidak berbuat jahat, berbuat baik, bukanlah ajaran Buddha. Itu adalah pengetahuan umum." Saya tidak bisa tidak cocok dengan pendapat bhante, jadi maaf, perenungan demikian tidak cocok buat saya.   _/\_


Quote
Teori dan praktek harus merupakan kesatuan dalam melihat Dhamma. Jika hanya berada disatu sisi khususnya teori saja maka akan menjadi salah satu ekstrem demikian praktek saja tanpa menggunakan panna juga menjadi ekstrem lainnya. Jadi tidak ada teori vs praktek. Jika terjadi maka hal itu menjadi sia-sia dan tidak membawa kepada kemajuan batin.

Demikianlah mengapa saya tidak membedakan perkataan seseorang adalah "teoritis" atau "praktis".  Praktek bukanlah saat meditasi, bukan saat baca Tipitaka, diskusi atau mencerna ceramah. Praktek adalah bagaimana seseorang menerapkan dhamma dalam hidupnya saat ini. Adalah sia-sia jika seseorang mengaku praktisi, menguasai kitab, mahir berdebat, tetapi tidak bisa menyadari ketika keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin timbul dalam pikirannya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 04 August 2009, 04:57:00 PM
Pada perayaan Asadha 2 Minggu lalu, Bhante Pannavaro mengatakan, "tidak berbuat jahat, berbuat baik, bukanlah ajaran Buddha. Itu adalah pengetahuan umum." Saya tidak bisa tidak cocok dengan pendapat bhante, jadi maaf, perenungan demikian tidak cocok buat saya.   _/\_

Namun bagi kita yang belajar dari Tipitaka, jelas bahwa ITU ADALAH AJARAN SEMUA BUDDHA
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 04 August 2009, 05:12:44 PM
Pernah dengar ungkapan Buddha is Dhamma, Dhamma is Buddha.? :) silakan direnungkan... _/\_

Pada perayaan Asadha 2 Minggu lalu, Bhante Pannavaro mengatakan, "tidak berbuat jahat, berbuat baik, bukanlah ajaran Buddha. Itu adalah pengetahuan umum." Saya tidak bisa tidak cocok dengan pendapat bhante, jadi maaf, perenungan demikian tidak cocok buat saya.   _/\_


Ngak masalah...kalau tidak cocok untuk direnungkan. karena mungkin bro lebih senang Dhamma yang cocok. Saya sih ngerti maksud bhante Pannavaro, tapi karena adanya Dhamma yg cocok maka saya tidak perlu lagi mengshare arti pernyataan bhante lebih jauh. ^-^ . Cluenya ada di jawaban Betara Indra.  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 04 August 2009, 05:30:31 PM
Baik jika demikian sudah clear bhw yg dimaksud adalah berdiskusi dalam tataran teoritis, sesuai tipitaka yah  :D
Betul, kira-kira begitu.


Quote
Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, betul. Tipitaka bukanlah kitab hukum yang harus detail, tetapi acuan agar seseorang bisa mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik.



Quote
Istilah kontroversial sesungguhnya saya merujuk pada perbedaan yg muncul jika dibandingkan dengan tipitaka pada umumnya seperti yg anda sebut bhw Pilinda itu "mengucapkan omongan kasar" padahal sudah arahat

Boleh tahu rujukan anda menyebutkan Sila adalah Dhamma, samadhi adalah Dhamma sedangkan Panna adalah Buddha-Dhamma?

Enam dari 8 faktor, yang manakah tidak bisa ditemukan dalam ajaran lain?


Quote
karena bagi saya, apa yang dimaksud dengan Buddha Dhamma sesungguhnya adalah semua yang mengikis LDM, yang mengarah ke pembebasan/nibbana
Jadi termasuk Sila sebagai latihan bagi batin, juga samadhi yang notabene merupakan latihan batin

Sama dengan tanggapan di atas, semua latihan pengembangan bathin dari 6 faktor JMB 8 dapat ditemukan di ajaran lain. Sila dan Samadhi, adalah benar selalu kondusif bagi perkembangan bathin seseorang, yang dengan menjalankannya, akan terlahir kembali di alam bahagia. Tetapi dhamma memang "hanya" akan membawa seseorang sejauh itu, sejauh "baik" dan "buruk", bukan pada berakhirnya kelahiran kembali.

Buddha dhamma adalah melampaui "baik" dan "buruk" yang dikatakan sebagai "bukan kamma gelap maupun terang, dan menuju pada lenyapnya penderitaan".


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 04 August 2009, 07:00:03 PM
Buddha dhamma adalah melampaui "baik" dan "buruk" yang dikatakan sebagai "bukan kamma gelap maupun terang, dan menuju pada lenyapnya penderitaan".

Apa yg ditulis oleh Bro Kai ada benarnya. Tapi kita harus mempertimbangkan apa yg sy tulis berikut ini:

Tingkatan batin setiap manusia berbeda2. Kilesa tiap orang berbeda.
Bagi para Arya, mungkin sedikit Sutta saja, sudah dapat menjernihkan kesadarannya, karena para Arya sudah berusaha sejak lama; kehidupan ini dan banyak kehidupan2 lampau. Namun, bagi yg kilesanya tebal (putthujanna), perlu usaha yg berlapis untuk bisa mengikisnya.

Sekarang, tergantung kita, apakah kita masing2 bisa menilai secara jujur 'tingkat kerusakan' kita? Apakah rasa2nya saya bisa tercerahkan hanya dengan 'sadari saja'? Ataukah saya merasa saya sangat bebal, emosian, tidak tenang, sombong, penuh nafsu, sehingga saya merasa saya memerlukan latihan pengendalian diri, perenungan, latihan konsentrasi (meditasi), untuk bisa sedikit demi sedikit mengikis tanha2 saya yg tebal ini?

Bahkan ada diantara kita yg memerlukan tambahan ritual2, misalnya mempersembahkan bunga, air, menyalakan dupa, dll setiap harinya. Kegiatan2 ini sudah pasti akan diketawakan oleh praktisi MMD. Namun jangan salah, kegiatan ini bagi sebagian orang sangat bermanfaat: batin mereka menjadi lebih bersih, lebih tenang dan siap untuk menerima Dhamma yg lebih tinggi.

Saya masih tetap menilai: Ajaran "Dalam melihat hanya ada melihat, mendengar, mengecap.. dstnya" (Melihat segala sesuatu sebagaimana adanya) *) adalah ajaran tertinggi.. untuk bisa merealisasi itu, kita2 -yg merasa diri putthujhana- tetap memerlukan SILA SAMADHI dan PANNA.

---

*) yatha-bhutam-nana-dassanamyatha-bhuta-nana-dassanam; seeing things as they are, not as they appear to be; melihat dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yg kita inginkan (pembahasan soal ini ada di thread lain di forum ini)

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sumedho on 04 August 2009, 07:07:23 PM
pernah baca/dengar dahulu bahwa

tidak berbuat jahat, berbuat baik -> ajaran universal/semua agama

tidak berbuat jahat, berbuat baik, sucikan pikiran -> ini ajaran semua buddha

part ke 3 yg merupakan perbedaannya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 04 August 2009, 07:19:56 PM
tidak berbuat jahat, berbuat baik -> ajaran universal/semua agama   
============================================
Yakin? Semua Agama? aye rasa tidak deh =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 04 August 2009, 07:24:49 PM
pernah baca/dengar dahulu bahwa

tidak berbuat jahat, berbuat baik -> ajaran universal/semua agama

tidak berbuat jahat, berbuat baik, sucikan pikiran -> ini ajaran semua buddha

part ke 3 yg merupakan perbedaannya.

Betul, tapi jangan salah kaprah bahwa:

Kurangi kejahatan dan perbanyak kebaikan: ini Tidak perlu
Sucikan Pikiran: Ini sajalah yg perlu

Karena akhir2 ini jelas banget usaha untuk mencomot satu bagian terakhir tsb saja dan membuang 2 bagian lainnya.

::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 04 August 2009, 07:30:58 PM
pernah baca/dengar dahulu bahwa

tidak berbuat jahat, berbuat baik -> ajaran universal/semua agama

tidak berbuat jahat, berbuat baik, sucikan pikiran -> ini ajaran semua buddha

part ke 3 yg merupakan perbedaannya.

That's right brother  ;D

yg pertama bukanlah Dhamma

Yang kedua adalah Dhamma

Karena pikiran adalah pelopor, pikiran yg suci dan murni baru benar-benar tidak berbuat jahat dan berbuat baik ketika bertindak.. ada hubungannya dengan cetana....ini lah Dhamma. Dhamma<-->Yatthabhutam nyanadasanam. _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 04 August 2009, 07:39:23 PM
Mungkin perlu diperhitungkan juga faktor sejarah. Pada masa sang buddha blm ada agama2 spt sekarang ini. Tapi ada guru2 lain yg mengajarkan ajaran tdk perlu berbuat baik dan berbuat jahat itu tdk apa2. Hence ovada patimokkha
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sumedho on 04 August 2009, 07:45:27 PM
ralat deh, bukan semua agama :P

tentu ketiga semua itu ajaran semua buddha. kalau ngakunya satu saja yah artinya korupsi donk
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 04 August 2009, 10:18:56 PM
Quote
Istilah kontroversial sesungguhnya saya merujuk pada perbedaan yg muncul jika dibandingkan dengan tipitaka pada umumnya seperti yg anda sebut bhw Pilinda itu "mengucapkan omongan kasar" padahal sudah arahat

Boleh tahu rujukan anda menyebutkan Sila adalah Dhamma, samadhi adalah Dhamma sedangkan Panna adalah Buddha-Dhamma?

Enam dari 8 faktor, yang manakah tidak bisa ditemukan dalam ajaran lain?

Misii.. Numpang lewat n nambahin.. Sati/Smrti dah dikenal sebelum jaman Sang Buddha, sekurang-kurangnya sejak adanya Rg Veda.
Begitu juga dalam Jainisme. Brarti nambah jadi 7 dr 8 faktor dong? ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 05 August 2009, 12:19:59 AM
- JMB8 yang diajarkan Sang Buddha memang bukan jalan ekslusif. Namun apa yang diajarkan Sang Buddha dalam JMB8 itu cakupannya luas sekali. Meski secara kasat mata 6 ruas terakhir (sila dan samadhi) juga ditemukan dalam ajaran lain, tapi perumusan dan praktiknya tidak membentang sebesar Ajaran Sang Buddha. Jika kita semua sepakat bahwa JMB8 bisa mengantar pada Pembebasan, maka seharusnya tidak mungkin ada jalan lain yang hanya memiliki beberapa kriteria yang sedikit selaras dengan JMB8; apalagi tanpa poin-poin krusial lainnya.

- Sistematis JMB8 memang terlihat rumit untuk didiskusikan dalam tataran intelektual. Tetapi pada hakikatnya JMB8 adalah Jalan Tengah yang menghindari dua pinggiran ekstrim. Dalam praktiknya JMB8 merupakan metode yang berupa satu paket pengembangan kualitas guna mencapai Pencerahan, yakni sila-samadhi-panna.

- Sang Buddha tidak pernah menyatakan bahwa ada jalan lain untuk merealisasi Pembebasan. Semua pengikut-Nya yang berhasil merealisasi Nibbana adalah orang-orang yang mencapai titik kulminasi dari praktik sila-samadhi-panna. Meskipun ada kisah seperti Bahiya yang mampu merealisasi Pembebasan dalam jangka waktu relatif super singkat, pencapaian itu tidak terlepas dari praktik berkesinambungan sila-samadhi-panna yang sudah diterapkan sejak dulu.

- Tidak berbuat kejahatan dan perbanyak perbuatan baik memang ditemukan dalam semua agama / ajaran. Tapi ada ironi di mana satu kesepakatan "kejahatan" dan "kebaikan" di satu agama / ajaran, terkadang tidak selaras atau bahkan bertentangan dengan kesepakatan di agama / ajaran lainnya.

- Di sini Sang Buddha mengajarkan satu metode pemilahan yang seharusnya disetujui oleh semua orang yang masih bisa berpikir dengan sehat; yaitu seperti yang disampaikan dalam Kalama Sutta. Bahwa ajaran yang bisa membawa manfaat untuk perkembangan batin (mengikis lobha-dosa-moha) adalah ajaran yang baik untuk kita ambil. Inilah yang menjadi perbedaan antara Buddhadhamma dengan ajaran lainnya. Ini juga yang menjadi salah satu fondasi untuk melihat apakah memang ada jalan lain selain Jalan Tengah. Atau memang mungkin di dunia ini ada jalan kondusif lain yang bernama "Jalan Agak Tengah"?

- Dan untuk ajaran Pak Hudoyo... Jika pikiran hanya bisa berhenti ketika kita menghendakinya, maka akan ada celah-celah di mana pikiran kita masih bergerak. Dengan kata lain, ini menunjukkan bahwa orang yang sudah mampu menghentikan pikiran pun kadang masih tidak wasapada. Lalu setelah mampu menghentikan pikiran, kenapa masih memberi kesempatan pikiran untuk kembali bergerak dengan cara melepaskan meditasi dan terjun ke dalam aktivitas duniawi? Dari dua kesimpulan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang meninggal saat pikirannya sedang bergerak tidak akan merealisasi Pembebasan (versi MMD). Kalau begitu semua perjuangannya akan menjadi sia-sia. Dan yang terakhir... kalau tujuan utamanya hanya menghentikan pikiran, maka wajar bila moralitas tidak dikembangkan. Seseorang bisa saja membunuh seorang Sammsambuddha. Namun setelah ia 'menghentikan pikiran' dan meninggal, maka ia akan mencapai Pembebasan. Sungguh satu jalan yang tanpa jalan...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 05 August 2009, 01:36:43 PM
Kasus serupa mirip seperti Sila, bahwa secara harafiah seolah sila hanyalah apa yang tertulis di tipitaka saja dan yg tidak tertulis berarti boleh dilakukan.
Padahal sesungguhnya Sila adalah latihan kemoralan, bukan hanya teks yg tertulis

Ya, betul. Tipitaka bukanlah kitab hukum yang harus detail, tetapi acuan agar seseorang bisa mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik.



Quote
Istilah kontroversial sesungguhnya saya merujuk pada perbedaan yg muncul jika dibandingkan dengan tipitaka pada umumnya seperti yg anda sebut bhw Pilinda itu "mengucapkan omongan kasar" padahal sudah arahat

Boleh tahu rujukan anda menyebutkan Sila adalah Dhamma, samadhi adalah Dhamma sedangkan Panna adalah Buddha-Dhamma?

Enam dari 8 faktor, yang manakah tidak bisa ditemukan dalam ajaran lain?


Quote
karena bagi saya, apa yang dimaksud dengan Buddha Dhamma sesungguhnya adalah semua yang mengikis LDM, yang mengarah ke pembebasan/nibbana
Jadi termasuk Sila sebagai latihan bagi batin, juga samadhi yang notabene merupakan latihan batin

Sama dengan tanggapan di atas, semua latihan pengembangan bathin dari 6 faktor JMB 8 dapat ditemukan di ajaran lain. Sila dan Samadhi, adalah benar selalu kondusif bagi perkembangan bathin seseorang, yang dengan menjalankannya, akan terlahir kembali di alam bahagia. Tetapi dhamma memang "hanya" akan membawa seseorang sejauh itu, sejauh "baik" dan "buruk", bukan pada berakhirnya kelahiran kembali.

Buddha dhamma adalah melampaui "baik" dan "buruk" yang dikatakan sebagai "bukan kamma gelap maupun terang, dan menuju pada lenyapnya penderitaan".




Dear Kai,

Sebelum mulai pembahasan, mari kita lihat mengenai Dhamma/Kebenaran itu sendiri yang sudah pernah didiskusikan di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11389.0.html

Dhamma itu sendiri terdiri dari
1. Pannati (baca: Panyati) Dhamma yaitu kebenaran secara konseptual, kesepakatan umum
2. Paramattha Dhamma yaitu kebenaran secara apa adanya sebagaimana disebut oleh bro william

Memang Sila dan samadhi ada di dalam ajaran2 lain, tapi apakah Sila yang dimaksud merupakan samma-sila? Apakah samadhi yang dimaksud merupakan samma-samadhi?
Kalau saya bilang, secara pannati memang sama2 Sila dan Samadhi namun bagaimana jika dilihat secara hakekatnya secara batin?

Misal mengenai jangan berbohong. Betul dia ga mau berbohong tapi karena tidak melatih batin secara cetasika samma-vaca, hanya bisa mengikuti bohong yg nyata tapi tetap toleran dengan "white lie", ga bisa menghindari ucapan kasar misal ngomelin anak dgn alasan demi kebaikan si anak itu sendiri

Bisa lihat juga dalam samadhi, apakah itu sudah samma-samadhi? Buddha sudah merujuk pada 40 objek, berbeda dengan entah berapa ribu objek lain yang ada di meditasi paham lain.
Misal dalam Usaha benar (samma vayama), apakah dia tahu bagaimana usaha menghancurkan kejahatan di batin?

Nah bagaimana kita bisa tahu mana yang samma/benar atau tidak benar?
Khun Sujin merujuk bhw seharusnya kita sudah mempunyai "pengertian benar" sehingga bisa menjalankan sila dengan pengertian benar, juga menjalankan samadhi, dengan pengertian benar

Ini yg saya sering sebut bahwa Sila, samadhi dan Panna adalah kombinasi yg saling menguatkan

Jadi Buddha Dhamma melampaui baik - buruk secara konseptual tapi secara batin, sesungguhnya tetap ada usaha menghindari perbuatan yg buruk dan menambah perbuatan yang baik sehingga hasil dari JMB-8 adalah Parami, timbunan kebajikan yang berujung di Nibbana, yang merupakan kondisi batin yang sobhana/indah

Jadi kalau ada yg harus "dilepaskan", itu adalah konsepnya.
Tapi mengurangi perbuatan buruk dan menambah perbuatan baik secara mano, kaya dan vacci tetap HARUS dilakukan

semoga bisa memperjelas _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 05 August 2009, 01:41:54 PM
sila yang ada di dalam ajaran buddha dengan sila yang ada pada ajaran lain itu berbeda sekali lohhh... kita tau dalam ajaran buddha pelaksanaan sila atas dasar pandangan benar dll, sedangkan pada ajaran lain pelaksanaan sila dikarenakan takut akan dosa/hukuman
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 05 August 2009, 04:33:29 PM
Sip... berarti om Haa ngerti yang aye maksud.........

kalo aye bilang judulnya boleh sama tapi isinya beda
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: sumana on 06 August 2009, 11:01:48 AM
Dari cara penuturan beliau (om Hud), terlihat dengan jelas. Dia meng-kultus kan J.K. bahwasannya dia mengambil suatu kesimpulan bahwa J.K telah menjadi ARAHAT bagi seorang perumah tangga.
mengapa beliau (Om Hud) lebih memilih lepas jubah daripada menjadi BHIKKHU ?
hal ini disebabkan oleh EGO, jika beliau memahami ANICCA, ANATTA, dan DUKKHA, 4KS, JMB8.
saya berani mengatakan bahwa beliau pasti merealisasi NIBBANA.
ternyata, beliau lbh memilih lepas jubah untuk membualkan hasil yg dicapai utk makhluk lainnya, yang mana dirinya sendiri masih mencari2.
1.) memilih menjadi perumah tangga (umat biasa) karena bisa lebih leluasa.
2.) bisa beraktifitas bebas baik itu ngomong, pikir, dan berbuat tanpa adanya aturan (VINAYA) yg berperan.
3.) tidak tunduk kepada aturan monastik BUDDHA, tidak ada senioritas.
4.) popularitas, ketenaran yang dicari
5.) sering kali saya membaca tulisan beliau yg tidak konsisten. (hancur berantakan).
6.) melakukan pelecehan kata/kalimat

masih banyak lagi, jika mo dibahas lebih panjang lebar.

saran saya, sebaiknya binalah diri sendiri dengan baik dan benar jadi panutan.
bukannya membina orang lain, sedangkan diri sendiri belum terbina dengan baik.
walaupun anda dulu mantan seorang bhikkhu, seharusnya anda men-SADAR-i bahwasannya apa yg ingin anda cari/inginkan bukan lari dari kenyataan hidup.

jika seorang bhikkhu bergaul terlalu rapat dengan umat, maka dipastikan bhikkhu tersebut akan melakukan pelanggaran.

pahamilah setiap statement yg Om hud, buat. jgn hanya menilai bahwa saya benar kok.
tetapi, jika anda hanya melihat demikian maka kehancuran sdh didepan mata.
dan saat ini mungkin sebagian kecil org blm mengetahui lbh dalam ttg MMD, nt org akan tahu apa itu MMD. apakah MMD itu BUDDHIST ? ato tidak ?
apakah J.K. itu ARAHAT ? ato tidak ?
bukan saya yang berhak menilai ttp anda sendiri jg berhak.

anda boleh menganggap apa yg saya sampaikan adalah tdk benar, tidk berbobot, tdk mendidik.
coba lihat dgn pikiran yg tenang.

 _/\_  :lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 06 August 2009, 12:33:12 PM
dear bro

saya rasa akan lebih baik jika tidak menyinggung mengenai pribadi org yg bersangkutan krn itu berpotensi utk menganggap semua yang ada di org itu, menjadi salah

sedangkan bagi saya, dia tidak 100% salah, masih banyak hal bermanfaat yang bisa kita dapat tarik dari dia, hanya saja ada salah pandang untuk beberapa hal seperti JMB-8, 4KM, pelaksanaan sila, pengabaian Kamma/tidak perlu berbuat, penggunaan simbol2 buddhis utk produk non buddhis

NB : saya akan forward ke milis2 pesan yg berhubungan dengan dhamma, yg mengkritisi namun bukan bersifat menyerang individu ybs

semoga bs bermanfaat yah

metta
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 06 August 2009, 05:35:34 PM
Mulapariyaya-sutta : Berhentinya Konsep, bukan Berhentinya Kesadaran   


Forward dari sdr Singthung
 
Added :
 
Mulapariyaya-sutta (Majjhima Nikaya, 1)

"Para bhikkhu, saya akan mengajar kalian urutan akar semua fenomena:

(A) Seorang puthujjana:
(i) pa.thavi.m pa.thavito sa~njaanaati -- he perceives earth as earth;
(ii) pa.thavi.m ma~n~nati -- he conceives earth;
(iii) pa.thaviyaa ma~n~nati -- he conceives in earth;
(iv) pa.thavito ma~n~nati -- he conceives from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti ma~n~nati -- he conceives "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m abhinandati -- he delights in earth.
Mengapa? Oleh karena ia belum memahaminya (apari~n~naata.m)   

(B) Seorang sekha (yang sedang berlatih):
(i) pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati -- he directly knows earth as earth;
(ii) pa.thavi.m maa ma~n~ni -- let him not conceive earth;
(iii) pa.thaviyaa maa ma~n~ni -- let him not conceive in earth;
(iv) pa.thavito maa ma~n~ni -- let him not conceive from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti maa ma~n~ni -- let him not conceive "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m maabhinandi -- let him not delight in earth.
Mengapa? Agar ia dapat memahaminya (pari~n~neyya.m)

(C&D) Seorang arahat/buddha:
(i) pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati -- he directly knows earth as earth;
(ii) pa.thavi.m na ma~n~nati -- he does not conceive earth;
(iii) pa.thaviyaa na ma~n~nati -- he does not conceive in earth;
(iv) pa.thavito na ma~n~nati -- he does not conceive from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti na ma~n~nati -- he does not conceive "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m naabhinandati -- he does not delight in earth.
Mengapa? Karena ia telah memahaminya (pari~n~naata.m)
 
 
Mulapariyaya Sutta berasal dari Majjhima Nikaya, yang artinya Asal Semua Akar.  Dikatakan dalam sutta tersebut bahwa ada 5 bikkhu yg berpandangan salah karena mereka memegang kuat pada ajaran aliran lain sewaktu mereka belum menjadi pengikut Sang Buddha.  Sang Buddha lalu berusaha untuk meluruskan pandangan mereka ini dan berkata, "Para bikkhu, akan kuajarkan pada kalian khotbah mengenai akar semua hal.  Dengarkan dan perhatikan dgn cermat apa yg akan kukatakan."
 
Dalam khotbah ini Sang Buddha mengajarkan bahwa di dalam alam semesta ini terdapat tiga golongan makhluk yaitu Assutava Putujjana, yang artinya manusia biasa yg tidak belajar; Sekha, yg artinya siswa dlm pelatihan lebih tinggi; dan Arahat.
 
Assutava Putujjana (1)
Orang-orang yg tergolong dalam kategori ini dapat dikatakan sebagai berikut:
    1. Ariyanam Adassari
    Mereka tidak memiliki rasa hormat kepada manusia-manusia agung
    2. Ariyadhamnussa Akovido
    Mereka yang tidak terampil
    3. Ariyadhamme Avinita
    Mereka yang tidak disiplin di dalam dhamma
    4. Pathavim Pathavito Sanjanati
    Mereka mempersepsikan tanah (Pathavi) sebagai tanah (2)
    5. Pathavim Pathavito Sanjitva
    Mereka lalu mengkonsepsikan (3) [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Mannati
    Mereka lalu mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    7. Pathavim Meti Mannati
    Mereka mengkonsepsikan tanah sebagai "milikku"
    8. Pathavim Abhinandati
    Mereka bersuka cita di dalam konsepsi tanah
 
Lalu Sang Buddha bertanya, "Tam kissa hetu?" (Mengapa demikian?) "Aparinnatam tasmim vadam" (Karena mereka belum sepenuhnya memahami hal itu).  Mereka berpegang pada konsep:
    1. Nicca - kekekalan
    2. Natta - ke"aku"an
    3. Sukha - kepuasan2
 
Sekha

Orang2 ini dapat dikatakan telah mencapai tingkat kesucian, (ariya puggala).
Orang yg tergolong dalam kategori ini adalah:
    1. Sappurisanam Adassari
    Para bikkhu yg berada pd pelatihan yg lebih tinggi
    2. Sappurisadhamnussa Akovido
    Para bikkhu yg belum mencapai tujuan
    3. Sappurisadhamme Avinita
    Para bikkhu yg masih berjuang untuk terbebas dari belenggu
    4. Pathavim Pathavito Abhijanati
    secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah
    5. Pathavim Abhinnaya
    berusaha untuk tidak mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Ma Mannati
    berusaha untuk tidak mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    7. Pathavim Ma Meti Mannati
    berusaha untuk tidak menganggap tanah sebagai "milikku"
    8. Pathavim Ma Abhinandati
    berusaha untuk tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
 
Lalu Sang Buddha bertanya, "Tam kissa hetu?" (Mengapa demikian?) "Parinneyyam tasmim vadami " (Karena mereka telah memahami segala yg harus dipahami).
 
Arahat

Orang yg tergolong dalam kategori ini adalah:
    1. Para bikkhu yg telah menghancurkan segala noda
    2. Para bikkhu yg telah mencapai tujuan
    3. Para bikkhu yg telah menghancurkan belenggu-belenggu dan sepenuhnya terbebaskan
    4. Pathavim Pathavito Abhijanati
    secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah
    5. Pathavim Abhinnaya
    berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
    6. Pathavim Na Mannati
    berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    7. Pathavim Na Meti Mannati
    berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
    8. Pathavim Na Abhinandati
    tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
 
Lalu Sang Buddha bertanya, "Tam kissa hetu?" (Mengapa demikian?) "Parinneyyam tasmim vadami " (Karena mereka telah sepenuhnya memahami segala yg harus dipahami).
 
 
(1) Kita juga sebenarnya tergolong dlm kategori Putujjana tapi bukan Assutava karena kita (belajar) mengenal dhamma, Assutava adalah untuk orang2 yg tidak tahu dhamma sama sekali.
 
(2) Tanah adalah sebagai contoh dan dapat digantikan dengan ke-24 obyek dibawah ini.  Kelima bikkhu yg saya sebut diatas berpegang pada 24 obyek kepercayaan yg salah sebagai berikut:
EMPAT ELEMEN
    1. Pathavi - tanah
    2. Apo - air
    3. Tejo - api
    4. Vayo - udara
MAKHLUK-MAKHLUK
    5. makhluk-makhluk biasa
    6. dewa-dewa
    7. Pajapati (makhluk yg berdiam di alam kehidupan "halus", dalam bahasa inggris "Fine-Material realms")
    8. Brahma ("Fine-Material")
    makhluk2 yg tidak mempunyai rupa:
        9. Subhakianaka - Para dewa dengan cahaya yg gemerlap
        10. Abhassara - Para dewa dengan keagungan yg memancar
        11. Vehappala - Para dewa dengan buah yg besar
        12. Abhibhu - Sang Penguasa
JHANA-JHANA
    13. landasan ruang tanpa batas
    14. landasan kesadaran yg tanpa batas
    15. landasan ketiadaan
    16. landasan "persepsi" dan "tanpa persepsi"
KHANDA
    17. dittham - dilihat
    18. sutam - didengar
    19. mutam - dirasakan
    20. vinnana - terkognisi
TAHAPAN
    21. ekatham - kesatuan
    22. nanattam - keragamana
    23. sabba - semuanya
            a. mata yg melihat bentuk
            b. telinga yg mendengar suara
            c. hidung yg mencium bau
            d. lidah yg mencicipi rasa
            e. tubuh yg merasakan sentuhan
            f. pikiran yg mengerti dhamma
    24. Nibbana
Ingat bahwa ke 24 obyek ini adalah pandangan yg SALAH.  Kelima bikkhu itu mengkonsepsikan ke 24 obyek diatas dengan cara yg sama.
 
(3) Note: Pikiran kita ini dibagi menjadi tiga tingkat. 
    1. Sanna - persepsi
    2. Vinnana - konsepsi atau bentuk2 pikiran
    3. Panna - Kebijaksanaan yg diperoleh dari konsepsi2, jd mungkin seperti semacam konklusi.


Jadi pertama2 kita ada object, misalnya tanah, lalu kita berpersepsi tentang tanah itu, lalu pikiran itu terus berbuah menimbulkan konsepsi ini itu yg akhirnya menjadi suatu konklusi.
 
Pada akhir khotbah Beliau, kelima bikkhu tsb. tidak puas dengan ajarannya karena mereka masih berpegangan kuat dgn kepercayaan mereka.  Ini adalah khotbah yg pertama, Sang Buddha memberikan khotbah (Dhammacaka Pavathana Sutta) lima kali lagi dan Khotbah Anattalakkhana Sutta dan pada akhirnya mereka mencapai kesempurnaan.
 
 
Tambahan oleh markosprawira
 
Sering terjadi salah paham pada sebagian pihak seolah dalam Mulapariyaya sutta, kesadaran pada arahat BERHENTI sampai tahap 1 saja ('abhijanati' - persepsi murni)
 
Padahal apa yang bisa dilihat diatas adalah bhw kesadaran itu TETAP BERJALAN terus, hanya saja :
    1. Pathavim Pathavito Abhijanati : secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah
    2. Pathavim Abhinnaya : berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
    3. Pathavim Na Mannati : berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
    4. Pathavim Na Meti Mannati : berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
    5. Pathavim Na Abhinandati:  tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
 
Jadi yang berhenti adalah KONSEPNYA, bukan KESADARANNYA  itu sendiri.

Hal ini bisa kita lihat diatas, "berhenti mengkonsepsikan", "berhenti mengkonsignasikan tanah" dstnya, jadi BUKAN berhentinya kesadaran
 
Kesadarannya itu sendiri tetap berjalan, tetap berlangsung dengan kondisi pikiran yang KIRIYA/fungsional sebagaimana ada dalam tabel Citta/Pikiran
 
Demikian penjelasan mengenai Mulapariyaya sutta, semoga bisa bermanfaat bagi rekan2 sekalian
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 09:38:13 AM
Apa yg ditulis oleh Bro Kai ada benarnya. Tapi kita harus mempertimbangkan apa yg sy tulis berikut ini:

Tingkatan batin setiap manusia berbeda2. Kilesa tiap orang berbeda.
Bagi para Arya, mungkin sedikit Sutta saja, sudah dapat menjernihkan kesadarannya, karena para Arya sudah berusaha sejak lama; kehidupan ini dan banyak kehidupan2 lampau. Namun, bagi yg kilesanya tebal (putthujanna), perlu usaha yg berlapis untuk bisa mengikisnya.

Sekarang, tergantung kita, apakah kita masing2 bisa menilai secara jujur 'tingkat kerusakan' kita? Apakah rasa2nya saya bisa tercerahkan hanya dengan 'sadari saja'? Ataukah saya merasa saya sangat bebal, emosian, tidak tenang, sombong, penuh nafsu, sehingga saya merasa saya memerlukan latihan pengendalian diri, perenungan, latihan konsentrasi (meditasi), untuk bisa sedikit demi sedikit mengikis tanha2 saya yg tebal ini?
Kalau kita tidak bisa, apakah lalu dijadikan tolok ukur bahwa semua orang tidak bisa?
Perlu diingat kembali bahwa saya tidak menganjurkan sama sekali untuk orang meninggalkan JMB 8. Saya hanya mengatakan bahwa bisa terjadi (menurut sutta) seseorang mencapai kesucian tanpa keseluruhan JMB 8.

Saya sendiri cukup heran beberapa orang di sini "mengecam" PH "melekat pada beberapa sutta" tetapi dirinya sendiri "melekat" sekali pada Mahaparinibbana Sutta dan sama sekali tidak mau tahu apa kata sutta lainnya.


Quote
Bahkan ada diantara kita yg memerlukan tambahan ritual2, misalnya mempersembahkan bunga, air, menyalakan dupa, dll setiap harinya. Kegiatan2 ini sudah pasti akan diketawakan oleh praktisi MMD. Namun jangan salah, kegiatan ini bagi sebagian orang sangat bermanfaat: batin mereka menjadi lebih bersih, lebih tenang dan siap untuk menerima Dhamma yg lebih tinggi.

Saya masih tetap menilai: Ajaran "Dalam melihat hanya ada melihat, mendengar, mengecap.. dstnya" (Melihat segala sesuatu sebagaimana adanya) *) adalah ajaran tertinggi.. untuk bisa merealisasi itu, kita2 -yg merasa diri putthujhana- tetap memerlukan SILA SAMADHI dan PANNA.
Kalau saya, tidak melihat ajaran tertinggi atau tidak. Semua Buddha-dhamma adalah satu, mengenai timbul dan tenggelamnya salayatana/khanda (Dukkha). Lainnya, yang saya rujuk sebagai dhamma (tanpa "Buddha") baru ada tingkatannya.

Ritual, mau dikemas dan dinilai bagaimana pun, tidak akan membawa orang pada kesucian.
Apakah ritual kemudian pasti tidak berguna? Tidak juga. Seperti Bro Wili bilang ada orang yang dengan ritual bisa menjadi tambah baik.

-Ketika seseorang terjebak dalam 1 ekstrem, maka dia tidak bisa menerima keterkondisian orang lain yang melekat pada ritual, dan langsung "mengungkapkan kejelekan ritual".
-Ketika seseorang terjebak dalam ekstrem lainnya, maka ia tidak bisa melepas ritual dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ritual tidak membawa orang pada kesucian dan dia sendiri terjebak dalam pandangan salah.

Dari pandangan pribadi saya (yang sangat subjektif ini), PH dan MMD cenderung pada ekstrem 1, maka memukul rata 1 kondisi untuk semua orang (tanpa ritual, tanpa lain-lain); sebaliknya kebanyakan orang di sini cenderung pada ekstrem satunya lagi, tidak bisa terima tentang hal-hal baik (ritual dan lain-lain) yang memang tidak bisa membawa pada kesucian.


Quote
*) yatha-bhutam-nana-dassanamyatha-bhuta-nana-dassanam; seeing things as they are, not as they appear to be; melihat dan menerima segala sesuatu sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yg kita inginkan (pembahasan soal ini ada di thread lain di forum ini)
::
Iya, saya setuju sekali dengan hal ini, tetapi mungkin berbeda dengan para "ariya" dan "praktisi" di sini, saya sepertinya belum mampu melihat apa adanya, jadi otomatis belum mampu menerimanya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 09:57:40 AM
Misii.. Numpang lewat n nambahin.. Sati/Smrti dah dikenal sebelum jaman Sang Buddha, sekurang-kurangnya sejak adanya Rg Veda.
Begitu juga dalam Jainisme. Brarti nambah jadi 7 dr 8 faktor dong? ;D

:) Kalau mau omong jujur, bahkan keseluruhan JMB 8 saya katakan bukan eksklusif punya "Buddhis". Oleh karena itu, maka kita mengenal yang namanya Pacceka Buddha (= Ariya yang memahami Buddha Dhamma tanpa mengenal Buddha-sasana sama sekali). Yang saya tekankan sebelumnya adalah Ditthi & Sati lah yang memuat Buddha-Dhamma, 6 lainnya adalah dhamma.

Sati dan ditthi tentu saja bukan hal baru atau eksklusif. Tetapi apakah mengarah pada samma ditthi & samma sati (definisi Buddha)? Saya rasa tidak. Sedangkan 6 lainnya bisa sesuai dengan dhamma versi Buddha. Contohnya adalah para petapa/brahmana masa lampau yang sering dikisahkan dan dipuji oleh Buddha karena memiliki sila (moralitas) dan samadhi (jhana), kendati pun tidak hidup di zaman munculnya Samma Sambuddha.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: sumana on 07 August 2009, 10:02:26 AM
dear bro

saya rasa akan lebih baik jika tidak menyinggung mengenai pribadi org yg bersangkutan krn itu berpotensi utk menganggap semua yang ada di org itu, menjadi salah

sedangkan bagi saya, dia tidak 100% salah, masih banyak hal bermanfaat yang bisa kita dapat tarik dari dia, hanya saja ada salah pandang untuk beberapa hal seperti JMB-8, 4KM, pelaksanaan sila, pengabaian Kamma/tidak perlu berbuat, penggunaan simbol2 buddhis utk produk non buddhis

NB : saya akan forward ke milis2 pesan yg berhubungan dengan dhamma, yg mengkritisi namun bukan bersifat menyerang individu ybs

semoga bs bermanfaat yah

metta
_/\_  _/\_  _/\_

 :jempol: :jempol: :jempol:

 :lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 07 August 2009, 10:09:44 AM
Misii.. Numpang lewat n nambahin.. Sati/Smrti dah dikenal sebelum jaman Sang Buddha, sekurang-kurangnya sejak adanya Rg Veda.
Begitu juga dalam Jainisme. Brarti nambah jadi 7 dr 8 faktor dong? ;D

:) Kalau mau omong jujur, bahkan keseluruhan JMB 8 saya katakan bukan eksklusif punya "Buddhis". Oleh karena itu, maka kita mengenal yang namanya Pacceka Buddha (= Ariya yang memahami Buddha Dhamma tanpa mengenal Buddha-sasana sama sekali). Yang saya tekankan sebelumnya adalah Ditthi & Sati lah yang memuat Buddha-Dhamma, 6 lainnya adalah dhamma.

Sati dan ditthi tentu saja bukan hal baru atau eksklusif. Tetapi apakah mengarah pada samma ditthi & samma sati (definisi Buddha)? Saya rasa tidak. Sedangkan 6 lainnya bisa sesuai dengan dhamma versi Buddha. Contohnya adalah para petapa/brahmana masa lampau yang sering dikisahkan dan dipuji oleh Buddha karena memiliki sila (moralitas) dan samadhi (jhana), kendati pun tidak hidup di zaman munculnya Samma Sambuddha.




Untuk mengembalikan ke track semula.

saya bisa menerima jika dikatakan bahwa JMB8 bukan eksklusif milik Buddhis, tapi yang perlu diingat adalah bahwa "dalam ajaran manapun yang terdapat JMB8 [ini saja sudah menyiratkan bahwa 'bukan hanya dalam ajaran buddha'], maka di sana terdapat orang suci tingkat 1,2,3,4," dan sebaliknya.

kembali lagi apakah MMD memiliki JMB8?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 10:17:18 AM
Memang Sila dan samadhi ada di dalam ajaran2 lain, tapi apakah Sila yang dimaksud merupakan samma-sila? Apakah samadhi yang dimaksud merupakan samma-samadhi?
Kalau saya bilang, secara pannati memang sama2 Sila dan Samadhi namun bagaimana jika dilihat secara hakekatnya secara batin?

Misal mengenai jangan berbohong. Betul dia ga mau berbohong tapi karena tidak melatih batin secara cetasika samma-vaca, hanya bisa mengikuti bohong yg nyata tapi tetap toleran dengan "white lie", ga bisa menghindari ucapan kasar misal ngomelin anak dgn alasan demi kebaikan si anak itu sendiri

Bisa lihat juga dalam samadhi, apakah itu sudah samma-samadhi? Buddha sudah merujuk pada 40 objek, berbeda dengan entah berapa ribu objek lain yang ada di meditasi paham lain.
Misal dalam Usaha benar (samma vayama), apakah dia tahu bagaimana usaha menghancurkan kejahatan di batin?

Nah bagaimana kita bisa tahu mana yang samma/benar atau tidak benar?
Khun Sujin merujuk bhw seharusnya kita sudah mempunyai "pengertian benar" sehingga bisa menjalankan sila dengan pengertian benar, juga menjalankan samadhi, dengan pengertian benar

Ini yg saya sering sebut bahwa Sila, samadhi dan Panna adalah kombinasi yg saling menguatkan

Seperti saya sebutkan di atas, ada petapa/brahmana masa lampau yang dipuji oleh Buddha dalam hal sila dan samadhi.



Quote
Jadi Buddha Dhamma melampaui baik - buruk secara konseptual tapi secara batin, sesungguhnya tetap ada usaha menghindari perbuatan yg buruk dan menambah perbuatan yang baik sehingga hasil dari JMB-8 adalah Parami, timbunan kebajikan yang berujung di Nibbana, yang merupakan kondisi batin yang sobhana/indah

Jadi kalau ada yg harus "dilepaskan", itu adalah konsepnya.
Tapi mengurangi perbuatan buruk dan menambah perbuatan baik secara mano, kaya dan vacci tetap HARUS dilakukan

Bagi saya, tetap tidak menjelaskan sila "Samma Vaca" dalam bathin "sobhana" seorang Pilinda Vaccha.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 10:20:55 AM
Untuk mengembalikan ke track semula.

saya bisa menerima jika dikatakan bahwa JMB8 bukan eksklusif milik Buddhis, tapi yang perlu diingat adalah bahwa "dalam ajaran manapun yang terdapat JMB8 [ini saja sudah menyiratkan bahwa 'bukan hanya dalam ajaran buddha'], maka di sana terdapat orang suci tingkat 1,2,3,4," dan sebaliknya.

kembali lagi apakah MMD memiliki JMB8?

Kembali lagi, definisi Buddhis harus ada JMB 8 adalah definisi Mahaparinibbana Sutta. Berbeda dengan definisi "Ajaran Tathagata" versi Sankhitta Sutta. Silahkan dinilai menurut kecenderungan masing-masing, yang manakah yang dipegang.

Apakah MMD memiliki, menganjurkan atau menolak, saya tidak tahu dan tidak peduli.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 07 August 2009, 10:32:21 AM
Sudahlah intinya disini sudah pada tahu Bahwa Pa Hudoyo mempunyai Pandangan Salah. titik ga pake koma ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 10:38:30 AM
Dear All,

Pacceka-Buddha, hanya muncul saat tidak ada Samma-Sambuddha dan tidak terdengar lagi Dhamma Sang Buddha. Pacceka-Buddha hanya mengalami pencerahan untuk dirinya sendiri, ia tidak bisa mengajarkannya pada makhluk lain. Oleh karena itu tidak ada ajaran "Pacceka-Buddha".

Jika ia hidup dimasa Samma-Sambuddha, atau dimasa adanya Dhamma Sang Buddha, maka ia akan bergabung dalam Sangha dan merealisasi Arahata-Magga-Phala.

Jalan Ariya Beruas Delapan, adalah khas Buddhist.

Sebab, diluar Buddha-Dhamma , tidak ada yang menembus Empat Kesunyataan Mulia ( itu artinya tidak ada samma-ditthi disana ).  Diluar Buddha Dhamma, tidak diakui bahwa hidup itu hakekatnya adalah penderitaan, sebab penderitaan adalah nafsu keinginan, berakhirnya penderitaan, dan adanya Jalan Menuju Berakhirnya Penderitaan.

Diluar Buddha-Dhamma, semua mengajarkan adanya "ATTA" ( Atman ) yang merupakan "percikan" dari Brahman. Ini adalah bukan "samma-ditthi".

Siapapun yang masih menganggap adanya "Atman" yang merupakan "percikan" Brahman, ia akan terbelenggu dan tidak bisa membebaskan diri dari samsara. Inilah sakaya-ditthi.

“ Walaupun seorang petapa atau brahmana menyatakan mengemukakan pemahaman penuh mengenai semua jenis kemelekatan, namun mereka tidak sepenuhnya menggambarkan pemahaman penuh mengenai semua jenis kemelekatan. Mereka menggambarkan pemahaman penuh mengenai kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemelekatan terhadap peraturan dan pantangan, namun tanpa menggambarkan pemahaman penuh mengenai kemelekatan terhadap doktrin tentang diri. Mereka tidak memahami satu jenis kemelekatan ini seperti apa adanya. Maka dari itu, mereka menggambarkan hanya pemahaman penuh mengenai kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemelekatan terhadap pandangan-pandangan, kemelekatan terhadap peraturan dan pantangan, namun tanpa menggambarkan pemahaman penuh mengenai KEMELEKATAN TERHADAP DOKTRIN TENTANG DIRI.” [ Culasihanada Sutta ; Majjhima-Nikaya, sutta ke-11 ]

Sabda Sang Buddha tersebut diatas  dengan jelas menyatakan bahwa factor-kritis yang membedakan ajaran Sang Buddha dari semua pandangan keagamaan dan filsafat lain adalah “pemahaman penuh Beliau mengenai kemelekatan terhadap doktrin tentang diri.” Akibatnya, hal ini berarti bahwa hanya Sang Buddha sendiri yang dapat menunjukkan bagaimana cara menanggulangi semua pandangan tentang diri lewat pengembangan penembusan kebenaran akan tanpa-diri. Karena guru-guru spiritual lain tidak memiliki pemahaman mengenai “tanpa-diri” ( Anatta ) ini, maka pernyataan-pernyataan bahwa mereka telah sepenuhnya memahami tiga jenis kemelekatan yang lainnya ( kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemelekatan terhadap pandangan-pandangan, kemelekatan terhadap peraturan dan pantangan ) juga menjadi meragukan.

( cuplikan dari artikel saya, "Apakah Romo Hudoyo Berpandangan-Salah / Menyimpang [?]" )
[/b]


Banyak petapa dan Brahmana jaman Sang Buddha, masih melekat pada hiasan2 bunga, dan wangi2an, dan berbagai kemelekatan lain.

Semasa saya masih Kejawen, saya mengenal beberapa petapa sakti yang juga hidup selibat. Tapi , ada satu kemelekatan halus yang tidak bisa dihilangkan oleh Beliau2 tersebut, yaitu kemelekatan pada adanya "Atta" dan adanya "Brahman", serta kemelekatan pada kebahagiaan "Jhana". Inilah titik yang membedakan petapa2 diluar Buddha-Dhamma dengan petapa2 yang merupakan siswa Sang Buddha.

Semoga Bermanfaat.

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 10:43:15 AM
ralat deh, bukan semua agama :P

tentu ketiga semua itu ajaran semua buddha. kalau ngakunya satu saja yah artinya korupsi donk

Ketika Kundalakesa berguru pada Buddha, hanya diajarkan "yang satu", bukan "yang tiga". Lebih "parah" lagi Kisa Gotami yang "tidak diajar apa-apa" (apalagi 3 ajaran) malah disuruh cari biji lada.

Apakah Buddha Gotama ini seorang Buddha koruptor, atau Gotama bukanlah seorang Buddha?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 10:44:49 AM
Dan jangan lupa lho, Romo Hudoyo beberapa kali menyatakan adanya si "AKU" yang menggerakkan existensi manusia, begitu ia nyatakan. Karena itu, dalam MMD, ia tidak mengajarkan para yogi untuk mengamati : ANICCA, DUKKHA, ANATTA, tapi ia menganjurkan para yogi untuk mengamati : ANICCA, DUKKHA, dan ,ATTA.  Sebab, kata Pak Hud,si "atta" inilah yang menggerakkan existensi manusia.  Inilah salah satu point "pandangan-salah" Pak Hudoyo, yang sudah saya kritisi pada artikel saya.

Mettacittena.
_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 07 August 2009, 10:47:35 AM
ralat deh, bukan semua agama :P

tentu ketiga semua itu ajaran semua buddha. kalau ngakunya satu saja yah artinya korupsi donk

Ketika Kundalakesa berguru pada Buddha, hanya diajarkan "yang satu", bukan "yang tiga". Lebih "parah" lagi Kisa Gotami yang "tidak diajar apa-apa" (apalagi 3 ajaran) malah disuruh cari biji lada.

Apakah Buddha Gotama ini seorang Buddha koruptor, atau Gotama bukanlah seorang Buddha?



Bro Kainyn, seorang dokter yg bijaksana hanya memberikan obat sesuai dosis yang diperlukan untuk sembuh, seorang pasien mungkin harus menelan 3 butir obat untuk sembuh, pasien lainnya mungkin cukup 1 butir saja. di sini Sang Buddha adalah dokter yang tidak tertandingi yang menyembuhkan makhluk2.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 07 August 2009, 11:00:31 AM
tidak berbuat jahat, berbuat baik -> ajaran universal/semua agama   
============================================
Yakin? Semua Agama? aye rasa tidak deh =))

Kalau mengorbankan anak sendiri utk persembahan itu
  termasuk yg baik atau gimana ............

rasanya sulit deh membedakan mana yg baik, dan mana yg yg yg yg
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 11:04:32 AM
ralat deh, bukan semua agama :P

tentu ketiga semua itu ajaran semua buddha. kalau ngakunya satu saja yah artinya korupsi donk

Ketika Kundalakesa berguru pada Buddha, hanya diajarkan "yang satu", bukan "yang tiga". Lebih "parah" lagi Kisa Gotami yang "tidak diajar apa-apa" (apalagi 3 ajaran) malah disuruh cari biji lada.

Apakah Buddha Gotama ini seorang Buddha koruptor, atau Gotama bukanlah seorang Buddha?



tapi Buddha kan nggak ada bilang ke Gotami (dan ke siapapun):

"Eh, Gotami, tidak ada perlunya berbuat baik...."

::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 11:11:56 AM
Dear All,

Sekedar pemberitahuan, artikel "Apakah Romo Hudoyo Berpandangan...dst." yang saya upload di blog saya mengalami beberapa proses re-editing. Jadi , mungkin ada beberapa perbedaan dengan yang lama ( termasuk dengan yang dicopy-paste di dhammacitta ini ).

Sekian, terimakasih.

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 11:24:39 AM

Saya ingin mengingatkan lagi, salah satu perbedaan ajaran Pak Hud dan Buddhisme adalah:

~ Pak Hud mengajarkan bahwa "Tidak perlu adanya usaha untuk berbuat baik atau ingin berbuat kebaikan, dsbnya..." Karena "Keinginan untuk berbuat baik adalah produk pikiran juga".

~ Sedangkan Buddhisme jelas2 mengajarkan "Perbanyak Kebaikan"

Kenapa menjadi begini, ya itu gara2 Pandangan Pak Hud bahwa sumber segala masalah kita adalah "Pikiran" sehingga "Setiap produk pikiran / 'pikiran' itu sendiri harus dihentikan" termasuk keinginan untuk berbuat baik, belas kasihan, simpati, dsbnya....

Perbedaan pemikiran Pak Hud ini (bahwa pikiran lah sumber sagala penderitaan) sangat mendasar yg mana akan menimbulkan banyak rentetan perbedaan lainnya sehingga  akhirnya meluas ke pendapat bahwa Seluruh Tipitaka kemungkinan tidak berasal dari SB langsung, kecuali HANYA 3 sutta saja (krn hanya 3 sutta ini yg bisa mendukung teori MMD) ...

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 11:46:38 AM
Memang Sang Buddha mengajarkan "Pikiran adalah Pelopor".

Tapi, tanpa penembusan akan Empat Kesunyataan Mulia ( Beserta penempuhan Jalan Ariya Beruas 8 ), maka tidak akan mungkin jelmaan panca-khanda berakhir ( yang berarti termasuk pikiran itu ikut berakhir ).

Pikiran hanya akan berakhir setelah "Parinibbana", yaitu saat jelmaan Panca-Khanda tidak ada lagi.

Bagaimana mungkin, seseorang yang menolak Empat Kesunyataan Mulia, bisa mengakhiri dukkha, sementara ia sendiri menolak mengakui dan menyadari bahwa hidup ini sejatinya adalah dukkha ? menolak mengakui dan menyadari sebab dukkha adalah nafsu-keinginan ( tanha )-nya, menolak mengakui dan menyadari adanya pengakhiran-dukkha ( Nibbana ), dan menolak mengakui serta menyadari adanya Jalan menuju pengakhiran-dukkha ?

Siapapun yang menolak Empat Kesunyataan tersebut, akan terus bertumimbal lahir, berkelana dalam samsara, itu artinya, pikirannya pun tidak akan pernah berhenti, karena jelmaan panca-khanda akan terus "mengada".

Dan itu sebabnya pula, mengapa pikiran Pak Hudoyo tidak pernah berhenti untuk berdebat dengan banyak orang, he he... :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 11:54:22 AM
^

Sedikit tambahan,

Pak Hudoyo tidak menolak kesemua 4 Kensunyataan Mulia.

Pak Hud hanya mengakui 3, yakni: Kenyataan akan dukkha, Penyebabnya*) dan Akhir Dukkha.
Pak Hud menolak yg ke 4, yakni: Jalan untuk mengakhiri Dukkha.
Karena menurut Pak Hud, TIDAK ADA JALAN/CARA untuk mengakhiri Dukkha.

*) Meski mengakui Penyebab Dukkha adalah KEMELEKATAN, namun Pak Hud berupaya menggali lagi lebih dalam, dan berkesimpulan bahwa bahwa KEMELEKATAN disebabkan oleh adanya PIKIRAN. Sehingga Pak Hud berkonsentrasi untuk menghentikan 'pikiran' ini, bukan mengikis 'kemelekatan'.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 11:59:20 AM
Nah, masalahnya, "akhir-dukkha" versi pak Hud adalah "berhentinya-pikiran".

Bukankah pak hud sendiri menolak adanya "pantai seberang" ?

" tidak ada Jalan, tidak ada tujuan...tidak ada pantai seberang", demikian yang sering dinyatakan pak hud kan.

Jika pak hud menerima hidup ini adalah dukkha, maka ia akan sedikit demi sedikit melepaskan kemelekatan, dan mengajarkan para siswanya untuk demikian. Bukankah hal ini tidak pernah diajarkan pak hud ? dengan demikian, sebenarnya pak hud sendiri pun menolak bahwa hidup ini adalah "dukkha", sebab masih terus melekati "hidup" dunia ini.

Para siswa Sang Buddha, berlatih mengikis kemelekatan pada dunia dengan berlatih "SILA", misal atthangasila yang mulai tampak jelas pengikisan kemelekatannya ( tidak berhubungan sexual, tidak menonton hiburan/pertunjukan, tidak menyanyi, tidak mendengarkan lagu, tidak menggunakan wewangian, tidak tidur di tempat tidur yang mewah ( tinggi dan besar ), dll. ).

Nah, bukankah pak hud menolak "SILA" ini, sebagaimana J.Krishnamurti menolak perlunya semua bentuk2 latihan dan disiplin.

Inilah hal2 fundamen dimana pak hud sesungguhnya dengan sangat menolak Empat Kesunyataan Mulia.

Mettacittena,
_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 07 August 2009, 12:05:05 PM
Dear All,

Sekedar pemberitahuan, artikel "Apakah Romo Hudoyo Berpandangan...dst." yang saya upload di blog saya mengalami beberapa proses re-editing. Jadi , mungkin ada beberapa perbedaan dengan yang lama ( termasuk dengan yang dicopy-paste di dhammacitta ini ).

Sekian, terimakasih.

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

bro ratnakumara,

kalau selama ini ada belum bisa menerima masukan bro,
apakah berarti GELASNYA UDAH PENUH ?

jangan mau merasa capek utk memberikan masukan2 ya,..

posting bro mantep yoooooooooo
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 12:12:38 PM
Dear Johan3000,

Salam kenal dari saya ;)

Oiya, maaf, saya kurang jelas dengan pertanyaan anda ini :

"kalau selama ini ada belum bisa menerima masukan bro,
apakah berarti GELASNYA UDAH PENUH ?"

Bisakah / berkenankah anda mengulanginya, he he.. ( maaf ya kalau agak gak "mudeng" ini ;)  )

Tapi kalau yang dimaksud selama ini saya belum bisa menerima masukan, aduh.. apakah begitu... masukan yang mana ya... tentu bisa lah, saya sangat bisa menerima masukan, karena saya sendiri kan masih seorang "siswa" yang terus belajar dan berpraktik, sehingga belum pada proses akhir , masih jauh lah kalau sampai disebut "gelas sudah penuh".


Mohon koreksinya ;)

_/\_

Mettacittena. ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 12:12:59 PM
Iyah juga, meski secara resmi Pak Hud sering mengulang2 Sabda SB: Dukkha, Samudaya dan Nirodha... tapi secara implisit dan uraian, Pak Hud sudah berbeda pengertian.

Menurut saya, karena "pengertian dasar" nya tadi itu yg nyeleneh 'agak lain', sehingga akhirnya menyebabkan perbedaan pandangan tsb menjadi merembet/meluas ke Ajaran SB keseluruhan.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 07 August 2009, 12:14:00 PM
(http://4lfirdaus.files.wordpress.com/2009/04/intel_core_i7_official_chip_shot_113008.jpg)
Quote
Belum puas dengan kemampuan yang dapat dihasilkan dari kinerja sebuah processor Intel Core i7 965 Extrem Edition, dalam bulan April ini Intel menghadirkan Intel Core i7 975 Extrem Edition. Processor ini akan bekerja  pada clock speed 3,3 GHz, dan akan menjadi processor flagship intel untuk desktop PC. Selain itu, direncanakan juga akan diluncurkan Core i7 950 yang bekerja pada clock speed 3,06 GHz, pada bulan Mei 2009.

Seperti pendahulunya, Intel Core i7 965 Extrem Edition, processor Intel Core i7 975 Extrem Edition juga memiliki banderol harga sekitar 999 US dollar. Sedangkan harga untuk Intel Core i7 950 562 US dollar.
Intel Core i7 965


Bagaimana kalau Intel memproduksikan CHIPS yg bisa BERHENTI processingnya ?
Apakah bakal banyak yg berminat ? Apakah Processor boleh berhenti ?

Tanya KENAPA (A mild)




Quote
bro ratnakumara :
Nah, masalahnya, "akhir-dukkha" versi pak Hud adalah "berhentinya-pikiran".
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 12:16:04 PM
Bro Kainyn, seorang dokter yg bijaksana hanya memberikan obat sesuai dosis yang diperlukan untuk sembuh, seorang pasien mungkin harus menelan 3 butir obat untuk sembuh, pasien lainnya mungkin cukup 1 butir saja. di sini Sang Buddha adalah dokter yang tidak tertandingi yang menyembuhkan makhluk2.

Ya, saya setuju. Maka tidak tepat jika mengatakan seorang dokter bijaksana (=tidak korup) harus memberikan 3 (atau hanya 1) obat, bukan? Lagi-lagi tergantung pasien.






Saya ingin mengingatkan lagi, salah satu perbedaan ajaran Pak Hud dan Buddhisme adalah:

~ Pak Hud mengajarkan bahwa "Tidak perlu adanya usaha untuk berbuat baik atau ingin berbuat kebaikan, dsbnya..." Karena "Keinginan untuk berbuat baik adalah produk pikiran juga".

~ Sedangkan Buddhisme jelas2 mengajarkan "Perbanyak Kebaikan"

Kenapa menjadi begini, ya itu gara2 Pandangan Pak Hud bahwa sumber segala masalah kita adalah "Pikiran" sehingga "Setiap produk pikiran / 'pikiran' itu sendiri harus dihentikan" termasuk keinginan untuk berbuat baik, belas kasihan, simpati, dsbnya....

Perbedaan pemikiran Pak Hud ini (bahwa pikiran lah sumber sagala penderitaan) sangat mendasar yg mana akan menimbulkan banyak rentetan perbedaan lainnya sehingga  akhirnya meluas ke pendapat bahwa Seluruh Tipitaka kemungkinan tidak berasal dari SB langsung, kecuali HANYA 3 sutta saja (krn hanya 3 sutta ini yg bisa mendukung teori MMD) ...

::
Seingat saya, PH bilang berbuat baik tidak relevan dengan pencapaian kesucian, dan saya setuju hal tersebut. Tidak ada relevansi seseorang berbuat baik demikian, maka hasilnya adalah mencapai kesucian demikian. Perbuatan baik mengakibatkan seseorang memiliki kondisi yang kondusif dalam pencapaian kesucian (terlahir sebagai manusia, bertemu dengan dhamma, tubuh sehat, dsb) tetapi bukanlah faktor penentunya. Demikian pula perbuatan jahat juga menyebabkan kondisi yang tidak kondusif (akusala garuka, terlahir di alam rendah, kurang pandai) tetapi tetap bukan perbuatan jahat tertentu mempengaruhi pencapaian kesucian tertentu.

Saya tidak ingat bahwa PH mengajarkan untuk "tidak perlu berbuat baik". Yang saya ingat adalah dalam vipassana, perbuatan baik dan buruk tidak relevan.


Quote
tapi Buddha kan nggak ada bilang ke Gotami (dan ke siapapun):

"Eh, Gotami, tidak ada perlunya berbuat baik...."

::
Memang tidak. Juga tidak bilang ke siapapun "Jangan berbuat jahat dan banyaklah berbuat baik maka engkau akan mencapai kesucian".

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 07 August 2009, 12:24:27 PM

Jadi yang berhenti adalah KONSEPNYA, bukan KESADARANNYA  itu sendiri.

Hal ini bisa kita lihat diatas, "berhenti mengkonsepsikan", "berhenti mengkonsignasikan tanah" dstnya, jadi BUKAN berhentinya kesadaran
 
Kesadarannya itu sendiri tetap berjalan, tetap berlangsung dengan kondisi pikiran yang KIRIYA/fungsional sebagaimana ada dalam tabel Citta/Pikiran
biar adil dikit, saya postingkan jawabannya.
sebenernya ini dulu udah berkali2 diluruskan, tapi sepertinya gak pernah dibaca.

HUDOYO:
Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)." Ini dinyatakan pula oleh Bhikkhu Bodhi, alm Nanavira Thera dsb dalam buku-buku mereka tentang Mulapariyaya-sutta.

Lalu kepada seorang yang berlatih, Sang Buddha menganjurkan agar dalam menerima 'persepsi murni' (abhijanati), jangan sampai timbul pembentukan konsep (ma manni), jangan sampai timbul si aku, yang memisahkan diri dari objek, ingin memiliki objek, dan bersenang hati dengan objek.

Kesimpangsiuran terjadi karena Sdr Markosprawira menerjemahkan 'citta' dengan 'pikiran' (lihat kutipan tulisannya di bawah), sedangkan saya menerjemahkan 'citta/vinnana' dengan 'batin' atau 'kesadaran' , bukan 'pikiran'! Arus 'batin'/'kesadaran' memang tidak pernah berhenti, tapi 'pikiran', 'berpikir' bisa dan harus berhenti dalam kesadaran vipassana.

Dalam bahasa Inggris, 'pikiran' adalah 'thought', 'pemikiran/berpikir' adalah 'thinking'. 'Pikiran'/'berpikir' selalu didahului dengan 'pembentukan konsep', 'penafsiran' (misalnya, konsep Buddha, konsep Dhamma, konsep Sangha, pikiran tentang pembunuhan, pikiran tentang pencurian, pikiran tentang perzinaan dsb). Manusia tidak bisa berpikir tanpa 'pembentukan konsep', tanpa 'penafsiran'. Dalam bahasa Pali, 'pembentukan konsep', 'penafsiran' dsb disebut 'mannati' (verb) atau 'mannitam' (noun) (lihat Dhatu-vibhanga-sutta, MN 140). Menurut Bhikkhu Bodhi, akar kata dari 'mannati' dan 'mannitam' adalah 'man-', yang berarti 'berpikir'.

Di dalam Mulapariyaya-sutta (MN 1) maupun Dhatu-vibhanga-sutta (MN 140), Sang Buddha mengajarkan bahwa dalam batin (citta) seorang yang bebas tidak ada lagi 'pembentukan konsep, penafsiran' dsb, singkatnya tidak ada lagi 'pikiran, berpikir' SEBAGAIMANA SEORANG PUTHUJJANA BERPIKIR. Seorang arahat tidak berpikir baik tidak pula berpikir buruk, sebagaimana manusia biasa berpikir.

Di dalam Mulapariyaya-sutta, hal ini sangat jelas ketika Sang Buddha bicara tentang OBJEK "segala yang terlihat (dittham), segala yang terdengar (sutam), segala yang tercerap (mutam), segala yang dikenal [dalam batin] (vinnatam)". Kepada orang yang berlatih, Sang Buddha menganjurkan agar setiap kali mencerap OBJEK seperti itu, jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang objek, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari objek, kemudian ingin memiliki objek, dan bersenang hati dengan objek.

Jadi, jika muncul 'Buddha, Dhamma, Sangha' sebagai 'vinnatam' (yang dikenal), jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang ketiga objek itu, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari ketiga objek itu, kemudian ingin memiliki ketiga objek itu, dan bersenang hati dengan ketiga objek itu.

Itulah yang dilatih dalam MMD. Dalam MMD, pemeditasi tidak memikir-pikir tentang Buddha, Dhamma, Sangha, Sila, Samadhi, Pannya dsb di satu pihak, dan tidak memikir-mikir tentang hal-hal yang tidak baik (menurut pengertian puthujjana) di lain pihak. Yang ada hanya sadar/eling di dalam diamnya pengamatan (sati, appamada).

Bacalah khotbah-khotbah terbaru dari Sri Pannyavaro Mahathera tentang sadar/eling, di mana orang tidak memikir-mikir lagi tentang hal-hal yang baik maupun yang buruk. "Sadar/eling itu membebaskan," kata Bhante Pannya. .

Salam,
Hudoyo
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 12:49:23 PM
Jadi, jika muncul 'Buddha, Dhamma, Sangha' sebagai 'vinnatam' (yang dikenal), jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang ketiga objek itu, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari ketiga objek itu, kemudian ingin memiliki ketiga objek itu, dan bersenang hati dengan ketiga objek itu.

Itulah yang dilatih dalam MMD. Dalam MMD, pemeditasi tidak memikir-pikir tentang Buddha, Dhamma, Sangha, Sila, Samadhi, Pannya dsb di satu pihak, dan tidak memikir-mikir tentang hal-hal yang tidak baik (menurut pengertian puthujjana) di lain pihak. Yang ada hanya sadar/eling di dalam diamnya pengamatan (sati, appamada).

"Pikiran berhenti" ini memang istilah "kontroversial" yang tidak bisa langsung diambil kesimpulan tanpa pembahasan lebih jauh. Setelah beberapa kali diskusi dengan PH, saya sendiri (yang nota bene adalah "teoritis") menangkap maksudnya adalah "pikiran yang tidak dikondisikan sebuah bentuk pikiran masa lampau, juga tidak mengkondisikan bentuk pikiran baru", bukan semacam pikiran berhenti ketika pingsan atau tidak bergerak seperti dalam jhana. Memang sedikit heran buat saya mengapa para "praktisi" tidak mampu menangkap maksudnya.

Dulu ketika saya mulai berbangga-bangga dengan Buddhisme karena sesuai logika, bingung mengapa Kalama Sutta juga mengajarkan jangan bertumpu pada ajaran karena logika semata. Belakangan saya sadar bahwa logika pun adalah berkondisi, dikondisikan bentukan pikiran lampau, sehingga kalau mengatakan Buddhisme adalah sebatas logika (pikiran), itu sungguh-sungguh mengecilkan ajaran Buddha. Melihat pikiran (termasuk logika) dan "melampauinya" itulah ajaran Buddha.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 07 August 2009, 12:52:09 PM
Dear Johan3000,

Salam kenal dari saya ;)

Oiya, maaf, saya kurang jelas dengan pertanyaan anda ini :

"kalau selama ini ada belum bisa menerima masukan bro,
apakah berarti GELASNYA UDAH PENUH ?"

Bisakah / berkenankah anda mengulanginya, he he.. ( maaf ya kalau agak gak "mudeng" ini ;)  )

Tapi kalau yang dimaksud selama ini saya belum bisa menerima masukan, aduh.. apakah begitu... masukan yang mana ya... tentu bisa lah, saya sangat bisa menerima masukan, karena saya sendiri kan masih seorang "siswa" yang terus belajar dan berpraktik, sehingga belum pada proses akhir , masih jauh lah kalau sampai disebut "gelas sudah penuh".


Mohon koreksinya ;)

_/\_

Mettacittena. ;)

Ada yg bilang .......
berhentinya pikiran adalah sesuatu yg....lenyapnya dhukka...

saya juga berpikir kalau processor (otaknya komputer) yg dijual
oleh Intel.... sering2 berhenti apa ada orang yg mau membelinya ?
HANG = (istilah komputernya yg suka nyangkut, dan biasanya tidak diminatin)

mengenai gelas yg penuh ya bisa saja
saya sendiri, atau bro, atau orang lain....

banyak hal yg kurang baik kalau berhenti.
spt : kerjanya jantung, pernafasan paru2, dst...

bagaimana menurut bro tentang YG BERHENTI ?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 07 August 2009, 01:04:41 PM
Ikut kasih pendapat... :)


Saya ingin mengingatkan lagi, salah satu perbedaan ajaran Pak Hud dan Buddhisme adalah:

~ Pak Hud mengajarkan bahwa "Tidak perlu adanya usaha untuk berbuat baik atau ingin berbuat kebaikan, dsbnya..." Karena "Keinginan untuk berbuat baik adalah produk pikiran juga".

~ Sedangkan Buddhisme jelas2 mengajarkan "Perbanyak Kebaikan"

Kenapa menjadi begini, ya itu gara2 Pandangan Pak Hud bahwa sumber segala masalah kita adalah "Pikiran" sehingga "Setiap produk pikiran / 'pikiran' itu sendiri harus dihentikan" termasuk keinginan untuk berbuat baik, belas kasihan, simpati, dsbnya....

Perbedaan pemikiran Pak Hud ini (bahwa pikiran lah sumber sagala penderitaan) sangat mendasar yg mana akan menimbulkan banyak rentetan perbedaan lainnya sehingga  akhirnya meluas ke pendapat bahwa Seluruh Tipitaka kemungkinan tidak berasal dari SB langsung, kecuali HANYA 3 sutta saja (krn hanya 3 sutta ini yg bisa mendukung teori MMD) ...
::

Yang dikasih warna biru, jelas perbuatan baik, tapi menurut saya ada yang membedakan timbulnya perbuatan tersebut ... :)

Seseorang yang punya pikiran 'melekat' bisa aja melakukan suatu perbuatan baik bukan ?

contohnya: seorang kakak yang sayang adiknya, tentunya akan membelikan sebuah barang yang diinginkan adiknya bila harganya terjangkau dan tidak membahayakan, walaupun barang itu tidak bermanfaat untuk kemajuan pikirannya dalam sekolah (mainan) atau juga seorang kakak yang tetap kasihan melihat adiknya dikeluarkan dari sekolahnya karena kenakalan adiknya ... :)

Lain halnya dengan pikiran yang timbul dari seorang ariya pugala, tentunya kita sepakat bahwa timbulnya gak ada pengaruh dari LDM bukan ... :)

Dalam meditasi, apa yang seharusnya kita kontrol ? tentunya pikiran bukan ? jadi apakah dalam meditasi adakah tindakan untuk melakukan bermatapencarian benar ? atau hal lainnya ... atau apakah kita semua dah mampu untuk tetap bermeditasi sambil bekerja ?

Lalu, kira-kira kalau dalam praktek meditasi, kita masih berpikir tentang sebuah perbuatan walaupun itu baik sekalipun, apakah itu bisa dinamakan telah melakukan konsentrasi benar ?

Kalau ada tulisan mengenai pikiran lah sumber sagala penderitaan, terus terang saya setuju, bahkan sangat setuju ... Manusia = 5 khanda = Rupa + nama ... kalau gak ada 'nama', mungkinkah rupa menderita?

Maaf, tidak ada dorongan dari pihak manapun untuk mengeluarkan pendapat ini, dan juga tidak bermaksud untuk berpihak pada siapapun juga dalam menuliskan ini ... :)
Jadi kalau memang seandainya tulisan saya ini 'salah' adanya, ini karena memang sayalah yang salah dalam mempersepsikan tulisan-tulisan di thread ini ... :)

salam,
g.citra
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 07 August 2009, 01:30:39 PM
Seharusnya, kembali pada permasalahan semula.

Sebab, banyak bukti menunjukkan, pak Hudoyo menyatakan bahwa Jalan apapun juga, tidak mengantar pada pembebasan/pencerahan.

Jadi ini bukan masalah "ketika-meditasi" semata.

Saat meditasi, tentunya pelajaran2 mengenai Sutta dan beberapa pelajaran Buddha-Dhamma yang tidak relevan dengan meditasi, menjadi tidak relevan lagi. Sedangkan sutta2 dan pelajaran Buddha-Dhamma yang berkaitan dengan meditasi, masih relevan, setidaknya saat awal2 bermeditasi.

Inti permasalahan, pak Hudo menolak adanya "Jalan", menolak segala bentuk latihan seperti Sila dan Samadhi ( Samadhi lho, bukan vipassana ). Ini didasari oleh ajaran J.Krishnamurti yang menolak segala bentuk Jalan dan segala bentuk latihan serta disiplin.

Apakah dengan bermeditasi vipassana saja manusia dapat mencapai "pencerahan" dan "pembebasan" ? Untuk beberapa kasus, mungkin saja bisa, seperti kasus petapa Bahiya.

Tapi, harus disadari juga, kenapa Bahiya bisa tercerahkan dengan sekedar instruksi sederhana tersebut.

Juga harus dimengerti, mengapa Sang Buddha hanya mengajarkan Dhamma yang singkat saat Bahiya memohon pada Sang Buddha untuk diberi "pelajaran" Dhamma ? Karena, Bahiya memohon di waktu yang tidak tepat ( "Ini bukan waktu yang tepat , Bahiya, kami akan pergi menerima dana makanan", demikian Sang Buddha beberapa kali menjawab permohonan Bahiya ).

Jika Bahiya memohon pada waktu yang tepat, pastilah Sang Buddha akan mengajarkan Dhamma sesuai yang dipintakan Bahiya.

Jika hanya duduk meditasi bisa membawa seseorang pada "pencerahan" dan "pembebasan",  maka seorang pembunuh bisa terus membunuh dan mengumbar keberingasannya, tanpa harus memperbaiki moralitasnya, mensucikan moralitasnya, mensucikan pikirannya, mensucikan pandangannya, mengembangkan cinta-kasih, mengembangkan konsentrasi, mengembangkan kedermawanan ; asalkan ia dalam setiap saat " dalam apa yang dilihat hanya ada yang dilihat, dalam apa yang dirasakan hanya ada apa yang dirasakan...dst."  Nah ini malah bisa jadi "pembunuh-berdarah-dingin".

Kekeliruan Romo Hudoyo adalah disitu, yaitu menolak adanya "Jalan".

Kalau akhir2 ini Romo Hudoyo mengubah statementnya dengan membelokkan topik tidak diperlukannya ajaran Buddha saat bermeditasi, itu perkara lain. Berarti ia sudah sedikit sadar.

Namun yang pasti, sampai detik ini, saya belum melihat Romo Hudoyo kembali pada ajaran Buddha, sebab di beberapa tempat yang sempat saya kunjungi dan lihat, ia tetap masih terus membahas ajaran "eling" ala krishnamurti yang menolak berbagai bentuk "Jalan" dan menolak berbagai bentuk latihan serta disiplin. Inilah yang membedakannya dengan Buddha-Dhamma.

Juga perlu diingat, Krishnamurti pernah menyatakan, bahwa selama 60 tahun ia mengajar, ia belum pernah berhasil membawa manusia pada "transformasi-batin" sesuai harapannya.  Ini setidaknya pengakuan jujur, bahwa konsep ajarannya bahwa manusia tidak memerlukan "Dhamma" ( ajaran ), tidak memerlukan "Jalan", tidak memerlukan berbagai bentuk latihan dan disiplin, ternyata tidaklah bisa membawa manusia pada pencerahan dan pembebasan-sempurna.


Mengenai Berhentinya pikiran, menurut saya hanya bisa dicapai setelah Parinibbana, yaitu saat jelmaan panca-khanda telah tidak terbentuk lagi ( inilah akhir dukkha sempurna, akhir dari dukkha batin dan jasmani ). Selama masih hidup, para Buddha dan Arahat masih terus "berpikir", perbedaannya sudah tidak ada kilesa dalam "pikiran"-Nya tersebut. Masih terus berpikir dan mempunyai kesadaran, karena masih terkondisikan, masih "memiliki" Nama dan Rupa. Juga, dalam pikiran dan perbuatan tersebut sudah tidak timbul lagi tunas2 kelahiran barunya kembali ( lihat Ratana Sutta ).

Demikian menurut saya.
Bila ada kekeliruan mohon koreksinya.

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 01:46:24 PM

"Pikiran berhenti" ini memang istilah "kontroversial" yang tidak bisa langsung diambil kesimpulan tanpa pembahasan lebih jauh. Setelah beberapa kali diskusi dengan PH, saya sendiri (yang nota bene adalah "teoritis") menangkap maksudnya adalah "pikiran yang tidak dikondisikan sebuah bentuk pikiran masa lampau, juga tidak mengkondisikan bentuk pikiran baru", bukan semacam pikiran berhenti ketika pingsan atau tidak bergerak seperti dalam jhana. Memang sedikit heran buat saya mengapa para "praktisi" tidak mampu menangkap maksudnya.


(Yang di bold): Buddha sudah mengajarkan istilah yg lebih mudah dan gampang: KEMELEKATAN.

Jika kita sudah mulai mengikis sedikit demi sedikit KEMELEKATAN kita maka "bentuk2 Pikiran yang banyak maunya dan selalu membanding-bandingkan" perlahan2 akan mulai berkurang.

Bila KEMELEKATAN sudah mulai berkurang -karena adanya latihan (Sila, Samadhi, dan Panna)- maka Pikiran akan lebih tenang dan gampang diarahkan.

Jadi, menurut saya, tidak usah susah2 menciptakan istilah baru (yg kontroversial), yang memperumit pelajaran.

Saya jadi memahami sekarang, kenapa Buddha memaparkan "Dalam melihat hanya melihat... dstnya..." dan bukan mengatakan "Hentikan Pikiran"

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 01:52:55 PM
Ikut kasih pendapat... :)

Seseorang yang punya pikiran 'melekat' bisa aja melakukan suatu perbuatan baik bukan ?

Lain halnya dengan pikiran yang timbul dari seorang ariya pugala, tentunya kita sepakat bahwa timbulnya gak ada pengaruh dari LDM bukan ... :)

Dalam meditasi, apa yang seharusnya kita kontrol ? tentunya pikiran bukan ? jadi apakah dalam meditasi adakah tindakan untuk melakukan bermatapencarian benar ? atau hal lainnya ... atau apakah kita semua dah mampu untuk tetap bermeditasi sambil bekerja ?


Nah saya sependapat dengan Bro Citra...

Sumber segala Penderitaan kita sebenarnya adalah KEMELEKATAN (Bro Citra telah menjelaskan dengan baik, dari yg saya bold). Kita harus melatih pikiran kita, mengarahkannya ke "pikiran bebas dari kemelekatan", bukannya "menghentikan pikiran".

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 07 August 2009, 02:07:34 PM
Kalau menurut saya, makna dari "terhentinya pikiran" dalam kamus MMD itu berada di luar konsep Buddhisme.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 07 August 2009, 02:22:13 PM
biasanya kalau ga salah kita memanggil orang gila atau orang bodoh itu tidak punya pikiran khan ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 07 August 2009, 02:29:44 PM
Orang gila biasanya dibilang: "terganggu" pikirannya.
Orang bodoh biasanya dibilang: Gak punya otak..
Orang ngeles biasanya bilang: Emangnye gue pikiran..??...eh ....pikirin...

 :|


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 02:35:22 PM
Buddha tidak pernah mengajarkan untuk 'menghentikan pikiran'.

Bukanlah pikiran yg bermasalah, yg sesungguhnya bermasalah adalah 'kemelekatan' 'Tanha' 'hawa nafsu' 'egoisme'. Pikiran2 yg diliputi hawa nafsu ini mesti kita arahkan dan kendalikan agar menjadi jernih dan tenang untuk merealisasi akhir dukkha.

Untuk itu, kita kembali ke referensi Tipitaka agar tidak berputar2 tak jelas atau menciptakan istilah2 sendiri:

Anguttara Nikaya; I, iii, 1-10

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat sulit dikendalikan seperti pikiran yang tidak berkembang. Pikiran yang belum berkembang sungguh sangat sulit dikendalikan.

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat mudah dikendalikan seperti pikiran yang telah berkembang. Pikiran yang telah berkembang sungguh mudah dikendalikan.

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak penderitaan seperti pikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih. Pikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih sungguh membawa penderitaan.

Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak kebahagiaan seperti pikiran yang telah berkembang dan dilatih. Pikiran yang telah berkembang dan dilatih sungguh membawa kebahagiaan.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 07 August 2009, 02:58:30 PM
Buddha tidak pernah mengajarkan untuk 'menghentikan pikiran'.

Bukanlah pikiran yg bermasalah, yg sesungguhnya bermasalah adalah 'kemelekatan' 'Tanha' 'hawa nafsu' 'egoisme'. Pikiran2 yg diliputi hawa nafsu ini mesti kita arahkan dan kendalikan agar menjadi jernih dan tenang untuk merealisasi akhir dukkha.

Untuk itu, kita kembali ke referensi Tipitaka agar tidak berputar2 tak jelas atau menciptakan istilah2 sendiri:

Anguttara Nikaya; I, iii, 1-10

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat sulit dikendalikan seperti pikiran yang tidak berkembang. Pikiran yang belum berkembang sungguh sangat sulit dikendalikan.

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat mudah dikendalikan seperti pikiran yang telah berkembang. Pikiran yang telah berkembang sungguh mudah dikendalikan.

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak penderitaan seperti pikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih. Pikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih sungguh membawa penderitaan.

Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak kebahagiaan seperti pikiran yang telah berkembang dan dilatih. Pikiran yang telah berkembang dan dilatih sungguh membawa kebahagiaan.

::

maaf Sutta anda tidak valid =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 07 August 2009, 03:02:41 PM
tunggulah dulu, siapa tau diakui ;D

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 03:53:21 PM

"Pikiran berhenti" ini memang istilah "kontroversial" yang tidak bisa langsung diambil kesimpulan tanpa pembahasan lebih jauh. Setelah beberapa kali diskusi dengan PH, saya sendiri (yang nota bene adalah "teoritis") menangkap maksudnya adalah "pikiran yang tidak dikondisikan sebuah bentuk pikiran masa lampau, juga tidak mengkondisikan bentuk pikiran baru", bukan semacam pikiran berhenti ketika pingsan atau tidak bergerak seperti dalam jhana. Memang sedikit heran buat saya mengapa para "praktisi" tidak mampu menangkap maksudnya.


(Yang di bold): Buddha sudah mengajarkan istilah yg lebih mudah dan gampang: KEMELEKATAN.

Jika kita sudah mulai mengikis sedikit demi sedikit KEMELEKATAN kita maka "bentuk2 Pikiran yang banyak maunya dan selalu membanding-bandingkan" perlahan2 akan mulai berkurang.

Bila KEMELEKATAN sudah mulai berkurang -karena adanya latihan (Sila, Samadhi, dan Panna)- maka Pikiran akan lebih tenang dan gampang diarahkan.

Jadi, menurut saya, tidak usah susah2 menciptakan istilah baru (yg kontroversial), yang memperumit pelajaran.

Saya jadi memahami sekarang, kenapa Buddha memaparkan "Dalam melihat hanya melihat... dstnya..." dan bukan mengatakan "Hentikan Pikiran"

::

Yah saya sih memang tidak menggunakan istilah tersebut dan juga tidak mendukung penggunaannya. Tetapi sedikitnya saya punya niat untuk mengerti orang lain terlebih dahulu sebelum mengatakan "sesat". Penggunaan bahasa seseorang dipengaruhi oleh kecenderungannya, pendidikannya dan juga lingkungan, tidak bisa kita pukul rata penggunaannya harus sama.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 04:15:16 PM
Kalau menurut saya, makna dari "terhentinya pikiran" dalam kamus MMD itu berada di luar konsep Buddhisme.

Dalam Mulapariyaya Sutta (MN 1), dijelaskan tentang "akar" dari kemelekatan dan beda "pikiran" putthujjana, sekha, arahat, dan Samma Sambuddha.
Kalau dalam terjemahan Inggris, seorang putthujjana dikatakan "thinks it is mine"; seorang yang berlatih "should not think it’s mine"; seorang ariya, "does not think it's mine". Menurut saya, "pikiran terhenti" yang dimaksud dalam MMD adalah terhentinya "think" -> "should not think" -> "does not think" tersebut.

Apakah di luar konsep Buddhisme? Apakah "does not think" berarti gila, pingsan, idiot, cuek, dlsb? Saya kembalikan lagi pada masing-masing.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 07 August 2009, 04:54:19 PM
Dalam kondisi sadar, emang pikiran bisa berhenti? Sepertinya ini semua cuma masalah tulisan aja koq...;D

Toh dari yang saya tau aja, citta seorang ariya pugala masih berproses koq selama dia belum parinibbana...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 07 August 2009, 05:01:02 PM
Dalam kondisi sadar, emang pikiran bisa berhenti? Sepertinya ini semua cuma masalah tulisan aja koq...;D

Toh dari yang saya tau aja, citta seorang ariya pugala masih berproses koq selama dia belum parinibbana...

Pikiran dalam artian apa? Seorang Arahat memang tetap "berpikir", namun dengan kebijaksanaannya ia mengetahui objek sebagai objek, "telah berhenti berpikir" objek adalah saya, objek adalah milikku, tidak melekat lagi kepadanya. 

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 07 August 2009, 05:16:13 PM
Dalam kondisi sadar, emang pikiran bisa berhenti? Sepertinya ini semua cuma masalah tulisan aja koq...;D

Toh dari yang saya tau aja, citta seorang ariya pugala masih berproses koq selama dia belum parinibbana...

Pikiran dalam artian apa? Seorang Arahat memang tetap "berpikir", namun dengan kebijaksanaannya ia mengetahui objek sebagai objek, "telah berhenti berpikir" objek adalah saya, objek adalah milikku, tidak melekat lagi kepadanya. 

Yah tentu saja pikiran dalam menangkap, merasa dan mempersepsikan dan bereaksi pada obyek-obyek luar maupun dalam ... :)

Dalam arti lainnya yang saya maksud adalah nama (batin) ...

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 07 August 2009, 10:16:40 PM

Jadi yang berhenti adalah KONSEPNYA, bukan KESADARANNYA  itu sendiri.

Hal ini bisa kita lihat diatas, "berhenti mengkonsepsikan", "berhenti mengkonsignasikan tanah" dstnya, jadi BUKAN berhentinya kesadaran
 
Kesadarannya itu sendiri tetap berjalan, tetap berlangsung dengan kondisi pikiran yang KIRIYA/fungsional sebagaimana ada dalam tabel Citta/Pikiran
biar adil dikit, saya postingkan jawabannya.
sebenernya ini dulu udah berkali2 diluruskan, tapi sepertinya gak pernah dibaca.

HUDOYO:
Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)." Ini dinyatakan pula oleh Bhikkhu Bodhi, alm Nanavira Thera dsb dalam buku-buku mereka tentang Mulapariyaya-sutta.

Lalu kepada seorang yang berlatih, Sang Buddha menganjurkan agar dalam menerima 'persepsi murni' (abhijanati), jangan sampai timbul pembentukan konsep (ma manni), jangan sampai timbul si aku, yang memisahkan diri dari objek, ingin memiliki objek, dan bersenang hati dengan objek.

Kesimpangsiuran terjadi karena Sdr Markosprawira menerjemahkan 'citta' dengan 'pikiran' (lihat kutipan tulisannya di bawah), sedangkan saya menerjemahkan 'citta/vinnana' dengan 'batin' atau 'kesadaran' , bukan 'pikiran'! Arus 'batin'/'kesadaran' memang tidak pernah berhenti, tapi 'pikiran', 'berpikir' bisa dan harus berhenti dalam kesadaran vipassana.

Dalam bahasa Inggris, 'pikiran' adalah 'thought', 'pemikiran/berpikir' adalah 'thinking'. 'Pikiran'/'berpikir' selalu didahului dengan 'pembentukan konsep', 'penafsiran' (misalnya, konsep Buddha, konsep Dhamma, konsep Sangha, pikiran tentang pembunuhan, pikiran tentang pencurian, pikiran tentang perzinaan dsb). Manusia tidak bisa berpikir tanpa 'pembentukan konsep', tanpa 'penafsiran'. Dalam bahasa Pali, 'pembentukan konsep', 'penafsiran' dsb disebut 'mannati' (verb) atau 'mannitam' (noun) (lihat Dhatu-vibhanga-sutta, MN 140). Menurut Bhikkhu Bodhi, akar kata dari 'mannati' dan 'mannitam' adalah 'man-', yang berarti 'berpikir'.

Di dalam Mulapariyaya-sutta (MN 1) maupun Dhatu-vibhanga-sutta (MN 140), Sang Buddha mengajarkan bahwa dalam batin (citta) seorang yang bebas tidak ada lagi 'pembentukan konsep, penafsiran' dsb, singkatnya tidak ada lagi 'pikiran, berpikir' SEBAGAIMANA SEORANG PUTHUJJANA BERPIKIR. Seorang arahat tidak berpikir baik tidak pula berpikir buruk, sebagaimana manusia biasa berpikir.

Di dalam Mulapariyaya-sutta, hal ini sangat jelas ketika Sang Buddha bicara tentang OBJEK "segala yang terlihat (dittham), segala yang terdengar (sutam), segala yang tercerap (mutam), segala yang dikenal [dalam batin] (vinnatam)". Kepada orang yang berlatih, Sang Buddha menganjurkan agar setiap kali mencerap OBJEK seperti itu, jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang objek, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari objek, kemudian ingin memiliki objek, dan bersenang hati dengan objek.



Jadi, jika muncul 'Buddha, Dhamma, Sangha' sebagai 'vinnatam' (yang dikenal), jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang ketiga objek itu, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari ketiga objek itu, kemudian ingin memiliki ketiga objek itu, dan bersenang hati dengan ketiga objek itu.

Itulah yang dilatih dalam MMD. Dalam MMD, pemeditasi tidak memikir-pikir tentang Buddha, Dhamma, Sangha, Sila, Samadhi, Pannya dsb di satu pihak, dan tidak memikir-mikir tentang hal-hal yang tidak baik (menurut pengertian puthujjana) di lain pihak. Yang ada hanya sadar/eling di dalam diamnya pengamatan (sati, appamada).

Bacalah khotbah-khotbah terbaru dari Sri Pannyavaro Mahathera tentang sadar/eling, di mana orang tidak memikir-mikir lagi tentang hal-hal yang baik maupun yang buruk. "Sadar/eling itu membebaskan," kata Bhante Pannya. .

Salam,
Hudoyo


Tuh kan, pengecut, bisanya bawa2 bhante untuk dijadikan bemper. Manusia tidak bertanggung jawab... khotbahnya juga diambil sepotong-sepotong. Katanya tidak ada tiratna, koq bawa2 anggota sangha....

Nanti ditanya ini jawab itu, dijawab itu jawab ini.......buang ludah....dijilat lagi.....sudah dijilat dibuang lagi...



Bangun tidur.....tidur lagi....

Bangun lagi ...tidur lagi....kayak lagunya mbah surip ha...ha....ha (ketawa ala mbah surip dah )


Mulapariyaya sutta saja diplesetkan. Sudah jelas disana diterangkan latihan putthujana,sekkha dan arahat.
Mana ada orang langsung 'zap' latihan 'hasil'. ^-^






Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 07 August 2009, 11:53:18 PM
Misii.. Numpang lewat n nambahin.. Sati/Smrti dah dikenal sebelum jaman Sang Buddha, sekurang-kurangnya sejak adanya Rg Veda.
Begitu juga dalam Jainisme. Brarti nambah jadi 7 dr 8 faktor dong? ;D

:) Kalau mau omong jujur, bahkan keseluruhan JMB 8 saya katakan bukan eksklusif punya "Buddhis". Oleh karena itu, maka kita mengenal yang namanya Pacceka Buddha (= Ariya yang memahami Buddha Dhamma tanpa mengenal Buddha-sasana sama sekali). Yang saya tekankan sebelumnya adalah Ditthi & Sati lah yang memuat Buddha-Dhamma, 6 lainnya adalah dhamma.

Sati dan ditthi tentu saja bukan hal baru atau eksklusif. Tetapi apakah mengarah pada samma ditthi & samma sati (definisi Buddha)? Saya rasa tidak. Sedangkan 6 lainnya bisa sesuai dengan dhamma versi Buddha. Contohnya adalah para petapa/brahmana masa lampau yang sering dikisahkan dan dipuji oleh Buddha karena memiliki sila (moralitas) dan samadhi (jhana), kendati pun tidak hidup di zaman munculnya Samma Sambuddha.

benar. saya sependapat soal itu. ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 08 August 2009, 12:13:49 AM
Memang Sang Buddha mengajarkan "Pikiran adalah Pelopor".

Tapi, tanpa penembusan akan Empat Kesunyataan Mulia ( Beserta penempuhan Jalan Ariya Beruas 8 ), maka tidak akan mungkin jelmaan panca-khanda berakhir ( yang berarti termasuk pikiran itu ikut berakhir ).

Pikiran hanya akan berakhir setelah "Parinibbana", yaitu saat jelmaan Panca-Khanda tidak ada lagi.

Bagaimana mungkin, seseorang yang menolak Empat Kesunyataan Mulia, bisa mengakhiri dukkha, sementara ia sendiri menolak mengakui dan menyadari bahwa hidup ini sejatinya adalah dukkha ? menolak mengakui dan menyadari sebab dukkha adalah nafsu-keinginan ( tanha )-nya, menolak mengakui dan menyadari adanya pengakhiran-dukkha ( Nibbana ), dan menolak mengakui serta menyadari adanya Jalan menuju pengakhiran-dukkha ?

Siapapun yang menolak Empat Kesunyataan tersebut, akan terus bertumimbal lahir, berkelana dalam samsara, itu artinya, pikirannya pun tidak akan pernah berhenti, karena jelmaan panca-khanda akan terus "mengada".

Dan itu sebabnya pula, mengapa pikiran Pak Hudoyo tidak pernah berhenti untuk berdebat dengan banyak orang, he he... :)
Pak Hud bukan menolak Kebenaran tentang Dukkha loh. Yang ditolaknya adalah 4 proses, menurutnya sesungguhnya adalah 1 proses. Utk selengkapnya dapat dibaca di notes dia di FB. :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 08 August 2009, 01:21:33 AM
Dalam kondisi sadar, emang pikiran bisa berhenti? Sepertinya ini semua cuma masalah tulisan aja koq...;D

Toh dari yang saya tau aja, citta seorang ariya pugala masih berproses koq selama dia belum parinibbana...
Dari klarifikasi Pak Hud yg dihadirkan Morpheus sudah clear deh kalo 'pikiran' yg dimaksud Pak Hud adalah yg biasa disebut buddhis 'sankhara', bentukan pikiran, konsep. Bukannya seperti yg Om Markus dan Anda sebut 'citta' yg berarti pikiran-kesadaran. Dan yg dihentikan dalam MMD adalah sankhara ini. Mengenai pemilihan terminologi 'pikiran' oleh Pak Hud, seyogianya dapat dimengerti karena Pak Hud mencoba menjembatani antar berbagai tradisi, dan agama, sehingga terminologi yang dipakai pun harus yang lebih bercorak umum.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 08 August 2009, 01:22:17 AM
Tuh kan, pengecut, bisanya bawa2 bhante untuk dijadikan bemper. Manusia tidak bertanggung jawab... khotbahnya juga diambil sepotong-sepotong. Katanya tidak ada tiratna, koq bawa2 anggota sangha....

Nanti ditanya ini jawab itu, dijawab itu jawab ini.......buang ludah....dijilat lagi.....sudah dijilat dibuang lagi...

Bangun tidur.....tidur lagi....

Bangun lagi ...tidur lagi....kayak lagunya mbah surip ha...ha....ha (ketawa ala mbah surip dah )
daripada sibuk menyerang pribadinya, lebih baik menanggapi isi tulisannya yuk :)

kalo melihat kotbah bhante panna yg ini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12059.0.html
emang bener kok, bhante mengajak kita melangkah lebih dari sekadar berbuat baik, lebih jauh lagi, yaitu mencoba sadar/sati/aware... tidak perlu berkelahi, tidak perlu memberantas, tidak perlu perang, tidak perlu mikir2 konsep agama. hanya sadar...

saya kutipkan sedikit:
"Bagaimana mengurangi keakuan, merontokkan keakuan? Dengan menyadari, dengan memperhatikan, mengawasi. Jadi, kalau keakuan Saudara muncul, “Aku sudah selesai menjalankan kewajibanku sebagai ketua panitia, aku sudah selesai memenuhi janji, aku sudah selesai menulis buku, aku sudah selesai membayar lunas uang masuk anakku yang mau masuk perguruan tinggi, aduh, sebagai ayah aku merasa lega” – tidak dikeluarkan, tidak diucapkan, tetapi muncul dalam pikiran. Waspada! – “Diberantas, Bhante?” – Tidak usah. – “Lho, katanya aku berbahaya, kok tidak boleh diberantas?” – Amat-amati saja, ketahui saja, “Oh, pikiran muncul.” Selesai. Selesai, Saudara. Itulah sati, itulah awareness. Tidak usah dianalisis, “Kok aku saya muncul, dari mana tiba-tiba aku ini kok muncul; aku sudah kenal Agama Buddha dua puluh tahun, akuku kok masih gede-gede, tidak usah. Aku malu, aku ini harus dihantam, aku harus dimengerti, dengan anatta, tidak benar, aku ini salah,” – lha, nanti pikirannya ribut sendiri, perang sendiri di dalam pikiran, ramai di dalam pikirannya, bertengkar sendiri. – “Jadi bagaimana, Bhante?” – Dilihati saja, “Oh, aku muncul.” Selesai. – Mudah, Saudara? Tidak mudah. … Tidak perlu doa, tidak perlu paritta, tidak perlu menyebut Buddha, Dhamma, Sangha, tidak perlu ingat Triratna, tidak perlu ingat anatta. Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan."
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 08 August 2009, 08:51:44 AM

Yah tentu saja pikiran dalam menangkap, merasa dan mempersepsikan dan bereaksi pada obyek-obyek luar maupun dalam ... :)

Dalam arti lainnya yang saya maksud adalah nama (batin) ...



Kalau "pikiran" yang itu, tentu saja tidak akan berhenti. Bathin seorang ariya, khususnya Arahat, tetap belum berhenti (sebelum parinibbana), tetapi sudah tidak sama lagi dengan orang biasa. Misalnya perasaan bathin sudah tidak gembira/sedih, tetapi senantiasa tenang seimbang, sementara perasaan tubuh/rupa tentu saja masih seperti manusia biasa (merasakan sakit dan nyaman). Menerka bathin seorang arahat dan prosesnya, tentu saja lebih baik tidak dilakukan karena hanya akan menjadi spekulasi tanpa akhir (dan gangguan jiwa, menurut Acinteyya Sutta).

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 08 August 2009, 09:52:03 AM
^ nah makanya saya bilang menghentikan pikiran itu cuma masalah penulisan aja koq ... Lha wong pikiran selalu bekerja koq ... :))

Dari tulisan bro Morpheus (kutipan ceramah bhante Pannya) di page 18 (bawah), 'sadar' yang dimaksud apakah pikiran terhenti ? Tidak bukan ? Arus pikiran kearah tertentu saja yang berhenti dan muncul arus pikiran pemotong (sadar, eling) sebagai sebuah arus pikiran lagi (mgkn penjelasannya ada di abhidhamma) ... Tapi tidak akan berhenti dan akan terus berproses ...

Saya setuju untuk tidak menerka batin dan proses batin dari seorang arahat, karena itu memang selalu akan menimbulkan spekulasi dan yang terpenting, bukankah karena hal itu, kita jadi 'menunda diri' untuk 'sadar' ... :)

salam,
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 08 August 2009, 10:24:15 AM
Mau kutip Sutta ahh tentang PIKIRAN ;D

VITAKKASANTHANA SUTTA (20)
(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit Hanuman Sakti, Jakarta, 1996)

1.      Demikianlah saya dengar:
      Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi. Di sana Beliau menyapa para bhikkhu: "Para bhikkhu." "Ya, Bhante," jawab mereka.
      Selanjutnya, Sang Bhagava berkata:

2. "Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu sedang mengembangkan batin yang lebih tinggi, ada lima tanda yang dapat diperhatikan olehnya dari saat ke saat. Apakah kelima tanda tersebut?"
  
3. (i) "Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memperhatikan beberapa tanda, dan berdasarkan pada tanda itu, muncul dalam dirinya pikiran-pikiran buruk dan jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memperhatikan beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik. Bilamana ia memperhatikan kepada beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, maka pikiran-pikiran buruk dan jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan akan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seorang tukang kayu atau pembantunya yang dapat mengeluarkan, memindahkan dan mengganti sebuah pasak kasar dengan pasak halus, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memperhatikan beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

4. (ii) "Apabila, ketika ia sedang memperhatikan tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu, sebagai berikut: 'Pikiran-pikiran ini buruk, patut dicela dan menyebabkan penderitaan.' Ketika ia memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seorang pria atau wanita, muda, remaja, yang menyenangi perhiasan, akan ketakutan, menderita dan muak jika bangkai ular, anjing atau mayat digantungkan di lehernya, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

5. (iii) "Apabila, sementara ia memeriksa bahaya dari pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus berusaha melupakan dan harus tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu.

      Ketika ia berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan orang bermata baik yang tidak mau melihat bentuk-bentuk yang terjangkau oleh pandangan akan menutup mata atau memalingkan pandangannya, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi.

6. (iv) "Apabila, sementara ia melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu. Ketika ian memberikan perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seseorang berjalan cepat berpikir: 'Mengapa saya berjalan cepat? Bagaimana bila saya berjalan perlahan?' dan ia akan berjalan perlahan; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya berjalan perlahan? Bagaimana bila saya berdiri?' dan ia akan berdiri; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya berdiri? Bagaimana bila saya duduk?' dan ia akan duduk; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya duduk? Bagaimana bila saya berbaring?' dan ia akan berbaring. Dengan melakukan seperti itu, ia akan mengganti setiap posisi yang kasar dengan yang halus; begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi.
  
7. (v) "Apabila, ketika ia memberikan perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka dengan menggertak gigi dan lidah menekan langit-langit mulutnya, maka ia harus memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran. Ketika, dengan menggertak gigi dan lidah menekan langit-langit mulutnya, ia memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seseorang kuat menangkap kepala atau bahu dari orang lemah dan memukulnya, memaksanya, dan menghancurkannya begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

8. "Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memberikan perhatian pada beberapa tanda, dan berdasarkan pada tanda itu dalam dirinya muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, kemudian ketika ia memberikan perhatian pada beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, maka pikiran-pikiran buruk jahat ditinggalkan dan lenyap, dengan meninggalkan pikiran-pikiran itu pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Ketika ia memeriksa bahaya dari pikiran-pikiran itu .... Ketika ia berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu .... Ketika ia memberikan perhatikan untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ....Ketika, dengan menggertak gigi dan menekankan lidah pada langit-langit mulutnya, ia memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran buruk jahat ditinggalkannya ... dan pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bhikkhu ini disebut sebagai ahli pikiran kasar. Ia akan memikirkan pikiran apa pun yang ingin ia pikirkan dan ia tidak memikirkan apa yang ia tidak ingin pikirkan. Ia telah memutuskan keinginan (tanha), menghempaskan belenggu-belenggu (samyojana), dan dengan sempurna menembus kesombongan (mana) ia melenyapkan penderitaan.

      Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikhu merasa puas dan gembira dengan apa yang dikatakan Sang Bhagava.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 08 August 2009, 10:43:05 AM
^
Perfect...

Begitulah, Sang Buddha memberikan pengertian yg jelas dan bertahap kepada kita...

Jika ingin merealisasi 'Akhir Dukkha' pertama-tama kita 'mesti bisa menilai' atau tepatnya 'dibutuhkan kejujuran untuk menilai kondisi batin kita' masing2... apakah kondisi batin kita telah tepat untuk melatih 'sadari saja' atau kita masih membutuhkan banyak latihan alih2 hanya sekedar 'sadari saja'.

Apakah kita merasa bahwa kita masih membutuhkan 'latihan moral, meditasi nafas, pembelajaran melalui buku2, berdana, ikut baksos, pelimpahan jasa, disamping melatih kesadaran (sati)?' Atau kita merasa bahwa 'sadari saja' (tidak perlu latihan yg lain) sudah cukup mumpuni untuk mengantar kita ke akhir dukkha?

Terpulang pada diri kita masing2...

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 08 August 2009, 10:56:07 AM
kalo andelannya Bahiya ama mulapariya ya susah sih, yang laen ga akan di anggap :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: 7 Tails on 08 August 2009, 11:06:01 AM
pertama emang sadari saja,, cuma kalau konsentrasi nya sudah jauh.. alias uda berlatih lama bgt
alias point 8.. gak usah bla bla bla lagi dah.. yakin gw, udah pasti sangat bijaksana dia    :
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 08 August 2009, 12:22:02 PM
Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.
Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 08 August 2009, 01:23:02 PM
Tuh kan, pengecut, bisanya bawa2 bhante untuk dijadikan bemper. Manusia tidak bertanggung jawab... khotbahnya juga diambil sepotong-sepotong. Katanya tidak ada tiratna, koq bawa2 anggota sangha....

Nanti ditanya ini jawab itu, dijawab itu jawab ini.......buang ludah....dijilat lagi.....sudah dijilat dibuang lagi...

Bangun tidur.....tidur lagi....

Bangun lagi ...tidur lagi....kayak lagunya mbah surip ha...ha....ha (ketawa ala mbah surip dah )
daripada sibuk menyerang pribadinya, lebih baik menanggapi isi tulisannya yuk :)

kalo melihat kotbah bhante panna yg ini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12059.0.html
emang bener kok, bhante mengajak kita melangkah lebih dari sekadar berbuat baik, lebih jauh lagi, yaitu mencoba sadar/sati/aware... tidak perlu berkelahi, tidak perlu memberantas, tidak perlu perang, tidak perlu mikir2 konsep agama. hanya sadar...

saya kutipkan sedikit:
"Bagaimana mengurangi keakuan, merontokkan keakuan? Dengan menyadari, dengan memperhatikan, mengawasi. Jadi, kalau keakuan Saudara muncul, “Aku sudah selesai menjalankan kewajibanku sebagai ketua panitia, aku sudah selesai memenuhi janji, aku sudah selesai menulis buku, aku sudah selesai membayar lunas uang masuk anakku yang mau masuk perguruan tinggi, aduh, sebagai ayah aku merasa lega” – tidak dikeluarkan, tidak diucapkan, tetapi muncul dalam pikiran. Waspada! – “Diberantas, Bhante?” – Tidak usah. – “Lho, katanya aku berbahaya, kok tidak boleh diberantas?” – Amat-amati saja, ketahui saja, “Oh, pikiran muncul.” Selesai. Selesai, Saudara. Itulah sati, itulah awareness. Tidak usah dianalisis, “Kok aku saya muncul, dari mana tiba-tiba aku ini kok muncul; aku sudah kenal Agama Buddha dua puluh tahun, akuku kok masih gede-gede, tidak usah. Aku malu, aku ini harus dihantam, aku harus dimengerti, dengan anatta, tidak benar, aku ini salah,” – lha, nanti pikirannya ribut sendiri, perang sendiri di dalam pikiran, ramai di dalam pikirannya, bertengkar sendiri. – “Jadi bagaimana, Bhante?” – Dilihati saja, “Oh, aku muncul.” Selesai. – Mudah, Saudara? Tidak mudah. … Tidak perlu doa, tidak perlu paritta, tidak perlu menyebut Buddha, Dhamma, Sangha, tidak perlu ingat Triratna, tidak perlu ingat anatta. Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan."


Ok dah. karena Anda ingin berdiskusi tentang isi khotbah bhante Panna. Karena khotbah beliau konsisten, walaupun mirip tapi tak sama dengan si PH.

Isi dari uraian bhante panna sudah jelas 'aku berhenti' saat ada sati tetapi saat sati itu bekerja  bukan berarti 'berhentinya pikiran' (bhante tidak pernah mengatakan itu) tetapi 'Mengetahui'/'menyadari saja sebagai observer agar kita tidak terperangkap dalam  Konsep dan konsep ini bercampur dengan kilesa sehingga membentuk ego dan ketika melihat bentukan ini kita menanggap 'miliku'/aku atau sebagai diri/atta.
Dan apa yg dimaksud lenyapnya dukkha nirodha oleh bhante adalah setelah akarnya tercabut bukan muncul dan lenyapnya aku.  Dan orang yg terlatih dalam hal sati dalam kehidupan sehari-hari difungsikan untuk menekan intervensi kilesa pada persepsi/konsep saat sebelum, beberapa kilesa, atau keseluruhan kilesa hancur.

Bagaimana bentukan konsep  menjadi tidak murni, ini bisa dilihat dalam vipasana ketika 'knowing' bisa membedakan mana sanna/persepsi dan sankhara. Dari situ seseorang sudah mulai mengetahui tentang bagaimana menggunakan persepsi murni.Persepsi/konsep murni inilah yg digunakan arahat ketika harus berkomunikasi,  berinteraksi dan mengajar. Artinya tidak ada lagi kilesa yg mempengaruhi kenetralan konsep ketika diperlukan. Jadi arahat bisa mengetahui ini dengan sadar penggunaan konsep tanpa terlibat dengan konsep itu sendiri. Arahat bisa menggunakan dan mengenali bagian-bagian citta sesuai fungsi masing-masing tanpa ada intervensi kilesa(karena memang sudah tidak ada) atau vipaka karma lampau. Walaupun arahat bisa menerima vipaka/buah karma masa lampau tetapi batinnya tidak terpengaruh. Dan batinnya hanya berfungsi sesuai fungsi masing2 oleh karena itulah disebut kiriya.

Jadi tidak ada namanya arahat tidak bisa berkonsep dsb, ya saat dia bermeditasi tidak berkonsep. Semua orang tahu bahwa memang bervipasana tidak berkonsep tetapi dalam kehidupan sehari-hari itu perlu. Kemunculannya janganlah diartikan sebagai dukkha, kita harus tahu mengapa dukkha muncul sehubungan dengan bentukan konsep...

Bagaimana saat sotapanna sampai anagami, mereka dapat menggunakan persepsi murni dan tidak terlibat didalamnya sehubungan kilesa yang telah dihancurkan. Sehubungan dengan kilesa sisa maka ia dapat mengendalikannya/dengan mengendapkan agar sama sekali tidak muncul dan menggunakan persepsi murni dengan sati sampajana yg telah berkembang baik.

Hal ini hendaknya dilihat dengan jelas dengan kejernihan hati. Ini menyangkut Dhamma yang halus harus dilihat secara seksama.

Mari kita lihat :

Jika pikiran= aku, munculnya aku = dukkha. Maka artinya akan rancu jika masuk tataran arahanta.

Hal yg sebenarnya pikiran dan konsep adalah 2 hal yg berbeda sesuai fungsinya. Sebenarnya bhante sudah menjelaskan akarnya adalah 'melekat' bukan pada si 'aku' ini cuplikannya :
"
Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan."

Dari sini jika mengatakan 'aku' sebagai pikiran yg berkonsep, konsep yg dicemari kelekatan inilah akar dukkha. Jadi muncul 'aku/konsep' bukanlah dukkha....hanya ketika ada intervensi kilesa/kemelekatan muncul konsep yg tidak murni yg menyebabkan dukkha.

Mengapa atta disebut ilusi karena intervensi kilesa, sehingga ilusi dianggap miliknya/bagian dari dirinya dsb.


Jadi kuncinya adalah dikilesa, bukan dikonsep, bukan di pikiran untuk melenyapkan dukkha. Magga dan phala harus diraih.

Ya kalau sekedar menyadari maka itulah MMD, sampai disana saja mentok-tok. Berbeda dengan Vipasana sesungguhnya. Bhante panna menggunakan kata 'aku' sudah proposional dan konsisten. Kebetulan MMD pake kata 'aku' maka diplintirlah kata-kata bhante. Jadi secara pribadi saya tidak ingin melibatkan Bhante Pannavaro dalam dilema MMD. Karena sebagai bhante beliau pasti netral dan tidak berpihak. Hanya oknum-oknum saja yg mencoba menarik sangha agar terlibat didalamnya. Yang Pasti Bhante Panna menerima Jmb 8 dan 4 km dan cara hidup yg diajarkan Sang Buddha. Bahkan sampai hari ini beliau tidak lepas jubah. Saya pribadi sudah jelas dengan perkataan bhante Pannavaro yg bijak.

Mungkin lebih tepat MMD = mimpi mengenal diri.   ^-^

Ngomong-ngomong bro Morph sudah praktek MMD?



 _/\_



Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 08 August 2009, 03:38:27 PM
^  :jempol: 100%

klik ah

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 08 August 2009, 04:10:15 PM
Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.
Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.


ohh, beda ya, kalau MMD berarti bertolak belakang dengan VITAKKASANTHANA SUTTA ya?



^  :jempol: 100%

klik ah

::
:whistle:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 08 August 2009, 07:10:26 PM
Ok dah. karena Anda ingin berdiskusi tentang isi khotbah bhante Panna. Karena khotbah beliau konsisten, walaupun mirip tapi tak sama dengan si PH.
aduh, saya gak berani mengadu konsep dengan bang bond. gak sanggup, energi saya tipis sekali...

saya cuma menggarisbawahi, memang betul kok yg dibilang pak hudoyo mengenai kotbah bhante panna. memang betul kok bhante mengajak kita untuk berpraktek lebih jauh lagi, lebih dari sekadar berbuat baik... gak salah kan? saya cuman mengarisbawahi fakta, gak pengen berdiskusi... jadi bang bond gak perlu membawa ke topik2 yg lain... kalo emang pernyataan pak hudoyo gak salah, gak perlu emosi main cemooh pake ludah/tidur/tanggungjawab, dll... kita boleh gak sepaham dengan orang lain, tapi gak perlu sampe sebenci itu kan?

sekali lagi saya tidak ada afiliasi apapun dengan pak hudoyo ataupun mmd. saya hanya pembaca yg netral, mengikuti thread2 heboh itu dari awal dan saya merasa yg ditulis pak hudoyo itu sesuai dengan pengalaman meditasi saya dan saya merasa orang yg mengerti prinsip2 meditasi itu akan mendapat kemajuan prakteknya...

dan sebenarnya apa yg ditulis pak hudoyo itu bukanlah barang baru, bukan original, gak juga kontroversial. banyak tulisan2 meditasi zen, artikel2 meditasi bhikkhu2 lain yg membahas prinsip2 yg sama..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 08 August 2009, 10:34:54 PM
Ok dah. karena Anda ingin berdiskusi tentang isi khotbah bhante Panna. Karena khotbah beliau konsisten, walaupun mirip tapi tak sama dengan si PH.
aduh, saya gak berani mengadu konsep dengan bang bond. gak sanggup, energi saya tipis sekali...

Siapa yg mau mengadu konsep? ^-^ Anda yg mengajak menanggapi isi yg saya artikan berdiskusi, koq malah bilang ngak berani,adu konsep...dsb :)) Ya sudah anggap saja saya salah mengerti arti ajakan anda deh...lagian kasihan nanti anda kehabisan energi...apalagi sampai tidak tertolong.

Ini kalimat anda sendiri : "daripada sibuk menyerang pribadinya, lebih baik menanggapi isi tulisannya yuk"--> konsistenlah dengan apa  yg Anda katakan sendiri.


saya cuma menggarisbawahi, memang betul kok yg dibilang pak hudoyo mengenai kotbah bhante panna. memang betul kok bhante mengajak kita untuk berpraktek lebih jauh lagi, lebih dari sekadar berbuat baik... gak salah kan? saya cuman mengarisbawahi fakta, gak pengen berdiskusi... jadi bang bond gak perlu membawa ke topik2 yg lain... kalo emang pernyataan pak hudoyo gak salah, gak perlu emosi main cemooh pake ludah/tidur/tanggungjawab, dll... kita boleh gak sepaham dengan orang lain, tapi gak perlu sampe sebenci itu kan?

Yg dibilang Bhante Panna memang benar dan gak salah...yg dikatakan PH terlihat benar karena yg terlihat cocok saja, coba lihat keseluruhan pengertian dalam gerilya nya....Katanya ngak mau bahas pribadinya, koq anda bahas lagi.....siapa yg emosi, siapa yg benci? yg benci itukan Master Anda sampe buat buku putih dan gerilya kemana-mana^-^ Jangan2 om morph emosi ya tokoh idolanya di kritik  ^-^


sekali lagi saya tidak ada afiliasi apapun dengan pak hudoyo ataupun mmd. saya hanya pembaca yg netral, mengikuti thread2 heboh itu dari awal dan saya merasa yg ditulis pak hudoyo itu sesuai dengan pengalaman meditasi saya dan saya merasa orang yg mengerti prinsip2 meditasi itu akan mendapat kemajuan prakteknya...

Ya sudah praktek saja om Morph supaya maju. Alasan anda dari dulu klise...netral, tidak afiliasi dengan PH dsb. Yg saya tanya Anda sudah praktek MMD?
tapi Anda menjawabnya lain... ^-^ ya sudahlah.


dan sebenarnya apa yg ditulis pak hudoyo itu bukanlah barang baru, bukan original, gak juga kontroversial. banyak tulisan2 meditasi zen, artikel2 meditasi bhikkhu2 lain yg membahas prinsip2 yg sama..

Memang tulisan PH bukan barang baru tapi barang tiruan(bukan original--Anda sendiri yg ngomong ya :)) ) yg dimodifikasi...sehingga prinsip/komponennya terlihat sama. Kalau sudah digunakan barang bekas yg dimodifikasi itu baru terlihat kualitasnya.


Ragu Pangkal Sesat!




Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 08 August 2009, 11:02:13 PM
Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.
Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.


Oh hampir lupa, jangan lupa juga konsep MMD adalah tanpa usaha, tanpa tujuan. berbeda dengan vitaka sutta
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 08 August 2009, 11:17:23 PM
kebiasaan lama anda keluar lagi. bang bond, sepertinya anda masih muda, energinya meluap2 :)
semoga anda maju prakteknya, bang bond...
cukup sampai di sini aja menanggapi anda.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 09 August 2009, 01:23:32 AM
btw, kalau kebisaan baru nya gimana? ^^ canda ya..biar segar-segar.....
saya pribadi tidak cocok dengan metode mmd, pernah di pratek dan hasilnya tidak membawa kebijaksanaan bagi saya....jadi saya stop...
entah kalau orang lain mungkin saya yang salah pratek,

dari pada ribut disini lebih baik kita bertanding siapa lebih dulu mencapai sotapana...
baru ngomong ^^ jadi ingat iklan rokok...
TALK LESS DO MORE...

all just my opinion....peace yu
metta.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 09 August 2009, 06:42:33 AM
btw, kalau kebisaan baru nya gimana? ^^ canda ya..biar segar-segar.....
saya pribadi tidak cocok dengan metode mmd, pernah di pratek dan hasilnya tidak membawa kebijaksanaan bagi saya....jadi saya stop...
entah kalau orang lain mungkin saya yang salah pratek,

dari pada ribut disini lebih baik kita bertanding siapa lebih dulu mencapai sotapana...
baru ngomong ^^ jadi ingat iklan rokok...
TALK LESS DO MORE...

all just my opinion....peace yu
metta.
:)) kalau jawaban Pak Hudoyo :
OK, Kemenyan … bodoh kalau saya melayani Anda terus … waktu saya sangat berharga untuk membimbing MMD … Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur … sekalipun Anda menghiba-hiba, saya tidak akan masuk ke DC lagi selama managementnya dikuasai oleh orang-orang reaksioner yang ingin memutar mundur jarum sejarah Buddhisme di Indonesia. …

Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.

Salam,
hudoyo
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 09 August 2009, 07:12:45 AM
Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.
Salam,
hudoyo

ini baru setaon, masih lama, 9 taon lagi
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 09 August 2009, 10:55:42 AM
Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.
Salam,
hudoyo

ini baru setaon, masih lama, 9 taon lagi

:))
dunia kangaw memang begitu Bro... bikin janji pibu selalu 'jatuh temponya' puluhan tahun kedepan.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 09 August 2009, 11:21:21 AM
kebiasaan lama anda keluar lagi. bang bond, sepertinya anda masih muda, energinya meluap2 :)
semoga anda maju prakteknya, bang bond...
cukup sampai di sini aja menanggapi anda.

Khusus menanggapi MMD memang harus to the point, tidak perlu muter-muter . Itulah kebiasaan saya membahas MMD, melihat situasi dan kondisi, bisa lembut, bisa nyablak, bisa tegas tergantung tergantung situasi dan kondisi yg diperlukan. Maklumlah memang saya masih muda dengan energi meluap, daripada tua tapi energinya over dosis sehingga tidak tersalurkan dengan baik. ^-^

Met maju juga prakteknya om morph. Ok kita deal menyudahi saling menanggapi antara anda dan saya didalam topik ini . Jangan nanti plin-plan lagi. Smoga 'aku' mu berhenti  supaya tidak terus berdukkha. _/\_

[at]  saudara-saudari se-dhamma di DC

Ada hal-hal yg perlu kita perhatikan dalam membahas MMD dan ini juga berguna menghadapi orang-orang yg memutar balikan Dhamma yg diajarkan Sang Buddha.

1. Seperti kita ketahui ada beberapa oknum agama/orang mencoba mempengaruhi umat lain dengan tujuan mendapatkan umat. Caranya dengan menggunakan beberapa ayat-ayat kitab suci/sutta yg ingin dipengaruhi dengan diselaraskan dengan kitab suci atau pandangan orang yang ingin mempengaruhi. Padahal arti kitab suci atau ajaran yg ingin dipreteli jelas memaknai arti berbeda dengan kitab suci atau pandangan orang yg ingin mempengaruhi. Ini terjadi pada MMD yg menggunakan beberapa sutta dan mengabaikan yang lainnya.

2. Ketika dikonfrontasi tentang hal-hal makna kitab suci tentang penganut yg dipengaruhi, dalam konteks ini ajaran Sang Buddha maka dengan pandainya mereka berkilah dengan mengatakan tidak asli ataupun tidak relevan, konsep dsb. Dan kemudian menyusupi dengan pandangan yg lain.

Ini cara2 yg terjadi dalam hal "nisasi' dan termasuk MMD.

Sebagai umat Buddha tentunya tidak perlu khawatir, jadi saya rasa perlu kita terus membahas apa-apa yg tidak sesuai dan yg sesuai. Dan ini tidak diartikan sebagai kita menyerang MMD atau agama lain(jika mereka mulai melakukan nisasi). Jika mereka(pihak MMD) merasa terserang itu hanya propaganda mereka seakan-akan mereka adalah victim dan menggunakan alasan 'ad hominem' /penyerangan atas pribadi untuk mencari simpati. Kita pun tidak perlu berjihad, meluruskan apa yg simpang siur dan yg bengkok adalah hal yg mulia dan dilakukan sesuai kaidah yg diajarkan Sang Buddha yaitu inilah yg diajarkan Sang Tathagata dan ini yg bukan diajarkan.

Patut diingat sikap Guru utama dan ajaran barunya memiliki batas yg sangat tipis, jadi jika ia menyatakan A dan sikapnya B maka jika dikritik tentang pernyataan A dan sikap B adalah suatu kesatuan yg patut dipertanyakan dan bukan penyerangan atas pribadi. Itu semua sebagai bahan apakah keseluruhan aspek ajaran baru tersebut sesuai dengan Dhamma yg diajarkan SB atau mendompleng.

Umat Buddha yg mengerti Dhamma tentunya akan penuh cinta kasih tetapi bukan permisif terhadap pandangan salah. Jika menolak bukan berarti fanatik. Jika orang lain menganggap demikian, itu sebenarnya karena ketidakpuasan dan ketidak sanggupan mereka mencerna Dhamma.. Sikap kita tetap tenang , ahimsa dan memberikan bimbingan jika bisa sesuai protap ajaran SB. SB pun penuh cinta kasih tapi tegas.

Ini hanya himbauan dalam menghadapi kilesa yg super duper licik. Silakan diskusi dilanjutkan...Jangan malu-malu bahas 'mimpi mengenal diri'/MMD

 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 09 August 2009, 11:58:29 AM
Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.
Salam,
hudoyo

ini baru setaon, masih lama, 9 taon lagi

Gk sampe 9 taon  :)) :)) :))

Bumi akan 'diserang' badai matahari tahun 2012  ;D..... Mari Menyelamatkan Diri (MMD) ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 09 August 2009, 12:25:43 PM
btw, kalau kebisaan baru nya gimana? ^^ canda ya..biar segar-segar.....
saya pribadi tidak cocok dengan metode mmd, pernah di pratek dan hasilnya tidak membawa kebijaksanaan bagi saya....jadi saya stop...
entah kalau orang lain mungkin saya yang salah pratek,

dari pada ribut disini lebih baik kita bertanding siapa lebih dulu mencapai sotapana...
baru ngomong ^^ jadi ingat iklan rokok...
TALK LESS DO MORE...

all just my opinion....peace yu
metta.
:)) kalau jawaban Pak Hudoyo :
OK, Kemenyan … bodoh kalau saya melayani Anda terus … waktu saya sangat berharga untuk membimbing MMD … Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur … sekalipun Anda menghiba-hiba, saya tidak akan masuk ke DC lagi selama managementnya dikuasai oleh orang-orang reaksioner yang ingin memutar mundur jarum sejarah Buddhisme di Indonesia. …

Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.

Salam,
hudoyo

Emangnya DC aliran baru juga yah??
Lagian ada juga member DC yg sehaluan dengan PH, jadi gimana dong....apakah lebih cocok disebut musuh-musuh DC (sebagai lawan dari teman-teman) ?? So, pasti tidak dong.... :|

Hmm...masih menantang orang....... Buddha gak pernah ngajarin beradu tuh..... :whistle: .......apalagi di lapangan  :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 09 August 2009, 12:32:58 PM
btw, kalau kebisaan baru nya gimana? ^^ canda ya..biar segar-segar.....
saya pribadi tidak cocok dengan metode mmd, pernah di pratek dan hasilnya tidak membawa kebijaksanaan bagi saya....jadi saya stop...
entah kalau orang lain mungkin saya yang salah pratek,

dari pada ribut disini lebih baik kita bertanding siapa lebih dulu mencapai sotapana...
baru ngomong ^^ jadi ingat iklan rokok...
TALK LESS DO MORE...

all just my opinion....peace yu
metta.
:)) kalau jawaban Pak Hudoyo :
OK, Kemenyan … bodoh kalau saya melayani Anda terus … waktu saya sangat berharga untuk membimbing MMD … Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur … sekalipun Anda menghiba-hiba, saya tidak akan masuk ke DC lagi selama managementnya dikuasai oleh orang-orang reaksioner yang ingin memutar mundur jarum sejarah Buddhisme di Indonesia. …

Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.

Salam,
hudoyo

Emangnya DC aliran baru juga yah??
Lagian ada juga member DC yg sehaluan dengan PH, jadi gimana dong....apakah lebih cocok disebut musuh-musuh DC (sebagai lawan dari teman-teman) ?? So, pasti tidak dong.... :|

Hmm...masih menantang orang....... Buddha gak pernah ngajarin beradu tuh..... :whistle: .......apalagi di lapangan  :))
harap dimaklum, ucapan itu karena kekhilafan, sedang tidak eling/sadar ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 09 August 2009, 02:08:13 PM
^

Beeetul sekaliiiiii (logat batak)

Karena kondisi dlm keadaan sedang tidak meditasi mengenal diri (baca : lupa diri) :P
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 09:39:57 AM
kebiasaan lama anda keluar lagi. bang bond, sepertinya anda masih muda, energinya meluap2 :)
semoga anda maju prakteknya, bang bond...
cukup sampai di sini aja menanggapi anda.

Khusus menanggapi MMD memang harus to the point, tidak perlu muter-muter . Itulah kebiasaan saya membahas MMD, melihat situasi dan kondisi, bisa lembut, bisa nyablak, bisa tegas tergantung tergantung situasi dan kondisi yg diperlukan. Maklumlah memang saya masih muda dengan energi meluap, daripada tua tapi energinya over dosis sehingga tidak tersalurkan dengan baik. ^-^

Met maju juga prakteknya om morph. Ok kita deal menyudahi saling menanggapi antara anda dan saya didalam topik ini . Jangan nanti plin-plan lagi. Smoga 'aku' mu berhenti  supaya tidak terus berdukkha. _/\_

[at]  saudara-saudari se-dhamma di DC

Ada hal-hal yg perlu kita perhatikan dalam membahas MMD dan ini juga berguna menghadapi orang-orang yg memutar balikan Dhamma yg diajarkan Sang Buddha.

1. Seperti kita ketahui ada beberapa oknum agama/orang mencoba mempengaruhi umat lain dengan tujuan mendapatkan umat. Caranya dengan menggunakan beberapa ayat-ayat kitab suci/sutta yg ingin dipengaruhi dengan diselaraskan dengan kitab suci atau pandangan orang yang ingin mempengaruhi. Padahal arti kitab suci atau ajaran yg ingin dipreteli jelas memaknai arti berbeda dengan kitab suci atau pandangan orang yg ingin mempengaruhi. Ini terjadi pada MMD yg menggunakan beberapa sutta dan mengabaikan yang lainnya.

2. Ketika dikonfrontasi tentang hal-hal makna kitab suci tentang penganut yg dipengaruhi, dalam konteks ini ajaran Sang Buddha maka dengan pandainya mereka berkilah dengan mengatakan tidak asli ataupun tidak relevan, konsep dsb. Dan kemudian menyusupi dengan pandangan yg lain.

Ini cara2 yg terjadi dalam hal "nisasi' dan termasuk MMD.

Sebagai umat Buddha tentunya tidak perlu khawatir, jadi saya rasa perlu kita terus membahas apa-apa yg tidak sesuai dan yg sesuai. Dan ini tidak diartikan sebagai kita menyerang MMD atau agama lain(jika mereka mulai melakukan nisasi). Jika mereka(pihak MMD) merasa terserang itu hanya propaganda mereka seakan-akan mereka adalah victim dan menggunakan alasan 'ad hominem' /penyerangan atas pribadi untuk mencari simpati. Kita pun tidak perlu berjihad, meluruskan apa yg simpang siur dan yg bengkok adalah hal yg mulia dan dilakukan sesuai kaidah yg diajarkan Sang Buddha yaitu inilah yg diajarkan Sang Tathagata dan ini yg bukan diajarkan.

Patut diingat sikap Guru utama dan ajaran barunya memiliki batas yg sangat tipis, jadi jika ia menyatakan A dan sikapnya B maka jika dikritik tentang pernyataan A dan sikap B adalah suatu kesatuan yg patut dipertanyakan dan bukan penyerangan atas pribadi. Itu semua sebagai bahan apakah keseluruhan aspek ajaran baru tersebut sesuai dengan Dhamma yg diajarkan SB atau mendompleng.

Umat Buddha yg mengerti Dhamma tentunya akan penuh cinta kasih tetapi bukan permisif terhadap pandangan salah. Jika menolak bukan berarti fanatik. Jika orang lain menganggap demikian, itu sebenarnya karena ketidakpuasan dan ketidak sanggupan mereka mencerna Dhamma.. Sikap kita tetap tenang , ahimsa dan memberikan bimbingan jika bisa sesuai protap ajaran SB. SB pun penuh cinta kasih tapi tegas.

Ini hanya himbauan dalam menghadapi kilesa yg super duper licik. Silakan diskusi dilanjutkan...Jangan malu-malu bahas 'mimpi mengenal diri'/MMD

 _/\_

boleh saya post di milis2?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 09:51:35 AM
Mau kutip Sutta ahh tentang PIKIRAN ;D

VITAKKASANTHANA SUTTA (20)
(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit Hanuman Sakti, Jakarta, 1996)

1.      Demikianlah saya dengar:
      Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi. Di sana Beliau menyapa para bhikkhu: "Para bhikkhu." "Ya, Bhante," jawab mereka.
      Selanjutnya, Sang Bhagava berkata:

2. "Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu sedang mengembangkan batin yang lebih tinggi, ada lima tanda yang dapat diperhatikan olehnya dari saat ke saat. Apakah kelima tanda tersebut?"
   
3. (i) "Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memperhatikan beberapa tanda, dan berdasarkan pada tanda itu, muncul dalam dirinya pikiran-pikiran buruk dan jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memperhatikan beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik. Bilamana ia memperhatikan kepada beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, maka pikiran-pikiran buruk dan jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan akan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seorang tukang kayu atau pembantunya yang dapat mengeluarkan, memindahkan dan mengganti sebuah pasak kasar dengan pasak halus, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memperhatikan beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

4. (ii) "Apabila, ketika ia sedang memperhatikan tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu, sebagai berikut: 'Pikiran-pikiran ini buruk, patut dicela dan menyebabkan penderitaan.' Ketika ia memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seorang pria atau wanita, muda, remaja, yang menyenangi perhiasan, akan ketakutan, menderita dan muak jika bangkai ular, anjing atau mayat digantungkan di lehernya, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memeriksa bahaya dalam pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

5. (iii) "Apabila, sementara ia memeriksa bahaya dari pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus berusaha melupakan dan harus tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu.

      Ketika ia berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan orang bermata baik yang tidak mau melihat bentuk-bentuk yang terjangkau oleh pandangan akan menutup mata atau memalingkan pandangannya, begitu pula ... ketika seorang bhikkhu berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi.

6. (iv) "Apabila, sementara ia melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka ia harus memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu. Ketika ian memberikan perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seseorang berjalan cepat berpikir: 'Mengapa saya berjalan cepat? Bagaimana bila saya berjalan perlahan?' dan ia akan berjalan perlahan; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya berjalan perlahan? Bagaimana bila saya berdiri?' dan ia akan berdiri; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya berdiri? Bagaimana bila saya duduk?' dan ia akan duduk; kemudian ia berpikir: 'Mengapa saya duduk? Bagaimana bila saya berbaring?' dan ia akan berbaring. Dengan melakukan seperti itu, ia akan mengganti setiap posisi yang kasar dengan yang halus; begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi.
   
7. (v) "Apabila, ketika ia memberikan perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu, namun dalam dirinya masih muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, maka dengan menggertak gigi dan lidah menekan langit-langit mulutnya, maka ia harus memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran. Ketika, dengan menggertak gigi dan lidah menekan langit-langit mulutnya, ia memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan ditinggalkan dan lenyap darinya. Dengan meninggalkan hal-hal itu, pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bagaikan seseorang kuat menangkap kepala atau bahu dari orang lemah dan memukulnya, memaksanya, dan menghancurkannya begitu pula ... ketika seorang bhikkhu memberi perhatian untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ... maka pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi."

8. "Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memberikan perhatian pada beberapa tanda, dan berdasarkan pada tanda itu dalam dirinya muncul pikiran-pikiran buruk jahat yang berhubungan dengan keinginan indera, kebencian dan kebodohan, kemudian ketika ia memberikan perhatian pada beberapa tanda lain yang berhubungan dengan apa yang baik, maka pikiran-pikiran buruk jahat ditinggalkan dan lenyap, dengan meninggalkan pikiran-pikiran itu pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Ketika ia memeriksa bahaya dari pikiran-pikiran itu .... Ketika ia berusaha melupakan dan tidak memperhatikan pikiran-pikiran itu .... Ketika ia memberikan perhatikan untuk menenangkan bentuk-bentuk pikiran dari pikiran-pikiran itu ....Ketika, dengan menggertak gigi dan menekankan lidah pada langit-langit mulutnya, ia memukul, mendesak dan menghancurkan pikiran dengan pikiran, maka pikiran-pikiran buruk jahat ditinggalkannya ... dan pikirannya menjadi kokoh, tenang, terpusat dan terkonsentrasi. Bhikkhu ini disebut sebagai ahli pikiran kasar. Ia akan memikirkan pikiran apa pun yang ingin ia pikirkan dan ia tidak memikirkan apa yang ia tidak ingin pikirkan. Ia telah memutuskan keinginan (tanha), menghempaskan belenggu-belenggu (samyojana), dan dengan sempurna menembus kesombongan (mana) ia melenyapkan penderitaan.

      Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikhu merasa puas dan gembira dengan apa yang dikatakan Sang Bhagava.

Postingan diatas saya post ke milis, beserta tambahan yang saya post yaitu

Quote
Disini dengan jelas terlihat bahwa saat seseorang sudah memutuskan tanha, sudah terbebas dari dukkha, pikirannya tetap berjalan alias TIDAK BERHENTI seperti pada paham sebagian orang.
Yang disebut disini adalah adanya SATI sampajanna (sadar dan waspada setiap saat), terampil dalam menjaga pikiran yang timbul

semoga bisa bermanfaat bagi rekan2 sekalian[q/uote]
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 10 August 2009, 10:23:55 AM
kebiasaan lama anda keluar lagi. bang bond, sepertinya anda masih muda, energinya meluap2 :)
semoga anda maju prakteknya, bang bond...
cukup sampai di sini aja menanggapi anda.

Khusus menanggapi MMD memang harus to the point, tidak perlu muter-muter . Itulah kebiasaan saya membahas MMD, melihat situasi dan kondisi, bisa lembut, bisa nyablak, bisa tegas tergantung tergantung situasi dan kondisi yg diperlukan. Maklumlah memang saya masih muda dengan energi meluap, daripada tua tapi energinya over dosis sehingga tidak tersalurkan dengan baik. ^-^

Met maju juga prakteknya om morph. Ok kita deal menyudahi saling menanggapi antara anda dan saya didalam topik ini . Jangan nanti plin-plan lagi. Smoga 'aku' mu berhenti  supaya tidak terus berdukkha. _/\_

[at]  saudara-saudari se-dhamma di DC

Ada hal-hal yg perlu kita perhatikan dalam membahas MMD dan ini juga berguna menghadapi orang-orang yg memutar balikan Dhamma yg diajarkan Sang Buddha.

1. Seperti kita ketahui ada beberapa oknum agama/orang mencoba mempengaruhi umat lain dengan tujuan mendapatkan umat. Caranya dengan menggunakan beberapa ayat-ayat kitab suci/sutta yg ingin dipengaruhi dengan diselaraskan dengan kitab suci atau pandangan orang yang ingin mempengaruhi. Padahal arti kitab suci atau ajaran yg ingin dipreteli jelas memaknai arti berbeda dengan kitab suci atau pandangan orang yg ingin mempengaruhi. Ini terjadi pada MMD yg menggunakan beberapa sutta dan mengabaikan yang lainnya.

2. Ketika dikonfrontasi tentang hal-hal makna kitab suci tentang penganut yg dipengaruhi, dalam konteks ini ajaran Sang Buddha maka dengan pandainya mereka berkilah dengan mengatakan tidak asli ataupun tidak relevan, konsep dsb. Dan kemudian menyusupi dengan pandangan yg lain.

Ini cara2 yg terjadi dalam hal "nisasi' dan termasuk MMD.

Sebagai umat Buddha tentunya tidak perlu khawatir, jadi saya rasa perlu kita terus membahas apa-apa yg tidak sesuai dan yg sesuai. Dan ini tidak diartikan sebagai kita menyerang MMD atau agama lain(jika mereka mulai melakukan nisasi). Jika mereka(pihak MMD) merasa terserang itu hanya propaganda mereka seakan-akan mereka adalah victim dan menggunakan alasan 'ad hominem' /penyerangan atas pribadi untuk mencari simpati. Kita pun tidak perlu berjihad, meluruskan apa yg simpang siur dan yg bengkok adalah hal yg mulia dan dilakukan sesuai kaidah yg diajarkan Sang Buddha yaitu inilah yg diajarkan Sang Tathagata dan ini yg bukan diajarkan.

Patut diingat sikap Guru utama dan ajaran barunya memiliki batas yg sangat tipis, jadi jika ia menyatakan A dan sikapnya B maka jika dikritik tentang pernyataan A dan sikap B adalah suatu kesatuan yg patut dipertanyakan dan bukan penyerangan atas pribadi. Itu semua sebagai bahan apakah keseluruhan aspek ajaran baru tersebut sesuai dengan Dhamma yg diajarkan SB atau mendompleng.

Umat Buddha yg mengerti Dhamma tentunya akan penuh cinta kasih tetapi bukan permisif terhadap pandangan salah. Jika menolak bukan berarti fanatik. Jika orang lain menganggap demikian, itu sebenarnya karena ketidakpuasan dan ketidak sanggupan mereka mencerna Dhamma.. Sikap kita tetap tenang , ahimsa dan memberikan bimbingan jika bisa sesuai protap ajaran SB. SB pun penuh cinta kasih tapi tegas.

Ini hanya himbauan dalam menghadapi kilesa yg super duper licik. Silakan diskusi dilanjutkan...Jangan malu-malu bahas 'mimpi mengenal diri'/MMD

 _/\_

boleh saya post di milis2?

Silahkan di post bro....

Anumodana  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 10 August 2009, 10:27:43 AM
tambahan nich markos, postingan ko saudara fabian yang membicarakan tentang 'aku' boleh di post ke milis2

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12407.msg203186.html#msg203186
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 10:47:20 AM
ohh, beda ya, kalau MMD berarti bertolak belakang dengan VITAKKASANTHANA SUTTA ya?
Bukan bertolak belakang, tetapi berbeda dalam konteks pembicaraan. Misalnya dalam satu sutta, Buddha berkhotbah mengenai sila agar seseorang terlahir di alam bahagia, sedangkan dalam sutta lain, Buddha mengatakan semua kelahiran, bahkan di alam Brahma pun bukanlah tujuan Buddha-dhamma.


Oh hampir lupa, jangan lupa juga konsep MMD adalah tanpa usaha, tanpa tujuan. berbeda dengan vitaka sutta
Sama dengan karakteristik empat Satipatthana di mana hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 10 August 2009, 10:48:01 AM
btw, kalau kebisaan baru nya gimana? ^^ canda ya..biar segar-segar.....
saya pribadi tidak cocok dengan metode mmd, pernah di pratek dan hasilnya tidak membawa kebijaksanaan bagi saya....jadi saya stop...
entah kalau orang lain mungkin saya yang salah pratek,

dari pada ribut disini lebih baik kita bertanding siapa lebih dulu mencapai sotapana...
baru ngomong ^^ jadi ingat iklan rokok...
TALK LESS DO MORE...

all just my opinion....peace yu
metta.
:)) kalau jawaban Pak Hudoyo :
OK, Kemenyan … bodoh kalau saya melayani Anda terus … waktu saya sangat berharga untuk membimbing MMD … Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur … sekalipun Anda menghiba-hiba, saya tidak akan masuk ke DC lagi selama managementnya dikuasai oleh orang-orang reaksioner yang ingin memutar mundur jarum sejarah Buddhisme di Indonesia. …

Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.

Salam,
hudoyo

Emangnya DC aliran baru juga yah??
Lagian ada juga member DC yg sehaluan dengan PH, jadi gimana dong....apakah lebih cocok disebut musuh-musuh DC (sebagai lawan dari teman-teman) ?? So, pasti tidak dong.... :|

Hmm...masih menantang orang....... Buddha gak pernah ngajarin beradu tuh..... :whistle: .......apalagi di lapangan  :))
harap dimaklum, ucapan itu karena kekhilafan, sedang tidak eling/sadar ;D


1. Siapakah pewaris ajaran Buddha sesungguhnya ?
2. Utk mengetahui hal tsb apakah perlu menunggu bertahun-tahun ?
3. Bagaimana sikap dan ucapan seorang pewaris ajaran Buddha ?



Sinca yg menyelipkan kayu2 dlm perut dan melabrak Buddha
didepa orang banyak, bahwa Buddha telah menghamilinnya.

jawaban Buddha : benar atau tidak hanya seorang Taghata yg tau.

Bila anda seorang lagi yg dilabrak dgn tuduhan palsu,
kira2 jawaban anda apa ?

Apakah dari jawaban saja udah bisa menunjuk anda bener2
   seseorang yg MENYELAMIN ajaran Buddha ?


mohon koreksi kalau ada salah ngomongggggggg!
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 12:28:02 PM
ohh, beda ya, kalau MMD berarti bertolak belakang dengan VITAKKASANTHANA SUTTA ya?
Bukan bertolak belakang, tetapi berbeda dalam konteks pembicaraan. Misalnya dalam satu sutta, Buddha berkhotbah mengenai sila agar seseorang terlahir di alam bahagia, sedangkan dalam sutta lain, Buddha mengatakan semua kelahiran, bahkan di alam Brahma pun bukanlah tujuan Buddha-dhamma.


Oh hampir lupa, jangan lupa juga konsep MMD adalah tanpa usaha, tanpa tujuan. berbeda dengan vitaka sutta
Sama dengan karakteristik empat Satipatthana di mana hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 12:30:38 PM
tambahan nich markos, postingan ko saudara fabian yang membicarakan tentang 'aku' boleh di post ke milis2

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12407.msg203186.html#msg203186

Lapor ! udah masuk ke berbagai milis buddhis per pagi ini......
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sunce™ on 10 August 2009, 01:27:04 PM
Gua pribadi merasa MMD ini aneh.. !
Menyimpang dari ajaran Sang Buddha!
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 01:34:41 PM
Tapi jgn jadi dosa mula citta yah bro.....

justru seyogyanya kita kasihan pada mereka loh....... krn sesungguhnya miccha ditthi yg dilakukan dengan terus menerus akan membawa ke mahatapana-niraya

demikianlah seyogyanya membuat kita jadi lebih berhati-hati dengan batin kita sendiri juga
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 01:41:36 PM
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_

Ini potongan dari Mahasatipatthana Sutta, bagian obyek pikiran:

'... Di sini, para bhkkhu, jika keinginan-indria hadir dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan-indria hadir. Jika keinginan-indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu megetahui bahwa keinginan-indria tidak ada. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan-indria yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana menyingkirkan keinginan-indria yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidak-munculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah disingkirkan."

Saya tidak melihat adanya petunjuk untuk mengingat "oh ini namanya nafsu jenis x yang menurut abhidhamma adalah akusala nomor x", atau pun adanya petunjuk usaha "melawan, menyingkirkan, mencegah" dan lain sebagainya. Dalam satipatthana, hanya ada pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya khanda, pikiran tidak membandingkan dengan apa pun di masa lalu, juga tidak mencari apa pun di masa depan. Hanya ada hidup saat ini.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 10 August 2009, 01:44:17 PM
Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 01:52:22 PM
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_

Ini potongan dari Mahasatipatthana Sutta, bagian obyek pikiran:

'... Di sini, para bhkkhu, jika keinginan-indria hadir dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan-indria hadir. Jika keinginan-indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu megetahui bahwa keinginan-indria tidak ada. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan-indria yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana menyingkirkan keinginan-indria yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidak-munculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah disingkirkan."

Saya tidak melihat adanya petunjuk untuk mengingat "oh ini namanya nafsu jenis x yang menurut abhidhamma adalah akusala nomor x", atau pun adanya petunjuk usaha "melawan, menyingkirkan, mencegah" dan lain sebagainya. Dalam satipatthana, hanya ada pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya khanda, pikiran tidak membandingkan dengan apa pun di masa lalu, juga tidak mencari apa pun di masa depan. Hanya ada hidup saat ini.



Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 02:05:55 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 03:07:46 PM
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_

Ini potongan dari Mahasatipatthana Sutta, bagian obyek pikiran:

'... Di sini, para bhkkhu, jika keinginan-indria hadir dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan-indria hadir. Jika keinginan-indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu megetahui bahwa keinginan-indria tidak ada. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan-indria yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana menyingkirkan keinginan-indria yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidak-munculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah disingkirkan."

Saya tidak melihat adanya petunjuk untuk mengingat "oh ini namanya nafsu jenis x yang menurut abhidhamma adalah akusala nomor x", atau pun adanya petunjuk usaha "melawan, menyingkirkan, mencegah" dan lain sebagainya. Dalam satipatthana, hanya ada pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya khanda, pikiran tidak membandingkan dengan apa pun di masa lalu, juga tidak mencari apa pun di masa depan. Hanya ada hidup saat ini.


bukankah di sutta Mahasatipatthana ada perenungan menjijikan dll yang merupakan pembandingan lho ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 03:25:16 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Mahàsatipaññhàna Sutta
Khotbah Panjang Tentang Landasan-Landasan Perhatian
**********
[290] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.612 Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di antara para Kuru. Di sana terdapat sebuah kota-pasar yang disebut Kammàsadhamma.613 Dan di sana Sang Bhagavà berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu!’ ‘Bhagavà,’ mereka menjawab, dan Sang Bhagavà berkata:
‘Ada, para bhikkhu, satu jalan614 ini untuk memurnikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan kesusahan, untuk melenyapkan kesakitan dan kesedihan,615 untuk memperoleh jalan benar,616 untuk mencapai Nibbàna: - yaitu, empat landasan perhatian.’617
‘Apakah empat itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu618 berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani619, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia;620 ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan621 …; ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran;622 ia berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran,623 tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia.’ [291]

*sebelum di tegur ;D (penterjemaah Indra & team DC)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 03:34:16 PM
bukankah di sutta Mahasatipatthana ada perenungan menjijikan dll yang merupakan pembandingan lho ;D

Ya, ada perenungan internal, eksternal, dan internal maupun eksternal terhadap tubuh. Namun yang diamati adalah timbul, perubahan dan tenggelamnya fenomena berkenaan dengan jasmani. Di situ tidak ada pembandingan tentang apa yang jijik dan tidak jijik, juga tidak ada usaha memunculkan pikiran bahwa hal itu adalah menjijikan.

Berbeda dengan perenungan dalam Kayagatasati Sutta, di situ ada pembandingan, di situ ada pengarahan pikiran. Tujuannya adalah untuk meredam nafsu yang muncul, yang dengan demikian, ia bisa berdiam dalam Jhana, dan mendapatkan 10 manfaat dari perenungan tersebut.  

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 10 August 2009, 03:39:44 PM
Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.




Apa mungkin gini bro ?
Dimana ada kesadaran (citta), kan pasti ada bentuk pikiran yang mengikuti (cetasika) ...
Jadi yang dimaksud bro markos itu sebagai proses pikiran baru yang muncul adalah cittanya tetap ada (gak mungkin kan meditasi itu buat ngilangin kesaradan), tapi cetasika yang munculnya itu yang menurut abhidhamma yang kusala-kusala gitu (namanya lupa lah ... kebanyakan ... :)))

_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 03:40:11 PM
Mahàsatipaññhàna Sutta
Khotbah Panjang Tentang Landasan-Landasan Perhatian
**********
[290] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.612 Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di antara para Kuru. Di sana terdapat sebuah kota-pasar yang disebut Kammàsadhamma.613 Dan di sana Sang Bhagavà berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu!’ ‘Bhagavà,’ mereka menjawab, dan Sang Bhagavà berkata:
‘Ada, para bhikkhu, satu jalan614 ini untuk memurnikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan kesusahan, untuk melenyapkan kesakitan dan kesedihan,615 untuk memperoleh jalan benar,616 untuk mencapai Nibbàna: - yaitu, empat landasan perhatian.’617
‘Apakah empat itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu618 berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani619, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia;620 ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan621 …; ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran;622 ia berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran,623 tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia.’ [291]

*sebelum di tegur ;D (penterjemaah Indra & team DC)

Usaha yang dibahas sebelumnya adalah tindakan untuk mengubah, memunculkan, mengarahkan dan lain-lain pada saat meditasi, seperti dalam Vitakka Santhana, ada usaha memunculkan pikiran baru untuk menekan dan menyingkirkan pikiran tak bermanfaat.
Tekun di sini maksudnya adalah tekun melakukan meditasi perenungan tersebut, tidak merujuk pada istilah "usaha" di atas.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 03:42:13 PM
1. Siapakah pewaris ajaran Buddha sesungguhnya ?
sudah jelas isi tipitaka lebih bertahan ribuan tahun dong ;D

Quote
2. Utk mengetahui hal tsb apakah perlu menunggu bertahun-tahun ?
mungkin pola pikir orang tersebut begitu, tapi bagi ku tidak perlu menunggu bertahun2 koq

Quote
3. Bagaimana sikap dan ucapan seorang pewaris ajaran Buddha ?
Sesuai dengan ajarannya dong ;D

Quote
Sinca yg menyelipkan kayu2 dlm perut dan melabrak Buddha
didepa orang banyak, bahwa Buddha telah menghamilinnya.

jawaban Buddha : benar atau tidak hanya seorang Taghata yg tau.

Bila anda seorang lagi yg dilabrak dgn tuduhan palsu,
kira2 jawaban anda apa ?
apabila di labrak ya di lihat dulu sikon nya ach ;D

Quote
Apakah dari jawaban saja udah bisa menunjuk anda bener2
   seseorang yg MENYELAMIN ajaran Buddha ?
gak dong, saya sih masih jauh dari seseorang yg MENYELAMIN ajaran Buddha karena ajaran Buddha itu memusingkan ha... ha... ha... (tawa mbah Surip mode = on)

Quote
mohon koreksi kalau ada salah ngomongggggggg!
ah aye juga sering salah koq :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 03:46:08 PM
bukankah di sutta Mahasatipatthana ada perenungan menjijikan dll yang merupakan pembandingan lho ;D

Ya, ada perenungan internal, eksternal, dan internal maupun eksternal terhadap tubuh. Namun yang diamati adalah timbul, perubahan dan tenggelamnya fenomena berkenaan dengan jasmani. Di situ tidak ada pembandingan tentang apa yang jijik dan tidak jijik, juga tidak ada usaha memunculkan pikiran bahwa hal itu adalah menjijikan.

Berbeda dengan perenungan dalam Kayagatasati Sutta, di situ ada pembandingan, di situ ada pengarahan pikiran. Tujuannya adalah untuk meredam nafsu yang muncul, yang dengan demikian, ia bisa berdiam dalam Jhana, dan mendapatkan 10 manfaat dari perenungan tersebut. 


(6. Sembilan perenungan tanah pekuburan)
7. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat yang dibuang di tanah pekuburan,641 satu, dua, atau tiga hari setelah meninggal dunia, membengkak, berubah warna, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’
‘Demikianlah ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal, secara eksternal, dan secara internal maupun eksternal. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
8. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, dimakan oleh burung gagak, elang atau nasar, oleh anjing atau serigala, atau berbagai binatang lainnya, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’ [296]
9. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, kerangka tulang-belulang dengan daging dan darah, dirangkai oleh urat, … kerangka tulang-belulang tanpa daging berlumuran darah, dirangkai oleh urat, …
336 D īãgha Nikà āya 22: Mahàsatipaññhàna Sutta
kerangka tulang-belulang yang tanpa daging dan darah, dirangkai oleh urat, … tulang-belulang yang tersambung secara acak, berserakan di segala penjuru, tulang lengan di sini, tulang-kaki di sana, tulang-kering di sini, tulang-paha di sana, tulang-panggul di sini, [297] tulang-punggung di sini, tulang-tengkorak di sana, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu .…’
10. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, tulangnya memutih, terlihat seperti kulit-kerang …, tulang-belulangnya menumpuk, setelah setahun …, tulang-belulangnya hancur menjadi bubuk, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’

^^ di atas ini ada kok usaha membandingkan dan berpikir
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 04:15:17 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 04:20:29 PM
(6. Sembilan perenungan tanah pekuburan)
7. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat yang dibuang di tanah pekuburan,641 satu, dua, atau tiga hari setelah meninggal dunia, membengkak, berubah warna, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’
‘Demikianlah ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal, secara eksternal, dan secara internal maupun eksternal. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
8. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, dimakan oleh burung gagak, elang atau nasar, oleh anjing atau serigala, atau berbagai binatang lainnya, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’ [296]
9. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, kerangka tulang-belulang dengan daging dan darah, dirangkai oleh urat, … kerangka tulang-belulang tanpa daging berlumuran darah, dirangkai oleh urat, …
336 D īãgha Nikà āya 22: Mahàsatipaññhàna Sutta
kerangka tulang-belulang yang tanpa daging dan darah, dirangkai oleh urat, … tulang-belulang yang tersambung secara acak, berserakan di segala penjuru, tulang lengan di sini, tulang-kaki di sana, tulang-kering di sini, tulang-paha di sana, tulang-panggul di sini, [297] tulang-punggung di sini, tulang-tengkorak di sana, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu .…’
10. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, tulangnya memutih, terlihat seperti kulit-kerang …, tulang-belulangnya menumpuk, setelah setahun …, tulang-belulangnya hancur menjadi bubuk, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: “Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu.”’

^^ di atas ini ada kok usaha membandingkan dan berpikir

Pembandingan yang saya bahas sebelumnya adalah bahwa suatu hal adalah baik/buruk, kusala/akusala yang adalah penilaian berdasarkan suatu konsep. Sedangkan "pembandingan" di sini bukanlah sebuah penilaian. Sederhananya, mengamati 2 objek. Maaf kalau membingungkan & terima kasih atas tulisan kritisnya. Kemudian mengenai "usaha", tetap tidak ada petunjuk untuk mengubah apa pun. Semua fenomena tersebut dikenali bahwa itu adalah tidak kekal, tidak ada usaha mengarahkan agar begini-begitu.  

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 04:31:47 PM
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60

Sekali lagi, "berpikir" yang sering dibahas oleh Pak Hudoyo adalah "maññati", bukan proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti.
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 10 August 2009, 04:37:56 PM
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60

Sekali lagi, "berpikir" yang sering dibahas oleh Pak Hudoyo adalah "maññati", bukan proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti.
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".

Sebelumnya...

Apakah kalimat-kalimat yang berwarna biru di atas memang merupakan maksud dari Pak Hudoyo? Atau spekulasi dari Bro Kainyn terhadap pernyataan Pak Hudoyo?

Jika maksud dari pernyataan-pernyataan Pak Hudoyo memang seperti apa yang dijelaskan oleh Bro Kainyn, kenapa dia tidak menjelaskan sedetil ini?

Dan satu lagi... Setelah mencapai "terhentinya pikiran", tetap saja lobha-dosa-moha tidak tercabut bukan? Atau dengan kata lain tujuan tertinggi antara Ajaran Sang Buddha dengan MMD itu memang berbeda?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 10 August 2009, 04:47:48 PM
Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.




Apa mungkin gini bro ?
Dimana ada kesadaran (citta), kan pasti ada bentuk pikiran yang mengikuti (cetasika) ...
Jadi yang dimaksud bro markos itu sebagai proses pikiran baru yang muncul adalah cittanya tetap ada (gak mungkin kan meditasi itu buat ngilangin kesaradan), tapi cetasika yang munculnya itu yang menurut abhidhamma yang kusala-kusala gitu (namanya lupa lah ... kebanyakan ... :)))

_/\_

yg paling atas saya bold biru apakah bro Markos menanggapi tulisan PH atau semuanya tulisan PH? ???

Kalo yg dimaksud seperti bro Markos bahwa saat pengamatan dalam vipasanna seperti yg dikatakan g citra bisa dikatakan demikan.  ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 05:00:31 PM
apakah Mahàsatipaññhàna Sutta itu ada hubungan dengan jmb8?

apakah Mahàsatipaññhàna Sutta itu untuk meditasi level mahir atau pemula?

apakah Mahàsatipaññhàna Sutta itu untuk orang yang tertentu atau semua orang ?

;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 05:04:30 PM
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60

Sekali lagi, "berpikir" yang sering dibahas oleh Pak Hudoyo adalah "maññati", bukan proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti.
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".



Sangat dipahami, bro...... namun "maññati" yang dimaksud oleh PH adalah berhentinya "maññati" sehingga proses kesadaran hanya ada pada #1 yaitu abhijaanaati saja

ini bisa dilihat dari :

Quote
HUDOYO:

Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)."


Sedangkan jika kita lihat, "maññati" justru hanyalah salah satu dari 6 kondisi yaitu :
(i) pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati -- he directly knows earth as earth;
(ii) pa.thavi.m na ma~n~nati -- he does not conceive earth;
(iii) pa.thaviyaa na ma~n~nati -- he does not conceive in earth;
(iv) pa.thavito na ma~n~nati -- he does not conceive from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti na ma~n~nati -- he does not conceive "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m naabhinandati -- he does not delight in earth.

Jadi maññati di PH diartikan hanya ada kesadaran #1 saja, kesadaran yang 5 lainnya sudah tidak berlangsung lagi -> Kembali kita bisa lihat sendiri pernyataan PH
Quote
kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja

Disini jelas berbeda dengan apa yg dikatakan oleh bro Kai (
Quote
proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti
)


Jika hanya melihat "maññati", yg jelas menjadi permasalahan adalah mengenai PERSEPSI bhw seolah PERSEPSI itu yg harus dihentikan dimana diatas PH menyebutkan
Quote
dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep


Padahal jika kita lihat, pengertian dasar dari PERSEPSI atau SANNA adalah salah satu dari 7 sabbacittsadharana, yaitu cetasika yang ada dalam SEMUA CITTA jadi persepsi itu tetap akan ada, tetap terbentuk selama citta vitthi terus berlangsung
Hanya saja, karena pada arahat sudah ada Panna sehingga bisa melihat kenyataan sebagaimana apa adanya

Ini bisa kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,422.0.html
Quote
3.   Sanna = pencerapan / persepsi. Arti kata sanna sangat bervariasi tergantung konteks pembahasannya. Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya digunakan istilah khusus ug digunakan di dalam hubungan ini sebagai factor batin yg universal. Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai, seperti biru, hitam, dan sebagainya. Proseduralnya mirip rekognisi seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu dengan tanda-tanda yg dibuatnya, mirip seorang ahli batuan yg dapat membedakan berbagai jenis permata dengan tanda-tandanya. Antara sanna, vinnana dan panna dapat di umpamakan dengan seorang anak kecil, seorang dewasa dan seorang dewasa ahli kimia di dlm melihat uang logam. Bagi seorang anak kecil, ia hanya berpersepsi akan sebuah uang logam. Orang dewasa melihatnya dengan mengetahui nilai uang itu, dan bagi ahli kimia, iapun melihatnya bahwa uang ini terdiri dari bahan kimia logam-logam tertentu.

Nah seharusnya yang berhenti adalah "kemelekatannya" pada persepsi itu, bukannya persepsinya yg dihentikan. Persepsi itu hanyalah pengenalan suatu obyek saja yg terdiri dari berbagai kombinasi persepsi titik, garis, warna, dsbnya

Demikian yang bisa saya dapat dari membaca keenam pernyataan itu secara keseluruhan, bukan hanya membaca dari maññati saja
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 05:08:10 PM
Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.




Apa mungkin gini bro ?
Dimana ada kesadaran (citta), kan pasti ada bentuk pikiran yang mengikuti (cetasika) ...
Jadi yang dimaksud bro markos itu sebagai proses pikiran baru yang muncul adalah cittanya tetap ada (gak mungkin kan meditasi itu buat ngilangin kesaradan), tapi cetasika yang munculnya itu yang menurut abhidhamma yang kusala-kusala gitu (namanya lupa lah ... kebanyakan ... :)))

_/\_

yg paling atas saya bold biru apakah bro Markos menanggapi tulisan PH atau semuanya tulisan PH? ???

Kalo yg dimaksud seperti bro Markos bahwa saat pengamatan dalam vipasanna seperti yg dikatakan g citra bisa dikatakan demikan.  ^-^

Ini saya post yg lengkapnya lagi bro............ biar ga makin bingung.....

yang biru, pernyataan saya. Yg diatasnya, pernyataan bro Kai

ohh, beda ya, kalau MMD berarti bertolak belakang dengan VITAKKASANTHANA SUTTA ya?
Bukan bertolak belakang, tetapi berbeda dalam konteks pembicaraan. Misalnya dalam satu sutta, Buddha berkhotbah mengenai sila agar seseorang terlahir di alam bahagia, sedangkan dalam sutta lain, Buddha mengatakan semua kelahiran, bahkan di alam Brahma pun bukanlah tujuan Buddha-dhamma.


Oh hampir lupa, jangan lupa juga konsep MMD adalah tanpa usaha, tanpa tujuan. berbeda dengan vitaka sutta
Sama dengan karakteristik empat Satipatthana di mana hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir
Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 05:14:48 PM
Sebelumnya...

Apakah kalimat-kalimat yang berwarna biru di atas memang merupakan maksud dari Pak Hudoyo? Atau spekulasi dari Bro Kainyn terhadap pernyataan Pak Hudoyo?

Jika maksud dari pernyataan-pernyataan Pak Hudoyo memang seperti apa yang dijelaskan oleh Bro Kainyn, kenapa dia tidak menjelaskan sedetil ini?

Dan satu lagi... Setelah mencapai "terhentinya pikiran", tetap saja lobha-dosa-moha tidak tercabut bukan? Atau dengan kata lain tujuan tertinggi antara Ajaran Sang Buddha dengan MMD itu memang berbeda?

Itu adalah yang definisi yang saya tangkap dari beberapa kali diskusi dengan Pak Hudoyo dan kemudian saya uraikan dengan bahasa saya sendiri. Apakah sudah dikonfirmasi? YA, sudah saya konfirmasi ke e-mail Pak Hudoyo.

Soal mengapa tidak dijelaskan begitu, karena setiap orang punya kecenderungan yang berbeda. Pak Hudoyo menjelaskan dengan caranya, saya dengan cara saya sendiri.

Setelah terhentinya "pikiran" (definisi Mulapariyaya), maka di situ LDM sudah tidak memiliki landasan lagi. Di sana pula tidak ditemukan landasan empat unsur (seperti yang ditanyakan seorang bhikkhu dalam Kevaddha Sutta). Itulah kebijakan Arahat.
Mulapariyaya Sutta itu bukan bikinan MMD, itu bagian dari Tipitaka. Pak Hudoyo menafsirkan demikian, dan saya juga menafsirkan kurang lebih demikian (bukan karena ikut2an Pak Hudoyo).

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 10 August 2009, 05:21:54 PM
Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.




Apa mungkin gini bro ?
Dimana ada kesadaran (citta), kan pasti ada bentuk pikiran yang mengikuti (cetasika) ...
Jadi yang dimaksud bro markos itu sebagai proses pikiran baru yang muncul adalah cittanya tetap ada (gak mungkin kan meditasi itu buat ngilangin kesaradan), tapi cetasika yang munculnya itu yang menurut abhidhamma yang kusala-kusala gitu (namanya lupa lah ... kebanyakan ... :)))

_/\_

yg paling atas saya bold biru apakah bro Markos menanggapi tulisan PH atau semuanya tulisan PH? ???

Kalo yg dimaksud seperti bro Markos bahwa saat pengamatan dalam vipasanna seperti yg dikatakan g citra bisa dikatakan demikan.  ^-^

Ini saya post yg lengkapnya lagi bro............ biar ga makin bingung.....

yang biru, pernyataan saya. Yg diatasnya, pernyataan bro Kai

Ok thks om Markos untuk klarifikasinya, maklum ngetiknya di kantor jadi ngak teliti.. ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 10 August 2009, 05:24:04 PM
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60

Sekali lagi, "berpikir" yang sering dibahas oleh Pak Hudoyo adalah "maññati", bukan proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti.
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".



Sangat dipahami, bro...... namun "maññati" yang dimaksud oleh PH adalah berhentinya "maññati" sehingga proses kesadaran hanya ada pada #1 yaitu abhijaanaati saja

ini bisa dilihat dari :

Quote
HUDOYO:

Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)."


Sedangkan jika kita lihat, "maññati" justru hanyalah salah satu dari 6 kondisi yaitu :
(i) pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati -- he directly knows earth as earth;
(ii) pa.thavi.m na ma~n~nati -- he does not conceive earth;
(iii) pa.thaviyaa na ma~n~nati -- he does not conceive in earth;
(iv) pa.thavito na ma~n~nati -- he does not conceive from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti na ma~n~nati -- he does not conceive "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m naabhinandati -- he does not delight in earth.

Jadi maññati di PH diartikan hanya ada kesadaran #1 saja, kesadaran yang 5 lainnya sudah tidak berlangsung lagi -> Kembali kita bisa lihat sendiri pernyataan PH
Quote
kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja

Disini jelas berbeda dengan apa yg dikatakan oleh bro Kai (
Quote
proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti
)


Jika hanya melihat "maññati", yg jelas menjadi permasalahan adalah mengenai PERSEPSI bhw seolah PERSEPSI itu yg harus dihentikan dimana diatas PH menyebutkan
Quote
dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep


Padahal jika kita lihat, pengertian dasar dari PERSEPSI atau SANNA adalah salah satu dari 7 sabbacittsadharana, yaitu cetasika yang ada dalam SEMUA CITTA jadi persepsi itu tetap akan ada, tetap terbentuk selama citta vitthi terus berlangsung
Hanya saja, karena pada arahat sudah ada Panna sehingga bisa melihat kenyataan sebagaimana apa adanya

Ini bisa kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,422.0.html
Quote
3.   Sanna = pencerapan / persepsi. Arti kata sanna sangat bervariasi tergantung konteks pembahasannya. Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya digunakan istilah khusus ug digunakan di dalam hubungan ini sebagai factor batin yg universal. Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai, seperti biru, hitam, dan sebagainya. Proseduralnya mirip rekognisi seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu dengan tanda-tanda yg dibuatnya, mirip seorang ahli batuan yg dapat membedakan berbagai jenis permata dengan tanda-tandanya. Antara sanna, vinnana dan panna dapat di umpamakan dengan seorang anak kecil, seorang dewasa dan seorang dewasa ahli kimia di dlm melihat uang logam. Bagi seorang anak kecil, ia hanya berpersepsi akan sebuah uang logam. Orang dewasa melihatnya dengan mengetahui nilai uang itu, dan bagi ahli kimia, iapun melihatnya bahwa uang ini terdiri dari bahan kimia logam-logam tertentu.

Nah seharusnya yang berhenti adalah "kemelekatannya" pada persepsi itu, bukannya persepsinya yg dihentikan. Persepsi itu hanyalah pengenalan suatu obyek saja yg terdiri dari berbagai kombinasi persepsi titik, garis, warna, dsbnya

Demikian yang bisa saya dapat dari membaca keenam pernyataan itu secara keseluruhan, bukan hanya membaca dari maññati saja

Bro Markos, mohon maaf kalau saya tidak menanggapi karena saya tidak mendalami Abhidhamma. Kalau Bro Markos bersikukuh demikian, biarlah demikian adanya, tetapi saya belum mampu menanggapinya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 05:40:59 PM
Sebelumnya...

Apakah kalimat-kalimat yang berwarna biru di atas memang merupakan maksud dari Pak Hudoyo? Atau spekulasi dari Bro Kainyn terhadap pernyataan Pak Hudoyo?

Jika maksud dari pernyataan-pernyataan Pak Hudoyo memang seperti apa yang dijelaskan oleh Bro Kainyn, kenapa dia tidak menjelaskan sedetil ini?

Dan satu lagi... Setelah mencapai "terhentinya pikiran", tetap saja lobha-dosa-moha tidak tercabut bukan? Atau dengan kata lain tujuan tertinggi antara Ajaran Sang Buddha dengan MMD itu memang berbeda?

Itu adalah yang definisi yang saya tangkap dari beberapa kali diskusi dengan Pak Hudoyo dan kemudian saya uraikan dengan bahasa saya sendiri. Apakah sudah dikonfirmasi? YA, sudah saya konfirmasi ke e-mail Pak Hudoyo.

Soal mengapa tidak dijelaskan begitu, karena setiap orang punya kecenderungan yang berbeda. Pak Hudoyo menjelaskan dengan caranya, saya dengan cara saya sendiri.

Setelah terhentinya "pikiran" (definisi Mulapariyaya), maka di situ LDM sudah tidak memiliki landasan lagi. Di sana pula tidak ditemukan landasan empat unsur (seperti yang ditanyakan seorang bhikkhu dalam Kevaddha Sutta). Itulah kebijakan Arahat.
Mulapariyaya Sutta itu bukan bikinan MMD, itu bagian dari Tipitaka. Pak Hudoyo menafsirkan demikian, dan saya juga menafsirkan kurang lebih demikian (bukan karena ikut2an Pak Hudoyo).


"berhentinya pikiran" apakah sesaat/ketika meditasi saja atau dalam kehidupan sehari2 bisa di aplikasikan? seperti apakah contohnya?


*)tambahan :
dalam sutta ada dikatakan untuk membuat pondasi seseorang meditator harus menyingkirkan lima rintangan (panca nivarana), apakah dalam MMD dijelaskan hal itu? saya rasa tidak khan?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 10 August 2009, 06:05:39 PM
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60

Sekali lagi, "berpikir" yang sering dibahas oleh Pak Hudoyo adalah "maññati", bukan proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti.
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".



Sangat dipahami, bro...... namun "maññati" yang dimaksud oleh PH adalah berhentinya "maññati" sehingga proses kesadaran hanya ada pada #1 yaitu abhijaanaati saja

ini bisa dilihat dari :

Quote
HUDOYO:

Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)."


Sedangkan jika kita lihat, "maññati" justru hanyalah salah satu dari 6 kondisi yaitu :
(i) pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati -- he directly knows earth as earth;
(ii) pa.thavi.m na ma~n~nati -- he does not conceive earth;
(iii) pa.thaviyaa na ma~n~nati -- he does not conceive in earth;
(iv) pa.thavito na ma~n~nati -- he does not conceive from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti na ma~n~nati -- he does not conceive "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m naabhinandati -- he does not delight in earth.

Jadi maññati di PH diartikan hanya ada kesadaran #1 saja, kesadaran yang 5 lainnya sudah tidak berlangsung lagi -> Kembali kita bisa lihat sendiri pernyataan PH
Quote
kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja

Disini jelas berbeda dengan apa yg dikatakan oleh bro Kai (
Quote
proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti
)


Jika hanya melihat "maññati", yg jelas menjadi permasalahan adalah mengenai PERSEPSI bhw seolah PERSEPSI itu yg harus dihentikan dimana diatas PH menyebutkan
Quote
dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep


Padahal jika kita lihat, pengertian dasar dari PERSEPSI atau SANNA adalah salah satu dari 7 sabbacittsadharana, yaitu cetasika yang ada dalam SEMUA CITTA jadi persepsi itu tetap akan ada, tetap terbentuk selama citta vitthi terus berlangsung
Hanya saja, karena pada arahat sudah ada Panna sehingga bisa melihat kenyataan sebagaimana apa adanya

Ini bisa kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,422.0.html
Quote
3.   Sanna = pencerapan / persepsi. Arti kata sanna sangat bervariasi tergantung konteks pembahasannya. Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya digunakan istilah khusus ug digunakan di dalam hubungan ini sebagai factor batin yg universal. Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai, seperti biru, hitam, dan sebagainya. Proseduralnya mirip rekognisi seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu dengan tanda-tanda yg dibuatnya, mirip seorang ahli batuan yg dapat membedakan berbagai jenis permata dengan tanda-tandanya. Antara sanna, vinnana dan panna dapat di umpamakan dengan seorang anak kecil, seorang dewasa dan seorang dewasa ahli kimia di dlm melihat uang logam. Bagi seorang anak kecil, ia hanya berpersepsi akan sebuah uang logam. Orang dewasa melihatnya dengan mengetahui nilai uang itu, dan bagi ahli kimia, iapun melihatnya bahwa uang ini terdiri dari bahan kimia logam-logam tertentu.

Nah seharusnya yang berhenti adalah "kemelekatannya" pada persepsi itu, bukannya persepsinya yg dihentikan. Persepsi itu hanyalah pengenalan suatu obyek saja yg terdiri dari berbagai kombinasi persepsi titik, garis, warna, dsbnya

Demikian yang bisa saya dapat dari membaca keenam pernyataan itu secara keseluruhan, bukan hanya membaca dari maññati saja

Bro Markos, mohon maaf kalau saya tidak menanggapi karena saya tidak mendalami Abhidhamma. Kalau Bro Markos bersikukuh demikian, biarlah demikian adanya, tetapi saya belum mampu menanggapinya.



dear bro Kai,

Tolong dilihat perspektifnya bukan saya bersikukuh seolah abhidhamma adalah yg paling benar, bahwa pengalaman itu nisbi krn abhidhamma berkata lain

namun hendaknya dilihat bhw sutta, vinaya dan abhidhamma yang ada dalam tipitaka adalah suatu kesatuan yg akan saling mendukung, bukannya saling bertentangan sehingga hanya perlu menggunakan 2 - 3 sutta saja dan menisbikan isi tipitaka lainnya

jika hanya secuplik lalu ditafsirkan sendiri, maka riskan terjadi kesalah pahaman seperti :

Quote
On 8/7/09, Hudoyo <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote:
sedangkan saya menerjemahkan 'citta/vinnana' dengan 'batin' atau 'kesadaran' , bukan 'pikiran'!

padahal jelas berbeda antara citta dengan batin/nama.
Citta adalah vinnana khandha yang merupakan satu dari 4 unsur pembentuk batin/nama

dan juga :

Quote
On 8/4/09, markos prawira <markosprawira [at] gmail.com> wrote:
Quote
hudoyo1 <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote: Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.

Sangat prihatin dengan pernyataan diatas karena Buddha dalam Mahapadana sutta dan Ovada Patimokkha justru mengajarkan : Kurangi berbuat jahat, Perbanyak berbuat baik dan mensucikan batin
 
Mahapadana Sutta :
 
"Kesabaran adalah tapa yang paling tinggi
Para Buddha bersabda: "Nibbana yang tertinggi dari segala sesuatu"
Beliau bukanlah pertapa yang merugikan orang lain atau pertapa yang tidak menyebabkan orang lain menjadi susah.

Tidak melakukan kejahatan,
Mengembangkan kebajikan,
Mensucikan batin.
Itulah ajaran para Buddha

Tidak memfitnah, tidak menganiaya
Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan
Makan dan tidur secukupnya, dan hidup menyepi
Senantiasa berpikir luhur
Itulah ajaran para Buddha." -> disini jelas bhw ajaran Buddha dari jaman Buddha Vipasi, Buddha Sikhi, Buddha Vessabhu, Buddha Kakusanda, Buddha Konagamana, Buddha Kassapa sampai Buddha Gautama adalah sama
 
 
 
Hal sama juga bisa dilihat di Ovada Patimokkha yang diucapkan di depan 1250 org bhikkhu yang semuanya Arahat
Cease to do evil,
cultivate that which is good;
purify the heart.
This is the Way of the Awakened Ones
[/size]

Diatas kita bisa lihat kontradiksi dari pengambilan sutta secara secuplik saja oleh PH

dan bagaimana bedanya jika dilihat isi sutta yang saling mendukung

akhir kata, permasalahan mannati, konsep MURNI, pikiran berhenti adalah konsep2 yg seharusnya sudah dapat jelas jika kita menggunakan tipitaka sebagai 1 kesatuan yang utuh

semoga bermanfaat agar kita semua bisa mempraktekkan tipitaka secara menyeluruh, bukannya memilih mana yg cocok dan menolak yg tidak cocok

metta  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 10 August 2009, 06:09:35 PM
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".
prinsip "tanpa usaha" udah dikenal sangat luas di dunia meditasi buddhis, bukan penemuan baru, bukan original pak hudoyo. ajahn brahm dan master sheng yen juga ngomong yg senada. meditator yg pemula saja kebanyakan mengerti dan memahami maksudnya. saya melihat banyak sekali "keresahan" di sini disebabkan karena ketidakmengertian. itu saja...

berkali2 dibilangin, cobalah eksperimen. pertama, coba bermeditasi dengan usaha. usaha untuk mencapai ketenangan, usaha untuk mencapai jhana, usaha untuk memerangi ldm, usaha untuk mencapai kesucian, usaha untuk menekan napsu, dll. kemudian coba eksperimen kedua, bermeditasilah dengan tidak berusaha untuk mencapai apapun, mengamati saja. tenang atau gelisah, amati saja. tidak ada usaha... mana yg berhasil?

coba cross check, tanya bhante khanti, bhante titha, bhante panna, ajahm brahm, dll. tanya mana yg benar.
sekali lagi, ini bukan barang baru, bukan penemuan baru, ataupun original...
kalo gak dicoba ya gak bakal mengerti, balik ke pertanyaan yg itu itu aja...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 10 August 2009, 06:22:57 PM
heheheh... kelihatan banget dari hasil yang sudah2 pencipta MMD malah makin gahaaarrrr... LDM sedikit pun gak berkurang tuch... kita kan lihat hasil klo hasilnya gak jelas atau malah makin parah ya mending yang uda jelas donk...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 10 August 2009, 06:36:18 PM
Kemudian "usaha" yang dimaksud adalah menyikapi pengetahuan yang timbul, apakah dengan mengarahkan, mengubah, mengembangkan, dan lain-lain. Pengarahan pada objek tentu saja bukan "usaha" yang dimaksud. Kalau hanya ada duduk diam, tidak ada "usaha" mengarahkan kepada objek, tanpa "usaha" menjaga kesadaran, sama saja dengan bengong, bukan meditasi.

Kalau Bro Markos memakai istilah sendiri, kemudian dimasukan ke dalam petunjuk dalam MMD, terang saja jadi meditasi "sesat".
prinsip "tanpa usaha" udah dikenal sangat luas di dunia meditasi buddhis, bukan penemuan baru, bukan original pak hudoyo. ajahn brahm dan master sheng yen juga ngomong yg senada. meditator yg pemula saja kebanyakan mengerti dan memahami maksudnya. saya melihat banyak sekali "keresahan" di sini disebabkan karena ketidakmengertian. itu saja...

berkali2 dibilangin, cobalah eksperimen. pertama, coba bermeditasi dengan usaha. usaha untuk mencapai ketenangan, usaha untuk mencapai jhana, usaha untuk memerangi ldm, usaha untuk mencapai kesucian, usaha untuk menekan napsu, dll. kemudian coba eksperimen kedua, bermeditasilah dengan tidak berusaha untuk mencapai apapun, mengamati saja. tenang atau gelisah, amati saja. tidak ada usaha... mana yg berhasil?

coba cross check, tanya bhante khanti, bhante titha, bhante panna, ajahm brahm, dll. tanya mana yg benar.
sekali lagi, ini bukan barang baru, bukan penemuan baru, ataupun original...
kalo gak dicoba ya gak bakal mengerti, balik ke pertanyaan yg itu itu aja...

Setuju dengan bro Morpheus,
Mungkin tanpa usaha (perbuatan) yg dimaksud adalah diawali tanpa keinginan (pikiran).
Referensi yg saya dapatkan lebih banyak menggunakan istilah ini, "tanpa keinginan" atau jangan mengingini, walaupun sebelum berlatih tetap harus di awali dengan keinginan untuk berlatih juga.
Apabila masih ada nafsu keinginan dalam berlatih (ingin mencapai jhana misalnya) maka meditasi hanya membawa penderitaan.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 10 August 2009, 06:52:24 PM
meditasi tanpa usaha aye kaga bisa, meditasi dengan usaha kaga bisa juga, melihat yang meditasi tanpa usaha seperti tidak ada hasil/sami mawon sama yang kaga suka meditasi jadi artinya ...............
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 10 August 2009, 06:58:30 PM
Terlepas dari pro dan kontra terhadap sosok PH, buntut2nya kita harus terjun sendiri ke dalam praktek agar dapat melihat kebenaran yg sesungguhnya. Sebenar-benarnya konsep, tetap saja hanyalah konsep, kata-kata, konvensi, bukan kebenaran itu sendiri. Thread ini akan memakan banyak halaman lagi apabila diteruskan, bisa jadi hanya akan menambah kemelekatan dan kebencian.

.......pada saat saya membaca kembali post saya yang isinya mencemooh.....saya jadi malu juga.... :-[

So, seperti yg dikatakan oleh Ajahn chah, "Dhamma bukan untuk diperdebatkan, namun untuk dipraktekkan dan direalisasikan."
Jangan terganggu oleh karena orang lain salah atau benar,
bukan dalam kapasitas egois,
namun karena memang tidak membawa manfaat untuk tidak mengatakan menghambat,
Memeriksa diri sendiri lewat praktek lebih bermanfaat agar dapat melihat sendiri kebenaran.

Kalo tidak salah ada kalimat dari Sang Master yg bunyinya lebih kurang begini,
"Seseorang menjadi salah justru tepat pada saat Ia menganggap dirinya benar."

 :|

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 10 August 2009, 07:04:31 PM
Quote
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

hoho ... itu cuma teori yang ada di kepala Anda. ... hoho

Baru kali ini saya dengar seorang pemeditasi bisa melihat 'asava' ...
Seperti apa sih asava itu? Seperti arus yang mengalir gitu? ... yang Anda lihat
itu kesenangan & kelekatan, atau ketidaksenangan dan penolakan ... bukan asava
... hoho


--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, Rudt Wang <bodohsatva [at] ...> wrote:
>
> *ikutan.... ho ho ho
>
> Tidak seorang pun pernah melihat 'asava' (arus kotoran
> batin) dalam meditasi vipassana.*
>
> saya kurang setuju... sesuai pengalaman... vipassana membuat kita dapat
"melihat" (lebih tepatnya merasakan) kehadiran asava ketika dia pertama kali
muncul akibat interaksi indra dengan objek...
>
> ho ho

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/74130

Ada yg lucu nih....kayak dagelan.....ngak usah jauh2, jika master MMD dipertemukan dengan Paauk Sayadaw, Ajahn Brahm, Luangta Mahaboowa yg masih hidup(saksi kunci tentang kebenaran Dhamma) , lalu mereka saling melihat kondisi setiap individu....kira2 siapa yg urutan terbawah ya?  

Yg pasti 3 diantara mereka diam, satu celingak-celinguk...dan begitu mendengar suara 'ehem....'  yg celingak-celinguk berbicara 'berhenti lah bersuara, jangan bersuara' lalu diantara mereka mengatakan ....lho 'anda sendiri bersuara'

IMO sih..jelas ngak bisa liat asava , namanya saja 'mimpi mengenal diri'  Anehnya diri sendiri tidak bisa melihat lalu digeneralisasi..... #-o

Kalau sesuai pengalaman .....dan beberapa meditator yg latihannya benar malah bisa lihat asava....nah lho  ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 10 August 2009, 07:05:46 PM
meditasi tanpa usaha aye kaga bisa, meditasi dengan usaha kaga bisa juga, melihat yang meditasi tanpa usaha seperti tidak ada hasil/sami mawon sama yang kaga suka meditasi jadi artinya ...............

Latihan aja terus bro, jangan nyerah.....niscaya masalahnya bisa diatasi.
Gak usah liat yg lain dah.....jalan teruuussss...... ;D,

Kaga bisa karna belum bisa,
Kalo udah bisa berati ....bisa.....
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 10 August 2009, 07:44:13 PM
kadang2 perlu juga niat/ingin mencapai sesuatu
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Lily W on 10 August 2009, 09:32:37 PM
meditasi tanpa usaha aye kaga bisa, meditasi dengan usaha kaga bisa juga, melihat yang meditasi tanpa usaha seperti tidak ada hasil/sami mawon sama yang kaga suka meditasi jadi artinya ...............

MEDITABO yaah? :))

_/\_ :lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 12:07:52 AM
Terlepas dari pro dan kontra terhadap sosok PH, buntut2nya kita harus terjun sendiri ke dalam praktek agar dapat melihat kebenaran yg sesungguhnya. Sebenar-benarnya konsep, tetap saja hanyalah konsep, kata-kata, konvensi, bukan kebenaran itu sendiri.
betul, om. semua harus terjun berpraktek...

lah jawaban aja kadang gak dibaca dan direnungkan, boro2 praktek. jadinya malah menganalisa secara intelektual. contoh kasus "tanpa usaha" itu aja, banyak yg langsung bales: "lho, bukannya duduk meditasi itu juga usaha?", "lho, mengamati itu kan usaha?", "lho, salah satu faktor jalan mulia kan usaha yg benar. bertentangan dong?"... ya jelas gak nyambung.

semua teori musti ditanggalkan dan tidak relevan saat bermeditasi, kalo gak jadinya bermeditasi bingung, ujung2nya stress kebanyakan mikir dan nyocok2in teori... jangan percaya saya, coba sendiri...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 11 August 2009, 12:52:43 AM
Terlepas dari pro dan kontra terhadap sosok PH, buntut2nya kita harus terjun sendiri ke dalam praktek agar dapat melihat kebenaran yg sesungguhnya. Sebenar-benarnya konsep, tetap saja hanyalah konsep, kata-kata, konvensi, bukan kebenaran itu sendiri.
betul, om. semua harus terjun berpraktek...

lah jawaban aja kadang gak dibaca dan direnungkan, boro2 praktek. jadinya malah menganalisa secara intelektual. contoh kasus "tanpa usaha" itu aja, banyak yg langsung bales: "lho, bukannya duduk meditasi itu juga usaha?", "lho, mengamati itu kan usaha?", "lho, salah satu faktor jalan mulia kan usaha yg benar. bertentangan dong?"... ya jelas gak nyambung.

semua teori musti ditanggalkan dan tidak relevan saat bermeditasi, kalo gak jadinya bermeditasi bingung, ujung2nya stress kebanyakan mikir dan nyocok2in teori... jangan percaya saya, coba sendiri...


:)) ... kebanyakan 'produk' ... jadi pada binun mo pilih yg mana ... :))

jadi mikir nih ... benarkah di dunia hanya ada 'satu wilayah saja' yang mempunyai mata air ?? :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sumedho on 11 August 2009, 06:33:37 AM
usaha benar dalam jalan mulia itu adalah sbb

Quote from: SN 45.8: Magga Vibhanga Sutta

"Dan apakah, para bhikkhu, usaha benar? (i) Dimana seorang bhikkhu memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk tidak memunculkan hal buruk, kualitas tidak terampil yang belum muncul. (ii) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk meninggalkan hal buruk, kualitas yang tidak terampil yang telah muncul. (iii) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kualitas terampil yang belum muncul. (iv) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk mempertahankan, mengerti, menambah, memperbanyak, mengembangkan, & mengumpulkan kualitas terampil yang telah muncul: Ini, para bhikkhu, yang disebut usaha benar.

jadi dalam rujukan ke usaha benarnya jalan mulia berunsur 8 tentu tidak tepat.

Dalam sebuah kegiatan meditasi, kita mempraktekan sebuah teori, mempraktekkan sebuah petunjuk. Nah dalam meditasi itu bukan sebuah "barang" yg terukur yg memiliki pengkotakan yg jelas.

Seperti apa sih nyocokin dengna teori yang dimaksud?

Kita ambil contoh. Kita sedang memperhatikan nafas masuk dan keluar... *sampai sini meditasi?* lalu pikiran mengembara membayangkan hal2x *apakah ini bagian meditasi?*, lalu ingat/menyadari/sati bahwa sedang mengembara dan ingat/aware/sati bahwa harus memperhatikan nafas *apakah sampai sini juga? atau ini yg dikatakan membanding2xkan dengan teori?* lalu perhatian kembali pada nafas kembali.

atau contoh ke dua, ketika meditasi tiba2x merasakan sensasi melihat cahaya, lalu pikiran mengembara dengan "mereview teori buku ini nimitta yang mana yah" *apakah ini membandingkan dengan teori?*, lalu akibatnya, sensasi itu hilang. lalu pikiran mengembara lagi "kecewa dan kesal", lalu ingat/menyadari/sati lagi kembali ke nafas.

yang manakah? atau bisa sambil kasih contoh?

usaha yg dirujuk disini apakah itu? apakah effort? apakan niat? apakah ke-ngototan (bahasa yg sulit hehehe)?
Mungkin dari teman2x disini bisa berikan contoh yang mungkin bisa lebih jelas dibandingkan hanya bilang usaha yang mungkin artinya bisa bermacam2x.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 07:24:37 AM
isi sutta itu saling melengkapi sehingga bisa di kros cek kebenarannya, apabila hanya mengambil sepotong2 maka hasilnya ya SEPOTONG juga lah :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 11 August 2009, 07:50:07 AM
usaha benar dalam jalan mulia itu adalah sbb

Quote from: SN 45.8: Magga Vibhanga Sutta

"Dan apakah, para bhikkhu, usaha benar? (i) Dimana seorang bhikkhu memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk tidak memunculkan hal buruk, kualitas tidak terampil yang belum muncul. (ii) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk meninggalkan hal buruk, kualitas yang tidak terampil yang telah muncul. (iii) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kualitas terampil yang belum muncul. (iv) Dia memunculkan keinginan, usaha keras, bersiteguh, menegakkan & mempertahankan kehendaknya untuk mempertahankan, mengerti, menambah, memperbanyak, mengembangkan, & mengumpulkan kualitas terampil yang telah muncul: Ini, para bhikkhu, yang disebut usaha benar.

jadi dalam rujukan ke usaha benarnya jalan mulia berunsur 8 tentu tidak tepat.

Dalam sebuah kegiatan meditasi, kita mempraktekan sebuah teori, mempraktekkan sebuah petunjuk. Nah dalam meditasi itu bukan sebuah "barang" yg terukur yg memiliki pengkotakan yg jelas.

Seperti apa sih nyocokin dengna teori yang dimaksud?

Kita ambil contoh. Kita sedang memperhatikan nafas masuk dan keluar... *sampai sini meditasi?* lalu pikiran mengembara membayangkan hal2x *apakah ini bagian meditasi?*, lalu ingat/menyadari/sati bahwa sedang mengembara dan ingat/aware/sati bahwa harus memperhatikan nafas *apakah sampai sini juga? atau ini yg dikatakan membanding2xkan dengan teori?* lalu perhatian kembali pada nafas kembali.

atau contoh ke dua, ketika meditasi tiba2x merasakan sensasi melihat cahaya, lalu pikiran mengembara dengan "mereview teori buku ini nimitta yang mana yah" *apakah ini membandingkan dengan teori?*, lalu akibatnya, sensasi itu hilang. lalu pikiran mengembara lagi "kecewa dan kesal", lalu ingat/menyadari/sati lagi kembali ke nafas.

yang manakah? atau bisa sambil kasih contoh?

usaha yg dirujuk disini apakah itu? apakah effort? apakan niat? apakah ke-ngototan (bahasa yg sulit hehehe)?
Mungkin dari teman2x disini bisa berikan contoh yang mungkin bisa lebih jelas dibandingkan hanya bilang usaha yang mungkin artinya bisa bermacam2x.

Masalahnya Pak Hud NGOTOT memukul rata TANPA USAHA, tanpa berusaha menjelaskannya -sedikitnya- seperti yg Bro Sumedho detilkan diatas.

Menurut saya, perbedaan pendapat selama ini hanyalah pada istilah, meditasi BISA SAJA dikatakan TANPA USAHA, tergantung apa defenisi USAHA, sejauh mana pengarahan, menyadari, tarik kembali, dll itu disebut USAHA?

Meditasi juga bisa dikatakan BERUSAHA yg KUAT, dalam arti kata disiplin, jangan kendor, mempertahankan kesadaran, ketika pikiran mengelana, langsung disadari dan kembali pada objek (jika Samatha) atau berusaha menyadari bahwa pikiran sedang mengelana, jangan terlarut dalam khayalan (jika vipassana), semua ini bisa disebut USAHA.

Banyak guru meditasi yg tidak terlalu mementingkan kata2 ataupun konsep.

Masalah pada MMD, Pak Hud MEMEPERTAHANKAN KONSEP2 yg telah dirumuskan, seperti:
Tanpa Usaha dan Berhentinya Pikiran, tanpa mau bergeser/tergoyahkan sedikitpun. Kadangkala dalam penjelasan, akan sampai pada kesepakatan: "Oh, ya kalau itu harus kamu Usahakan..."(meskipun konsepnya TANPA USAHA) -fleksibel- yg penting murid2 dapat mengerti maksudnya. Tapi, Pak Hud NGOTOT mempertahankan kata "TANPA USAHA", apalagi Pak Hud seringkali mengait2kan dengan tidak relevannya dengan JMB-8: klop lah sudah berputar2 disitu terus.

Akhirnya saya melihat, tidak ada bedanya si guru dengan si murid (termasuk saya ha3): baik dari segi TEORI (sama2 doyan berputar dan bersikukuh, ngotot, tidak mau kalah) maupun dari segi SIKAP BATIN (emosional, carut marut, raksasa ijo, merasa diserang, pandai bersilat lidah, pikiran berkelit dengan lincah, dll wakakaka) ..... mana si guru dan mana si murid.... sama saja....

::

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 11 August 2009, 07:56:43 AM
isi sutta itu saling melengkapi sehingga bisa di kros cek kebenarannya, apabila hanya mengambil sepotong2 maka hasilnya ya SEPOTONG juga lah :))

Setuju Bro...

Tadinya kita semua sepakat, disini kita saling berdiskusi hanyalah sebatas 'Teori' (karena tidaklah mungkin kita beradu praktik disini). Nah, karena kita disini hanya bisa saling berdiskusi Teori, tentu kita harus mempunyai/menentukan suatu rujukan bersama. Karena berdiskusi Buddhisme, maka rujukan bersama yg disepakati tentu saja: Tipitaka.

Jika salah satu pihak hanya bersedia merujuk BEBERAPA ayat Tipitaka yg dipilihnya yg sesuai dengan keinginannya, tanpa mengakui ayat2 yg lain, artinya diskusi sudah pasti tidak dapat berjalan. Apalagi yg mau didiskusikan?


::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 08:16:39 AM
isi sutta itu saling melengkapi sehingga bisa di kros cek kebenarannya, apabila hanya mengambil sepotong2 maka hasilnya ya SEPOTONG juga lah :))

Setuju Bro...

Tadinya kita semua sepakat, disini kita saling berdiskusi hanyalah sebatas 'Teori' (karena tidaklah mungkin kita beradu praktik disini). Nah, karena kita disini hanya bisa saling berdiskusi Teori, tentu kita harus mempunyai/menentukan suatu rujukan bersama. Karena berdiskusi Buddhisme, maka rujukan bersama yg disepakati tentu saja: Tipitaka.

Jika salah satu pihak hanya bersedia merujuk BEBERAPA ayat Tipitaka yg dipilihnya yg sesuai dengan keinginannya, tanpa mengakui ayat2 yg lain, artinya diskusi sudah pasti tidak dapat berjalan. Apalagi yg mau didiskusikan?


::


yang mau di diskusikan sih siapa yang paling kuat AKUnya, siapa yang benar2 pewaris GURU =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 11 August 2009, 08:47:27 AM

prinsip "tanpa usaha" udah dikenal sangat luas di dunia meditasi buddhis, bukan penemuan baru, bukan original pak hudoyo. ajahn brahm dan master sheng yen juga ngomong yg senada. meditator yg pemula saja kebanyakan mengerti dan memahami maksudnya. saya melihat banyak sekali "keresahan" di sini disebabkan karena ketidakmengertian. itu saja...
...
coba cross check, tanya bhante khanti, bhante titha, bhante panna, ajahm brahm, dll. tanya mana yg benar.
sekali lagi, ini bukan barang baru, bukan penemuan baru, ataupun original...
kalo gak dicoba ya gak bakal mengerti, balik ke pertanyaan yg itu itu aja...


Saya setuju dengan pernyataan Bro Morph ini...
MMD bukanlah penemuan baru... tapi mengapa selama ini MMD bisa tidak selaras dengan JMB-8 dan ayat2 Tipitaka lainnya, sementara pakar2 Meditasi dunia malah cocok dengan Tipitaka? Dimana masalahnya MMD ini?

Sebenarnya, sebagai orang lama yg sudah malang melintang di dunia spiritual selama puluhan tahun, bukannya tidak mungkin bagi Pak Hud untuk menjelaskan seperti penjelasan Bro Kai atau Bro Morph.

Jika saja Pak Hud MAU, sedari dulu Pak Hud bisa fleksibel dengan kata 'Tanpa Usaha' ataupun 'Berhentinya Pikiran'ataupun 'Perlunya sila dalam keseharian'. MASALAHNYA, jika Pak Hud melakukan itu (fleksibelitas) akibatnya MMD akan selaras dgn keseluruhan Tipitaka. MMD akan sesuai dengan JMB-8, MMD tiada bedanya dengan meditasi Buddhist lainnya.... MMD akan kehilangan ekslusivitas-nya.

Jika motivasinya untuk kepentingan pencerahan seluruh manusia, hal ini tidak menjadi maalah, apapun label yg dilekatkan pada MMD, yg penting banyak orang akan terbantu dengan sedikit trik/perumusan berbeda yg Pak Hud konsepkan. Lain halnya jika mempunyai motivasi tertentu. Misalnya ingin MMD berdiri sendiri, ingin ekslusive, ingin beda dgn meditasi Buddhist lainnya, ingin sebagai Buddist Modern, ingin lain dari yg lain... tujuan dari semua ini apa? Dalam dunia marketing perbedaan adalah suatu nilai jual yg berharga. Jika tidak ada perbedaan dgn konsep yg telah ada di pasar, maka pemain baru tidak akan bisa menjual dagangan-nya...

Makanya, selama ini kita cukup heran, kenapa Pak Hud tidak sedari awal bersikap fleksibel dengan teori2 MMD nya, yg sesungguhnya tidak akan sulit diselaraskan dgn Buddhisme, persis seperti yg telah mulai dilakukan Bro Kai dan Bro Morph diatas. Kenapa Pak Hud terkesan sangat ngotot dan kaku, imo tidak lain demi mempertahankan 'nilai beda' itu tadi.

:: 




Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 08:56:58 AM
Bedanya adalah MMD tidak mau mengeklusive dengan label buddhism, dia ingin di terima di semua agama, terlihat ketika bicara dengan umat agama lain maka beliau mengambil ayat yang disesuaikan dengan ajarannya padahal maknanya belum tentu arahnya menuju yang beliau maksud, kengototannya yang ingin disebut masuk Buddhism 'mungkin' ada sesuatu hal deh ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 08:59:39 AM

prinsip "tanpa usaha" udah dikenal sangat luas di dunia meditasi buddhis, bukan penemuan baru, bukan original pak hudoyo. ajahn brahm dan master sheng yen juga ngomong yg senada. meditator yg pemula saja kebanyakan mengerti dan memahami maksudnya. saya melihat banyak sekali "keresahan" di sini disebabkan karena ketidakmengertian. itu saja...
...
coba cross check, tanya bhante khanti, bhante titha, bhante panna, ajahm brahm, dll. tanya mana yg benar.
sekali lagi, ini bukan barang baru, bukan penemuan baru, ataupun original...
kalo gak dicoba ya gak bakal mengerti, balik ke pertanyaan yg itu itu aja...


Saya setuju dengan pernyataan Bro Morph ini...
MMD bukanlah penemuan baru... tapi mengapa selama ini MMD bisa tidak selaras dengan JMB-8 dan ayat2 Tipitaka lainnya, sementara pakar2 Meditasi dunia malah cocok dengan Tipitaka? Dimana masalahnya MMD ini?

Sebenarnya, sebagai orang lama yg sudah malang melintang di dunia spiritual selama puluhan tahun, bukannya tidak mungkin bagi Pak Hud untuk menjelaskan seperti penjelasan Bro Kai atau Bro Morph.

Jika saja Pak Hud MAU, sedari dulu Pak Hud bisa fleksibel dengan kata 'Tanpa Usaha' ataupun 'Berhentinya Pikiran'ataupun 'Perlunya sila dalam keseharian'. MASALAHNYA, jika Pak Hud melakukan itu (fleksibelitas) akibatnya MMD akan selaras dgn keseluruhan Tipitaka. MMD akan sesuai dengan JMB-8, MMD tiada bedanya dengan meditasi Buddhist lainnya.... MMD akan kehilangan ekslusivitas-nya.

Jika motivasinya untuk kepentingan pencerahan seluruh manusia, hal ini tidak menjadi maalah, apapun label yg dilekatkan pada MMD, yg penting banyak orang akan terbantu dengan sedikit trik/perumusan berbeda yg Pak Hud konsepkan. Lain halnya jika mempunyai motivasi tertentu. Misalnya ingin MMD berdiri sendiri, ingin ekslusive, ingin beda dgn meditasi Buddhist lainnya, ingin sebagai Buddist Modern, ingin lain dari yg lain... tujuan dari semua ini apa? Dalam dunia marketing perbedaan adalah suatu nilai jual yg berharga. Jika tidak ada perbedaan dgn konsep yg telah ada di pasar, maka pemain baru tidak akan bisa menjual dagangan-nya...

Makanya, selama ini kita cukup heran, kenapa Pak Hud tidak sedari awal bersikap fleksibel dengan teori2 MMD nya, yg sesungguhnya tidak akan sulit diselaraskan dgn Buddhisme, persis seperti yg telah mulai dilakukan Bro Kai dan Bro Morph diatas. Kenapa Pak Hud terkesan sangat ngotot dan kaku, imo tidak lain demi mempertahankan 'nilai beda' itu tadi.

:: 





tambahan, kalau mereka dipertemukan pun ada kemungkinan tidak ada kecocokan lho ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 09:25:07 AM
Dalam sebuah kegiatan meditasi, kita mempraktekan sebuah teori, mempraktekkan sebuah petunjuk. Nah dalam meditasi itu bukan sebuah "barang" yg terukur yg memiliki pengkotakan yg jelas.

Seperti apa sih nyocokin dengna teori yang dimaksud?

Kita ambil contoh. Kita sedang memperhatikan nafas masuk dan keluar... *sampai sini meditasi?* lalu pikiran mengembara membayangkan hal2x *apakah ini bagian meditasi?*, lalu ingat/menyadari/sati bahwa sedang mengembara dan ingat/aware/sati bahwa harus memperhatikan nafas *apakah sampai sini juga? atau ini yg dikatakan membanding2xkan dengan teori?* lalu perhatian kembali pada nafas kembali.

atau contoh ke dua, ketika meditasi tiba2x merasakan sensasi melihat cahaya, lalu pikiran mengembara dengan "mereview teori buku ini nimitta yang mana yah" *apakah ini membandingkan dengan teori?*, lalu akibatnya, sensasi itu hilang. lalu pikiran mengembara lagi "kecewa dan kesal", lalu ingat/menyadari/sati lagi kembali ke nafas.

yang manakah? atau bisa sambil kasih contoh?
seperti yg saya post sebelomnya, suhu. ada yg mencoba meditasi dengan usaha untuk menjadi tenang, usaha untuk mencapai jhana, usaha untuk memadamkan napsu, usaha untuk memerangi lobha dosa moha... ini pengalaman meditator pemula seperti saya. tapi kalo membaca tulisannya pak hudoyo, saya merasa dua2 contoh anda itu juga termasuk usaha yg tidak diperlukan dalam meditasi. bagi pak hudoyo, yg penting sadar saja cukup. merenung secara intelektual sih, saya pikir pak hudoyo bener...

bayangin kalo lagi mulai bermeditasi, kita jadi mikir, "oops, kok nafas saya gak tenang ya? kata buku harus memegang nafas...", "wah, ini lobha mula caritta, eh atau dosa mula caritta ya?", "jangan! jangan mikirin itu! ayo, konsentrasi ke nafas...", "aduh, ini nimitta saya kok segi empat ya?", "ayo, satiiii...", dll. kira2 bisa berhasil gak meditasinya?

 [at] williamhalim:
kenapa pak hudoyo gak mau menerangkan ini? saya menebak pak hudoyo gak mau penjelasannya dilekati dan malah kepikiran di dalam meditasi yg akhirnya menimbulkan reaksi penolakan batin nantinya...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 09:40:06 AM
Jika salah satu pihak hanya bersedia merujuk BEBERAPA ayat Tipitaka yg dipilihnya yg sesuai dengan keinginannya, tanpa mengakui ayat2 yg lain, artinya diskusi sudah pasti tidak dapat berjalan. Apalagi yg mau didiskusikan?
tipitaka bukanlah bible yg setiap huruf dan kata2nya harus ditelan bulat2.

tipitaka adalah catatan / produk yg mendokumentasikan ajaran Buddha semasa beliau mengajar. tipitaka baru benar2 didokumentasikan 400 tahun sesudah beliau tiada. jadi saya pikir sah2 aja apabila ada yg ingin belajar dan praktek dari satu atau dua sutta yg ada di tipitaka yg sesuai dengan pengalaman meditasinya dan tidak memperdulikan yg lainnya. tidak ada kewajiban untuk menerima seluruh isi tipitaka.

apakah kita harus mengkafirkan orang yg tidak mau menerima seluruh kurikulum yg toh dibakukan ratusan tahun (atau ribuan tahun) sesudah Buddha tiada? apakah kita harus mengkafirkan orang yg tidak menerima abhidhamma sebagai ajaran buddha? itulah awal sebuah praktik intoleransi dan pemaksaan kehendak...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 11 August 2009, 09:45:07 AM
Apakah usaha yg dimaksudkan di dalam meditasi?

Dari saat kita memulai meditasi , duduk dengan relaks maka itu sudah berusaha, usaha untuk melepas ketegangan. Dalam vipasana ketika mulai mengamati fenomena tidak lah mungkin langsung bisa melihat ataupun merasakan atau dengan kata lain kepekaan sati masih lemah. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi agar sati bisa berkembang. Jika kita duduk hanya membiarkan pengamatan begitu saja adalah tidak mungkin bagi yg belum terlatih khususnya pemula. Karena sifat pikiran itu cepat dan kompleks. Dan dengan langsung melepas begitu saja seseorang bisa tertidur atau sati terhadap fenomena2 menjadi tidak jelas, blank. Memang pada moment ini akan terlihat batin menjadi tenang padahal tidak sama sekali. Moment ini jika berlarut-larut maka akan jatuh kedalam bhavanga. Pada moment ini seakan-akan pikiran berhenti. Padahal tidak sama sekali , lebih dikarenakan kurangnya sati.

Oleh karena itu usaha untuk seimbang diperlukan. Sama sepereti kita bermain layang-layang tarik dan ulur agar layangan kita bisa stabil dan mantap berada di udara.

Nah apabila sudah mantap maka usaha ini bisa dilepas karena bagitu sati sudah kuat maka hal ini akan otomatis melihat segalanya menjadi jelas. Sama halnya ketika mau menstarter mobil agar menyala tentunya ada ekstra usaha dalam hal ini energi listrik yg diperlukan akan lebih besar dibandingkan saat mesin sudah bekerja dengan otomatis. Atau ketika kita menyalakan AC daya listrik yg diperlukan lebih besar dibandingkan ketika dia sudah menyala. USAHA BENAR bukanlah diartikan akan menimbulkan ketegangan dsb. Jika usaha yg dipersepsikan seperti itu lalu mengatakan kalau begitu tidak perlu berusaha apa-apa, ini seperti meloncat dari sat u ektrem ke ekstrem lainnya. Kedua ektrem tadi bukanlah usaha benar.

Oleh karena itu usaha benar diperlukan saat awal sampai tahap tanpa usaha. Tanpa usaha ini bisa dikatakan adalah hasil bukan sebab. Usaha adalah sebab dan tanpa usaha adalah hasil(dalam hal ini bukan magga phala ya) oleh karena itu dalam panca bala ataupun jmb 8 adalah kekuatan dan jalan yg merupakan sebab untuk suatu pencapaian.

Saya setuju dengan bro Willi bahwa PH mengeneralisasi penggunaan tanpa usaha. Dan juga saya teringat, hanya lupa di topik mana ketika saya berdebat dengan PH dengan merunut pertanyaan demi pertanyaan yg berkakhir PH menyatakan diperlukan usaha yg mana bertolak belakang dengan pernyataan generalisasi dia. Kalau tidak salah saya ada bertanya bagaimana jika orang stress ingin bermeditasi, apakah dia bisa lsg mengamati, misal datang duduk , meditasi, melepas, lalu ngantuk lalu dia coba sadari lagi dst.

Sangat terlihat sekali bahwa MMD melihat pengalaman vipasanna hanya sepotong2 tanpa melihat kesuluruhan aspek/melihat secara holistik. Karena memang dalam bervipasana orang sangat rentan tergelincir terhadap pengalamannya sendiri.

Berkaitan usaha benar secara praktek ataupun teori. Teori adalah dasar dan acuan secara garis besar, praktek adalah detilnya aplikasi. Misal dalam visuddhi magga hanya disebut beberapa nimitta, atau dalam sutta disebutkan tentang piti. Tetapi bisa saja ada jenis2 piti atau jenis nimitta tidak disebut tetapi bukan berarti itu tidak sahih. Secara jelas kemunculan detil nimita atau piti kita tahu lalu kita padankan dengan teori yg ada. Misal : seperti kasus om Fabian melihat nimitta yg bola hitam bercahaya 3 dimensi. Ternyata itu nimitta lalu dilihat panduannya mau diapakan nimitta ini. Nah untuk mengetahui detil inilah diperlukan guru2 yg terlatih kecuali kecerdasan dan panna kita sangat baik, tetapi kebanyakan adalah takabur sebelum memulai.

Penyocokan antara teori dan praktek bukanlah seperti habis meditasi selesai dicocokan seperti orang belajar hafalan di sekolah. Tetapi lebih kepada penerang ketika kita mengalami kebuntuan didalam meditasi. Memang dalam bervipasanna tidak perlu teori. Tapi apakah kita dengan serta merta seorang yg belum terlatih langsung membuang teori? Perlu diingat pula, saat master MMD menjelaskan bagaimana berMMD maka itu adalah teori. Dan patut diingat kita hidup bukan untuk meditasi saja, jadi ada hal yg relevan dalam bermeditasi dan ada yg tidak relevan saat di kehidupan sehari-hari, tidak bisa dipukul rata. Dan yang terpenting bukanlah hebatnya meditasi kita. TETAPI yg paling hebat adalah mengaplikasikan kehebatan meditasi ke dalam kehidupan sehari-hari(dalam hal ini vipasana). Tidaklah mungkin kita mengatakan pikiran berhenti = bebasnya dukkha. Begitu ditanya seorang arahat makan dsb....maka beralih pada isu konsep, persepsi dsb....

Saya lihat pro dan kontra MMD adalah wajar terjadi karena dari sedari awal teori sampai praktek memang berbeda. Perdebatan terjadi karena adanya kengototan oknum yg mensama-samakan. Dan himbauan saya bahwa jangan sampai tergiring hanya pada permasalahan pada hanya bermeditasi. Tapi bagaimana aplikasinya pada kehidupan sehari-hari. Baru kita tahu bahwa ada penggeneralisasian.

Dan banyak orang melihat Dhamma hanya coba2, dengan mengintrepertasi tulisan PH agar selaras dengan Dhamma. Padahal ketika dibuktikan dari berbagai sudut pandang ternyata memang berbeda.Hal ini telah terbukti pada satu tahun yg lalu.
Nah kenapa ada yg pro dengan MMD, ya karena mereka memiliki persepsi dan pengalaman yg sama. Dan yg kontra karena pemikiran dan pengalaman yg berbeda. Lalu mana yg benar? Yang benar adalah yg bisa menerima ajaran Sang Buddha SECARA UTUH. Tapi jika diartikan menerima Tipitaka , saya jawab 'ya' dan bila menolak sebagian  dan fatalnya mengambil ajaran lain (JK) sudah jelas 'mau buat agama gado-gado' dengan label ajaran SB. Ini masalah etika, bukan berarti pula kita hanya tinggal diam. Bersuara pun ada protapnya. Yang penting tidak munafik mengajari berhenti tapi masih berlari. _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 09:50:35 AM
Sebenarnya, sebagai orang lama yg sudah malang melintang di dunia spiritual selama puluhan tahun, bukannya tidak mungkin bagi Pak Hud untuk menjelaskan seperti penjelasan Bro Kai atau Bro Morph.

Jika saja Pak Hud MAU, sedari dulu Pak Hud bisa fleksibel dengan kata 'Tanpa Usaha' ataupun 'Berhentinya Pikiran'ataupun 'Perlunya sila dalam keseharian'. MASALAHNYA, jika Pak Hud melakukan itu (fleksibelitas) akibatnya MMD akan selaras dgn keseluruhan Tipitaka. MMD akan sesuai dengan JMB-8, MMD tiada bedanya dengan meditasi Buddhist lainnya.... MMD akan kehilangan ekslusivitas-nya.

Jika motivasinya untuk kepentingan pencerahan seluruh manusia, hal ini tidak menjadi maalah, apapun label yg dilekatkan pada MMD, yg penting banyak orang akan terbantu dengan sedikit trik/perumusan berbeda yg Pak Hud konsepkan. Lain halnya jika mempunyai motivasi tertentu. Misalnya ingin MMD berdiri sendiri, ingin ekslusive, ingin beda dgn meditasi Buddhist lainnya, ingin sebagai Buddist Modern, ingin lain dari yg lain... tujuan dari semua ini apa? Dalam dunia marketing perbedaan adalah suatu nilai jual yg berharga. Jika tidak ada perbedaan dgn konsep yg telah ada di pasar, maka pemain baru tidak akan bisa menjual dagangan-nya...

Makanya, selama ini kita cukup heran, kenapa Pak Hud tidak sedari awal bersikap fleksibel dengan teori2 MMD nya, yg sesungguhnya tidak akan sulit diselaraskan dgn Buddhisme, persis seperti yg telah mulai dilakukan Bro Kai dan Bro Morph diatas. Kenapa Pak Hud terkesan sangat ngotot dan kaku, imo tidak lain demi mempertahankan 'nilai beda' itu tadi.
analisa anda sangat subjektif, om will...

pak hudoyo berkali2 mengakui mmd itu mirip bahkan sama dengan ajaran guru2 meditasi lain (u teja___? saya lupa). dengan pengetahuannya apa sih susahnya kalo dia mau kutip ayat ini ayat itu untuk melegitimasi mmdnya? jelas sekali pak hudoyo memegang suatu prinsip untuk mengajarkan meditasi tanpa memperdulikan cemoohan orang2 yg tidak mengerti. bukan mau mempertahankan nilai beda, tp karena prinsipnya memang berbeda dengan beberapa guru2 meditasi lain, tapi sama dengan guru2 meditasi lainnya. apakah penganut seorang guru meditasi yg metodenya gak sama harus mengkafirkan guru meditasi lain? biar ajalah masing2nya menjalankan prakteknya...

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: nyanadhana on 11 August 2009, 10:07:11 AM
JMB-8 terus yang memicu keributan disini....hahaha...ketika seseorang terjun ke dalam meditasi tidakada ekslusifitas JMB,semua adalah .............
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 11 August 2009, 10:22:59 AM
^
^

Masalahnya saat tidak bermeditasi jmb 8 juga dikatakan tidak relevan :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: nyanadhana on 11 August 2009, 10:37:48 AM
mungkin arti relevan menurut kamu dan pak hud ada bedanya..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: HokBen on 11 August 2009, 10:39:09 AM
analisa anda sangat subjektif, om will...

pak hudoyo berkali2 mengakui mmd itu mirip bahkan sama dengan ajaran guru2 meditasi lain (u teja___? saya lupa). dengan pengetahuannya apa sih susahnya kalo dia mau kutip ayat ini ayat itu untuk melegitimasi mmdnya? jelas sekali pak hudoyo memegang suatu prinsip untuk mengajarkan meditasi tanpa memperdulikan cemoohan orang2 yg tidak mengerti. bukan mau mempertahankan nilai beda, tp karena prinsipnya memang berbeda dengan beberapa guru2 meditasi lain, tapi sama dengan guru2 meditasi lainnya. apakah penganut seorang guru meditasi yg metodenya gak sama harus mengkafirkan guru meditasi lain? biar ajalah masing2nya menjalankan prakteknya...

kalo baca di blognya sodara ratnakumara itu, malah JK yang dianggap cerah justru menganggap guru2 meditasi lain itu non-sense...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 11 August 2009, 10:39:51 AM
JMB-8 terus yang memicu keributan disini....hahaha...ketika seseorang terjun ke dalam meditasi tidakada ekslusifitas JMB,semua adalah .............

Kalo bicara meditasi, memang iya.
Namun Meditasi hanyalah salah satu latihan. Buddhisme bukanlah meditasi tok.

Buddhisme adalah kehidupan sehari2, cara untuk mengakhiri dukkha.
Berbicara 'akhir dukkha' adalah berbicara kehidupan sehari2.... Apakah dalam kehidupan sehari2 Sila, Samadhi, Panna -atau supaya lebih universal, kita sebut saja- moralitas, konsentrasi/kesadaran dan kebijaksanaan tidak relevan untuk merealisasi pencerahan?

Bila MMD hanya berbicara "saat duduk diam", maka Buddhisme berbicara keseluruhan kehidupan sehari-hari...

::


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: nyanadhana on 11 August 2009, 10:48:47 AM
JMB-8 terus yang memicu keributan disini....hahaha...ketika seseorang terjun ke dalam meditasi tidakada ekslusifitas JMB,semua adalah .............

Kalo bicara meditasi, memang iya.
Namun Meditasi hanyalah salah satu latihan. Buddhisme bukanlah meditasi tok.

Buddhisme adalah kehidupan sehari2, cara untuk mengakhiri dukkha.
Berbicara 'akhir dukkha' adalah berbicara kehidupan sehari2.... Apakah dalam kehidupan sehari2 Sila, Samadhi, Panna -atau supaya lebih universal, kita sebut saja- moralitas, konsentrasi/kesadaran dan kebijaksanaan tidak relevan untuk merealisasi pencerahan?

Bila MMD hanya berbicara "saat duduk diam", maka Buddhisme berbicara keseluruhan kehidupan sehari-hari...

::



u have found the answer and be wise with your answer :) adventure is out there...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 11 August 2009, 10:50:21 AM

analisa anda sangat subjektif, om will...


Ya Bro Morph...

Analisa pribadi saya -kenapa MMD bisa tidak cocok dgn Tipitaka- memang terkait dgn pemikiran Pak Hud pribadi dan sikap yg ditunjukkan selama ini. Juga, sy tidak asal2an menduga, krn saya juga memaparkan alasan kenapa sy menduga seperti itu...
 
::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 11:11:41 AM
perbedaan pandangan ajahn brahm dengan pa Hud

At 11:00 AM 8/25/2006, [EMAIL PROTECTED] wrote:

Selamat Pagi Pak Hudoyo,

Saya sering baca tulisan Pak Hud ttg Bahiya Sutta.
Hingga kini Pak Hud tetap konsisten dgn pandangannya khususnya MMD yg
merefer pada Bahiya Sutta .

Bulan lalu saya merasa beruntung tidak melewatkan tulisan Ajahn Bram yang
diforward via milis oleh Sdr.Michael.

Bagaimana pandangan Pak Hud ttg hal ini? Semoga dapat memberi manfaat bagi
banyak orang.

Sukses selalu....

Terima Kasih

=========================================
HUDOYO:

Rekan Sam yg baik,

Michael juga pernah mengirimi saya khotbah Ajahn Brahm tentang Bahiya-sutta
ini. Sayang khotbah ini dalam bahasa Inggris dan sangat panjang sehingga tidak
dapat saya muat seluruhnya dalam posting ini. Maka, agar para pembaca bisa
mengikuti secara mendetail apa yang tengah kita bicarakan, terpaksa saya agak
berpanjang lebar menceritakan argumentasi apa saja yang ditampilkan oleh Ajahn
Brahm.

   Ajahn Brahm mengecam umat Buddha yang dianggapnya "begitu saja mencomot"
ajaran kepada Bahiya ini, dan merasa "(1) tidak perlu lagi berdana, (2) tidak
perlu menjadi bhikkhu, (3) tidak perlu melakukan upacara seperti berlindung
kepada Sang Triratna, (4) tidak perlu menjalankan sila, dan bahkan (5) tidak
perlu bermeditasi -- bahwa yang diperlukan cukup "kecerdasan untuk memahami
ajaran kepada Bahiya" itu. Dengan kata lain, Ajahn Brahm berpendapat bahwa
kelima hal tersebut PERLU untuk mencapai pembebasan.

   Ajahn Brahm menganggap ajaran S. Buddha kepada petapa Bahiya ini suatu kasus
yang "istimewa", artinya bukan dimaksudkan untuk kebanyakan siswa Sang Buddha.
Ajahn Brahm menampilkan cerita dari Kitab Apadana--yang berisi kisah
kehidupan-kehidupan yang lampau dari para Arahat--di mana dikisahkan bahwa
dalam salah satu kehidupannya yang lampau Bahiya adalah seorang bhikkhu siswa
seorang Buddha, yakni Buddha Kassapa. Dalam latihannya, menurut Ajahn Brahm,
Bahiya tentu telah mencapai Jhana, paling tidak Jhana keempat, karena dalam
kehidupannya sekarang ia memiliki beberapa kekuatan gaib, antara lain mampu
untuk terbang sejauh +/- 1300 km dalam waktu satu malam, dan mampu melihat dewa
Anagami yang memberitahunya bahwa ia belum seorang Arahat.

   Dalam kehidupannya yang terakhir, Sang Buddha memberikan ajaran vipassana
singkat kepada Bahiya:

"Bahiya, berlatihlah seperti ini: di dalam apa yang terlihat, hanya ada yang
terlihat; di dalam apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar; di dalam apa
yang tercerap oleh indra, hanya ada yang tercerap oleh indra; di dalam apa yang
dikenal [oleh pikiran], hanya ada yang dikenal. Demikian hendaknya engkau
berlatih.

   “Jika bagimu di dalam apa yang terlihat hanya ada yang terlihat ... <dst>
..., maka tidak ada engkau dalam kaitan dengan itu. Jika tidak ada engkau dalam
kaitan dengan itu, tidak ada engkau di situ. Jika tidak ada engkau di situ,
engkau tidak ada di sini, tidak ada di sana dan tidak ada di antaranya. Inilah,
dan hanya inilah, akhir dari dukkha."

Setelah mendengar ajaran itu, pada saat itu juga Bahiya mencapai tingkat Arahat
(tanpa diceritakan bahwa ia mencapai tingkat-tingkat Sotapatti, Sakadagami dan
Anagami lebih dulu).  Ajahn Brahm berkata: "Tampaknya mudah, bukan? Anda baru
saja mendengar ajaran yang sama. Apakah Anda mencapai Pencerahan Sempurna?
Tidak! Mengapa tidak?" -- Begitulah Ajahn Brahm mengesampingkan ajaran Sang
Buddha kepada Bahiya sebagai suatu kasus yang "istimewa", yang bukan
dimaksudkan untuk kebanyakan umat Buddha.

   Kemudian Ajahn Brahm bicara panjang lebar tentang 'vipallasa' (distorsi
persepsi, pikiran & pandangan). Orang yang batinnya terliput oleh 'vipallasa',
ia tidak bisa melihat apa yang terlihat sebagai 'apa adanya', sebagaimana
diajarkan Sang Buddha kepada Bahiya di atas. Apa yang terlihat selalu
terdistorsi. 

   Selanjutnya, Ajahn Brahm berkhotbah tentang penyebab 'vipallasa' yakni
'kelima rintangan batin' (nivarana): nafsu keinginan, ketidaksenangan, gelisah
& penyesalan, kemalasan & kebosanan, dan keraguan). Menurut Ajahn Brahm,
'kelima rintangan batin' ini HANYA bisa diatasi dengan pencapaian Jhana.

Jadi begitulah jalan logika Ajahn Brahm memahami ajaran Sang Buddha kepada
Bahiya:
1. orang awam melihat segala sesuatu secara terdistorsi (vipallasa);
2. penyebab distorsi ini adalah kelima rintangan batin;
3. untuk melihat 'apa adanya' kelima rintangan batin itu harus ditekan;
4. kelima rintangan batin HANYA bisa ditekan sepenuhnya dalam Jhana;
5. 'apa adanya' dapat terlihat setelah orang turun dari Jhana ke dalam
'upacara-samadhi', ketika kelima rintangan batin MASIH tertekan.

***

Jalan logika Ajahn Brahm itu tidak mengherankan, karena ia salah satu guru
meditasi yang menekankan perlunya Jhana sebagai SYARAT MUTLAK untuk mencapai
pembebasan.

Pendapat itu telah ditolak oleh guru-guru meditasi lain, antara lain oleh guru
Ajahn Brahm sendiri--Ajahn Chah--Mahasi Sayadaw, Buddhadasa Mahathera, dll.

Saya tidak perlu dan tidak mau lagi menguraikan hal ini lagi panjang lebar
karena telah menjadi kontroversi yang membosankan dan memuakkan. (Perdebatan
mengenai ini bisa Anda lihat dalam  arsip milis ini.)

***

Bertolak belakang dengan Ajahn Brahm, pendapat saya tentang ajaran Sang Buddha
kepada Bahiya adalah:

Melihat 'apa adanya', adalah melihat / menyadari / mengelingi segala
gerak-gerik badan & batin kita, termasuk melihat / menyadari / mengelingi
keinginan, cita-cita, daya upaya untuk mencapai "nibbana" (pembebasan), untuk
mencapai "jhana", untuk mencapai ketenangan dsb dsb.

Itu CUKUP untuk mencapai pembebasan tanpa cita-cita dan daya upaya untuk
mencapai pembebasan!

***

Nah, sekarang terserah kepada Anda dan para pembaca lain untuk menempuh jalan
Anda masing-masing, kalau pun "jalan" itu ada.

Salam,
Hudoyo
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 11:44:55 AM
perbedaan pandangan ajahn brahm dengan pa Hud
memang itu bedanya...

sebagai pembaca, bukankah sangat menarik mengetahui perbedaan itu?

dua orang guru memaparkan pengalaman dan kesimpulannya yg berbeda. kita umam awam, tinggal membaca, mikir dan mencobanya sendiri lalu mengambil mana meditasi yg cocok untuk kita (istilah pak hud, shopping meditasi). pengikut ajahn brahm tidak perlu mengkafirkan mmd, pengikut mmd tidak perlu mengkafirkan ajahn brahm... seperti yg dikatakan di atas, pilih sendiri yg jalan yg cocok untuk anda masing2...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 11:47:14 AM
perbedaan pandangan ajahn brahm dengan pa Hud
memang itu bedanya...

sebagai pembaca, bukankah sangat menarik mengetahui perbedaan itu?

dua orang guru memaparkan pengalaman dan kesimpulannya yg berbeda. kita umam awam, tinggal membaca, mikir dan mencobanya sendiri lalu mengambil mana meditasi yg cocok untuk kita (istilah pak hud, shopping meditasi). pengikut ajahn brahm tidak perlu mengkafirkan mmd, pengikut mmd tidak perlu mengkafirkan ajahn brahm... seperti yg dikatakan di atas, pilih sendiri yg jalan yg cocok untuk anda masing2...

Quote
memang tidak mengkafirkan tapi :
Nah, sekarang terserah kepada Anda dan para pembaca lain untuk menempuh jalan
Anda masing-masing, kalau pun "jalan" itu ada.

Salam,
Hudoyo
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 11:49:26 AM
ya, lalu? pahamkah anda maksudnya?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 11:55:51 AM
ya, lalu? pahamkah anda maksudnya?
aye rasa maksud pa Hud itu , dia meragukan "jalan" itu ada, itu berarti dia meragukan juga isi sutta tipitaka, berarti juga ............... dan ........................ dan banyak lagi deh
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 12:43:17 PM
aye rasa maksud pa Hud itu , dia meragukan "jalan" itu ada, itu berarti dia meragukan juga isi sutta tipitaka, berarti juga ............... dan ........................ dan banyak lagi deh
hehehe... sebenernya pendapat saya lain, tapi anggaplah anda benar. jadi kenapa? kalo ajahn brahm meragukan abhidhamma pitaka boleh, kalo pak hudoyo gak boleh?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 01:14:00 PM
aye rasa maksud pa Hud itu , dia meragukan "jalan" itu ada, itu berarti dia meragukan juga isi sutta tipitaka, berarti juga ............... dan ........................ dan banyak lagi deh
hehehe... sebenernya pendapat saya lain, tapi anggaplah anda benar. jadi kenapa? kalo ajahn brahm meragukan abhidhamma pitaka boleh, kalo pak hudoyo gak boleh?
ya terserah sih, mau meragukan atau menghujat ajaran Buddha juga ga apa2 koq, paling karma nya dia yang nanggung juga koq bukan aye, ngapain di pikirin dah :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 11 August 2009, 01:38:38 PM
ya terserah sih, mau meragukan atau menghujat ajaran Buddha juga ga apa2 koq, paling karma nya dia yang nanggung juga koq bukan aye, ngapain di pikirin dah :))

Tapi gak berhenti kan ?   :P
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 11 August 2009, 01:46:03 PM
aye rasa maksud pa Hud itu , dia meragukan "jalan" itu ada, itu berarti dia meragukan juga isi sutta tipitaka, berarti juga ............... dan ........................ dan banyak lagi deh
hehehe... sebenernya pendapat saya lain, tapi anggaplah anda benar. jadi kenapa? kalo ajahn brahm meragukan abhidhamma pitaka boleh, kalo pak hudoyo gak boleh?
ya terserah sih, mau meragukan atau menghujat ajaran Buddha juga ga apa2 koq, paling karma nya dia yang nanggung juga koq bukan aye, ngapain di pikirin dah :))

kalo omong2 soal tanpa jalan, mirip bgt ama :

Quote
Intisari ajaran Krishnamurti terkandung dalam pernyataan yang dibuatnya pada tahun 1929, ketika ia berkata, ‘Kebenaran adalah wilayah tanpa jalan’



Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 02:14:34 PM
DHAMMACARIYA SUTTA

Kehidupan yang Baik

Para bhikkhu disarankan menghalau hal-hal yang dapat membuat mereka menyeleweng dari kehidupan suci

1. Jika orang meninggalkan kehidupan berumah tangga, menjadi pertapa dan menjalani kehidupan selibat dan murni; inilah permata yang paling berharga.

2. Tetapi jika secara alami dia terlalu banyak bicara, dan senang menyakiti yang lain secara kasar, kehidupan orang seperti ini menjadi tidak bermanfaat dan kekotoran batinnya meningkat.

3. Seorang bhikkhu yang senang bertengkar karena dikelabuhi kebodohan batin, sekalipun dijelaskan ia tak akan memahami ajaran yang dibabarkan Sang Buddha.

4. Karena dikuasai oleh kebodohan batin, dia tidak memahami bahwa menyakiti orang yang pikirannya terkendali dengan baik merupakan tindakan salah yang menyebabkan dia pergi ke alam menyedihkan.

5. Bhikkhu seperti itu pasti akan mengalami kesengsaraan setelah kematian, karena menuju ke alam-alam menderita dari satu kelahiran ke kelahiran lain, dari kegelapan menuju kegelapan [yang lebih pekat].

6. Bagaikan kubangan yang dipenuhi kotoran selama ratusan tahun, orang tak murni seperti itu sulit disucikan.

7. O, para bhikkhu, jika engkau mengenal orang yang melekat pada kehidupan duniawi, yang memiliki nafsu-nafsu tak luhur, niat-niat tak bersih, dan perilaku jahat.

8. Asingkan dan buanglah dia, semuanya sepakat; bagaikan debu, sapulah dia keluar, bagaikan sampah, singkirkanlah dia.    

9. Kemudian singkirkan mereka yang kosong, yang bukan bhikkhu tetapi berpura-pura menjadi bhikkhu; tolaklah mereka yang memiliki kecenderungan watak yang tidak baik, yang telah disebutkan di depan.

10.    Tetaplah murni, dan bergaullah dengan yang murni; dengan selalu waspada, terpusat dan meningkat; akhirilah penderitaan.    
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 11 August 2009, 02:18:05 PM

Quote
Intisari ajaran Krishnamurti terkandung dalam pernyataan yang dibuatnya pada tahun 1929, ketika ia berkata, ‘Kebenaran adalah wilayah tanpa jalan’


Dan anda setuju/tidak setuju ? (coret yang tidak perlu) ... :))

Kalo ditinjau dari sisi batin (nama), apa yang bisa menimbulkan pilihan dan memilih ? tentu ada citta dan cetasika yang berperan disana bukan ? Apakah itu jenis-jenis kusala atau akusala yang timbul ?

sebelumnya, anumodana atas penjelasannya yah ...

_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 02:25:03 PM
KIMSILA SUTTA

Perilaku yang Benar

Sariputta:    

1. Orang dengan watak seperti apa, perilaku seperti apa, tindakan seperti apa, yang akan menjadi mantap sehingga mencapai kesejahteraan tertinggi?

Sang Buddha:    
 
2. Dia adalah orang yang menghormat yang lebih tua; yang tidak iri hati, yang tahu saat yang tepat untuk menjumpai gurunya, yang tahu saat yang tepat untuk mendengarkan dengan penuh perhatian khotbah-khotbah yang dibabarkan dengan baik oleh gurunya itu.

3. Dia adalah orang yang menjumpai gurunya pada saat yang tepat; yang patuh, yang membuang kekeras-kepalaannya. Dia mengingat dan mempraktekkan ajaran, memiliki pengendalian diri dan moralitas.

4. Dia adalah orang yang bergembira dan bersuka cita dalam Dhamma dan yang mantap di dalamnya; dia tidak berbicara bertentangan dengan Dhamma; dia tidak melakukan pembicaraan yang tidak bermanfaat, dia melewatkan waktunya dengan kata-kata yang benar, yang diucapkan dengan baik.

5. Setelah meninggalkan tawa, gosip, keluh kesah, niat buruk, penipuan, kemunafikan, ketamakan, kedengkian, temperamen buruk, ketidakmurnian dan kemelekatan, dia hidup bebas dari kesombongan, dengan pikiran yang mantap.

6. Intisari dari kata-kata yang diucapkan dengan baik adalah pemahaman. Intisari belajar dan memahami adalah konsentrasi. Kebijaksanaan dan pengetahuan orang yang terburu-buru dan sembrono tidak akan bertambah    

7.    Mereka yang bergembira dalam ajaran yang diberikan oleh Orang-orang Suci memiliki keunikan dalam ucapan, pikiran dan tindakan. Mereka mantap dalam kedamaian, kelembutan dan meditasi, serta memperoleh intisari ajaran dan kebijaksanaan.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 02:28:49 PM
DUTTHATTHAKA SUTTA

Korupsi

1. Beberapa orang berbicara dengan niat jahat sementara yang lain dengan keyakinan bahwa mereka benar. Tetapi orang bijaksana tidak akan masuk ke dalam persengketaan apa pun yang telah muncul. Karena itu, manusia bijaksana terbebas dari semua penghalang mental.

2. Manusia yang dikuasai oleh nafsu yang kuat dan terus menurutkan kecenderungannya, akan sulit meninggalkan pandangan-pandangan yang dilekatinya. Sesudah sampai pada kesimpulannya sendiri, dia berbicara sesuai dengan pengetahuannya sendiri.

3. Jika seseorang, tanpa diminta, memuji-muji keluhuran dan prakteknya sendiri di depan orang lain, atau berbicara tentang dirinya sendiri, maka para bijaksana mengatakan bahwa dia tidak luhur.

4. Manusia yang tenang dan berdisiplin, yang menghindari perbuatan memuji diri dalam hal keluhurannya, dengan menyatakan, 'Demikianlah saya,' maka para bijaksana menyebut dirinya luhur. Di dalam diri orang itu tidak ada kesombongan tentang dunia.

5. Bila orang memiliki pandangan-pandangan yang tidak murni --walaupun terbentuk secara mental, tersusun karena sebab, dan dianggap tinggi--, pandangan-pandangan yang mementingkan keuntungan pribadi, maka dia akan mengalami ketenangan yang tidak stabil.

6. Sulit untuk meninggalkan ide-ide yang sudah dikukuhi, yang dicapai lewat penilaian tentang doktrin. Oleh karenanya, dalam hal pandangan-pandangan ini, dia menolak satu pandangan dan melekati yang lain.

7. Bagi manusia yang memiliki keutamaan spiritual, di mana pun di dunia ini dia tidak akan memiliki pandangan yang terbentuk secara mental tentang berbagai tingkat dumadi. Karena dia telah mengikis kegelapan batin dan kesombongan, dengan cara bagaimana dia dapat dikategorikan? Dia tidak dapat dikategorikan dengan cara apa pun juga.

8. Dia yang melekat akan masuk ke dalam perdebatan tentang doktrin. Dengan apa dan bagaimana seseorang yang tidak melekat dapat dicirikan? Dia tidak memiliki apa pun untuk direngkuh atau ditolak; dia telah memurnikan semua pandangannya itu di sini.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 02:29:27 PM
para pemirsa silahkan membaca sutta diatas untuk kesimpulan ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 11 August 2009, 02:45:11 PM
ya terserah sih, mau meragukan atau menghujat ajaran Buddha juga ga apa2 koq, paling karma nya dia yang nanggung juga koq bukan aye, ngapain di pikirin dah :))
meragukan tipitaka itu menghujad? yah tul, biarlah the unbeliever yg meragukan dan mempertanyakan tipitaka dihukum bapa, dibakar api neraka yg kekal...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 11 August 2009, 02:57:52 PM
Saya setuju dengan pernyataan Bro Morph ini...
MMD bukanlah penemuan baru... tapi mengapa selama ini MMD bisa tidak selaras dengan JMB-8 dan ayat2 Tipitaka lainnya, sementara pakar2 Meditasi dunia malah cocok dengan Tipitaka? Dimana masalahnya MMD ini?

Sebenarnya, sebagai orang lama yg sudah malang melintang di dunia spiritual selama puluhan tahun, bukannya tidak mungkin bagi Pak Hud untuk menjelaskan seperti penjelasan Bro Kai atau Bro Morph.

Jika saja Pak Hud MAU, sedari dulu Pak Hud bisa fleksibel dengan kata 'Tanpa Usaha' ataupun 'Berhentinya Pikiran'ataupun 'Perlunya sila dalam keseharian'. MASALAHNYA, jika Pak Hud melakukan itu (fleksibelitas) akibatnya MMD akan selaras dgn keseluruhan Tipitaka. MMD akan sesuai dengan JMB-8, MMD tiada bedanya dengan meditasi Buddhist lainnya.... MMD akan kehilangan ekslusivitas-nya.

Jika motivasinya untuk kepentingan pencerahan seluruh manusia, hal ini tidak menjadi maalah, apapun label yg dilekatkan pada MMD, yg penting banyak orang akan terbantu dengan sedikit trik/perumusan berbeda yg Pak Hud konsepkan. Lain halnya jika mempunyai motivasi tertentu. Misalnya ingin MMD berdiri sendiri, ingin ekslusive, ingin beda dgn meditasi Buddhist lainnya, ingin sebagai Buddist Modern, ingin lain dari yg lain... tujuan dari semua ini apa? Dalam dunia marketing perbedaan adalah suatu nilai jual yg berharga. Jika tidak ada perbedaan dgn konsep yg telah ada di pasar, maka pemain baru tidak akan bisa menjual dagangan-nya...

Makanya, selama ini kita cukup heran, kenapa Pak Hud tidak sedari awal bersikap fleksibel dengan teori2 MMD nya, yg sesungguhnya tidak akan sulit diselaraskan dgn Buddhisme, persis seperti yg telah mulai dilakukan Bro Kai dan Bro Morph diatas. Kenapa Pak Hud terkesan sangat ngotot dan kaku, imo tidak lain demi mempertahankan 'nilai beda' itu tadi.

Bro Wili, kalau saya memang mau "menjual" dan "eksklusif", dan saya ada di posisi Pak Hud, sekalian saya bilang bukan meditasi Buddhis sama sekali. Dengan begitu aman dan serangan umat Buddha seperti sekarang ini tidak akan ada. Juga seolah-olah universal tanpa label agama tertentu, jadi cakupan "konsumen"-nya jauh lebih banyak.

Lalu kenapa tidak dilakukan? Karena memang bukan itu tujuannya. Justru seperti dulu saya katakan, kalau Pak Hud ngambil ajaran Buddha lalu ngaku-ngaku ajaran sendiri (bukan ajaran Buddha), itu namanya tidak tahu terima kasih.

Mengenai fleksibilitas, saya bukan Pak Hud, dan Pak Hud bukan saya, jadi tentu saja berbeda. Banyak pandangan saya yang berbeda dan bahkan metode MMD sendiri tidak cocok buat saya. Tetapi bukan berarti saya tidak bisa mengerti kebaikan dan manfaat yang diajarkan oleh Pak Hud dalam MMD-nya. Kalau penilaian saya, mungkin selama ini Pak Hud banyak ketemu orang yang "terperangkap" kata "usaha" sehingga menghambat Vipassana-nya, jadi kecenderungan untuk "menolak" kata "usaha" terus terbawa.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 03:00:11 PM
ya terserah sih, mau meragukan atau menghujat ajaran Buddha juga ga apa2 koq, paling karma nya dia yang nanggung juga koq bukan aye, ngapain di pikirin dah :))
meragukan tipitaka itu menghujad? yah tul, biarlah the unbeliever yg meragukan dan mempertanyakan tipitaka dihukum bapa, dibakar api neraka yg kekal...

iya pastinya sih Bhikkhu seperti itu pasti akan mengalami kesengsaraan setelah kematian, karena menuju ke alam-alam menderita dari satu kelahiran ke kelahiran lain, dari kegelapan menuju kegelapan [yang lebih pekat]. (kata tipitaka) =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 11 August 2009, 04:39:28 PM

Quote
Intisari ajaran Krishnamurti terkandung dalam pernyataan yang dibuatnya pada tahun 1929, ketika ia berkata, ‘Kebenaran adalah wilayah tanpa jalan’


Dan anda setuju/tidak setuju ? (coret yang tidak perlu) ... :))

Kalo ditinjau dari sisi batin (nama), apa yang bisa menimbulkan pilihan dan memilih ? tentu ada citta dan cetasika yang berperan disana bukan ? Apakah itu jenis-jenis kusala atau akusala yang timbul ?

sebelumnya, anumodana atas penjelasannya yah ...

_/\_

dalam memilih, sesungguhnya pasti ada citta dan juga tentunya cetasika

apakah itu kusala atau akusala, tergantung dari org yg bersangkutan.
Karena untuk obyek yg sama, bisa kusala atau bisa juga akusala


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 11 August 2009, 04:42:45 PM
ya terserah sih, mau meragukan atau menghujat ajaran Buddha juga ga apa2 koq, paling karma nya dia yang nanggung juga koq bukan aye, ngapain di pikirin dah :))
meragukan tipitaka itu menghujad? yah tul, biarlah the unbeliever yg meragukan dan mempertanyakan tipitaka dihukum bapa, dibakar api neraka yg kekal...

iya pastinya sih Bhikkhu seperti itu pasti akan mengalami kesengsaraan setelah kematian, karena menuju ke alam-alam menderita dari satu kelahiran ke kelahiran lain, dari kegelapan menuju kegelapan [yang lebih pekat]. (kata tipitaka) =))

Menderitanya bukan karena dihukum loh melainkan karena dari dirinya sendiri yg mengkondisikan seperti itu

berbeda dengan paham lain yg ada konsep "dihukum"

mereka yang memegang miccha ditthi, yg dilakukan secara terus menerus dimana akan makin melekat, sesungguhnya sedang menyiapkan diri utk masuk ke mahatapana niraya (niraya di pinggiran avici)

hendaknya ini bisa membuat kita lebih berhati2.....

metta
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 11 August 2009, 04:59:10 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60
ini menarik.
pernah suatu kali saya bermeditasi, dimana semakin keras usaha sy mempertahankan pikiran, malah makin kacau...[karena usaha mempertahankan pikiran ini sudah termasuk OBJEK]
jadi semakin mau ke objek nafas, semakin jauh juga dari objek nafas...

lebih baik semua itu di lepas....tidak perlu diusahakan berlebihan....nafas-nafas........jadi gampang konsentrasi nya..^^
tetap ada usaha kalau pikiran ini lari, akan tetapi tidak perlu sampai BERLEBIHAN, perlakukan dengan lembut dan tenang, pikiran butuh kelembutan.....
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 11 August 2009, 05:20:10 PM
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60
ini menarik.
pernah suatu kali saya bermeditasi, dimana semakin keras usaha sy mempertahankan pikiran, malah makin kacau...[karena usaha mempertahankan pikiran ini sudah termasuk OBJEK]
jadi semakin mau ke objek nafas, semakin jauh juga dari objek nafas...

lebih baik semua itu di lepas....tidak perlu diusahakan berlebihan....nafas-nafas........jadi gampang konsentrasi nya..^^
tetap ada usaha kalau pikiran ini lari, akan tetapi tidak perlu sampai BERLEBIHAN, perlakukan dengan lembut dan tenang, pikiran butuh kelembutan.....


Disini bro bisa melihat bhw usaha utk mempertahankan obyek, sesungguhnya merupakan kemelekatan dengan konsep bhw ini adalah obyek yg HARUS saya pegang

betul yg anda bilang bhw hendaknya jgn dilakukan secara berlebihan, pun jangan terlalu longgar yg membuat pikiran kita jadi pindah ke obyek lain

nah kemelekatan melalui konsep diatas itulah yg dihindari dengan mannati yg disebutkan dalam mulapriyaya, namun bukan pembentukan persepsinya
karena persepsi/sanna ada dalam semua citta, jadi PASTI timbul sebagai kecenderungan utk mengenali obyek
namun hendaknya kita menghindari kemelekatan pada konsep yg ada di persepsi

pun seyogyanya mulapariyaya dibaca secara keseluruhan dimana tidak saja berhenti pada mannati, namun juga sebenarnya proses citta, proses persepsi berjalan terus, namun sudah tanpa ada kemelekatannya

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 11 August 2009, 05:51:10 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60
ini menarik.
pernah suatu kali saya bermeditasi, dimana semakin keras usaha sy mempertahankan pikiran, malah makin kacau...[karena usaha mempertahankan pikiran ini sudah termasuk OBJEK]
jadi semakin mau ke objek nafas, semakin jauh juga dari objek nafas...

lebih baik semua itu di lepas....tidak perlu diusahakan berlebihan....nafas-nafas........jadi gampang konsentrasi nya..^^
tetap ada usaha kalau pikiran ini lari, akan tetapi tidak perlu sampai BERLEBIHAN, perlakukan dengan lembut dan tenang, pikiran butuh kelembutan.....

bukankah disinilah perlunya sutta untuk bahan referensi, contoh apabila seseorang yang mempunyai kemelekatan yang kuat terhadap suatu perasaan apakah dia bisa langsung menghilangkan kemelekatannya lewat meditasi tanpa usaha?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 11 August 2009, 05:58:48 PM
Quote
On 8/11/09, Hudoyo Hupudio <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote:


VITAKKA-SANTHANA-SUTTA (ringkasan) - Majjhima Nikaya, 20

{Resume: Sang Buddha memberikan lima cara praktis untuk mengatasi pikiran buruk.]

Pada suatu ketika, Sang Buddha, yang tengah berdiam di Savatthi, di Hutan Jeta, di vihara Anathapindika, memanggil para bhikkhu dan mengajar mereka:

"Bila seorang bhikkhu berminat untuk mengembangkan batin yang lebih tinggi (adhicitta), ada lima hal yang harus dijalankannya pada waktu-waktu yang tepat (kaalena kaala.m -- tidak terus-menerus). Apakah kelima hal itu?

(1) Bila pikiran (vitakka) buruk --pikiran yang terkait dengan keinginan, kebencian & kegelapan batin-- muncul dalam batin seorang bhikkhu ketika ia tengah menggarap suatu hal, maka ia harus menggarap hal lain yang bersifat baik. Dengan demikian, pikiran yang buruk itu akan terlepas & mereda, dan ia bisa memantapkan, membuat menetap, menyatukan dan memusatkan batinnya.
Ibaratnya orang menggunakan pasak kecil untuk mencabut sebuah pasak besar.

(2) Bila pikiran buruk masih saja muncul ketika bhikkhu itu menggarap hal lain yang bersifat baik, maka ia harus menyelidiki kerugian yang bisa disebabkan oleh pikiran buruk itu. Dengan demikian, pikiran buruk itu akan terlepas & mereda, dan ia bisa memantapkan, membuat menetap, menyatukan dan memusatkan batinnya. Ibaratnya seorang muda yang senang berdandan merasa ngeri bila sebuah bangkai ular, atau anjing atau manusia digantungkan di lehernya.

(3) Bila pikiran buruk masih saja muncul ketika bhikkhu itu menyelidiki kerugian yang bisa disebabkan oleh pikiran buruk itu, maka ia harus mengabaikan saja & tidak menghiraukan pikiran buruk itu. Dengan demikian, pikiran buruk itu akan terlepas & mereda, dan ia bisa memantapkan, membuat menetap, menyatukan dan memusatkan batinnya. Ibaratnya orang yang sengaja menutup mata dan berpaling ke arah lain.

(4) Bila pikiran buruk masih saja muncul ketika bhikkhu itu mengabaikan saja & tidak menghiraukan pikiran buruk itu, maka ia harus mengendurkan bentukan-pikiran oleh pikiran buruk itu. Dengan demikian, pikiran buruk itu akan terlepas & mereda, dan ia bisa memantapkan, membuat menetap, menyatukan dan memusatkan batinnya. Ibaratnya, orang yang semula berjalan cepat, lalu berjalan lambat, lalu berdiri saja, lalu berbaring; dengan cara itu ia melepaskan posisi yang lebih kasar dan mengambil posisi yang lebih halus.

(5) Bila pikiran buruk masih saja muncul ketika bhikkhu itu mengendurkan bentukan-pikiran oleh pikiran buruk itu, maka dengan mengatupkan gigi [tekad kuat] ia harus menundukkan, mengungkung, dan menindas batinnya dengan kemauannya. Dengan demikian, pikiran buruk itu akan terlepas & mereda, dan ia bisa memantapkan, membuat menetap, menyatukan dan memusatkan batinnya. Ibaratnya seorang yang kuat menundukkan, mengungkung dan menindas seorang yang lebih lemah.

Nah, jika seorang bhikkhu menggarap hal lain yang bersifat baik ...
menyelidiki kerugian yang bisa disebabkan oleh pikiran buruk ...
mengabaikan saja & tidak menghiraukan pikiran buruk ... mengendurkan
bentukan-pikiran oleh pikiran buruk ... menundukkan, mengungkung, dan
menindas batinnya dengan kemauannya ... dan ia bisa memantapkan, membuat menetap, menyatukan dan memusatkan batinnya, maka ia dinamakan bhikkhu yang menguasai urutan pemikirannya. Ia memikirkan apa yang diinginkannya, dan tidak memikirkan apa yang tidak diinginkannya, Ia telah mematahkan keinginan, menanggalkan belengu-belenggu, dan --melalui penembusan yang benar terhadap kesombongan-- telah mengakhiri penderitaan dan dukkha."

=================================

KOMENTAR:

MARKOSPRAWIRA:

Disini dengan jelas terlihat bahwa saat seseorang sudah memutuskan tanha, sudah terbebas dari dukkha, pikirannya tetap berjalan alias TIDAK BERHENTI seperti pada paham sebagian orang.
Yang disebut disini adalah adanya SATI sampajanna (sadar dan waspada setiap saat), terampil dalam menjaga pikiran yang timbul

semoga bisa bermanfaat bagi rekan2 sekalian

=================================

KAINYN KUTHO: (dari Dhammacitta.org)

Bagi yang awam, agar jangan tercampur istilah "pikiran" dalam
Vitakkasanthana Sutta dan Mulapariyaya Sutta.

Pada Mulapariyaya Sutta, yang dimaksud adalah "maññati" sebuah proses
berpikir membentuk suatu ide/bentukan pikiran, sedangkan pada
Vitakkasanthana Sutta, dibahas adalah "vitakka". Vitakka adalah semua
objek pikiran yang muncul dari ingatan masa lalu. Terhentinya "vitakka" adalah seperti dalam jhana II, sementara terhentinya "maññati" adalah ketika seorang arahat melakukan vipassana.

Konteks pembicaraan kedua sutta juga sangat berbeda. Mulapariyaya Sutta membahas mengenai proses pencerapan objek saat ini, sementara
Vitakkasanthana Sutta membahas objek masa lampau (yang ditelah sebelumnya dicerap), yang tidak bermanfaat (akusala) dan diatasi dengan Vitakka lain lagi yang bermanfaat.

=================================

HUDOYO HUPUDIO:

Sdr Markosprawira dengan entengnya mengomentari: “saat seseorang sudah
memutuskan tanha, sudah terbebas dari dukkha, pikirannya tetap berjalan alias TIDAK BERHENTI seperti pada paham sebagian orang.” -- Tentu yang dimaksudkannya dengan “sebagian orang” itu adalah saya & para praktisi MMD, yang selalu menyatakan bahwa dalam batin seorang Arahat tidak ada lagi pikiran sebagaimana seorang puthujjana berpikir; pendapat ini didasarkan pada ajaran Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta.

Mengapa saya katakan “dengan enteng”? Karena dalam membandingkan
Vitakkasanthana-sutta dengan Mulapariyaya-sutta, saking didorong oleh
nafsu untuk mendiskreditkan MMD & saya, Markosprawira –disengaja atau
tidak—tidak menelusuri kembali apa istilah asli dalam bahasa Pali yang
digunakan dalam masing-masing sutta itu yang diterjemahkan ke bahasa
Indonesia menjadi ‘pikiran’. Dengan tindakannya itu Markosprawira justru telah mempertentangkan Vitakkasanthana-sutta dengan Mulapariyaya-sutta!

Dalam Vitakkasanthana-sutta ‘pikiran’ adalah terjemahan dari ‘VITAKKA’, sedangkan dalam Mulapariyaya-sutta, ‘pikiran’ adalah terjemahan dari ‘MANNATI’ (verb), atau ‘MANNITAM’ (noun) dalam Dhatu-vibhanga-sutta, MN 140. Jelas ‘vitakka/vitakketi’ dan ‘mannitam/mannati’ sangat berbeda maknanya dan berbeda konteks penggunaannya, sehingga tidak bisa dipertentangkan sama sekali. Seharusnya Markosprawira bertanya: apakah ‘vitakka’ bisa berhenti?

Sepintas lalu ajaran yang terkandung dalam Vitakkasanthana-sutta ini
merupakan pengembangan lebih lanjut dari ajaran “Jangan berbuat kejahatan …”, sebagaimana tercantum dalam Ovada-Patimokkha. Di sini kejahatan & kebaikan berhadap-hadapan, dan orang dianjurkan untuk melawan kejahatan sekuat-kuatnya, dengan menggunakan segala macam cara. Di sini peran si aku, si pengambil keputusan, yang mendasari semua pikiran sangat menonjol.
Sutta ini adalah representasi dari ajaran suatu agama, agama mana pun,
ketika dipahami oleh pikiran manusia, yang selalu bersifat dualistik,
sehingga dengan demikian manusia harus menentukan pilihannya secarfa
moralistik.

Ini sangat berbeda dengan ajaran Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta. Dalam kedua sutta itu –dan dalam sutta-sutta lain yang
senada dengan itu—Sang Buddha mengajarkan agar orang menyadari gerak-gerik pikiran & akunya sendiri. Khusus kepada orang yang “berlatih” (untuk mencapai pembebasan), Sang Buddha mengajarkan agar di dalam mencerap berbagai rangsangan dari luar dan dari dalam, dari saat ke saat, jangan sampai muncul pembentukan konsep, dalam bentuk objek yang tercerap itu, dan dalam bentuk aku yang kemudian ingin memiliki & bersenang hati dengan objek itu.

Akhirnya Sang Buddha menyatakan, bahwa dalam batin orang yang telah bebas, tidak ada lagi rangkaian pembentukan konsep seperti itu, seperti yang selalu terjadi pada orang biasa (puthujjana). Dengan kata lain, orang yang telah bebas tidak lagi berpikir sebagaimana orang biasa berpikir.

Secara singkat, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta itu adalah meditasi vipassana dalam bentuk yang paling murni.

Dengan demikian jelaslah bahwa Vitakkasanthana-sutta tidak bisa
dipertentangkan dengan Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta.

CATATAN:
Saya pribadi, ketika membaca Vitakkasanthana-sutta, tidak mendapat kesan apa-apa; tidak ada hal yang bersifat radikal atau unik dalam sutta itu yang patut keluar dari ucapan seorang Buddha. Seorang awam bisa saja berkhotbah seperti itu, tidak perlu seorang arahat, apalagi seorang Buddha.

Kemudian, paragraf terakhir dari sutta itu terasa “dipaksakan” atau
“ditempelkan” begitu saja pada kelima paragraf di atasnya: setelah orang mengatasi pikiran buruk dengan menggunakan kelima cara itu, lalu tiba-tiba sutta itu bicara tentang orang yang sudah menjadi arahat, sehingga terkesan seolah-olah kelima cara itu saja cukup untuk membebaskan batin seseorang.

Berdasarkan kedua fakta di atas, saya bertanya-tanya, benarkah
Vitakkasanthana-sutta itu berasal dari Sang Buddha? Bagaimana mungkin
mengatasi pikiran buruk lalu langsung menjadi arahat?

Salam,
Hudoyo

Kembali anda memotong perbincangan yang sesungguhnya sudah jauh lewat ketimbang yg anda post dibawah

Berikut saya post jawaban saya bahwa sesungguhnya tidak ada pembedaan antara pikiran di vitakkasanthana dengan di mulapariyaya

Quote
Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60


dan yang kemudian saya tanggapi belakangan :

Quote
Sangat dipahami, bro...... namun "maññati" yang dimaksud oleh PH adalah berhentinya "maññati" sehingga proses kesadaran hanya ada pada #1 yaitu abhijaanaati saja

ini bisa dilihat dari :


Quote
HUDOYO:

Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)."


Sedangkan jika kita lihat, "maññati" justru hanyalah salah satu dari 6 kondisi yaitu :
(i) pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati -- he directly knows earth as earth;
(ii) pa.thavi.m na ma~n~nati -- he does not conceive earth;
(iii) pa.thaviyaa na ma~n~nati -- he does not conceive in earth;
(iv) pa.thavito na ma~n~nati -- he does not conceive from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti na ma~n~nati -- he does not conceive "earth is for me";
(vi) pa.thavi.m naabhinandati -- he does not delight in earth.

Jadi maññati di PH diartikan hanya ada kesadaran #1 saja, kesadaran yang 5 lainnya sudah tidak berlangsung lagi -> Kembali kita bisa lihat sendiri pernyataan PH

Quote
kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja

Disini jelas berbeda dengan apa yg dikatakan oleh bro Kai
(Quote proses berlangsungnya citta yang memang tidak berhenti)


Jika hanya melihat "maññati", yg jelas menjadi permasalahan adalah mengenai PERSEPSI bhw seolah PERSEPSI itu yg harus dihentikan dimana diatas PH menyebutkan

Quote
dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep


Padahal jika kita lihat, pengertian dasar dari PERSEPSI atau SANNA adalah salah satu dari 7 sabbacittsadharana, yaitu cetasika yang ada dalam SEMUA CITTA jadi persepsi itu tetap akan ada, tetap terbentuk selama citta vitthi terus berlangsung
Hanya saja, karena pada arahat sudah ada Panna sehingga bisa melihat kenyataan sebagaimana apa adanya

Ini bisa kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,422.0.html



3.   Sanna = pencerapan / persepsi. Arti kata sanna sangat bervariasi tergantung konteks pembahasannya. Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya digunakan istilah khusus ug digunakan di dalam hubungan ini sebagai factor batin yg universal. Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai, seperti biru, hitam, dan sebagainya. Proseduralnya mirip rekognisi seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu dengan tanda-tanda yg dibuatnya, mirip seorang ahli batuan yg dapat membedakan berbagai jenis permata dengan tanda-tandanya. Antara sanna, vinnana dan panna dapat di umpamakan dengan seorang anak kecil, seorang dewasa dan seorang dewasa ahli kimia di dlm melihat uang logam. Bagi seorang anak kecil, ia hanya berpersepsi akan sebuah uang logam. Orang dewasa melihatnya dengan mengetahui nilai uang itu, dan bagi ahli kimia, iapun melihatnya bahwa uang ini terdiri dari bahan kimia logam-logam tertentu.

Nah seharusnya yang berhenti adalah "kemelekatannya" pada persepsi itu, bukannya persepsinya yg dihentikan. Persepsi itu hanyalah pengenalan suatu obyek saja yg terdiri dari berbagai kombinasi persepsi titik, garis, warna, dsbnya

Demikian yang bisa saya dapat dari membaca keenam pernyataan itu secara keseluruhan, bukan hanya membaca dari maññati saja


Bahkan vitakka saja masih dianggap sebagai PIKIRAN, itu menandakan kekurang telitian anda dalam membaca postingan di Dhammacitta secara lengkap

padahal di http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.315.html , sebagaimana saya kutip diatas, dengan jelas dinyatakan bhw VITAKKA adalah CETASIKA, bukan jenis PIKIRAN

Komentar anda semakin menguatkan kekeliruan mengenai apa itu pikiran, kesadaran bahkan anda menyamakan CITTA dengan BATIN/NAMA
Quote
(On 8/7/09, Hudoyo <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote:
sedangkan saya menerjemahkan 'citta/vinnana' dengan 'batin' atau 'kesadaran' , bukan 'pikiran'! )

padahal anak sekolah aja yang cuma tahu menghapal, sudah bisa menyebutkan bhw NAMA Khandha terdiri dari 4 yaitu :
- Vinnana khandha (citta)
- Sanna khandha (persepsi)
- vedana khandha
- sankhara khandha

Jelas kerancuan muncul karena anda hanya berpegang pada 2 - 3 sutta saja, sedangkan sesungguhnya Tipitaka merupakan kesatuan yang saling mendukung, bukannya saling bertentangan sehingga perlu diragukan seperti pernyataan anda dibawah yang mengira2 apakah ini ucapan buddha atau bukan

end of discussion
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 11 August 2009, 06:20:47 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60
ini menarik.
pernah suatu kali saya bermeditasi, dimana semakin keras usaha sy mempertahankan pikiran, malah makin kacau...[karena usaha mempertahankan pikiran ini sudah termasuk OBJEK]
jadi semakin mau ke objek nafas, semakin jauh juga dari objek nafas...---> nah ini usaha yg tidak/belum benar
|
|---Moment ini dari atas ke bawah adalah juga usaha dari yg tidak/belum benar menuju usaha benar karena panna mulai bekerja.
|
V



lebih baik semua itu di lepas....tidak perlu diusahakan berlebihan....nafas-nafas........jadi gampang konsentrasi nya..^^
tetap ada usaha kalau pikiran ini lari, akan tetapi tidak perlu sampai BERLEBIHAN, perlakukan dengan lembut dan tenang, pikiran butuh kelembutan.....---> sudah tepat/usahanya sudah benar , sudah balance

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 13 August 2009, 08:41:04 AM
Sadhu,Sadhu,Sadhu... ;)

_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 13 August 2009, 09:27:17 AM
Sharing sedikit dari milis tetangga :



    wirajhana [at] gmail.com wrote :


Ah, ini dia lanjutan dari hasil mengikuti diskusi "membunuh Buddha" dgn
orang2 yang sangat dalam berkecimpung di Diskusi mengenal diri, silakan
simak secara perlahan:

Seorang wanita [xxx] di tread ini di FB Hudoyo:
<http://www.facebook.com/fiona.hartanto1> Knp kisah cinta Krishnamurti & Rosalind selalu menjadi isu yg sepertinya sangat negatif? Menurut saya tidak ada hubungannya... toh K tidak pernah ditahbis menjadi bhikkhu ataupun semacam rahib, dan tidak pernah sekalipun juga menyarankan orang untuk hidup selibat... Ada yg punya pendapat juga mengenai ini? Mungkin Pak Hud & pria2 di sini punya pandangan yg beda dari saya yang wanita?

Hudoyo:
Hudoyo Hupudio <http://www.facebook.com/hudoyo>  [at] xxx: Betul, (1) K tidak pernah menganjurkan hidup selibat; (2) K tidak pernah mengajarkan "kesucian perkawinan", malah sebaliknya, dia sering mengritik lembaga
perkawinan sebagai pembenaran bagi penindasan laki2 thd perempuan; (3) K menekankan makna 'cinta', dan bahwa seks itu mendapatkan pembenarannya di dalam cinta, bukan di dalam lembaga perkawinan.

Wirajhana:
orang lebih menyukai onani daripada membunuh diri..dan menyenangkan sekali melihat "romo" begitu terpuaskan..

level membunuh Buddha? hehehehe..

xxx:
<http://www.facebook.com/fiona.hartanto1>  [at] wirajhana: ucapan anda itu adalah hasil pikiran anda... dan maaf, kata2 anda kotor, pak wira benar juga kan, kata teman2 saya yang non-buddhis bahwa kesan umat
buddha di Indonesia pada umumnya "tidak berpendidikan", lah wong gaya bicaranya kebanyakan kayak wirajhana gini... malu2in nih

wirajhana:
krisnamurti menggendong kemana2 ajarannya dan berselingkuh bertahun2 adalah suci? berbusa2 ngecap..masih tidak mengetahui bahwa manusia adalah sarang kotoran..yang lapuk oleh usia dan akan terlahir kembali?

hehehe...

ngajar MMD berbicara vipasanna apa lantas jadi orang suci?..toh masih ngga mampu mengartikani membunuh Buddha? hehehe

Ucapan saya pastinya hasil pikiran saya
Mungkin anda sangat terusik dengan kata onani, sehingga menyatakan kata2 saya kotor?
kata-kata adalah multi makna..paling tidak ada dua arti?

arti 1, melakukan hubungan seksual dgn diri sendiri & membayangkan hal2 sensual

apakah ini kotor?

90% lebih laki2 prnh melakukan ini [saya yakin 100%, pak Hudoyopun pernah melakukan ini & tentunya saya jg pernah]

arti 2, melakukan sesuatu dgn memakai orang lain sebagai objek yg tujuannya pilih: meyenangkan diri sendiri ato minta dikasihani,ato didukung [hehehe]

kotor?..

Pikiran anda yang kotor fiona [Ah janga2 ini juga debat kusir..]

xxx:
 [at] wirajhana: argumen anda thd Krishnamurti, MMD, Pak Hudoyo, membunuh Buddha atau apapun itu tidak menarik, membosankan. Dihentikan saja.

Wirajhana:
hehehehe...o ya xxx, coba tanya arti ke satu itu pernah dilakukan ayah ato pacar..ato suami...siapa tau mo jujur memberitahu..

Daniel Suchamda: <http://www.facebook.com/danz.suchamda>  [at] xxx: saya juga melihatnya begitu, buddhist indonesia (yg chinese) sifatnya memang kampungan spt orang kurang pendidikan. Maklum, biasanya mereka memang golongan marginal.:)

xxx:
memang aslinya banyak yang tidak berpendidikan... dan krn tdk berpendidikan, mustahil memahami ajaran yang dalam. kasihan ya :)

Hudoyo Hupudio <http://www.facebook.com/hudoyo>  [at] Wirajhana: "orang lebih menyukai onani daripada membunuh diri..dan menyenangkan sekali melihat "romo" begitu terpuaskan.."

Orang lebih menyukai onani daripada berdiam diri ... dan menyenangkan sekali melihat Anda begitu terpuaskan..

 [at] Wirajhana: "krisnamurti menggendong kemana2 ajarannya dan berselingkuh bertahun2 adalah suci? berbusa2 ngecap..masih tidak mengetahui bahwa manusia adalah sarang kotoran..yang lapuk oleh usia dan akan terlahir kembali? hehehe..."

Lagi-lagi Anda cuma bisa melihat luarnya Krishnamurti, Anda tidak mampu melihat dalamnya, sehingga yang keluar dari mulut Anda dari dulu sampai sekarang ya itu-itu saja.

"ngajar MMD berbicara vipasanna apa lantas jadi orang suci?..toh masih ngga mampu mengartikani membunuh Buddha? hehehe"

Debat kusir yang berulang.

"Ah janga2 ini juga debat kusir.."

Betul.

 [at] Wirajhana: "arti 1, melakukan hubungan seksual dgn diri sendiri & membayangkan hal2 sensual apakah ini kotor?"

Menggunakan kata 'onani' dalam suatu debat itu sendiri adalah suatu onani ... memperoleh kepuasan yang amat sangat.

Wirajhana:
menanggapi pun bukan membunuh pikiran..menanggapi onani dengan menggunakan kata onani..menandakan sangat jelas bahwa yang menulis catatan dan yang berbusa2 ngecap..boro2 mau membunuh Buddha mengenalipun tak mampu..

saya onani..kan udah saya bilang iya..hehehehehe...hahahahaha

Hudoyo Hupudio <http://www.facebook.com/hudoyo> onani terus ...

Wirajhana Eka <http://www.facebook.com/wirajhana.eka> : bagaimana pak..nikmatkan...daripada membunuh diri..

o ya, non buddhis itu terbiasa dicocok hidung kaya kerbau..menurut aja apa kata pendeta dan mursidnya..nah kebiasaan itu menyenangkan si mursid/pendetanya..

itulah mengapa pendetanya/mursidnya mengalami kepuasan berulang2 dari hal itu...hahahahahaha

Hudoyo Hupudio <http://www.facebook.com/hudoyo> Andalah yang onani terus
...

Seorang wanita [yyy]
<http://www.facebook.com/profile.php?id=1805019026>  [at] wirajhana eka:
nama yg bgs.. Hehe.. Mau nanya.. K mengapa dikatakan berselingkuh? Apa K pernah menikah? Di usia brapa K terlibat asmara? Thanks ats infonya.. Be happy..

Hudoyo Hupudio <http://www.facebook.com/hudoyo> Dari Forum Diskusi MMD
Sidiartha (Denpasar):
hehehe....Wirajhana sudah kena pancing, bukan sebaliknya. Di kampung saya, ada yg agak unik....ada semacam nilai2 yg dianut oleh masayarakat setempat, bahwa utk dapat melaksanakan bhakti marga dg baik, batin itu haros polos, lugu.....sehingga masyarakat di desa saya jarang sekali membaca kita2 suci weda, apalagi menguasai sampai melekati. Kami...dalam keseharian melaksanakan praktik bakti..dapat di katakan tanpa konsep, namu dg kesederhanaan dan kepolosan. Berbeda dg daerah lain..dalam praktek baktinya penuh dg mantra hasil menghapal kitab suci, hasil mempelajari lontar2, di desa saya sederhana dan polos. Sebagai akibatnya, di desa saya tdk ada yg namanya orang pintar, paranormal, orang sakti, apalagi ahli kitab suci. Namun desa tetangga saya bertebaran orang2 sakti, santet, dll..hasil dari mempelajari lontar.

Wirajhana:
Hehehe pak Hudoyo, Oh Ya KTP saya masih hindu sampe saat ini..dan ngga ngerasa perlu tuh ubah2 KTP..
Sejak berkenalan dengan Buddha..barulah saya tahu bedanya orang yang sedang omong kosong ato tidak..pajang2 gaya2 sok suci..padahal cuma nyari duit dan di puja-puji..hehehehe

jadi lucu baca pengajar mengenal diri tapi ngga tau sedang onani..hahahahahaha

mengenal diri?

Hehehehe..sedang beronani saja ngga tau..apalagi mengenali diri..ehh malah berkhayal makin tinggi di level membunuh Buddha..hahahahahaha..sorry bos, masih jauh..jauh banget..level anda masih sekitar xxx..hahahahaha

seorang lelaki [zzz]
 [at] bung wira : mari sama" ber'onani' agar budha terbunuh dengan sendirinya.. ^_*v..

Wirajhana:
telat pak..saya sedang menikmatinya..

Ngga bisa membunuh Buddha dengan sendirinya, butuh latihan panjang dan usaha yang keras dan tekun..bahkan seumur hiduppun belum tentu bisa [bahkan tidak bisa seumur hidup pun masih terhitung normal..ini tergantung bahan yang sekarang anda punya]..

tapi hasil latihan itu akan berguna di kehidupan berikutnya terutama jika meneruskan latihan ini[repotnya dikehidupan depan belum tentu mempunyai pengetahuan yang sama dengan saat ini sehingga bisa bertekad
kerja keras mencapai kondisi itu, namun buat saya apabila itu dapat dicapai dikehidupan berikutnya..maka saya sudah merasa super beruntung]

Oke, yang lebih mudah buang catatan membunuh buddha, buang MMD..kecuali konsentrasi pada hal tertentu nah untuk pengetahuan basic ini..cukup pak hudoyo yang memberikan penghantar..

selamat mencoba.

Btw, untuk [yyy] yang nanya perselingkuhan Krisnamurti dengan Roselind..silakan tanya muridnya [pak hudoyo]..mudah2an ia cukup legowo menceritakan detailnya

xxx:
 [at] wirajhana: saya lebih senang kalo bisa membuang tulisan2 anda itu... sayangnya ngga bisa krn bukan FB saya

yyy:
 [at] wirajhana eka: thanks ats infonya.. Btw, mau tau dari sdr wirajhana eka aja, bolehkan! Hehe.. Klu blh tau apakah anda sangat membenci krisnamurti? Apa yg membuat anda menjadi berpindah kepercayaan dari
agama hindu kemudian jadi sreg dgn agama buddha? Boleh donk berbagi sedikit!! Apa anda sdh berkeluarga ato anda memilih hidup sendiri ato menjadi bhikku? Klu blh tau, hehe.. Peace!!! Be happy..

XXX:
 [at] daniel: udah deh komunitas buddhist makin parah deh... umat beragama lain yg ikut masuk kok ya yang jenisnya sama... sudah suratan takdir
haha

<http://www.facebook.com/danz.suchamda> Daniel Suchamda
<http://www.facebook.com/danz.suchamda>  [at] xxx : itulah yang saya kritik di milis2 buddhist : katanya memegang sila dsb, tetapi jelas sekali tidak mengerti etika dasar, tidak sopan, kurang ajar, licik, munafik,
mau menang sendiri. Seringkali bahkan argumennya tidak ditanggapi tapi malah penuh dengan ad-hominem (penyerangan ke pribadi). Bahkan seringkali salah tangkap atau tidak mengerti ... Baca Selengkapnyasama
sekali tentang esensi yg sedang dibicarakan. Entahlah apa karena bbrp dari mereka memang kapasitas intelektualnya hanya segitu, atau gara-gara masuk ke komunitas buddhis lantas ketularan bodonya (maklum banyak yg menjadikan 'vihara' sbg tempat pelarian bahkan ada jg yg jadi bhikku krn mogok sekolah atau gak mampu bersaing di masyarakat umum atau 'rada-rada' gitulah).

xxx:
 [at] daniel: hehehe... setuju! yang pasti mahluk sejenis berkumpul & berorganisasi bersama :) sungguh2 mereka patut melihat komunitas umat beragama lain yang sikapnya jauh lebih etis & lebih intelektual...

Hudoyo:
 [at] Wirajhana: Anda terus-menerus melakukan ad hominem (menyerang pribadi lawan bicara) untuk mencapai kepuasan diri sendiri,--menurut istilah Anda sendiri-- terus ber-onani. Akibatnya beberapa teman mulai
mengeluhkan kelakuan Anda, yang dinilai meresahkan. Kalau Anda tidak memperbaiki kelakuan Anda di thread ini, terpaksa Anda saya keluarkan dari sini.

Daniel Suchamda <http://www.facebook.com/danz.suchamda> Kalau saya yang jadi bhikkhu, pasti sudah saya gampar si wirahjana eka itu. Karena kebodohannya tidak hanya merusak nama Buddhism tetapi juga menjebloskan dirinya sendiri ke jurang kebodohan yg semakin dalam.
Sayang, bhikkhu / pandita theravada indonesia terlalu lembek dalam mendidik umatnya sehingga ya begitulah hasilnya.

Wirajhana:
hahahahahaha...sekarang hudoyo bukannya mencapai level dapat membunuh Buddha malah sekarang mencapai level menjadi tuhan...

makin mirip xxx..terutama jika periuk nasi di coel..

mengenal diri? hehehehe..hahahahahahaha

Daniel Suchamda <http://www.facebook.com/danz.suchamda>  [at] wirahjana :
dalam kapasitas apa anda mengetest seseorang? Bahkan anda paham pun belum.
Oleh karena itu, perbuatan anda itu bisa disebut sebagai : kurang ajar. Kalau kapasitas anda terlalu kecil untuk memahami sesuatu yg lebih besar, maka janganlah anda bertindak hina. Bukankah orang theravada
marah kalau disebut hinayana? :D
Dari sini silakan anda dan kelompok anda bercermin diri mengapa dalam sejarah menjadi demikian.

xxx:
teman2, jika ada yg tidak berkenan dgn argumen wirajhana yg tidak sopan, bisa melapor ke FB ya. Caranya: search nama wirajhana eka, lalu klik "report this person" lalu akan muncul kotak, bisa pilih "racist/hate
speech" bisa dgn melampirkan diskusi ini. account wira akan terdelete dalam beberapa jam. salam :)

oh ya, setelah memilih "racist/hate speech" akan muncul isian2 lain spt tgl, konten dr diskusinya, tinggal di-copy paste saja. thanks.

Wirajhana:
hahahaha...silakan..silakan...di click...

abis kalo tuhannya di coel-coel..masa cuma ngomel mulu disini..hahahahahahaha

sy juga pengen liat hasilnya...jangan ragu2

mengenal diri? hahahahahahahahahahahahahahaha
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 13 August 2009, 09:34:05 AM
Sharing lain yg menarik juga :

Quote
On 8/13/09, willibordus <williamhalim [at] xl.blackberry.com> wrote:

Sedemikian banyak sutta dalam Tipitaka, yg telah dipraktikkan dan terbukti bertahan hingga ribuan tahun... yg isinya sedemikian jelas dan terang benderang...

kenapa ketika muncul satu kalimat yg isinya mengawang-awang, langsung disamber dan diposting ke berbagai milis? Seakan2 bangga bener dgn kalimat tsb? Tipitaka sering dikoar2 "Bukan dari Mulut Sang Buddha langsung"... tapi kalimat "Bertemu Buddha Bunuh Buddha" yg jelas2 bukan berasal dari mulut SB kok digenggam erat2 dan diproklamirkan kemana2?

Heran sungguh heran

Terbukti memang, Pikiran sungguh lincah...
Kenyataan yg dilematis.... Mengajarkan Pikiran untuk Diam, ternyata malah bergerak semakin lincah.... Teori yg salah ataukah Praktik yg salah?

Intinya, sesuatu yg instan, tidak akan efektif, adalah mimpi2 yg memabukkan... -setidaknya bagi kita2 yg mengaku dengan jujur ke putthujanaan kita- ... latihan, disiplin, pembelajaran, perenungan, usaha yg konsisten, kesemuanya ini akan membantu mengkondisikan kita menyusuri Sang Jalan.....

Saya setuju dgn pemikiran Bro Wirajhana:

> Ngga bisa membunuh Buddha dengan sendirinya, butuh latihan panjang dan > usaha yang keras dan tekun..bahkan seumur hiduppun belum tentu bisa > [bahkan tidak bisa seumur hidup pun masih terhitung normal..ini
> tergantung bahan yang sekarang anda punya].. > > tapi hasil latihan itu akan berguna di kehidupan berikutnya terutama > jika meneruskan latihan ini[repotnya dikehidupan depan belum tentu > mempunyai pengetahuan yang sama dengan saat ini sehingga bisa bertekad
> kerja keras mencapai kondisi itu, namun buat saya apabila itu dapat
> dicapai dikehidupan berikutnya..maka saya sudah merasa super beruntung]


Semoga kita semua dapat jujur terhadap diri sendiri dan menentukan latihan yg tepat bagi kita untuk dapat mengikis dukkha dan merealisasi Pencerahan...

Willi

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 13 August 2009, 02:17:44 PM
<http://www.facebook.com/fiona.hartanto1>  [at] wirajhana: ucapan anda itu adalah hasil pikiran anda... dan maaf, kata2 anda kotor, pak wira benar juga kan, kata teman2 saya yang non-buddhis bahwa kesan umat
buddha di Indonesia pada umumnya "tidak berpendidikan", lah wong gaya bicaranya kebanyakan kayak wirajhana gini... malu2in nih

 [at] Fiona: Teman-teman anda yang non-buddhis mempunyai kesan bahwa umat buddha 'tidak berpendidikan', mungkin teman-teman anda itu hanya melihat Hudoyo saja kalee...Masih banyak umat buddha yang sopan dan santun. Eh itu Hudoyo juga ngomong kotor, kenapa Fiona gak komentar ya?

 [at] Markosprawira: anumodana untuk segala postingan anda. Itu Hudoyo dari dulu ampe sekarang ribuuuutt aja, kapan meditasinya ya? Kalau kita mengikuti Tipitaka hasilnya jelas! Kalau kita mengikuti MMD?? Hasilnya yaa paling banter seperti Hudoyo lah, ngomongnya muter-muter doang...!
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: piyadhammo on 13 August 2009, 02:22:33 PM
heheheh... kelihatan banget dari hasil yang sudah2 pencipta MMD malah makin gahaaarrrr... LDM sedikit pun gak berkurang tuch... kita kan lihat hasil klo hasilnya gak jelas atau malah makin parah ya mending yang uda jelas donk...

Memang benar bro Hendra, tidak berkurang, malah BERTAMBAH LDM nya !
katanya pakar MMD yang sudah BERPENGALAMAN, dan banyak mengajar berbagai kalangan baik Buddhis maupun non Buddhis

Benar - benar kacian !

 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 13 August 2009, 02:30:24 PM
wah, informasi di sini kurang jujur dan gak seimbang. jawabannya disembunyiin. sampe ad hominem dibawa2.
supaya seimbang, saya copy paste juga ah.

---

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, MARKOSPRAWIRA <markosprawira [at] ...> wrote:
>
> Saya tidak menghilangkan apapun dari mularipayaya, silahkan lihat kembali
> pernyataan saya dibawah :
>
> Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,
======================================
HUDOYO:
Haha ... Anda semakin amburadul!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #2 tidak bicara tentang 'eternalisme'.

Yang tertulis sebagai langkah #2 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#2 "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH.
(Tidak ada masalah 'eternalisme' di sini.)

***

MARKOSPRAWIRA:
> pun sebaliknya jangan berkonsep tidak ada tanah (nihilisme) -> #3
======================================
HUDOYO:
Hehe ... semakin melenceng Anda!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #3 tidak bicara tentang 'nihilisme'.

Yang tertuilis sebagai langkah #3 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#3 "Pa.thaviyaa na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN [DIRINYA] DI DALAM TANAH.

***

MARKOSPRAWIRA:
> kalau anda mau, saya akan quote yg lengkapnya yaitu :
>
> (3)- berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> (4)- berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> (5)- berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> (6)- tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
====================================
HUDOYO:
Tetap saja, langkah #2 tidak Anda masukkan!

MARKOSPRAWIRA:
> Disitu jelas bhw saya salah mengetik angka semata dimana seharusnya
> (2) berhenti mengkonsepsikan tanah sebagai tanah
====================================
HUDOYO:
Lho, di atas Anda bicara tentang ETERNALISME:
"Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,"

Sekarang, Anda mengutip begitu saja langkah #2 dari Mulapariyaya-sutta (entah Anda mengerti atau tidak mengerti maksudnya). Dengan membawa-bawa ETERNALISME dan NIHILISME ke dalam sutta ini, tampak jelas bahwa Anda bukan "salah mengetik angka semata", melainkan ANDA TIDAK MEMAHAMI SAMA SEKALI MAKNA MULAPARIYAYA-SUTTA.

Anda bukan saja tidak memahami makna Mulapariyaya-sutta, tetapi dalam satu posting saja Anda telah mencla-mencle (di atas berkata 'A' di bawah berkata 'B') dan berkeras tidak mengakui ke-MOHA-an Anda!

***

MARKOSPRAWIRA:
>
> sehingga menjadi
> 2. Pathavim Abhinnaya
> berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> 3. Pathavim Na Mannati
> berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> 4. Pathavim Na Meti Mannati
> berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> 5. Pathavim Na Abhinandati
> tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
>
================================
HUDOYO:
Inilah PUNCAK KEAMBURADULAN pemahaman Anda terhadap Mulapariyaya-sutta!
Urutan nomor langkahnya saja sudah salah-salah, apalagi isinya.

Berikut ini adalah kutipan & terjemahan yang betul dari Mulapariyaya-sutta.

(1) "Pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati." ("Ia melihat langsung tanah sebagai tanah.")
(2) "(Pa.thavi.m pa.thavito abhi~n~naaya), pa.thavi.m na ma~n~nati." ("(Setelah melihat langsung tanah sebagai tanah), ia tidak mengkonsepsikan tanah.")
(3) "Pa.thaviya na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya di dalam tanah.")
(4) "Pa.thavito na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya terpisah dari tanah.")
(5) "Pa.thavi.m me' ti na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan, 'Tanah untukku'.")
(6) "Pa.thavi.m naabhinandati." ("Ia tidak bersenang hati dengan tanah.")
(terjemahan: Bhikkhu Bodhi)

Jadi, dalam "versi" Mulapariyaya-sutta Anda, langkah #2 itu tetap salah! Seharusnya: "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - "IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH." (Di sini tidak ada kaitan sama sekali dengan 'eternalisme' atau 'nihilisme' seperti Anda pahami secara salah!)


MARKOSPRAWIRA:
> Saya tidak menutupi apapun, jadi tolonglah dibaca dulu postingan orang lain
> dengan seksama sebelum menuduh macam2
===============================
HUDOYO;
Anda mungkin tidak menutupi apa pun; Anda hanya tidak mengerti apa yang Anda tulis. :D

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Sebaliknya anda yg dengan jelas menghilangkan bagian dimana *anda
> menyebutkan CITTA = BATIN.... padahal BATIN = NAMA, sedangkan Citta adalah
> bagian dari NAMA*
==============================
HUDOYO:
Oh, sampai sekarang saya tetap berpegang 'citta' = 'batin'. :) :)

Anda, sebagai "pakar" Abhidhamma, tentu mengikuti pengertian 'citta' sebagai 'bagian dari NAMA' --yang terdiri dari 'citta', 'cetasika' & 'nibbana', kalau tidak salah. Saya sudah lama meninggalkan ajaran Abhidhamma (yang dulu pernah saya hafalkan), karena saya anggap bukan berasal dari Sang Buddha.

Di sini saya menggunakan pengertian 'citta' dari Sutta Pitaka, yang mempunyai pengertian jauh lebih luas daripada 'citta' yang ada di Abhidhamma. Di dalam Sutta Pitaka, 'citta' dimaknai tumpang tindih (overlapping) dengan 'nama', yang berarti 'keadaan batin' secara keseluruhan.

Di dalam Sutta Pitaka, 'citta', 'mano' & 'vinnana' sering digunakan secara tumpang tindih. 'Citta' mengacu pada 'mindset' atau 'keadaan batin' seseorang. 'Citta' digunakan untuk mengacu pada kualitas batin secara keseluruhan. 'Citta' bukanlah suatu entitas atau suatu proses; mungkin itulah alasan mengapa 'citta' bukan termasuk salah satu 'khandha', dan tidak termasuk rumusan paticca-samuppada.

Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Mencapai 'citta' yang murni sama artinya dengan mencapai pencerahan yang membebaskan. Ini menunjukkan bahwa keadaan batin orang yang bebas tidak memantulkan kegelapan atau kekotoran. Oleh karena hal-hal itu mewakili keterbelengguan, ketiadaannya digambarkan sebagai kebebasan.
[Diringkas dari: Wikipedia]

Dari uraian panjang lebar tentang pemakaian kata 'citta' di dalam Sutta Pitaka ini, tidak salahlah kalau saya menerjemahkan 'citta' dengan 'batin'. Pengertian ini jauh lebih luas daripada pengertian 'citta' di dalam Abhidhamma.

Para bhikkhu hutan di Thailand Utara, mereka sering menggunakan kata 'citta' untuk mengacu pada 'batin' secara keseluruhan (bukan 'citta' dari Abhidhamma, yang bersifat sangat teknis, berbeda dengan cetasika, dengan nibbana dsb). Ini dapat dilihat dalam khotbah-khotbah Ajahn Mahabuwa, Ajahn Man dsb. Sering kali mereka menggambarkan 'citta' yang "murni", "cemerlang" dan "abadi", sehingga Ajahn Mahabuwa, misalnya, sering dikritik mengajarkan 'eternalisme'. Padahal yang beliau ajarkan adalah pengalaman meditasi, yang sudah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3.

Demikianlah Sdr Markosprawira, silakan saja kalau Anda mau membatasi pemahaman Anda tentang citta pada pengertian dalam Abhidhamma, tapi sadarilah bahwa 'citta' mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dalam Sutta Pitaka!

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Apalagi dengan pernyataan anda : *Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU
> --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.*
> yang notabene justru sangat berlawanan sekali dengan *Ovada PAtimokkha dan
> Mapadana Sutta*, yang notabene merupakan *inti ajaran SEMUA Buddha*,
> dari *Buddha
> Vipasi sampai Buddha Gautama*
===============================
HUDOYO:
Di sini terlihat bahwa Anda mempertentangkan DUA KONTEKS dari ajaran Sang Buddha.

Ovada-patimokkha .("Jangan berbuat kejahatan: Perbanyak kebaikan: Sucikan hati & pikiran") adalah ajaran di LEVEL PIKIRAN, di mana terdapat DUALITAS (baik/buruk, boleh/tidak boleh dsb), dan tersirat adanya DIRI, yang harus membuat pilihan moralistik di dalam meniti hidupnya, yang hasilnya akan diterimanya sesuai dengan HUKUM KARMA.

Di lain pihak, ajaran VIPASSANA, sebagaimana terkandung dalam Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta, MENGATASI LEVEL PIKIRAN, sehingga dengan demikian MENGATASI DUALITAS baik/buruk, kusala/akusala, dab, dan MENGATASI DIRI & MENGATASI HUKUM KARMA. Ini jelas dengan ajaran Sang Buddha "Ketika mencerap apa saja 'yang dikenal' (vinnatam), jangan sampai muncul konsepsi tentang 'yang dikenal', jangan sampai timbul aku, yang ingin memiliki 'yang dikenal' & bersenang hati dengan 'yang dikenal'. " (Mulapariyaya-sutta) "Kalau kamu bisa berada di situ, maka KAMU TIDAK ADA LAGI. Itulah, hanya itulah, akhir dukkha (nibbana)." (Bahiya-sutta)

:"Kesenangan adalah akar dari penderitaan." ("Nandi dukkhassa muulan'ti") [Buddha Gotama dalam Mulapariyaya-sutta]

Kebenaran vipassana ini tidak mungkin dipahami oleh Markosprawira kalau ia bukan pemeditasi vipassana!

*****
MARKOSPRAWIRA:
>
> Dengan 2 kekeliruan fatal diatas, saya tidak akan melanjutkan diskusi dengan
> anda
================================
HUDOYO:
Kekeliruan fatal? ... Fatal buat siapa? ... Buat Anda, kali. :D

Demikianlah sdr Markosprawira, semoga posting ini menyadarkan Anda akan adanya Dhamma yang jauh lebih luas daripada yang Anda pelajari dalam lingkungan tembok sempit Abhidhamma Pitaka.

Salam,
Hudoyo
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 13 August 2009, 02:56:22 PM

 [at] Markosprawira: anumodana untuk segala postingan anda. Itu Hudoyo dari dulu ampe sekarang ribuuuutt aja, kapan meditasinya ya? Kalau kita mengikuti Tipitaka hasilnya jelas! Kalau kita mengikuti MMD?? Hasilnya yaa paling banter seperti Hudoyo lah, ngomongnya muter-muter doang...!

Bro Anatta ini benar sekali...

Pikiran awam saja: orang2 akan heran melihat seorang Master Meditasi yg mengajarkan Berhentinya Pikiran, masih bersiliweran dan berdebat kesana-kesini di internet dengan anak2 ingusan, sibuk berkeliaran dari milis ke milis, adu mulut, saling mempertahankan ego dgn kalimat yg kadang2 sudah tidak nyaman dibaca....

Benar kata Bro Anatta, kapan meditasinya, atau beginikah hasil meditasi tsb?

Seorang Master Meditasi akan dipercaya jika apa yg ia ajarkan sesuai dengan apa yg dipraktikkan. Orang2 boleh saja berkomentar "bertemu Buddha bunuh buddha" atau "jangan lihat siapa yg mengajar melainkan lihatlah ajarannya"... Jangankan apa yg diajarkan sangat kontroversial, ajaran yg indah2pun, orang masih tetap melirik / menilai 'sikap si pengajar...

Apakah kita mau belajar 'bagaimana berhenti dari kecanduan narkotik' dari seseorang yg tiap harinya 'sakaw' dan masih nge-drugs? apakah kita bisa yakin ajaran 'bagaimana berhenti merokok' dari seorang perokok berat yg asapnya mengepul2?

Teori boleh indah, tapi kenyataan berbicara lain....

Sebagian member boleh menilai postingan saya ini subyektif, tapi jika seseorang telah memproklamirkan dirinya menjadi Master / Pengajar, 'Penilaian subyektif' terhadap dirinya tidak akan terhindarkan. Jika berani mengajarkan sesuatu, ia harus bersiap2 menerima kritikan thp ajaran-nya dan sorotan thp perilaku pribadinya....

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 13 August 2009, 03:04:32 PM
masih membohongi diri ????
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 13 August 2009, 03:46:33 PM
berulang kali di sini dibicarakan mengenai perilaku, sikap ataupun perbuatan (dalam hal ini tulisan).

sadarkah kita bahwa kita gak akan bisa mengetahui isi hati sesungguhnya hanya dengan membaca tulisan?
kalo sekadar menilai perbuatan / kata dari satu dimensi saja, seorang dokter bedah yg membelah perut terlihat sama dengan seorang pembunuh serial yg juga membelah perut. bisakah kita menilai niat seseorang dari satu dimensi perbuatan saja? bisakah menilai ego seseorang dengan melihat perbuatan saja?

sebuah fakta bahwa di forum ini ada impresi yg berbeda terhadap tulisan yg sama.
sadarkah kita kenapa sebuah tulisan bisa memberikan impresi yg berbeda pada pembaca2nya?
ada pembaca yg merasa biasa2 aja, ada yg merasa ini tingkah laku edan dan ada yg mendapat manfaat...
pernahkah terpikir, mungkin bukan tulisannya, melainkan kondisi batin pembacanya...

bicara masalah ribut. apa itu yg sedang ribut?
tulisannya yg ribut, penulisnya ribut ataukah batin pembacanya yg ribut?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 13 August 2009, 03:53:46 PM
Meningkatkan Moha dan Dosa  :o
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 13 August 2009, 04:03:06 PM

Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada alasan apa lagi
ya....?

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "Hudoyo Hupudio" <hudoyo [at] ...> wrote:
>
> Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!
>
> [...]
> FABIAN:
> >Dan seterusnya ajaran Sang Buddha juga mengatakan bahwa penyebab dari semua
kekacauan ini adalah asava
> -----------------------------------
> HUDOYO:
> Ah, Anda cuma BERTEORI! Dalam praktik vipassana Anda, APAKAH ANDA PERNAH
MELIHAT ASAVA? Tidak seorang pun pernah melihat 'asava' (arus kotoran batin)
dalam meditasi vipassana. Yang sesungguhnya dilihat seorang pemeditasi vipassana
adalah DAMPAK dari 'asava', yakni: keinginan, nafsu, kesenangan, kenikmatan &
penderitaan.
>
[...]

Perkedel : Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada alasan apa lagi
ya....?

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!


--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "perkedel8888" <perkedel8888 [at] ...> wrote:
>
> Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada alasan apa lagi
ya…?

>
Hudoyo says:

Cob a tunjukkan, siapa orangnya. Nanti akan saya tunjukkan bahwa yang dilihatnya
bukan asava.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Pak Hudoyo yang baik,

Benarkah demikian Pak Hud, apakah Anda benar-benar ingin menemuinya dan
membuktikannya tulus demi kebenaran Dhamma? lalu didiskusikan dengan yg
bersangkutan agar informasinya objektif daripada saya..dan kita cukup sebagai
pendengar....

Kalau boleh tau bagaimana cara Anda menunujukkannya , apakah melalui milis dan
forum? kalau melalui milis dan forum, jelas saya tolak, karena tidak merujuk
pada praktek dan saya tidak mau menggunakan pemikiran saya mengenai pengalaman
orang itu langsung.

Yang pasti ia seorang Bhikkhu jadi sangat tidak mungkin ia ikut milis seperti
Bapak.

Ajakan saya ini bukan suatu kewajiban dan bukan untuk konsumsi perdebatan
seperti dimilis tetapi pembuktian nyata, karena yang saya liat Anda sebagai
praktisi merasa yakin dengan apa yg dialami. Memang kita2 masih kurang
pengalaman. Oleh karena itu saya rujuk pada yg berpengalaman juga. Kalau Anda
setuju maka saya akan persiapkan pertemuan itu.Kalau tidak ya tidak mengapa
juga...he.he

Mettacittena
Perkedel
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Willibordus says :
wah deg-deg-an menunggu jawaban...


Gunadipos says:

Dug....dug......dug.....dug.....dug.......dug......
Benar Bro, aku juga lagi nunggu nich....
Jantung terasa berdetak lebih kuencang.....hehehhe...


HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.

----------------------------------------------------------------

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "perkedel8888" <perkedel8888 [at] ...> wrote:
>
> Pak Hudoyo yg baik,
>
> Yg saya tanya apakah Anda benar-benar ingin menemuinya untuk membuktikan asava
memang bisa dilihat? Bukan bhikkhu itu yg menemui bapak....Karena pembuktian ini
bukan sekedar bicara atau berargumen...Bagi Bhikkhu ini, dia tidak perlu lagi
mencari jawaban, ataupun mempertahankan pendapat. Dan Anda yg sesumbar
mengatakan itu bahwa asava tidak bisa dilihat dan menantang untuk ditunjukkan
orangnya, nah sekarang Saya mau tunjukan dengan mempertemukan kepada dia, bukan
sebaliknya.....saya menunjukan ke dia tentang Pak Hud. Saya cuma mau kasi tau
Bhikkhu ini adalah bhikkhu dhutangga dan jarang orang mengenalnya. Dan adalah
hal yg kurang lazim dan tidak hormat dan saya sendiri sungkan hanya gara2 anda
menantang lalu datang meminta dia kerumah bapak. Kalau Bapak mau berendah hati
silakan. kalau tidak ya tidak apa-apa seperti yg saya katakan sebelumnya, no
obligation. Saya jamin jika anda ingin maka pembuktiannya tertutup dan beberapa
saksi saja, boleh dari pihak MMD dan juga dari pihak yg kontra...Itu saja yg
saya sampaikan...Pembuktian ini adalah bukan sekedar perdebatan. Seperti
perkataan Sang Buddha yaitu EHIPASIKO, datang, lihat dan buktikan. Ini saja yg
bisa saya sampaikan.
>
> sekaligus menjawab saudara suchamda, saya rasa tidak perlu bertemu Pak Hud
sebelum ada komitmen beliau. Kalau Pak Hud bersedia, saya juga pasti mengundang
Anda. Jadi tenang saja.
>
> Salam sejahtera bagi Anda semua.

Hudoyo says:
Mas Perkedel, Anda ini kok membolak-balik permasalahan. ... Yang mulai
menawarkan kan Anda dulu: "Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA,
akan ada alasan apa lagi ya....?"

Saya sendiri tidak butuh ketemu Bhikkhu Anda itu, kok.

Salam,
Hudoyo

Mas Perkedel, Anda ini kok membolak-balik permasalahan. ... Yang mulai
menawarkan kan Anda dulu: "Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA,
akan ada alasan apa lagi ya....?"

Saya sendiri tidak butuh ketemu Bhikkhu Anda itu, kok.

Salam,
Hudoyo



Perkedel says:


Perkedel says : Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada
alasan apa lagi ya

Hudoyo says : "Coba tunjukkan, siapa orangnya. Nanti akan saya tunjukkan
bahwa yang dilihatnya bukan asava.

Baca pernyataan saya baik2 diatas artinya alasan apa lagi yg akan muncul JIKA
memang telah ditunjukan orangnya. Ini artinya saya hanya sekedar mengomentari.
Beda kalau pertanyaan saya " Bapak mau saya tunjukan orang yg sudah melihat
asava?" nah kalau saya bertanya begini maka baru artinya saya menawarkan.
Silakan pemirsa melihat jawaban Pak Hudoyo. Baiklah pak Hud saya pun tidak akan
berpolemik ttg masalah ini dengan Anda, yg pasti sudah jelas bahwa ASAVA bisa
dilihat, kalau Anda mengatakan tidak bisa, tidak masalah. Saya hanya ingin
menegaskan ada suatu perbandingan Nyata dalam Praktek MMD dan praktek meditasi
Vipasanna sesungguhnya. Anda baru taraf merasakan. Tetapi ada yg melihatnya
lebih dari sekedar merasakan asava. Jadi bagi saya adalah wajar jika bapak
mengatakan demikian.

Ok lah kalau Anda tidak butuh..he..he. Jadi saya tidak repot2 lagi.
Biar pemirsa yg menilai. Seorang ilmuwan Dhamma sepatutnya menyelesaikan dilema
sampai tuntas kalau perlu sampai ke nara sumbernya lsg. Memang berbeda orang2
jaman Sang Buddha dan jaman sekarang dalam mengklarifikasi kebenaran Dhamma.

Saya rasa cukup disini saja. diskusi kita. Smoga bapak berbahagia selalu.

-----------------------------------------------------------------
Charles ben:

Anumodana....Bro perkedel8888...

Salam Metta,

Charles Ben...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 13 August 2009, 04:25:02 PM

Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada alasan apa lagi
ya....?

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "Hudoyo Hupudio" <hudoyo [at] ...> wrote:
>
> Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!
>
> [...]
> FABIAN:
> >Dan seterusnya ajaran Sang Buddha juga mengatakan bahwa penyebab dari semua
kekacauan ini adalah asava
> -----------------------------------
> HUDOYO:
> Ah, Anda cuma BERTEORI! Dalam praktik vipassana Anda, APAKAH ANDA PERNAH
MELIHAT ASAVA? Tidak seorang pun pernah melihat 'asava' (arus kotoran batin)
dalam meditasi vipassana. Yang sesungguhnya dilihat seorang pemeditasi vipassana
adalah DAMPAK dari 'asava', yakni: keinginan, nafsu, kesenangan, kenikmatan &
penderitaan.
>
[...]

Perkedel : Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada alasan apa lagi
ya....?

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!


--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "perkedel8888" <perkedel8888 [at] ...> wrote:
>
> Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada alasan apa lagi
ya…?

>
Hudoyo says:

Cob a tunjukkan, siapa orangnya. Nanti akan saya tunjukkan bahwa yang dilihatnya
bukan asava.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Pak Hudoyo yang baik,

Benarkah demikian Pak Hud, apakah Anda benar-benar ingin menemuinya dan
membuktikannya tulus demi kebenaran Dhamma? lalu didiskusikan dengan yg
bersangkutan agar informasinya objektif daripada saya..dan kita cukup sebagai
pendengar....

Kalau boleh tau bagaimana cara Anda menunujukkannya , apakah melalui milis dan
forum? kalau melalui milis dan forum, jelas saya tolak, karena tidak merujuk
pada praktek dan saya tidak mau menggunakan pemikiran saya mengenai pengalaman
orang itu langsung.

Yang pasti ia seorang Bhikkhu jadi sangat tidak mungkin ia ikut milis seperti
Bapak.

Ajakan saya ini bukan suatu kewajiban dan bukan untuk konsumsi perdebatan
seperti dimilis tetapi pembuktian nyata, karena yang saya liat Anda sebagai
praktisi merasa yakin dengan apa yg dialami. Memang kita2 masih kurang
pengalaman. Oleh karena itu saya rujuk pada yg berpengalaman juga. Kalau Anda
setuju maka saya akan persiapkan pertemuan itu.Kalau tidak ya tidak mengapa
juga...he.he

Mettacittena
Perkedel
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Willibordus says :
wah deg-deg-an menunggu jawaban...


Gunadipos says:

Dug....dug......dug.....dug.....dug.......dug......
Benar Bro, aku juga lagi nunggu nich....
Jantung terasa berdetak lebih kuencang.....hehehhe...


HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.

----------------------------------------------------------------

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, "perkedel8888" <perkedel8888 [at] ...> wrote:
>
> Pak Hudoyo yg baik,
>
> Yg saya tanya apakah Anda benar-benar ingin menemuinya untuk membuktikan asava
memang bisa dilihat? Bukan bhikkhu itu yg menemui bapak....Karena pembuktian ini
bukan sekedar bicara atau berargumen...Bagi Bhikkhu ini, dia tidak perlu lagi
mencari jawaban, ataupun mempertahankan pendapat. Dan Anda yg sesumbar
mengatakan itu bahwa asava tidak bisa dilihat dan menantang untuk ditunjukkan
orangnya, nah sekarang Saya mau tunjukan dengan mempertemukan kepada dia, bukan
sebaliknya.....saya menunjukan ke dia tentang Pak Hud. Saya cuma mau kasi tau
Bhikkhu ini adalah bhikkhu dhutangga dan jarang orang mengenalnya. Dan adalah
hal yg kurang lazim dan tidak hormat dan saya sendiri sungkan hanya gara2 anda
menantang lalu datang meminta dia kerumah bapak. Kalau Bapak mau berendah hati
silakan. kalau tidak ya tidak apa-apa seperti yg saya katakan sebelumnya, no
obligation. Saya jamin jika anda ingin maka pembuktiannya tertutup dan beberapa
saksi saja, boleh dari pihak MMD dan juga dari pihak yg kontra...Itu saja yg
saya sampaikan...Pembuktian ini adalah bukan sekedar perdebatan. Seperti
perkataan Sang Buddha yaitu EHIPASIKO, datang, lihat dan buktikan. Ini saja yg
bisa saya sampaikan.
>
> sekaligus menjawab saudara suchamda, saya rasa tidak perlu bertemu Pak Hud
sebelum ada komitmen beliau. Kalau Pak Hud bersedia, saya juga pasti mengundang
Anda. Jadi tenang saja.
>
> Salam sejahtera bagi Anda semua.

Hudoyo says:
Mas Perkedel, Anda ini kok membolak-balik permasalahan. ... Yang mulai
menawarkan kan Anda dulu: "Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA,
akan ada alasan apa lagi ya....?"

Saya sendiri tidak butuh ketemu Bhikkhu Anda itu, kok.

Salam,
Hudoyo

Mas Perkedel, Anda ini kok membolak-balik permasalahan. ... Yang mulai
menawarkan kan Anda dulu: "Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA,
akan ada alasan apa lagi ya....?"

Saya sendiri tidak butuh ketemu Bhikkhu Anda itu, kok.

Salam,
Hudoyo



Perkedel says:


Perkedel says : Nanti kalau ditunjukan orang yg sudah melihat ASAVA, akan ada
alasan apa lagi ya

Hudoyo says : "Coba tunjukkan, siapa orangnya. Nanti akan saya tunjukkan
bahwa yang dilihatnya bukan asava.

Baca pernyataan saya baik2 diatas artinya alasan apa lagi yg akan muncul JIKA
memang telah ditunjukan orangnya. Ini artinya saya hanya sekedar mengomentari.
Beda kalau pertanyaan saya " Bapak mau saya tunjukan orang yg sudah melihat
asava?" nah kalau saya bertanya begini maka baru artinya saya menawarkan.
Silakan pemirsa melihat jawaban Pak Hudoyo. Baiklah pak Hud saya pun tidak akan
berpolemik ttg masalah ini dengan Anda, yg pasti sudah jelas bahwa ASAVA bisa
dilihat, kalau Anda mengatakan tidak bisa, tidak masalah. Saya hanya ingin
menegaskan ada suatu perbandingan Nyata dalam Praktek MMD dan praktek meditasi
Vipasanna sesungguhnya. Anda baru taraf merasakan. Tetapi ada yg melihatnya
lebih dari sekedar merasakan asava. Jadi bagi saya adalah wajar jika bapak
mengatakan demikian.

Ok lah kalau Anda tidak butuh..he..he. Jadi saya tidak repot2 lagi.
Biar pemirsa yg menilai. Seorang ilmuwan Dhamma sepatutnya menyelesaikan dilema
sampai tuntas kalau perlu sampai ke nara sumbernya lsg. Memang berbeda orang2
jaman Sang Buddha dan jaman sekarang dalam mengklarifikasi kebenaran Dhamma.

Saya rasa cukup disini saja. diskusi kita. Smoga bapak berbahagia selalu.

-----------------------------------------------------------------
Charles ben:

Anumodana....Bro perkedel8888...

Salam Metta,

Charles Ben...


 [at]  Bond: Anumodana atas postingannya. Kelanjutannya gimana nih? Seperti petir menyambar-nyambar di siang hari bolong, tapi gak ada hujan. PH: darrr...derrr...dorrrr....tapi 'hujan' nya ditunggu-tunggu gak turun-turun juga!
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 13 August 2009, 05:50:44 PM
wah, informasi di sini kurang jujur dan gak seimbang. jawabannya disembunyiin. sampe ad hominem dibawa2.
supaya seimbang, saya copy paste juga ah.

---

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, MARKOSPRAWIRA <markosprawira [at] ...> wrote:
>
> Saya tidak menghilangkan apapun dari mularipayaya, silahkan lihat kembali
> pernyataan saya dibawah :
>
> Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,
======================================
HUDOYO:
Haha ... Anda semakin amburadul!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #2 tidak bicara tentang 'eternalisme'.

Yang tertulis sebagai langkah #2 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#2 "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH.
(Tidak ada masalah 'eternalisme' di sini.)

***

MARKOSPRAWIRA:
> pun sebaliknya jangan berkonsep tidak ada tanah (nihilisme) -> #3
======================================
HUDOYO:
Hehe ... semakin melenceng Anda!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #3 tidak bicara tentang 'nihilisme'.

Yang tertuilis sebagai langkah #3 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#3 "Pa.thaviyaa na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN [DIRINYA] DI DALAM TANAH.

***

MARKOSPRAWIRA:
> kalau anda mau, saya akan quote yg lengkapnya yaitu :
>
> (3)- berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> (4)- berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> (5)- berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> (6)- tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
====================================
HUDOYO:
Tetap saja, langkah #2 tidak Anda masukkan!

MARKOSPRAWIRA:
> Disitu jelas bhw saya salah mengetik angka semata dimana seharusnya
> (2) berhenti mengkonsepsikan tanah sebagai tanah
====================================
HUDOYO:
Lho, di atas Anda bicara tentang ETERNALISME:
"Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,"

Sekarang, Anda mengutip begitu saja langkah #2 dari Mulapariyaya-sutta (entah Anda mengerti atau tidak mengerti maksudnya). Dengan membawa-bawa ETERNALISME dan NIHILISME ke dalam sutta ini, tampak jelas bahwa Anda bukan "salah mengetik angka semata", melainkan ANDA TIDAK MEMAHAMI SAMA SEKALI MAKNA MULAPARIYAYA-SUTTA.

Anda bukan saja tidak memahami makna Mulapariyaya-sutta, tetapi dalam satu posting saja Anda telah mencla-mencle (di atas berkata 'A' di bawah berkata 'B') dan berkeras tidak mengakui ke-MOHA-an Anda!

***

MARKOSPRAWIRA:
>
> sehingga menjadi
> 2. Pathavim Abhinnaya
> berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> 3. Pathavim Na Mannati
> berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> 4. Pathavim Na Meti Mannati
> berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> 5. Pathavim Na Abhinandati
> tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
>
================================
HUDOYO:
Inilah PUNCAK KEAMBURADULAN pemahaman Anda terhadap Mulapariyaya-sutta!
Urutan nomor langkahnya saja sudah salah-salah, apalagi isinya.

Berikut ini adalah kutipan & terjemahan yang betul dari Mulapariyaya-sutta.

(1) "Pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati." ("Ia melihat langsung tanah sebagai tanah.")
(2) "(Pa.thavi.m pa.thavito abhi~n~naaya), pa.thavi.m na ma~n~nati." ("(Setelah melihat langsung tanah sebagai tanah), ia tidak mengkonsepsikan tanah.")
(3) "Pa.thaviya na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya di dalam tanah.")
(4) "Pa.thavito na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya terpisah dari tanah.")
(5) "Pa.thavi.m me' ti na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan, 'Tanah untukku'.")
(6) "Pa.thavi.m naabhinandati." ("Ia tidak bersenang hati dengan tanah.")
(terjemahan: Bhikkhu Bodhi)

Jadi, dalam "versi" Mulapariyaya-sutta Anda, langkah #2 itu tetap salah! Seharusnya: "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - "IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH." (Di sini tidak ada kaitan sama sekali dengan 'eternalisme' atau 'nihilisme' seperti Anda pahami secara salah!)


MARKOSPRAWIRA:
> Saya tidak menutupi apapun, jadi tolonglah dibaca dulu postingan orang lain
> dengan seksama sebelum menuduh macam2
===============================
HUDOYO;
Anda mungkin tidak menutupi apa pun; Anda hanya tidak mengerti apa yang Anda tulis. :D

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Sebaliknya anda yg dengan jelas menghilangkan bagian dimana *anda
> menyebutkan CITTA = BATIN.... padahal BATIN = NAMA, sedangkan Citta adalah
> bagian dari NAMA*
==============================
HUDOYO:
Oh, sampai sekarang saya tetap berpegang 'citta' = 'batin'. :) :)

Anda, sebagai "pakar" Abhidhamma, tentu mengikuti pengertian 'citta' sebagai 'bagian dari NAMA' --yang terdiri dari 'citta', 'cetasika' & 'nibbana', kalau tidak salah. Saya sudah lama meninggalkan ajaran Abhidhamma (yang dulu pernah saya hafalkan), karena saya anggap bukan berasal dari Sang Buddha.

Di sini saya menggunakan pengertian 'citta' dari Sutta Pitaka, yang mempunyai pengertian jauh lebih luas daripada 'citta' yang ada di Abhidhamma. Di dalam Sutta Pitaka, 'citta' dimaknai tumpang tindih (overlapping) dengan 'nama', yang berarti 'keadaan batin' secara keseluruhan.

Di dalam Sutta Pitaka, 'citta', 'mano' & 'vinnana' sering digunakan secara tumpang tindih. 'Citta' mengacu pada 'mindset' atau 'keadaan batin' seseorang. 'Citta' digunakan untuk mengacu pada kualitas batin secara keseluruhan. 'Citta' bukanlah suatu entitas atau suatu proses; mungkin itulah alasan mengapa 'citta' bukan termasuk salah satu 'khandha', dan tidak termasuk rumusan paticca-samuppada.

Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Mencapai 'citta' yang murni sama artinya dengan mencapai pencerahan yang membebaskan. Ini menunjukkan bahwa keadaan batin orang yang bebas tidak memantulkan kegelapan atau kekotoran. Oleh karena hal-hal itu mewakili keterbelengguan, ketiadaannya digambarkan sebagai kebebasan.
[Diringkas dari: Wikipedia]

Dari uraian panjang lebar tentang pemakaian kata 'citta' di dalam Sutta Pitaka ini, tidak salahlah kalau saya menerjemahkan 'citta' dengan 'batin'. Pengertian ini jauh lebih luas daripada pengertian 'citta' di dalam Abhidhamma.

Para bhikkhu hutan di Thailand Utara, mereka sering menggunakan kata 'citta' untuk mengacu pada 'batin' secara keseluruhan (bukan 'citta' dari Abhidhamma, yang bersifat sangat teknis, berbeda dengan cetasika, dengan nibbana dsb). Ini dapat dilihat dalam khotbah-khotbah Ajahn Mahabuwa, Ajahn Man dsb. Sering kali mereka menggambarkan 'citta' yang "murni", "cemerlang" dan "abadi", sehingga Ajahn Mahabuwa, misalnya, sering dikritik mengajarkan 'eternalisme'. Padahal yang beliau ajarkan adalah pengalaman meditasi, yang sudah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3.

Demikianlah Sdr Markosprawira, silakan saja kalau Anda mau membatasi pemahaman Anda tentang citta pada pengertian dalam Abhidhamma, tapi sadarilah bahwa 'citta' mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dalam Sutta Pitaka!

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Apalagi dengan pernyataan anda : *Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU
> --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.*
> yang notabene justru sangat berlawanan sekali dengan *Ovada PAtimokkha dan
> Mapadana Sutta*, yang notabene merupakan *inti ajaran SEMUA Buddha*,
> dari *Buddha
> Vipasi sampai Buddha Gautama*
===============================
HUDOYO:
Di sini terlihat bahwa Anda mempertentangkan DUA KONTEKS dari ajaran Sang Buddha.

Ovada-patimokkha .("Jangan berbuat kejahatan: Perbanyak kebaikan: Sucikan hati & pikiran") adalah ajaran di LEVEL PIKIRAN, di mana terdapat DUALITAS (baik/buruk, boleh/tidak boleh dsb), dan tersirat adanya DIRI, yang harus membuat pilihan moralistik di dalam meniti hidupnya, yang hasilnya akan diterimanya sesuai dengan HUKUM KARMA.

Di lain pihak, ajaran VIPASSANA, sebagaimana terkandung dalam Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta, MENGATASI LEVEL PIKIRAN, sehingga dengan demikian MENGATASI DUALITAS baik/buruk, kusala/akusala, dab, dan MENGATASI DIRI & MENGATASI HUKUM KARMA. Ini jelas dengan ajaran Sang Buddha "Ketika mencerap apa saja 'yang dikenal' (vinnatam), jangan sampai muncul konsepsi tentang 'yang dikenal', jangan sampai timbul aku, yang ingin memiliki 'yang dikenal' & bersenang hati dengan 'yang dikenal'. " (Mulapariyaya-sutta) "Kalau kamu bisa berada di situ, maka KAMU TIDAK ADA LAGI. Itulah, hanya itulah, akhir dukkha (nibbana)." (Bahiya-sutta)

:"Kesenangan adalah akar dari penderitaan." ("Nandi dukkhassa muulan'ti") [Buddha Gotama dalam Mulapariyaya-sutta]

Kebenaran vipassana ini tidak mungkin dipahami oleh Markosprawira kalau ia bukan pemeditasi vipassana!

*****
MARKOSPRAWIRA:
>
> Dengan 2 kekeliruan fatal diatas, saya tidak akan melanjutkan diskusi dengan
> anda
================================
HUDOYO:
Kekeliruan fatal? ... Fatal buat siapa? ... Buat Anda, kali. :D

Demikianlah sdr Markosprawira, semoga posting ini menyadarkan Anda akan adanya Dhamma yang jauh lebih luas daripada yang Anda pelajari dalam lingkungan tembok sempit Abhidhamma Pitaka.

Salam,
Hudoyo

Ini sekalian saya lengkapi, bro.......... biar jelas juntrungannya kaya apa...... buat yg meragukan bisa lihat di tanggalnya bhw saya reply tgl 12 utk postingan PG tgl 11

Berikut email yg terakhir saya post tapi ga dimasukkan oleh bro morpheus........  :))

Quote
On 8/12/09, markos prawira <markosprawira [at] gmail.com> wrote:

Pak Hud ini sungguh lucu.... Sekarang anda menyebut diri berpegang pada Sutta Pitaka.... semakin lucu saja karena bukankah seharusnya anda "tidak ada konsep"?
 
Apalagi dengan menyebut kehendak yg berbeda pada vinnana dan citta padahal sesungguhnya 2 hal itu sudah jelas merupakan hal yg sama secara Khandha
 
Anda tanya ke anak sekolahan saja, mereka sudah tahu bhw vinnana khandha yg notabene merupakan citta, itu adalah bagian dari Nama atau batin, bukan bagian yg terpisah
 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
Pernyataan diatas sudah jelas merujuk pada Kicca Citta atau Fungsi Citta yg berjumlah 14, tapi bukan berarti ada citta yang berbeda, hanya FUNGSInya saja
 
Wajar kesalah pahaman anda muncul seperti merujuk Vitakka sebagai salah satu jenis pikiran yg notabene merupakan cetasika atau faktor pembentuk batin
 
Dan wajar juga anda menolak Abhidhamma, karena ternyata apa yg menjadi konsep anda, yg dirujuk dari Jiddu runtuh saat dipadukan dengan teori abhidhamma
 
Bahkan dengan sutta saja seperti Ovada Patimokha dan Mahapadana Sutta, yg berisikan INTI ajaran Buddha,  menurut anda mempunyai  konteks yang berbeda dengan vipassana (versi anda tentunya)
Padahal hasil dari sucikan batin tentunya adalah batin yg suci, yaitu para ariya puggala, TIDAK ADA PERTENTANGAN satu dengan lainnya
Hal ini bisa kita lihat dari berbagai sayadaw, ahli meditasi yang berdasar pengalaman mereka, justru semakin menguatkan kesesuaian antara berbagai pitaka dalam Tipitaka, bukannya justru menolaknya
 
Silahkan Anda menyebut saya Moha, yg mana saya akui bhw saya masih banyak moha, namun untuk pernyataan diatas, sangat jelas menunjukkan apa yg anda sebut Krishnamurti - Vipassana anda tidak selaras dengan Tipitaka secara keseluruhan
Bahkan merujuk pada wikipedia padahal pengertian citta sudah jelas jika kita kembali pada Tipitaka secara keseluruhan, bukan cuma mengambil sebagian sutta saja
 
Kalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?
 
Sungguh aneh
 
End of discussion


Ini udah komentar terakhir loh........cukup fair utk bro morpheus?  :D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 13 August 2009, 05:59:24 PM
berulang kali di sini dibicarakan mengenai perilaku, sikap ataupun perbuatan (dalam hal ini tulisan).

sadarkah kita bahwa kita gak akan bisa mengetahui isi hati sesungguhnya hanya dengan membaca tulisan?
kalo sekadar menilai perbuatan / kata dari satu dimensi saja, seorang dokter bedah yg membelah perut terlihat sama dengan seorang pembunuh serial yg juga membelah perut. bisakah kita menilai niat seseorang dari satu dimensi perbuatan saja? bisakah menilai ego seseorang dengan melihat perbuatan saja?

sebuah fakta bahwa di forum ini ada impresi yg berbeda terhadap tulisan yg sama.
sadarkah kita kenapa sebuah tulisan bisa memberikan impresi yg berbeda pada pembaca2nya?
ada pembaca yg merasa biasa2 aja, ada yg merasa ini tingkah laku edan dan ada yg mendapat manfaat...
pernahkah terpikir, mungkin bukan tulisannya, melainkan kondisi batin pembacanya...

bicara masalah ribut. apa itu yg sedang ribut?
tulisannya yg ribut, penulisnya ribut ataukah batin pembacanya yg ribut?


Lalu?

jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?

Tapi kalau member disini, menyindir aja udah dikomentarin macem2?
bahkan sampai ad hominem segala? tapi kalau si meditator yg memaki MOHA, itu menjadi benar?

Terus kalo si meditator meng-cut sesuai kemauan, itu oke aja
tapi kalau member yg mengcut, dibilang informasi disini kurang jujur?

Pls liat juga lah, kalau identitas disindir aja, beliau langsung bilang mendiskreditkan
tapi jadi sah2 aja kalau itu dilakukan beliau

please be fair lah bro........
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 06:03:54 PM
Quote
Kalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?
 
Sungguh aneh
karena wiki lebih hebat dari tipitaka kakakakakakak =)) =)) =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 06:04:55 PM
berulang kali di sini dibicarakan mengenai perilaku, sikap ataupun perbuatan (dalam hal ini tulisan).

sadarkah kita bahwa kita gak akan bisa mengetahui isi hati sesungguhnya hanya dengan membaca tulisan?
kalo sekadar menilai perbuatan / kata dari satu dimensi saja, seorang dokter bedah yg membelah perut terlihat sama dengan seorang pembunuh serial yg juga membelah perut. bisakah kita menilai niat seseorang dari satu dimensi perbuatan saja? bisakah menilai ego seseorang dengan melihat perbuatan saja?

sebuah fakta bahwa di forum ini ada impresi yg berbeda terhadap tulisan yg sama.
sadarkah kita kenapa sebuah tulisan bisa memberikan impresi yg berbeda pada pembaca2nya?
ada pembaca yg merasa biasa2 aja, ada yg merasa ini tingkah laku edan dan ada yg mendapat manfaat...
pernahkah terpikir, mungkin bukan tulisannya, melainkan kondisi batin pembacanya...

bicara masalah ribut. apa itu yg sedang ribut?
tulisannya yg ribut, penulisnya ribut ataukah batin pembacanya yg ribut?


Lalu?

jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?

Tapi kalau member disini, menyindir aja udah dikomentarin macem2?
bahkan sampai ad hominem segala? tapi kalau si meditator yg memaki MOHA, itu menjadi benar?

Terus kalo si meditator meng-cut sesuai kemauan, itu oke aja
tapi kalau member yg mengcut, dibilang informasi disini kurang jujur?

Pls liat juga lah, kalau identitas disindir aja, beliau langsung bilang mendiskreditkan
tapi jadi sah2 aja kalau itu dilakukan beliau

please be fair lah bro........
sebenarnya karena ada AKU/PIKIRAN yang tidak berhenti =)) =)) =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: J.W on 13 August 2009, 06:28:05 PM
Quote
Kalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?

 
Sungguh aneh
karena wiki lebih hebat dari tipitaka kakakakakakak =)) =)) =))

 :o

Tuh statement dari siapa bro ???
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 13 August 2009, 07:45:16 PM
Quote
HUDOYO:
Sekali lagi, yang merasa bisa melihat ASAVA hanyalah melihat bentukan
pikirannya sendiri.

***
perkedel says:
> Ok lah kalau Anda tidak butuh..he..he. Jadi saya tidak repot2 lagi.
> Biar pemirsa yg menilai. Seorang ilmuwan Dhamma sepatutnya
menyelesaikan dilema sampai tuntas kalau perlu sampai ke nara sumbernya lsg.
Memang berbeda orang2 jaman Sang Buddha dan jaman sekarang dalam mengklarifikasi
kebenaran Dhamma.
================================
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Sang Buddha mewariskan kepada kita Kalama-sutta.

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/74262

 [at] anatta :

Kelanjutannya seperti yg saya quote diatas, terlalu banyak alasan. Bahkan menanggap tidak ada lagi nara sumber dhamma. Jadi pantas pandangannya semakin hari semakin kacau. Ini yg disebut dengan Dhamma yg pecah. Tapi mo diapakan....doakan saja agar ia sadar dan kembali ke jalan yg benar. amin
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 07:59:38 PM
Seorang yg berjubah kuning sj tdk bs jadi acuan kehebatan meditasinya apa lagi seseorang yg ngaku2 pewaris asli sang guru tapi kelakuannya tidak mencerminkan kakakakakak
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 13 August 2009, 08:43:18 PM
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Pak Hudoyo yang baik,

Benarkah demikian Pak Hud, apakah Anda benar-benar ingin menemuinya dan
membuktikannya tulus demi kebenaran Dhamma? lalu didiskusikan dengan yg
bersangkutan agar informasinya objektif daripada saya..dan kita cukup sebagai
pendengar....

Kalau boleh tau bagaimana cara Anda menunujukkannya , apakah melalui milis dan
forum? kalau melalui milis dan forum, jelas saya tolak, karena tidak merujuk
pada praktek dan saya tidak mau menggunakan pemikiran saya mengenai pengalaman
orang itu langsung.

Yang pasti ia seorang Bhikkhu jadi sangat tidak mungkin ia ikut milis seperti
Bapak.

Ajakan saya ini bukan suatu kewajiban dan bukan untuk konsumsi perdebatan
seperti dimilis tetapi pembuktian nyata, karena yang saya liat Anda sebagai
praktisi merasa yakin dengan apa yg dialami. Memang kita2 masih kurang
pengalaman. Oleh karena itu saya rujuk pada yg berpengalaman juga. Kalau Anda
setuju maka saya akan persiapkan pertemuan itu.Kalau tidak ya tidak mengapa
juga...he.he

Mettacittena
Perkedel
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Willibordus says :
wah deg-deg-an menunggu jawaban...


Gunadipos says:

Dug....dug......dug.....dug.....dug.......dug......
Benar Bro, aku juga lagi nunggu nich....
Jantung terasa berdetak lebih kuencang.....hehehhe...


HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
=========================================================================================

Kalau saya menjadi Hudoyo, tentunya saya sebagai umat yang akan menemui anggota Sangha. Bukannya malah meminta anggota sangha untuk menemui saya........Hmmm dunia memang sudah jungkir balik! Eh dia umat Buddha gak sih?

Saya jadi teringat masa kanak-kanak, setiap kali ribut ama teman, saya akan selalu bilang: "Hey kamu, kalau  berani kesini!"....lalu teman saya juga bilang:"Kamu kalau emang berani kesini!"........Dasar dunia kanak-kanak. Hanya darrr...derrrr...dorrr saja, tapi gak ada 'realisasi'nya....Jaman emang udah berubah. Kakek-kakek pun menjadi seperti kanak-kanak. =)) =)) =))

Anumodana utk rekan Bond atas posting lamjutannya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 09:37:04 PM
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Pak Hudoyo yang baik,

Benarkah demikian Pak Hud, apakah Anda benar-benar ingin menemuinya dan
membuktikannya tulus demi kebenaran Dhamma? lalu didiskusikan dengan yg
bersangkutan agar informasinya objektif daripada saya..dan kita cukup sebagai
pendengar....

Kalau boleh tau bagaimana cara Anda menunujukkannya , apakah melalui milis dan
forum? kalau melalui milis dan forum, jelas saya tolak, karena tidak merujuk
pada praktek dan saya tidak mau menggunakan pemikiran saya mengenai pengalaman
orang itu langsung.

Yang pasti ia seorang Bhikkhu jadi sangat tidak mungkin ia ikut milis seperti
Bapak.

Ajakan saya ini bukan suatu kewajiban dan bukan untuk konsumsi perdebatan
seperti dimilis tetapi pembuktian nyata, karena yang saya liat Anda sebagai
praktisi merasa yakin dengan apa yg dialami. Memang kita2 masih kurang
pengalaman. Oleh karena itu saya rujuk pada yg berpengalaman juga. Kalau Anda
setuju maka saya akan persiapkan pertemuan itu.Kalau tidak ya tidak mengapa
juga...he.he

Mettacittena
Perkedel
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Willibordus says :
wah deg-deg-an menunggu jawaban...


Gunadipos says:

Dug....dug......dug.....dug.....dug.......dug......
Benar Bro, aku juga lagi nunggu nich....
Jantung terasa berdetak lebih kuencang.....hehehhe...


HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
=========================================================================================

Kalau saya menjadi Hudoyo, tentunya saya sebagai umat yang akan menemui anggota Sangha. Bukannya malah meminta anggota sangha untuk menemui saya........Hmmm dunia memang sudah jungkir balik! Eh dia umat Buddha gak sih?

Saya jadi teringat masa kanak-kanak, setiap kali ribut ama teman, saya akan selalu bilang: "Hey kamu, kalau  berani kesini!"....lalu teman saya juga bilang:"Kamu kalau emang berani kesini!"........Dasar dunia kanak-kanak. Hanya darrr...derrrr...dorrr saja, tapi gak ada 'realisasi'nya....Jaman emang udah berubah. Kakek-kakek pun menjadi seperti kanak-kanak. =)) =)) =))

Anumodana utk rekan Bond atas posting lamjutannya.
mana mau, AKU nya masih ada lho ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 13 August 2009, 10:23:29 PM
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.
==========================================================================================
Hampir sulit dipercaya bahwa ucapan tsb. diatas keluar dari mulut seorang Pandita Buddhis. Inilah hasil nyata dari MMD (Mempertebal Moha dan Dosa). Eh, apakah yang memberi gelar Pandita ke dia tidak mengikuti sepak terjang Hudoyo ya?
Mohon kepada pengasuh forum DC untuk tidak menutup thread ini. Biarlah thread ini menjadi saksi sejarah buat generasi mendatang bahwa masih banyak umat-umat buddha yang berusaha menyadarkan Hudoyo. [-X [-X [-X
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 13 August 2009, 10:32:26 PM
Ini udah komentar terakhir loh........cukup fair utk bro morpheus?  :D
saya gak liat yg ini, kalo gak pasti dimasukin. saya kira anda gak ngelanjutin beneran.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 13 August 2009, 10:50:22 PM
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Pak Hudoyo yang baik,

Benarkah demikian Pak Hud, apakah Anda benar-benar ingin menemuinya dan
membuktikannya tulus demi kebenaran Dhamma? lalu didiskusikan dengan yg
bersangkutan agar informasinya objektif daripada saya..dan kita cukup sebagai
pendengar....

Kalau boleh tau bagaimana cara Anda menunujukkannya , apakah melalui milis dan
forum? kalau melalui milis dan forum, jelas saya tolak, karena tidak merujuk
pada praktek dan saya tidak mau menggunakan pemikiran saya mengenai pengalaman
orang itu langsung.

Yang pasti ia seorang Bhikkhu jadi sangat tidak mungkin ia ikut milis seperti
Bapak.

Ajakan saya ini bukan suatu kewajiban dan bukan untuk konsumsi perdebatan
seperti dimilis tetapi pembuktian nyata, karena yang saya liat Anda sebagai
praktisi merasa yakin dengan apa yg dialami. Memang kita2 masih kurang
pengalaman. Oleh karena itu saya rujuk pada yg berpengalaman juga. Kalau Anda
setuju maka saya akan persiapkan pertemuan itu.Kalau tidak ya tidak mengapa
juga...he.he

Mettacittena
Perkedel
Re: Untuk Fabian - Anda cuma berteori melulu!

Willibordus says :
wah deg-deg-an menunggu jawaban...


Gunadipos says:

Dug....dug......dug.....dug.....dug.......dug......
Benar Bro, aku juga lagi nunggu nich....
Jantung terasa berdetak lebih kuencang.....hehehhe...


HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
=========================================================================================

Kalau saya menjadi Hudoyo, tentunya saya sebagai umat yang akan menemui anggota Sangha. Bukannya malah meminta anggota sangha untuk menemui saya........Hmmm dunia memang sudah jungkir balik! Eh dia umat Buddha gak sih?

Saya jadi teringat masa kanak-kanak, setiap kali ribut ama teman, saya akan selalu bilang: "Hey kamu, kalau  berani kesini!"....lalu teman saya juga bilang:"Kamu kalau emang berani kesini!"........Dasar dunia kanak-kanak. Hanya darrr...derrrr...dorrr saja, tapi gak ada 'realisasi'nya....Jaman emang udah berubah. Kakek-kakek pun menjadi seperti kanak-kanak. =)) =)) =))

Anumodana utk rekan Bond atas posting lamjutannya.

:)) :))

dengar2 sich makin tua makin kayak anak kecil...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 10:53:42 PM
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.
==========================================================================================
Hampir sulit dipercaya bahwa ucapan tsb. diatas keluar dari mulut seorang Pandita Buddhis. Inilah hasil nyata dari MMD (Mempertebal Moha dan Dosa). Eh, apakah yang memberi gelar Pandita ke dia tidak mengikuti sepak terjang Hudoyo ya?
Mohon kepada pengasuh forum DC untuk tidak menutup thread ini. Biarlah thread ini menjadi saksi sejarah buat generasi mendatang bahwa masih banyak umat-umat buddha yang berusaha menyadarkan Hudoyo. [-X [-X [-X
jangan2 yang memberi gelar Pandita adalah Seseorang yang berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya. =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 13 August 2009, 10:54:02 PM
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.
==========================================================================================
Hampir sulit dipercaya bahwa ucapan tsb. diatas keluar dari mulut seorang Pandita Buddhis. Inilah hasil nyata dari MMD (Mempertebal Moha dan Dosa). Eh, apakah yang memberi gelar Pandita ke dia tidak mengikuti sepak terjang Hudoyo ya?
Mohon kepada pengasuh forum DC untuk tidak menutup thread ini. Biarlah thread ini menjadi saksi sejarah buat generasi mendatang bahwa masih banyak umat-umat buddha yang berusaha menyadarkan Hudoyo. [-X [-X [-X

tenang sodara anatta saya cinta kamu kok...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 11:02:48 PM
Quote
Kalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?

 
Sungguh aneh
karena wiki lebih hebat dari tipitaka kakakakakakak =)) =)) =))

 :o

Tuh statement dari siapa bro ???

wah, informasi di sini kurang jujur dan gak seimbang. jawabannya disembunyiin. sampe ad hominem dibawa2.
supaya seimbang, saya copy paste juga ah.

---

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, MARKOSPRAWIRA <markosprawira [at] ...> wrote:
>
> Saya tidak menghilangkan apapun dari mularipayaya, silahkan lihat kembali
> pernyataan saya dibawah :
>
> Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,
======================================
HUDOYO:
Haha ... Anda semakin amburadul!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #2 tidak bicara tentang 'eternalisme'.

Yang tertulis sebagai langkah #2 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#2 "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH.
(Tidak ada masalah 'eternalisme' di sini.)

***

MARKOSPRAWIRA:
> pun sebaliknya jangan berkonsep tidak ada tanah (nihilisme) -> #3
======================================
HUDOYO:
Hehe ... semakin melenceng Anda!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #3 tidak bicara tentang 'nihilisme'.

Yang tertuilis sebagai langkah #3 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#3 "Pa.thaviyaa na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN [DIRINYA] DI DALAM TANAH.

***

MARKOSPRAWIRA:
> kalau anda mau, saya akan quote yg lengkapnya yaitu :
>
> (3)- berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> (4)- berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> (5)- berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> (6)- tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
====================================
HUDOYO:
Tetap saja, langkah #2 tidak Anda masukkan!

MARKOSPRAWIRA:
> Disitu jelas bhw saya salah mengetik angka semata dimana seharusnya
> (2) berhenti mengkonsepsikan tanah sebagai tanah
====================================
HUDOYO:
Lho, di atas Anda bicara tentang ETERNALISME:
"Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,"

Sekarang, Anda mengutip begitu saja langkah #2 dari Mulapariyaya-sutta (entah Anda mengerti atau tidak mengerti maksudnya). Dengan membawa-bawa ETERNALISME dan NIHILISME ke dalam sutta ini, tampak jelas bahwa Anda bukan "salah mengetik angka semata", melainkan ANDA TIDAK MEMAHAMI SAMA SEKALI MAKNA MULAPARIYAYA-SUTTA.

Anda bukan saja tidak memahami makna Mulapariyaya-sutta, tetapi dalam satu posting saja Anda telah mencla-mencle (di atas berkata 'A' di bawah berkata 'B') dan berkeras tidak mengakui ke-MOHA-an Anda!

***

MARKOSPRAWIRA:
>
> sehingga menjadi
> 2. Pathavim Abhinnaya
> berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> 3. Pathavim Na Mannati
> berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> 4. Pathavim Na Meti Mannati
> berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> 5. Pathavim Na Abhinandati
> tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
>
================================
HUDOYO:
Inilah PUNCAK KEAMBURADULAN pemahaman Anda terhadap Mulapariyaya-sutta!
Urutan nomor langkahnya saja sudah salah-salah, apalagi isinya.

Berikut ini adalah kutipan & terjemahan yang betul dari Mulapariyaya-sutta.

(1) "Pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati." ("Ia melihat langsung tanah sebagai tanah.")
(2) "(Pa.thavi.m pa.thavito abhi~n~naaya), pa.thavi.m na ma~n~nati." ("(Setelah melihat langsung tanah sebagai tanah), ia tidak mengkonsepsikan tanah.")
(3) "Pa.thaviya na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya di dalam tanah.")
(4) "Pa.thavito na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya terpisah dari tanah.")
(5) "Pa.thavi.m me' ti na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan, 'Tanah untukku'.")
(6) "Pa.thavi.m naabhinandati." ("Ia tidak bersenang hati dengan tanah.")
(terjemahan: Bhikkhu Bodhi)

Jadi, dalam "versi" Mulapariyaya-sutta Anda, langkah #2 itu tetap salah! Seharusnya: "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - "IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH." (Di sini tidak ada kaitan sama sekali dengan 'eternalisme' atau 'nihilisme' seperti Anda pahami secara salah!)


MARKOSPRAWIRA:
> Saya tidak menutupi apapun, jadi tolonglah dibaca dulu postingan orang lain
> dengan seksama sebelum menuduh macam2
===============================
HUDOYO;
Anda mungkin tidak menutupi apa pun; Anda hanya tidak mengerti apa yang Anda tulis. :D

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Sebaliknya anda yg dengan jelas menghilangkan bagian dimana *anda
> menyebutkan CITTA = BATIN.... padahal BATIN = NAMA, sedangkan Citta adalah
> bagian dari NAMA*
==============================
HUDOYO:
Oh, sampai sekarang saya tetap berpegang 'citta' = 'batin'. :) :)

Anda, sebagai "pakar" Abhidhamma, tentu mengikuti pengertian 'citta' sebagai 'bagian dari NAMA' --yang terdiri dari 'citta', 'cetasika' & 'nibbana', kalau tidak salah. Saya sudah lama meninggalkan ajaran Abhidhamma (yang dulu pernah saya hafalkan), karena saya anggap bukan berasal dari Sang Buddha.

Di sini saya menggunakan pengertian 'citta' dari Sutta Pitaka, yang mempunyai pengertian jauh lebih luas daripada 'citta' yang ada di Abhidhamma. Di dalam Sutta Pitaka, 'citta' dimaknai tumpang tindih (overlapping) dengan 'nama', yang berarti 'keadaan batin' secara keseluruhan.

Di dalam Sutta Pitaka, 'citta', 'mano' & 'vinnana' sering digunakan secara tumpang tindih. 'Citta' mengacu pada 'mindset' atau 'keadaan batin' seseorang. 'Citta' digunakan untuk mengacu pada kualitas batin secara keseluruhan. 'Citta' bukanlah suatu entitas atau suatu proses; mungkin itulah alasan mengapa 'citta' bukan termasuk salah satu 'khandha', dan tidak termasuk rumusan paticca-samuppada.

Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Mencapai 'citta' yang murni sama artinya dengan mencapai pencerahan yang membebaskan. Ini menunjukkan bahwa keadaan batin orang yang bebas tidak memantulkan kegelapan atau kekotoran. Oleh karena hal-hal itu mewakili keterbelengguan, ketiadaannya digambarkan sebagai kebebasan.
[Diringkas dari: Wikipedia]


Dari uraian panjang lebar tentang pemakaian kata 'citta' di dalam Sutta Pitaka ini, tidak salahlah kalau saya menerjemahkan 'citta' dengan 'batin'. Pengertian ini jauh lebih luas daripada pengertian 'citta' di dalam Abhidhamma.

Para bhikkhu hutan di Thailand Utara, mereka sering menggunakan kata 'citta' untuk mengacu pada 'batin' secara keseluruhan (bukan 'citta' dari Abhidhamma, yang bersifat sangat teknis, berbeda dengan cetasika, dengan nibbana dsb). Ini dapat dilihat dalam khotbah-khotbah Ajahn Mahabuwa, Ajahn Man dsb. Sering kali mereka menggambarkan 'citta' yang "murni", "cemerlang" dan "abadi", sehingga Ajahn Mahabuwa, misalnya, sering dikritik mengajarkan 'eternalisme'. Padahal yang beliau ajarkan adalah pengalaman meditasi, yang sudah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3.

Demikianlah Sdr Markosprawira, silakan saja kalau Anda mau membatasi pemahaman Anda tentang citta pada pengertian dalam Abhidhamma, tapi sadarilah bahwa 'citta' mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dalam Sutta Pitaka!

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Apalagi dengan pernyataan anda : *Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU
> --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.*
> yang notabene justru sangat berlawanan sekali dengan *Ovada PAtimokkha dan
> Mapadana Sutta*, yang notabene merupakan *inti ajaran SEMUA Buddha*,
> dari *Buddha
> Vipasi sampai Buddha Gautama*
===============================
HUDOYO:
Di sini terlihat bahwa Anda mempertentangkan DUA KONTEKS dari ajaran Sang Buddha.

Ovada-patimokkha .("Jangan berbuat kejahatan: Perbanyak kebaikan: Sucikan hati & pikiran") adalah ajaran di LEVEL PIKIRAN, di mana terdapat DUALITAS (baik/buruk, boleh/tidak boleh dsb), dan tersirat adanya DIRI, yang harus membuat pilihan moralistik di dalam meniti hidupnya, yang hasilnya akan diterimanya sesuai dengan HUKUM KARMA.

Di lain pihak, ajaran VIPASSANA, sebagaimana terkandung dalam Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta, MENGATASI LEVEL PIKIRAN, sehingga dengan demikian MENGATASI DUALITAS baik/buruk, kusala/akusala, dab, dan MENGATASI DIRI & MENGATASI HUKUM KARMA. Ini jelas dengan ajaran Sang Buddha "Ketika mencerap apa saja 'yang dikenal' (vinnatam), jangan sampai muncul konsepsi tentang 'yang dikenal', jangan sampai timbul aku, yang ingin memiliki 'yang dikenal' & bersenang hati dengan 'yang dikenal'. " (Mulapariyaya-sutta) "Kalau kamu bisa berada di situ, maka KAMU TIDAK ADA LAGI. Itulah, hanya itulah, akhir dukkha (nibbana)." (Bahiya-sutta)

:"Kesenangan adalah akar dari penderitaan." ("Nandi dukkhassa muulan'ti") [Buddha Gotama dalam Mulapariyaya-sutta]

Kebenaran vipassana ini tidak mungkin dipahami oleh Markosprawira kalau ia bukan pemeditasi vipassana!

*****
MARKOSPRAWIRA:
>
> Dengan 2 kekeliruan fatal diatas, saya tidak akan melanjutkan diskusi dengan
> anda
================================
HUDOYO:
Kekeliruan fatal? ... Fatal buat siapa? ... Buat Anda, kali. :D

Demikianlah sdr Markosprawira, semoga posting ini menyadarkan Anda akan adanya Dhamma yang jauh lebih luas daripada yang Anda pelajari dalam lingkungan tembok sempit Abhidhamma Pitaka.

Salam,
Hudoyo

Ini sekalian saya lengkapi, bro.......... biar jelas juntrungannya kaya apa...... buat yg meragukan bisa lihat di tanggalnya bhw saya reply tgl 12 utk postingan PG tgl 11

Berikut email yg terakhir saya post tapi ga dimasukkan oleh bro morpheus........  :))

Quote
On 8/12/09, markos prawira <markosprawira [at] gmail.com> wrote:

Pak Hud ini sungguh lucu.... Sekarang anda menyebut diri berpegang pada Sutta Pitaka.... semakin lucu saja karena bukankah seharusnya anda "tidak ada konsep"?
 
Apalagi dengan menyebut kehendak yg berbeda pada vinnana dan citta padahal sesungguhnya 2 hal itu sudah jelas merupakan hal yg sama secara Khandha
 
Anda tanya ke anak sekolahan saja, mereka sudah tahu bhw vinnana khandha yg notabene merupakan citta, itu adalah bagian dari Nama atau batin, bukan bagian yg terpisah
 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
Pernyataan diatas sudah jelas merujuk pada Kicca Citta atau Fungsi Citta yg berjumlah 14, tapi bukan berarti ada citta yang berbeda, hanya FUNGSInya saja
 
Wajar kesalah pahaman anda muncul seperti merujuk Vitakka sebagai salah satu jenis pikiran yg notabene merupakan cetasika atau faktor pembentuk batin
 
Dan wajar juga anda menolak Abhidhamma, karena ternyata apa yg menjadi konsep anda, yg dirujuk dari Jiddu runtuh saat dipadukan dengan teori abhidhamma
 
Bahkan dengan sutta saja seperti Ovada Patimokha dan Mahapadana Sutta, yg berisikan INTI ajaran Buddha,  menurut anda mempunyai  konteks yang berbeda dengan vipassana (versi anda tentunya)
Padahal hasil dari sucikan batin tentunya adalah batin yg suci, yaitu para ariya puggala, TIDAK ADA PERTENTANGAN satu dengan lainnya
Hal ini bisa kita lihat dari berbagai sayadaw, ahli meditasi yang berdasar pengalaman mereka, justru semakin menguatkan kesesuaian antara berbagai pitaka dalam Tipitaka, bukannya justru menolaknya
 
Silahkan Anda menyebut saya Moha, yg mana saya akui bhw saya masih banyak moha, namun untuk pernyataan diatas, sangat jelas menunjukkan apa yg anda sebut Krishnamurti - Vipassana anda tidak selaras dengan Tipitaka secara keseluruhan
Bahkan merujuk pada wikipedia padahal pengertian citta sudah jelas jika kita kembali pada Tipitaka secara keseluruhan, bukan cuma mengambil sebagian sutta saja
 
Kalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?
 
Sungguh aneh
 
End of discussion


Ini udah komentar terakhir loh........cukup fair utk bro morpheus?  :D

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 13 August 2009, 11:10:59 PM
Lalu?

jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?

Tapi kalau member disini, menyindir aja udah dikomentarin macem2?
bahkan sampai ad hominem segala? tapi kalau si meditator yg memaki MOHA, itu menjadi benar?

Terus kalo si meditator meng-cut sesuai kemauan, itu oke aja
tapi kalau member yg mengcut, dibilang informasi disini kurang jujur?

Pls liat juga lah, kalau identitas disindir aja, beliau langsung bilang mendiskreditkan
tapi jadi sah2 aja kalau itu dilakukan beliau

please be fair lah bro........
jangan esmosi dulu bang...

pak hudoyo dan anda itu setara di mata pembaca.

saya melihat anda berdua masih dalam batasan diskusi kok (walaupun kadang kurang nyambung, kadang sama sekali gak nyambung). cuman diskusi anda berdua udah mentok, ada yg gak bisa dimengerti.

mengenai dhamma bukan dhamma, itu kan opini. semua orang bebas mengeluarkan opininya. anda boleh bilang mmd sesat selama anda mengeluarkan alasannya dan pak hudoyo sah2 aja bilang yg ini dhamma yg ini bukan dhamma. anda berdua babarkan aja semua barang jualannya, biarkan pembaca yg menilai sendiri...

sebenernya kalo bicara arenanya, tentu saja di sini berat sebelah. lah wong orangnya gak ada, gak bisa membela diri, dikasih segala macam posting rame2 mulai dari yg ada argumennya sampe yg ad hominem plus sindiran2 gak bermutu. gak adil kan? tentunya ini perlu diseimbangkan....

di sini sudah banyak opini yg kontra pak hudoyo. saya juga boleh dong beropini yg sebaliknya dengan jujur kan?

seperti yg saya bilang sebelumnya, kita tidak bisa menilai isi hati orang lain dari tulisan.
faktanya tulisan yg sama bisa ditangkap secara berbeda oleh pembaca di sini.
jadi mungkin saja bukan tulisannya yg ribut, melainkan batin pembacanya yg ribut...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 13 August 2009, 11:15:30 PM
Lalu?

jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?

Tapi kalau member disini, menyindir aja udah dikomentarin macem2?
bahkan sampai ad hominem segala? tapi kalau si meditator yg memaki MOHA, itu menjadi benar?

Terus kalo si meditator meng-cut sesuai kemauan, itu oke aja
tapi kalau member yg mengcut, dibilang informasi disini kurang jujur?

Pls liat juga lah, kalau identitas disindir aja, beliau langsung bilang mendiskreditkan
tapi jadi sah2 aja kalau itu dilakukan beliau

please be fair lah bro........
jangan esmosi dulu bang...

pak hudoyo dan anda itu setara di mata pembaca.

saya melihat anda berdua masih dalam batasan diskusi kok (walaupun kadang kurang nyambung, kadang sama sekali gak nyambung). cuman diskusi anda berdua udah mentok, ada yg gak bisa dimengerti.

mengenai dhamma bukan dhamma, itu kan opini. semua orang bebas mengeluarkan opininya. anda boleh bilang mmd sesat selama anda mengeluarkan alasannya dan pak hudoyo sah2 aja bilang yg ini dhamma yg ini bukan dhamma. anda berdua babarkan aja semua barang jualannya, biarkan pembaca yg menilai sendiri...

sebenernya kalo bicara arenanya, tentu saja di sini berat sebelah. lah wong orangnya gak ada, gak bisa membela diri, dikasih segala macam posting rame2 mulai dari yg ada argumennya sampe yg ad hominem plus sindiran2 gak bermutu. gak adil kan? tentunya ini perlu diseimbangkan....

di sini sudah banyak opini yg kontra pak hudoyo. saya juga boleh dong beropini yg sebaliknya dengan jujur kan?

seperti yg saya bilang sebelumnya, kita tidak bisa menilai isi hati orang lain dari tulisan.
faktanya tulisan yg sama bisa ditangkap secara berbeda oleh pembaca di sini.
jadi mungkin saja bukan tulisannya yg ribut, melainkan batin pembacanya yg ribut...
Sebenernya Pa Hudoyo suka ngintip2 kesini koq, mungkin karena suatu hal dia gak bisa posting di sini ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 13 August 2009, 11:24:09 PM
HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
saya ngeliatnya begini:
ada christian yg bilang ke atheis bilang bahwa tuhan itu ada. atheis gak percaya dan minta si christian menunjukkan siapa yg pernah ngeliat tuhan. si christian bilang pendetanya bisa liat. si atheis minta pendetanya diajak datang ke rumah.

dalam hal ini yg berkepentingan adalah si christian yg pengen meyakinkan si atheis.
masa si atheis yg harus ke tempat si christian?
kalo dianalogikan begini, sounds fair enough?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 13 August 2009, 11:42:33 PM
tempat umum sich lebih fair kan sama2 ada kepentingan
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Indra on 13 August 2009, 11:46:29 PM
HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
saya ngeliatnya begini:
ada christian yg bilang ke atheis bilang bahwa tuhan itu ada. atheis gak percaya dan minta si christian menunjukkan siapa yg pernah ngeliat tuhan. si christian bilang pendetanya bisa liat. si atheis minta pendetanya diajak datang ke rumah.

dalam hal ini yg berkepentingan adalah si christian yg pengen meyakinkan si atheis.
masa si atheis yg harus ke tempat si christian?
kalo dianalogikan begini, sounds fair enough?


sepertinya contoh kasus anda salah bro,
saya justru melihat si atheist lah yg meminta pembuktian bukan si christian yang menawarkan.
dengan kata lain, si atheist lah yang berkepentingan karena meminta duluan.

hanya saja, dalam kasus ini si atheist tidak sungguh2 minta pembuktian, hanya sekedar gertakan, yg kalau dilayani oleh si crhistian maka si atheist akan menggunakan jurus berkelit lain
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 13 August 2009, 11:55:32 PM
sepertinya contoh kasus anda salah bro,
saya justru melihat si atheist lah yg meminta pembuktian bukan si christian yang menawarkan.
dengan kata lain, si atheist lah yang berkepentingan karena meminta duluan.

hanya saja, dalam kasus ini si atheist tidak sungguh2 minta pembuktian, hanya sekedar gertakan, yg kalau dilayani oleh si crhistian maka si atheist akan menggunakan jurus berkelit lain
om indra, saya ngeliatnya begini: si atheis kan yg gak percaya. si christian kan yg percaya. yg percaya itu yg berkepentingan membuktikan dong. masa yg gak percaya yg membuktikan? kebalik kan?

kalo anda pernah ngomong ama christian fanatik, skenarionya kayak gini:
  christian: tuhan guwa itu ada
  anda: tuhan loe itu gak ada. buktikan kalo tuhan loe itu ada!
  christian: ah, gak. loe buktikan tuhan guwa itu gak ada!
  anda: loh, kok???

kebalik kan? yg berkepentingan dan berusaha membuktikan ya si christian dong... masak anda yg harus repot?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 14 August 2009, 12:15:08 AM
sepertinya contoh kasus anda salah bro,
saya justru melihat si atheist lah yg meminta pembuktian bukan si christian yang menawarkan.
dengan kata lain, si atheist lah yang berkepentingan karena meminta duluan.

hanya saja, dalam kasus ini si atheist tidak sungguh2 minta pembuktian, hanya sekedar gertakan, yg kalau dilayani oleh si crhistian maka si atheist akan menggunakan jurus berkelit lain
om indra, saya ngeliatnya begini: si atheis kan yg gak percaya. si christian kan yg percaya. yg percaya itu yg berkepentingan membuktikan dong. masa yg gak percaya yg membuktikan? kebalik kan?

kalo anda pernah ngomong ama christian fanatik, skenarionya kayak gini:
  christian: tuhan guwa itu ada
  anda: tuhan loe itu gak ada. buktikan kalo tuhan loe itu ada!
  christian: ah, gak. loe buktikan tuhan guwa itu gak ada!
  anda: loh, kok???

kebalik kan? yg berkepentingan dan berusaha membuktikan ya si christian dong... masak anda yg harus repot?


Ini salah satu sikap yang menunjukkan tidak tahu atau tidak mau tahu tentang isi Tipitaka.

Adalah satu itikad baik di mana seorang non-petapa datang pada seorang bhikkhu untuk berdiskusi. Bukannya seorang bhikkhu yang datang pada seorang non-petapa. Sikap 'meminta' bhikkhu untuk datang ini menunjukkan kalau hal itu merupakan wujud ketidak-hormatan pada anggota Sangha.

Ini bukan perosalan "siapa cari buku harus datang ke toko buku". Ini adalah perihal socializing, ini perihal tata krama, dan ini adalah satu barometer untuk melihat seberapa tinggi tingkat kebijaksanaan dan kedewasaan seseorang.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 14 August 2009, 12:19:33 AM
Quote
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 07:05:36 AM
Quote
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.
yang pasti narasumber Dhamma paling hebat versinya hanyalah J. Krishnamurti seorang =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 14 August 2009, 07:43:30 AM
 :lotus:
HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
saya ngeliatnya begini:
ada christian yg bilang ke atheis bilang bahwa tuhan itu ada. atheis gak percaya dan minta si christian menunjukkan siapa yg pernah ngeliat tuhan. si christian bilang pendetanya bisa liat. si atheis minta pendetanya diajak datang ke rumah.

dalam hal ini yg berkepentingan adalah si christian yg pengen meyakinkan si atheis.
masa si atheis yg harus ke tempat si christian?
kalo dianalogikan begini, sounds fair enough?


 [at]  Morpheus: Anda memakai contoh pertentangan yg terjadi antara Christian dan non-Christian (si atheis). Nah, kasus Hudoyo ini lain bung! Dia ini 'mengaku' umat Buddha tapi mengajarkan ajaran yang menyesatkan umat Buddha. Karena dia ini memang umat Buddha maka tepatlah apa yg dikatakan oleh rekan Upasaka bahwa non-pertapa harus mendatangi bhikkhu.

Permasalahan akan selesai kalau dia ini bukan umat Buddha. Kita tentunya tidak akan mempermasalahkan dia lagi kalau dia menyatakan bahwa dia bukan umat Buddha. (Dalam hal ini, seperti kata anda, maka fair enough utk meminta bhikkhu mendatangi Hudoyo si 'atheis').

Tetapi yang terjadi adalah bahwa kemana-mana dia berkoar-koar 'mengajarkan 'dhamma' yang pada kenyataannya hanyalah menyesatkan banyak orang. Untuk itulah kita, umat buddha, membutuhkan kawan-kawan yang bisa memberikan informasi yang benar ttg apa itu Dhamma; yg bisa menunjukkan 'penyimpangan2' ajaran Hudoyo. Nah, disinilah letak pentingnya forum DC ini. Makanya saya minta thread ini, demi kepentingan umat Buddha, jangan ditutup. Kita berharap teman2 disini akan selalu membahas pendapat2 Hudoyo, sehingga buat umat2 Buddha yg masih 'hijau' bisa mengerti apa sesungguhnya ajaran Buddha seperti yg ada si Tipitaka (bukannya Tisutta seperti yang Hudoyo ajarkan!)

Kalau dibilang forum ini gak seimbang..., saya rasa gak betul juga. Karena pada kenyataannya kita disini membahas pendapat2 yg dilontarkan Hudoyo, meskipun dalam bentuk copas saja. Terlebih lagi, seperti kata rekan Ryu, Hudoyo itu sering ngintip2 kesini (dan blog2 yang lain) kok. Jadi biarlah komunikasi kita dg Hudoyo terjadi dengan model yang begini. Karena forum ini mempunyai tugas yang jauh lebih penting daripada hanya menyadarkan seorang Hudoyo, yaitu ingin memberikan pengertian yang benar kepada anggotanya.

Jadi bung Morpheus, kita umat Buddha ini sudah mempunyai 'mainstream' tersendiri, yakni tipitaka. Memang benar bahwa SB mengajarkan Kalama Sutta, tetapi -- kepada Hudoyo -- tolong pelajari sutta itu dengan baik, dari awal sampai akhir sutta, termasuk latar belakang diajarkannya sutta tersebut.

Semoga semua mahluk berbahagia. :lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 14 August 2009, 08:38:12 AM
Thanks bro Anata atas posting yg segar-menyegarkan...

seperti pepatah mengatakan "Silent is GOLD"
begitu juga MMD bilang tinggalkan semua yg anda pelajaran

jadi

just keep it silent and do the meditation.

Bisakah bro beri pandangan/hubungan mengenai meditasi dan ajaran Buddha (4KM, 8J) ?

thanks sebelumnya


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 14 August 2009, 08:43:36 AM
Mengenai tanggapan Bro Morphesu atas postingan saya (mungkin juga thp postingan2 rekan yg lain) bahwa jangan kita menilai Pak Hudoyo dari tulisannya doang krn belum tentu dia begitu....

berikut postingan Bro Morph:

berulang kali di sini dibicarakan mengenai perilaku, sikap ataupun perbuatan (dalam hal ini tulisan).

sadarkah kita bahwa kita gak akan bisa mengetahui isi hati sesungguhnya hanya dengan membaca tulisan?
.......bisakah menilai ego seseorang engan melihat perbuatan saja ?

sebuah fakta bahwa di forum ini ada impresi yg berbeda terhadap tulisan yg sama.

bicara masalah ribut. apa itu yg sedang ribut?
tulisannya yg ribut, penulisnya ribut ataukah batin pembacanya yg ribut?


Ya tentu saja BISA Bro Morph...
Berikut, Bro telah melakukannya.. menilai emosi seseorang hanya dari tulisannya..

Lalu?
jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?
...

jangan esmosi dulu bang...


Terbukti bahwa kita bisa menilai seseorang dari perkataan dan perbuatannya (tulisannya)
Terbukti bahwa wajar dan sah2 saja bagi kita untuk menilai sikap batin (emosi) seseorang dalam berdiskusi.

Jika ada seorang yg berani mengaku MASTER dan berani MENGKRITIK AJARAN BESAR. Ya, wajar dan sah2 saja orang-orang akan menyerbu beliau dgn berbagai macam pertanyaan, pengetesan, perdebatan atas TEORI yg ditawarkannya. Jika TEORInya lemah, pasti akan terjadi silat lidah yg tidak sehat seperti: Kalian melakukan penyerangan terhadap saya, Jangan menilai pribadi saya, dsbnya.... Justru, Seorang MASTER SPIRITUAL HARUS DINILAI DARI PERILAKUNYA, BUKAN HANYA DARI TEORINYA.

Jika ia berani menunjukkan suatu teori dan mendobrak tradisi lama, maka ia harus dapat menunjukkan bahwa teori dia tsb memang ampuh, paling tidak pada dirinya sendiri...

::

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 14 August 2009, 08:48:32 AM
Adalah satu itikad baik di mana seorang non-petapa datang pada seorang bhikkhu untuk berdiskusi. Bukannya seorang bhikkhu yang datang pada seorang non-petapa. Sikap 'meminta' bhikkhu untuk datang ini menunjukkan kalau hal itu merupakan wujud ketidak-hormatan pada anggota Sangha.

Ini bukan perosalan "siapa cari buku harus datang ke toko buku". Ini adalah perihal socializing, ini perihal tata krama, dan ini adalah satu barometer untuk melihat seberapa tinggi tingkat kebijaksanaan dan kedewasaan seseorang.
ini adalah perbedaan nilai. memang dalam tradisi theravada orthodox, role bhante itu teramat sakral sampai sedemikian dipujanya (baca the broken buddha karangan s. dhammika untuk mengerti betapa sakralnya role bhante di srilangka dan thailand. kayaknya juga di indonesia sih).

pendapat saya, kesakralan ini berefek kurang sehat (lagi2 dari buku the broken buddha dan pengamatan saya sendiri) dan seharusnya dikembalikan ke tempat yg seharusnya (desakralisasi seperti yg kita lihat pada tradisi buddhism lain). bisakah kita memandang bhante itu sebagai individual, seperti anda dan saya, yg sedang memfokuskan diri pada pencarian spiritual. itu saja, tanpa embel2 lain...

saya melihat role bhante di theravada orthodox mirip seperti brahmin di hindu. hanya brahmin yg boleh menyentuh dan mempelajari veda, karenanya yg selain brahmin (ksatria, sudra, dll) harus melayani dan membela brahmin karena hanya brahmin lah yg mempunyai "hubungan" khusus dengan dewa... tentunya ini tidak berlaku dalam buddhism dan harus dirubah. semua bisa saja mempelajari buddha dhamma dan bhikkhu adalah orang yg fokus pada spiritual dengan menjalani peraturan vinaya...

jadi saya pikir apa salahnya bhante dan orang awam bercakap2 tanpa dinding pemisah sakralisasi...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 14 August 2009, 08:50:22 AM
jadi

just keep it silent and do the meditation.

Bisakah bro beri pandangan/hubungan mengenai meditasi dan ajaran Buddha (4KM, 8J) ?

thanks sebelumnya


IMO,
Meditasi dan JMB-8 tidak terlalu berkaitan secara nyata..
Tapi MENGIKIS DUKKHA berkaitan sekali dengan JMB-8

Kalau MMD hanya sekedar untuk bermeditasi menenangkan diri sih sah2 aja meng-emohi JMB-8.
Tapi jika menyatakan MMD adalah untuk memotong kilesa, maka tidak akan bisa lari dari Ajaran (Tipitaka)  secara lengkap.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 08:54:23 AM
Adalah satu itikad baik di mana seorang non-petapa datang pada seorang bhikkhu untuk berdiskusi. Bukannya seorang bhikkhu yang datang pada seorang non-petapa. Sikap 'meminta' bhikkhu untuk datang ini menunjukkan kalau hal itu merupakan wujud ketidak-hormatan pada anggota Sangha.

Ini bukan perosalan "siapa cari buku harus datang ke toko buku". Ini adalah perihal socializing, ini perihal tata krama, dan ini adalah satu barometer untuk melihat seberapa tinggi tingkat kebijaksanaan dan kedewasaan seseorang.
ini adalah perbedaan nilai. memang dalam tradisi theravada orthodox, role bhante itu teramat sakral sampai sedemikian dipujanya (baca the broken buddha karangan s. dhammika untuk mengerti betapa sakralnya role bhante di srilangka dan thailand. kayaknya juga di indonesia sih).

pendapat saya, kesakralan ini berefek kurang sehat (lagi2 dari buku the broken buddha dan pengamatan saya sendiri) dan seharusnya dikembalikan ke tempat yg seharusnya (desakralisasi seperti yg kita lihat pada tradisi buddhism lain). bisakah kita memandang bhante itu sebagai individual, seperti anda dan saya, yg sedang memfokuskan diri pada pencarian spiritual. itu saja, tanpa embel2 lain...

saya melihat role bhante di theravada orthodox mirip seperti brahmin di hindu. hanya brahmin yg boleh menyentuh dan mempelajari veda, karenanya yg selain brahmin (ksatria, sudra, dll) harus melayani dan membela brahmin karena hanya brahmin lah yg mempunyai "hubungan" khusus dengan dewa... tentunya ini tidak berlaku dalam buddhism dan harus dirubah. semua bisa saja mempelajari buddha dhamma dan bhikkhu adalah orang yg fokus pada spiritual dengan menjalani peraturan vinaya...

jadi saya pikir apa salahnya bhante dan orang awam bercakap2 tanpa dinding pemisah sakralisasi...

perbedaannya mungkin adlh anggota sangha sebisa mungkin menghindari perdebatan yang tidak berguna sedangkan orang awam tuh senang berdebat yang tidak berguna =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 14 August 2009, 09:01:54 AM
[at]  Morpheus: Anda memakai contoh pertentangan yg terjadi antara Christian dan non-Christian (si atheis). Nah, kasus Hudoyo ini lain bung! Dia ini 'mengaku' umat Buddha tapi mengajarkan ajaran yang menyesatkan umat Buddha. Karena dia ini memang umat Buddha maka tepatlah apa yg dikatakan oleh rekan Upasaka bahwa non-pertapa harus mendatangi bhikkhu.
bang anatta, penilaian menyesatkan atau tidak itu adalah opini dan opini itu sifatnya subjektif...
nyatanya ada pembaca yg menilai tulisan pak hudoyo itu biasa2 aja...

Tetapi yang terjadi adalah bahwa kemana-mana dia berkoar-koar 'mengajarkan 'dhamma' yang pada kenyataannya hanyalah menyesatkan banyak orang.
setahu saya pak hudoyo ngomong dia adalah pengajar vipassana, bukan pengajar agama buddha...
gak bener tuh yg anda bilang. pintu terbuka lebar untuk menolak apa yg dia tulis...


Untuk itulah kita, umat buddha, membutuhkan kawan-kawan yang bisa memberikan informasi yang benar ttg apa itu Dhamma; yg bisa menunjukkan 'penyimpangan2' ajaran Hudoyo.
"informasi benar" itu subjektif. bagi sebagian orang bisa saja dianggap informasi benar, sebagian lain merasa ini gak benar.
perbedaan pendapat adalah hal yg wajar. yg gak wajar itu gara2 berbeda pendapat lalu melakukan penyerangan pribadi dan ad hominem.
bisakah kita membiarkan pembaca yg menilai sendiri tanpa memakai penyerangan pribadi?

Nah, disinilah letak pentingnya forum DC ini. Makanya saya minta thread ini, demi kepentingan umat Buddha, jangan ditutup. Kita berharap teman2 disini akan selalu membahas pendapat2 Hudoyo, sehingga buat umat2 Buddha yg masih 'hijau' bisa mengerti apa sesungguhnya ajaran Buddha seperti yg ada si Tipitaka (bukannya Tisutta seperti yang Hudoyo ajarkan!)
silakan bang. itu hal yg bagus selama dilakukan dengan fair dan jujur...

Kalau dibilang forum ini gak seimbang..., saya rasa gak betul juga. Karena pada kenyataannya kita disini membahas pendapat2 yg dilontarkan Hudoyo, meskipun dalam bentuk copas saja. Terlebih lagi, seperti kata rekan Ryu, Hudoyo itu sering ngintip2 kesini (dan blog2 yang lain) kok. Jadi biarlah komunikasi kita dg Hudoyo terjadi dengan model yang begini. Karena forum ini mempunyai tugas yang jauh lebih penting daripada hanya menyadarkan seorang Hudoyo, yaitu ingin memberikan pengertian yang benar kepada anggotanya.
tadinya forum ini adem ayem kok, sampai ada copas yg dibawa ke forum ini... padahal orangnya gak ada.
kalo dibilang seimbang sih, jelas ngaco. coba itung jumlah member yg kontra berapa biji... tanpa pembelaan diri dari yg bersangkutan.

Jadi bung Morpheus, kita umat Buddha ini sudah mempunyai 'mainstream' tersendiri, yakni tipitaka. Memang benar bahwa SB mengajarkan Kalama Sutta, tetapi -- kepada Hudoyo -- tolong pelajari sutta itu dengan baik, dari awal sampai akhir sutta, termasuk latar belakang diajarkannya sutta tersebut.
agak salah alamat kalo anda menulis di sini. mendingan langsung ke samaggi phala. orangnya di sana.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 14 August 2009, 09:20:07 AM
Terbukti bahwa kita bisa menilai seseorang dari perkataan dan perbuatannya (tulisannya)
Terbukti bahwa wajar dan sah2 saja bagi kita untuk menilai sikap batin (emosi) seseorang dalam berdiskusi.
kata2 itu adalah ekspresi saya dalam berkomunikasi karena saya menganggap om markos sebagai teman. saya tidak menilai isi hati om markos.
anda mempermasalahkan hal kecil sampai2 menghubungkan yg saya maksud dengan ekspresi percakapan saya.

Jika ada seorang yg berani mengaku MASTER dan berani MENGKRITIK AJARAN BESAR. Ya, wajar dan sah2 saja orang-orang akan menyerbu beliau dgn berbagai macam pertanyaan, pengetesan, perdebatan atas TEORI yg ditawarkannya. Jika TEORInya lemah, pasti akan terjadi silat lidah yg tidak sehat seperti: Kalian melakukan penyerangan terhadap saya, Jangan menilai pribadi saya, dsbnya.... Justru, Seorang MASTER SPIRITUAL HARUS DINILAI DARI PERILAKUNYA, BUKAN HANYA DARI TEORINYA.

Jika ia berani menunjukkan suatu teori dan mendobrak tradisi lama, maka ia harus dapat menunjukkan bahwa teori dia tsb memang ampuh, paling tidak pada dirinya sendiri...
silakan serbu dengan berbagai pertanyaan dan argumen.
anda benar, sangat wajar. yg gak wajar itu penyerangan pribadi dan ad hominem...

soal perilaku, saya tetap berpendapat kita tidak bisa menilai batin orang lain dari tulisannya...
yg namanya penilaian perilaku itu sangat subjektif, tergantung kacamata pemirsanya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 14 August 2009, 09:33:13 AM
Mengenai tanggapan Bro Morphesu atas postingan saya (mungkin juga thp postingan2 rekan yg lain) bahwa jangan kita menilai Pak Hudoyo dari tulisannya doang krn belum tentu dia begitu....

berikut postingan Bro Morph:

berulang kali di sini dibicarakan mengenai perilaku, sikap ataupun perbuatan (dalam hal ini tulisan).

sadarkah kita bahwa kita gak akan bisa mengetahui isi hati sesungguhnya hanya dengan membaca tulisan?
.......bisakah menilai ego seseorang engan melihat perbuatan saja ?

sebuah fakta bahwa di forum ini ada impresi yg berbeda terhadap tulisan yg sama.

bicara masalah ribut. apa itu yg sedang ribut?
tulisannya yg ribut, penulisnya ribut ataukah batin pembacanya yg ribut?


Ya tentu saja BISA Bro Morph...
Berikut, Bro telah melakukannya.. menilai emosi seseorang hanya dari tulisannya..

Lalu?
jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?
...

jangan esmosi dulu bang...


Terbukti bahwa kita bisa menilai seseorang dari perkataan dan perbuatannya (tulisannya)
Terbukti bahwa wajar dan sah2 saja bagi kita untuk menilai sikap batin (emosi) seseorang dalam berdiskusi.

Jika ada seorang yg berani mengaku MASTER dan berani MENGKRITIK AJARAN BESAR. Ya, wajar dan sah2 saja orang-orang akan menyerbu beliau dgn berbagai macam pertanyaan, pengetesan, perdebatan atas TEORI yg ditawarkannya. Jika TEORInya lemah, pasti akan terjadi silat lidah yg tidak sehat seperti: Kalian melakukan penyerangan terhadap saya, Jangan menilai pribadi saya, dsbnya.... Justru, Seorang MASTER SPIRITUAL HARUS DINILAI DARI PERILAKUNYA, BUKAN HANYA DARI TEORINYA.

Jika ia berani menunjukkan suatu teori dan mendobrak tradisi lama, maka ia harus dapat menunjukkan bahwa teori dia tsb memang ampuh, paling tidak pada dirinya sendiri...

::



Anumodana utk rekan Williamhalim atas penjelasannya. Memang Hudoyo dan 'fans' nya sering memakai 'standard ganda' yang demikian itu. Melarang sesuatu tapi melakukannya sendiri. Berkata A tapi bertindak B. Menganjurkan PIKIRAN BERHENTI tapi selalu mengajak PIKIRANNYA SENDIRI BERJUMPALITAN KESANA KEMARI. Ini adalah salah satu ciri 'mental-disorder!'.

Untuk menunjukkan kesimpang siuran cara berpikir master MMD, saya copas kan omongan Hudoyo di salah satu FB : "If You Meet the Buddha on the Road, Kill Him!" tertanggal 30 Juli 2009.

Hudoyo HupudioItulah maksud dari "Bunuh Buddha" yang dilontarkan oleh Master Zen itu, dan dijelaskan oleh Andikha Rama Wiputra.

Jangan pernah punya perasaan bahwa pengetahuan Anda tentang Buddha, Dhamma & Sangha sudah benar, SELAMA ANDA MASIH PUTHUJJANA. Apalagi lalu mencap orang lain yang berbeda pendapat dengan Anda sebagai 'SALAH/MENYIMPANG". Kalau begitu, jelas Andalah yang salah!Karena di dalam setiap pikiran kita selalu ada aku yang ingin memiliki atau menolak apa yang kita cerap.
TIDAK ADA SAMMA-DITTHI dalam batin seorang puthujjana. Camkan itu. Kalau sudah ada samma-ditthi, maka ia sudah menjadi ariya.
July 30 at 3:56pm

Hudoyo HupudioNamanya juga ARIYA-atthangika-magga!
July 30 at 3:59pm
=========================================================================================================
....(Jangan pernah punya perasaan bahwa pengetahuan Anda tentang Buddha, Dhamma & Sangha sudah benar, SELAMA ANDA MASIH PUTHUJJANA. Apalagi lalu mencap orang lain yang berbeda pendapat dengan Anda sebagai 'SALAH/MENYIMPANG". Kalau begitu, jelas Andalah yang salah!)....Nah, Hudoyo ini memposisikan dirinya sebagai apa? Kalau dia Puthujjana (karena saya yakin kalau dia itu  bukan Ariya. Salah satu ciri ariya adalah bahwa dia mempunyai keyakinan yang teguh terhadap Tiratana, sedangkan kita semua tahu bahwa Hudoyo tidak mempunyai itu!) kenapa dia ngotot dan begitu keras kepalanya bekoar-koar bahwa ajaran dan pemahaman dia tentang Tisutta itu sudah benar?? Lebih lanjut lagi, dia  tidak menyetujui sikap saling menyalahkan, tetapi kenyataannya dia sendiri juga menyalahkan orang........CAPEK DEHHHHH..... =)) =)) =))

 [at]  Johan3000: Pertanyaan anda sudah dijawab dengan panjang lebar oleh rekan-rekan di thread ini. Silakan cari postingan-postingan sebelumnya. Jadi saya tidak perlu mengulanginya lagi.

Semoga semua mahluk berbahagia.  ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 14 August 2009, 09:47:32 AM

soal perilaku, saya tetap berpendapat kita tidak bisa menilai batin orang lain dari tulisannya...
yg namanya penilaian perilaku itu sangat subjektif, tergantung kacamata pemirsanya.

PERILAKU adalah Cerminan Batin, mula2 sih bisa disamarkan, tapi semakin didobrak dan dipicu, lama kelamaan akan keluar sifat aslinya... <--- ini yg sy amati dari Master MMD

TEORI adalah permainan intelektual, tidak bisa dijadikan pedoman. Teori bisa dibuat seindah mungkin.... TEORI bisa dibuat sematematis mungkin.

Bagi kita semua putthujana, sah2 saja bagi kita beragumen Teori disini (praktek kita sih jangan ditanya :))).

Tapi jika seoang Master sudah hadir, dia harus menunjukkan kaliber 'master' nya tsb... seorang 'MASTER' bukanlah seorang putthujana biasa lagi... Seorang MASTER -yg berani membawa Konsepnya sendiri, yg bahkan berani mendobrak konsep lama- jelas harus mempunyai kualitas batin yg berbeda... Seorang MASTER adalah orang yg selaras antara TEORI n PERILAKU.

Inilah yg membedakan seorang MASTER dan MURID (putthujana).

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 14 August 2009, 09:54:37 AM
Adalah satu itikad baik di mana seorang non-petapa datang pada seorang bhikkhu untuk berdiskusi. Bukannya seorang bhikkhu yang datang pada seorang non-petapa. Sikap 'meminta' bhikkhu untuk datang ini menunjukkan kalau hal itu merupakan wujud ketidak-hormatan pada anggota Sangha.

Ini bukan perosalan "siapa cari buku harus datang ke toko buku". Ini adalah perihal socializing, ini perihal tata krama, dan ini adalah satu barometer untuk melihat seberapa tinggi tingkat kebijaksanaan dan kedewasaan seseorang.
ini adalah perbedaan nilai. memang dalam tradisi theravada orthodox, role bhante itu teramat sakral sampai sedemikian dipujanya (baca the broken buddha karangan s. dhammika untuk mengerti betapa sakralnya role bhante di srilangka dan thailand. kayaknya juga di indonesia sih).

pendapat saya, kesakralan ini berefek kurang sehat (lagi2 dari buku the broken buddha dan pengamatan saya sendiri) dan seharusnya dikembalikan ke tempat yg seharusnya (desakralisasi seperti yg kita lihat pada tradisi buddhism lain). bisakah kita memandang bhante itu sebagai individual, seperti anda dan saya, yg sedang memfokuskan diri pada pencarian spiritual. itu saja, tanpa embel2 lain...

saya melihat role bhante di theravada orthodox mirip seperti brahmin di hindu. hanya brahmin yg boleh menyentuh dan mempelajari veda, karenanya yg selain brahmin (ksatria, sudra, dll) harus melayani dan membela brahmin karena hanya brahmin lah yg mempunyai "hubungan" khusus dengan dewa... tentunya ini tidak berlaku dalam buddhism dan harus dirubah. semua bisa saja mempelajari buddha dhamma dan bhikkhu adalah orang yg fokus pada spiritual dengan menjalani peraturan vinaya...

jadi saya pikir apa salahnya bhante dan orang awam bercakap2 tanpa dinding pemisah sakralisasi...

perbedaannya mungkin adlh anggota sangha sebisa mungkin menghindari perdebatan yang tidak berguna sedangkan orang awam tuh senang berdebat yang tidak berguna =))

Bhikkhu yang bijak seharusnya tidak lagi memusingkan urusan duniawi. Mereka seharusnya melepaskan segala bentuk sifat duniawi. Lantas apa gunanya bhikkhu datang dan berdiskusi, seolah sedang mempromosikan pandangannya sebagai produk marketing saja.

Dan adalah kesalahan cara pandang sebagian Umat Buddha (saya lihat Anda juga termasuk di sini), untuk memperlakukan bhikkhu dengan ekstrim; yakni "disakralkan" atau pun "dianggap sederajad". Untuk masalah ini, tidak perlu kita bahas di sini.

Kembali ke permasalahan awal... Ini hanya perihal apakah Pak Hudoyo mau menerima tawaran dari Sdr. Fabian untuk menemui bhikkhu itu atau tidak. Sudah dikatakan oleh Sdr. Fabian, kalau mau seh ok, kalau tidak mau juga tidak apa-apa. Tapi kok dari diskusi ini seolah mengindikasikan Pak Hudoyo mau 'menantang balik' tapi tidak ingin maju duluan?

Bhikkhu itu dan Sdr. Fabian berdiri dalam posisi netral, ingin memberikan kesempatan untuk membuktikan Dhamma. Tapi Pak Hudoyo (dan Anda juga saat ini) berdiri dalam posisi kuda-kuda siaga untuk menyerang. Seolah tawaran itu menjadi satu ancaman, yang harus diladeni dengan memasang barrier dan menyediakan serangakaian antisipasi berikutnya.

Siapa yang masih berlari?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Sumedho on 14 August 2009, 10:06:41 AM
Saya copas dari milis dan FB (fitnah?) Pak Hudoyo, biar berimbang ;P

Quote
BENNY (SUMEDHO) WU:

Hudoyo Hupudio: "Anda cuma bisa memperdebatkan hal-hal lahiriah saja &
tidask mampu melihat lebih dalam lagi. Melihatkah Anda sekarang bahwa
kata-kata Buddha, Krishnamurti dan saya sama?"
-----------------------------------------
Astaga....

==========================
HUDOYO:

hehehe ... justru dengan sengaja saya memasang pancingan. ... Ternyata ada
juga ikan yang terpancing. :)

Rekan Benny Sumedho kaget luar biasa ketika membaca tulisan saya di atas.
Dikiranya saya berkata: "Buddha, Krishnamurti dan saya sama." Itulah
sebabnya mengapa dia kaget luar biasa. -- Coba simak lagi dengan teliti
apa yang aaya tulis di atas.

Salam hangat,
Hudoyo


Ini balasan saya

Quote
Terima kasih Pak Hud atas sanjungan dan "membaca" pikiran saya. Dan juga terima kasih untuk mengarahkan opini pembaca seakan2x itu pendapat saya. Semoga para pembaca bisa menilai sendiri.
Oh iya, dendam pak Hud sama saya sepertinya sampai ke ubun2x, sampai satu kata saya saja itu dipublikasikan kesemua tempat lengkap dengan interpretasi yg mendiskreditkan saya. Semoga segera bisa melepas Pak.

Sati,
Sumedho
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: HokBen on 14 August 2009, 10:09:10 AM
TEORI adalah permainan intelektual, tidak bisa dijadikan pedoman. Teori bisa dibuat seindah mungkin.... TEORI bisa dibuat sematematis mungkin.

tul, Imam Samudra aja bisa dengan pandainya menulis buku "Aku Melawan Teroris"...
teroinya disusun indah dan banyak yg terbuai; jihad, mujahid, syuhada, amar ma'ruf nahi munkar...
tapi bisa kita liat prilaku/tindakan orang ybs bukan?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 10:29:05 AM
Sebenernya apakah ada perbedaan seorang praktisi MMD dengan Puthujana?
kalau berbeda apa?
kalau sama berarti untuk apa dong MMD ?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 14 August 2009, 10:33:59 AM
buat will dan upasaka:
dalam hal ini persepsi kita berbeda jauh. gak bisa diteruskan.

buat suhu:
dalam hal ini saya ngeliat pak hudoyo salah...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 14 August 2009, 11:08:09 AM
buat will dan upasaka:
dalam hal ini persepsi kita berbeda jauh. gak bisa diteruskan.

Ya, saat ini tampaknya begitu.
Thanks atas diskusinya Bro Morph

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 14 August 2009, 11:15:25 AM
buat will dan upasaka:
dalam hal ini persepsi kita berbeda jauh. gak bisa diteruskan.

buat suhu:
dalam hal ini saya ngeliat pak hudoyo salah...


OK.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 14 August 2009, 11:31:14 AM
[at]  Morpheus:
...(bang anatta, penilaian menyesatkan atau tidak itu adalah opini dan opini itu sifatnya subjektif...
nyatanya ada pembaca yg menilai tulisan pak hudoyo itu biasa2 aja...
)...Opini akan bersifat subjektif kalau kita berlandaskan dengan pendapat pribadi kita masing-masing. Tetapi kita ini kan mempunyai Tipitaka yang bisa dijadikan bahan rujukan? Apakah dengan merujuk kepada Tipitaka anda katakan subjektif??

...(setahu saya pak hudoyo ngomong dia adalah pengajar vipassana, bukan pengajar agama buddha...
gak bener tuh yg anda bilang. pintu terbuka lebar untuk menolak apa yg dia tulis...
)...Kata yang saya pakai adalah 'dhamma'. Vipassana adalah dhamma. Tidak bisa dipisahkan.

...("informasi benar" itu subjektif. bagi sebagian orang bisa saja dianggap informasi benar, sebagian lain merasa ini gak benar.
perbedaan pendapat adalah hal yg wajar. yg gak wajar itu gara2 berbeda pendapat lalu melakukan penyerangan pribadi dan ad hominem.
bisakah kita membiarkan pembaca yg menilai sendiri tanpa memakai penyerangan pribadi?
)...Saya merasa seolah-olah Hudoyo sendiri yang mengucapkan kata tersebut. Bung, acuan kita disini adalah Tipitaka. Jangan diputar-putar terus lahh...

...(tadinya forum ini adem ayem kok, sampai ada copas yg dibawa ke forum ini... padahal orangnya gak ada.
kalo dibilang seimbang sih, jelas ngaco. coba itung jumlah member yg kontra berapa biji... tanpa pembelaan diri dari yg bersangkutan.
)...Lho??? Emangnya sekarang nggak adem ayem?? Anda merasa gerah?? Seperti yang sudah saya bilang bahwa kita disini mempunyai kepentingan yang lebih besar dari pada sekedar menyadarkan Hudoyo. Kita ingin tempat ini bisa menjadi acuan buat mereka yang ingin mengerti perbedaan antara ajaran Buddha dan ajaran Hudoyo.

..(agak salah alamat kalo anda menulis di sini. mendingan langsung ke samaggi phala. orangnya di sana.)...Anda masih nggak percaya kalau Hudoyo itu punya hobby ngintip ya?

Akhir kata, mudah-mudahan anda tidak berkata:"dalam hal ini persepsi kita berbeda jauh. gak bisa diteruskan."...

Semoga anda berbahagia.   ^:)^


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 11:39:43 AM
Quote
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.

Memang betul sekarang ini tidak ada narasumber dhamma, termasuk MMD.
Ada yang berani menyatakan diri sebagai narasumber dhamma?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 14 August 2009, 11:42:02 AM
saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 11:47:13 AM
...
Seorang MASTER SPIRITUAL HARUS DINILAI DARI PERILAKUNYA, BUKAN HANYA DARI TEORINYA.


Memang ada benarnya.
Namun, selain dari si "master", yang perlu diperhatikan adalah objektifitas pengamat. Apakah seorang pengamat sudah cukup objektif menilai perilaku orang lain?

Buddha berkata bahwa dalam dunia, banyak bicara salah, sedikit bicara salah, tidak bicara juga salah.
Yesus juga berkata kalau makan dibilang rakus, ga makan dibilang kerasukan.
Semua serba salah bagi orang yang penuh kebencian.

Janganlah terlalu cepat menilai orang lain, berkacalah dulu pada diri sendiri. Kalian di sini bilang Pak Hudoyo begini-begitu, apakah kalian sendiri merasa sudah tidak membenci? Kalau ada postingan menghina Pak Hudoyo & MMD, kalian saling ber-anumodana sendiri. Begitukah ajaran Buddha?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 11:49:15 AM
saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om

Betul, dhamma tertulis di tipitaka, saya percaya itu. Namun, siapa yang bisa menafsirkannya tanpa bias?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 11:58:30 AM
saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om

Betul, dhamma tertulis di tipitaka, saya percaya itu. Namun, siapa yang bisa menafsirkannya tanpa bias?

orang yang tercerahkan, tapi apakah ada orang yang tercerahkan? o o siapa dia?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 14 August 2009, 11:58:40 AM
saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om

Betul, dhamma tertulis di tipitaka, saya percaya itu. Namun, siapa yang bisa menafsirkannya tanpa bias?


kain oot, keinget nich... gawean uda sampe mana ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 14 August 2009, 12:05:07 PM
Quote
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.

Memang betul sekarang ini tidak ada narasumber dhamma, termasuk MMD.
Ada yang berani menyatakan diri sebagai narasumber dhamma?



Kalau bro tanya disini ya ngak ada , hanya bersumber pada Tipitaka. Kita2 kan masih cupu dan newbie. Tapi di SP ada tuh yg bisa nunjukin orangnya(narasumber Dhamma)  si Perkedel dari milis SP.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 12:09:26 PM
saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om

Betul, dhamma tertulis di tipitaka, saya percaya itu. Namun, siapa yang bisa menafsirkannya tanpa bias?

orang yang tercerahkan, tapi apakah ada orang yang tercerahkan? o o siapa dia?

Tercerahkan pun, belum tentu bisa mengajar. Maka saya katakan tidak ada narasumber dhamma.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 12:10:41 PM
kain oot, keinget nich... gawean uda sampe mana ;D

Lagi bandingin sama yang dikirim Upasaka. Sedikit bingung karena formatnya beda kalau dibuka pakai Open Office. :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 12:12:09 PM
Kalau bro tanya disini ya ngak ada , hanya bersumber pada Tipitaka. Kita2 kan masih cupu dan newbie. Tapi di SP ada tuh yg bisa nunjukin orangnya(narasumber Dhamma)  si Perkedel dari milis SP.

Saya tidak masuk milis SP. Bisa bro co-pas ke sini pernyataan yang menunjukkan seseorang itu mengaku dirinya narasumber dhamma?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 12:15:11 PM
saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om

Betul, dhamma tertulis di tipitaka, saya percaya itu. Namun, siapa yang bisa menafsirkannya tanpa bias?

orang yang tercerahkan, tapi apakah ada orang yang tercerahkan? o o siapa dia?

Tercerahkan pun, belum tentu bisa mengajar. Maka saya katakan tidak ada narasumber dhamma.


kalau menurut sallekha sutta harusnya ada dong yang bisa mengajar ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Hendra Susanto on 14 August 2009, 12:15:18 PM
kain oot, keinget nich... gawean uda sampe mana ;D

Lagi bandingin sama yang dikirim Upasaka. Sedikit bingung karena formatnya beda kalau dibuka pakai Open Office. :)

lanjutnya ke ruang kita dech :D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 14 August 2009, 12:19:08 PM
haiyaa..........

narasumber dhamma adalah diri sendiri lah...... :whistle:

Zen mode on :
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 14 August 2009, 12:19:52 PM
Kalau bro tanya disini ya ngak ada , hanya bersumber pada Tipitaka. Kita2 kan masih cupu dan newbie. Tapi di SP ada tuh yg bisa nunjukin orangnya(narasumber Dhamma)  si Perkedel dari milis SP.

Saya tidak masuk milis SP. Bisa bro co-pas ke sini pernyataan yang menunjukkan seseorang itu mengaku dirinya narasumber dhamma?

kalau yg menyatakan sih tidak ada di sp , yg ada adalah orang yg mau menunjukan orang yg menjadi nara sumber Dhamma. Jadi apanya yg mo dicopas  ^-^

Cuma saya pernah baca Luangta Mahaboowa menceritakan pengalaman kearahatannya pada buku arahat magga dan phala , ada e-booknya di sini. artinya IMO kalo dia sudah melihat kebenaran dan ternyata sesuai dengan Tipitaka melalui pencapaiannya berarti adalah narasumber Dhamma bukan? Dan dia bisa ngajar lho..   cemana?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 12:20:14 PM
kalau menurut sallekha sutta harusnya ada dong yang bisa mengajar ;D

Sallekha Sutta bagian mana?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 12:29:04 PM
Orang yang berpengertian salah karena pandangan-pandangan pribadinya, ngotot mempertahankan pandangan seperti itu dan sulit memusnahkan pandangan itu; karena tidak memiliki pengertian benar sesuai dengan pandangan pribadi, tidak ngotot dan mudah memusnahkannya, sebagai cara untuk menghindarinya.
Bagaimanapun akusala dhamma (dhamma tak baik) itu, dhamma seperti itu mengarah ke kondisi yang rendah; sebaliknya, bagaimanapun kusala dhamma (dhamma baik) itu, dhamma seperti itu mengarah ke kondisi lebih tinggi. Dengan demikian:

   1. Orang yang kejam, tidak memiliki tanpa-kekejaman sebagai kondisi lebih tinggi.
   2. Orang yang membunuh, tidak memiliki pantangan membunuh sebagai kondisi lebih tinggi.
   3. - 43 ...

  44. Orang yang berpengertian salah karena pandangan-pandangan pribadinya, ngotot mempertahankan pandangan seperti itu; karena tidak memiliki pengertian, benar sesuai dengan pandangan pribadi, tidak ngotot dan mudah memusnahkannya, adalah kondisi lebih tinggi.

Orang yang menggapai-gapai (menyelamatkan diri) dalam rawa untuk menyelamatkan orang lain yang mengapai-gapai dalam rawa adalah tidak mungkin; orang yang tidak berada dalam rawa dapat menyelamatkan orang yang menggapai-gapai dalam rawa adalah mungkin. Orang tidak terlatih, tidak disiplin dan tidak mencapai nibbana akan melatih, mendisiplinkan dan membimbing orang lain untuk mencapai nibbana adalah tidak mungkin; orang yang terlatih, disiplin dan telah mencapai nibbana bila melatih, mendisiplinkan dan membimbing orang lain untuk mencapai nibbana adalah mungkin. Begitu pula:

   1. Orang kejam berubah menjadi tanpa kekejaman adalah cara untuk mencapai nibbana.
   2. Orang pembunuh berubah menjadi pantang membunuh adalah cara untuk mencapai nibbana.
   3. - 43 ...

  44. Orang yang berpengertian salah karena pandangan-pandangan pribadinya, mengotot mempertahankan pandangan seperti itu; karena tidak memiliki pengertian benar sesuai dengan pandangan pribadi, tidak mengotot dan mudah memusnahkannya, adalah cara untuk mencapai nibbana.

Demikianlah, jalan untuk memusnahkan, jalan untuk mengembangkan batin, jalan untuk menghindari, jalan untuk mencapai pencapaian lebih tinggi dan jalan untuk mencapai nibbana telah saya tunjukkan.
Apa yang harus dilakukan untuk siswanya berdasarkan pada kasih sayang Guru yang mengharapkan kesejahteraan dan kasihnya, telah saya kerjakan untuk-Mu, Cunda. Itulah akar dari pohon-pohon, ini pondok-pondok kosong. Cunda kembangkanlah Jhana, jangan menunggu, itu akan mengakibatkan penyesalan. Inilah pesan kami untukmu."
Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Bhikkhu Mahacunda merasa puas dan gembira mendengar uraian Sang Bhagava.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 12:31:01 PM
kalau yg menyatakan sih tidak ada di sp , yg ada adalah orang yg mau menunjukan orang yg menjadi nara sumber Dhamma. Jadi apanya yg mo dicopas  ^-^
Oh, kalau gitu, no comment. Setiap orang boleh berpendapat apa pun.


Quote
Cuma saya pernah baca Luangta Mahaboowa menceritakan pengalaman kearahatannya pada buku arahat magga dan phala , ada e-booknya di sini. artinya IMO kalo dia sudah melihat kebenaran dan ternyata sesuai dengan Tipitaka melalui pencapaiannya berarti adalah narasumber Dhamma bukan?

Narasumber-dhamma (dalam artian Buddha dhamma) hanyalah Samma Sambuddha seorang.
Sementara, untuk dhamma-dhamma duniawi (lokiya) tentu banyak yang bisa memberikan manfaat, bahkan kadang orang awam yang tidak terkenal pun bisa membimbing. Tetapi dalam artian Buddha-dhamma yang sejati, jangankan savaka, maha-savaka bahkan agga-savaka pun tidak selalu berpengetahuan sepenuhnya dalam membimbing dhamma. Saya pernah berikan contohnya dulu (kepada dilbert) seperti Sariputta masih dikritik Buddha dalam "kesalahan" mengajar Dhananjani; Maha-panthaka yang tidak mengetahui bagaimana cara mengajar adiknya, bahkan mengusirnya. Bagi Cula-panthaka, Maha-panthaka, seorang yang bahkan dikatakan oleh Buddha sebagai yang paling unggul dalam keahlian perubahan persepsi pun, tetap bukanlah seorang "narasumber (Buddha) dhamma".

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 12:34:56 PM
Orang yang berpengertian salah karena pandangan-pandangan pribadinya, ngotot mempertahankan pandangan seperti itu dan sulit memusnahkan pandangan itu; karena tidak memiliki pengertian benar sesuai dengan pandangan pribadi, tidak ngotot dan mudah memusnahkannya, sebagai cara untuk menghindarinya.
Bagaimanapun akusala dhamma (dhamma tak baik) itu, dhamma seperti itu mengarah ke kondisi yang rendah; sebaliknya, bagaimanapun kusala dhamma (dhamma baik) itu, dhamma seperti itu mengarah ke kondisi lebih tinggi. Dengan demikian:

   1. Orang yang kejam, tidak memiliki tanpa-kekejaman sebagai kondisi lebih tinggi.
   2. Orang yang membunuh, tidak memiliki pantangan membunuh sebagai kondisi lebih tinggi.
   3. - 43 ...

  44. Orang yang berpengertian salah karena pandangan-pandangan pribadinya, ngotot mempertahankan pandangan seperti itu; karena tidak memiliki pengertian, benar sesuai dengan pandangan pribadi, tidak ngotot dan mudah memusnahkannya, adalah kondisi lebih tinggi.

Orang yang menggapai-gapai (menyelamatkan diri) dalam rawa untuk menyelamatkan orang lain yang mengapai-gapai dalam rawa adalah tidak mungkin; orang yang tidak berada dalam rawa dapat menyelamatkan orang yang menggapai-gapai dalam rawa adalah mungkin. Orang tidak terlatih, tidak disiplin dan tidak mencapai nibbana akan melatih, mendisiplinkan dan membimbing orang lain untuk mencapai nibbana adalah tidak mungkin; orang yang terlatih, disiplin dan telah mencapai nibbana bila melatih, mendisiplinkan dan membimbing orang lain untuk mencapai nibbana adalah mungkin. Begitu pula:

   1. Orang kejam berubah menjadi tanpa kekejaman adalah cara untuk mencapai nibbana.
   2. Orang pembunuh berubah menjadi pantang membunuh adalah cara untuk mencapai nibbana.
   3. - 43 ...

  44. Orang yang berpengertian salah karena pandangan-pandangan pribadinya, mengotot mempertahankan pandangan seperti itu; karena tidak memiliki pengertian benar sesuai dengan pandangan pribadi, tidak mengotot dan mudah memusnahkannya, adalah cara untuk mencapai nibbana.

Demikianlah, jalan untuk memusnahkan, jalan untuk mengembangkan batin, jalan untuk menghindari, jalan untuk mencapai pencapaian lebih tinggi dan jalan untuk mencapai nibbana telah saya tunjukkan.
Apa yang harus dilakukan untuk siswanya berdasarkan pada kasih sayang Guru yang mengharapkan kesejahteraan dan kasihnya, telah saya kerjakan untuk-Mu, Cunda. Itulah akar dari pohon-pohon, ini pondok-pondok kosong. Cunda kembangkanlah Jhana, jangan menunggu, itu akan mengakibatkan penyesalan. Inilah pesan kami untukmu."
Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Bhikkhu Mahacunda merasa puas dan gembira mendengar uraian Sang Bhagava.

Di sini dikatakan bahwa sikap seorang guru yang baik adalah mengajar karena kasih dan mengharapkan kesejahteraan para murid, dan sikap itu juga sudah dijalankan oleh Buddha. Di sini tidak dikatakan tentang ada atau tidaknya guru sebagai narasumber-dhamma tersebut. Jadi saya tidak bisa jawab.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 14 August 2009, 12:53:24 PM
kalau yg menyatakan sih tidak ada di sp , yg ada adalah orang yg mau menunjukan orang yg menjadi nara sumber Dhamma. Jadi apanya yg mo dicopas  ^-^
Oh, kalau gitu, no comment. Setiap orang boleh berpendapat apa pun.


Quote
Cuma saya pernah baca Luangta Mahaboowa menceritakan pengalaman kearahatannya pada buku arahat magga dan phala , ada e-booknya di sini. artinya IMO kalo dia sudah melihat kebenaran dan ternyata sesuai dengan Tipitaka melalui pencapaiannya berarti adalah narasumber Dhamma bukan?

Narasumber-dhamma (dalam artian Buddha dhamma) hanyalah Samma Sambuddha seorang.
Sementara, untuk dhamma-dhamma duniawi (lokiya) tentu banyak yang bisa memberikan manfaat, bahkan kadang orang awam yang tidak terkenal pun bisa membimbing. Tetapi dalam artian Buddha-dhamma yang sejati, jangankan savaka, maha-savaka bahkan agga-savaka pun tidak selalu berpengetahuan sepenuhnya dalam membimbing dhamma. Saya pernah berikan contohnya dulu (kepada dilbert) seperti Sariputta masih dikritik Buddha dalam "kesalahan" mengajar Dhananjani; Maha-panthaka yang tidak mengetahui bagaimana cara mengajar adiknya, bahkan mengusirnya. Bagi Cula-panthaka, Maha-panthaka, seorang yang bahkan dikatakan oleh Buddha sebagai yang paling unggul dalam keahlian perubahan persepsi pun, tetap bukanlah seorang "narasumber (Buddha) dhamma".



Mungkin disini terjadi perbedaan persepsi dalam mendefinisikan narasumber Dhamma.

Tetapi pernakah ingat Sang Buddha pernah mengatakan. "mereka yg melihat Dhamma , melihat Aku"  Nah apakah yg melihat Dhamma bukan merupakan narasumber Dhamma? Jika hanya Sang Buddha saja satu2nya narasumber dan tidak ada penerusnya lalu apakah ini berarti hanya bergantung pada Tipitaka dan semaunya kita mengartikan Dhamma? Maka apakah sia-sia perjuangan para bhikkhu selama ini dan Tipitaka tidak terbukti? patut direnungkan

Saya ingin beri contoh : ketika seseorang mencapai salah satu tingkat kesucian dari seorang Guru maka Guru itu adalah narasumber Dhamma. Mengapa demikian bisa dikatakan dia adalah pewaris narasumber. Jika tidak bagaimanakah seorang bhikkhu atau umat maju dalam Dhamma.

Sama halnya ada air didanau, lalu saya mengambil 1 satu tangki air(1000 liter) yg kemudian saya bagikan air itu kepada beberapa orang , dan saya lakukan berulang kali , sampai air yg diambil orang2 itu juga mendapat setangki air. Maka saya adalah sumber air bagi orang lainnya walaupun bukan sumber yg utama yakni Danau itu tetapi tetap dari sumber yang sama, dan orang menyebut air itu adalah air danau tersebut.  Tentunya adapula orang yg langsung mengambil air di danau.

Smoga analogi ini dapat memperjelas. _/\_

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 01:19:22 PM
Mungkin disini terjadi perbedaan persepsi dalam mendefinisikan narasumber Dhamma.

Tetapi pernakah ingat Sang Buddha pernah mengatakan. "mereka yg melihat Dhamma , melihat Aku"  Nah apakah yg melihat Dhamma bukan merupakan narasumber Dhamma?

Tidak. Mereka yang melihat dhamma, melihat Buddha. Tetapi orang lain tetap tidak melihat apa-apa.


Quote
Jika hanya Sang Buddha saja satu2nya narasumber dan tidak ada penerusnya lalu apakah ini berarti hanya bergantung pada Tipitaka dan semaunya kita mengartikan Dhamma? Maka apakah sia-sia perjuangan para bhikkhu selama ini dan Tipitaka tidak terbukti? patut direnungkan

Apakah mau bergantung pada bhikkhu, atau menjadikan diri sendiri sebagai pulau, adalah pilihan masing-masing, tergantung keterbatasan dan keterkondisian masing-masing pula. Tipitaka terbukti atau tidak, bukan kita nilai dari orang lain, tetapi dari diri sendiri.



Quote
Saya ingin beri contoh : ketika seseorang mencapai salah satu tingkat kesucian dari seorang Guru maka Guru itu adalah narasumber Dhamma. Mengapa demikian bisa dikatakan dia adalah pewaris narasumber. Jika tidak bagaimanakah seorang bhikkhu atau umat maju dalam Dhamma.

Sama halnya ada air didanau, lalu saya mengambil 1 satu tangki air(1000 liter) yg kemudian saya bagikan air itu kepada beberapa orang , dan saya lakukan berulang kali , sampai air yg diambil orang2 itu juga mendapat setangki air. Maka saya adalah sumber air bagi orang lainnya walaupun bukan sumber yg utama yakni Danau itu tetapi tetap dari sumber yang sama, dan orang menyebut air itu adalah air danau tersebut.  Tentunya adapula orang yg langsung mengambil air di danau.

Smoga analogi ini dapat memperjelas. _/\_


Seseorang bisa cocok dengan satu guru, namun belum tentu cocok dengan guru lain.
Seorang guru bisa menjadi "narasumber" bagi seseorang, namun belum tentu bagi orang lain.

Analogi tersebut tidak sesuai, karena dhamma bukanlah sesuatu yang bisa dipindah-tangan begitu saja. Sama sebuah rumus fisika yang rumit tertulis di satu kertas, walaupun disebar ke sejuta orang, tidak menjadikan sejuta orang itu mengerti. Jika seseorang bisa menyampaikan maknanya, membuat orang lain mengerti, maka dia disebut narasumber pengetahuan.

Ada juga orang yang hanya memiliki "kertas", bukan "pengetahuan" dan merasa sudah mengerti, menyebarkan yang berakibat menyesatkan dan mencelakakan orang lain. Kalau dalam analogi air danau itu, seseorang ambil air danau murni, menyimpan dalam botol plastik di bawah matahari, lalu dibagikan ke orang lain untuk diminum. Airnya (kitabnya) sih memang asli dari danau, tapi mengakibatkan kanker.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 14 August 2009, 01:42:58 PM
Di Maha Parinibbana Sutta, SB menjawab pertanyaan Bhikkhu Ananda ttg siapakah yang akan menjadi guru setelah SB parinibbana. SB menjawab yang kira-kira demikian: "Semua Dhamma dan Vinaya yang sudah saya ajarkan dan babarkan lah yang akan menjadi guru kamu sepeninggalan saya."

Kemudian siapa yang paling berhak meng-interpretasikan Dhamma - Vinaya? Sebenarnya kita masing-masing juga mempunyai hak untuk menginterpretasikan Dhamma - Vinaya, tentunya dengan memakai acuan yang benar, bukannya meng-interpretasikannya semau kita sendiri, seperti misalnya, hanya ada tiga sutta saja yang benar2 ajaran asli dari SB sedangkan yang lainnya adalah bukan ajaran SB.

Salah satu acuan untuk menentukan suatu ajaran itu Dhamma atau bukan adalah seperti yang kita temukan di Anguttaranikaya IV. 143. Di sutta tersebut ada yang dinamakan DHAMMAVINAYA JANANALAKKHANA, yakni tujuh norma dari Dhamma - Vinaya, yakni:

1. Ekantanibbida: Tidak mudah kecewa dan tabah
2. Viraga: Sikap yang tidak terpengaruh, tenang dan tanpa nafsu
3. Nirodha: kepadaman dari kekotoran batin dan derita
4. Upasama: Ketenangan (ketenangan batin)
5. Abhinna: Pengetahuan tinggi (tenaga batin)
6. Sambodha: Penerangan, mencapai penerangan batin
7. Nibbana: Kebebasan mutlak, berakhir dari derita, terbebas dari kelahiran dan kematian

Jadi kalau kita mempelajari Dhamma - Vinaya, kemudian bathin kita mengalami apa yang telah disebutkan diatas, maka Dhamma - Vinaya tsb adalah ajaran SB.

Semoga uraian ini membantu untuk memahami permasalahan 'Narasumber Dhamma'

Semoga semua mahluk berbahagia. ^:)^ ^:)^ ^:)^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 01:55:32 PM
Salah satu acuan untuk menentukan suatu ajaran itu Dhamma atau bukan adalah seperti yang kita temukan di Anguttaranikaya IV. 143. Di sutta tersebut ada yang dinamakan DHAMMAVINAYA JANANALAKKHANA, yakni tujuh norma dari Dhamma - Vinaya, yakni:

1. Ekantanibbida: Tidak mudah kecewa dan tabah
2. Viraga: Sikap yang tidak terpengaruh, tenang dan tanpa nafsu
3. Nirodha: kepadaman dari kekotoran batin dan derita
4. Upasama: Ketenangan (ketenangan batin)
5. Abhinna: Pengetahuan tinggi (tenaga batin)
6. Sambodha: Penerangan, mencapai penerangan batin
7. Nibbana: Kebebasan mutlak, berakhir dari derita, terbebas dari kelahiran dan kematian

Menarik. Kalau begitu saya punya pertanyaan.

Apakah kalian yang mengaku "empunya" dhamma sejati tidak terpengaruh, tabah, tenang, ketika berhadapan dengan MMD? 

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 14 August 2009, 02:12:26 PM
Salah satu acuan untuk menentukan suatu ajaran itu Dhamma atau bukan adalah seperti yang kita temukan di Anguttaranikaya IV. 143. Di sutta tersebut ada yang dinamakan DHAMMAVINAYA JANANALAKKHANA, yakni tujuh norma dari Dhamma - Vinaya, yakni:

1. Ekantanibbida: Tidak mudah kecewa dan tabah
2. Viraga: Sikap yang tidak terpengaruh, tenang dan tanpa nafsu
3. Nirodha: kepadaman dari kekotoran batin dan derita
4. Upasama: Ketenangan (ketenangan batin)
5. Abhinna: Pengetahuan tinggi (tenaga batin)
6. Sambodha: Penerangan, mencapai penerangan batin
7. Nibbana: Kebebasan mutlak, berakhir dari derita, terbebas dari kelahiran dan kematian

Menarik. Kalau begitu saya punya pertanyaan.

Apakah kalian yang mengaku "empunya" dhamma sejati tidak terpengaruh, tabah, tenang, ketika berhadapan dengan MMD? 



Ini pertanyaan ditujukan ke siapa nih? Siapa yang mengaku 'empunya' dhamma sejati?? Tuh...sih master kali yang 'empunya' dhamma sejati! =)) =)) =))

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 14 August 2009, 02:41:08 PM
Opini akan bersifat subjektif kalau kita berlandaskan dengan pendapat pribadi kita masing-masing. Tetapi kita ini kan mempunyai Tipitaka yang bisa dijadikan bahan rujukan? Apakah dengan merujuk kepada Tipitaka anda katakan subjektif??
pertama, pembaca tipitaka itu manusia yg tentunya bisa menafsirkan menurut backgroundnya masing2.
kedua, tidak ada jaminan tipitaka itu sendiri ditulis bebas dari distorsi.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 14 August 2009, 03:13:49 PM
Quote

HUDOYO:
Sekali lagi, yang merasa bisa melihat ASAVA hanyalah melihat bentukan
pikirannya sendiri.

***
perkedel says:
> Ok lah kalau Anda tidak butuh..he..he. Jadi saya tidak repot2 lagi.
> Biar pemirsa yg menilai. Seorang ilmuwan Dhamma sepatutnya
menyelesaikan dilema sampai tuntas kalau perlu sampai ke nara sumbernya lsg.
Memang berbeda orang2 jaman Sang Buddha dan jaman sekarang dalam mengklarifikasi
kebenaran Dhamma.
================================
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Sang Buddha mewariskan kepada kita Kalama-sutta.

http://groups.yahoo.com/group/samaggiphala/message/74262

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.

Memang betul sekarang ini tidak ada narasumber dhamma, termasuk MMD.
Ada yang berani menyatakan diri sebagai narasumber dhamma?

saat ini nara sumber dhamma sang buddha ya di tipitaka loh om

Betul, dhamma tertulis di tipitaka, saya percaya itu. Namun, siapa yang bisa menafsirkannya tanpa bias?

orang yang tercerahkan, tapi apakah ada orang yang tercerahkan? o o siapa dia?

Tercerahkan pun, belum tentu bisa mengajar. Maka saya katakan tidak ada narasumber dhamma.

Tidak perlu memperluas bahan diskusi sampai mengenai talenta pengajar dari seorang Sammasambuddha…

Alasan Pak Hudoyo mengeluarkan pernyataan “tidak ada lagi narasumber Dhamma” ini merupakan bentuk reaksi atas klaim dari Sdr. Perkedel. Bisa kita lihat, kalau Sdr. Perkedel menyatakan ada seorang bhikkhu yang bisa melihat assava, dan mengajak Pak Hudoyo untuk berdiskusi dengan beliau. Namun Pak Hudoyo menolak dan menyatakan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang menjadi narasumber Dhamma.

Maksudnya tidak perlu dipelintir sampai sejauh tidak ada lagi orang yang mengenal segenap alam, guru para deva dan manusia, atau talenta-talenta luar biasa lainnya itu. Pernyataan Pak Hudoyo ini cukup dilihat dalam koridor diskusi. Bahwa sebenarnya maksud dari pernyataan Pak Hudoyo adalah “tidak ada lagi orang yang mencapai Pencerahan”. Sehingga tidak ada yang bisa memberikan kesaksian atas Kebenaran yang dapat direalisasi lewat jalan meditatif. Pak Hudoyo menolak kesaksian manapun karena dia merasa di dunia ini semua orang adalah orang buta. Makanya Pak Hudoyo menyisipkan kalimat terakhir tentang Kalama Sutta; maksudnya untuk memeriksa semua pengalaman diri sendiri.

Tapi sayangnya kadang evaluasi diri ini subjektif…
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 04:08:53 PM
Ini pertanyaan ditujukan ke siapa nih? Siapa yang mengaku 'empunya' dhamma sejati?? Tuh...sih master kali yang 'empunya' dhamma sejati! =)) =)) =))

Kalau anda tidak merasa "empunya" dhamma sejati, mengapa repot2 berargumen dengan MMD?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 04:23:15 PM
Tidak perlu memperluas bahan diskusi sampai mengenai talenta pengajar dari seorang Sammasambuddha…

Alasan Pak Hudoyo mengeluarkan pernyataan “tidak ada lagi narasumber Dhamma” ini merupakan bentuk reaksi atas klaim dari Sdr. Perkedel. Bisa kita lihat, kalau Sdr. Perkedel menyatakan ada seorang bhikkhu yang bisa melihat assava, dan mengajak Pak Hudoyo untuk berdiskusi dengan beliau. Namun Pak Hudoyo menolak dan menyatakan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang menjadi narasumber Dhamma.

Tetap tidak bisa dijadikan patokan. Apakah karena ada seseorang mengaku bisa melihat asava, lalu jadi semua percaya padanya?
Apa karena "katanya" sudah melihat asava, lantas argumennya lebih benar?



Quote
Maksudnya tidak perlu dipelintir sampai sejauh tidak ada lagi orang yang mengenal segenap alam, guru para deva dan manusia, atau talenta-talenta luar biasa lainnya itu. Pernyataan Pak Hudoyo ini cukup dilihat dalam koridor diskusi. Bahwa sebenarnya maksud dari pernyataan Pak Hudoyo adalah “tidak ada lagi orang yang mencapai Pencerahan”. Sehingga tidak ada yang bisa memberikan kesaksian atas Kebenaran yang dapat direalisasi lewat jalan meditatif. Pak Hudoyo menolak kesaksian manapun karena dia merasa di dunia ini semua orang adalah orang buta. Makanya Pak Hudoyo menyisipkan kalimat terakhir tentang Kalama Sutta; maksudnya untuk memeriksa semua pengalaman diri sendiri.

Tapi sayangnya kadang evaluasi diri ini subjektif…

Saya tidak membenarkan dan tidak mendukung ucapan Pak Hudoyo. Tapi saya lihat kalian memang bermasalah, selalu berpikir untuk mencari pegangan di luar, bergantung pada orang-orang yang "katanya" mencapai pencerahan. Terlepas dari bisa atau tidaknya mereka menjadi "narasumber", bagaimana kalian tahu seeorang mencapai pencerahan?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 14 August 2009, 04:45:08 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Tetap tidak bisa dijadikan patokan. Apakah karena ada seseorang mengaku bisa melihat asava, lalu jadi semua percaya padanya?
Apa karena "katanya" sudah melihat asava, lantas argumennya lebih benar?

Makanya Sdr. Perkedel (dan juga Sdr. Fabian) mengajak Pak Hudoyo untuk menemui bhikkhu yang dimaksud. Mereka menawarkan Pak Hudoyo untuk melihat pembuktian, tapi Pak Hudoyo malah menolaknya mentah-mentah.

Quote from: Kainyn_Kutho
Saya tidak membenarkan dan tidak mendukung ucapan Pak Hudoyo. Tapi saya lihat kalian memang bermasalah, selalu berpikir untuk mencari pegangan di luar, bergantung pada orang-orang yang "katanya" mencapai pencerahan. Terlepas dari bisa atau tidaknya mereka menjadi "narasumber", bagaimana kalian tahu seeorang mencapai pencerahan?

Bukan begitu, Bro. Orang yang Anda katakan mencari “pegangan” di luar itu hanya melihat bahwa ada figur-figur yang mumpuni dalam pengalaman meditasi. Saya melihat bahwa mereka tidak menjadikan figur-figur itu sebagai patokan mati, tapi mereka melihat bahwa figur-figur itu merupakan orang yang cukup kompeten. Ibarat kita mempelajari teknik memainkan piano dari seorang Mozart, meski Mozart sendiri (seharusnya) bukanlah pianis No. 1 sepanjang masa. Kalau ada rekan lain yang punya sudut pandang lain, itu sudah jadi urusan pribadinya.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 05:13:36 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Tetap tidak bisa dijadikan patokan. Apakah karena ada seseorang mengaku bisa melihat asava, lalu jadi semua percaya padanya?
Apa karena "katanya" sudah melihat asava, lantas argumennya lebih benar?

Makanya Sdr. Perkedel (dan juga Sdr. Fabian) mengajak Pak Hudoyo untuk menemui bhikkhu yang dimaksud. Mereka menawarkan Pak Hudoyo untuk melihat pembuktian, tapi Pak Hudoyo malah menolaknya mentah-mentah.

Ya, intinya Perkedel & Fabian mengajak untuk menemui bhikkhu yang mendukung pernyataan mereka, bukan? Saya tidak menyalahkan Pak Hudoyo jika sikapnya demikian. Sama saja yang terjadi jika Pak Hudoyo mengajak mereka yang bertemu bhikkhu yang mendukung MMD, dan paling-paling akan dicemooh, "beraninya berlindung di balik bhikkhu" seperti yang sudah terjadi, bukan? 



Quote
Bukan begitu, Bro. Orang yang Anda katakan mencari “pegangan” di luar itu hanya melihat bahwa ada figur-figur yang mumpuni dalam pengalaman meditasi. Saya melihat bahwa mereka tidak menjadikan figur-figur itu sebagai patokan mati, tapi mereka melihat bahwa figur-figur itu merupakan orang yang cukup kompeten. Ibarat kita mempelajari teknik memainkan piano dari seorang Mozart, meski Mozart sendiri (seharusnya) bukanlah pianis No. 1 sepanjang masa. Kalau ada rekan lain yang punya sudut pandang lain, itu sudah jadi urusan pribadinya.

Pengalaman meditasi seseorang, tidak akan pernah dimengerti orang lain, kecuali oleh mereka yang telah melalui pengalaman yang sama. Bagi orang-orang yang belum setingkat mereka, figur-figur tersebut menjadi kompeten karena "dikatakan demikian", berdasarkan persepsi.

Sewaktu Maurice Ravel menggelar konser "Fandango", semua kritikus mencelanya habis-habisan. Keadaan berkembang, percakapan menjadi kontroversi, kemudian digelar konser "Bolero" dan dipuji habis-habisan. Fandango dan Bolero adalah gubahan yang sama. Yang berbeda hanyalah persepsi orang. Lalu bagaimana kita mengetahui apakah lagu itu bermutu atau tidak? Tidak bisa, kecuali kita mendalami musik.
Demikian juga halnya dalam dhamma, sebelum kita sendiri mendalami, maka "kata orang" mengenai "orang yang tercerah" adalah tidak berarti. Semua hanya persepsi, hanya kecocokan.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 14 August 2009, 05:39:49 PM
Mungkin disini terjadi perbedaan persepsi dalam mendefinisikan narasumber Dhamma.

Tetapi pernakah ingat Sang Buddha pernah mengatakan. "mereka yg melihat Dhamma , melihat Aku"  Nah apakah yg melihat Dhamma bukan merupakan narasumber Dhamma?

Tidak. Mereka yang melihat dhamma, melihat Buddha. Tetapi orang lain tetap tidak melihat apa-apa. Orang lain itu siapa? Saya rasa sudah jelas mereka yg melihat Dhamma, melihat Buddha.


Quote
Jika hanya Sang Buddha saja satu2nya narasumber dan tidak ada penerusnya lalu apakah ini berarti hanya bergantung pada Tipitaka dan semaunya kita mengartikan Dhamma? Maka apakah sia-sia perjuangan para bhikkhu selama ini dan Tipitaka tidak terbukti? patut direnungkan

Apakah mau bergantung pada bhikkhu, atau menjadikan diri sendiri sebagai pulau, adalah pilihan masing-masing, tergantung keterbatasan dan keterkondisian masing-masing pula. Tipitaka terbukti atau tidak, bukan kita nilai dari orang lain, tetapi dari diri sendiri. Memang semuanya tergantung diri sendiri. Tapi Jangan membuat diri menjadi takabur.



Quote
Saya ingin beri contoh : ketika seseorang mencapai salah satu tingkat kesucian dari seorang Guru maka Guru itu adalah narasumber Dhamma. Mengapa demikian bisa dikatakan dia adalah pewaris narasumber. Jika tidak bagaimanakah seorang bhikkhu atau umat maju dalam Dhamma.

Sama halnya ada air didanau, lalu saya mengambil 1 satu tangki air(1000 liter) yg kemudian saya bagikan air itu kepada beberapa orang , dan saya lakukan berulang kali , sampai air yg diambil orang2 itu juga mendapat setangki air. Maka saya adalah sumber air bagi orang lainnya walaupun bukan sumber yg utama yakni Danau itu tetapi tetap dari sumber yang sama, dan orang menyebut air itu adalah air danau tersebut.  Tentunya adapula orang yg langsung mengambil air di danau.

Smoga analogi ini dapat memperjelas. _/\_


Seseorang bisa cocok dengan satu guru, namun belum tentu cocok dengan guru lain.
Seorang guru bisa menjadi "narasumber" bagi seseorang, namun belum tentu bagi orang lain. Narasumber dengan memilih narasumber itu berbeda. Nara sumber adalah yg 'melihat dgn sempurna' memilih  guru adalah masalah kecocokan teknik berlatih dan cara, bukan kecocokan narasumber. Semua nara sumber bermuara pada satu yaitu Buddha. Kalau Narasumber dari Dhamma yg sama, dan Anda artikan narasumbernya cocok-cocokan , sama saja Dhamma yg cocok. Jika ada 10 Buddha  memberi tahu 1 orang ttg Dhamma yg sama, hanya teknik penyampaian berbeda, dan ketika seseorang cocok dengan salah satu dari 10 Buddha karena cara penyampaian yg sesuai, apakah artinya yg 9 tidak valid sebagai narasumber? tapi jika masih semua dipukul rata dengan cocok mencocok...apa boleh buat...tidak akan ketemu. Patut diingat banyak pencapaian arahat dari satu Buddha ke jaman Buddha lainnya. Contoh banyak yg tidak menjadi arahat dan mengerti sekalipun dijelaskan oleh Buddha Dipankara dijamannya tetapi 'org yg sama ' baru mengerti di jaman Buddha Gautama.....apakah artinya Buddha Dipankara bukan Narasumber Buddha Dhamma jika dilihat mengerti atau tidaknya seseorang memahami Dhamma seperti yang Anda sampaikan.

Analogi tersebut tidak sesuai, karena dhamma bukanlah sesuatu yang bisa dipindah-tangan begitu saja. Sama sebuah rumus fisika yang rumit tertulis di satu kertas, walaupun disebar ke sejuta orang, tidak menjadikan sejuta orang itu mengerti. Jika seseorang bisa menyampaikan maknanya, membuat orang lain mengerti, maka dia disebut narasumber pengetahuan. Kalau analogi Anda demikian maka seorang buddhist, sah2 saja mengatakan apa yg dikatakan Buddha dan karena ketidak mengertian terhadap sebagian kata2 Buddha maka Buddha bukanlah narasumber Dhamma yg valid untuk sebagian kata2 yg tidak dimengerti dan narasumber terhadap  kata2 Buddha yg dia mengerti, begitukah tentang pemahaman Dhamma tentang narasumber? artinya tergantung orang yg menilai apakah itu narasumber atau bukan. Jika demikian maka semua hanya omong kosong belaka dan Dhamma memiliki berbagai citarasa, tergantung orang mau cicipi yg mana, demikian nibbana juga banyak macamnya tergantung intrepertasi kita saja. Kalau sudah begini , entahlah.... ^-^

Ada juga orang yang hanya memiliki "kertas", bukan "pengetahuan" dan merasa sudah mengerti, menyebarkan yang berakibat menyesatkan dan mencelakakan orang lain. Kalau dalam analogi air danau itu, seseorang ambil air danau murni, menyimpan dalam botol plastik di bawah matahari, lalu dibagikan ke orang lain untuk diminum. Airnya (kitabnya) sih memang asli dari danau, tapi mengakibatkan kanker.

Dalam analogi saya tidak mengatakan untuk diminum tapi dikumpulkan sampai sama menjadi setangki air....Anda yg menambahkan kalau air danau itu untuk diminum, artinya yang bodoh orang yg bawa dan taruh di plastik....itu artinya si pembawa tidak mengerti hakekat membawa air sehubungan untuk apa air itu dibagikan. Jadi kelihatanya ada penyimpangan essensi yg ingin saya sampaikan... tapi it's ok karena kita berdiskusi tentang cocok-cocokan.^-^


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 14 August 2009, 05:42:50 PM
Mungkin disini terjadi perbedaan persepsi dalam mendefinisikan narasumber Dhamma.

Tetapi pernakah ingat Sang Buddha pernah mengatakan. "mereka yg melihat Dhamma , melihat Aku"  Nah apakah yg melihat Dhamma bukan merupakan narasumber Dhamma?

Tidak. Mereka yang melihat dhamma, melihat Buddha. Tetapi orang lain tetap tidak melihat apa-apa. Orang lain itu siapa? Saya rasa sudah jelas mereka yg melihat Dhamma, melihat Buddha.


Quote
Jika hanya Sang Buddha saja satu2nya narasumber dan tidak ada penerusnya lalu apakah ini berarti hanya bergantung pada Tipitaka dan semaunya kita mengartikan Dhamma? Maka apakah sia-sia perjuangan para bhikkhu selama ini dan Tipitaka tidak terbukti? patut direnungkan

Apakah mau bergantung pada bhikkhu, atau menjadikan diri sendiri sebagai pulau, adalah pilihan masing-masing, tergantung keterbatasan dan keterkondisian masing-masing pula. Tipitaka terbukti atau tidak, bukan kita nilai dari orang lain, tetapi dari diri sendiri. Memang semuanya tergantung diri sendiri. Tapi Jangan membuat diri menjadi takabur.



Quote
Saya ingin beri contoh : ketika seseorang mencapai salah satu tingkat kesucian dari seorang Guru maka Guru itu adalah narasumber Dhamma. Mengapa demikian bisa dikatakan dia adalah pewaris narasumber. Jika tidak bagaimanakah seorang bhikkhu atau umat maju dalam Dhamma.

Sama halnya ada air didanau, lalu saya mengambil 1 satu tangki air(1000 liter) yg kemudian saya bagikan air itu kepada beberapa orang , dan saya lakukan berulang kali , sampai air yg diambil orang2 itu juga mendapat setangki air. Maka saya adalah sumber air bagi orang lainnya walaupun bukan sumber yg utama yakni Danau itu tetapi tetap dari sumber yang sama, dan orang menyebut air itu adalah air danau tersebut.  Tentunya adapula orang yg langsung mengambil air di danau.

Smoga analogi ini dapat memperjelas. _/\_


Seseorang bisa cocok dengan satu guru, namun belum tentu cocok dengan guru lain.
Seorang guru bisa menjadi "narasumber" bagi seseorang, namun belum tentu bagi orang lain. Narasumber dengan memilih narasumber itu berbeda. Nara sumber adalah yg 'melihat dgn sempurna' memilih  guru adalah masalah kecocokan teknik berlatih dan cara, bukan kecocokan narasumber. Semua nara sumber bermuara pada satu yaitu Buddha. Kalau Narasumber dari Dhamma yg sama, dan Anda artikan narasumbernya cocok-cocokan , sama saja Dhamma yg cocok. Jika ada 10 Buddha  memberi tahu 1 orang ttg Dhamma yg sama, hanya teknik penyampaian berbeda, dan ketika seseorang cocok dengan salah satu dari 10 Buddha karena cara penyampaian yg sesuai, apakah artinya yg 9 tidak valid sebagai narasumber? tapi jika masih semua dipukul rata dengan cocok mencocok...apa boleh buat...tidak akan ketemu. Patut diingat banyak pencapaian arahat dari satu Buddha ke jaman Buddha lainnya. Contoh banyak yg tidak menjadi arahat dan mengerti sekalipun dijelaskan oleh Buddha Dipankara dijamannya tetapi 'org yg sama ' baru mengerti di jaman Buddha Gautama.....apakah artinya Buddha Dipankara bukan Narasumber Buddha Dhamma jika dilihat mengerti atau tidaknya seseorang memahami Dhamma seperti yang Anda sampaikan.

Analogi tersebut tidak sesuai, karena dhamma bukanlah sesuatu yang bisa dipindah-tangan begitu saja. Sama sebuah rumus fisika yang rumit tertulis di satu kertas, walaupun disebar ke sejuta orang, tidak menjadikan sejuta orang itu mengerti. Jika seseorang bisa menyampaikan maknanya, membuat orang lain mengerti, maka dia disebut narasumber pengetahuan. Kalau analogi Anda demikian maka seorang buddhist, sah2 saja mengatakan apa yg dikatakan Buddha dan karena ketidak mengertian terhadap sebagian kata2 Buddha maka Buddha bukanlah narasumber Dhamma yg valid untuk sebagian kata2 yg tidak dimengerti dan narasumber terhadap  kata2 Buddha yg dia mengerti, begitukah tentang pemahaman Dhamma tentang narasumber? artinya tergantung orang yg menilai apakah itu narasumber atau bukan. Jika demikian maka semua hanya omong kosong belaka dan Dhamma memiliki berbagai citarasa, tergantung orang mau cicipi yg mana, demikian nibbana juga banyak macamnya tergantung intrepertasi kita saja. Kalau sudah begini , entahlah.... ^-^

Ada juga orang yang hanya memiliki "kertas", bukan "pengetahuan" dan merasa sudah mengerti, menyebarkan yang berakibat menyesatkan dan mencelakakan orang lain. Kalau dalam analogi air danau itu, seseorang ambil air danau murni, menyimpan dalam botol plastik di bawah matahari, lalu dibagikan ke orang lain untuk diminum. Airnya (kitabnya) sih memang asli dari danau, tapi mengakibatkan kanker.

Dalam analogi saya tidak mengatakan untuk diminum tapi dikumpulkan sampai sama menjadi setangki air....Anda yg menambahkan kalau air danau itu untuk diminum, artinya yang bodoh orang yg bawa dan taruh di plastik....itu artinya si pembawa tidak mengerti hakekat membawa air sehubungan untuk apa air itu dibagikan. Jadi kelihatanya ada penyimpangan essensi yg ingin saya sampaikan... tapi it's ok karena kita berdiskusi tentang cocok-cocokan.^-^



:) OK
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 14 August 2009, 05:53:47 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Tetap tidak bisa dijadikan patokan. Apakah karena ada seseorang mengaku bisa melihat asava, lalu jadi semua percaya padanya?
Apa karena "katanya" sudah melihat asava, lantas argumennya lebih benar?

Makanya Sdr. Perkedel (dan juga Sdr. Fabian) mengajak Pak Hudoyo untuk menemui bhikkhu yang dimaksud. Mereka menawarkan Pak Hudoyo untuk melihat pembuktian, tapi Pak Hudoyo malah menolaknya mentah-mentah.

Ya, intinya Perkedel & Fabian mengajak untuk menemui bhikkhu yang mendukung pernyataan mereka, bukan? Saya tidak menyalahkan Pak Hudoyo jika sikapnya demikian. Sama saja yang terjadi jika Pak Hudoyo mengajak mereka yang bertemu bhikkhu yang mendukung MMD, dan paling-paling akan dicemooh, "beraninya berlindung di balik bhikkhu" seperti yang sudah terjadi, bukan?  

Pak Hudoyo tidak pernah mengajak siapapun untuk mengklarifikasi ataupun mengundang  untuk membuktikan kepada Bhikkhu terkait pendukung MMD. Yg ada hanya membahas pernyataan-pernyataan yg diplesetkan dan pernyataan sepihak bahwa bhikkhu ini dan itu mendukung MMD. Saya yakin kalau beliau mengajak member disini untuk klarifikasi dengan kesantunan dan norma kebuddhistan tentu dan pasti ada yg terima. Yang pasti kita yg menghampiri bhikkhu itu bukan ' ajak bhhikhu itu kerumah saya' :))



Quote
Bukan begitu, Bro. Orang yang Anda katakan mencari “pegangan” di luar itu hanya melihat bahwa ada figur-figur yang mumpuni dalam pengalaman meditasi. Saya melihat bahwa mereka tidak menjadikan figur-figur itu sebagai patokan mati, tapi mereka melihat bahwa figur-figur itu merupakan orang yang cukup kompeten. Ibarat kita mempelajari teknik memainkan piano dari seorang Mozart, meski Mozart sendiri (seharusnya) bukanlah pianis No. 1 sepanjang masa. Kalau ada rekan lain yang punya sudut pandang lain, itu sudah jadi urusan pribadinya.

Pengalaman meditasi seseorang, tidak akan pernah dimengerti orang lain, kecuali oleh mereka yang telah melalui pengalaman yang sama. Bagi orang-orang yang belum setingkat mereka, figur-figur tersebut menjadi kompeten karena "dikatakan demikian", berdasarkan persepsi.

Sewaktu Maurice Ravel menggelar konser "Fandango", semua kritikus mencelanya habis-habisan. Keadaan berkembang, percakapan menjadi kontroversi, kemudian digelar konser "Bolero" dan dipuji habis-habisan. Fandango dan Bolero adalah gubahan yang sama. Yang berbeda hanyalah persepsi orang. Lalu bagaimana kita mengetahui apakah lagu itu bermutu atau tidak? Tidak bisa, kecuali kita mendalami musik.
Demikian juga halnya dalam dhamma, sebelum kita sendiri mendalami, maka "kata orang" mengenai "orang yang tercerah" adalah tidak berarti. Semua hanya persepsi, hanya kecocokan.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 14 August 2009, 06:05:56 PM

Saya tidak membenarkan dan tidak mendukung ucapan Pak Hudoyo. Tapi saya lihat kalian memang bermasalah, selalu berpikir untuk mencari pegangan di luar, bergantung pada orang-orang yang "katanya" mencapai pencerahan. Terlepas dari bisa atau tidaknya mereka menjadi "narasumber", bagaimana kalian tahu seeorang mencapai pencerahan?


Kesimpulan yg salah Bro Kai.
Saya tidak pernah berpikir untuk mencari keluar, mencari seorang Guru yg sempurna. Saya bahkan tidak memiliki satu orang Guru pun yg saya jadikan panutan (kecuali Buddha Gautama tentu saja :) siapa yang tidak?)... dalam beberapa kali mengikuti pelajaran Buddhisme, ada beberapa orang yg saya temui yg sangat piawai dalam teori dan sy nilai sempurna perilakunya, saya mengaguminya dan sependapat jika orang2 seperti ini pantas untuk dijadikan Mentor.

Dalam kehidupan sehari2 saya dan anda mungkin tidak banyak bedanya... tidak ada foto2 master ataupun pernak-pernik Buddhisme di sekitar saya.

Saya hanya bilang, bahwa jika ada seseorang yg berani mengaku dirinya seorang Master, maka ia harus siap ditest Teori dan dinilai Perilakunya oleh orang lain.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 14 August 2009, 06:28:14 PM

Saya tidak membenarkan dan tidak mendukung ucapan Pak Hudoyo. Tapi saya lihat kalian memang bermasalah, selalu berpikir untuk mencari pegangan di luar, bergantung pada orang-orang yang "katanya" mencapai pencerahan. Terlepas dari bisa atau tidaknya mereka menjadi "narasumber", bagaimana kalian tahu seeorang mencapai pencerahan?


Kesimpulan yg salah Bro Kai.
Saya tidak pernah berpikir untuk mencari keluar, mencari seorang Guru yg sempurna. Saya bahkan tidak memiliki satu orang Guru pun yg saya jadikan panutan (kecuali Buddha Gautama tentu saja :) siapa yang tidak?)... dalam beberapa kali mengikuti pelajaran Buddhisme, ada beberapa orang yg saya temui yg sangat piawai dalam teori dan sy nilai sempurna perilakunya, saya mengaguminya dan sependapat jika orang2 seperti ini pantas untuk dijadikan Mentor.

Dalam kehidupan sehari2 saya dan anda mungkin tidak banyak bedanya... tidak ada foto2 master ataupun pernak-pernik Buddhisme di sekitar saya.

Saya hanya bilang, bahwa jika ada seseorang yg berani mengaku dirinya seorang Master, maka ia harus siap ditest Teori dan dinilai Perilakunya oleh orang lain.

::

Ini terjadi pada kasus pencapaian Sun lun Sayadaw. Bedanya Sunlun Sayadaw lulus ujian  dan tidak berkoar-koar disana sini^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Lily W on 14 August 2009, 09:31:56 PM
Bro Bond... Kisah tentang Sun Lun Sayadaw itu sangat menarik... bisa tolong post kisahnya ke sini?

Anumodana..._/\_

:lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 14 August 2009, 10:24:20 PM
Saya tidak membenarkan dan tidak mendukung ucapan Pak Hudoyo. Tapi saya lihat kalian memang bermasalah, selalu berpikir untuk mencari pegangan di luar, bergantung pada orang-orang yang "katanya" mencapai pencerahan. Terlepas dari bisa atau tidaknya mereka menjadi "narasumber", bagaimana kalian tahu seeorang mencapai pencerahan?


aye rasa bukan mencari pegangan di luar bro, bukankah dalam buddhism ada sesuatu yang namanya tiisarana, berlindung pada sangha bukankah artinya membuat anggota sangha sebagai panutan, sebagai murid yang berusaha untuk menjalankan ajaran Buddha, sebagai orang yang bertekad untuk mengakhiri Dukkha, sebagai teladan, sebagai guru, sebagai pembimbing, betul tidak?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 15 August 2009, 12:54:18 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, intinya Perkedel & Fabian mengajak untuk menemui bhikkhu yang mendukung pernyataan mereka, bukan? Saya tidak menyalahkan Pak Hudoyo jika sikapnya demikian. Sama saja yang terjadi jika Pak Hudoyo mengajak mereka yang bertemu bhikkhu yang mendukung MMD, dan paling-paling akan dicemooh, "beraninya berlindung di balik bhikkhu" seperti yang sudah terjadi, bukan?

Jangan menyimpulkan pendapat secara sepihak, Bro.

Sdr. Perkedel dan Sdr. Fabian berkata kalau mereka kenal dengan bhikkhu yang bisa melihat assava. Lalu mereka menawarkan Pak Hudoyo untuk menemui dan berdiskusi dengan bhikkhu yang bersangkutan. Kronologinya pun bukan seperti apa yang tampak pada kalimat Anda...

Ceritanya Pak Hudoyo menyatakan bahwa "aku" memang eksis di dalam diri kita (baca: nama-rupa). Semua aktivitas, termasuk kecenderungan batin untuk bergumul dalam lobha-dosa-moha adalah ulah si "aku". Singkat cerita, Pak Hudoyo tetap ngotot dengan pandangannya bahwa si "aku" yang menyeret kehidupan kita untuk terus bergulat dalam lobha-dosa-moha.

Berbeda dengan pendapat Pak Hudoyo, Sdr. Fabian mengeluarkan pendapat bahwa tidak ada si "aku" di dalam diri kita. Semua pergerakkan batin itu hanyalah delusi dan ilusi pikiran. Lobha-dosa-moha hanyalah sebuah proses, dan proses ini lagi-lagi bukan disebabkan oleh si "aku". Sdr. Fabian juga menyatakan bahwa proses lobha-dosa-moha ini dapat dicari pangkalnya melalui jalan meditatif, dan jawaban yang bisa kita lihat adalah assava (arus kekotoran batin).

Menanggapi pernyataan dari Sdr. Fabian ini, Pak Hudoyo langsung skeptis stadium 4 dan memasang barrier kuat-kuat. Oleh karena itu, Sdr. Fabian (dan juga Sdr. Perkedel) menawarkan Pak Hudoyo untuk menemui bhikkhu yang bersangkutan, karena Sdr. Fabian yakin dan ingin membuktikan bahwa assava memang bisa dilihat.

Nah, ketika Sdr. Fabian dan Sdr. Perkedel berani untuk memberikan bukti, Pak Hudoyo malah tidak mau tahu. Pak Hudoyo malah 'menantang balik' dan menyuruh bhikkhu yang bersangkutan untuk datang ke rumahnya, mengembangkan praduga subjektif, dan malah memberikan inspirasi klise pada Sdr. Perkedel tentang pentingnya kita menerapkan isi dari Kalama Sutta.

Saya bersikap netral. Tapi dari narasi singkat ini, menurut Anda siapa yang berperilaku kurang fair?


Quote from: Kainyn_Kutho
Pengalaman meditasi seseorang, tidak akan pernah dimengerti orang lain, kecuali oleh mereka yang telah melalui pengalaman yang sama. Bagi orang-orang yang belum setingkat mereka, figur-figur tersebut menjadi kompeten karena "dikatakan demikian", berdasarkan persepsi.

Sewaktu Maurice Ravel menggelar konser "Fandango", semua kritikus mencelanya habis-habisan. Keadaan berkembang, percakapan menjadi kontroversi, kemudian digelar konser "Bolero" dan dipuji habis-habisan. Fandango dan Bolero adalah gubahan yang sama. Yang berbeda hanyalah persepsi orang. Lalu bagaimana kita mengetahui apakah lagu itu bermutu atau tidak? Tidak bisa, kecuali kita mendalami musik.
Demikian juga halnya dalam dhamma, sebelum kita sendiri mendalami, maka "kata orang" mengenai "orang yang tercerah" adalah tidak berarti. Semua hanya persepsi, hanya kecocokan.

Pak Hudoyo sudah malang-melintang dalam praktik bermeditasi bertahun-tahun. Bhikkhu yang bersangkutan sudah mempraktikkan meditasi dalam waktu yang lama. Demikian juga Sdr. Fabian (dan mungkin Sdr. Perkedel). Mereka semua memiliki jam terbang yang tinggi dalam bermeditasi. Maka seharusnya mereka mengerti apa yang akan didiskusikan dan apa yang hendak dibuktikan.

Dalam kasus ini, sepertinya tidak relevan membahas kecocokan persepsi orang lain tentang "katanya-katanya" itu. Permasalahan hanyalah tentang Pak Hudoyo yang tidak mau menerima tawaran, dan malah mengeluarkan pernyataan bahwa di dunia ini tidak ada lagi narasumber (baca: saksi mata) yang bisa membagikan pengalaman nyata tentang Kebenaran yang dilihat dalam vipassana bhavana. Hanya sesederhana itu saja.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 09:37:32 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, intinya Perkedel & Fabian mengajak untuk menemui bhikkhu yang mendukung pernyataan mereka, bukan? Saya tidak menyalahkan Pak Hudoyo jika sikapnya demikian. Sama saja yang terjadi jika Pak Hudoyo mengajak mereka yang bertemu bhikkhu yang mendukung MMD, dan paling-paling akan dicemooh, "beraninya berlindung di balik bhikkhu" seperti yang sudah terjadi, bukan?

Jangan menyimpulkan pendapat secara sepihak, Bro.

Sdr. Perkedel dan Sdr. Fabian berkata kalau mereka kenal dengan bhikkhu yang bisa melihat assava. Lalu mereka menawarkan Pak Hudoyo untuk menemui dan berdiskusi dengan bhikkhu yang bersangkutan. Kronologinya pun bukan seperti apa yang tampak pada kalimat Anda...

Jadi saya yang sepihak yah? :)
Saya tidak ingat pihak anti-MMD beritikad baik sebagaimana kalian tuntut ketika Pak Hudoyo mengambil referensi dari Bhikkhu Pannavaro.


Quote
Ceritanya Pak Hudoyo menyatakan bahwa "aku" memang eksis di dalam diri kita (baca: nama-rupa). Semua aktivitas, termasuk kecenderungan batin untuk bergumul dalam lobha-dosa-moha adalah ulah si "aku". Singkat cerita, Pak Hudoyo tetap ngotot dengan pandangannya bahwa si "aku" yang menyeret kehidupan kita untuk terus bergulat dalam lobha-dosa-moha.

Berbeda dengan pendapat Pak Hudoyo, Sdr. Fabian mengeluarkan pendapat bahwa tidak ada si "aku" di dalam diri kita. Semua pergerakkan batin itu hanyalah delusi dan ilusi pikiran. Lobha-dosa-moha hanyalah sebuah proses, dan proses ini lagi-lagi bukan disebabkan oleh si "aku". Sdr. Fabian juga menyatakan bahwa proses lobha-dosa-moha ini dapat dicari pangkalnya melalui jalan meditatif, dan jawaban yang bisa kita lihat adalah assava (arus kekotoran batin).

Entahlah dengan pendapat Pak Hudoyo, tetapi buat saya "moha" itulah "aku". Jadi apakah "aku" ada? Yah ada, selama masih dikuasai moha.
Sama saja seperti Buddha katakan tidak ada "kasta". Tetapi adakah kasta? Ada, selama pikiran orang dikuasai pikiran diskriminatif.


Quote
Menanggapi pernyataan dari Sdr. Fabian ini, Pak Hudoyo langsung skeptis stadium 4 dan memasang barrier kuat-kuat. Oleh karena itu, Sdr. Fabian (dan juga Sdr. Perkedel) menawarkan Pak Hudoyo untuk menemui bhikkhu yang bersangkutan, karena Sdr. Fabian yakin dan ingin membuktikan bahwa assava memang bisa dilihat.

Nah, ketika Sdr. Fabian dan Sdr. Perkedel berani untuk memberikan bukti, Pak Hudoyo malah tidak mau tahu. Pak Hudoyo malah 'menantang balik' dan menyuruh bhikkhu yang bersangkutan untuk datang ke rumahnya, mengembangkan praduga subjektif, dan malah memberikan inspirasi klise pada Sdr. Perkedel tentang pentingnya kita menerapkan isi dari Kalama Sutta.

Tetap saja buktinya adalah saksi yang mendukung statement mereka, bukan? Itu bukan praduga subjektif, namun memang subjektif. Jika Pak Hudoyo melakukan hal yang sama (mengundang untuk bicara dengan bhikkhu yang mendukung MMD), juga akan saya katakan itu subjektif, tidak bisa dijadikan "bukti". Dari dulu pun ketika Pak Hudoyo mengatakan sesuatu berdasarkan pengalamannya, saya katakan itu subjektif.


Quote
Saya bersikap netral. Tapi dari narasi singkat ini, menurut Anda siapa yang berperilaku kurang fair?
Netral atau tidak, tidak bisa dinilai. Saya juga menganggap diri saya netral, tetapi apakah saya netral di mata kalian?


Quote
Pak Hudoyo sudah malang-melintang dalam praktik bermeditasi bertahun-tahun. Bhikkhu yang bersangkutan sudah mempraktikkan meditasi dalam waktu yang lama. Demikian juga Sdr. Fabian (dan mungkin Sdr. Perkedel). Mereka semua memiliki jam terbang yang tinggi dalam bermeditasi. Maka seharusnya mereka mengerti apa yang akan didiskusikan dan apa yang hendak dibuktikan.
Jadi, waktu dan "jam terbang" meditasi dijadikan tolok ukur? :) OK, no comment.


Quote
Dalam kasus ini, sepertinya tidak relevan membahas kecocokan persepsi orang lain tentang "katanya-katanya" itu. Permasalahan hanyalah tentang Pak Hudoyo yang tidak mau menerima tawaran, dan malah mengeluarkan pernyataan bahwa di dunia ini tidak ada lagi narasumber (baca: saksi mata) yang bisa membagikan pengalaman nyata tentang Kebenaran yang dilihat dalam vipassana bhavana. Hanya sesederhana itu saja.

Saya sedang bertanya-tanya, kalau seandainya ada bhikkhu dengan kualitas persis sama dengan bhikkhu tersebut, tetapi mendukung MMD, kira-kira sdr. Fabian & Perkedel mau dengar atau tidak yah?


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 10:12:27 AM
Pak Hudoyo tidak pernah mengajak siapapun untuk mengklarifikasi ataupun mengundang  untuk membuktikan kepada Bhikkhu terkait pendukung MMD. Yg ada hanya membahas pernyataan-pernyataan yg diplesetkan dan pernyataan sepihak bahwa bhikkhu ini dan itu mendukung MMD. Saya yakin kalau beliau mengajak member disini untuk klarifikasi dengan kesantunan dan norma kebuddhistan tentu dan pasti ada yg terima. Yang pasti kita yg menghampiri bhikkhu itu bukan ' ajak bhhikhu itu kerumah saya' :))
Kalau begitu, cobalah bro bond luangkan waktu diskusi dengan Bhante Pannavaro mengenai MMD. Nanti baru kita bahas lagi hasil diskusi tersebut.


Kesimpulan yg salah Bro Kai.
Saya tidak pernah berpikir untuk mencari keluar, mencari seorang Guru yg sempurna. Saya bahkan tidak memiliki satu orang Guru pun yg saya jadikan panutan (kecuali Buddha Gautama tentu saja :) siapa yang tidak?)... dalam beberapa kali mengikuti pelajaran Buddhisme, ada beberapa orang yg saya temui yg sangat piawai dalam teori dan sy nilai sempurna perilakunya, saya mengaguminya dan sependapat jika orang2 seperti ini pantas untuk dijadikan Mentor.

Dalam kehidupan sehari2 saya dan anda mungkin tidak banyak bedanya... tidak ada foto2 master ataupun pernak-pernik Buddhisme di sekitar saya.

Saya hanya bilang, bahwa jika ada seseorang yg berani mengaku dirinya seorang Master, maka ia harus siap ditest Teori dan dinilai Perilakunya oleh orang lain.

::
Kalau benar demikian dan bro Wili tidak setuju bahwa opini seseorang dijadikan tolok ukur, berarti statemen saya tidak untuk bro Wili. :)



aye rasa bukan mencari pegangan di luar bro, bukankah dalam buddhism ada sesuatu yang namanya tiisarana, berlindung pada sangha bukankah artinya membuat anggota sangha sebagai panutan, sebagai murid yang berusaha untuk menjalankan ajaran Buddha, sebagai orang yang bertekad untuk mengakhiri Dukkha, sebagai teladan, sebagai guru, sebagai pembimbing, betul tidak?
Jika berlindung di sini adalah menjadikan kualitas sebagai panduan, bukan berlindung pada pribadinya, maka saya setuju. Namun jika maksudnya adalah pribadinya, pendapatnya, maka saya tidak bisa setuju. Seperti saya katakan bahwa pendapat seseorang (yang bukan Samma Sambuddha) belum tentu benar. Jika pun benar, belum tentu cocok bagi seseorang.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 15 August 2009, 10:33:20 AM
Bro Bond... Kisah tentang Sun Lun Sayadaw itu sangat menarik... bisa tolong post kisahnya ke sini?

Anumodana..._/\_

:lotus:

Kalo dicopas bahasa inggrisnya sih, bisa dipost, cuma yg refot kalo terjemahin lagi ;)).  Mungkin kalo ada yg mo baca2 saya kasi linknya aja...http://www.sunlun-meditation.com.mm/
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 15 August 2009, 10:47:03 AM
Pak Hudoyo tidak pernah mengajak siapapun untuk mengklarifikasi ataupun mengundang  untuk membuktikan kepada Bhikkhu terkait pendukung MMD. Yg ada hanya membahas pernyataan-pernyataan yg diplesetkan dan pernyataan sepihak bahwa bhikkhu ini dan itu mendukung MMD. Saya yakin kalau beliau mengajak member disini untuk klarifikasi dengan kesantunan dan norma kebuddhistan tentu dan pasti ada yg terima. Yang pasti kita yg menghampiri bhikkhu itu bukan ' ajak bhhikhu itu kerumah saya' :))
Kalau begitu, cobalah bro bond luangkan waktu diskusi dengan Bhante Pannavaro mengenai MMD. Nanti baru kita bahas lagi hasil diskusi tersebut.

Ok tenang aja bro, nanti kalau saya sempat dan memiliki waktu luang ke mendut lagi....ya.  ;D

Oh ya...Kalau bro bisa dan juga ada waktu luang  bisa sama-sama pergi, supaya objektif dari satu narasumber dengan mendengar langsung. Tapi ini terserah bro, dengan tujuan agar tidak ada praduga ,saya menyimpangkan arti dan makna hasil berdiskusi dengan bhante....kalau hasilnya sesuai MMD, saya ok2 saja, kalau tidak, lalu saya utarakan apakah MMD siap dan percaya..dan nafsunya semakin menggelora. saya yakin bro memiliki kenetralan yg cukup. Ini hanya ide saja. Intinya kalaupun bertemu saya tidak mau melibatkan Sangha dalam polemik ini. Ini sebagai ungkapan rasa hormat saya kepada Sangha. _/\_




Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 15 August 2009, 11:02:31 AM
Jika berlindung di sini adalah menjadikan kualitas sebagai panduan, bukan berlindung pada pribadinya, maka saya setuju. Namun jika maksudnya adalah pribadinya, pendapatnya, maka saya tidak bisa setuju. Seperti saya katakan bahwa pendapat seseorang (yang bukan Samma Sambuddha) belum tentu benar. Jika pun benar, belum tentu cocok bagi seseorang.


Ya Kualitas, tapi Pribadi pun bisa juga jadi panduan hasil dong walau tidak bisa di pukul rata ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 11:04:15 AM
Ok tenang aja bro, nanti kalau saya sempat dan memiliki waktu luang ke mendut lagi....ya.  ;D

Oh ya...Kalau bro bisa dan juga ada waktu luang  bisa sama-sama pergi, supaya objektif dari satu narasumber dengan mendengar langsung. Tapi ini terserah bro, dengan tujuan agar tidak ada praduga ,saya menyimpangkan arti dan makna hasil berdiskusi dengan bhante....kalau hasilnya sesuai MMD, saya ok2 saja, kalau tidak, lalu saya utarakan apakah MMD siap dan percaya..dan nafsunya semakin menggelora. saya yakin bro memiliki kenetralan yg cukup. Ini hanya ide saja. Intinya kalaupun bertemu saya tidak mau melibatkan Sangha dalam polemik ini. Ini sebagai ungkapan rasa hormat saya kepada Sangha. _/\_

Saya melihat bond anti-MMD, tetapi saya tidak melihat bond sebagai orang rendah yang akan sengaja menyimpangkan apa yang didengar dari bhante. Jadi tenang saja, saya percaya kok. :)

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 15 August 2009, 11:07:26 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi saya yang sepihak yah? :)
Saya tidak ingat pihak anti-MMD beritikad baik sebagaimana kalian tuntut ketika Pak Hudoyo mengambil referensi dari Bhikkhu Pannavaro.

Ada perbedaan minor, Bro.

Sdr. Fabian memiliki pengalaman yang sama dengan bhikkhu yang dimaksud. Ketika sedang berdiskusi dengan Pak Hudoyo, Sdr. Fabian menyatakan bahwa ada seorang bhikkhu yang bisa membuktikan bahwa assava bisa dilihat. Kemudian Pak Hudoyo melakukan counter dengan berkata: “Coba tunjukkan, siapa orangnya. Nanti akan saya tunjukkan bahwa yang dilihatnya bukan asava.”

Selengkapnya bisa dibaca di sini ->  http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.msg204186.html#msg204186 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.msg204186.html#msg204186)

Sdr. Fabian meladeni permintaan Pak Hudoyo untuk menunjukkan orang itu. Kasus ini tidak bisa dibilang kalau Sdr. Fabian berlindung di ketiak bhikkhu tersebut.

Sedangkan pernyataan-pernyataan Bhikkhu Pannavaro yang netral, dipakai oleh Pak Hudoyo untuk menguatkan pandanganya. Saya melihatnya seperti seorang anak berkata pada teman-temannya: “Tuh lihat, orang tua kalian bilang kalau makan nasi itu yang penting sopan. Jadi tidak masalah kalau mau makan pakai tangan kanan atau tangan kiri, karena yang penting sopan”.

Kalau Anda punya sudut pandang lain, coba sampaikan di sini. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Entahlah dengan pendapat Pak Hudoyo, tetapi buat saya "moha" itulah "aku". Jadi apakah "aku" ada? Yah ada, selama masih dikuasai moha.
Sama saja seperti Buddha katakan tidak ada "kasta". Tetapi adakah kasta? Ada, selama pikiran orang dikuasai pikiran diskriminatif.

Dalam Paticcasamuppada, avijja merupakan rantai yang pertama disebutkan. Avijja (ketidaktahuan) berbicara mengenai tanha (hasrat rendah) dan upadana (kemelekatan). Membicarakan tanha dan upadana, tidak akan terlepas dari lobha-dosa-moha. Lobha-dosa-moha ini yang merupakan “keakuan”. Ketiganya hanya proses kecenderungan di dalam batin, yang akan selalu ada selama assava (arus kekotoran batin) belum dicabut.

Apakah “aku” ada? Tidak ada, yang ada hanyalah konsepsi adanya “sang aku”. Keakuan hanya akan habis ketika lobha-dosa-moha telah dihancurkan; bukan hanya moha saja yang dihancurkan.

Entah juga bagaimana pandangan Pak Hudoyo tentang “aku”. Namun yang saya tangkap selama ini, Pak Hudoyo memang mengklaim bahwa ada “aku” (seperti pandangan J. Khrisnamurti). Dan tujuan tertinggi MMD adalah melenyapkan “aku” (perhatikan! bukan keakuan), sehingga tampak mengajarkan nihilisme. Di suatu kesempatan, bahkan Pak Hudoyo pernah menguatkan pernyataannya dengan berkata: “Memang demikianlah. Sebenarnya Sang Buddha juga mengajarkan nihilisme”.


Quote from: Kainyn_Kutho
Tetap saja buktinya adalah saksi yang mendukung statement mereka, bukan? Itu bukan praduga subjektif, namun memang subjektif. Jika Pak Hudoyo melakukan hal yang sama (mengundang untuk bicara dengan bhikkhu yang mendukung MMD), juga akan saya katakan itu subjektif, tidak bisa dijadikan "bukti". Dari dulu pun ketika Pak Hudoyo mengatakan sesuatu berdasarkan pengalamannya, saya katakan itu subjektif.

Dalam kasus ini, bhikkhu yang bersangkutan tidak ada hubungannya dengan Sdr. Fabian maupun Pak Hudoyo. Bhikkhu itu hanya berdiri sebagai penengah, kalau Pak Hudoyo menamakannya “narasumber”.

Memang dalam pandangan awam seperti kita, pengalaman bhikkhu itu pun bisa kita katakan subjektif. Tapi yang perlu digaris-bawahi adalah bhikkhu itu bukanlah ‘bekingan’ ataupun diperalat sebagai saksi penguat oleh Sdr. Fabian. Ini yang saya katakan kalau Anda seolah melihat kasus ini secara sepihak. Kalau Anda punya sudut pandang lain, coba sampaikan di sini. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Netral atau tidak, tidak bisa dinilai. Saya juga menganggap diri saya netral, tetapi apakah saya netral di mata kalian?

Saya selalu melihat Anda mencoba untuk bersikap netral. Entah bagaimana dengan pendapat dari makhluk-makhluk lain.


Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi, waktu dan "jam terbang" meditasi dijadikan tolok ukur? :) OK, no comment.

Maksud saya, mereka adalah orang-orang yang cukup memahami dunia meditasi. Seharusnya mereka bisa lebih memahami dan menangkap apa yang mereka diskusikan.

Anda kemarin memakai perumpamaan tentang “Fandango” dan “Bolero”, bukan?
Nah, mereka ini orang yang cukup mendalami ‘aspek musik’…


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya sedang bertanya-tanya, kalau seandainya ada bhikkhu dengan kualitas persis sama dengan bhikkhu tersebut, tetapi mendukung MMD, kira-kira sdr. Fabian & Perkedel mau dengar atau tidak yah?

Saya pikir mau dengar kok. Tapi tidak hanya sampai dengar. Jika pihak MMD berkenan memberi penawaran langka untuk berdiskusi dan membuktikan kebenaran yang dilihat dari MMD, saya pikir mereka juga mau melihat pembuktiannya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 11:10:30 AM
Jika berlindung di sini adalah menjadikan kualitas sebagai panduan, bukan berlindung pada pribadinya, maka saya setuju. Namun jika maksudnya adalah pribadinya, pendapatnya, maka saya tidak bisa setuju. Seperti saya katakan bahwa pendapat seseorang (yang bukan Samma Sambuddha) belum tentu benar. Jika pun benar, belum tentu cocok bagi seseorang.


Ya Kualitas, tapi Pribadi pun bisa juga jadi panduan hasil dong walau tidak bisa di pukul rata ;D

Ya, kalau pribadinya, semua tergantung kecocokan. Seperti dahulu ada yang cocok dengan guru berkepribadian "diam", memilih guru yang kebanyakan tinggal di hutan. Ada juga yang cocok dengan guru berkepribadian "pengajar", memilih guru yang dekat dan sering memberikan petunjuk pada umat awam.

Kualitas yang bersifat gerenal adalah sila yang dijalani seseorang, sedangkan pribadi adalah berdasarkan kecocokan masing-masing.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 15 August 2009, 11:18:17 AM
Ok tenang aja bro, nanti kalau saya sempat dan memiliki waktu luang ke mendut lagi....ya.  ;D

Oh ya...Kalau bro bisa dan juga ada waktu luang  bisa sama-sama pergi, supaya objektif dari satu narasumber dengan mendengar langsung. Tapi ini terserah bro, dengan tujuan agar tidak ada praduga ,saya menyimpangkan arti dan makna hasil berdiskusi dengan bhante....kalau hasilnya sesuai MMD, saya ok2 saja, kalau tidak, lalu saya utarakan apakah MMD siap dan percaya..dan nafsunya semakin menggelora. saya yakin bro memiliki kenetralan yg cukup. Ini hanya ide saja. Intinya kalaupun bertemu saya tidak mau melibatkan Sangha dalam polemik ini. Ini sebagai ungkapan rasa hormat saya kepada Sangha. _/\_

Saya melihat bond anti-MMD, tetapi saya tidak melihat bond sebagai orang rendah yang akan sengaja menyimpangkan apa yang didengar dari bhante. Jadi tenang saja, saya percaya kok. :)


Terima kasih atas kepercayaan bro .

Mettacitena
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 15 August 2009, 11:33:35 AM
Quote
by upasaka

Entah juga bagaimana pandangan Pak Hudoyo tentang “aku”. Namun yang saya tangkap selama ini, Pak Hudoyo memang mengklaim bahwa ada “aku” (seperti pandangan J. Khrisnamurti). Dan tujuan tertinggi MMD adalah melenyapkan “aku” (perhatikan! bukan keakuan), sehingga tampak mengajarkan nihilisme. Di suatu kesempatan, bahkan Pak Hudoyo pernah menguatkan pernyataannya dengan berkata: “Memang demikianlah. Sebenarnya Sang Buddha juga mengajarkan nihilisme”.

Setuju, yg dibold adalah point utamanya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: g.citra on 15 August 2009, 11:34:10 AM
:)) ... Konsep cuma konsep ... debat juga cuma debat ... niat dan tujuan pasti beda ... ada yang kekanan, kekiri, keatas, kebawah, de el el ... :))

Tapi dah ada yang nyampe tujuan belum yah ?? Apa emang cuman buat ngeramein suasana aja tuh ?? :P

MMD salah ?? Cobain dulu, baru tau lemahnya dimana, salahnya dimana,
Vipassana bener ?? cobain juga, baru tau manfaatnya apa ... :)) ... Bukan dicopas berdasar teori aja ... Kan dah pada tau, kalo setiap prang punya pemahaman, pengalaman laen2 berdasar kammanya ... :))

Masalah jago-jagoan, menang-menangan, kalah-kalahan, bener-beneran, salah-salahan, debat-debatan, bales-balesan, siapa yang salah ?? Siapa yang bener ?? Lha semua cuma 'gerak batin' aja koq... :)) ...

Kalo dirasa konsepnya beda yah udah beda, ngapain mengumandangkan 'pembenaran' ?? Siapa sih yang benar ?? Aku ?? Aku yang mana ?? Aku yang berpendapat ?? atau Aku yang berpegang pada sebuah konsep ?? atau beberapa konsep ??

Dalam praktek apapun, konsep memang diperlukan, tapi gak harus di tekankan buat yang lain ... Semua bisa milih ... bebas milih ... gak ada benar, gak ada salah ... semua cuman gerak batin ... Dan kalaupun ada pembenaran, itu cuma kesepakatan umum aja koq ... Kenyataannya se-salah apapun konsep yang telah dibuat/ diyakini/ diiman-i, toh ada aja kan orang yang milih dan juga membenarkan ... :P

_/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 11:59:22 AM
Selengkapnya bisa dibaca di sini ->  http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.msg204186.html#msg204186 (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.msg204186.html#msg204186)

Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.



Quote
Sedangkan pernyataan-pernyataan Bhikkhu Pannavaro yang netral, dipakai oleh Pak Hudoyo untuk menguatkan pandanganya. Saya melihatnya seperti seorang anak berkata pada teman-temannya: “Tuh lihat, orang tua kalian bilang kalau makan nasi itu yang penting sopan. Jadi tidak masalah kalau mau makan pakai tangan kanan atau tangan kiri, karena yang penting sopan”.

Kalau Anda punya sudut pandang lain, coba sampaikan di sini. :)
Anda boleh pergi bareng bro bond kalau ada kesempatan, bicara dengan Bhante Panna. Pendapat saya tentang bhante tidaklah penting bagi kalian, tetapi mungkin pendapat bhante langsung tentang MMD ada artinya.



Quote
Dalam Paticcasamuppada, avijja merupakan rantai yang pertama disebutkan. Avijja (ketidaktahuan) berbicara mengenai tanha (hasrat rendah) dan upadana (kemelekatan). Membicarakan tanha dan upadana, tidak akan terlepas dari lobha-dosa-moha. Lobha-dosa-moha ini yang merupakan “keakuan”. Ketiganya hanya proses kecenderungan di dalam batin, yang akan selalu ada selama assava (arus kekotoran batin) belum dicabut.
Lobha dan Dosa tidak ada lagi pada seorang anagami. Tetapi seorang anagami masih memiliki moha/"keakuan". Oleh karena itu saya tidak mengatakan keakuan juga berakar pada lobha & dosa.

Quote
Apakah “aku” ada? Tidak ada, yang ada hanyalah konsepsi adanya “sang aku”. Keakuan hanya akan habis ketika lobha-dosa-moha telah dihancurkan; bukan hanya moha saja yang dihancurkan.
Juga, penghancuran lobha dan dosa tanpa berakhirnya moha ada (seperti contoh anagami tersebut), namun tidak ada sebaliknya (penghancuran moha tanpa berakhirnya lobha dan dosa).



Quote
Entah juga bagaimana pandangan Pak Hudoyo tentang “aku”. Namun yang saya tangkap selama ini, Pak Hudoyo memang mengklaim bahwa ada “aku” (seperti pandangan J. Khrisnamurti). Dan tujuan tertinggi MMD adalah melenyapkan “aku” (perhatikan! bukan keakuan), sehingga tampak mengajarkan nihilisme. Di suatu kesempatan, bahkan Pak Hudoyo pernah menguatkan pernyataannya dengan berkata: “Memang demikianlah. Sebenarnya Sang Buddha juga mengajarkan nihilisme”.
Ingat ketika bro Tan mengatakan non-mahayanis mengajarkan nihilisme dan pihak Theravada mengatakan mahayana mengajarkan eternalisme? :) Menarik, tapi saya tidak akan bahas di sini.



Quote
Dalam kasus ini, bhikkhu yang bersangkutan tidak ada hubungannya dengan Sdr. Fabian maupun Pak Hudoyo. Bhikkhu itu hanya berdiri sebagai penengah, kalau Pak Hudoyo menamakannya “narasumber”.

Memang dalam pandangan awam seperti kita, pengalaman bhikkhu itu pun bisa kita katakan subjektif. Tapi yang perlu digaris-bawahi adalah bhikkhu itu bukanlah ‘bekingan’ ataupun diperalat sebagai saksi penguat oleh Sdr. Fabian. Ini yang saya katakan kalau Anda seolah melihat kasus ini secara sepihak. Kalau Anda punya sudut pandang lain, coba sampaikan di sini. :)
Ya, saya tidak sampai mengatakan diperalat atau hal-hal negatif lainnya, intinya hanya bahwa hal tersebut adalah subjektif.


Quote
Saya selalu melihat Anda mencoba untuk bersikap netral. Entah bagaimana dengan pendapat dari makhluk-makluk lain.
_/\_


Quote
Maksud saya, mereka adalah orang-orang yang cukup memahami dunia meditasi. Seharusnya mereka bisa lebih memahami dan menangkap apa yang mereka diskusikan.

Anda kemarin memakai perumpamaan tentang “Fandango” dan “Bolero”, bukan?
Nah, mereka ini orang yang cukup mendalami ‘aspek musik’…
Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka yang menjadi kritikus juga "memahami" dunia musik (kalau tidak, tidak mungkin jadi kritikus). Hanya saja, persepsi mereka pun berubah dan menjadi tidak kredibel.
Saya pribadi, ketika bertukar pikiran, dengan master meditasi paling hebat di dunia dan dengan seseorang "hina" yang entah siapa, saya tetap akan meresponnya sama persis.


Quote
Saya pikir mau dengar kok. Tapi tidak hanya sampai dengar. Jika pihak MMD berkenan memberi penawaran langka untuk berdiskusi dan membuktikan kebenaran yang dilihat dari MMD, saya pikir mereka juga mau melihat pembuktiannya.

Untuk saling menerima itu saya sedikit pesimis karena sedikit banyak, kedua pihak punya hubungan "sejarah" yang buruk. Setidaknya, jika sikap saling menyerang dihentikan saja dan kedua pihak berjalan masing-masing, itu sudah baik sekali.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: indera_9 on 15 August 2009, 12:11:46 PM
:)) ... Konsep cuma konsep ... debat juga cuma debat ... niat dan tujuan pasti beda ... ada yang kekanan, kekiri, keatas, kebawah, de el el ... :))

Tapi dah ada yang nyampe tujuan belum yah ?? Apa emang cuman buat ngeramein suasana aja tuh ?? :P

MMD salah ?? Cobain dulu, baru tau lemahnya dimana, salahnya dimana,
Vipassana bener ?? cobain juga, baru tau manfaatnya apa ... :)) ... Bukan dicopas berdasar teori aja ... Kan dah pada tau, kalo setiap prang punya pemahaman, pengalaman laen2 berdasar kammanya ... :))

Masalah jago-jagoan, menang-menangan, kalah-kalahan, bener-beneran, salah-salahan, debat-debatan, bales-balesan, siapa yang salah ?? Siapa yang bener ?? Lha semua cuma 'gerak batin' aja koq... :)) ...

Kalo dirasa konsepnya beda yah udah beda, ngapain mengumandangkan 'pembenaran' ?? Siapa sih yang benar ?? Aku ?? Aku yang mana ?? Aku yang berpendapat ?? atau Aku yang berpegang pada sebuah konsep ?? atau beberapa konsep ??

Dalam praktek apapun, konsep memang diperlukan, tapi gak harus di tekankan buat yang lain ... Semua bisa milih ... bebas milih ... gak ada benar, gak ada salah ... semua cuman gerak batin ... Dan kalaupun ada pembenaran, itu cuma kesepakatan umum aja koq ... Kenyataannya se-salah apapun konsep yang telah dibuat/ diyakini/ diiman-i, toh ada aja kan orang yang milih dan juga membenarkan ... :P

_/\_

Penilaian tentang benar dan salah hanyalah hasil dari proses pikiran  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 15 August 2009, 12:19:08 PM
Jika berlindung di sini adalah menjadikan kualitas sebagai panduan, bukan berlindung pada pribadinya, maka saya setuju. Namun jika maksudnya adalah pribadinya, pendapatnya, maka saya tidak bisa setuju. Seperti saya katakan bahwa pendapat seseorang (yang bukan Samma Sambuddha) belum tentu benar. Jika pun benar, belum tentu cocok bagi seseorang.


Ya Kualitas, tapi Pribadi pun bisa juga jadi panduan hasil dong walau tidak bisa di pukul rata ;D

Ya, kalau pribadinya, semua tergantung kecocokan. Seperti dahulu ada yang cocok dengan guru berkepribadian "diam", memilih guru yang kebanyakan tinggal di hutan. Ada juga yang cocok dengan guru berkepribadian "pengajar", memilih guru yang dekat dan sering memberikan petunjuk pada umat awam.

Kualitas yang bersifat gerenal adalah sila yang dijalani seseorang, sedangkan pribadi adalah berdasarkan kecocokan masing-masing.


Nah di sini sudah di katakan khan ada seorang GURU, memberikan ajaran yang KATANYA asli dari Buddha, dan dari sepak terjang nya di dunia maya tidak ada yang salah khan ada yang pro dan kontra, apabila ada penyerangan pribadi itu sudah pasti hal yang tidak bisa dihindarkan, tergantung dari manakah kita memabdang, apakah dia bisa menerima atau tidak itu bisa jadi bahan pertimbangan seseorang untuk memilih dia sebagai guru atau tidak, ajarannya baik atau tidak. jangan seperti contoh cerita zen ini lho :
Alkisah terdapat seorang petapa yang sangat mahir dalam agama Buddha dan juga bersyair, dia pun bertapa di sebuah puncak gunung yang tinggi. Di atas puncak gunung yang tinggi, angin berhembus sangat kencang dan dingin, semilir angin lembah juga datang menghampirinya setiap waktu dia bermeditasi. Ia pun menuliskan sebuah syair tentang pencapaian Enlightenmentnya atau kita sebut dengan "AHA"

ia menuliskan begini, "Semua angin yang datang merasuk ke tubuhku, tidak satu anginpun yang dapat menggoyahkan batinku, aku begitu tenang dan damai disini, Batinku seimbang laksana gunung kokoh yang berdiri menjulang"

Lalu setelah ia menulis puisi itu dilukiskan gunung dan hembusan angin yang begitu indah dipandang mata. Dikirimkannya lukisan puisi itu kepada gurunya , seorang biarawan yang bertempat di gunung sebelah. SEtelah gurunya melihat, gurunya mencorat coret isi lukisannya dengan sebuah tulisan "KENTUT", dan dikirim balik kepada muridnya itu.

Muridnya ayng mengira gurunya akan memuji pencerahannya begitu terkejut dengan tulisan KENTUT itu, dan segera ia turun gunung menemui gurunya untuk menanyakan hal ini. di hadapan gurunya,ia pun marah-marah. "Guru, kenapa kamu mencoretkan KENTUT di atas lukisan aku? susah payah aku menulis indah sekian tahun ini mengenai pengalaman pencerahan aku dan kamu tulis KENTUT"

Guru setelah mendengar semua keluh kesah muridnya mulai berkata "Lho, tadi katanya tiada angin apapun yang dapat menggoyahkan batinku,kok KENTUT aja bisa membuat kamu marah-marah,ini baru tulisan belum ANGIN KENTUT sebenarnya, kenapa kamu marah?kenapa kamu terpojokkan?"
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: indera_9 on 15 August 2009, 12:27:33 PM
Quote
Nah di sini sudah di katakan khan ada seorang GURU, memberikan ajaran yang KATANYA asli dari Buddha, dan dari sepak terjang nya di dunia maya tidak ada yang salah khan ada yang pro dan kontra, apabila ada penyerangan pribadi itu sudah pasti hal yang tidak bisa dihindarkan, tergantung dari manakah kita memabdang, apakah dia bisa menerima atau tidak itu bisa jadi bahan pertimbangan seseorang untuk memilih dia sebagai guru atau tidak, ajarannya baik atau tidak. jangan seperti contoh cerita zen ini lho :
Alkisah terdapat seorang petapa yang sangat mahir dalam agama Buddha dan juga bersyair, dia pun bertapa di sebuah puncak gunung yang tinggi. Di atas puncak gunung yang tinggi, angin berhembus sangat kencang dan dingin, semilir angin lembah juga datang menghampirinya setiap waktu dia bermeditasi. Ia pun menuliskan sebuah syair tentang pencapaian Enlightenmentnya atau kita sebut dengan "AHA"

ia menuliskan begini, "Semua angin yang datang merasuk ke tubuhku, tidak satu anginpun yang dapat menggoyahkan batinku, aku begitu tenang dan damai disini, Batinku seimbang laksana gunung kokoh yang berdiri menjulang"

Lalu setelah ia menulis puisi itu dilukiskan gunung dan hembusan angin yang begitu indah dipandang mata. Dikirimkannya lukisan puisi itu kepada gurunya , seorang biarawan yang bertempat di gunung sebelah. SEtelah gurunya melihat, gurunya mencorat coret isi lukisannya dengan sebuah tulisan "KENTUT", dan dikirim balik kepada muridnya itu.

Muridnya ayng mengira gurunya akan memuji pencerahannya begitu terkejut dengan tulisan KENTUT itu, dan segera ia turun gunung menemui gurunya untuk menanyakan hal ini. di hadapan gurunya,ia pun marah-marah. "Guru, kenapa kamu mencoretkan KENTUT di atas lukisan aku? susah payah aku menulis indah sekian tahun ini mengenai pengalaman pencerahan aku dan kamu tulis KENTUT"

Guru setelah mendengar semua keluh kesah muridnya mulai berkata "Lho, tadi katanya tiada angin apapun yang dapat menggoyahkan batinku,kok KENTUT aja bisa membuat kamu marah-marah,ini baru tulisan belum ANGIN KENTUT sebenarnya, kenapa kamu marah?kenapa kamu terpojokkan?"

Cerita perumpamaan yang bagus.  :))

Ternyata bathin murid itu belum sekokoh yang dia kira  ;D Melihat tulisan KENTUT saja sudah goyah bathinnya, apalagi kalo terkena KENTUT yang sebenarnya ... Pingsan deh  ::)  :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 15 August 2009, 01:08:58 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.

Saya tidak berani mengeluarkan spekulasi prematur mengenai bagaimana cara mereka membuktikannya. Tapi kalau menurut pendapat saya, ehipassiko saja. Memang apa ada yang rugi kalau mereka semua berdiskusi bersama mengenai pembuktian asava. Saya rasa tidak ada yang punya niat jahat untuk mencelakai satu sama lain. Kecuali ada orang yang cemas pada reputasinya yang bisa turun jika sampai pertemuan ini terjadi.


Quote from: Kainyn_Kutho
Anda boleh pergi bareng bro bond kalau ada kesempatan, bicara dengan Bhante Panna. Pendapat saya tentang bhante tidaklah penting bagi kalian, tetapi mungkin pendapat bhante langsung tentang MMD ada artinya.

Tentu saja kalau ada kesempatan berbincang dengan Bhante Pannavaro, saya ingin mendiskusikan beberapa hal dengan beliau. Salah satunya adalah topik seputar MMD.


Quote from: Kainyn_Kutho
Lobha dan Dosa tidak ada lagi pada seorang anagami. Tetapi seorang anagami masih memiliki moha/"keakuan". Oleh karena itu saya tidak mengatakan keakuan juga berakar pada lobha & dosa.

Quote from: Kainyn_Kutho
Juga, penghancuran lobha dan dosa tanpa berakhirnya moha ada (seperti contoh anagami tersebut), namun tidak ada sebaliknya (penghancuran moha tanpa berakhirnya lobha dan dosa).

Oya, saya baru ingat kalau Moha memang bisa berdiri sendiri…

Omong-omong.. apakah kesimpulan bahwa moha = keakuan itu didapat dari referensi Sutta, atau hanya konklusi dari Bro Kainyn?


Quote from: Kainyn_Kutho
Ingat ketika bro Tan mengatakan non-mahayanis mengajarkan nihilisme dan pihak Theravada mengatakan mahayana mengajarkan eternalisme? :) Menarik, tapi saya tidak akan bahas di sini.

Ya. Tapi, untuk mengklaim apakah memang Sang Buddha mengajarkan nihilisme atau tidak, kita harus mengenali apa saja kriteria yang memenuhi suatu ajaran untuk bisa disebut sebagai nihilisme.

Menurut pemahaman saya, Ajaran Sang Buddha (dalam konteks ini adalah Aliran Theravada) tidak memenuhi kriteria untuk dapat disebut sebagai ajaran nihilisme. Dan memang topik ini kurang cocok untuk dibahas di dalam thread ini.


Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, saya tidak sampai mengatakan diperalat atau hal-hal negatif lainnya, intinya hanya bahwa hal tersebut adalah subjektif.

Selama ini kita terus menyatakan bahwa “ini subjektif” dan “itu subjektif”. Menurut Bro Kainyn, bagaimanakah yang objektif itu?

* No offense, hanya ingin tahu pendapat Anda saja. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa mereka yang menjadi kritikus juga "memahami" dunia musik (kalau tidak, tidak mungkin jadi kritikus). Hanya saja, persepsi mereka pun berubah dan menjadi tidak kredibel.
Saya pribadi, ketika bertukar pikiran, dengan master meditasi paling hebat di dunia dan dengan seseorang "hina" yang entah siapa, saya tetap akan meresponnya sama persis.

Namun dalam forum dunia maya seperti ini, semua orang bebas berpendapat. Dan karena masih terkungkung dalam persepsi masing-masing, semuanya hanya spekulasi dan subjektif.

Kendati pun seorang Savaka Buddha datang dan menjelaskan tentang Kebenaran, tetap saja kita yang masih moha ini menganggap ucapannya subjektif. Dan mungkin lebih dari itu, ada pula orang yang melihat ucapan seorang Sammasambuddha juga subjektif. Makanya ada orang yang tetap tidak bisa menerima wejangan Dhamma dari seorang Sammasambuddha.

Kalau sudah begitu, melihat suatu hal yang subjektif pun merupakan pandangan subjektif. Dan apakah melihat suatu hal yang objektif pun juga merupakan pandangan subjektif?


Quote from: Kainyn_Kutho
Untuk saling menerima itu saya sedikit pesimis karena sedikit banyak, kedua pihak punya hubungan "sejarah" yang buruk. Setidaknya, jika sikap saling menyerang dihentikan saja dan kedua pihak berjalan masing-masing, itu sudah baik sekali.

Ya, saya lihat pun demikian. Selama ini semua diskusi antar dua pihak hampir selalu tidak bisa mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua pihak. Jarang sekali pihak yang kalah mengakui kekalahannya, atau pun pihak yang menang mengumandangkan kemenangannya. Yang biasa terjadi hanyalah diskusi tak berpangkal, atau diskusi yang putus di tengah jalan dan tidak dilanjutkan lagi karena suasana keruh.

Namun paling tidak, dari diskusi itu semua pihak mendapatkan pembelajaran dan pematangan batin. Dan pihak ketigalah yang biasanya paling banyak mendapatkan manfaat ini.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 03:08:08 PM
Nah di sini sudah di katakan khan ada seorang GURU, memberikan ajaran yang KATANYA asli dari Buddha, dan dari sepak terjang nya di dunia maya tidak ada yang salah khan ada yang pro dan kontra, apabila ada penyerangan pribadi itu sudah pasti hal yang tidak bisa dihindarkan, tergantung dari manakah kita memabdang, apakah dia bisa menerima atau tidak itu bisa jadi bahan pertimbangan seseorang untuk memilih dia sebagai guru atau tidak, ajarannya baik atau tidak. jangan seperti contoh cerita zen ini lho :
Alkisah terdapat seorang petapa yang sangat mahir dalam agama Buddha dan juga bersyair, dia pun bertapa di sebuah puncak gunung yang tinggi. Di atas puncak gunung yang tinggi, angin berhembus sangat kencang dan dingin, semilir angin lembah juga datang menghampirinya setiap waktu dia bermeditasi. Ia pun menuliskan sebuah syair tentang pencapaian Enlightenmentnya atau kita sebut dengan "AHA"

ia menuliskan begini, "Semua angin yang datang merasuk ke tubuhku, tidak satu anginpun yang dapat menggoyahkan batinku, aku begitu tenang dan damai disini, Batinku seimbang laksana gunung kokoh yang berdiri menjulang"

Lalu setelah ia menulis puisi itu dilukiskan gunung dan hembusan angin yang begitu indah dipandang mata. Dikirimkannya lukisan puisi itu kepada gurunya , seorang biarawan yang bertempat di gunung sebelah. SEtelah gurunya melihat, gurunya mencorat coret isi lukisannya dengan sebuah tulisan "KENTUT", dan dikirim balik kepada muridnya itu.

Muridnya ayng mengira gurunya akan memuji pencerahannya begitu terkejut dengan tulisan KENTUT itu, dan segera ia turun gunung menemui gurunya untuk menanyakan hal ini. di hadapan gurunya,ia pun marah-marah. "Guru, kenapa kamu mencoretkan KENTUT di atas lukisan aku? susah payah aku menulis indah sekian tahun ini mengenai pengalaman pencerahan aku dan kamu tulis KENTUT"

Guru setelah mendengar semua keluh kesah muridnya mulai berkata "Lho, tadi katanya tiada angin apapun yang dapat menggoyahkan batinku,kok KENTUT aja bisa membuat kamu marah-marah,ini baru tulisan belum ANGIN KENTUT sebenarnya, kenapa kamu marah?kenapa kamu terpojokkan?"

Seperti saya bilang, siapa pun boleh mengatakan ajarannya ASLI dari Buddha, ajarannya PALING BENAR. Tetapi hendaknya tidak menyerang ajaran lain, biarlah masing-masing orang menilainya. Misalnya yang jelas berbeda seperti Aliran Maitreya yang klaim ini-itu, saya biarkan apa adanya mereka dan selalu menentang "penyerangan" terhadap mereka. Biarlah masing-masing orang menilai.

Dengan MMD ataupun jika ada aliran lain, saya rasa tidak perlu saling menyerang. Biarlah perbedaan tetap perbedaan, masing-masing berjalan di jalannya. Terserah masing-masing mau ngaku "paling asli", "paling murni", "paling bener", bagi saya sih semua sama saja. Bagi saya, ajaran Buddha selalu adalah untuk pengembangan diri, bukan mengubah orang lain.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 15 August 2009, 03:27:28 PM
Saya tidak berani mengeluarkan spekulasi prematur mengenai bagaimana cara mereka membuktikannya. Tapi kalau menurut pendapat saya, ehipassiko saja. Memang apa ada yang rugi kalau mereka semua berdiskusi bersama mengenai pembuktian asava. Saya rasa tidak ada yang punya niat jahat untuk mencelakai satu sama lain. Kecuali ada orang yang cemas pada reputasinya yang bisa turun jika sampai pertemuan ini terjadi.
Seperti saya bilang, karena punya hubungan yang "buruk", jadi pendekatan apa pun akan jadi sulit.



Quote
Omong-omong.. apakah kesimpulan bahwa moha = keakuan itu didapat dari referensi Sutta, atau hanya konklusi dari Bro Kainyn?
Saya tidak ingat karena saya punya pandangan itu sejak lama. Sepertinya konklusi pribadi. Kalaupun ada di sutta, sepertinya saya tidak temukan yang menyiratkan langsung moha = keakuan.



Quote
Ya. Tapi, untuk mengklaim apakah memang Sang Buddha mengajarkan nihilisme atau tidak, kita harus mengenali apa saja kriteria yang memenuhi suatu ajaran untuk bisa disebut sebagai nihilisme.

Menurut pemahaman saya, Ajaran Sang Buddha (dalam konteks ini adalah Aliran Theravada) tidak memenuhi kriteria untuk dapat disebut sebagai ajaran nihilisme. Dan memang topik ini kurang cocok untuk dibahas di dalam thread ini.
Saya pun tidak bilang nihilisme. Dan sebenarnya dulu saya pernah bahas nihilisme & "anatta" dengan Pak Hudoyo ketika saya ditanya umat lain mengenai "nibbana". Di situ, sama sekali Pak Hudoyo tidak menyetujui "anatta" = nihilisme. Saya rasa karena beda sudut pandang dan konteks bicara dari lawan bicara yang berbeda, maka statement-nya berbeda.  



Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, saya tidak sampai mengatakan diperalat atau hal-hal negatif lainnya, intinya hanya bahwa hal tersebut adalah subjektif.

Selama ini kita terus menyatakan bahwa “ini subjektif” dan “itu subjektif”. Menurut Bro Kainyn, bagaimanakah yang objektif itu?

* No offense, hanya ingin tahu pendapat Anda saja. :)
Sesuatu yang bersifat fakta tanpa bias opini dari subjek.
Dalam musik, konsonan dan disonan adalah objektif; merdu dan tidak merdu adalah subjektif.



Quote
Namun dalam forum dunia maya seperti ini, semua orang bebas berpendapat. Dan karena masih terkungkung dalam persepsi masing-masing, semuanya hanya spekulasi dan subjektif.

Kendati pun seorang Savaka Buddha datang dan menjelaskan tentang Kebenaran, tetap saja kita yang masih moha ini menganggap ucapannya subjektif. Dan mungkin lebih dari itu, ada pula orang yang melihat ucapan seorang Sammasambuddha juga subjektif. Makanya ada orang yang tetap tidak bisa menerima wejangan Dhamma dari seorang Sammasambuddha.

Kalau sudah begitu, melihat suatu hal yang subjektif pun merupakan pandangan subjektif. Dan apakah melihat suatu hal yang objektif pun juga merupakan pandangan subjektif?

Tepat sekali. Makanya saya selalu katakan sebelum kita merealisasi kesucian, semuanya hanyalah kebenaran relatif. Semua pandangan-pandangan dan ajaran dhamma boleh jadi adalah kebenaran, namun tetap relatif. Yang "hebat" dari kualitas seorang pengajar (Samma Sambuddha) adalah mengetahui kebenaran relatif mana yang cocok bagi orang sehingga membantu merealisasi kebenaran mutlak. Apa itu kebenaran mutlak? Saya belum tahu. Kendati pun saya tahu, saya tidak bisa mengatakannya.



Quote
Ya, saya lihat pun demikian. Selama ini semua diskusi antar dua pihak hampir selalu tidak bisa mencapai hasil yang memuaskan bagi kedua pihak. Jarang sekali pihak yang kalah mengakui kekalahannya, atau pun pihak yang menang mengumandangkan kemenangannya. Yang biasa terjadi hanyalah diskusi tak berpangkal, atau diskusi yang putus di tengah jalan dan tidak dilanjutkan lagi karena suasana keruh.

Namun paling tidak, dari diskusi itu semua pihak mendapatkan pembelajaran dan pematangan batin. Dan pihak ketigalah yang biasanya paling banyak mendapatkan manfaat ini.
Secara mengejutkan, Pak Hudoyo mengatakan hal yang senada. Pak Hudoyo mengatakan debat sekarang ini bukan untuk MMD atau "lawan" MMD, tetapi bagi pihak ke tiga yang membaca agar mau berpikir. :)

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 15 August 2009, 06:45:25 PM
Quote
Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.

  [at]  kainyn dan all
Apa yg saya tau, saya dengar dan apa yg telah saya lihat...

Seorang bhikkhu yg mahir ketika melihat muridnya tentang pencapaiannya ada 2 cara :(ini pernah saya tulis, hanya lupa di topik mana)

1. yang sering dan umum adalah melalui wawancara tentang pengalaman si murid
2. Sang Guru langsung melihat batin orang itu dengan abinnanya melihat citta dari orang itu. Apakah masih ada kilesa atau tidak.

Dan biasanya sekalipun dia sudah memiliki abinna tau, Sang Guru tetap melakukan wawancara dengan tujuan agar si murid mendapatkan penjelasan lebih rinci.


Dalam hal pembuktian asava  pun ada 2 cara bagi kita yg belum melihat:

1. Kita sendiri harus serta merta mau langsung terjun dengan melatihnya.

2.Seorang Guru yang mahir dalam abinna maka akan menunjukan asava dengan diam-diam sepanjang panna murid itu sudah matang. Pembuktian ini tergantung sang guru.

Permasalahannya sering kali kita tidak mau, malas, masa bodoh, merasa tak perlu, untuk dibuktikan kebenaran, tetapi MELULU mengatakan "ayo buktikan", ayo buktikan" tapi tidak ada realisasi nyata...Seperti komandan berperang dan berteriak "maju...." tapi komandannya sendiri diam ditempat....hingga pada akhirnya hanya pada keraguan, terjebak pada pandangan diri sendiri tanpa melihat apa yg terjadi diluar rumah.
oo...cara apapun maka menjadi tidak cocok....karena ketumpulan batin ooo....apa yg terjadi?

pembuktian bagi yg belum melihat, adalah harus kita sendiri melatih lalu baru tau apakah yg dikatakan sang guru benar...sehingga dasar pandangan benar sudah ada, nah kalau beruntung bisa ada guru yg memperlihatkan asava dengan cara2 yg unik melalui abinna, ini seringkali dilakukan Sang Buddha.Misalnya Sang Buddha memberikan penglihatan kepada seorang wanita(saya lupa namanya ) dari cantik, tua peyot dan mati) karena panna yg matang dia langsung melihat  asava melalui nimitta yg diberikan Sang Buddha dan munculah nyana dan terealisasilah kesucian.

Ada Satu buku menarik tentang kehidupan Mae-Chee Kaew, dia adalah anagarini di Thailand dan biasa dipanggil mae chee untuk anagarini. Beliau adalah murid dari ajahn Mun dan Luangta Mahaboowa. Ajahn Mun pernah memperlihatkan bagaimana proses tubuh yg lapuk dalam meditasinya Mae chee kaew ini....demikian Luangta Mahaboowa memperlihatkan hal yg sama...hingga Mae chee Kaew mencapai tingkat kearahatan...

Lalu dari cerita Sunlun Sayadaw 1 minggu setelah ia ditahbiskan , didatangi mara dengan percakapan2 yg menggoda...ini adalah tanda atau nimita/manifestasi dari asava. Dan mereka yg telah memiliki panna untuk pencapaian akan mengenalinya.

Bagaimana kita buat kesimpulan kita bisa lihat ada banyak kemiripan dan kesamaan pengalaman dari para meditator2 dalam melihat asava ini. Dan juga kebetulan sekali guru om Fabian sudah melihat asava itu, dan mengajarkan om Fabian meditasi, om Fabian telah membuktikan dan melihat apa yg diajarkan guru itu.Nah apakah harus ragu bahwa guru itu juga tidak melihat asava? padahal pengetahuan yg diberikan gurunya baru secuil tapi sudah terbukti dengan NYATA.


Demikian dalam arahat magga dan phala Luangta Mahaboowa juga ada diceritakan nimitta of asava.

Tentu ada pertanyaan apakah saya telah melihatnya? saya katakan belum. Tapi saya bertanya balik apakah cerita pengalaman dari para bhikkhu Ariya yang telah menjadi teladan bohong? jika kita mengatakan belum tentu benar, karena belum melihat, maka saya akan tanya lalu bagaimana Anda akan membuktikannya, apakah debat....? no..no..no.....ini tidak bisa dibuktikan dengan debat tapi dengan praktek...
Lalu mengapa kita berdebat...? karena ingin ada konklusi dan konklusi itu telah hampir SELESAI ketika Hudoyo melakukan TANTANGAN kepada perkedel...Nyatanya ...kita bisa lihat hasilnya.


saya yakin bhikkhu yg akan ditunjukkan perkedel kelihatannya bisa membaca batin master MMD...mungkin ini menjadi salah satu kekhawatiran si master MMD. Misalnya apa sih niat si Master MMD setelah ketauan kedoknya, sekalipun si bhikkhu ngak akan terang2an kasi tau...tapi ini sih khayalan saja..tak perlu digubris... ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 15 August 2009, 07:02:51 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Seperti saya bilang, karena punya hubungan yang "buruk", jadi pendekatan apa pun akan jadi sulit.

Ya, sepertinya hal itu akan berlangsung lama...


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya tidak ingat karena saya punya pandangan itu sejak lama. Sepertinya konklusi pribadi. Kalaupun ada di sutta, sepertinya saya tidak temukan yang menyiratkan langsung moha = keakuan.

Sedikit intermezzo...

Spoiler: ShowHide

Quote from: Uraian singkat tentang Samyojana
1. Pandangan sesat tentang adanya pribadi, jiwa atau aku yang kekal (sakkaya-ditthi).

2. Keragu-raguan yang skeptis pada Buddha, Dhamma, Sangha, dan tentang kehidupan yang lampau dan kehidupan yang akan datang, juga tentang hukum sebab akibat (vicikicchã).

3. Kemelekatan pada suatu kepercayaan bahwa hanya dengan melaksanakan aturan-aturan dan upacara keagamaan seseorang dapat mencapai kebebasan (silabbata-parãmãsa).

4. Nafsu indriya (kãma-rãga).

5. Dendam atau dengki (vyãpãda).

6. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam bentuk (rüpa-rãga). Alam bentuk (rüpa-rãga) dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Jhãna I, Jhãna II, Jhãna III atau Jhãna IV.

7. Kemelekatan atau kehausan untuk terlahir di alam tanpa bentuk (arüpa-rãga). Alam tanpa bentuk (arüpa-rãga) dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal sewaktu dalam keadaan samadhi dan telah mencapai Arüpa Jhãna I, Arüpa Jhãna II, Arüpa Jhãna III atau Arüpa Jhãna IV.

8. Perasaan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain (mãna).

9. Kegelisahan (uddhacca). Suatu kondisi batin yang haus sekali karena yang bersangkutan belum mencapai tingkat kebebasan sempurna (arahat).

10. Kebodohan atau ketidak-tahuan (avijjã).


Seorang yang sudah mencapai tingkat Sotapanna sudah menghancurkan 3 belenggu pertama. Seorang yang sudah mencapai tingkat Anagami sudah menghancurkan 5 belenggu pertama.

Seorang Sotapanna sudah menghancurkan keakuan / konsepsi adanya si "aku". Di tingkat Anagami, lobha (ketertarikan) dan dosa (penolakan) sudah berhasil ditanggalkan. Pada tingkat Arahat, semua belenggu telah dihancurkan; termasuk "ketidaktahuan" (avijja).

Kalau dilihat dari uraian ini, keakuan sudah tidak lagi ditemukan pada seorang yang mampu merealisasi salah satu dari tingkat-tingkat kesucian. Di uraian ini, tidak disinggung mengenai moha. Yang ditekankan adalah avijja. Secara garis besar, mungkin dapat disimpulkan bahwa:
- tidak semua bentuk avijja merupakan moha
- semua bentuk moha merupakan avijja

Moha hanya berbicara dalam tataran kebodohan batin, di mana seseorang tidak bisa melihat pergerakan batin dengan jelas. Moha yang pekat mengakibatkan seseorang bisa terus bergumul dalam lobha dan dosa. Sedangkan avijja berbicara dalam koridor ketidaktahuan akan Kebenaran. Dalam hal ini adalah kebenaran tentang dukkha, asal-mula dukkha, akhir dukkha, dan jalan menuju terhentinya dukkha. Singkat kata, avijja merupakan ketidaktahuan akan kebenaran mutlak. Dalam konteks ini, ketidaktahuan akan keberadaan asava (arus kekotoran batin) juga termasuk di dalamnya.

Apa Anda setuju, atau ada pendapat lain?


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya pun tidak bilang nihilisme. Dan sebenarnya dulu saya pernah bahas nihilisme & "anatta" dengan Pak Hudoyo ketika saya ditanya umat lain mengenai "nibbana". Di situ, sama sekali Pak Hudoyo tidak menyetujui "anatta" = nihilisme. Saya rasa karena beda sudut pandang dan konteks bicara dari lawan bicara yang berbeda, maka statement-nya berbeda.

Entah, saya juga tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Pak Hudoyo memang cukup kontroversial. Kadang kala Pak Hudoyo melontarkan pernyataan yang 'ekstrim', kadang pula dia melontarkan pernyataan yang kontradiktif. Atau mungkin Pak Hudoyo mengalami masa transformasi pola pandang; sehingga suatu waktu dia tidak menyatakan Ajaran Sang Buddha adalah nihilisme, tapi suatu waktu kemudian akhirnya dia menyatakan bahwa Ajaran Sang Buddha adalah nihilisme. Demikian pula konsep dari metode MMD. Di mana pada akhirnya Pak Hudoyo menggagaskan wujud final dari MMD (http://fsckedt.blogsome.com/2008/03/28/mmd-menemukan-wujud-finalnya/).


Quote from: Kainyn_Kutho
Sesuatu yang bersifat fakta tanpa bias opini dari subjek.
Dalam musik, konsonan dan disonan adalah objektif; merdu dan tidak merdu adalah subjektif.

Baik. Kalau begitu, menurut Anda... Apakah ada hal objektif dari Ajaran Sang Buddha yang justru ditolak atau dipandang sebagai hal subjektif oleh Pak Hudoyo?

Jika ada, coba Bro Kainyn kemukakan...


Quote from: Kainyn_Kutho
Tepat sekali. Makanya saya selalu katakan sebelum kita merealisasi kesucian, semuanya hanyalah kebenaran relatif. Semua pandangan-pandangan dan ajaran dhamma boleh jadi adalah kebenaran, namun tetap relatif. Yang "hebat" dari kualitas seorang pengajar (Samma Sambuddha) adalah mengetahui kebenaran relatif mana yang cocok bagi orang sehingga membantu merealisasi kebenaran mutlak. Apa itu kebenaran mutlak? Saya belum tahu. Kendati pun saya tahu, saya tidak bisa mengatakannya.

OK. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Secara mengejutkan, Pak Hudoyo mengatakan hal yang senada. Pak Hudoyo mengatakan debat sekarang ini bukan untuk MMD atau "lawan" MMD, tetapi bagi pihak ke tiga yang membaca agar mau berpikir. :)

Begitulah kecenderungan yang terjadi...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 15 August 2009, 07:16:16 PM
[at] Bond

Oleh karena itu saya tidak berani berspekulasi terlalu jauh tentang cara apa yang mungkin ditempuh mereka, seandainya ada kesepakatan bersama untuk membuktikan bahwa asava dapat dilihat...

Anumodana atas uraiannya. _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 15 August 2009, 08:33:06 PM
Quote
Secara mengejutkan, Pak Hudoyo mengatakan hal yang senada. Pak Hudoyo mengatakan debat sekarang ini bukan untuk MMD atau "lawan" MMD, tetapi bagi pihak ke tiga yang membaca agar mau berpikir. :)


mau berpikir atau diarahkan ke arah yang sesat tuh, seperti kasus kata2 suhu yang cuma bilang astaga doang langsung di kasih komentar dan di arahkan untuk pembaca lho =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Lily W on 15 August 2009, 10:32:06 PM
Quote
Pendapat saya pribadi, asava tidak semata-mata "dilihat" begitu saja dalam vipassana. Asava bisa dikenali oleh mereka yang telah mencapai kesucian, yang karenanya, memiliki "kesaktian" lokuttara melihat Asava (asavakkhayañana). Walaupun demikian, ia tetap tidak bisa membuat orang lain melihat asava, sehingga usaha pembuktian tersebut adalah hal sia-sia.

Ini seperti misalnya saya tidak punya mata-dewa, anda juga tidak. Saya percaya dan anda tidak. Lalu saya bawa anda ke orang yang punya mata-dewa. Tidak akan terjadi pembuktian apa pun.

Di sini, saya setuju dengan sikap Pak Hudoyo terhadap "pembuktian lihat-melihat asava", tetapi tidak setuju dengan cara merespon ajakannya.

  [at]  kainyn dan all
Apa yg saya tau, saya dengar dan apa yg telah saya lihat...

Seorang bhikkhu yg mahir ketika melihat muridnya tentang pencapaiannya ada 2 cara :(ini pernah saya tulis, hanya lupa di topik mana)

1. yang sering dan umum adalah melalui wawancara tentang pengalaman si murid
2. Sang Guru langsung melihat batin orang itu dengan abinnanya melihat citta dari orang itu. Apakah masih ada kilesa atau tidak.

Dan biasanya sekalipun dia sudah memiliki abinna tau, Sang Guru tetap melakukan wawancara dengan tujuan agar si murid mendapatkan penjelasan lebih rinci.


Dalam hal pembuktian asava  pun ada 2 cara bagi kita yg belum melihat:

1. Kita sendiri harus serta merta mau langsung terjun dengan melatihnya.

2.Seorang Guru yang mahir dalam abinna maka akan menunjukan asava dengan diam-diam sepanjang panna murid itu sudah matang. Pembuktian ini tergantung sang guru.

Permasalahannya sering kali kita tidak mau, malas, masa bodoh, merasa tak perlu, untuk dibuktikan kebenaran, tetapi MELULU mengatakan "ayo buktikan", ayo buktikan" tapi tidak ada realisasi nyata...Seperti komandan berperang dan berteriak "maju...." tapi komandannya sendiri diam ditempat....hingga pada akhirnya hanya pada keraguan, terjebak pada pandangan diri sendiri tanpa melihat apa yg terjadi diluar rumah.
oo...cara apapun maka menjadi tidak cocok....karena ketumpulan batin ooo....apa yg terjadi?

pembuktian bagi yg belum melihat, adalah harus kita sendiri melatih lalu baru tau apakah yg dikatakan sang guru benar...sehingga dasar pandangan benar sudah ada, nah kalau beruntung bisa ada guru yg memperlihatkan asava dengan cara2 yg unik melalui abinna, ini seringkali dilakukan Sang Buddha.Misalnya Sang Buddha memberikan penglihatan kepada seorang wanita(saya lupa namanya ) dari cantik, tua peyot dan mati) karena panna yg matang dia langsung melihat  asava melalui nimitta yg diberikan Sang Buddha dan munculah nyana dan terealisasilah kesucian.

Ada Satu buku menarik tentang kehidupan Mae-Chee Kaew, dia adalah anagarini di Thailand dan biasa dipanggil mae chee untuk anagarini. Beliau adalah murid dari ajahn Mun dan Luangta Mahaboowa. Ajahn Mun pernah memperlihatkan bagaimana proses tubuh yg lapuk dalam meditasinya Mae chee kaew ini....demikian Luangta Mahaboowa memperlihatkan hal yg sama...hingga Mae chee Kaew mencapai tingkat kearahatan...

Lalu dari cerita Sunlun Sayadaw 1 minggu setelah ia ditahbiskan , didatangi mara dengan percakapan2 yg menggoda...ini adalah tanda atau nimita/manifestasi dari asava. Dan mereka yg telah memiliki panna untuk pencapaian akan mengenalinya.

Bagaimana kita buat kesimpulan kita bisa lihat ada banyak kemiripan dan kesamaan pengalaman dari para meditator2 dalam melihat asava ini. Dan juga kebetulan sekali guru om Fabian sudah melihat asava itu, dan mengajarkan om Fabian meditasi, om Fabian telah membuktikan dan melihat apa yg diajarkan guru itu.Nah apakah harus ragu bahwa guru itu juga tidak melihat asava? padahal pengetahuan yg diberikan gurunya baru secuil tapi sudah terbukti dengan NYATA.


Demikian dalam arahat magga dan phala Luangta Mahaboowa juga ada diceritakan nimitta of asava.

Tentu ada pertanyaan apakah saya telah melihatnya? saya katakan belum. Tapi saya bertanya balik apakah cerita pengalaman dari para bhikkhu Ariya yang telah menjadi teladan bohong? jika kita mengatakan belum tentu benar, karena belum melihat, maka saya akan tanya lalu bagaimana Anda akan membuktikannya, apakah debat....? no..no..no.....ini tidak bisa dibuktikan dengan debat tapi dengan praktek...
Lalu mengapa kita berdebat...? karena ingin ada konklusi dan konklusi itu telah hampir SELESAI ketika Hudoyo melakukan TANTANGAN kepada perkedel...Nyatanya ...kita bisa lihat hasilnya.


saya yakin bhikkhu yg akan ditunjukkan perkedel kelihatannya bisa membaca batin master MMD...mungkin ini menjadi salah satu kekhawatiran si master MMD. Misalnya apa sih niat si Master MMD setelah ketauan kedoknya, sekalipun si bhikkhu ngak akan terang2an kasi tau...tapi ini sih khayalan saja..tak perlu digubris... ^-^

Hebat... :jempol:

Anumodana atas penjelasannya..._/\_

Yang saya bold warna biru itu adalah tentang kisah Ratu Khemah kan? Kisah itu mengingatkan saya ketika belum mengenal buddhism...kisah itu yang menarik perhatian saya terhadap ajaran Sang Buddha.....:jempol: (sori...kalo OOT ;D )

_/\_ :lotus:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: kullatiro on 16 August 2009, 07:57:40 PM
waduh panjang banget sih masalah bpk hudoyo ini gampang nya karena dia pandita Budddhis jadi cara melihat nya harus dengan pandita sila. apakah dia telah melanggar pandita sila itu saja, dan sebenarnya sudah selesai kalau sudah melanggar pandita sila. (apalagi sampai ngotot-ngototan yang tak ada ujung nya)

Tidak usah berbelit belit begini. bikin pusing saja sampai 33 halaman lohh. lihatnya dengan pandita sila saja beres kan.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 18 August 2009, 01:57:31 PM
DIALOG IMAJINER DENGAN HUDOYO

Anatta: Saya memahami bahwa ada sementara rekan yang tidak suka membaca perdebatan
tentang Dhamma digelar di milis-milis, Bagi teman-teman itu, yah, tidak
ada jalan lain daripada jangan membaca posting-posting saya lagi.

Berikut ini saya sampaikan ulang dialog Sang Buddha dengan petapa kelana
Potaliya. Potaliya berpendapat bahwa 'tidak mengecam apa yang patut
dikecam dan tidak memuji apa yang patut dipuji' adalah sikap yang paling
baik, karena di situ orang berada dalam keadaan upekkha (keseimbangan)
yang tinggi. Apa jawab Sang Buddha? SIlakan simak sutta pendek ini:

*****

POTALIYA-SUTTA (A.ii.97) - Mengecam & memuji

Petapa kelana Potaliya mendapatkan Sang Buddha & bertukar sapa. Sang
Buddha berkata kepadanya:

"Potaliya, ada empat jenis manusia di dunia. Apakah itu?

(1) Ada orang yang mengecam apa yang patut dikecam, tapi tidak memuji apa
yang patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat;

(2) ada orang yang memuji apa yang patut dipuji, tapi tidak mengecam apa
yang patut dikecam, secara benar & pada saat yang tepat;

(3) ada orang yang tidak mengecam apa yang patut dikecam, dan tidak memuji
apa yang patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat;

(4) ada orang yang mengecam apa yang patut dikecam, dan memuji apa yang
patut dipuji, secara benar & pada saat yang tepat.

Potaliya, di antara keempat jenis manusia ini, manakah yang terbaik dan
termulia?"

Jawab Potaliya:

"Gotama yang baik, di antara keempat jenis manusia ini, orang yang tidak
mengecam apa yang patut dikecam, dan tidak memuji apa yang patut dipuji,
secara benar & pada saat yang tepat, adalah yang terbaik dan termulia.
Mengapa begitu? Oleh karena ia telah memiliki keseimbangan batin (upekkha)
yang tinggi."

Kata Sang Buddha:

"Potaliya, di antara keempat jenis manusia ini, orang yang mengecam apa
yang patut dikecam, dan memuji apa yang patut dipuji, secara benar & pada
saat yang tepat, adalah yang terbaik dan termulia. Mengapa begitu? Oleh
karena ia tahu apa yang harus dikatakan pada saat yang tepat."

Jawab Potaliya:

"Betapa sempurna, Gotama yang baik, betapa sempurna! Bagaikan menegakkan
kembali apa yang terbalik, mengungkap apa yang tersembunyi, menunjukkan
jalan kepada orang yang tersesat, menyalakan pelita bagi mereka yang
mempunyai mata untuk melihat wujud-wujud. Begitulah Gotama yang baik telah
menjelaskan Dhamma dengan berbagai cara. Saya berlindung pada Sang Bhagava
Gotama, pada Dhamma dan Sangha para bhikkhu. Semoga saya diingat sebagai
orang awam (upasaka) yang telah berlindung, mulai sekarang, sepanjang
hidup."

[Terjemahan: Hudoyo Hupudio]


Hudoyo: Itulah yang diajarkan dalam AGAMA Buddha, dalam Tipitaka Pali yang ditulis
berabad-abad setelah Sang Buddha wafat. Saya tidak percaya itu datang dari
mulut Sang Buddha.* :o :o :o

===================================================================================================



Referensi:
Ucapan-ucapan Hudoyo yang terdokumentasi.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 18 August 2009, 02:08:00 PM
Dear Anatta..., ;)

Yah, lihat2 kebutuhan atau kepentingan lah.
Saat ada sutta yang sesuai dengan kebutuhan / kepentingan pribadi ya, sutta itu jadi sarana khan, dan sutta itu akan didukung yang berkepentingan .. "itu adalah salah satu sutta yang memang dikhotbahkan Sang Buddha".
Sepetinya begitu... ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 18 August 2009, 03:11:48 PM
Dear Anatta..., ;)

Yah, lihat2 kebutuhan atau kepentingan lah.
Saat ada sutta yang sesuai dengan kebutuhan / kepentingan pribadi ya, sutta itu jadi sarana khan, dan sutta itu akan didukung yang berkepentingan .. "itu adalah salah satu sutta yang memang dikhotbahkan Sang Buddha".
Sepetinya begitu... ;)

 [at]  Ratnakumara: Kalau dia benar2 mengikuti petunjuk di POTALIYA-SUTTA, kenapa dia gak mengecam dirinya sendiri dan memuji kita ya??!... =)) =)) =))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 18 August 2009, 03:39:09 PM
he he... ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Adhitthana on 18 August 2009, 09:32:30 PM
Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8

Di akhir perdebatannya dengan “Kemenyan”,  Romo Hudoyo memberikan tanggapannya sebagai berikut :

OK, Kemenyan … bodoh kalau saya melayani Anda terus … waktu saya sangat berharga untuk membimbing MMD … Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur … sekalipun Anda menghiba-hiba, saya tidak akan masuk ke DC lagi selama managementnya dikuasai oleh orang-orang reaksioner yang ingin memutar mundur jarum sejarah Buddhisme di Indonesia. …

Kita beradu di lapangan … Umat Buddha Indonesia akan menilai sendiri dalam waktu 10 tahun ini … Anda dan teman-teman Anda di DC-kah, atau saya dan teman-teman saya di MMD, yang benar-benar pewaris dari ajaran Sang Guru.

Salam,
hudoyo

[ Sumber =

http:///showthread.php?t=878014&page=8 ]

Tulisan Bold .....
ada  yg tidak gw pahami dan mengerti
pak Hud, mengatakan pewaris ajaran Sang Guru ..... Guru yg mana  ::) ???
Jika asumsi gw Guru Buddha Gotama, maka pernyataan2 beliau berlawanan dengan kalimat yg di bold
Kenapa?? ...... karna beliau mengatakan tidak pernah mengajarkan agama Buddha

ada yg bisa jelasin gak ??
 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: dipasena on 18 August 2009, 10:10:20 PM
1. saya sempat berpikir, apakah alasan penolakan terhadap jm-8 dan 4-km adalah agar ajaran baru nya "MMD" bs diterima dikalangan agama lain, sehingga promosi dan marketing atas MMD dapat bertahan dan berkembang dalam semua lapisan agama.

menurut rekan2 apakah pak hud pernah menyatakan bahwa dengan MMD nya itu dapat membebaskan manusia ?

2. apakah penolakan keberadaan si pakar di DC ini merupakan tamparan bagi pak hud, sehingga ia selalu berpikir negatif terhadap umat buddhist ? (sangat terlihat sekali dalam setiap tulisannya jika berdiskusi/berdebat dengan umat buddhist) klo yg ini gw sempat kena getahnya, hahaha...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 18 August 2009, 10:31:22 PM
Tulisan Bold .....
ada  yg tidak gw pahami dan mengerti
pak Hud, mengatakan pewaris ajaran Sang Guru ..... Guru yg mana  ::) ???
Jika asumsi gw Guru Buddha Gotama, maka pernyataan2 beliau berlawanan dengan kalimat yg di bold
Kenapa?? ...... karna beliau mengatakan tidak pernah mengajarkan agama Buddha
agama buddha != buddha dhamma
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Adhitthana on 18 August 2009, 10:44:33 PM
Tulisan Bold .....
ada  yg tidak gw pahami dan mengerti
pak Hud, mengatakan pewaris ajaran Sang Guru ..... Guru yg mana  ::) ???
Jika asumsi gw Guru Buddha Gotama, maka pernyataan2 beliau berlawanan dengan kalimat yg di bold
Kenapa?? ...... karna beliau mengatakan tidak pernah mengajarkan agama Buddha
agama buddha != buddha dhamma

Artinya  ::) ......
pernyataan beliau berlawanan ato tidak??

Thanks  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 08:56:44 AM
Tentu ada pertanyaan apakah saya telah melihatnya? saya katakan belum. Tapi saya bertanya balik apakah cerita pengalaman dari para bhikkhu Ariya yang telah menjadi teladan bohong? jika kita mengatakan belum tentu benar, karena belum melihat, maka saya akan tanya lalu bagaimana Anda akan membuktikannya, apakah debat....? no..no..no.....ini tidak bisa dibuktikan dengan debat tapi dengan praktek...
Lalu mengapa kita berdebat...? karena ingin ada konklusi dan konklusi itu telah hampir SELESAI ketika Hudoyo melakukan TANTANGAN kepada perkedel...Nyatanya ...kita bisa lihat hasilnya.


saya yakin bhikkhu yg akan ditunjukkan perkedel kelihatannya bisa membaca batin master MMD...mungkin ini menjadi salah satu kekhawatiran si master MMD. Misalnya apa sih niat si Master MMD setelah ketauan kedoknya, sekalipun si bhikkhu ngak akan terang2an kasi tau...tapi ini sih khayalan saja..tak perlu digubris... ^-^

Bro bond, saya bukan percaya ataupun tidak percaya. Yang saya sampaikan adalah seandainya benar pun demikian, "pengalaman pribadi" tidak bisa dijadikan referensi, dan sebetulnya debat seperti itu tidak akan ada habisnya seperti Tuhan ada dan tidak ada, karena semua kembali pada pribadi masing-masing tentang bagaimana memandang sesuatu. 


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 19 August 2009, 09:24:13 AM
Tentu ada pertanyaan apakah saya telah melihatnya? saya katakan belum. Tapi saya bertanya balik apakah cerita pengalaman dari para bhikkhu Ariya yang telah menjadi teladan bohong? jika kita mengatakan belum tentu benar, karena belum melihat, maka saya akan tanya lalu bagaimana Anda akan membuktikannya, apakah debat....? no..no..no.....ini tidak bisa dibuktikan dengan debat tapi dengan praktek...
Lalu mengapa kita berdebat...? karena ingin ada konklusi dan konklusi itu telah hampir SELESAI ketika Hudoyo melakukan TANTANGAN kepada perkedel...Nyatanya ...kita bisa lihat hasilnya.


saya yakin bhikkhu yg akan ditunjukkan perkedel kelihatannya bisa membaca batin master MMD...mungkin ini menjadi salah satu kekhawatiran si master MMD. Misalnya apa sih niat si Master MMD setelah ketauan kedoknya, sekalipun si bhikkhu ngak akan terang2an kasi tau...tapi ini sih khayalan saja..tak perlu digubris... ^-^

Bro bond, saya bukan percaya ataupun tidak percaya. Yang saya sampaikan adalah seandainya benar pun demikian, "pengalaman pribadi" tidak bisa dijadikan referensi, dan sebetulnya debat seperti itu tidak akan ada habisnya seperti Tuhan ada dan tidak ada, karena semua kembali pada pribadi masing-masing tentang bagaimana memandang sesuatu.  




Numpang nanya, apa yg diajarkan Sang Buddha itu pengalaman Sang Buddha pribadi atau bukan?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 09:34:32 AM
Seorang yang sudah mencapai tingkat Sotapanna sudah menghancurkan 3 belenggu pertama. Seorang yang sudah mencapai tingkat Anagami sudah menghancurkan 5 belenggu pertama.

Seorang Sotapanna sudah menghancurkan keakuan / konsepsi adanya si "aku". Di tingkat Anagami, lobha (ketertarikan) dan dosa (penolakan) sudah berhasil ditanggalkan. Pada tingkat Arahat, semua belenggu telah dihancurkan; termasuk "ketidaktahuan" (avijja).

Kalau dilihat dari uraian ini, keakuan sudah tidak lagi ditemukan pada seorang yang mampu merealisasi salah satu dari tingkat-tingkat kesucian. Di uraian ini, tidak disinggung mengenai moha. Yang ditekankan adalah avijja. Secara garis besar, mungkin dapat disimpulkan bahwa:
- tidak semua bentuk avijja merupakan moha
- semua bentuk moha merupakan avijja

Moha hanya berbicara dalam tataran kebodohan batin, di mana seseorang tidak bisa melihat pergerakan batin dengan jelas. Moha yang pekat mengakibatkan seseorang bisa terus bergumul dalam lobha dan dosa. Sedangkan avijja berbicara dalam koridor ketidaktahuan akan Kebenaran. Dalam hal ini adalah kebenaran tentang dukkha, asal-mula dukkha, akhir dukkha, dan jalan menuju terhentinya dukkha. Singkat kata, avijja merupakan ketidaktahuan akan kebenaran mutlak. Dalam konteks ini, ketidaktahuan akan keberadaan asava (arus kekotoran batin) juga termasuk di dalamnya.

Apa Anda setuju, atau ada pendapat lain?
Kalau pendapat saya, seorang Sotapanna sudah tidak memandang adanya "aku" dan sebagainya, namun "akibat lampau" dari "kebodohan bathin" masih ada, tidak serta-merta berhenti langsung. Ibaratnya air dalam panci dipanaskan, setelah api dimatikan, air tidak langsung "dingin". Apakah api masih ada? Tidak. Apakah akibat dari api masih ada? Ya, ada.



Quote
Entah, saya juga tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Pak Hudoyo memang cukup kontroversial. Kadang kala Pak Hudoyo melontarkan pernyataan yang 'ekstrim', kadang pula dia melontarkan pernyataan yang kontradiktif. Atau mungkin Pak Hudoyo mengalami masa transformasi pola pandang; sehingga suatu waktu dia tidak menyatakan Ajaran Sang Buddha adalah nihilisme, tapi suatu waktu kemudian akhirnya dia menyatakan bahwa Ajaran Sang Buddha adalah nihilisme. Demikian pula konsep dari metode MMD. Di mana pada akhirnya Pak Hudoyo menggagaskan wujud final dari MMD (http://fsckedt.blogsome.com/2008/03/28/mmd-menemukan-wujud-finalnya/).
Diskusi dhamma, bukanlah sebuah pembicaraan dogma yang sederhana. Seperti saya katakan, tergantung konteks, kemampuan bicara dan kemampuan lawan bicara, maka sebuah statement bisa berubah. Suatu ketika seorang upasaka mengatakan bahwa Buddha menjelaskan perasaan terbagi dua dan seorang bhikkhu mengatakan Buddha menjelaskan perasaan terbagi tiga. Mereka saling berdebat dengan keras kepala. Akhirnya kejadian itu disampaikan oleh Ananda ke Buddha yang mengatakan bahwa kedua orang itu benar, namun mereka tidak mengerti konteks yang dibawakan.

Saya rasa mau "wujud final MMD", "MMD beta version" atau "MMD versi 2.0" adalah hal yang wajar. Pandangan saya terhadap ajaran Buddha pun senantiasa mengalami proses perubahan sesuai bertambahnya pengalaman.



Quote
Baik. Kalau begitu, menurut Anda... Apakah ada hal objektif dari Ajaran Sang Buddha yang justru ditolak atau dipandang sebagai hal subjektif oleh Pak Hudoyo?

Jika ada, coba Bro Kainyn kemukakan...
Seperti saya katakan, namanya kepercayaan itu semua adalah subjektif. Tipitaka adalah demikian adanya, namun ketika dibaca satu orang, maka timbul satu pengertian. Dibaca orang lain, timbul pengertian lain. Yang objektif hanyalah tulisan. Ketika tulisan dipersepsi dan diproses pikiran, semua menjadi subjektif. Oleh karena itu saya katakan semua hanyalah kecocokan. Jika seseorang memandangnya demikian, maka pikiran "saya yang benar", "Buddhisme adalah aku, milikku", "aliran lain sesat" dan lain-lain tidak akan ada. Ia mengetahui semua itu hanyalah  objek yang diproses khanda, dan khanda berubah, tidak kekal, dan rapuh.

Saya memegang kepercayaan demikian sebagai ajaran Buddha, yang barang tentu tidak sejalan dengan orang lain, terutama yang menggenggam kepercayaan bahwa dirinya telah memiliki satu kebenaran. Kembali lagi pada kecocokan. Apakah saya sesat dan subjektif? Tidak masalah, semua adalah persepsi.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 09:37:51 AM
Numpang nanya, apa yg diajarkan Sang Buddha itu pengalaman Sang Buddha pribadi atau bukan?

Tergantung bagi siapa. Bagi saya sih, bukan, maka saya masih berpegang pada Tipitaka.

Mengenai referensi, ketika Buddha mengajar, Buddha cenderung tidak menggunakan diri sendiri sebagai sudut pandang, namun sudut pandang orang yang diajar tersebut. Buddha tidak mengatakan, "saya lihat, kamu tidak", tetapi membahas dari sudut pandang orang yang memang tidak melihat. Itulah mengapa Buddha saya katakan bijaksana.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 09:41:14 AM
[at]  Ratnakumara: Kalau dia benar2 mengikuti petunjuk di POTALIYA-SUTTA, kenapa dia gak mengecam dirinya sendiri dan memuji kita ya??!... =)) =)) =))

Wah.. anda merasa pantas dipuji yah? Luar biasa. :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 19 August 2009, 10:22:48 AM
Numpang nanya, apa yg diajarkan Sang Buddha itu pengalaman Sang Buddha pribadi atau bukan?

Tergantung bagi siapa. Bagi saya sih, bukan, maka saya masih berpegang pada Tipitaka.

Mengenai referensi, ketika Buddha mengajar, Buddha cenderung tidak menggunakan diri sendiri sebagai sudut pandang, namun sudut pandang orang yang diajar tersebut. Buddha tidak mengatakan, "saya lihat, kamu tidak", tetapi membahas dari sudut pandang orang yang memang tidak melihat. Itulah mengapa Buddha saya katakan bijaksana.

Tipitaka itu sumbernya dari mana?

Pertanyaannya jika Buddha menggunakan sudut pandang orang lain, maka referensi apa yg Buddha gunakan untuk menjelaskan Dhamma dengan menggunakan sudut pandang orang lain?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 19 August 2009, 10:39:43 AM
Quote
1. Penolakan terhadap Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan

menolak ini maksudnya menolak gmana?

Quote
2. Pelarangan bagi ummat Buddha untuk melakukan berbagai bentuk Puja ( Namaskara, pembacaan Paritta, dll. ) saat sedang mengikuti retret “MMD”.

setau i puja itu optional, jadi kalo dilarang juga gak kenapa kan....

Quote
3. Tujuan “MMD” adalah  “berhentinya-pikiran” ( bukan Nibbana sebagaimana Sang Buddha menunjukkannya sebagai tujuan-sejati bagi ummat Buddha )
kemaren sempet diskusi sama si yaHud di eFBe... keknya dia salah kata deh..
kalo i nangkepnya maksud pikiran dia yg berhenti tuh adalah konseptualisasi/penafsiran.. dalam bahasa inggrisnya adalah Thought.
sedangkan Mind itu tidak berhenti....

Quote
4. Penegasan bahwa “MMD” adalah meditasi vipassana “Ala Krishnamurti” ; bukan vipassana ala Buddhisme umumnya.

apa standar vipassana ala Buddhisme dan apa standar vipassana ala Krishnamurti?

Quote
   
5. Penggunaan Bahiya-Sutta, Malunkyaputta-Sutta, dan Angulimala-Sutta sebagai sekedar “jembatan” untuk menghubungkan “MMD” ( yang berbasis ajaran J.Krishnamurti ) dengan ummat Buddha.

lalu ada apa dengan hal itu?

Quote
   
6. Pandangan Romo Hudoyo akan adanya Buddha yang telah muncul di abad ke-20 ; yaitu J.Krishnamurti.
apa arti Buddha bagi Romo Hudoyo?
apa ada alasan yg jelas kenapa Krishnamurti layak disebut sebagai seorang Buddha menurut romo Hudoyo?
   
Quote
7. Penolakan [ dengan halus ] Ajaran “Anatta”

alasan ditolaknya Anatta?
   
Quote
8. Penolakan terhadap Kebenaran isi Ti-Pitaka

tipitaka sangat luas, kebenaran yg mana yg ditolak?
alasan ditolaknya kebenaran isi Ti Pitaka?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 19 August 2009, 11:54:49 AM
 =))
[at]  Ratnakumara: Kalau dia benar2 mengikuti petunjuk di POTALIYA-SUTTA, kenapa dia gak mengecam dirinya sendiri dan memuji kita ya??!... =)) =)) =))

Wah.. anda merasa pantas dipuji yah? Luar biasa. :)

[at]  Kainyn: Wah... anda tidak melihat ini ya: ... =)) =)) =))
Relax man!...Relax!!
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 12:28:50 PM
Quote
1. Penolakan terhadap Empat Kesunyataan Mulia dan Jalan Ariya Beruas Delapan

menolak ini maksudnya menolak gmana?

dear hat,

krn tanyanya kepanjangan, berikut saya jawab satu persatu aja yah:

Mengenai JMB-8, berikut tulisan terbaru PH :

Quote
HUDOYO di SP ini menulis:
>>Salah satu KESALAHPAHAMAN yang paling sering diungkit-ungkit adalah bahwa saya "menolak Jalan Mulia Berfaktor Delapan" dari doktrin Buddhisme. > Kesalahpahaman ini disebabkan karena sementara rekan Buddhis > menyalahpahami kata-kata saya: "DI DALAM VIPASSANA, Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak relevan lagi."

sedangkan tulisan2 sebelumnya :

Quote
1.

Quote
Quote from: Sumedho on 29 July 2008, 01:29:14 PM
jadi kesimpulannya Pak Hud, apakah jalan mulia beruas 8 bisa membawa kebebasan tidak? kalau sudah disimpulkan, nanti buka thread lain aja supaya lebih rapih

 
Quote
Kalau Anda membaca dengan teliti thread ini, Anda akan melihat beberapa kali saya katakan:

Segala JALAN spiritual, termasuk JMB-8, tidak bisa membebaskan orang; untuk bebas batin harus berhenti, bukan berjalan.
Silakan kalau ada orang mau berpendapat lain.

Salam,

hudoyo


2.
Quote
Quote from: ryu on 28 July 2008, 01:38:32 PM

14. “Bhagava, adakah jalan, adakah metode untuk mencapai hal-hal ini?” “Ada jalan, Mahali, ada metode.” [157] “Dan Bhagava, apakah jalan itu, apakah metode itu?”

“Yaitu, Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu, Pandangan Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar; Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan, ini adalah cara untuk mencapai hal-hal ini.”

http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.06.0.wlsh.html


Quote
hehe … ini kan cuma mengulang-ulang argumentasi lama: ada JALAN ajaran Sang Buddha, yakni JMB-8.

Itulah yang diajarkan dalam AGAMA Buddha, dalam Tipitaka Pali yang ditulis berabad-abad setelah Sang Buddha wafat. Saya tidak percaya itu datang dari mulut Sang Buddha.


3. 
Quote
Quote from: nyanadhana on 25 July 2008, 04:11:41 PM

Ketika Sang Buddha memutar Dhammacakkapavattana….Beliau menjelaskan 2 Ekstrim yang dihancurkan melalui Jalan Tengah apakah Jalan Tengah itu ya 8 Jalan Ariya sehingga membawa orang menuju Nibbana. Yang dimaksud mungkin ketika kamu sedang berjuang mencapai Nibbana. gunakan 8 Jalan itu dan ketika sudah sampai maka ibarat rakit dilepas,lagian orang yang telah mencapai Nibbana atau kepadaman, ia tidak lagi memerlukan kemelekatan akan 8 Jalan itu sendiri melainkan telah terintegrasi dalam setiap ucapan,perbuatan dan pikiran.

Ini saja yang saya tangkap ketika membaca Visuddhi Magga

 
Quote
Quote from: hudoyo on 26 July 2008, 06:36:26 AM

Bagus-bagus saja umat Buddha berpendapat seperti Anda.

Yang saya katakan adalah umat non-Buddhis pun bisa saja mencapai pembebasan (nibbana) tanpa melalui JMB-8, tanpa melalui konsep “pantai seberang”, tanpa melalui konsep “rakit”.

Itulah yang saya pahami dari pengalaman sadar sampai sejauh ini.

4.
Quote
Tanya = Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak? (cuma nanya, jadi mau tahu gimana pandangan Pak Hud mengenai jalan beruas 8 )


Quote
Jawab = Menurut hemat saya, kalau orang melekat pada Jalan Mulia Berunsur Delapan ia akan tetap terbelenggu.
Karena sesungguhnya tidak ada jalan … tidak ada tujuan … tidak ada pantai seberang.
Nibbana itu sendiri berarti padam.


Salam,
Hudoyo  

[ Sumber = http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3718.0 ]

silahkan dilihat sendiri inkonsistensi mengenai JMB-8  :D

Bagi yang ingin membaca lebih jelas, silahkan membuka link :
 http://ratnakumara.wordpress.com/2009/07/26/apakah-romo-hudoyo-berpandangan-salahmenyimpang/
 
 
Semoga bs memperjelas apa yg dimaksud dengan "kesalahpahaman" yg disebutkan dibawah
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 12:38:20 PM
Quote
2. Pelarangan bagi ummat Buddha untuk melakukan berbagai bentuk Puja ( Namaskara, pembacaan Paritta, dll. ) saat sedang mengikuti retret “MMD”.

setau i puja itu optional, jadi kalo dilarang juga gak kenapa kan....


Berikut salah satu email dari rekan di milis sebelah :

Quote
On 8/18/09, Charles Ben <charles.ben75 [at] yahoo.com> wrote:

(4) Ritualisme

Oleh karena kebanyakan teknik vipassana “tradisional” diajarkan dalam konteks agama Buddha dan diselenggarakan
di sebuah vihara, maka mau tidak mau dalam praktiknya masih terdapat ritualisme.

Suatu kekecualian dalam hal ini adalah di dalam retret vipassana versi S.N. Goenka, yang di lokasinya tidak terdapat simbol-simbol keagamaan sedikit pun, sehingga pemeditasi tidak terdorong melakukan ritual apa pun dalam praktik retretnya. Kelekatan pada ritualisme itu sendiri sebenarnya merupakan salah satu belenggu yang harus patah sebelum orang mencapai pembebasan.

 
Di dalam MMD, sekalipun retret dilakukan di dalam Dharmasala (Ruang Kebaktian) sebuah vihara, selama retret berlangsung peserta sangat dianjurkan untuk tidak melakukan ritual agama Buddha apa pun, seperti bersujud (namaskara) kepada arca Buddha (buddharupam) yang ada di sana, membaca paritta, dan sebagainya.

Sedangkan bagi peserta retret MMD yang beragama Islam, mereka tetap dibenarkan melakukan ibadah sholat yang wajib menurut ajaran agamanya.

Pertanyaan :
1. Kenapa umat Buddha tidak diperbolehkan bernamaskara kepada Buddharupam dan membaca paritta di ruang dharmasala padahal itu di Wihara ?
2. Kenapa umat Islam diperbolehkan sholat 5 waktu ?

Pak Hud ternyata milih-milih....apakah pak Hud takut menyuruh umat Islam tidak melakukan  sholat 5 waktu atau takut umat islam tidak tertarik MMD ( tidak ada pengikut ) atau hanya untuk memperkuat posisi pak Hud di MMD....ini buktinya ada umat yang lain ikut MMD......????

Harus pak Hud juga mengatakan ke umat beragama lain bahwa :
Kelekatan pada ritualisme ( sholat 5 waktu ) itu sendiri sebenarnya merupakan salah satu belenggu yang harus patah sebelum orang mencapai pembebasan. ( ini baru kejujuran...pak Hud ).

No. 1 : pernyataan pak Hud sudah membuat umat Buddhis tidak tertarik MMD.apakah salah orang melakukan ritual ?No. 2 : berkesan takut atau ingin memperkuat MMD dengan Umat Islam masuk ke MMD ? ( buktinya umat lain mau bergabung )..

Maaf yah pak Hud....yang baik saya ambil....yang tidak baik saya tidak ambil...dan ada beberapa yang saya protes....he..he..he..

Salam Metta,

Charles Ben

dan komentar rekan lainnya juga :

Quote
On 8/19/09, Henry <henry.ch02 [at] gmail.com> wrote:

tidaklah demikian maksudnya.
kalau dia tidak membolehkan umat Islam sholat, maka dia akan digrebek
FPI. tamatlah riwayat mu.
sedangkan untuk umat Buddha, dia merasa lebih gampang ditindas. pada
dasarnya seorang pengecut akan menghitung untung ruginya dalam
bertindak.

memberi hormat kepada yang harus dihormati, bukanlah suatu kemelekatan.

2009/8/19 <nboedi [at] yahoo.com>:
> Menurut pendapat saya,apa yg dilakukan Pak Hud sdh benar,kita sbg org Buddhis diajarkan utk menghindarkan kemelekatan,dan ketika beliau membolehkan umat agama lain utk menjalankan ritual adalah karena beliau menghormati mereka,karena belum tentu umat agama lain itu dapat menghindarkan diri dari kemelekatan seperti kita umat Buddhis
>
> Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

semoga cukup memperjelas yah
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 01:04:48 PM
Quote
3. Tujuan “MMD” adalah  “berhentinya-pikiran” ( bukan Nibbana sebagaimana Sang Buddha menunjukkannya sebagai tujuan-sejati bagi ummat Buddha )
kemaren sempet diskusi sama si yaHud di eFBe... keknya dia salah kata deh..
kalo i nangkepnya maksud pikiran dia yg berhenti tuh adalah konseptualisasi/penafsiran.. dalam bahasa inggrisnya adalah Thought.
sedangkan Mind itu tidak berhenti....

mengenai ini, pernah saya diskusikan dengan PH juga.

Karena saya merasa aneh, bro...... untuk apa dia menggunakan istilah dalam bahasa inggris, bukannya menggunakan istilah dalam tipitaka yaitu CITTA?

dan ternyata jelas bhw PH salah kaprah dimana ternyata dia menyamakan CITTA/Pikiran/Kesadaran/Vinnana dengan BATIN/NAMA
Padahal sesungguhnya Citta yang dalam hal Khandha disebut Vinnana, adalah merupakan salah satu dari 4 unsur pembentuk Batin/Nama

Berikut email2an saya dengan PH :

Quote
On 8/7/09, markos prawira <markosprawira [at] gmail.com> wrote:

Ada perbedaan antara pembentukan konsep, dengan melekati konsep
 
Konsep itu adalah sesuatu yg wajar, misal kita bisa tahu mengenai Tanah sebagai suatu yg solid, warna coklat, dsbnya
 
Tapi jika anda melihat mulapariyaya lagi, disana jelas bhw yg dimaksud adalah tidak melekat pada konsep itu, alias tanpa AKU.
Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal (eternalis), pun sebaliknya jangan berkonsep tidak ada tanah (nihilisme)
 
Silahkan lihat kembali pengertian dibawah :
- berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
- berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
- berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
- tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
 
Citta = kesadaran = pikiran = vinnana : ini jelas ada dalam 5 khandha yaitu vinnana khandha
 
Sangat berbeda dengan batin yg notabene terdiri dari 4 khandha, yang salah satunya adalah citta/pikiran/kesadaran/vinnana
 
Batin bukanlah sama dengan citta seperti yg anda sebut dibawah : saya menerjemahkan 'citta/vinnana' dengan 'batin' atau 'kesadaran' , bukan 'pikiran'!
 
Jadi kalau sudut pandang sudah berbeda, saya rasa sudah tidak perlu diteruskan karena anda sudah menggunakan istilah yg berbeda dengan yg digunakan di sutta itu sendiri
 
anumodana  
 
On 8/7/09, Hudoyo <hudoyo [at] cbn.net.id> wrote:

Dari: Markosprawira

> *Tambahan oleh markosprawira*
> **
> Sering terjadi salah paham pada sebagian pihak seolah dalam Mulapariyaya sutta, kesadaran pada arahat BERHENTI sampai tahap 1 saja ('abhijanati' - persepsi murni)

=============================================

HUDOYO:

Yang saya katakan adalah "Dalam Mulapariyaya-sutta Sang Buddha
menyatakan bahwa dalam batin seorang arahat & tathagata tidak terjadi pembentukan konsep, sehingga proses kognisi (proses menyadari, proses berpikir) berhenti sampai pada tahap 1 saja (abhijanati)." Ini dinyatakan pula oleh Bhikkhu Bodhi, alm Nanavira Thera dsb dalam buku-buku mereka tentang Mulapariyaya-sutta.

Lalu kepada seorang yang berlatih, Sang Buddha menganjurkan agar dalam menerima 'persepsi murni' (abhijanati), jangan sampai timbul  pembentukan konsep (ma manni), jangan sampai timbul si aku, yang  memisahkan diri dari objek, ingin memiliki objek, dan bersenang hati dengan objek.

Kesimpangsiuran terjadi karena Sdr Markosprawira menerjemahkan 'citta' dengan 'pikiran' (lihat kutipan tulisannya di bawah), sedangkan saya menerjemahkan 'citta/vinnana' dengan 'batin' atau 'kesadaran' , bukan 'pikiran'! Arus 'batin'/'kesadaran' memang tidak pernah berhenti, tapi 'pikiran', 'berpikir' bisa dan harus berhenti dalam kesadaran vipassana.

Dalam bahasa Inggris, 'pikiran' adalah 'thought', 'pemikiran/berpikir' adalah 'thinking'. 'Pikiran'/'berpikir' selalu didahului dengan 'pembentukan konsep', 'penafsiran' (misalnya, konsep Buddha, konsep Dhamma, konsep Sangha, pikiran tentang pembunuhan, pikiran tentang pencurian, pikiran tentang perzinaan dsb). Manusia tidak bisa berpikir tanpa 'pembentukan konsep', tanpa 'penafsiran'. Dalam bahasa Pali, 'pembentukan konsep', 'penafsiran' dsb disebut 'mannati' (verb) atau 'mannitam' (noun) (lihat Dhatu-vibhanga-sutta, MN 140). Menurut Bhikkhu Bodhi, akar kata dari 'mannati' dan 'mannitam' adalah 'man-', yang berarti 'berpikir'.

Di dalam Mulapariyaya-sutta (MN 1) maupun Dhatu-vibhanga-sutta (MN 140), Sang Buddha mengajarkan bahwa dalam batin (citta) seorang yang bebas tidak ada lagi 'pembentukan konsep, penafsiran' dsb, singkatnya tidak ada lagi 'pikiran, berpikir' SEBAGAIMANA SEORANG PUTHUJJANA BERPIKIR. Seorang arahat tidak berpikir baik tidak pula berpikir buruk, sebagaimana manusia biasa berpikir.

Di dalam Mulapariyaya-sutta, hal ini sangat jelas ketika Sang Buddha  bicara tentang OBJEK "segala yang terlihat (dittham), segala yang  terdengar (sutam), segala yang tercerap (mutam), segala yang dikenal [dalam batin] (vinnatam)". Kepada orang yang berlatih, Sang Buddha menganjurkan agar setiap kali mencerap OBJEK seperti itu, jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang objek, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari objek, kemudian ingin memiliki objek, dan bersenang hati dengan objek.

Jadi, jika muncul 'Buddha, Dhamma, Sangha' sebagai 'vinnatam' (yang
dikenal), jangan sampai timbul pembentukan konsep/pemikiran tentang
ketiga objek itu, jangan sampai timbul aku, yang memisahkan diri dari ketiga objek itu, kemudian ingin memiliki ketiga objek itu, dan bersenang hati dengan ketiga objek itu.

Itulah yang dilatih dalam MMD. Dalam MMD, pemeditasi tidak
memikir-pikir tentang Buddha, Dhamma, Sangha, Sila, Samadhi, Pannya
dsb di satu pihak, dan tidak memikir-mikir tentang hal-hal yang tidak baik (menurut pengertian puthujjana) di lain pihak. Yang ada hanya sadar/eling di dalam diamnya pengamatan (sati, appamada).

Bacalah khotbah-khotbah terbaru dari Sri Pannyavaro Mahathera tentang sadar/eling, di mana orang tidak memikir-mikir lagi tentang hal-hal yang baik maupun yang buruk. "Sadar/eling itu membebaskan," kata Bhante Pannya. .

Salam,
Hudoyo
------------------------------------------------
Situs Web MMD, http://meditasi-mengenal-diri.org
Forum Diskusi MMD, http://meditasi-mengenal-diri.ning.com

> Padahal apa yang bisa dilihat diatas adalah bhw kesadaran itu TETAP BERJALAN
> terus, hanya saja :
> 1. Pathavim Pathavito Abhijanati : secara langsung mengetahui tanah
> sebagai tanah
> 2. Pathavim Abhinnaya : berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> 3. Pathavim Na Mannati : berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah
> dari] tanah
> 4. Pathavim Na Meti Mannati : berhenti menganggap tanah sebagai
> "milikku"
> 5. Pathavim Na Abhinandati: tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
>
> *Jadi yang berhenti adalah KONSEPNYA, bukan KESADARANNYA itu sendiri*.
> Hal ini bisa kita lihat diatas, "berhenti mengkonsepsikan", "berhenti mengkonsignasikan tanah" dstnya, jadi BUKAN berhentinya kesadaran
>
> Kesadarannya itu sendiri tetap berjalan, tetap berlangsung dengan kondisi pikiran yang KIRIYA/fungsional sebagaimana ada dalam tabel Citta/Pikiran
>
> Demikian penjelasan mengenai Mulapariyaya sutta, semoga bisa bermanfaat bagi rekan2 sekalian

to be continued di bawah
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 01:05:01 PM
Konsep mengenai pikiran, sesungguhnya adalah rujukan dari JK, yg dimanipulir seolah selaras dengan tipitaka yaitu berdasar beberapa sutta saja, BUKAN seluruh sutta
Itu kenapa sering muncul pernyataan PH bhw "Sutta ini bukan berasal dari mulut Sang Buddha", dgn alasan karena itu tidak sesuai dengan hasil "sadar"nya
Padahal sudah jelas tidak akan matching karena yang terjadi sesungguhnya adalah upaya untuk mencocok2an Konsep Pikiran JK, dengan sutta dalam Tipitaka

hal ini pernah dibahas juga oleh bro bond yg saya forward ke SP :

Quote
On 8/3/09, markos prawira <markosprawira [at] gmail.com> wrote:

Berikut adalah jawaban sahabat Bond atas tanggapan pak hudoyo
 
 
 
Quote Tulisan bapak Hudoyo master MMD

Date: Wed, 29 Jul 2009 15:44:42
To: <milis_buddha [at] yahoogroups.com>
Subject: Re: [MB] UNTUK REKAN RATNA KUMARA


Rekan Johnson,

Anda pernah mengikuti retretr MMD beberapa kali. Kalau boleh saya bertanya, apakah Anda pada dewasa ini melakukan MMD?

Berikut jawaban saya terhadap kepenasaran Master MMD : Bandingkan dua quote yang saya bold :

(1) Tidak ada korelasi sama sekali antara 4KM/JMB8 --atau ajaran agama apa pun juga-- dengan kesadaran vipassana/MMD. 4KM/JMB8 berada di dalam domain intelek/pikiran, merupakan produk berpikir, sedangkan kesadaran vipassana/MMD mentransendensikan (mengatasi) pikiran.

....
Salam,
Hudoyo
 


 

Jawab Quote by bond

Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa fungsi dari kesadaran vipasanna adalah untuk mengatasi kilesa, bukan mengatasi pikiran. Kalau kilesa ini terendap(dalam samatha) atau  hilang saat bervipasana, maka pikiran itu akan jernih dan cemerlang. Dan yang akan dominan hanya yg disebut 'yang mengetahui' yg melihat apa adanya/yatthabhutamnyanadassanam/pure citta(mungkin ada istilah lain dalam bahasa Abhidhammanya)
 


Nah mari kita lihat percakapan di bawah ini kembali sebelum saya ulas lebih dalam  percakapan WHS dengan pak Hudoyo:

Quote http://www.facebook.com/note.php?note_id=113470851639&comments=

Whs:Apakah berhentinya pikiran bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pak selain saat bermeditasi? misal saat saya mengetik, bukankah pikiran ini bergerak dan berarti 'aku' bekerja?
Mohon penjelasanya. terima kasih sebelumnya. Amituofo

Hudoyo:
Ketika Anda mengetik surat, tentu Anda membutuhkan pikiran, jadi gunakan pikiran, Anda tidak bisa mengetik surat sambil bermeditasi.
Tetapi bahkan di dalam mengetik satu surat itu pun kadang-kadang Anda berhenti, menarik napas panjang, minum kopi dulu, melihat keluar jendela, dsb. Nah, apa yang terjadi dengan pikiran Anda pada saat-saat itu? ... Read MoreBiasanya melamun, bukan.
Nah, secara singkat inilah challenge Krishnamurti kepada kita: "BISAKAH PIKIRAN BERHENTI, DAN HANYA BERGERAK BILA BENAR-BENAR DIBUTUHKAN?" ("Can thinking stop, and only moves when really needed?")
Kalau Anda mampu melakukannya, berarti Anda bisa bermeditasi di tengah-tengah kesibukan sehari-hari.

Lain lagi dengan kegiatan makan misalnya. Makan adalah kegiatan fisik yang sedikit sekali membutuhkan pikiran. Oleh karena itu ketika makan biasanya pikiran ini melamun. Nah, di sini terlebih lagi relevan tantangan Krishnamurti: "Bisakah pikiran ini berhenti, dan hanya bergerak ketika benar-benar dibutuhkan?"
Terima kasih atas jawaban bapak. Kalau boleh saya mau bertanya lagi. Apakah artinya juga bila ketika dalam beraktivitas memerlukan pikiran bergerak artinya si 'aku' muncul?

Begini: kesadaran-aku itu hanya muncul bersama munculnya pikiran. Kalau pikiran diam, kesadaran-aku itu juga lenyap. Ini bisa Anda alami sendiri di dalam meditasi.
Dengan demikian dapat dikatakan, aku itu sinonim dengan pikiran, dua-duanya berjalan seiring.
Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa dilihat dalam beberapa contoh.
Pertama, ketika kita ... Read Moremenonton bioskop layar lebar, bila ceritanya menarik dan memukau, untuk sementara pikiran & si aku berhenti, Anda terseret oleh jalan cerita film itu. Tetapi ada saat-saat ketika pikiran bergerak lagi, lalu muncullah aku, yang menyadari, "Ah, itu cuma film, aku sedang duduk di teater bersama orang lain, dsb dsb." Pada saat itu jalan cerita film itu mulai luntur karena dicemari oleh pikiran beserta kesadaran-aku yang muncul.

Contoh kedua, pada waktu orang sangat terkejut, biasanya pikiran & aku berhenti untuk sesaat. Misalnya ketika ada petir menyambar di dekat kita. Pada saat itu, kita terkesima, pikiran & aku berhenti untuk sesaat. Tetapi saat berikutnya, muncullah kembali pikiran & aku: "Wah, barusan ada petir. Untung aku tidak kena ... dsb dsb."
Nah, berhentinya pikiran & aku ini bisa Anda alami dalam vipassana/MMD.

Whs:
Tadi bapak mengatakan aku itu sinonim dengan pikiran , dua-duanya berjalan seiring. Apakah berhentinya pikiran ini bisa dikatakan lenyapnya dukkha?
Terima kasih untuk jawaban sebelumnya. Amituofo

Hudoyo:
Betul, aku itu berakhir KARENA pikiran berhenti. Berakhirnya pikiran dan aku, itulah berakhirnya dukkha.
Ini uraian Sang Buddha sendiri dalam Mulapariyaya-sutta dasn Bahiya-sutta. Di situ Sang Buddha menjelaskan tentang terjadinya proses pikiran pada orang biasa (puthujjana), pada orang yang berlatih vipassana, dan proses batin seorang arahat & ... Read Moretathagata.
Bila Anda sungguh-sungguh berminat, bacalah lebih dulu artikel "Pengantar Mulapariyaya-sutta" di Notes saya, yang saya hiasi banyak gambar & foto menarik. Lalu ada pula "Mulapariyaya-sutta" sendiri yang terasa kering. Dan terakhir "Bahiya-sutta" yang pendek, tapi lugas & jelas.

 
Komentar Bond

Lenyapnya dukkha yang sesungguhnya yang SELALU diajarkan Sang Buddha adalah ketika kilesa demi kilesa hilang/hancur sampai keseluruhan kilesa untuk selamanya yang dimulai dari sotapanna sampai dengan arahat.
 
Pencapaian Arahat adalah puncak dimana kilesa hilang seluruhnya dan Citta/ pikiran bebas dari kilesa ini untuk selamanya.  Dalam paticasamupada sebab dari dukha adalah Avijja yang merupakan kilesa.
 
Dan Lenyapnya dukkha adalah lenyapnya Avijja/kilesa-kilesa. Bukan berhentinya pikiran. Jelas bukan, dua perbedaan ini?
 
DAN yang diajarkan Sang Buddha di Bahiya sutta, Mulapariyaya Sutta dan Malunkyaputta sutta adalah bagaimana dukkha ini lenyap atau dengan kata lain menghancurkan sumber dari dukkha yaitu kilesa tadi.
 
Dan SB juga mengajarkan bagaimana dalam bervipasanna melihat kilesa ini dan timbulnya pengetahuan untuk menghilangkan kilesa ini(Asavakkhayanyana /pengetahuan penghancuran noda-noda batin).

Apakah ini doktrin? ini bukanlah doktrin.
 
Ini adalah realita bagi yang sudah mengalami.
Kalau belum dan karena memang tidak sanggup dan mengatakan doktrin, ini adalah kebodohannya sendiri bukan?
 
Kalau mau bukti nyata orang yg sudah mengalami, saya bisa menunjukan orangnya dan om Master MMD bisa menanyakan langsung. Jangan sampai ketika ingin dipertemukan nara sumbernya, malah mengatakan tidak ada kepentingannya tetapi hanya bisa mengkritik tapi tidak mau bertemu.

Misal mengkritik Paauk Sayadaw. Giliran Paauk Sayadaw ke Indonesia ke cibodas, diajak untuk mengklarifikasi, malah tidak berani dengan berbagai alasan ha..ha.  Aneh bukan?
 
apa artinya seorang pengkritik hanya berani dibelakang tapi tidak berani langsung ke nara sumbernya? silakan diartikan sendiri he..he

ini buktinya :
 
Quote by bond
Pak Hud bisa hubungi charles di 08121050996 dia yg menerima pendaftaran utk retreat dan informasi2 ttg Paauk Sayadaw. Nah kalo bisa Pak Hud bisa tanya langsung mumpung Pa-auknya datang. Setelah itu share sama kita2.  
 
Quote by Hudoyo
Saya tidak berminat untuk berdebat dengan siapa pun. ... Minat saya hanya membuka mata orang mengenai hal-hal yang menurut perasaan saya patut dipertanyakan. ... Sebatas itu saja. ... Silakan saja kalau ada yang mau menanyakan langsung kepada beliau. ...
 
--->Padahal TSnya sendiri yg buka pertanyaan.  PA-AUK SAYADAW: Untuk mencapai Nibbana harus mampu melihat kehidupan lampau? (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2877.15.html)


Jadi dengan penggunaan 3 sutta oleh Master of MMD adalah merupakan pengalihan isu seakan-akan JK sebagai sumber inspirasi Pak Hud sama dengan ajaran Sang Buddha.
Padahal JK sendiri tidak ingin diembel-embelkan dengan label agama.

Jelas pula berhentinya pikiran bukanlah lenyapnya dukkha. Dukkha yang laten selalu ada apabila kilesa masih ada.

Jika diartikan berhentinya pikiran = lenyapnya dukkha seperti yang diutarakan oleh master MMD/Pak Hudoyo MAKA JELASLAH MMD berguna sebatas saat bermeditasi tetapi tidak dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
 
Karena dalam kehidupan sehari-hari pasti pikiran bergerak dgn demikian ada dukkha terus. Arahat pun pikirannya bisa bergerak ketika dia harus berbicara, menulis , memberi ceramah Dhamma dsb.
 
Termasuk ketika Sang Buddha ditanya dengan berbagai pertanyaan oleh para ahli agama, brahmana dan pertapa dijaman itu. Hanya Sang Buddha menjawab dengan hati yang tanpa kilesa.
 
Apakah artinya Sang Buddha ataupun arahat batinnya masih ada dukkha?

Nah semoga penjelasan ini membuka pintu hati kita dan smoga Pak Hudoyo sehat-sehat selalu dan mencapai cita-citanya, dan tidak perlu khawatir MMDnya tergusur. Berlian akan selalu berkilau kalau memang berlian kalau batu tanah liat sekali kepruk ya hancur. Saya yakin murid-murid MMD akan menyampaikan hal ini sekalipun berbisik-bisik.  kalau tidak disampaikan berarti bukanlah murid yang baik dan berbakti terhadap master/gurunya.

Ok sampai disini saja pembuktiannya ya.....paling-paling jawaban disana atau di milis MMD hanya berputar-putar dan bermain lidah seperti dulu. Kalau masih kurang jelas saran saya untuk pak Hudoyo : jangan kebanyakan gerilya di milis2 nanti hasil MMD nya pecah atau menjadi Dhamma yang pecah. Jam terbang meditasinya ditingkatkan pak dan kurangi perdebatan yang ngotot kemana-mana ya...   



---------- Forwarded message ----------
From: Hudoyo Hupudio <hudoyo [at] cbn.net.id>
Date: Aug 1, 2009 6:21 PM
Subject: [samaggiphala] Untuk Sdr Markos Prawira & Bond di Dhammacitta.org
To: samaggiphala [at] yahoogroups.com

Dari: Milis Sahabat Hikmahbudhi

Sdr Bond di Dhammacitta.org menyatakan: "Jelas dan pantas MMD memang bukan meditasi Buddhist yang diajarkan Sang Buddha dan juga tidak sesuai dengan bahiya sutta,malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta." Di samping itu, Sdr Bond telah melakukan pelecehan 'ad hominem' terhadap saya dalam tulisannya itu.

Pernyataan Sdr Bond yang dikutip oleh Sdr Markos Prawira itu tidak
disertai pembuktian material bahwa MMD "tidak sesuai dengan Bahiya-sutta, Malunkyaputta-sutta & Mulapariyaya-sutta". Alih-alih ia bicara panjang lebar tentang doktrin-doktrin Buddhisme lain yang TIDAK TERDAPAT dalam ketiga sutta itu, dan yang justru telah ditanggalkan dalam pelaksanaan vipassana/MMD sesuai ajaran Sang Buddha dalam ketiga sutta itu.

Kalau Sdr Bond tidak mampu membuktikan pernyataannya itu secara material berdasarkan Bahiya-sutta, Malunkyaputta-sutta & Mulapariyaya-sutta, maka jelas ucapannya itu hanyalah pepesan kosong belaka yang tidak perlu dihiraukan.

Hudoyo
Situs Web MMD: http://meditasi-mengenal-diri.org
Forum Diskusi MMD: http://meditasi-mengenal-diri.ning.com

--- In Sahabat_Hikmahbudhi [at] yahoogroups.com, markos prawira
<markosprawira [at] ...> wrote:
>
> Berikut sharing di :
> http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.new.html#new
>
> Quote from: bond on *Today* at 11:25:23
> AM<http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12095.msg200879.html#msg200879>
> Coba perhatikan yang dibold, Jelas dan pantas MMD memang bukan meditasi Buddhist yang diajarkan Sang Buddha dan juga tidak sesuai dengan bahiya sutta,malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta. Jadi ketiga sutta itu hanya digunakan untuk marketing dengan gaya gerilya jendral Sudirman di milis2 dan forum.
>
> Sang Buddha selalu mengajarkan bahwa fungsi dari *kesadaran vipasanna adalah untuk mengatasi kilesa*, *bukan mengatasi pikiran.* Kalau kilesa ini terendap(dalam samatha) atau hilang saat bervipasana, maka pikiran itu akan jernih dan cemerlang. Dan yang akan dominan hanya yg disebut 'yang mengetahui' yg melihat apa adanya/yatthabhutamnyanadassanam/pure citta(mungkin ada istilah lain dalam bahasa Abhidhammanya)
>
> Dan jmb 8 dan 4 km bukanlah suatu domain pikiran ataupun produk berpikir.
> JUSTRU pengejewantahan NYATA jmb 8 dan 4 km yaitu tercapainya magga dan phala dalam artian magga phala inilah WUJUD/NYATA yg bukan produk berpikir dari JMB 8 dan 4 km. Ini yang telah direalisasi PARA ARIYA DAN SANG BUDDHA.
> Kalau kita sekarang sedang membicarakan jmb8 dan 4 km, ya ini adalah suatu konsep untuk menunjuk yang NYATA/paramatha sacca dan ini diperlukan tapi bukan dilekati, karena mau tidak mau sekarang kita harus berpikir dan mengkomunikasikan dalam suatu bahasa ataupun tulisan sehingga kita bisa memahaminya.
>
> Kesimpulan jmb8 dan 4 km bukanlah domain intelek/hasil produk berpikir.
> Tapi 4 km dan jmb 8 adalah memang produk Paramatha sacca yg dikonsepkan agar mudah dicerna untuk kepentingan mengajar dan belajar.
>
> Jadi sudah jelas dari *"apa yang diatasi saat bervipasana"* apakah MMD sesuai dengan ajaran Sang Buddha atau tidak.
>
> Jadi ya sekarang terserah kita mau pilih yg mana. Kalau ada statement dari non buddhist mengatakan belajar MMD bermanfaat, karena membuat mereka bisa menjadi sadar, ya bagus dan bermanfaat TETAPI hanya sebatas itu saja.
> Berbeda dengan pelaksanaan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha untuk
> merealisasi Dhamma sampai hilangnya kilesa dan bukan hanya sekedar sadar tetapi MAHA SADAR.
>
>
> Smoga Mereka semua yg berada disini dan dimanapun berada termasuk makhluk dan para Dewa yang berada di 6 penjuru. Smoga mereka berbahagia.  _/\_

Salam,

Tolong dibaca pelan2 agar bisa jelas terlihat yah  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 01:09:03 PM
Tipitaka itu sumbernya dari mana?

Pertanyaannya jika Buddha menggunakan sudut pandang orang lain, maka referensi apa yg Buddha gunakan untuk menjelaskan Dhamma dengan menggunakan sudut pandang orang lain?

Maksudnya, sumber kebenarannya dari mana? Dari pengalaman pribadi seorang Buddha.

Ketika seorang yang melekat pada pandangan kasta, Buddha serta-merta tidak mengatakan "kasta itu bukan dhamma", melainkan mengulas kasta itu sendiri. Ketika orang melekat pada petapaan keras, Buddha tidak serta-merta mengatakan "petapaan keras salah", melainkan menjelaskan secara detail tentang petapaan keras. Buddha tidak "mengisi" seseorang dengan doktrin-doktrin, namun membimbing orang melihat kenyataan apa adanya. Membimbing orang lain melihat kenyataan, bukanlah dengan buku, dengan referensi, namun dengan pengertian, kebijaksanaan, dan memahami orang lain. Itulah yang saya tangkap.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 01:38:54 PM
Tipitaka itu sumbernya dari mana?

Pertanyaannya jika Buddha menggunakan sudut pandang orang lain, maka referensi apa yg Buddha gunakan untuk menjelaskan Dhamma dengan menggunakan sudut pandang orang lain?

Maksudnya, sumber kebenarannya dari mana? Dari pengalaman pribadi seorang Buddha.

Ketika seorang yang melekat pada pandangan kasta, Buddha serta-merta tidak mengatakan "kasta itu bukan dhamma", melainkan mengulas kasta itu sendiri. Ketika orang melekat pada petapaan keras, Buddha tidak serta-merta mengatakan "petapaan keras salah", melainkan menjelaskan secara detail tentang petapaan keras. Buddha tidak "mengisi" seseorang dengan doktrin-doktrin, namun membimbing orang melihat kenyataan apa adanya. Membimbing orang lain melihat kenyataan, bukanlah dengan buku, dengan referensi, namun dengan pengertian, kebijaksanaan, dan memahami orang lain. Itulah yang saya tangkap.

dear Kai,

sesungguhnya diatas bro bond sudah dengan gamblang menyatakan :

Quote
Komentar Bond

Lenyapnya dukkha yang sesungguhnya yang SELALU diajarkan Sang Buddha adalah ketika kilesa demi kilesa hilang/hancur sampai keseluruhan kilesa untuk selamanya yang dimulai dari sotapanna sampai dengan arahat.
 
Pencapaian Arahat adalah puncak dimana kilesa hilang seluruhnya dan Citta/ pikiran bebas dari kilesa ini untuk selamanya.  Dalam paticasamupada sebab dari dukha adalah Avijja yang merupakan kilesa.
 
Dan Lenyapnya dukkha adalah lenyapnya Avijja/kilesa-kilesa. Bukan berhentinya pikiran. Jelas bukan, dua perbedaan ini?
 
DAN yang diajarkan Sang Buddha di Bahiya sutta, Mulapariyaya Sutta dan Malunkyaputta sutta adalah bagaimana dukkha ini lenyap atau dengan kata lain menghancurkan sumber dari dukkha yaitu kilesa tadi.
 
Dan SB juga mengajarkan bagaimana dalam bervipasanna melihat kilesa ini dan timbulnya pengetahuan untuk menghilangkan kilesa ini(Asavakkhayanyana /pengetahuan penghancuran noda-noda batin).

Apakah ini doktrin? ini bukanlah doktrin.
 

Ini adalah realita bagi yang sudah mengalami.
Kalau belum dan karena memang tidak sanggup dan mengatakan doktrin, ini adalah kebodohannya sendiri bukan?
 

dan mengenai buku, sepertinya kembali bro Kai ada salah paham

dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"

Disinilah fungsi buku, literatur sebagai rakit yg membawa, sebagai peta yg menunjukkan jalan

Tapi org yg bodoh akan bilang bhw tidak perlu rakit, tidak perlu peta

semoga dengan diskusi ini bisa jadi jelas bhw bukanlah bukunya yg menjadi masalah, namun permasalahannya adalah pada MELEKAT dan PANNA dalam menyingkapi buku tersebut

Ingat loh bro, Objek itu sifatnya netral
Kita-lah yg membuatnya menjadi tidak netral

semoga bermanfaat

metta  _/\_

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 01:47:24 PM
 [at]  Bro markos

Saya tidak mengatakan buku tidak ada gunanya. Kalau buku tidak ada gunanya, saya tidak baca tipitaka.
Yang saya katakan adalah satu buku, atau acuan tidaklah bisa digunakan sebagai acuan untuk menilai segalanya. Dan benar, objek adalah netral. Satu Tipitaka bisa menjadi sampah di tangan orang yang tidak bijak, namun sepotong ajaran bisa menjadi segalanya bagi seorang bijaksana.


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 19 August 2009, 01:49:48 PM
Tipitaka itu sumbernya dari mana?

Pertanyaannya jika Buddha menggunakan sudut pandang orang lain, maka referensi apa yg Buddha gunakan untuk menjelaskan Dhamma dengan menggunakan sudut pandang orang lain?

Maksudnya, sumber kebenarannya dari mana? Dari pengalaman pribadi seorang Buddha.

Ketika seorang yang melekat pada pandangan kasta, Buddha serta-merta tidak mengatakan "kasta itu bukan dhamma", melainkan mengulas kasta itu sendiri. Ketika orang melekat pada petapaan keras, Buddha tidak serta-merta mengatakan "petapaan keras salah", melainkan menjelaskan secara detail tentang petapaan keras. Buddha tidak "mengisi" seseorang dengan doktrin-doktrin, namun membimbing orang melihat kenyataan apa adanya. Membimbing orang lain melihat kenyataan, bukanlah dengan buku, dengan referensi, namun dengan pengertian, kebijaksanaan, dan memahami orang lain. Itulah yang saya tangkap.



Saya tidak bertanya bagaimana Buddha membimbing, tetapi dasar/acuan Buddha membimbing itu apa? atau dengan kata lain pertanyaan saya seperti  ini :
Pengertian Buddha, kebijaksanaan Buddha , mengerti orang lain sampai batinnya orang  itu , itu semua muncul dari mana atau  sumbernya darimana kalau dia bisa membimbing?

Bro tulis : 'Maksudnya, sumber kebenarannya(tipitaka) dari mana? Dari pengalaman pribadi seorang Buddha. ' artinya pengalaman pribadi Buddha yg dijadikan referensi bukankah demikian..? kalau bukan  pengetahuanseorang Buddha mengajar itu darimana?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 01:52:17 PM
Saya tidak bertanya bagaimana Buddha membimbing, tetapi dasar/acuan Buddha membimbing itu apa? atau dengan kata lain pertanyaan saya seperti  ini :
Pengertian Buddha, kebijaksanaan Buddha , mengerti orang lain sampai batinnya orang  itu , itu semua muncul dari mana atau  sumbernya darimana kalau dia bisa membimbing?

Bro tulis 'Maksudnya, sumber kebenarannya(tipitaka) dari mana? Dari pengalaman pribadi seorang Buddha. ' artinya pengalaman pribadi Buddha yg dijadikan referensi bukankah demikian..? kalau bukan  pengetahuanseorang Buddha mengajar itu darimana?

Bukankah sudah saya katakan bahwa semua pengajaran itu bersumber dari pengalaman pribadi seorang Buddha?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 19 August 2009, 01:57:26 PM
Saya tidak bertanya bagaimana Buddha membimbing, tetapi dasar/acuan Buddha membimbing itu apa? atau dengan kata lain pertanyaan saya seperti  ini :
Pengertian Buddha, kebijaksanaan Buddha , mengerti orang lain sampai batinnya orang  itu , itu semua muncul dari mana atau  sumbernya darimana kalau dia bisa membimbing?

Bro tulis 'Maksudnya, sumber kebenarannya(tipitaka) dari mana? Dari pengalaman pribadi seorang Buddha. ' artinya pengalaman pribadi Buddha yg dijadikan referensi bukankah demikian..? kalau bukan  pengetahuanseorang Buddha mengajar itu darimana?

Bukankah sudah saya katakan bahwa semua pengajaran itu bersumber dari pengalaman pribadi seorang Buddha?
[/b]

Baiklah kalau begitu, bukan kah berarti referensi/sumber pengalaman seseorang bisa dijadikan referensi/sumber sepanjang itu selaras dengan Dhamm(paramatha Dhamma) bukan yg relatif...sebagaimana Sang Buddha membimbing, mengajar sebagaimana pengalaman Beliau.....?

Bagaimana dengan pernyataan bro bahwa pengalaman pribadi seseorang tidak bisa dijadikan referensi? Apakah hal ini bersifat khusus atau general? mungkin perbedaan ini bisa membantu bro kainyn melihat konteksnya..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 19 August 2009, 02:01:37 PM
dan ternyata jelas bhw PH salah kaprah dimana ternyata dia menyamakan CITTA/Pikiran/Kesadaran/Vinnana dengan BATIN/NAMA
Padahal sesungguhnya Citta yang dalam hal Khandha disebut Vinnana, adalah merupakan salah satu dari 4 unsur pembentuk Batin/Nama
di sini anda merasa semuanya harus sesuai standard abhidhamma anda. padahal pak hudoyo jelas2 bilang terminologi yg dia pake ini bukan barang baru, bukan bikinan sekadar buat beda. terminologi citta seperti ini udah lazim dipake oleh bhikkhu2 lain:
Quote
Oh, sampai sekarang saya tetap berpegang 'citta' = 'batin'. :) :)

Anda, sebagai "pakar" Abhidhamma, tentu mengikuti pengertian 'citta' sebagai 'bagian dari NAMA' --yang terdiri dari 'citta', 'cetasika' & 'nibbana', kalau tidak salah. Saya sudah lama meninggalkan ajaran Abhidhamma (yang dulu pernah saya hafalkan), karena saya anggap bukan berasal dari Sang Buddha.

Di sini saya menggunakan pengertian 'citta' dari Sutta Pitaka, yang mempunyai pengertian jauh lebih luas daripada 'citta' yang ada di Abhidhamma. Di dalam Sutta Pitaka, 'citta' dimaknai tumpang tindih (overlapping) dengan 'nama', yang berarti 'keadaan batin' secara keseluruhan.

Di dalam Sutta Pitaka, 'citta', 'mano' & 'vinnana' sering digunakan secara tumpang tindih. 'Citta' mengacu pada 'mindset' atau 'keadaan batin' seseorang. 'Citta' digunakan untuk mengacu pada kualitas batin secara keseluruhan. 'Citta' bukanlah suatu entitas atau suatu proses; mungkin itulah alasan mengapa 'citta' bukan termasuk salah satu 'khandha', dan tidak termasuk rumusan paticca-samuppada.

Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Mencapai 'citta' yang murni sama artinya dengan mencapai pencerahan yang membebaskan. Ini menunjukkan bahwa keadaan batin orang yang bebas tidak memantulkan kegelapan atau kekotoran. Oleh karena hal-hal itu mewakili keterbelengguan, ketiadaannya digambarkan sebagai kebebasan.
[Diringkas dari: Wikipedia]

Dari uraian panjang lebar tentang pemakaian kata 'citta' di dalam Sutta Pitaka ini, tidak salahlah kalau saya menerjemahkan 'citta' dengan 'batin'. Pengertian ini jauh lebih luas daripada pengertian 'citta' di dalam Abhidhamma.

Para bhikkhu hutan di Thailand Utara, mereka sering menggunakan kata 'citta' untuk mengacu pada 'batin' secara keseluruhan (bukan 'citta' dari Abhidhamma, yang bersifat sangat teknis, berbeda dengan cetasika, dengan nibbana dsb). Ini dapat dilihat dalam khotbah-khotbah Ajahn Mahabuwa, Ajahn Man dsb. Sering kali mereka menggambarkan 'citta' yang "murni", "cemerlang" dan "abadi", sehingga Ajahn Mahabuwa, misalnya, sering dikritik mengajarkan 'eternalisme'. Padahal yang beliau ajarkan adalah pengalaman meditasi, yang sudah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3."

perlu dicatat juga terminologi "thought" itu sangat sering dan lazim dipake buku2 panduan meditasi, baik itu dari theravada ataupun zen.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 19 August 2009, 02:13:53 PM
Quote
dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"

Disinilah fungsi buku, literatur sebagai rakit yg membawa, sebagai peta yg menunjukkan jalan

Tapi org yg bodoh akan bilang bhw tidak perlu rakit, tidak perlu peta

semoga dengan diskusi ini bisa jadi jelas bhw bukanlah bukunya yg menjadi masalah, namun permasalahannya adalah pada MELEKAT dan PANNA dalam menyingkapi buku tersebut



Anumodana Bro Markos.
Penjelasan ini penting untuk memisahkan mana yg MELEKAT dengan buku2 dan mana yg PANNA dengan bantuan buku2...

Ajaran2 yg kita dapatkan dari buku2 dan diskusi2, kita renungkan dan kemudian kita implementasikan dalam keseharian. Misalnya: Oh benar juga, pikiran kita terbentuk menjadi kebiaaan karena kita seringkali mengulang2 kebiasaan buruk kita. Kebiasaan buruk yg kita lakukan sekali dua kali akan menjadi kebiasaan. Ini adalah teori yg kita renungkan dalam praktik keseharian. Jika hal ini seringkali direnungkan dan dipraktikkan maka akan menjadi kebiasaan baru kita. Akan tertanam dalam batin kita. Kebijaksanaan Suttamayapanna akan meningkat menjadi Cintamayapanna.

Makanya saya menolak dengan keras ajaran Pak Hud untuk merealisasi akhir dukkha: Cukup "menyadari saja" dan hanya meyakini 3 Sutta.

Jelas, bagi putthujana diperlukan pembelajaran sutta2, perenungan dan implementasi. Diperlukan latihan dan usaha2. Diperlukan meditasi duduk dan sila. Kombinasi itu semua, akan menghasilkan batin yg perlahan2 mengkilat dan sedikit demi sedikit bisa bebas dari kilesa, bebas dari dukkha.

Tidak hanya 3 sutta itu saja, melainkan keseluruhan tipitaka adalah kombinasi yg mumpuni bagi kita untuk melatih diri.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 02:25:05 PM
Baiklah kalau begitu, bukan kah berarti referensi/sumber pengalaman seseorang bisa dijadikan referensi/sumber sepanjang itu selaras dengan Dhamm(paramatha Dhamma) bukan yg relatif...sebagaimana Sang Buddha membimbing, mengajar sebagaimana pengalaman Beliau.....?

Bagaimana dengan pernyataan bro bahwa pengalaman pribadi seseorang tidak bisa dijadikan referensi? Apakah hal ini bersifat khusus atau general? mungkin perbedaan ini bisa membantu bro kainyn melihat konteksnya..


Ini salah satu contoh beda konteks yang fatal.

-Mengenai Buddha adalah pengalaman pribadi dijadikan referensi ajaran bagi murid-murid yang mengikuti ajaran guru tersebut.
-Mengenai debat Pak Hudoyo & perkedel, pengalaman pribadi seorang bhikkhu (yang rasanya tidak diakui Pak Hudoyo sebagai guru) untuk diterima kebenarannya oleh dua pihak.

Yang pertama adalah jika 2 orang murid berselisih paham tentang maksud guru, maka nasihat guru bisa dijadikan acuan.
Yang ke dua adalah seperti orang Buddha dan orang Kr1sten berdebat, lalu salah satu pihak mencari pembenaran lewat pemuka agamanya sendiri.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 19 August 2009, 02:48:51 PM
Baiklah kalau begitu, bukan kah berarti referensi/sumber pengalaman seseorang bisa dijadikan referensi/sumber sepanjang itu selaras dengan Dhamm(paramatha Dhamma) bukan yg relatif...sebagaimana Sang Buddha membimbing, mengajar sebagaimana pengalaman Beliau.....?

Bagaimana dengan pernyataan bro bahwa pengalaman pribadi seseorang tidak bisa dijadikan referensi? Apakah hal ini bersifat khusus atau general? mungkin perbedaan ini bisa membantu bro kainyn melihat konteksnya..


Ini salah satu contoh beda konteks yang fatal.

-Mengenai Buddha adalah pengalaman pribadi dijadikan referensi ajaran bagi murid-murid yang mengikuti ajaran guru tersebut.
-Mengenai debat Pak Hudoyo & perkedel, pengalaman pribadi seorang bhikkhu (yang rasanya tidak diakui Pak Hudoyo sebagai guru) untuk diterima kebenarannya oleh dua pihak.

Yang pertama adalah jika 2 orang murid berselisih paham tentang maksud guru, maka nasihat guru bisa dijadikan acuan.
Yang ke dua adalah seperti orang Buddha dan orang Kr1sten berdebat, lalu salah satu pihak mencari pembenaran lewat pemuka agamanya sendiri.






Orang kr****n dan buddhist berdebat memang dari dua referensi tetapi tetaplah 1 referensi kebenaran yg benar yaitu kebenaran paramatha Dhamma. Dan orang yg mengalami paramatha Dhamma lah yg benar. Jadi referensi itu tetap ada yaitu paramatha Dhamma.

Atau analogi yang lain api dibilang air lalu yg satu lagi bilang api  adalah api. referensi tentang api mana yg lebih tepat?


Demikian debat Hudoyo dengan perkedel. Hudoyo tidak mau mengambil referensi si bhikkhu itu hak dia, tetapi referensi kebenaran itu tetap ada, karena apa yg dialami bhikkhu itu sesuai dengan Dhamma. Jadi jangan salahkan belalai gajah jika orang buta salah mempersepsikan belalai gajah itu ketika memegangnya.

Perkedel sendiri telah mengatakan Hudoyo hanya tau merasakan asava, kalau si bhikkhu lebih dari itu bisa melihat. Sama hal nya orang yg belajar jurus tai chi 8 jurus dengan 26 jurus...

sama halnya orang yg tau hanya teori dan orang yg tau teori dan praktek .
 

Orang tidak mau menggunakan referensi adalah pilihan tetapi makna referensi yg mengacu pada kebenaran adalah hal lainnya..

Jadi pilihan dan referensi yg mengacu pada kenyataan jangan dicampur adukan, dan inilah yg terjadi.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 19 August 2009, 04:31:03 PM
Orang kr****n dan buddhist berdebat memang dari dua referensi tetapi tetaplah 1 referensi kebenaran yg benar yaitu kebenaran paramatha Dhamma. Dan orang yg mengalami paramatha Dhamma lah yg benar. Jadi referensi itu tetap ada yaitu paramatha Dhamma.

Atau analogi yang lain api dibilang air lalu yg satu lagi bilang api  adalah api. referensi tentang api mana yg lebih tepat?


Demikian debat Hudoyo dengan perkedel. Hudoyo tidak mau mengambil referensi si bhikkhu itu hak dia, tetapi referensi kebenaran itu tetap ada, karena apa yg dialami bhikkhu itu sesuai dengan Dhamma. Jadi jangan salahkan belalai gajah jika orang buta salah mempersepsikan belalai gajah itu ketika memegangnya.

Perkedel sendiri telah mengatakan Hudoyo hanya tau merasakan asava, kalau si bhikkhu lebih dari itu bisa melihat. Sama hal nya orang yg belajar jurus tai chi 8 jurus dengan 26 jurus...

sama halnya orang yg tau hanya teori dan orang yg tau teori dan praktek .
 

Orang tidak mau menggunakan referensi adalah pilihan tetapi makna referensi yg mengacu pada kebenaran adalah hal lainnya..

Jadi pilihan dan referensi yg mengacu pada kenyataan jangan dicampur adukan, dan inilah yg terjadi.

Bro bond tidak menangkap maksud saya.
Dalam debat ini, karena Tipitaka sudah ditafsirkan oleh 2 pihak yang berbeda, maka sebetulnya sudah bukan 1 referensi lagi. Tulisannya satu, namun maknanya tidak. Bagi bro bond salah satu mengatakan api adalah api dan satu lagi mengatakan air adalah api, dengan kata lain, satu pihak lebih benar, lebih asli dan mendekati paramatha dhamma. Dari sudut pandang saya, dua-duanya sama benarnya dan sama salahnya, dan masing-masing memiliki referensi dan tafsiran sendiri.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 19 August 2009, 04:37:23 PM
Quote
HUDOYO di SP ini menulis:
>>Salah satu KESALAHPAHAMAN yang paling sering diungkit-ungkit adalah bahwa saya "menolak Jalan Mulia Berfaktor Delapan" dari doktrin Buddhisme. > Kesalahpahaman ini disebabkan karena sementara rekan Buddhis > menyalahpahami kata-kata saya: "DI DALAM VIPASSANA, Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak relevan lagi."

Sebenarnya, klarifikasi Pak Hudoyo di atas ini pun kurang bisa dipertanggungjawabkan…

Di dalam vipassana, tidak tepat menyatakan bahwa JMB8 adalah tidak relevan. Namun yang sebenarnya, vipassana adalah salah satu poin di dalam JMB8.

Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Adalah kesalahan fatal untuk mengatakan bahwa tidak ada jalan untuk mencapai Pembebasan, karena justru vipassana itu sendiri merupakan salah satu ruas jalan yang bisa mengantar kita pada Pembebasan.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 19 August 2009, 04:39:20 PM
dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"
di sini terlihat kontras dua macam paradigma:

* paradigma yg mengakumulasi, mengumpulkan, berusaha mencapai, berjuang
di paradigma ini berpendapat ada sesuatu yg harus dikumpulkan, dicapai, tingkat demi tingkat untuk menuju pencerahan terakhir.

* paradigma melepas
paradigma ini tidak memperdulikan apa yg harus dicapai, apa tingkat2 kesucian yg musti dilewati. hanya mengamati dan membiarkannya berhenti sendiri (let it go). tidak ada yg dikumpulkan, tidak ada yg diakumulasi.

yg mana yg cocok untuk anda? ya buktikan sendiri dalam praktek...
kalo diperdebatkan tidak ada habis2nya, sampai anda mengalami sendiri...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 19 August 2009, 04:52:01 PM
Quote
HUDOYO di SP ini menulis:
>>Salah satu KESALAHPAHAMAN yang paling sering diungkit-ungkit adalah bahwa saya "menolak Jalan Mulia Berfaktor Delapan" dari doktrin Buddhisme. > Kesalahpahaman ini disebabkan karena sementara rekan Buddhis > menyalahpahami kata-kata saya: "DI DALAM VIPASSANA, Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak relevan lagi."

Sebenarnya, klarifikasi Pak Hudoyo di atas ini pun kurang bisa dipertanggungjawabkan…

Di dalam vipassana, tidak tepat menyatakan bahwa JMB8 adalah tidak relevan. Namun yang sebenarnya, vipassana adalah salah satu poin di dalam JMB8.

Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Adalah kesalahan fatal untuk mengatakan bahwa tidak ada jalan untuk mencapai Pembebasan, karena justru vipassana itu sendiri merupakan salah satu ruas jalan yang bisa mengantar kita pada Pembebasan.


sependapat ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 04:57:09 PM
dan ternyata jelas bhw PH salah kaprah dimana ternyata dia menyamakan CITTA/Pikiran/Kesadaran/Vinnana dengan BATIN/NAMA
Padahal sesungguhnya Citta yang dalam hal Khandha disebut Vinnana, adalah merupakan salah satu dari 4 unsur pembentuk Batin/Nama
di sini anda merasa semuanya harus sesuai standard abhidhamma anda. padahal pak hudoyo jelas2 bilang terminologi yg dia pake ini bukan barang baru, bukan bikinan sekadar buat beda. terminologi citta seperti ini udah lazim dipake oleh bhikkhu2 lain:
Quote
Oh, sampai sekarang saya tetap berpegang 'citta' = 'batin'. :) :)

Anda, sebagai "pakar" Abhidhamma, tentu mengikuti pengertian 'citta' sebagai 'bagian dari NAMA' --yang terdiri dari 'citta', 'cetasika' & 'nibbana', kalau tidak salah. Saya sudah lama meninggalkan ajaran Abhidhamma (yang dulu pernah saya hafalkan), karena saya anggap bukan berasal dari Sang Buddha.

Di sini saya menggunakan pengertian 'citta' dari Sutta Pitaka, yang mempunyai pengertian jauh lebih luas daripada 'citta' yang ada di Abhidhamma. Di dalam Sutta Pitaka, 'citta' dimaknai tumpang tindih (overlapping) dengan 'nama', yang berarti 'keadaan batin' secara keseluruhan.

Di dalam Sutta Pitaka, 'citta', 'mano' & 'vinnana' sering digunakan secara tumpang tindih. 'Citta' mengacu pada 'mindset' atau 'keadaan batin' seseorang. 'Citta' digunakan untuk mengacu pada kualitas batin secara keseluruhan. 'Citta' bukanlah suatu entitas atau suatu proses; mungkin itulah alasan mengapa 'citta' bukan termasuk salah satu 'khandha', dan tidak termasuk rumusan paticca-samuppada.

Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Mencapai 'citta' yang murni sama artinya dengan mencapai pencerahan yang membebaskan. Ini menunjukkan bahwa keadaan batin orang yang bebas tidak memantulkan kegelapan atau kekotoran. Oleh karena hal-hal itu mewakili keterbelengguan, ketiadaannya digambarkan sebagai kebebasan.
[Diringkas dari: Wikipedia]

Dari uraian panjang lebar tentang pemakaian kata 'citta' di dalam Sutta Pitaka ini, tidak salahlah kalau saya menerjemahkan 'citta' dengan 'batin'. Pengertian ini jauh lebih luas daripada pengertian 'citta' di dalam Abhidhamma.

Para bhikkhu hutan di Thailand Utara, mereka sering menggunakan kata 'citta' untuk mengacu pada 'batin' secara keseluruhan (bukan 'citta' dari Abhidhamma, yang bersifat sangat teknis, berbeda dengan cetasika, dengan nibbana dsb). Ini dapat dilihat dalam khotbah-khotbah Ajahn Mahabuwa, Ajahn Man dsb. Sering kali mereka menggambarkan 'citta' yang "murni", "cemerlang" dan "abadi", sehingga Ajahn Mahabuwa, misalnya, sering dikritik mengajarkan 'eternalisme'. Padahal yang beliau ajarkan adalah pengalaman meditasi, yang sudah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3."

perlu dicatat juga terminologi "thought" itu sangat sering dan lazim dipake buku2 panduan meditasi, baik itu dari theravada ataupun zen.

dear bro morpheus,

Cukup prihatin melihat pernyataan seolah markos SELALU berbicara sesuai abhidhamma  ;D

Disini saja sudah membedakan bahwa ini abhidhamma, itu sutta, dsbnya.... .seolah Tipitaka adalah bagian yg terpisah2

Jika memang demikian, saya rasa diskusi ini sudah tidak perlu dilanjutkan krn jelas bhw anda sudah tidak "netral" lagi dan hanya melihat dari pernyataan pihak PH saja

namun jika anda berkenan untuk melihat kenyataannya, mari kita lihat Khandha Vagga dari Samyutta Nikaya dimana salah satunya adalah Bhara Sutta :

Quote
The Blessed One said, "And which is the burden? 'The five clinging-aggregates,' it should be said. Which five? Form as a clinging-aggregate, feeling as a clinging-aggregate, perception as a clinging-aggregate, fabrications as a clinging-aggregate, consciousness as a clinging-aggregate. This, monks, is called the burden.

SUTTA diatas (sutta loh, bukan abhidhamma) dengan jelas dan gamblang menyatakan bhw mahluk hidup itu terdiri dari panca khandha yaitu :
1. Rupa Khandha - form
2. Viññana Khandha - consciousness
3. Sañña Khandha - perception
4. Sankhära Khandha - fabrication
5. Vedanä Khandha - feeling

dan kelima khandha itulah yg disebut Dukkha (burden)

Lanjut ke Samyutta Nikaya XXII.23 : Pariñña Sutta

Quote
At Savatthi. "Monks, I will teach you the phenomena to be comprehended, as well as comprehension. Listen & pay close attention. I will speak."
"As you say, lord," the monks responded.

The Blessed One said, "And which are the phenomena to be comprehended? Form is a phenomenon to be comprehended. Feeling ... Perception ... Fabrications ... Consciousness is a phenomenon to be comprehended. These are called phenomena to be comprehended.

"And which is comprehension? Any ending of passion, ending of aversion, ending of delusion. [1] This is called comprehension."

Disini jelas yg dimaksud dengan berakhirnya dukkha adalah saat memahami/mengerti mengenai esensi dari panca khandha itu (paramattha dhamma), bukan dari TERHENTINYA Pikiran

Disini kembali saya nyatakan bhw sesungguhnya Tipitaka adalah SATU kesatuan yg utuh, yg tidak saling bertentangan isinya

Jika mau melihat lebih lengkap mengenai Khandha Vagga, silahkan lihat ke http://140.116.94.15/biochem/lsn/AccessToInsight/html/canon/sutta/samyutta/index.html#Khandha

Disini jelas bhw Sutta pun merujuk Citta qq Vinnana sebagai salah satu bagian dari 4 khandha pembentuk Rupa/batin

Nah selanjutnya terserah anda deh karena saat pemahaman mengenai panca khandha sudah keliru maka akan dicari pembenaran seperti menyamakan Citta = Batin/Rupa

Bahkan di salah satu sutta yg diberikan PH diatas yaitu S.III.152 atau Nava Sutta, dengan jelas disebutkan bhw untuk menghentikan kemelekatan, seyogayanya melakukan PENGEMBANGAN, bukan PENGHENTIAN:

Quote
"Suppose a hen has eight, ten, or twelve eggs that she covers rightly, warms rightly, & incubates rightly: Even though this wish may not occur to her — 'O that my chicks might break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely!' — still it is possible that the chicks will break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely. Why is that? Because the hen has covered them, warmed them, & incubated them rightly. In the same way, even though this wish may not occur to a monk who dwells devoting himself to development — 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' — still his mind is released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From developing, it should be said. Developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.


Pls be fair utk melihat  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 19 August 2009, 04:57:55 PM
Orang kr****n dan buddhist berdebat memang dari dua referensi tetapi tetaplah 1 referensi kebenaran yg benar yaitu kebenaran paramatha Dhamma. Dan orang yg mengalami paramatha Dhamma lah yg benar. Jadi referensi itu tetap ada yaitu paramatha Dhamma.

Atau analogi yang lain api dibilang air lalu yg satu lagi bilang api  adalah api. referensi tentang api mana yg lebih tepat?


Demikian debat Hudoyo dengan perkedel. Hudoyo tidak mau mengambil referensi si bhikkhu itu hak dia, tetapi referensi kebenaran itu tetap ada, karena apa yg dialami bhikkhu itu sesuai dengan Dhamma. Jadi jangan salahkan belalai gajah jika orang buta salah mempersepsikan belalai gajah itu ketika memegangnya.

Perkedel sendiri telah mengatakan Hudoyo hanya tau merasakan asava, kalau si bhikkhu lebih dari itu bisa melihat. Sama hal nya orang yg belajar jurus tai chi 8 jurus dengan 26 jurus...

sama halnya orang yg tau hanya teori dan orang yg tau teori dan praktek .
 

Orang tidak mau menggunakan referensi adalah pilihan tetapi makna referensi yg mengacu pada kebenaran adalah hal lainnya..

Jadi pilihan dan referensi yg mengacu pada kenyataan jangan dicampur adukan, dan inilah yg terjadi.

Bro bond tidak menangkap maksud saya.
Dalam debat ini, karena Tipitaka sudah ditafsirkan oleh 2 pihak yang berbeda, maka sebetulnya sudah bukan 1 referensi lagi. Tulisannya satu, namun maknanya tidak. Bagi bro bond salah satu mengatakan api adalah api dan satu lagi mengatakan air adalah api, dengan kata lain, satu pihak lebih benar, lebih asli dan mendekati paramatha dhamma. Dari sudut pandang saya, dua-duanya sama benarnya dan sama salahnya, dan masing-masing memiliki referensi dan tafsiran sendiri.


kalau begitu dapatkah Anda memberikan cara yg terbaik untuk melihat kebenaran paramatha Dhamma itu?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 05:02:34 PM
dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"
di sini terlihat kontras dua macam paradigma:

* paradigma yg mengakumulasi, mengumpulkan, berusaha mencapai, berjuang
di paradigma ini berpendapat ada sesuatu yg harus dikumpulkan, dicapai, tingkat demi tingkat untuk menuju pencerahan terakhir.

* paradigma melepas
paradigma ini tidak memperdulikan apa yg harus dicapai, apa tingkat2 kesucian yg musti dilewati. hanya mengamati dan membiarkannya berhenti sendiri (let it go). tidak ada yg dikumpulkan, tidak ada yg diakumulasi.

yg mana yg cocok untuk anda? ya buktikan sendiri dalam praktek...
kalo diperdebatkan tidak ada habis2nya, sampai anda mengalami sendiri...

Gini deh bro...... mari kita lihat salah satu sutta yg diberikan oleh PH sendiri yaitu S.III.152 atau Nava Sutta yaitu :

Quote
"Suppose a hen has eight, ten, or twelve eggs that she covers rightly, warms rightly, & incubates rightly: Even though this wish may not occur to her — 'O that my chicks might break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely!' — still it is possible that the chicks will break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely. Why is that? Because the hen has covered them, warmed them, & incubated them rightly. In the same way, even though this wish may not occur to a monk who dwells devoting himself to development — 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' — still his mind is released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From developing, it should be said.

Developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.


Jelas di sutta ini menyebutkan untuk mendevelop mind, bukan untuk stop mind, stop thought atau sebagainya... yg ada hanyalah stop clinging yg termasuk dalam stop Lobha, Dosa dan Moha

nah jika anda ada referensi mengenai thought, mind, mari kita lihat relevansinya kembali...... misal thought dalam buku Bhikkhu Bodhi sedikit menyamakan dengan right intention, namun dengan catatan :
Quote
The second factor of the path is called in Pali samma sankappa, which we will translate as "right intention."

The term is sometimes translated as "right thought," a rendering that can be accepted if we add the proviso that in the present context the word "thought" refers specifically to the purposive or conative aspect of mental activity, the cognitive aspect being covered by the first factor, right view. It would be artificial, however, to insist too strongly on the division between these two functions. From the Buddhist perspective, the cognitive and purposive sides of the mind do not remain isolated in separate compartments but intertwine and interact in close correlation. Emotional predilections influence views, and views determine predilections. Thus a penetrating view of the nature of existence, gained through deep reflection and validated through investigation, brings with it a restructuring of values which sets the mind moving towards goals commensurate with the new vision. The application of mind needed to achieve those goals is what is meant by right intention.

Diatas kita bisa lihat penggunaan thought dan mind yg berganti2

Demikianlah sulitnya jika membaca hanya teks inggris karena maknanya jadi sering rancu, akan lebih baik jika kembali pada teks Pali, demikianlah praktek dari Suttamaya Panna.....

Senang jika bisa saling diskusi bro  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 19 August 2009, 05:24:51 PM
Orang kr****n dan buddhist berdebat memang dari dua referensi tetapi tetaplah 1 referensi kebenaran yg benar yaitu kebenaran paramatha Dhamma. Dan orang yg mengalami paramatha Dhamma lah yg benar. Jadi referensi itu tetap ada yaitu paramatha Dhamma.

Atau analogi yang lain api dibilang air lalu yg satu lagi bilang api  adalah api. referensi tentang api mana yg lebih tepat?


Demikian debat Hudoyo dengan perkedel. Hudoyo tidak mau mengambil referensi si bhikkhu itu hak dia, tetapi referensi kebenaran itu tetap ada, karena apa yg dialami bhikkhu itu sesuai dengan Dhamma. Jadi jangan salahkan belalai gajah jika orang buta salah mempersepsikan belalai gajah itu ketika memegangnya.

Perkedel sendiri telah mengatakan Hudoyo hanya tau merasakan asava, kalau si bhikkhu lebih dari itu bisa melihat. Sama hal nya orang yg belajar jurus tai chi 8 jurus dengan 26 jurus...

sama halnya orang yg tau hanya teori dan orang yg tau teori dan praktek .
 

Orang tidak mau menggunakan referensi adalah pilihan tetapi makna referensi yg mengacu pada kebenaran adalah hal lainnya..

Jadi pilihan dan referensi yg mengacu pada kenyataan jangan dicampur adukan, dan inilah yg terjadi.

Bro bond tidak menangkap maksud saya.
Dalam debat ini, karena Tipitaka sudah ditafsirkan oleh 2 pihak yang berbeda, maka sebetulnya sudah bukan 1 referensi lagi. Tulisannya satu, namun maknanya tidak. Bagi bro bond salah satu mengatakan api adalah api dan satu lagi mengatakan air adalah api, dengan kata lain, satu pihak lebih benar, lebih asli dan mendekati paramatha dhamma. Dari sudut pandang saya, dua-duanya sama benarnya dan sama salahnya, dan masing-masing memiliki referensi dan tafsiran sendiri.


kalau begitu dapatkah Anda memberikan cara yg terbaik untuk melihat kebenaran paramatha Dhamma itu?

Padahal udah jelas, pihak yg satu omong soal JMB-8 aja mencla mencle, loncat sana, loncat sini....

Jadi untuk omongan yg udah jelas2 ada tertulis aja, dia masih bilang bhw pihak lain itu yang salah paham...

bingung.... bingung............

kasus ky gini mirip kaya yg pernah aye alami dulu : begitu ngeliat ada yg "tertindas", muncul "rasa keadilan" dan dilekati sehingga membuat jadi buta, tuli.
Yg penting selesaikan misi yaitu menyelamatkan yg tertindas, padahal bisa aja yg tertindas itu yg ngaco..... mirip ky org nyebrang sembarangan, lalu ketabrak. Yg salah adalah yg naek mobil

bingung..... bingung.........
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 19 August 2009, 05:26:24 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Kalau pendapat saya, seorang Sotapanna sudah tidak memandang adanya "aku" dan sebagainya, namun "akibat lampau" dari "kebodohan bathin" masih ada, tidak serta-merta berhenti langsung. Ibaratnya air dalam panci dipanaskan, setelah api dimatikan, air tidak langsung "dingin". Apakah api masih ada? Tidak. Apakah akibat dari api masih ada? Ya, ada.

Kalau pada kasus panci, akibat dari api (mis: panas) bisa lenyap perlahan-lahan secara alami. Alias tanpa perlu diusahakan pun, otomatis panas akan lenyap sendiri.

Nah, kalau pada kasus Sotapanna, akibat lampau dari kebodohan batin tidak bisa lenyap secara alami. Alias diperlukan usaha (latihan) untuk memusnahkan semua kebodohan batin dan kilesa.

Bagaimana pendapat Anda?


Quote from: Kainyn_Kutho
Diskusi dhamma, bukanlah sebuah pembicaraan dogma yang sederhana. Seperti saya katakan, tergantung konteks, kemampuan bicara dan kemampuan lawan bicara, maka sebuah statement bisa berubah. Suatu ketika seorang upasaka mengatakan bahwa Buddha menjelaskan perasaan terbagi dua dan seorang bhikkhu mengatakan Buddha menjelaskan perasaan terbagi tiga. Mereka saling berdebat dengan keras kepala. Akhirnya kejadian itu disampaikan oleh Ananda ke Buddha yang mengatakan bahwa kedua orang itu benar, namun mereka tidak mengerti konteks yang dibawakan.

Saya rasa mau "wujud final MMD", "MMD beta version" atau "MMD versi 2.0" adalah hal yang wajar. Pandangan saya terhadap ajaran Buddha pun senantiasa mengalami proses perubahan sesuai bertambahnya pengalaman.

Mengenai kasus “jumlah perasaan”, itu masih relevan jika suatu ketika Sang Buddha menyatakan perasaan memang terbagi dua, tiga, empat, dsb. Karena konsep dari sebuah perasaan itu nilainya relatif.

Tapi untuk kasus “nihilisme” atau “tidak nihilisme”, itu tidak relevan. Karena konsep dari sebuah nihilisme itu sudah memenuhi kriteria yang jelas, bukan mengambang sehingga kadang bisa disebut nihilisme atau tidak nihilisme. Jika suatu ketika seseorang mengatakan ini adalah “nihilisme”, tapi di lain waktu mengatakan ini adalah “tidak nihilisme”, dan di lain waktu kemudian ia mengatakan ini adalah “nihilisme”, maka hanya ada enam kemungkinan, yaitu:

- orang itu plin-plan
- orang itu terus mengalami transformasi konsep pandangan
- orang itu berbicara asal
- orang itu mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan
- orang itu kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa
- orang itu menganggap “nihilisme” dan “tidak nihilisme” adalah sama


Quote from: Kainyn_Kutho
Seperti saya katakan, namanya kepercayaan itu semua adalah subjektif. Tipitaka adalah demikian adanya, namun ketika dibaca satu orang, maka timbul satu pengertian. Dibaca orang lain, timbul pengertian lain. Yang objektif hanyalah tulisan. Ketika tulisan dipersepsi dan diproses pikiran, semua menjadi subjektif. Oleh karena itu saya katakan semua hanyalah kecocokan. Jika seseorang memandangnya demikian, maka pikiran "saya yang benar", "Buddhisme adalah aku, milikku", "aliran lain sesat" dan lain-lain tidak akan ada. Ia mengetahui semua itu hanyalah  objek yang diproses khanda, dan khanda berubah, tidak kekal, dan rapuh.

Saya memegang kepercayaan demikian sebagai ajaran Buddha, yang barang tentu tidak sejalan dengan orang lain, terutama yang menggenggam kepercayaan bahwa dirinya telah memiliki satu kebenaran. Kembali lagi pada kecocokan. Apakah saya sesat dan subjektif? Tidak masalah, semua adalah persepsi.

Saya sependapat dengan Anda. Ajaran Buddha Gotama saja juga bisa diklaim sebagai ajaran sesat oleh orang lain.

Karena itu saya melihat diskusi ini adalah ajang untuk berargumentasi, mana yang lebih bisa diterima dan dilihat secara objektif.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 19 August 2009, 10:23:52 PM
Pls be fair utk melihat  _/\_
maksud anda fair itu setuju dengan pendapat anda dan nggak fair itu tidak setuju dengan pendapat anda?

saya cuman menggarisbawahi terminologi pikiran = thought itu sama sekali gak salah dan juga bukan barang baru.
silakan definisikan menurut anda dan biarkan pembaca yg menilai sendiri, gak perlu bilang "gak fair".
sepertinya seolah2 hanya boleh ada satu interpretasi, satu penafsiran, satu standard, satu kitab, satu macam praktek.
saya pikir ini awal dari sebuah intoleransi, yg satu mengkafirkan yg lain.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 19 August 2009, 10:59:20 PM
ampun, om markos, kok sampe dibawa balik ke thought lagi sih?

di post yg atas, saya hanya menyimpulkan ada dua macam paradigma yg sangat kontras dalam mempelajari / praktek buddha dhamma: paradigma yg mengakumulasi dan paradigma yg melepas. saya mengajak kita merenung dan mencoba kedua macam paradigma ini dalam praktek masing2 untuk menilainya sendiri...

tapi saya juga ikuti deh arah pembicaraan thought ini di bawah.
Jelas di sutta ini menyebutkan untuk mendevelop mind, bukan untuk stop mind, stop thought atau sebagainya... yg ada hanyalah stop clinging yg termasuk dalam stop Lobha, Dosa dan Moha

nah jika anda ada referensi mengenai thought, mind, mari kita lihat relevansinya kembali......
saya gak perlu nyari2 referensi sutta2 lah. mari lihat ke dalam seperti saran ajahn chah berikut:
Quote
One day, a famous woman lecturer on Buddhist metaphysics came to see Achaan Chah. This woman gave periodic teachings in Bangkok on the abhidharma and complex Buddhist psychology. In talking to Achaan Chah, she detailed how important it was for people to understand Buddhist psychology and how much her students benefited from their study with her. She asked him whether he agreed with the importance of such understanding.

"Yes, very important", he agreed.

Delighted, she further questioned whether he had his own students learn abhidharma.

"Oh, yes, of course."

And where, she asked, did he recommend they start, which books and studies were best?

"Only here," he said, pointing to his heart, "only here."

mari kita melihat ke dalam.
gini om markos, thought itu adalah sesuatu yg real yg anda lihat dalam meditasi.
cukup mengamati beberapa menit saja terlihat jelas ada "celoteh" yg bernyanyi di dalam kepala kita. celoteh ini kadang2 berasosiasi dengan masa lampau, kadang2 memprojeksikan masa depan. real kan? beneran ada kan?

apakah ini praktik buddhism?
ya jelas. semua guru meditasi buddhis mengenalinya. baca aja bukunya bhante gunaratana, bukunya ajahn brahm, atau master sheng yen atau yg lain2.

apakah celoteh ini bisa reda?
kayaknya jelas bisa.
mungkin anda pernah merasakan sendiri, saat thought anda agak reda, rasanya damai, semua indah, tidak ada ganjalan.

apakah celoteh ini bisa berhenti, berada hanya di saat ini (present) secara total?
mmmm.... ini sebaiknya dijawab dan dibuktikan oleh praktik masing2.

apakah kedamaian itu muncul dengan mengusir ldm, mengakumulasikan ketenangan, berusaha mencapai tingkat2 meditasi, memerangi kemelekatan, mendevelop mind (seperti kata anda)?
sama kayak di atas. silakan jawab dalam praktik masing2. cobalah paradigma akumulasi dan paradigma melepas / berhenti.

maaf kalo saya tidak mengutip apapun, tidak refer ke teori apapun dan ini mungkin mengecewakan anda...
kalo ini tidak bisa dimengerti ataupun dikaitkan dengan teori2, saya hanya bisa menulis sampai di sini saja.

ps: walaupun saya memakai istilah "celoteh", ini tidak selalu mengacu pada sesuatu yg terdengar
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 19 August 2009, 11:14:53 PM
ampun, om markos, kok sampe dibawa balik ke thought lagi sih?

di post yg atas, saya hanya menyimpulkan ada dua macam paradigma yg sangat kontras dalam mempelajari / praktek buddha dhamma: paradigma yg mengakumulasi dan paradigma yg melepas. saya mengajak kita merenung dan mencoba kedua macam paradigma ini dalam praktek masing2 untuk menilainya sendiri...

tapi saya juga ikuti deh arah pembicaraan thought ini di bawah.
Jelas di sutta ini menyebutkan untuk mendevelop mind, bukan untuk stop mind, stop thought atau sebagainya... yg ada hanyalah stop clinging yg termasuk dalam stop Lobha, Dosa dan Moha

nah jika anda ada referensi mengenai thought, mind, mari kita lihat relevansinya kembali......
saya gak perlu nyari2 referensi sutta2 lah. mari lihat ke dalam seperti saran ajahn chah berikut:
Quote
One day, a famous woman lecturer on Buddhist metaphysics came to see Achaan Chah. This woman gave periodic teachings in Bangkok on the abhidharma and complex Buddhist psychology. In talking to Achaan Chah, she detailed how important it was for people to understand Buddhist psychology and how much her students benefited from their study with her. She asked him whether he agreed with the importance of such understanding.

"Yes, very important", he agreed.

Delighted, she further questioned whether he had his own students learn abhidharma.

"Oh, yes, of course."

And where, she asked, did he recommend they start, which books and studies were best?

"Only here," he said, pointing to his heart, "only here."

mari kita melihat ke dalam.
gini om markos, thought itu adalah sesuatu yg real yg anda lihat dalam meditasi.
cukup mengamati beberapa menit saja terlihat jelas ada "celoteh" yg bernyanyi di dalam kepala kita. celoteh ini kadang2 berasosiasi dengan masa lampau, kadang2 memprojeksikan masa depan. real kan? beneran ada kan?

apakah ini praktik buddhism?
ya jelas. semua guru meditasi buddhis mengenalinya. baca aja bukunya bhante gunaratana, bukunya ajahn brahm, atau master sheng yen atau yg lain2.

apakah celoteh ini bisa reda?
kayaknya jelas bisa.
mungkin anda pernah merasakan sendiri, saat thought anda agak reda, rasanya damai, semua indah, tidak ada ganjalan.

apakah celoteh ini bisa berhenti, berada hanya di saat ini (present) secara total?
mmmm.... ini sebaiknya dijawab dan dibuktikan oleh praktik masing2.

apakah kedamaian itu muncul dengan mengusir ldm, mengakumulasikan ketenangan, berusaha mencapai tingkat2 meditasi, memerangi kemelekatan, mendevelop mind (seperti kata anda)?
sama kayak di atas. silakan jawab dalam praktik masing2. cobalah paradigma akumulasi dan paradigma melepas / berhenti.

maaf kalo saya tidak mengutip apapun, tidak refer ke teori apapun dan ini mungkin mengecewakan anda...
kalo ini tidak bisa dimengerti ataupun dikaitkan dengan teori2, saya hanya bisa menulis sampai di sini saja.

ps: walaupun saya memakai istilah "celoteh", ini tidak selalu mengacu pada sesuatu yg terdengar


 :yes:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 20 August 2009, 09:18:15 AM
Quote
kasus ky gini mirip kaya yg pernah aye alami dulu : begitu ngeliat ada yg "tertindas", muncul "rasa keadilan" dan dilekati sehingga membuat jadi buta, tuli.
Yg penting selesaikan misi yaitu menyelamatkan yg tertindas, padahal bisa aja yg tertindas itu yg ngaco..... mirip ky org nyebrang sembarangan, lalu ketabrak. Yg salah adalah yg naek mobil

bingung..... bingung.........
;D ;D ;D ;D  sering terjadi yg begini..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 09:35:53 AM
ampun, om markos, kok sampe dibawa balik ke thought lagi sih?

di post yg atas, saya hanya menyimpulkan ada dua macam paradigma yg sangat kontras dalam mempelajari / praktek buddha dhamma: paradigma yg mengakumulasi dan paradigma yg melepas. saya mengajak kita merenung dan mencoba kedua macam paradigma ini dalam praktek masing2 untuk menilainya sendiri...

tapi saya juga ikuti deh arah pembicaraan thought ini di bawah.
Jelas di sutta ini menyebutkan untuk mendevelop mind, bukan untuk stop mind, stop thought atau sebagainya... yg ada hanyalah stop clinging yg termasuk dalam stop Lobha, Dosa dan Moha

nah jika anda ada referensi mengenai thought, mind, mari kita lihat relevansinya kembali......
saya gak perlu nyari2 referensi sutta2 lah. mari lihat ke dalam seperti saran ajahn chah berikut:
Quote
One day, a famous woman lecturer on Buddhist metaphysics came to see Achaan Chah. This woman gave periodic teachings in Bangkok on the abhidharma and complex Buddhist psychology. In talking to Achaan Chah, she detailed how important it was for people to understand Buddhist psychology and how much her students benefited from their study with her. She asked him whether he agreed with the importance of such understanding.

"Yes, very important", he agreed.

Delighted, she further questioned whether he had his own students learn abhidharma.

"Oh, yes, of course."

And where, she asked, did he recommend they start, which books and studies were best?

"Only here," he said, pointing to his heart, "only here."

mari kita melihat ke dalam.
gini om markos, thought itu adalah sesuatu yg real yg anda lihat dalam meditasi.
cukup mengamati beberapa menit saja terlihat jelas ada "celoteh" yg bernyanyi di dalam kepala kita. celoteh ini kadang2 berasosiasi dengan masa lampau, kadang2 memprojeksikan masa depan. real kan? beneran ada kan?

apakah ini praktik buddhism?
ya jelas. semua guru meditasi buddhis mengenalinya. baca aja bukunya bhante gunaratana, bukunya ajahn brahm, atau master sheng yen atau yg lain2.

apakah celoteh ini bisa reda?
kayaknya jelas bisa.
mungkin anda pernah merasakan sendiri, saat thought anda agak reda, rasanya damai, semua indah, tidak ada ganjalan.

apakah celoteh ini bisa berhenti, berada hanya di saat ini (present) secara total?
mmmm.... ini sebaiknya dijawab dan dibuktikan oleh praktik masing2.

apakah kedamaian itu muncul dengan mengusir ldm, mengakumulasikan ketenangan, berusaha mencapai tingkat2 meditasi, memerangi kemelekatan, mendevelop mind (seperti kata anda)?
sama kayak di atas. silakan jawab dalam praktik masing2. cobalah paradigma akumulasi dan paradigma melepas / berhenti.

maaf kalo saya tidak mengutip apapun, tidak refer ke teori apapun dan ini mungkin mengecewakan anda...
kalo ini tidak bisa dimengerti ataupun dikaitkan dengan teori2, saya hanya bisa menulis sampai di sini saja.

ps: walaupun saya memakai istilah "celoteh", ini tidak selalu mengacu pada sesuatu yg terdengar


dear bro morph,

tolong jgn dibalik seolah saya yg memaksakan harus sesuai teori, dan menisbikan praktek....

saya justru hanya merespons komentar anda yaitu :

Quote
di sini anda merasa semuanya harus sesuai standard abhidhamma anda. padahal pak hudoyo jelas2 bilang terminologi yg dia pake ini bukan barang baru, bukan bikinan sekadar buat beda. terminologi citta seperti ini udah lazim dipake oleh bhikkhu2 lain:

yang merujuk ke :

Quote
Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Karena anda mengutip berbagai sutta diatas, saya coba mencari dan hasilnya saya quote dibawah yaitu

Quote
Gini deh bro...... mari kita lihat salah satu sutta yg diberikan oleh PH sendiri yaitu S.III.152 atau Nava Sutta yaitu :



Quote
"Suppose a hen has eight, ten, or twelve eggs that she covers rightly, warms rightly, & incubates rightly: Even though this wish may not occur to her — 'O that my chicks might break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely!' — still it is possible that the chicks will break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely. Why is that? Because the hen has covered them, warmed them, & incubated them rightly. In the same way, even though this wish may not occur to a monk who dwells devoting himself to development — 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' — still his mind is released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From developing, it should be said.

Developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.



Jelas di sutta ini menyebutkan untuk mendevelop mind, bukan untuk stop mind, stop thought atau sebagainya... yg ada hanyalah stop clinging yg termasuk dalam stop Lobha, Dosa dan Moha

nah jika anda ada referensi mengenai thought, mind, mari kita lihat relevansinya kembali...... misal thought dalam buku Bhikkhu Bodhi sedikit menyamakan dengan right intention, namun dengan catatan :

Jadi bingung.......... diatas anda menyetujui rujukan citta dari berbagai sutta, namun saat ditunjukkan isi dari salah satu sutta yang anda rujuk, anda bilang tidak refer ke teori apapun

itu yg saya sebut : pls be fair lah.......... bukan harus setuju dengan saya, justru bagaimana anda bisa konsisten, kalau merujuk citta dari berbagai sutta, mari kita lihat isi dari sutta itu
Dan ternyata setelah dilihat, hasilnya justru MENGEMBANGKAN PIKIRAN, yang notabene malah bertentangan dengan konsep TERHENTINYA PIKIRAN

nah apakah anda bisa dan mau fair dalam melihat ini?  ;)

Jika anda berkenan, mari kita buka kembali ke sutta2 yang anda rujuk dan mari kita lihat teks aslinya, bukan hanya berdasar rujukan dari perorangan saja, fair enough?  _/\_

Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D


Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 09:40:41 AM
Quote
kasus ky gini mirip kaya yg pernah aye alami dulu : begitu ngeliat ada yg "tertindas", muncul "rasa keadilan" dan dilekati sehingga membuat jadi buta, tuli.
Yg penting selesaikan misi yaitu menyelamatkan yg tertindas, padahal bisa aja yg tertindas itu yg ngaco..... mirip ky org nyebrang sembarangan, lalu ketabrak. Yg salah adalah yg naek mobil

bingung..... bingung.........
;D ;D ;D ;D  sering terjadi yg begini..

hal ini pernah saya diskusi dgn bro willi.... bhw sesungguhnya kita sering melekat pada "kebenaran konseptual" kita, bhw yg lemah perlu dibela
penerapan kalau di jalanan, yang rodanya lebih dikit, dia yg benar  ;D

nah bagaimna kita tahu melekat atau tidaknya? yah kembali melihat batin, apa yg bergejolak

disinilah bisa dilihat bagaimana kolaborasi teori dan praktek.
teori tanpa praktek hanya akan membuat jadi kesombongan
praktek tanpa teori, seperti org buta berjalan tak tentu arahnya

kalo kata si abang : waspadalah.... waspadalah  :))
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 20 August 2009, 10:18:08 AM
aduh bang markos, kita banyak gak nyambungnya... anda bingung, saya bohwat hehehe...

saya menggarisbawahi terminologi citta sebagai batin itu bukanlah barang baru, bukan penemuan baru tapi anda malah tertarik untuk mendiskusikan thought yg berhenti. saat saya ngalah ikutan ngomongin soal thought secara praktis mencoba mengajak anda mengalami sendiri apa yg dimaksudkan sebagai "thought" atau "pikiran" itu, anda menekankan sutta yg ngomong soal develop mind (dan menurut anda ini harus dicerna kata demi kata dan gak mungkin salah). gimana bisa nyambung?

saya ngeliat kita gak bakal bisa nyambung lagi. gini ya bang, kita gak bisa menelan tipitaka itu kata demi kata yg gak mungkin salah. pertama, sebuah ajaran diucapkan memiliki konteks, kondisi sosial, latar belakang pendengar, situasi tersendiri yg kadang tidak bisa diketahui di jaman ini. kedua, pencatatan itu sendiri tentu menyumbangkan distorsi kepada tulisannya. ketiga, membaca itu sendiri dipengaruhi kondisi2 subjektif sang pembaca.

cara yg paling cocok buat saya adalah dengan memverifikasi ajaran dengan pengalaman sendiri. saya merasa cara terbaik untuk mengalami buah jeruk adalah dengan memakannya, bukan dengan membaca nama latin pohon jeruk, bukan dengan menghafalkan kode dna jeruk.

kalo salah sambung berlanjut, saya pikir sampai di sini saja...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 01:50:43 PM
yg ga nyambung anda atau saya, bro? he3... saya ga pernah bilang tipitaka kata demi kata GAK MUNGKIN salah, tetapi bahwa isi Tipitaka itu saling mendukung, tidak mungkin bertentangan
Bahkan guru buddha mengajarkan dalam kalama sutta, untuk melihat apakah hal itu bermanfaat utk batin, dipuji oleh para bijaksana
Jadi kembali saya tekankan : bukan kata perkata loh, namun isi atau esensi dari apa yg ada dalam tipitaka, silahkan anda lihat lagi pernyataan saya

Terlihat anda itu mengulang apa yg dari dulu sering diucapkan oleh PH... langsung praktek, lepaskan teori, mau tau jeruk, langsung aja makan.

Pertanyaan paling gampang untuk itu adalah darimana anda tahu itu JERUK? tentunya anda tahu dulu ciri2 jeruk seperti apa, baru anda tahu bhw anda makan jeruk

hal ini sesungguhnya sudah dijelaskan dengan perkembangan panna baik sutta, cinta maupun bhavanamaya panna (buku, praktek dan perenungan), yang berikut saya kembali quote dibawah :

Quote
dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"

Disinilah fungsi buku, literatur sebagai rakit yg membawa, sebagai peta yg menunjukkan jalan

Tapi org yg bodoh akan bilang bhw tidak perlu rakit, tidak perlu peta

semoga dengan diskusi ini bisa jadi jelas bhw bukanlah bukunya yg menjadi masalah, namun permasalahannya adalah pada MELEKAT dan PANNA dalam menyingkapi buku tersebut

Ingat loh bro, Objek itu sifatnya netral
Kita-lah yg membuatnya menjadi tidak netral

disini jelas bhw sebelum makan jeruk, anda tahu jeruk itu seperti apa
lalu praktek, makan jeruk itu, buktikan kebenaran yg ada dalam buku
baca lagi, ternyata jeruk itu macam2, ada valencia, sunkist, lokam, dsbnya
anda makan lagi macam2 jeruk itu, dan anda bisa tahu bagaimana perbedaan setiap jeruk

seperti itulah proses panna/kebijaksanaan terus terjadi, melepas ketidaktahuan dan menambah pengetahuan baik secara teori dan praktek

tapi anda selalu kembali dengan 2 paradigma anda, bahwa hanya ada 2 yaitu :
Quote
* paradigma yg mengakumulasi, mengumpulkan, berusaha mencapai, berjuang
di paradigma ini berpendapat ada sesuatu yg harus dikumpulkan, dicapai, tingkat demi tingkat untuk menuju pencerahan terakhir.

* paradigma melepas
paradigma ini tidak memperdulikan apa yg harus dicapai, apa tingkat2 kesucian yg musti dilewati. hanya mengamati dan membiarkannya berhenti sendiri (let it go). tidak ada yg dikumpulkan, tidak ada yg diakumulasi.

ini terlihat sekali ada 2 ekstrim, mengakumulasi atau melepas....... padahal sesungguhnya dalam buddhism, yang ada justru adalah kombinasi dari keduanya yaitu mengakumulasi dan melepas.
Ini bisa kita lihat pada ajaran semua Buddha, mulai dari Buddha vipassi, kakuchandha sampai buddha gotama yaitu :
- Kurangi berbuat akusala
- perbanyak berbuat kusala
- sucikan batin

Apa yang diakumulasi? kusala, parami
apa yang dilepas? akusala seperti asava, nivarana,dsbnya termasuk di dalamnya adalah konsep yg keliru, dsbnya

Ini kalau kita lihat kembali kasus si jeruk dan bagaimana implementasi secara batinnya

Kalau saya boleh info bahwa "tidak perduli" merupakan sikap upekkha
namun upekkha yang ada di arahat, sangatlah berbeda dengan upekkha yang ada di manusia awam
Pada arahat, upekkha terwujud saat dia bisa melihat objek, sesuai konsepnya (misal jeruk, warna kuning, rasa asam, dsbnya) secara apa adanya

Tapi "tidak perduli" dalam artian upekkha yang ada di manusia awam, yg jika diteruskan, akan mendorong menjadi mahluk dengan upekkhasantirana yaitu manusia sugati ahetuka

Ini disebabkan karena kebiasaan untuk tidak perduli dalam kehidupan sehari2...... kesalah pahaman ini terjadi karena terbiasa baca konsep yg tinggi tapi hanya baca separuh2 saja, hanya mengambil apa yg cocok sesuai seleranya -> sesungguhnya inilah moha/ignorance

Sangat berbeda dengan sati sampajhana yg sesungguhnya adalah menyadari fenomena nama dan rupa sebagai proses yg timbul dan tenggelam, bukan mengamati dan membiarkan karena proses mengamati itu saja, sudah merupakan proses CITTA, jadi PASTI ga mungkin berhenti

Jadi tolong ga usah diplintir ke perbandingan praktek dan teori lagi yah karena sudah saya jelaskan dalam banyak postingan bahwa teori dan praktek itu adalah saling mendukung, bukannya saling meniadakan

Yang menjadi tiada dari mempraktekkan teori adalah tiadanya kemelekatan, bukan teori itu sendiri karena teori itu sesungguhnya hanya penjabaran dari hakekat sesungguhnya batin dan jasmani

nah selanjutnya terserah anda, saya hanya menginformasikan saja kok ......  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 20 August 2009, 02:37:22 PM
yah, inilah perbedaan paradigma kita, om markos :)
susah ketemunya bang. saya membicarakan hal yg ada di dalam. anda membicarakan hal yg ada di luar.

secara teori kedengeran masuk akal, dua2nya, mengakumulasi dan melepas.
mari kita coba, bisakah kita melihat ke dalam lalu coba sekaligus mengakumulasi dan melepas dalam praktek ;D
dan dari kata2 anda mengenai apa yg diakumulasi dan apa yg dilepas, terlihat jelas paradigma itu adalah paradigma akumulasi :)

mengenai jeruk, pertanyaan itu juga musti diajukan kepada anda.  darimana anda tau itu jeruk? :)
sekali lagi untuk mengalami jeruk, paling baik mengalaminya secara real di dalam diri anda sendiri.
membaca kata "jeruk" sama sekali tidak memetakan jeruk di dunia nyata...

anda suka memakai kata2 "pengetahuan", "kebijaksanaan", "ignorance".
menurut saya, ada perbedaan antara "pengetahuan" dengan pengetahuan, "kebijaksanaan" dengan kebijaksanaan.
"pengetahuan" (telunjuk, ide) itu berbeda jauh dengan pengetahuan (rembulan, realita).

saya pikir ini bisa kita teruskan gak habis2nya, tapi sungguh sulit untuk bisa ketemu dalam pembicaraan kita, om markos.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 20 August 2009, 02:48:30 PM
masih berpanjang panjang juga di sini nih :)) , sebaiknya MMD itu di biarkan saja deh setidaknya ada orang yang memetik manfaatnya juga lah. Segala sesuatu pasti ada makna dan manfaat yang bisa di ambil apapun itu baik ajaran salah maupun benar karena tiap2 orang itu berbeda2 penangkapannya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 04:11:44 PM
yah, inilah perbedaan paradigma kita, om markos :)
susah ketemunya bang. saya membicarakan hal yg ada di dalam. anda membicarakan hal yg ada di luar.

secara teori kedengeran masuk akal, dua2nya, mengakumulasi dan melepas.
mari kita coba, bisakah kita melihat ke dalam lalu coba sekaligus mengakumulasi dan melepas dalam praktek ;D
dan dari kata2 anda mengenai apa yg diakumulasi dan apa yg dilepas, terlihat jelas paradigma itu adalah paradigma akumulasi :)

mengenai jeruk, pertanyaan itu juga musti diajukan kepada anda.  darimana anda tau itu jeruk? :)
sekali lagi untuk mengalami jeruk, paling baik mengalaminya secara real di dalam diri anda sendiri.
membaca kata "jeruk" sama sekali tidak memetakan jeruk di dunia nyata...

anda suka memakai kata2 "pengetahuan", "kebijaksanaan", "ignorance".
menurut saya, ada perbedaan antara "pengetahuan" dengan pengetahuan, "kebijaksanaan" dengan kebijaksanaan.
"pengetahuan" (telunjuk, ide) itu berbeda jauh dengan pengetahuan (rembulan, realita).

saya pikir ini bisa kita teruskan gak habis2nya, tapi sungguh sulit untuk bisa ketemu dalam pembicaraan kita, om markos.


kembali bro morpheus membedakan antara mengetahui jeruk secara teori dan secara real..... melihat ke luar dan melihat ke dalam

padahal diatas saya udah menyebut

Quote
disini jelas bhw sebelum makan jeruk, anda tahu jeruk itu seperti apa
lalu praktek, makan jeruk itu, buktikan kebenaran yg ada dalam buku
baca lagi, ternyata jeruk itu macam2, ada valencia, sunkist, lokam, dsbnya
anda makan lagi macam2 jeruk itu, dan anda bisa tahu bagaimana perbedaan setiap jeruk

sesungguhnya saya sangat mengerti yg anda maksud baik secara jeruk, rembulan atau apapun

Sekarang jika memang anda menggunakan paradigma melepas, nah bisakah anda coba "melepaskan" konsep HANYA ada 2 paradigma?  ;D
atau bisakah anda melepaskan konsep bhw markos hanya berteori, dan morpheus yang berpraktek?  ;D

Jika anda berkenan maka anda akan bisa melihat paradigma lain yaitu proses gradual dari kusala yg bertambah, sekaligus akusala yg berkurang
Bahwa sesungguhnya melihat ke luar dan melihat ke dalam, akan saling mendukung

Apakah bisa? PASTI BISA karena demikianlah ajaran semua buddha dari buddha vipassi sampai buddha gautama sebagaimana disebut dalam ovada patimokha dan mahapadana sutta

Saya sangat setuju bhw buddhism itu bersifat Inside Out, bagaimana memanage batin.

Tapi batin yg bagaimana dulu? kalau batin yang sama dengan citta, sudah jelas dalam berbagai sutta bahwa batin itu tidak sama dengan citta.
Kalau pengertian mengenai batin saja sudah keliru, seperti telunjuk menunjuk bayangan bulan di air dan bilang itu sebagai bulan  ^-^
sama seperti ingin makan jeruk tapi makan belimbing wuluh hanya karena berpegang pada rasa jeruk itu asam, tapi tidak melihat bagaimana gambaran bentuknya, warna kulit, dsbnya

nah semoga anda bisa melepas persepsi paradigma anda yg hanya 2  ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 04:14:41 PM
masih berpanjang panjang juga di sini nih :)) , sebaiknya MMD itu di biarkan saja deh setidaknya ada orang yang memetik manfaatnya juga lah. Segala sesuatu pasti ada makna dan manfaat yang bisa di ambil apapun itu baik ajaran salah maupun benar karena tiap2 orang itu berbeda2 penangkapannya.


nyantai aja bro........ aye sih diskusi berdasar bukti2 otentik, gimana prakteknya juga.....

kalo dari aye sih, ini bukan diskusi utk menyerang MMD, melainkan diskusi untuk menginformasikan mengenai dhamma sebagai kebenaran
sekaligus sambil melatih batin, gimana manage citta wkt nulis ini, waktu lihat itu, apa aja citta yg timbul..... jujur aja, latihan2 semacem ini, membantu pengembangan refleks batin aye  ;D

itu aja kok  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 20 August 2009, 04:28:24 PM
tampaknya ini udah menjadi debat kusir dan terjadi pengulangan2... ndak bisa ketemu.
sementara di sini dulu, om markos. sampe ada yg baru...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 04:42:56 PM
ya saya cuma bisa saran hendaknya kita semua jgn melekat dengan dikotomi, dengan konsep : "ini teori" atau "ini praktek"

karena sesungguhnya saat kita menganggap diri sudah berpraktek, saat itu sesungguhnya kita sudah mengkonsep teori baru

Karena itu hendaknya kita semua bisa melihat secara holistik :
- teori mendukung praktek, dan
- praktek juga akan mendukung kebenaran teoritis

senang bisa diskusi dengan bro morpheus  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 20 August 2009, 05:11:27 PM
ajaib, barusan nemu tulisan ajahn chah yg senada :)

saya menyarankan agar kita merenungkan tulisan dari a still forest pool berikut:
Quote
In my own practice, I did not know or study much. I took the straightforward teachings the Buddha gave and simply began to study my own mind according to nature. When you practice, observe yourself. Then gradually knowledge and vision (ini yg saya maksud pengetahuan tanpa tanda kutip :) ) will arise of themselves. If you sit in meditation and want it to be this way or that, you had better stop right there. Do not bring ideals or expectations to your practice. Take your studies, your opinions, and store them away.

You must go beyond all words, all symbols, all plans for your practice. Then you can see for yourself the truth, arising right here. If you do not turn inward, you will never know reality. I took the first few years of formal Dharma text study, and when I had the opportunity, I went to hear various scholars and masters teach, until such study became more of a hindrance than a help. I did not know how, to listen to their sermons because I had not looked within.

The great meditation masters spoke about the truth within oneself. Practicing, I began to realize that it existed in my own mind as well. After a long time, I realized that these teachers have really seen the truth and that if we follow their path, we will encounter everything they have spoken about. Then we will be able to say, ''Yes, they were right. What else could there be? Just this." When I practiced diligently, realization unfolded like that.

If you are interested in Dharma, just give up, just let go. Merely thinking about practice is like pouncing on the shadow and missing the substance. You need not study much. If you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself. There must be more than merely hearing the words. Speak just with yourself, observe your own mind. If you cut off this verbal, thinking mind, you will have a true standard for judging. Otherwise, your understanding will not penetrate deeply. Practice in this way and the rest will follow.

tak hanya sampai merenung saja, cobalah lakukan eksperimen, mengamati apa yg ada di dalam...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 20 August 2009, 05:22:53 PM
ajaib, barusan nemu tulisan ajahn chah yg senada :)

saya menyarankan agar kita merenungkan tulisan dari a still forest pool berikut:
Quote
In my own practice, I did not know or study much. I took the straightforward teachings the Buddha gave and simply began to study my own mind according to nature. When you practice, observe yourself. Then gradually knowledge and vision (ini yg saya maksud pengetahuan tanpa tanda kutip :) ) will arise of themselves. If you sit in meditation and want it to be this way or that, you had better stop right there. Do not bring ideals or expectations to your practice. Take your studies, your opinions, and store them away.

You must go beyond all words, all symbols, all plans for your practice. Then you can see for yourself the truth, arising right here. If you do not turn inward, you will never know reality. I took the first few years of formal Dharma text study, and when I had the opportunity, I went to hear various scholars and masters teach, until such study became more of a hindrance than a help. I did not know how, to listen to their sermons because I had not looked within.

The great meditation masters spoke about the truth within oneself. Practicing, I began to realize that it existed in my own mind as well. After a long time, I realized that these teachers have really seen the truth and that if we follow their path, we will encounter everything they have spoken about. Then we will be able to say, ''Yes, they were right. What else could there be? Just this." When I practiced diligently, realization unfolded like that.

If you are interested in Dharma, just give up, just let go. Merely thinking about practice is like pouncing on the shadow and missing the substance. You need not study much. If you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself. There must be more than merely hearing the words. Speak just with yourself, observe your own mind. If you cut off this verbal, thinking mind, you will have a true standard for judging. Otherwise, your understanding will not penetrate deeply. Practice in this way and the rest will follow.

tak hanya sampai merenung saja, cobalah lakukan eksperimen, mengamati apa yg ada di dalam...

cobalah baca secara menyeluruh, jangan yg hanya dikutip aja bro.....

misal ajahn chah bilang :
Quote
You need not study much.

You need not to study much = anda tidak perlu banyak belajar, bukan anda tidak perlu belajar sama sekali

Quote
If you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself

Follow the basic and pratice accordingly : ikuti yang mendasar dan praktekkan atas dasar itu

Jadi sesungguhnya ini makin menguatkan mengenai panna yg saling menguatkan, bro....... bahwa praktek itu justru berdasar dari teori, yang jangan terlalu berlebih namun setidaknya sudah mempunyai pengertian yg benar (samma ditthi)

hal serupa juga diungkap oleh banyak master lain seperti nina van gorkom, khun sujin boriharnwanaket, bhikkhu bodhi, ledi sayadaw, dsbnya.....

senang anda bisa memberikan rujukan, mungkin bisa kasih lengkapnya biar kita bisa lebih banyak diskusi?  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 20 August 2009, 05:37:31 PM
itu tulisan lengkapnya om... bisa cross check ke bukunya atau internet.

saya gak heran kalo anda punya interpretasi lain...
silakan dibaca pelan2, interpretasinya saya serahkan ke pribadi masing2.
bisa saja kita mengambil kutipan masing2 dan terus2an mengadu interpretasi, gak habis2.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 20 August 2009, 07:03:00 PM
Quote
kasus ky gini mirip kaya yg pernah aye alami dulu : begitu ngeliat ada yg "tertindas", muncul "rasa keadilan" dan dilekati sehingga membuat jadi buta, tuli.
Yg penting selesaikan misi yaitu menyelamatkan yg tertindas, padahal bisa aja yg tertindas itu yg ngaco..... mirip ky org nyebrang sembarangan, lalu ketabrak. Yg salah adalah yg naek mobil

bingung..... bingung.........
;D ;D ;D ;D  sering terjadi yg begini..

hal ini pernah saya diskusi dgn bro willi.... bhw sesungguhnya kita sering melekat pada "kebenaran konseptual" kita, bhw yg lemah perlu dibela
penerapan kalau di jalanan, yang rodanya lebih dikit, dia yg benar  ;D

nah bagaimna kita tahu melekat atau tidaknya? yah kembali melihat batin, apa yg bergejolak

disinilah bisa dilihat bagaimana kolaborasi teori dan praktek.
teori tanpa praktek hanya akan membuat jadi kesombongan
praktek tanpa teori, seperti org buta berjalan tak tentu arahnya

kalo kata si abang : waspadalah.... waspadalah  :))

Kalo saya memandangnya bukan dalam rangka membela yg lemah, tetapi dalam hal sejalan dalam semangat mengingatkan akan sesuatu yang memang cukup penting untuk diperhatikan. Bagaikan orang yang terpaksa menghardik temannya agar tidak terlena dalam bobok siang, karena hanya dengan tepukan sayang tidak dapat membangunkannya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 20 August 2009, 10:48:49 PM
seperti nya bro Morp  pro MMD yah?

hmm. kalau begitu saya titip pertanyaan yang belum sempat dijawab sama PH..
dalam latihan tentu kita ingin kebijaksanaan kita meningkat bukan....
nah pada saat dikatakan PH mengenai ELING, ketika seseorang anak kecil saja bertanya pada anda....

manakah lebih baik menjadi anak rajin atau anak nakal?
silahkan dijawab sendiri....

ketika kita mau menjawab anak rajin, disitu kata PH batin kita telah melabeli....sebuah konsep...
dimana aku berada pada objek kemudian membedakan objek..!!!
jadi kata PH ini adalah "aku" yang muncul yang merupakan penyebab penderitaan....
kalau saya renungkan justru seperti nya ada yang salah...

wong masa tidak bisa membedakan hal ini saja mana baik mana buruk....kemudian saya merujuk bertanya
"mengapa SangBuddha masih kadang memberikan nasehat ini baik ini buruk"
PH menjawab bahwa, "batin seorang Sammasambuddha tentu tidak dapat ditebak....dan lagi Tipitaka itu sudah diragukan kebenarannya."

kemudian saya bertanya bahwa "lalu darimana hasil latihan yang selalu merujuk bahiya dan malupariya-sutta? bukankah itu dari Tipitaka?"
PH kemudian tidak pernah OL lagi dan memberikan jawaban....

bisakah saudara morp membantu jawab terutama masalah anak nakal anak rajin....

 _/\_
metta
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Adhitthana on 20 August 2009, 11:08:41 PM
tampaknya ini udah menjadi debat kusir dan terjadi pengulangan2... ndak bisa ketemu.
sementara di sini dulu, om markos. sampe ada yg baru...

Om morpheus ..... kata2 ini dan kalimatnya udah mirip2 master mmd  ;D
tapi sejujurnya, om morp lebih sabar dan bersahaja  _/\_

Permisi!!! ...... cuma numpang lewat aja (http://i460.photobucket.com/albums/qq325/peruvian_011/emoticons/avatar262143_8.gif)

 :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 21 August 2009, 05:48:41 AM
Yang pasti dalam pandangan MMD yang anti MMD itu cuma bisa teori, tidak pernah praktek, dan apabila praktek maka prakteknya pasti salah karena MMD pasti benar kakakakakak
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 07:10:47 AM
seperti nya bro Morp  pro MMD yah?
saya tidak mempunyai afiliasi apapun dengan mmd maupun pak hudoyo.
saya hanyalah pembaca, sama seperti anda.

kalo anda mempunyai pertanyaan untuk saya, akan saya jawab sesuai pengertian pribadi saya.

hmm. kalau begitu saya titip pertanyaan yang belum sempat dijawab sama PH..
dalam latihan tentu kita ingin kebijaksanaan kita meningkat bukan....
nah pada saat dikatakan PH mengenai ELING, ketika seseorang anak kecil saja bertanya pada anda....

manakah lebih baik menjadi anak rajin atau anak nakal?
silahkan dijawab sendiri....

ketika kita mau menjawab anak rajin, disitu kata PH batin kita telah melabeli....sebuah konsep...
dimana aku berada pada objek kemudian membedakan objek..!!!
jadi kata PH ini adalah "aku" yang muncul yang merupakan penyebab penderitaan....
kalau saya renungkan justru seperti nya ada yang salah...

wong masa tidak bisa membedakan hal ini saja mana baik mana buruk....kemudian saya merujuk bertanya
"mengapa SangBuddha masih kadang memberikan nasehat ini baik ini buruk"
PH menjawab bahwa, "batin seorang Sammasambuddha tentu tidak dapat ditebak....dan lagi Tipitaka itu sudah diragukan kebenarannya."

kemudian saya bertanya bahwa "lalu darimana hasil latihan yang selalu merujuk bahiya dan malupariya-sutta? bukankah itu dari Tipitaka?"
PH kemudian tidak pernah OL lagi dan memberikan jawaban....

bisakah saudara morp membantu jawab terutama masalah anak nakal anak rajin....
saya kurang yakin mengerti pertanyaan anda, om marce...
sepertinya anda menanyakan mengenai perlunya mengenali baik buruk ya?

saya akan menjawabnya dalam konteks meditasi.

idealnya memang dalam meditasi, kita tidak berusaha untuk menjadi apapun. kita tidak perlu berusaha untuk menjadi tenang, tidak perlu berusaha untuk berkelahi dengan lobha dosa moha, tidak perlu berusaha untuk menjadi suci, menjadi baik. hanya mengamati. mengapa? seperti yg sudah2, coba sendiri dalam praktik anda. cobalah bermeditasi dengan paradigma akumulasi (pengen ini, pengen itu, mengumpulkan ini itu) dan coba juga bermeditasi melepas (gak ada target, gak ada usaha mencapai ini itu).

ini sebenernya erat hubungannya dengan pengertian dukkha itu sendiri. dukkha itu adalah konflik antara keinginan dan realita, konflik antara keinginan dan saat ini (present). simplenya, kalo realitanya gaji anda 10jt dan anda merasa kurang dan pengen 15jt, itulah dukkha. kalo saat ini udara 31 derajad celcius dan anda mendambakan sejuk 25 derajad, anda dalam dukkha.

tapi kalo anda berdamai dengan saat ini (present), berada hanya di saat ini, berhenti maka anda tidak dukkha.

berhenti di sini bukanlah pengekangan, bukan memaksakan diri anda menurut satu ideal. berhenti di sini terjadi dengan sendirinya, seperti yg dijelaskan ajahn chah dan juga jelas terlihat dalam kotbah bhante pannavaro. saat kita memaksakan diri ke satu ideal, berarti kita sudah berada di masa depan, tidak lagi berada di saat ini. berada di masa depan berarti berada dalam dukkha.

kembali ke anak nakal dan rajin, semuanya tidak relevan dalam konteks meditasi.
kalo anda lihat ke dalam, "aku harus jadi rajin, lebih rajin", keliatan ada konflik kan?

sekali lagi ini konteks meditasi, arahnya ke dalam.
pada orang yg over dosis, pelajaran spiritual ke dalam dipake untuk ke luar, menasehati orang lain, nggosip, ngalor ngidul, berandai2...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 21 August 2009, 07:34:38 AM
CHACHAKKA SUTTA

(Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penerjemah Tripitaka,
Penerbit : Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta, 1992)

1. Demikian telah saya dengar:
Pada suatu saat Sang Bhagava berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Di sana beliau berkhotbah kepada para bhikkhu demikian "Para Bhikkhu."
"Bhante," para bhikkhu menjawab. Sang Bhagava lalu berkata demikian:

2. "Para Bhikkhu, Aku akan menerangkan Dhamma yang baik pada awalnya, baik pada pertengahan dan baik pada akhirnya, dengan arti dan ungkapan yang benar, dan Aku akan memberitahukan kehidupan brahma1) yang sangat sempurna dan murni, yang disebut Chachakka. Dengar dan perhatikan baik-baik apa yang akan Aku katakan."
"Baiklah, Bhante," para bhikkhu menjawab. Sang Bhagava berkata demikian:

(Ringkasan)

3. (i-vi) "Enam landasan di dalam diri seorang dapat dimengerti. Enam landasan luar dapat dimengerti. Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti. Enam kelompok kontak dapat dimengerti. Enam kelompok perasaan dapat dimengerti. Enam kelompok keinginan dapat dimengerti.

(A. Uraian)

4. (i)1-6. 'Enam landasan di dalam diri seseorang dapat dimengerti,' demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Enam landasan itu adalah mata, telinga, hidung, lidah, badan, pikiran. Maka berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan: 'Enam landasan di dalam diri seseorang dapat dimengerti.' Ini adalah enam yang pertama.

5. (ii) 1-6. 'Enam landasan luar dapat dimengerti,' demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Enam landasan itu adalah bentuk, suara, bebauan, rasa, wujud, dhamma. Maka, berdasarkan hal-hal tersebut dapat dikatakan: 'Enam landasan luar dapat dimengerti.' Ini adalah enam yang kedua.

6. (iii) 1-6. 'Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti,' demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, tergantung pada tubuh dan kesadaran akan wujud-wujud tubuh timbul, tergantung pada pikiran dan kesadaran akan dhamma-dhamma pikiran timbul. Maka dengan dasar-dasar tersebut dapat dikatakan: 'Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti.' Ini adalah enam yang ketiga.

7. (iv) 1-6. 'Enam kelompok kontak dapat dimengerti,' demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan muncul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada badan dan kesadaran akan wujud-wujud tubuh timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; tergantung pada pikiran dan kesadaran akan dhamma-dhamma pikiran timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak. Maka dengan dasar tersebut dapat dikatakan: 'Enam kelompok kontak dapat dimengerti.' Ini adalah enam yang keempat.

8. (v) 1-6.'Enam kelompok perasaan dapat dimengerti,' demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan; tergantung pada tubuh dan kesadaran akan wujud-wujud badan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan. Maka dengan dasar-dasar tersebut dapat dikatakan: 'Enam kelompok perasaan dapat dimengerti.' Ini adalah enam yang kelima.

9. (vi) 1-6. 'Enam kelompok perasaan dapat dimengerti,' demikian dikatakan. Lalu dengan dasar apa hal ini dikatakan? Tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada pendengaran dan kesadaran akan suara-suara timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak; dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada penciuman dan kesadaran akan bebauan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada pencerapan dan kesadaran akan rasa-rasa timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada tubuh dan kesadaran akan wujud-wujud tubuh timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan; tergantung pada pikiran dan kesadaran akan dhamma-dhamma pikiran timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan maka ada perasaan, dengan perasaan seperti keadaan maka ada keinginan. Maka dengan dasar-dasar tersebut dapat dikatakan: 'Enam kelompok kesadaran dapat dimengerti.' Ini adalah enam yang keenam.

(B. Tanpa Aku)

10.1. (i). 'Jika seseorang berkata bahwa penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan. Naik dan turunnya penglihatan adalah jelas2). Sekarang karena naik dan turunnya jelas, maka dia mengikuti dirinya sendiri naik dan turun. Oleh karena itu, jika seseorang berkata bahwa penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan.

(ii). 'Jika seseorang berkata bahwa bentuk-bentuk adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ...'

(iii). 'Jika seseorang berkata bahwa kesadaran penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ... '

(iv). 'Jika seseorang berkata bahwa kontak penglihatan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ... '

(v). 'Jika seseorang berkata bahwa perasaan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ...'

(vi). 'Jika seseorang berkata bahwa keinginan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ...'

11.2. (i). 'Jika seseorang berkata bahwa pendengaran adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ...'

(ii). '... suara-suara adalah aku sendiri ...

(iii). '... kesadaran akan suara adalah aku sendiri ...

(iv). '... kontak pendengaran adalah aku sendiri ...

(v). '... perasaan adalah aku sendiri ...

(vi). '... keinginan adalah aku sendiri ... tidak dapat dipertahankan.

12.3. (i). 'Jika seseorang berkata bahwa penciuman adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ...

(ii). '... bebauan adalah aku sendiri ...

(iii). '... kesadaran penciuman adalah aku sendiri ...

(iv). '... kontak penciuman adalah aku sendiri ...

(v). '... perasaan adalah aku sendiri ...

(vi). '... keinginan adalah aku sendiri ... tidak dapat dipertahankan.

13.4. (i). 'Jika seseorang berkata bahwa pencerapan adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan ...

(ii). '... rasa-rasa adalah aku sendiri ...

(iii). '... kesadaran akan pencerapan adalah aku sendiri ...

(iv). '... kontak pencerapan adalah aku sendiri ...

(v). '... perasaan adalah aku sendiri ...

(vi). '... keinginan adalah aku sendiri ... tidak dapat dipertahankan.

14.5. (i) 'Jika seseorang berkata bahwa badan adalah aku sendiri, ... hal itu tidak dapat dipertahankan ...

(ii). '... bentuk-bentuk adalah aku sendiri ...

(iii). '... kesadaran akan tubuh adalah aku sendiri ...

(iv). '... kontak badan adalah aku sendiri ...

(v). '... perasaan adalah aku sendiri ...

(vi). '... keinginan adalah aku sendiri ... tidak dapat dipertahankan.

15.6. (i). 'Jika seseorang berkata bahwa pikiran adalah aku sendiri, hal itu tidak dapat dipertahankan. Sekarang sejak naik dan turunnya adalah suatu hal yang jelas mengikuti naik dan turunnya itu sendiri. Oleh karena itu, jika seseorang berkata bahwa pikiran adalah aku sendiri, itu tidak dapat dipertahankan.'

(ii). '... dhamma-dhamma adalah aku sendiri ...

(iii). '... kesadaran akan pikiran adalah aku sendiri ...

(iv). '... kontak pikiran adalah aku sendiri ...

(v). '... perasaan adalah aku sendiri ...

(vi). '... keinginan adalah aku sendiri ... tidak dapat dipertahankan.

(C. Asal Mula Penjelmaan)

16. Sekarang para bhikkhu, jalan yang menuntun kemunculan dari penjelmaan adalah demikian:

17.1. (i-vi). Seseorang melihat mata sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia melihat bentuk-bentuk sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia melihat kesadaran akan penglihatan sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia melihat kontak mata sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia memandang perasaan sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia melihat keinginan sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'

18.2. (i-vi). Seseorang memandang telinga sebagai 'Ini adalah milikku ...

19.3. (i-vi). Seseorang memandang hidung sebagai 'Ini adalah milikku ...

20.4. (i-vi). Seseorang memandang lidah sebagai 'Ini adalah milikku ...

21.5. (i-vi). Seseorang memandang tubuh sebagai 'Ini adalah milikku ...

22.6. (i-vi). Seseorang memandang pikiran sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia memandang dhamma-dhamma sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia memandang kesadaran akan pikiran sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia memandang kontak pikiran sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia memandang perasaan sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'
Dia memandang keinginan sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku.'

(D. Terhentinya Penjelmaan)

23. Sekarang para bhikkhu, jalan yang menuntun ke pembebasan penjelmaan adalah sebagai berikut:

24.1. (i-vi). Seseorang memandang mata sebagai 'Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.'
Dia memandang bentuk-bentuk sebagai 'Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.'
Dia memandang kesadaran akan penglihatan sebagai 'Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.'
Dia memandang kontak penglihatan sebagai 'Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.'
Dia memandang perasaan sebagai 'Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.'
Dia memandang keinginan sebagai 'Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.'

25.2. (i-vi). Seseorang memandang kuping sebagai 'Ini bukan milikku ...'

26.3. (i-vi). Seseorang memandang hidung sebagai 'Ini bukan milikku ...'

27.4. (i-vi). Seseorang memandang lidah sebagai 'Ini bukan milikku ...'

28.5. (i-vi). Seseorang memandang tubuh sebagai 'Ini bukan milikku ...'

29.6. (i-vi). Seseorang memandang pikiran sebagai 'Ini bukan milikku ...'

(E. Kecenderungan Pokok)

30.1.(i-vi). Para bhikkhu, timbulnya kesadaran akan penglihatan tergantung pada mata dan bentuk-bentuk, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan timbul yang dirasakan sebagai menyenangkan atau menyakitkan atau tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan. Ketika seseorang dalam perasaan senang, dia menyukainya, dia menyatakan dan menerimanya, kemudian kecenderungan pokok mendasarinya. Ketika seseorang dalam perasaan sedih, dia bersedih pilu dan meratap, memukul dadanya meneteskan air mata dan menjadi kusut pikirannya, kemudian kecenderungan pokok bertahan untuk mendasarinya. Ketika seseorang tidak dalam perasaan yang menyakitkan maupun yang menyenangkan, dia tidak mengerti sebagaimana adanya, awal dan akhir dari perasaan itu, atau kepuasan, bahaya dan pelarian (dalam setiap kasus), kemudian kecenderungan pokok mengabaikan untuk mendasari. Selanjutnya, para bhikkhu, dia akan mengakhiri penderitaan tanpa meninggalkan kecenderungan pokok untuk bertahan pada perasaan menyenangkan, tanpa menghapus kecenderungan pokok bertahan untuk perasaan yang menyakitkan, tanpa menghapus kecenderungan pokok mengabaikan baik perasaan yang menyakitkan maupun yang menyenangkan, tanpa menghentikan ketakpedulian atau memiliki pengetahuan benar - ini tidak mungkin.

31.2. (i-vi). Kesadaran pendengaran timbul tergantung ...

32.3. (i-vi). Kesadaran penciuman timbul tergantung ...

33.4. (i-vi). Kesadaran pencerapan timbul tergantung ...

34.5. (i-vi). Kesadaran badan timbul tergantung ...

35.6. (i-vi). Kesadaran pikiran timbul tergantung ...

(F. Terlepasnya Kecenderungan Pokok)

36.1. (i-vi). Para bhikkhu, tergantung pada penglihatan dan kesadaran akan bentuk-bentuk penglihatan timbul, kesamaan dari ketiganya adalah kontak, dengan kontak seperti keadaan lalu timbul apa yang dirasakan seperti menyenangkan atau menyakitkan atau tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan. Ketika seseorang dalam perasaan senang, dia tidak menikmati atau menegaskan atau menerimanya, kemudian tidak ada kecenderungan pokok yang berkeinginan untuk mendasarinya. Ketika seseorang dalam perasaan sedih, dia tidak merasa sedih, berduka cita dan meratap, dia tidak memukuli dadanya, meneteskan air mata dan menjadi bingung, lalu tidak ada kecenderungan pokok yang bertahan mendasarinya. Meskipun seseorang tidak dalam perasaan sedih maupun senang dia mengerti apa yang sebenarnya, asal dan akhir dari perasaan tersebut, atau kepuasan, bahaya dan pelarian (dalam setiap hal), lalu tidak ada kecenderungan pokok yang mengabaikan dasarnya. Kemudian sesungguhnya, para bhikkhu, bahwa dia akan di sini dan mengakhiri penderitaan dengan menghentikan kecenderungan pokok untuk perasaan menyenangkan, dengan menghapus kecenderungan pokok untuk melawan perasaan menyakitkan, dan dengan menghapus kecenderungan pokok untuk mengabaikan perasaan yang tidak menyakitkan maupun yang tidak menyenangkan, menghentikan kebodohan dan mempunyai pengetahuan benar, hal itu mungkin.

37.2. (i-vi). Tergantung pada telinga dan suara-suara ...

38.3. (i-vi). Tergantung pada hidung dan bebauan ...

39.4. (i-vi). Tergantung pada lidah dan rasa-rasa ...

40.5. (i-vi). Tergantung pada badan dan wujud-wujud ...

41.6. (i-vi). Tergantung pada pikiran dan dhamma-dhamma ... Kemudian para bhikkhu, bahwa dia harus mengakhiri penderitaan, di sini dan sekarang dengan menghentikan kecenderungan pokok yang menginginkan perasaan yang menyenangkan, dengan menghapus kecenderungan pokok melawan perasaan menyakitkan, dan dengan menghapus kecenderungan pokok untuk mengabaikan baik perasaan yang menyakitkan maupun yang menyenangkan, menghentikan ketakpedulian dan mempunyai pengetahuan benar hal itu adalah mungkin.

(Kesimpulan)

42. Oleh karena itu, lalu seorang siswa mulia terpelajar yang baik menjadi bebas terhadap penglihatan, menjadi bebas terhadap bentuk-bentuk, menjadi bebas terhadap kesadaran akan penglihatan, menjadi bebas terhadap kontak penglihatan, menjadi bebas terhadap perasaan, menjadi bebas terhadap keinginan.
Dia menjadi bebas terhadap telinga ...
Dia menjadi bebas terhadap hidung ...
Dia menjadi bebas terhadap lidah ...
Dia menjadi bebas terhadap tubuh ...
Dia menjadi bebas terhadap pikiran, dia menjadi bebas terhadap dhamma-dhamma, menjadi bebas terhadap kesadaran akan pikiran, menjadi bebas terhadap kontak pikiran, menjadi bebas terhadap perasaan, menjadi bebas terhadap keinginan.

Menjadi bebas, (keinginannya) lenyap; dengan lenyapnya (keinginan) dia terbebas; ketika (pikirannya) terbebas, datanglah pengetahuan 'Dia terbebas.' Dia mengerti: 'Kelahiran adalah melelahkan, kehidupan brahmana telah ditempuh, apa yang harus dikerjakan sudah dikerjakan, tidak akan ada kehidupan lagi.' "

Inilah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas, dan gembira di dalam kata-kata Sang Bhagava.
Lalu sementara khotbah disampaikan pikiran-pikiran enam puluh bhikkhu tersebut terbebas dari noda-noda tanpa melekat.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Anatta on 21 August 2009, 08:15:12 AM
sekali lagi ini konteks meditasi, arahnya ke dalam.
pada orang yg over dosis, pelajaran spiritual ke dalam dipake untuk ke luar, menasehati orang lain, nggosip, ngalor ngidul, berandai2...


Konon kabarnya ada Master meditasi sibuk bergerilya untuk berdebat kesana-kemari; menasehati orang-orang; mempromosikan ajarannya, mem-posting testimoni 'murid'nya guna menarik perhatian calon murid baru. Saya jadi ingat akan pepatah lama "sumber mata air mencari gayungnya." Seharusnya gayung-lah yang mencari sumber mata air....hmmm dunia (si Master) memang sudah terjungkir-balik.... :o :o :o
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 08:43:02 AM
Seharusnya gayung-lah yang mencari sumber mata air....hmmm dunia (si Master) memang sudah terjungkir-balik.... :o :o :o
mungkin si pengajar meditasi hanya mengikuti masternya yg mengembara ke kapilavastu, bodhgaya, sarnath, rajgir, shravasti, varanasi, vaishali, dan kushinagar 2500 tahun yg lalu...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 21 August 2009, 08:55:04 AM
Quote
HUDOYO di SP ini menulis:
>>Salah satu KESALAHPAHAMAN yang paling sering diungkit-ungkit adalah bahwa saya "menolak Jalan Mulia Berfaktor Delapan" dari doktrin Buddhisme. > Kesalahpahaman ini disebabkan karena sementara rekan Buddhis > menyalahpahami kata-kata saya: "DI DALAM VIPASSANA, Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak relevan lagi."

Sebenarnya, klarifikasi Pak Hudoyo di atas ini pun kurang bisa dipertanggungjawabkan…

Di dalam vipassana, tidak tepat menyatakan bahwa JMB8 adalah tidak relevan. Namun yang sebenarnya, vipassana adalah salah satu poin di dalam JMB8.

Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Adalah kesalahan fatal untuk mengatakan bahwa tidak ada jalan untuk mencapai Pembebasan, karena justru vipassana itu sendiri merupakan salah satu ruas jalan yang bisa mengantar kita pada Pembebasan.


Kalau begitu, apa penjelasan tentang Angulimala yang sudah membunuh banyak orang, namun tetap dapat merealisasi Arahatta?


Kalau pada kasus panci, akibat dari api (mis: panas) bisa lenyap perlahan-lahan secara alami. Alias tanpa perlu diusahakan pun, otomatis panas akan lenyap sendiri.

Nah, kalau pada kasus Sotapanna, akibat lampau dari kebodohan batin tidak bisa lenyap secara alami. Alias diperlukan usaha (latihan) untuk memusnahkan semua kebodohan batin dan kilesa.

Bagaimana pendapat Anda?
Menurut pendapat saya, kalau orang merealisasi Sotapanna, sudah tidak memikirkan "ini latihan" atau "ini bukan", tetapi karena bathinnya sudah berbeda, maka segala yang pola pikirnya adalah menuju "kepadaman". "Latihan" di sini pun saya percaya sudah tidak seperti latihan seorang Puthujjana. Tidak ada dikatakan Sotapanna yang tidak latihan bisa terlahir kembali lebih dari 7 kali.
Bagi saya, latihan seorang Ariya "mencapai" kepadaman total adalah seperti menaruh es dalam air panas yang sudah tidak ada api, mempercepat proses pendinginan yang bagaimanapun juga pasti terjadi di masa depan.


Quote
Mengenai kasus “jumlah perasaan”, itu masih relevan jika suatu ketika Sang Buddha menyatakan perasaan memang terbagi dua, tiga, empat, dsb. Karena konsep dari sebuah perasaan itu nilainya relatif.

Tapi untuk kasus “nihilisme” atau “tidak nihilisme”, itu tidak relevan. Karena konsep dari sebuah nihilisme itu sudah memenuhi kriteria yang jelas, bukan mengambang sehingga kadang bisa disebut nihilisme atau tidak nihilisme. Jika suatu ketika seseorang mengatakan ini adalah “nihilisme”, tapi di lain waktu mengatakan ini adalah “tidak nihilisme”, dan di lain waktu kemudian ia mengatakan ini adalah “nihilisme”, maka hanya ada enam kemungkinan, yaitu:

- orang itu plin-plan
- orang itu terus mengalami transformasi konsep pandangan
- orang itu berbicara asal
- orang itu mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan
- orang itu kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa
- orang itu menganggap “nihilisme” dan “tidak nihilisme” adalah sama
Kalau begitu saya mau tanya, Nibbana itu adalah suatu keabadian atau suatu kebinasaan?


Quote
Saya sependapat dengan Anda. Ajaran Buddha Gotama saja juga bisa diklaim sebagai ajaran sesat oleh orang lain.

Karena itu saya melihat diskusi ini adalah ajang untuk berargumentasi, mana yang lebih bisa diterima dan dilihat secara objektif.
Ya, argumentasi yang baik selalu bermanfaat. Namun siapa lebih benar, siapa lebih objektif adalah tergantung pribadi masing-masing.
Saya pernah bilang ciri khas ajaran Buddha adalah menurut Sankhitta Sutta, sedangkan bagi mayoritas adalah JMB 8. Tidak bisa dipungkiri, selama mayoritas memegang JMB 8 lebih objektif, otomatis terjadi opini Sankhitta Sutta yang subjektif.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 21 August 2009, 09:00:50 AM
kalau begitu dapatkah Anda memberikan cara yg terbaik untuk melihat kebenaran paramatha Dhamma itu?

Kalau saya sudah mampu demikian, berarti saya sudah jadi Samma Sambuddha. :)
Bagi saya, kapasitas maksimal yang dapat diberikan seorang Puthujjana "hanyalah" sebatas memberikan kebenaran relatif sehingga bisa bermanfaat dalam hidup.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 21 August 2009, 09:07:06 AM
Angulimala dapat menjadi arahat karena menjalankan jalam mulia 8 ....
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 09:07:54 AM
Quote
HUDOYO di SP ini menulis:
>>Salah satu KESALAHPAHAMAN yang paling sering diungkit-ungkit adalah bahwa saya "menolak Jalan Mulia Berfaktor Delapan" dari doktrin Buddhisme. > Kesalahpahaman ini disebabkan karena sementara rekan Buddhis > menyalahpahami kata-kata saya: "DI DALAM VIPASSANA, Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak relevan lagi."

Sebenarnya, klarifikasi Pak Hudoyo di atas ini pun kurang bisa dipertanggungjawabkan…

Di dalam vipassana, tidak tepat menyatakan bahwa JMB8 adalah tidak relevan. Namun yang sebenarnya, vipassana adalah salah satu poin di dalam JMB8.

Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Adalah kesalahan fatal untuk mengatakan bahwa tidak ada jalan untuk mencapai Pembebasan, karena justru vipassana itu sendiri merupakan salah satu ruas jalan yang bisa mengantar kita pada Pembebasan.


Kalau begitu, apa penjelasan tentang Angulimala yang sudah membunuh banyak orang, namun tetap dapat merealisasi Arahatta?


Pas contoh ini baru saya angkat di kelas tanggal 08 Agustus, berikut detailnya :


Quote
Upaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya

2.   Kusala Upaghataka Kamma memotong kusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. B melaksanakan samatha bhavana sampai mencapai Arupa Jhana dimana seharusnya dia setelah meninggal, akan masuk ke alam Arupa Brahma. Namun karena sudah mencapai Arupa Jhana, berarti kekuatan Rupa Jhananya tidak mampu mendorong B terlahir di alam Rupa Bumi.

3.   Akusala Upaghataka Kamma memotong kusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. Devadatta mempunyai abhinna yang hampir setara dengan Buddha namun karena melakukan akusala garuka kamma yg menjadi akusala upaghataka kamma, memotong mahagatta kusala janaka kamma sehingga terlahir di alam Avici Naraka, bukan ke alam Brahma

Demikian sedikit yg saya dapat share mengenai cara kerja kamma yang kompleks  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 09:10:46 AM
Kalau pada kasus panci, akibat dari api (mis: panas) bisa lenyap perlahan-lahan secara alami. Alias tanpa perlu diusahakan pun, otomatis panas akan lenyap sendiri.

Nah, kalau pada kasus Sotapanna, akibat lampau dari kebodohan batin tidak bisa lenyap secara alami. Alias diperlukan usaha (latihan) untuk memusnahkan semua kebodohan batin dan kilesa.

Bagaimana pendapat Anda?
Menurut pendapat saya, kalau orang merealisasi Sotapanna, sudah tidak memikirkan "ini latihan" atau "ini bukan", tetapi karena bathinnya sudah berbeda, maka segala yang pola pikirnya adalah menuju "kepadaman". "Latihan" di sini pun saya percaya sudah tidak seperti latihan seorang Puthujjana. Tidak ada dikatakan Sotapanna yang tidak latihan bisa terlahir kembali lebih dari 7 kali.
Bagi saya, latihan seorang Ariya "mencapai" kepadaman total adalah seperti menaruh es dalam air panas yang sudah tidak ada api, mempercepat proses pendinginan yang bagaimanapun juga pasti terjadi di masa depan.

Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 09:17:18 AM
Quote
Mengenai kasus “jumlah perasaan”, itu masih relevan jika suatu ketika Sang Buddha menyatakan perasaan memang terbagi dua, tiga, empat, dsb. Karena konsep dari sebuah perasaan itu nilainya relatif.

Tapi untuk kasus “nihilisme” atau “tidak nihilisme”, itu tidak relevan. Karena konsep dari sebuah nihilisme itu sudah memenuhi kriteria yang jelas, bukan mengambang sehingga kadang bisa disebut nihilisme atau tidak nihilisme. Jika suatu ketika seseorang mengatakan ini adalah “nihilisme”, tapi di lain waktu mengatakan ini adalah “tidak nihilisme”, dan di lain waktu kemudian ia mengatakan ini adalah “nihilisme”, maka hanya ada enam kemungkinan, yaitu:

- orang itu plin-plan
- orang itu terus mengalami transformasi konsep pandangan
- orang itu berbicara asal
- orang itu mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan
- orang itu kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa
- orang itu menganggap “nihilisme” dan “tidak nihilisme” adalah sama
Kalau begitu saya mau tanya, Nibbana itu adalah suatu keabadian atau suatu kebinasaan?

Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....

back to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 09:19:10 AM
Quote
Saya sependapat dengan Anda. Ajaran Buddha Gotama saja juga bisa diklaim sebagai ajaran sesat oleh orang lain.

Karena itu saya melihat diskusi ini adalah ajang untuk berargumentasi, mana yang lebih bisa diterima dan dilihat secara objektif.
Ya, argumentasi yang baik selalu bermanfaat. Namun siapa lebih benar, siapa lebih objektif adalah tergantung pribadi masing-masing.
Saya pernah bilang ciri khas ajaran Buddha adalah menurut Sankhitta Sutta, sedangkan bagi mayoritas adalah JMB 8. Tidak bisa dipungkiri, selama mayoritas memegang JMB 8 lebih objektif, otomatis terjadi opini Sankhitta Sutta yang subjektif.

Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 09:24:14 AM
itu tulisan lengkapnya om... bisa cross check ke bukunya atau internet.

saya gak heran kalo anda punya interpretasi lain...
silakan dibaca pelan2, interpretasinya saya serahkan ke pribadi masing2.
bisa saja kita mengambil kutipan masing2 dan terus2an mengadu interpretasi, gak habis2.


loh bro, saya tidak mengambil kutipan lain loh....... khan anda yg memberikannya.... sama seperti di sutta, saya hanya diskusi mengenai apa yg anda sodorkan saja loh

untuk lebih fair, bagaimana kita sama2 menterjemahkan biar kita bisa sama2 tahu persepsi masing2?

karena jika hanya lihat sekilas, give up, let go... itu berhubungan dengan tidak melekat..... jadi tidak melekat pada teori tapi bukan berarti melepas teori

sama seperti angka selain positif (+), belum tentu negatif (-)karena masih ada angka nol (0).... logika ini yg sering disalah artikan bhw seolah2 jika bukan +, berarti - ......
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 09:34:46 AM
Seharusnya gayung-lah yang mencari sumber mata air....hmmm dunia (si Master) memang sudah terjungkir-balik.... :o :o :o
mungkin si pengajar meditasi hanya mengikuti masternya yg mengembara ke kapilavastu, bodhgaya, sarnath, rajgir, shravasti, varanasi, vaishali, dan kushinagar 2500 tahun yg lalu...


bukankah master si pengajar adalah Jiddu Krishnamurti?

soalnya kalo master guru Buddha udah jelas kriterianya :
1. maha suci
2. telah mencapai penerangan sempurna
3. sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya
4. sempurna menempuh jalan ke Nibbana
5. pengenal semua alam
6. pembimbing manusia yang tiada taranya
7. guru para dewa dan manusia
8. yang sadar
9. yang patut dimuliakan.

kalo ajaran si pengajar meditasi khan jelas : sadar, bukan suci
kalo ajaran buddha, khan mengarah ke kesucian......

ajaran si pengajar meditasi : tidak ada jalan, cocok ama JK
kalo ajaran buddha, ada jalan yg menuju ke Nibbana

kesimpulan : master si pengajar adalah JK....  ;D ... cmiiw
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 21 August 2009, 09:34:59 AM
kalau begitu dapatkah Anda memberikan cara yg terbaik untuk melihat kebenaran paramatha Dhamma itu?

Kalau saya sudah mampu demikian, berarti saya sudah jadi Samma Sambuddha. :)
Bagi saya, kapasitas maksimal yang dapat diberikan seorang Puthujjana "hanyalah" sebatas memberikan kebenaran relatif sehingga bisa bermanfaat dalam hidup.


Baiklah jika itu pandangan bro, saya hargai. Hanya saya ingin menggarisbawahi bahwa jika demikian anda telah memilih untuk dalam samsara sampai pandangan itu berubah. Smoga ini semua bisa membawa manfaat bagi hidup Anda.

Sesungguhnya seorang putthujana jangan melulu berpikir saya putthujana tidak ada kemampuan apa2. Tetapi harus mau dan berusaha melihat apa yg ada dibalik kerelatifan itu yakni paramatha Dhamma dengan ehipasiko benar sampai terealisasi. Jika sebatas itu kapasitas maksimal putthujana dengan hanya bergelut pada yg relatif, dan ini menambah pengertian saya lebih mendalam mengapa makhluk menderita bukan hanya karena perbuatannya tetapi adalah pilihan pada awalnya yg kemudian termanifestasi dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya.

Terima kasih bro kainyn untuk diskusi yg menarik dengan Anda . _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 09:41:50 AM
loh bro, saya tidak mengambil kutipan lain loh....... khan anda yg memberikannya.... sama seperti di sutta, saya hanya diskusi mengenai apa yg anda sodorkan saja loh

untuk lebih fair, bagaimana kita sama2 menterjemahkan biar kita bisa sama2 tahu persepsi masing2?

karena jika hanya lihat sekilas, give up, let go... itu berhubungan dengan tidak melekat..... jadi tidak melekat pada teori tapi bukan berarti melepas teori

sama seperti angka selain positif (+), belum tentu negatif (-)karena masih ada angka nol (0).... logika ini yg sering disalah artikan bhw seolah2 jika bukan +, berarti - ......
om markos, maksud saya, kita bisa saja terus2an memperdebatkan kata demi kata artikel ajahn chah di atas. kita mulai memperdebatkan kata "study", apa sih yg dimaksud ajahn chah dengan kata itu, kemudian muter2, kemudian berikutnya kata "much", sampe di mana sih itu batasan "much", muter2, kemudian kata "knowledge", kemudian "store them away", kemudian "practicing", dst. akhirnya tetep setuju untuk gak sependapat hehehe... dari posting anda yg terdahulu aja sudah terlihat kontras cara pemikiran dan persepsi kita.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 09:50:53 AM
ajaran si pengajar meditasi : tidak ada jalan, cocok ama JK
kalo ajaran buddha, ada jalan yg menuju ke Nibbana
ini yg saya maksud memahami ajaran kata demi kata yg ada di kamus, tidak diselami keseluruhan makna dan jiwanya serta direfleksikan di dalam.
makanya kita gak akan bisa nyambung, om markos...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 21 August 2009, 09:58:35 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Kalau begitu, apa penjelasan tentang Angulimala yang sudah membunuh banyak orang, namun tetap dapat merealisasi Arahatta?

Pada kisah Angulimala… setelah mendengar khotbah dari Sang Buddha, Angulimala pun akhirnya melepaskan pedang dan menjadi seorang bhikkhu. Kemudian setelah itu, ada banyak prajurit yang mencari Angulimala untuk menangkapnya hidup atau mati. Ketika prajurit-prajurit itu bertemu Sang Buddha, mereka bertanya akan keberadaan Angulimala pada Beliau. Sang Buddha balik bertanya: “Jika kalian menjumpai Angulimala yang sudah melepaskan pedangnya, mencukur rambutnya, memakai jubah kuning dan menjadi orang baik, apakah kalian masih ingin menangkapnya?”

Dan memang, Angulimala pun sudah menjadi orang yang bersahaja dan baik hati. Meski pada saat itu Angulimala belumlah menjadi seorang Arahanta… Melalui latihannya yang intensif, akhirnya Angulimala pun bisa merealisasi tingkat Arahat.

Bisa Anda buktikan di Angulimala Sutta. Bahwa setelah menjadi bhikkhu, Angulimala sudah berperilaku menjadi orang baik. Menjaga setiap pikiran, ucapan dan perbuatan dengan benar. Apa itu bukan JMB8?


Quote from: Kainyn_Kutho
Menurut pendapat saya, kalau orang merealisasi Sotapanna, sudah tidak memikirkan "ini latihan" atau "ini bukan", tetapi karena bathinnya sudah berbeda, maka segala yang pola pikirnya adalah menuju "kepadaman". "Latihan" di sini pun saya percaya sudah tidak seperti latihan seorang Puthujjana. Tidak ada dikatakan Sotapanna yang tidak latihan bisa terlahir kembali lebih dari 7 kali.
Bagi saya, latihan seorang Ariya "mencapai" kepadaman total adalah seperti menaruh es dalam air panas yang sudah tidak ada api, mempercepat proses pendinginan yang bagaimanapun juga pasti terjadi di masa depan.

Ya. Seorang yang sudah mencapai Sotapanna paling banyak masih akan mengalami kelahiran kembali sebanyak 7 kali. Namun bila ia mau melatih diri dengan tekun, ia bisa mencapai Pembebasan tanpa perlu mengalami kelahiran-kelahiran berikutnya. Dikatakan 7 kali pun ini mungkin hanya kalkulasi. Seumpamanya memang benar faktanya 7 kali, ini menunjukkan kematangan batin seorang yang sudah merealisasi Sotapanna.

Menurut saya, seorang yang sudah mencapai tingkat kesucian Sotapanna, sudah mengondisikan hidupnya untuk selaras dengan Dhamma. Misalnya jika ia terlahir kembali, ia akan terlahir di lingkungan di mana Buddhadhamma masih eksis, hidup dalam kebaikan, memiliki kebijaksanaan yang cukup tinggi, dsb. Sehingga ketika kondisinya pas, ia bisa melihat kejenuhan dari penghidupan ini sehingga ia bisa merealisasi tingkat Arahat. Jadi bukannya buah kesucian tiba-tiba bisa muncul sendiri.

Artinya perlu usaha juga. Hanya saja ketika ia berhasil mencapai tingkat Sotapanna, “segalanya menjadi lebih mudah”; karena banyak kondisi-kondisi yang mendukung orang itu untuk merealisasi tingkat Arahat, sekarang atau di kehidupan berikutnya.


Quote from: Kainyn_Kutho
Kalau begitu saya mau tanya, Nibbana itu adalah suatu keabadian atau suatu kebinasaan?

Bukan keadabadian maupun bukan kebinasaan.

Namun dalam penggunaan tata berbahasa, Sang Buddha cenderung menjelaskan bahwa Nibbana adalah “kehidupan abadi”.


Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, argumentasi yang baik selalu bermanfaat. Namun siapa lebih benar, siapa lebih objektif adalah tergantung pribadi masing-masing.
Saya pernah bilang ciri khas ajaran Buddha adalah menurut Sankhitta Sutta, sedangkan bagi mayoritas adalah JMB 8. Tidak bisa dipungkiri, selama mayoritas memegang JMB 8 lebih objektif, otomatis terjadi opini Sankhitta Sutta yang subjektif.

Menurut saya juga demikian. Yang saya lihat, kebanyakan orang suka membela diri sendiri ketika ia tahu bahwa argumentasinya salah. Itu yang saya sayangkan.

Nah Bro, mumpung di thread ini, alangkah baiknya jika Anda menyisipkan amanat dari Sankhitta Sutta dan JMB8… Setidaknya dari pendapat Anda atau referensi bacaan. Sehingga semua orang bisa melihat di sini…
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 21 August 2009, 09:59:56 AM
Quote
kembali ke anak nakal dan rajin, semuanya tidak relevan dalam konteks meditasi.
kalo anda lihat ke dalam, "aku harus jadi rajin, lebih rajin", keliatan ada konflik kan?
bro morp, yg saya tanyakan jika ada anak kecil datang dan bertanya...oke ^^

Quote
kembali ke anak nakal dan rajin, semuanya tidak relevan dalam konteks meditasi.
kalo anda lihat ke dalam, "aku harus jadi rajin, lebih rajin", keliatan ada konflik kan?
nah saudara morp, kalau demikian apa gunanya meditasi? toh setelah keluar dari meditasi "aku" muncul lagi....jadi sementara saja sifatnya?

dalam nasehat PH, selalu mementingkan ELING, nah pada saat anda ELING, di tanya begitu sama bocah umur 3 tahun, jawaban anda apa?

dalam meditasi untuk mencapai ketenangan memang harus mengabaikan semua fenomena dan fokus pada 1 objek...
tetapi ketenangan ini yang diperlukan untuk melihat fenomena. bukan mengabaikan.

jadi ketika Arahat/BuddhaGotama itu berbicara dan menasehati muridnya ini baik ini buruk,
atau Buddha Gotama bertemu bocah 3 tahun, lalu bertanya seperti itu
kemudian BuddhaGotama tidak menjawab,,,kira kira bisa disebut maha-bijaksana tidak?
tentu lucu apabila dikatakan
TELAH MENCAPAI PENCERAHAN SEMPURNA tetapi pertanyaan biasa saja tidak dijawab.

tetapi dalam Tipitaka kan tidak demikian.
-----------------------------------------
jadi sangat rancu kalau mengatakan seorang Buddha masih ada "aku" - nya...> disini tidak mungkin PH mengatakan "ADA"

tetapi disatu sisi PH mengatakan "kalau tidak ELING" maka "aku" itu muncul..

lalu kemudian PH mengatakan "seseorang yang masih memilah-milah / membeda-bedakan baik buruk masih memiliki "aku"

jadi dibalik saja rumus-nya... " arahat yg masih memilah milah ada ke-aku-an? "
jika di tanya " kok SangBuddha masih memilah-milah? "

maka PH balik menjawab " batin arahat tidak ada yg tahu, dan tipitaka diragukan isi kebenarannya"
tetapi mengambil rujukan bahiya dan malupariya...

gimana nih bro morp
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 21 August 2009, 10:27:42 AM
Quote
Sesungguhnya seorang putthujana jangan melulu berpikir saya putthujana tidak ada kemampuan apa2. Tetapi harus mau dan berusaha melihat apa yg ada dibalik kerelatifan itu yakni paramatha Dhamma dengan ehipasiko benar sampai terealisasi. Jika sebatas itu kapasitas maksimal putthujana dengan hanya bergelut pada yg relatif, dan ini menambah pengertian saya lebih mendalam mengapa makhluk menderita bukan hanya karena perbuatannya tetapi adalah pilihan pada awalnya yg kemudian termanifestasi dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya.
saya setuju,kadang seseorang selalu berpikir bahwa masih putthujana sehingga makan garam rasa-nya asin pun masih meragukan "apa benar asin"
seolah-olah tidak percaya pada diri sendiri / lidah sendiri..

padahal merealisasikan rasa asin itu sebenarnya sederhana......tetapi karena selalu di liputi pikiran
"saya masih awam"
"saya masih awam"
"saya masih putthujana"

maka selamanya pikiran tersebut-lah yang menghalangi bahwa "garam rasanya asin"...

numpang lewat ya..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 21 August 2009, 10:28:29 AM
[...]
Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D

Lakuntaka Bhadiya, Maha-Savaka dengan suara paling indah, memiliki postur tubuh yang sangat pendek (maka dipanggil lakuntaka=kerdil). Menurut Apadana dan Theragatha Atthakatha, hal itu disebabkan karena ia memutuskan membangun stupa dalam ukuran kecil untuk Buddha Kassapa. Menurut kelisila Jataka, postur demikian adalah buah perbuatan buruk masa lampau yang suka menertawakan orang lanjut usia.

Pertanyaan sederhana: mana yang benar?


Quote
Upaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya
Saya tidak menanyakan tentang tidak terjadinya tumimbal lahir di alam sengsara. Saya tanyakan mengapa setelah membunuh demikian banyak, tetap bisa mencapai Arahatta.


Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya
Ketika seorang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, sudah "nature"-nya ia menggerakan tubuh yang memancing metabolisme dan pembentukan otot kaki. Apakah di situ ada "pikiran/usaha untuk latihan"? Apakah orang berjalan cocok disebut "sedang latihan"?


Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....
Bagi orang sudah terbiasa dengan doktrin nama-rupa, memang mudah menerimanya. Bagaimana dengan penjelasan sehari-harinya?
Sekarang kita ada, berpikir, merasakan. Apakah setelah nibbana kita berhenti berpikir, merasakan, ataukah terus berpikir dan merasakan?


Quote
back to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?
Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.
Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.


Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana

Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.
Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 21 August 2009, 10:31:41 AM
Baiklah jika itu pandangan bro, saya hargai. Hanya saya ingin menggarisbawahi bahwa jika demikian anda telah memilih untuk dalam samsara sampai pandangan itu berubah. Smoga ini semua bisa membawa manfaat bagi hidup Anda.

Sesungguhnya seorang putthujana jangan melulu berpikir saya putthujana tidak ada kemampuan apa2. Tetapi harus mau dan berusaha melihat apa yg ada dibalik kerelatifan itu yakni paramatha Dhamma dengan ehipasiko benar sampai terealisasi. Jika sebatas itu kapasitas maksimal putthujana dengan hanya bergelut pada yg relatif, dan ini menambah pengertian saya lebih mendalam mengapa makhluk menderita bukan hanya karena perbuatannya tetapi adalah pilihan pada awalnya yg kemudian termanifestasi dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya.

Terima kasih bro kainyn untuk diskusi yg menarik dengan Anda . _/\_

:)
 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 21 August 2009, 10:39:50 AM
Quote
Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.
Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.
hmm. ini tulisan siapa ya?
bro.kai
sewaktu dulu kita berdiskusi entah dimana, mengenai ketidak setujuan anda membalik KM.....tulisan ini yg hendak saya post....tidak peduli Ajahn membalik nya tetapi ^^
sebenarnya itu merujuk pada satu makna loh...
melainkan hidup didunia ini kondisi bahagia dan dukkha semua silih berganti...
hanya cara penyampaian untuk ini butuh banyak cara dan lihat kondisi..

tetapi seperti nya contoh ini tidak cocok, karena bukan esensi bertolak belakang..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 21 August 2009, 11:23:35 AM
Pada kisah Angulimala… setelah mendengar khotbah dari Sang Buddha, Angulimala pun akhirnya melepaskan pedang dan menjadi seorang bhikkhu. Kemudian setelah itu, ada banyak prajurit yang mencari Angulimala untuk menangkapnya hidup atau mati. Ketika prajurit-prajurit itu bertemu Sang Buddha, mereka bertanya akan keberadaan Angulimala pada Beliau. Sang Buddha balik bertanya: “Jika kalian menjumpai Angulimala yang sudah melepaskan pedangnya, mencukur rambutnya, memakai jubah kuning dan menjadi orang baik, apakah kalian masih ingin menangkapnya?”

Dan memang, Angulimala pun sudah menjadi orang yang bersahaja dan baik hati. Meski pada saat itu Angulimala belumlah menjadi seorang Arahanta… Melalui latihannya yang intensif, akhirnya Angulimala pun bisa merealisasi tingkat Arahat.

Bisa Anda buktikan di Angulimala Sutta. Bahwa setelah menjadi bhikkhu, Angulimala sudah berperilaku menjadi orang baik. Menjaga setiap pikiran, ucapan dan perbuatan dengan benar. Apa itu bukan JMB8?

Sebetulnya saya bukan ingin membahas "pertobatan Angulimala", namun mengenai ini:
Quote
Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Di awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna?  



Quote
Bukan keadabadian maupun bukan kebinasaan.
Namun dalam penggunaan tata berbahasa, Sang Buddha cenderung menjelaskan bahwa Nibbana adalah “kehidupan abadi”.
:) Tidak juga. Bukankah banyak sutta yang menjelaskan Nibbana adalah kepadaman (extinction)?
Kembali lagi pada reply saya ke bro Markos, lain statement pada lain waktu tidak bisa dinilai segampang itu ke dalam enam kategori.


Quote
Menurut saya juga demikian. Yang saya lihat, kebanyakan orang suka membela diri sendiri ketika ia tahu bahwa argumentasinya salah. Itu yang saya sayangkan.
Kembali lagi, benar salah adalah relatif. Justru orang melihat argumentasinya benar, maka mati-matian membela. Biasanya seperti itu, walau pun kadang ada juga yang memang hanya mementingkan ego.


Quote
Nah Bro, mumpung di thread ini, alangkah baiknya jika Anda menyisipkan amanat dari Sankhitta Sutta dan JMB8… Setidaknya dari pendapat Anda atau referensi bacaan. Sehingga semua orang bisa melihat di sini…
Sudah saya jawab juga di reply bro markos.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 21 August 2009, 11:30:22 AM
Quote
Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.
Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.
hmm. ini tulisan siapa ya?
Contoh itu baru terpikir dan saya tulis beberapa menit lalu. Bro marcedes pernah baca di tempat lain?


Quote
bro.kai
sewaktu dulu kita berdiskusi entah dimana, mengenai ketidak setujuan anda membalik KM.....tulisan ini yg hendak saya post....tidak peduli Ajahn membalik nya tetapi ^^
sebenarnya itu merujuk pada satu makna loh...
melainkan hidup didunia ini kondisi bahagia dan dukkha semua silih berganti...
hanya cara penyampaian untuk ini butuh banyak cara dan lihat kondisi..

tetapi seperti nya contoh ini tidak cocok, karena bukan esensi bertolak belakang..
Ya, intinya statement berubah bertolak belakang, namun esensinya tidak. Jika esensi yang bertolak belakang, maka itu berarti seseorang tidak konsisten atau memang berubah pandangan. 
Esensi lenyapnya dukkha, selalu didahului dengan pengetahuan tentang dukkha. Itu yang membuat saya tidak setuju jalannya mundur. Tetapi kalau membabarkan dengan sudut pandang berbeda karena mempertimbangkan lawan bicara dan kondisi, tanpa memundurkan alurnya, saya tentu setuju.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 21 August 2009, 12:42:20 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Sebetulnya saya bukan ingin membahas "pertobatan Angulimala", namun mengenai ini:

Quote
Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Di awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna? 

Salah satu aspek dalam JMB8 adalah samadhi, yang terdiri dari perhatian benar dan konsentrasi benar. Dalam metode penerapannya, vipassana merupakan aplikasi dari perhatian benar; dan samatha merupakan aplikasi dari konsentrasi benar. Namun bukan berarti dalam vipassana tidak ada yang namanya konsentrasi, atau dalam samatha tidak ada juga yang namanya perhatian. Samatha dan vipassana bisa saling menguatkan. Dan aspek samadhi ini menekankan poin penyadaran dengan objeknya yaitu pikiran.

Untuk orang yang membutuhkan “latihan panjang”, pengembangan sila dan panna sangat dibutuhkan selain mempraktikkan pengembangan samadhi. Setelah keluar dari aktivitas meditasi, orang itu seharusnya mengamalkan apa yang berhasil diselaminya dalam meditasi itu. Dalam meditasi, mungkin orang itu sedikit-banyak mengenali “ini anicca”, “ini dukkha”, “ini anatta”. Tapi ketika lepas dari meditasi, orang itu lupa diri. Gampang tersinggung, terbuai oleh kemashyuran, memandang pendapatnya paling benar, dsb. Ini dikarenakan orang itu hanya mengembangkan aspek samadhi. Makanya banyak orang yang ahli bermeditasi tapi tingkah-lakunya congkak. Biasanya orang seperti itu pun tidak akan mencapai buah yang optimal dari latihan meditasinya. Maka dibutuhkan pengembangan sila (moralitas) dan panna (kebijaksanaan / pola pikir) untuk mendukung keberhasilan praktik samadhi.

Kembali ke kasus Angulimala dan Anathapindika…

Talenta setiap orang tidaklah sama. Dalam hal ini, tidak mengherankan jika Angulimala bisa mengungguli pencapaian Anathapindika. Keberhasilan seseorang bergantung dari keterampilan orang tersebut untuk mengelola semua bekal yang ia miliki seefektif dan seefisien mungkin, guna meraih hal yang optimal.

Yang kita miliki adalah pikiran, ucapan dan perbuatan. Maka, bukan perihal siapa yang punya rekor moralitas lebih bagus selama 20 tahun belakangan ini (misalnya) yang bisa mencapai Arahat. Tapi, siapa yang bisa mengembangkan sila-samadhi-panna semaksimal mungkin di saat kini, sehingga kesinambungan ini bisa mengantarkan kita pada Pembebasan.


Quote from: Kainyn_Kutho
:) Tidak juga. Bukankah banyak sutta yang menjelaskan Nibbana adalah kepadaman (extinction)?
Kembali lagi pada reply saya ke bro Markos, lain statement pada lain waktu tidak bisa dinilai segampang itu ke dalam enam kategori.

Betul, Nibbana sering dianalogikan oleh Sang Buddha dengan perumpamaan api lilin yang padam. Tapi dalam berbagai syair, untuk menggambarkan kemuliaan dari Nibbana, Sang Buddha sering menyatakan bahwa Nibbana adalah “kehidupan abadi” sehingga merupakan kebahagiaan tertinggi.


Quote from: Kainyn_Kutho
Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.
Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Begini Bro…

Anda menjelaskan pada orang yang bersedih, bahwa kesedihan itu ada asal-mulanya, ada akhirnya, dan ada jalan untuk mengakhirinya; itu baik sekali. Anda juga menjelaskan pada orang yang berbahagia, bahwa kebahagiaan itu ada akhirnya, ada penyebabnya, dan ada jalan untuk mencegahnya terus berputar dalam siklus itu; itu juga baik sekali.

Tapi itu menunjukkan bahwa apa yang ingin Anda sampaikan adalah: “dunia ini ada penderitaan dan ada jalan untuk mengakhirinya, sehingga kita bisa berbahagia sepenuhnya.”

Itu amat sangat sungguh relevan sekali untuk Anda uraikan, sesuai dengan kondisinya. Apapun yang Anda lakukan, tidak saya nyatakan sebagai plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, ataupun menganggap bahagia = dukkha. Itu merupakan keterampilan Anda dalam mengajar. Seperti motto yang selama ini saya pegang: “kita harus tegas dalam berprinsip, namun  harus fleksibel dalam bertindak”.

Tetapi untuk kasus “nihilisme” dan “tidak nihilisme” yang saya uraikan sebelumnya, hal ini tidak relevan. Seperti yang sudah saya jelaskan, suatu ajaran bisa disebut “nihilisme” atau bukan itu dari kriteria yang terdapat di dalamnya. Apa itu kriteria nihilisme? Secara komprehensif, pandangan nihilisme memegang konsep dari ada menjadi tiada; dan juga dari tiada menjadi tiada. Kriteria ini jelas. Tidak mengambang. Oleh karena itu, suatu model ajaran pun harus jelas; mengarah pada pandangan nihilisme, eternalisme, atau bukan keduanya.

Dan di sini, tentunya kita bisa melihat kekonsistenan dan kematangan Pak Hudoyo dalam memegang konsep pandangannya…

Dunia ini memang benar diliputi suka-duka. Tapi dunia ini tidak benar diliputi nihilis dan tidak nihilis. Karena itu, sekali lagi… Jika pada satu kesempatan seseorang menyatakan bahwa ajarannya adalah nihilisme, namun di kesempatan lain menyatakan bahwa ajarannya adalah tidak nihilisme, dan pada kesempatan berikutnya menyatakan bahwa ajarannya adalah nihilisme, hanya ada 6 kemungkinan, yaitu:

- orang itu plin-plan
- orang itu terus mengalami transformasi konsep pandangan
- orang itu berbicara asal
- orang itu mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan
- orang itu kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa
- orang itu menganggap nihilisme dan tidak nihilisme adalah sama


Quote from: Kainyn_Kutho
Kembali lagi, benar salah adalah relatif. Justru orang melihat argumentasinya benar, maka mati-matian membela. Biasanya seperti itu, walau pun kadang ada juga yang memang hanya mementingkan ego.

Ya, tapi tidak semua kasus begitu. Ada kok kasus di mana seseorang memang menyadari kesalahan argumentasinya, tapi ia tetap membela diri di depan umum. Karena selama ini, ia memegang pandangan bahwa mengakui kesalahan adalah kekalahan. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.
Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta

Sankhitta Sutta menyatakan 8 sifat Ajaran Sang Buddha. Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah panduan sistematis metode Sang Buddha guna mencapai Pembebasan / Kebahagiaan Tertinggi.

Sankhitta Sutta menerangkan sifat-sifat dari jalan yang diajarkan oleh Para Buddha. Jalan Mulia Berunsur Delapan menerangkan Jalan Tengah menuju kebahagiaan yang diajarkan oleh Para Buddha.

Singkatnya… Sankhitta Sutta mendeskripsikan sifat impact dari seseorang yang menjalankan JMB8 dengan baik.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 12:44:54 PM
nah saudara morp, kalau demikian apa gunanya meditasi? toh setelah keluar dari meditasi "aku" muncul lagi....jadi sementara saja sifatnya?

dalam nasehat PH, selalu mementingkan ELING, nah pada saat anda ELING, di tanya begitu sama bocah umur 3 tahun, jawaban anda apa?
kalo gitu yg mau anda sampaikan adalah bagaimana respon orang yg berada dalam keheningan terhadap pertanyaan duniawi (sosial, fisika, matematika, etc)?
begitukah?
jawaban saya: gak tau. mungkin tergantung orangnya dan latar belakangnya. kebenaran duniawi itu sendiri relatif.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 21 August 2009, 12:49:28 PM
Quote
Contoh itu baru terpikir dan saya tulis beberapa menit lalu. Bro marcedes pernah baca di tempat lain?

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg191470.html#msg191470
Quote
Ini saya pernah bahas. Saya tidak setuju sama sekali, karena memang jadi tidak "nyambung".
Saya pernah berikan perumpamaan peta bagi yang mau pergi dari kota A ke kota B.
Buddha memberikan urutan peta dari pintu kota A, perjalanan, lalu akhirnya menuju pintu kota B.
Sementara Bhikkhu yang diyakini Anagami (bahkan sebagian lain meyakini sebagai Arahat) memberikan peta dimulai dari pintu masuk kota B, jalan mundur ke pintu A.

Seandainya anda dari perempatan Grogol mau ke Mega Mall Pluit buat KopDar, tapi anda tidak tahu jalan.
A memberikan petunjuk: Depan Mega Mall ada sungai, sebelum ke Mega Mall ada perempatan, sebelumnya lagi ada perempatan di mana sebelah kiri ada Pluit Junction dan jalan menuju Bandara Soekarno Hatta.
B memberikan petunjuk: di perempatan Grogol ada 4 jalan, ambil arah di mana sebelah kiri anda Mal Ciputra dan sebelah kanan anda, jauh di seberang ada Universitas Tarumanegara.
Saya tanya anda, yang mana yang lebih memudahkan anda sampai di tujuan?

terus saya jawab....

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg191485.html#msg191485

Quote
kalau saya melihat nya nyambung kok...walau pintu masuk berbeda...

pernah ada cerita dimana seorang yang menjadi bikkhu untuk mengejar gadis surgawi yang di tampakkan oleh buddha....akan tetapi se-iring berlatih akhirnya orang tersebut mengerti dan tidak meminta janji sang buddha untuk -nya.
bukankah sama saja, motivasi awal mengejar kebahagiaan akan tetapi akhir nya mengerti tentang dukkha.^^

salam metta.

dan sekarang anda membuat perumpamaan yang pas dengan apa yang sy pikirkan pada waktu itu.. ^^ :)

----------------------------

Quote
Di awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna?  


sebenarnya hubungan nya erat sekali..
disitu Angulimala setelah melaksanakan SILA,barulah diri nya mampu mencapai Arahat...
sedangkan Anathapindika tidak melaksanakan SILA secara penuh [ menjadi bikkhu ]

sayang ceritanya dimana Anathapindika tidak menjadi bikkhu, tetapi andai jadi bikkhu pasti Arahat juga. ^^

berbeda sekali loh..
kalau sudah menjadi Bikkhu dan masih perumah tangga...entah mengapa kalau sudah Bikkhu dibanding perumah tangga konsentrasi itu lebih cepat berkembang >>> ini pengakuan dari mantan bikkhu dan pengakuan dari bikkhu juga... jadi 2 orang.

menurut buddhism, seseorang itu mau membunuh mau apa...
asalkan tidak melakukan 5 Garuka-kamma, maka hanya sammasambuddha yang bisa mengetahui apakah orang ini bisa menembus Arahat.
kebetulan Angulimala tidak melakukan Garuka-kamma, dan setelah merealisasikan Arahat-phala, maka memutus Garuka-kamma, seperti yang dijelaskan bro Markos.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 21 August 2009, 12:53:13 PM
nah saudara morp, kalau demikian apa gunanya meditasi? toh setelah keluar dari meditasi "aku" muncul lagi....jadi sementara saja sifatnya?

dalam nasehat PH, selalu mementingkan ELING, nah pada saat anda ELING, di tanya begitu sama bocah umur 3 tahun, jawaban anda apa?
kalo gitu yg mau anda sampaikan adalah bagaimana respon orang yg berada dalam keheningan terhadap pertanyaan duniawi (sosial, fisika, matematika, etc)?
begitukah?
jawaban saya: gak tau. mungkin tergantung orangnya dan latar belakangnya. kebenaran duniawi itu sendiri relatif.

wah, tolong jangan berputar pertanyaan saya sederhana.
"anak kecil datang dan bertanya baiknya menjadi anak rajin atau anak nakal?"
kok pertanyaan ini saja ga dijawab seh...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 21 August 2009, 01:06:30 PM
cuma mo bilang...

silakan lanjutkan lagi........

semakin dikorek, semakin banyak pembahasan..

jadi semakin banyak ilmu dan pendalaman yg aye dapet..... ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 01:13:44 PM
wah, tolong jangan berputar pertanyaan saya sederhana.
"anak kecil datang dan bertanya baiknya menjadi anak rajin atau anak nakal?"
kok pertanyaan ini saja ga dijawab seh...
itu jawaban paling direct yg bisa saya berikan. di mana berputarnya?
kalo anda punya jawabannya sendiri atau mengantisipasi jawabannya di dalam hati anda, ya wajar kalo kecewa...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 01:34:06 PM
loh bro, saya tidak mengambil kutipan lain loh....... khan anda yg memberikannya.... sama seperti di sutta, saya hanya diskusi mengenai apa yg anda sodorkan saja loh

untuk lebih fair, bagaimana kita sama2 menterjemahkan biar kita bisa sama2 tahu persepsi masing2?

karena jika hanya lihat sekilas, give up, let go... itu berhubungan dengan tidak melekat..... jadi tidak melekat pada teori tapi bukan berarti melepas teori

sama seperti angka selain positif (+), belum tentu negatif (-)karena masih ada angka nol (0).... logika ini yg sering disalah artikan bhw seolah2 jika bukan +, berarti - ......
om markos, maksud saya, kita bisa saja terus2an memperdebatkan kata demi kata artikel ajahn chah di atas. kita mulai memperdebatkan kata "study", apa sih yg dimaksud ajahn chah dengan kata itu, kemudian muter2, kemudian berikutnya kata "much", sampe di mana sih itu batasan "much", muter2, kemudian kata "knowledge", kemudian "store them away", kemudian "practicing", dst. akhirnya tetep setuju untuk gak sependapat hehehe... dari posting anda yg terdahulu aja sudah terlihat kontras cara pemikiran dan persepsi kita.


dear morph,

kenapa harus bingung kalo emang istilah2nya udah jelas kok....

misal untuk much, ga perduli seberapa banyak tapi yang pasti lebih dari 0 alias bukan nihil, simple khan?

practising : mempraktekkan, apa kontrasnya?

masalahnya simple, anda berpegang hanya ada 2 paradigma (mengumpulkan dan melepas), sementara saya melihat dalam buddhism justru sangat bijaksana, mengumpulkan dan melepas secara batin

itulah yg diajarkan dalam sila, samadhi dan panna..... yg disebut juga parami

kalo cuma sekedar samadhi sih, dukun aja udah jalanin samadhi, jaman buddha dulu aja, Alara kalama dan udhaka ramaputra udah mencapai arupa jhana
namun apakah itu samma-samadhi (meditasi yg benar)?  ;)

sekedar sila, agama lain juga banyak yg ngajarin... tapi apa secara batin wkt melakukannya sama? kalo di agama lain diajarkan untuk takut akan hukuman dari penguasa, buddhism justru mengajarkan utk dewasa bhw jika berbuat jahat, berarti sudah siap utk menerima buahnya  ;D

justru disinilah yg hendaknya kita diskusikan bhw yg merknya sama (sadar,sati,praktek) belum tentu isinya sama sesuai buddhism qq tipitaka

nah kalo anda bilang persepsi dan pemikiran kita kontras, maukah anda mencoba utk "melepas teori", utk tidak "melekat" pada persepsi dan pemikiran anda?  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 21 August 2009, 02:43:56 PM
Itulah hasil MMD, mau diapain juga hasilnya seperti belut.  Gajah dan semut didepan mata tetap dibilang tak terlihat. Kalau sudah begini mau diapakan... ^-^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 03:08:57 PM
bang markos, anda melakukan permainan kata2, dengan kata lain debat kusir. seperti yg saya bilang di atas, sepertinya masuk akal kata2 anda melepas sekaligus mengumpulkan. tapi apakah realitanya mungkin begitu? cobalah sendiri... bereksperimenlah... lihatlah ke dalam, bang...

pengulangan2, tidak ada yg baru...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: marcedes on 21 August 2009, 03:16:10 PM
wah, tolong jangan berputar pertanyaan saya sederhana.
"anak kecil datang dan bertanya baiknya menjadi anak rajin atau anak nakal?"
kok pertanyaan ini saja ga dijawab seh...
itu jawaban paling direct yg bisa saya berikan. di mana berputarnya?
kalo anda punya jawabannya sendiri atau mengantisipasi jawabannya di dalam hati anda, ya wajar kalo kecewa...
ya sudahlah kalau memang kebijaksanaannya cuma sampai disitu... ^^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 05:39:22 PM
bang markos, anda melakukan permainan kata2, dengan kata lain debat kusir. seperti yg saya bilang di atas, sepertinya masuk akal kata2 anda melepas sekaligus mengumpulkan. tapi apakah realitanya mungkin begitu? cobalah sendiri... bereksperimenlah... lihatlah ke dalam, bang...

pengulangan2, tidak ada yg baru...

realitanya udah banyak yg ngalamin bro...... termasuk saya dan pun ada rekan2 disini

dari hasil praktek itulah makanya kami bisa berbicara, bukan hanya teks seperti yg anda selalu tekankan..... itu bukan eksperimen loh, tapi beneran praktek dalam hidup sehari2 karena sati sampajhana adalah sadar dan waspada setiap saat, bukan cuma waktu meditasi doang  ^-^

eniwei, dari awal saya selalu bilang "diskusi" loh..... tapi anda kok selalu bilang "debat"? beneran makin mirip ama master anda di sebelah loh...... diajak diskusi, selalu bilang debat  ;D

yo wis lah kalo emg demikian persepsi dan pemikiran anda, cuma kalo emg sesuai ajaran pengajar meditasi "lepaskan"  ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 05:43:01 PM
Itulah hasil MMD, mau diapain juga hasilnya seperti belut.  Gajah dan semut didepan mata tetap dibilang tak terlihat. Kalau sudah begini mau diapakan... ^-^

ya ga mo diapa2in sih bro....  :D

cuma dulu pernah ada rekan yg bilang bhw krn kita tdk punya kemampuan batin khusus spt sammasambuddha yg bisa melihat kecocokan dari setiap orang, yg bisa kita lakukan hanyalah "menyebar ranjau dhamma".... berikan terus menerus, mengkondisikan semoga ada kondisi pas sehingga bisa cocok dengan org tersebut  ;D

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 21 August 2009, 06:03:41 PM
realitanya udah banyak yg ngalamin bro...... termasuk saya dan pun ada rekan2 disini

dari hasil praktek itulah makanya kami bisa berbicara, bukan hanya teks seperti yg anda selalu tekankan..... itu bukan eksperimen loh, tapi beneran praktek dalam hidup sehari2 karena sati sampajhana adalah sadar dan waspada setiap saat, bukan cuma waktu meditasi doang  ^-^
sukurlah. kalo gitu mungkin pengalaman kita berbeda sehingga tidak bisa nyambung, om markos...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 06:10:31 PM
[...]
Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D

Lakuntaka Bhadiya, Maha-Savaka dengan suara paling indah, memiliki postur tubuh yang sangat pendek (maka dipanggil lakuntaka=kerdil). Menurut Apadana dan Theragatha Atthakatha, hal itu disebabkan karena ia memutuskan membangun stupa dalam ukuran kecil untuk Buddha Kassapa. Menurut kelisila Jataka, postur demikian adalah buah perbuatan buruk masa lampau yang suka menertawakan orang lanjut usia.

Pertanyaan sederhana: mana yang benar?

Boleh tau apa yg bertentangan bro?

Yang saya tahu, Kamma itu sedemikian kompleksnya sehingga bisa saja untuk 1 kejadian, itu adalah hasil dari 2 perbuatan?

misal kejadian 1 di 1 kehidupan lampau, kejadian 2 di 1000 kehidupan lampau...... sewkt kondisi pas, keduanya berbuah bersamaan
Bahkan kalau saya lihat, sesungguhnya banyak sekali vipaka yg berbuah, misal kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa mempunyai suara yg paling indah? itu jelas adalah kusala vipaka

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa jadi Arahat? tentunya berkat dari banyak tumpukan paraminya

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa bertemu sammasambuddha? berkat tumpukan paraminya juga

Dan berbagai kenapa lain yg sesungguhnya merupakan hasil dari berbagai keselarasan/niyama

demikianlah sesungguhnya bekerjanya Niyama (tidak hanya KAMMA saja), itulah kenapa Niyama disebut dengan hukum keselarasan


Quote
Upaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya
Saya tidak menanyakan tentang tidak terjadinya tumimbal lahir di alam sengsara. Saya tanyakan mengapa setelah membunuh demikian banyak, tetap bisa mencapai Arahatta.

tolong bro Kai ini baca judulnya dengan seksama yah.........

Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya

Itu baru dari Upaghataka, belum jika kita melihat dari Upathambaka, Upapilaka, dsbnya...... bahkan secara Janaka Kamma, sesungguhnya dia terlahir dengan Janaka Kamma yg baik loh..... karena sudah menjadi manusia dengan berbagai kelebihan dibanding org biasanya, yg sampai membuat murid lain iri

Demikian holistiknya kamma..... bukan berbuat 1, lalu PASTI berbuah 1

Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya

Ketika seorang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, sudah "nature"-nya ia menggerakan tubuh yang memancing metabolisme dan pembentukan otot kaki. Apakah di situ ada "pikiran/usaha untuk latihan"? Apakah orang berjalan cocok disebut "sedang latihan"?

tergantung batin orang itu, bukan tindakannya........

Orang pun bisa saja duduk diam bersila tapi kalau pikiran lari kemana2, apakah itu meditasi?

Mari kita kembali ke isi di batinnya, bro.... jangan liat mereknya doang.....

Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....

Bagi orang sudah terbiasa dengan doktrin nama-rupa, memang mudah menerimanya. Bagaimana dengan penjelasan sehari-harinya?
Sekarang kita ada, berpikir, merasakan. Apakah setelah nibbana kita berhenti berpikir, merasakan, ataukah terus berpikir dan merasakan?

Apakah anda bisa merasakan kebahagiaan tanpa melekat?  ;D

selama kita belum terbebas dari moha, kita tidak tahu bagaimana rasanya terbebas dari moha

Quote
back to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?

Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.

Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Mungkin bro Kai sedikit berbeda dalam menangkap yah........ yg dimaksud diatas adalah untuk 1 hal yg sama, yg diucapkan itu berbeda
sedang yg bro Kai sebut diatas adl 2 hal yg berbeda krn tergantung dari mana yg perlu diangkat dari ajaran itu

contoh nyata adalah untuk JMB-8....... dulu dengan gamblang disebut "Tidak ada JMB-8", Tidak perlu JMB-8 untuk ke nibbana
sekarang direvisi menjadi "Dalam vipassana, tidak perlu JMB-8 (masih salah juga sih  ;D tp lebih halus)

sedang untuk buddhism jelas bhw JMB-8 adalah jalan utk ke nibbana

Nah saya ga tau kalau bro Kai juga menyetujui bhw untuk ke nibbana, bisa melalui jalan lain  ;)



Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana


Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.

Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta.

sori, mo perjelas aja bro.... apakah sankhitta sutta itu sama dengan yg ini :
Quote
AN 8.63 PTS: A iv 299
Sankhitta Sutta: In Brief
(Good Will, Mindfulness, & Concentration)


soalnya isinya beda loh...... ga bilang ini ajaran Buddha melainkan bagaimana menguasai konsentrasi untuk jhana... seperti yg bisa diliat di note translatornya :
Quote
Translator's note: This discourse is important in that it explicitly refers to the practice of the four frames of reference (the four foundations of mindfulness) as a form of concentration practice, mastered in terms of the levels of jhana.

emang disebut certain monk minta diajar dhamma tapi in brief (secara singkat), bukan menyebut bagaimana sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru

berikut sutta lengkapnya :
Quote
Then a certain monk went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him, sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "It would be good if the Blessed One would teach me the Dhamma in brief so that, having heard the Dhamma from the Blessed One, I might dwell alone in seclusion: heedful, ardent, & resolute."

"But it is in just this way that some worthless men make a request but then, having been told the Dhamma, think they should tag along right behind me."

"May the Blessed One teach me the Dhamma in brief! May the One Well-gone teach me the Dhamma in brief! It may well be that I will understand the Blessed One's words. It may well be that I will become an heir to the Blessed One's words."

"Then, monk, you should train yourself thus: 'My mind will be established inwardly, well-composed. No evil, unskillful qualities, once they have arisen, will remain consuming the mind.' That's how you should train yourself.

"Then you should train yourself thus: 'Good-will, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'Compassion, as my awareness-release... Appreciation, as my awareness-release... Equanimity, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'I will remain focused on the body in & of itself — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should train yourself: 'I will remain focused on feelings in & of themselves... the mind in & of itself... mental qualities in & of themselves — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, then wherever you go, you will go in comfort. Wherever you stand, you will stand in comfort. Wherever you sit, you will sit in comfort. Wherever you lie down, you will lie down in comfort."

Then that monk, having been admonished by an admonishment from the Blessed One, got up from his seat and bowed down to the Blessed One, circled around him, keeping the Blessed One to his right side, and left. Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life for which clansmen rightly go forth from home into homelessness, knowing & realizing it for himself in the here & now. He knew: "Birth is ended, the holy life fulfilled, the task done. There is nothing further for the sake of this world." And thus he became another one of the arahants.

Provenance: ©1997 Thanissaro Bhikkhu.Transcribed from a file provided by the translator.This Access to Insight edition is ©1997–2009 John T. Bullitt.
Terms of use: You may copy, reformat, reprint, republish, and redistribute this work in any medium whatsoever, provided that: (1) you only make such copies, etc. available free of charge; (2) you clearly indicate that any derivatives of this work (including translations) are derived from this source document; and (3) you include the full text of this license in any copies or derivatives of this work. Otherwise, all rights reserved. For additional information about this license, see the FAQ.
How to cite this document (one suggested style): "Sankhitta Sutta: In Brief" (AN 8.63), translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight, June 7, 2009, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.063.than.html.

cmiiw
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 06:11:44 PM
realitanya udah banyak yg ngalamin bro...... termasuk saya dan pun ada rekan2 disini

dari hasil praktek itulah makanya kami bisa berbicara, bukan hanya teks seperti yg anda selalu tekankan..... itu bukan eksperimen loh, tapi beneran praktek dalam hidup sehari2 karena sati sampajhana adalah sadar dan waspada setiap saat, bukan cuma waktu meditasi doang  ^-^
sukurlah. kalo gitu mungkin pengalaman kita berbeda sehingga tidak bisa nyambung, om markos...


maybe so bro.....

Pun saya hanya menyebar ranjau dhamma, semoga ada yg bisa nyangkut di anda  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 21 August 2009, 06:50:49 PM
Liat2 lagi, kayanya yg dimaksud Kai itu adalah Gotami Sutta :

Quote
Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53), Sang Buddha menjelaskan kepada Mahapajapati Gotami:

"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: 'Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.'”

"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: "Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.”


Hal sama juga ada di :

Lalu kenapa ga liat dari :

Quote
SatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80), Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A Upali :

"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.'

"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.'"

lumayan bisa dapat tambahan knowledge  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hendrako on 21 August 2009, 07:48:49 PM
cuma mo bilang...

silakan lanjutkan lagi........

semakin dikorek, semakin banyak pembahasan..

jadi semakin banyak ilmu dan pendalaman yg aye dapet..... ;D

 :yes:

Asik disimak sambil > ~o)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 21 August 2009, 08:18:53 PM
Lucu sekali, mengatakan orang lain tidak praktek dengan melihat dari kacamata praktek dia sendiri kakakakakak
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 22 August 2009, 03:28:04 PM
Itulah hasil MMD, mau diapain juga hasilnya seperti belut.  Gajah dan semut didepan mata tetap dibilang tak terlihat. Kalau sudah begini mau diapakan... ^-^

ya ga mo diapa2in sih bro....  :D

cuma dulu pernah ada rekan yg bilang bhw krn kita tdk punya kemampuan batin khusus spt sammasambuddha yg bisa melihat kecocokan dari setiap orang, yg bisa kita lakukan hanyalah "menyebar ranjau dhamma".... berikan terus menerus, mengkondisikan semoga ada kondisi pas sehingga bisa cocok dengan org tersebut  ;D



Siip bro, diatur aja..  :jempol:
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: xenocross on 23 August 2009, 09:55:21 AM
walah... aku nonton kontroversi MMD ini kok ga beres-beres ya? ckckck...
Kapan semua bisa damai....
Aku yang berilmu rendah dan tak punya waktu dan tak punya minat ini hanya bisa melihat dari samping, menonton anda-anda sekalian mendiskusikan sesuatu yg makin lama aku makin tak ngerti...

BTW, opini saya ttg MMD: sama seperti guru-guru dan aliran lain. Kalau meragukan, saya gak mau ikut-ikutan. Saya hanya akan mengikuti aliran dan guru yg dasar kitab suci, integritas, dan silsilahnya jelas. Paling ga yg paling tidak meragukan...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 23 August 2009, 09:58:08 AM
ambil aja semua manfaatnya..

yg merugikan jangan diambil..

walau sudah menemukan yg paling tidak meragukan pasti juga kadang2 ada bagian yg merugikan dan tidak bermanfaat
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 24 August 2009, 11:40:55 AM
Quote
Contoh itu baru terpikir dan saya tulis beberapa menit lalu. Bro marcedes pernah baca di tempat lain?

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg191470.html#msg191470
Quote
Ini saya pernah bahas. Saya tidak setuju sama sekali, karena memang jadi tidak "nyambung".
Saya pernah berikan perumpamaan peta bagi yang mau pergi dari kota A ke kota B.
Buddha memberikan urutan peta dari pintu kota A, perjalanan, lalu akhirnya menuju pintu kota B.
Sementara Bhikkhu yang diyakini Anagami (bahkan sebagian lain meyakini sebagai Arahat) memberikan peta dimulai dari pintu masuk kota B, jalan mundur ke pintu A.

Seandainya anda dari perempatan Grogol mau ke Mega Mall Pluit buat KopDar, tapi anda tidak tahu jalan.
A memberikan petunjuk: Depan Mega Mall ada sungai, sebelum ke Mega Mall ada perempatan, sebelumnya lagi ada perempatan di mana sebelah kiri ada Pluit Junction dan jalan menuju Bandara Soekarno Hatta.
B memberikan petunjuk: di perempatan Grogol ada 4 jalan, ambil arah di mana sebelah kiri anda Mal Ciputra dan sebelah kanan anda, jauh di seberang ada Universitas Tarumanegara.
Saya tanya anda, yang mana yang lebih memudahkan anda sampai di tujuan?

terus saya jawab....

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg191485.html#msg191485

Quote
kalau saya melihat nya nyambung kok...walau pintu masuk berbeda...

pernah ada cerita dimana seorang yang menjadi bikkhu untuk mengejar gadis surgawi yang di tampakkan oleh buddha....akan tetapi se-iring berlatih akhirnya orang tersebut mengerti dan tidak meminta janji sang buddha untuk -nya.
bukankah sama saja, motivasi awal mengejar kebahagiaan akan tetapi akhir nya mengerti tentang dukkha.^^

salam metta.

dan sekarang anda membuat perumpamaan yang pas dengan apa yang sy pikirkan pada waktu itu.. ^^ :)

----------------------------
Kalau cerita Bhikkhu Nanda itu berbeda, karena tujuan Buddha pada saat itu bukan 4 KM, namun rasa "malu" yang menyebabkan Nanda meninggalkan nafsunya.

Bagi saya, saya tetap memegang panduan arah maju, dari dukkha sampai lenyapnya dukkha, namun dimulai dari mana, itu berbeda. Dalam perumpamaan, tetap tidak menggunakan peta mundur dari Mega Mall ke Grogol (kalau kita jalan dari Grogol), selalu menggunakan peta maju. Namun, tergantung posisi orang, tidak selalu harus dimulai dari Grogol. Jika orang tersebut ada di Jembatan Besi, yah digunakan panduan Jembatan Besi ke Mega Mall, tidak harus dimulai dari Grogol dulu. Namun tetap tidak mundur dari Mega Mall ke Jembatan Besi.



Quote
Quote
Di awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna? 


sebenarnya hubungan nya erat sekali..
disitu Angulimala setelah melaksanakan SILA,barulah diri nya mampu mencapai Arahat...
sedangkan Anathapindika tidak melaksanakan SILA secara penuh [ menjadi bikkhu ]

sayang ceritanya dimana Anathapindika tidak menjadi bikkhu, tetapi andai jadi bikkhu pasti Arahat juga. ^^

berbeda sekali loh..
kalau sudah menjadi Bikkhu dan masih perumah tangga...entah mengapa kalau sudah Bikkhu dibanding perumah tangga konsentrasi itu lebih cepat berkembang >>> ini pengakuan dari mantan bikkhu dan pengakuan dari bikkhu juga... jadi 2 orang.

Ada banyak kisah perumahtangga pun mencapai kesucian lebih tinggi (anagami) dari bhikkhu yang ditunjangnya (putthujjana). Menurut saya, tidak ada hubungannya sila perumahtangga membatasi pencapaian kesucian seseorang.

Quote
menurut buddhism, seseorang itu mau membunuh mau apa...
asalkan tidak melakukan 5 Garuka-kamma, maka hanya sammasambuddha yang bisa mengetahui apakah orang ini bisa menembus Arahat.
kebetulan Angulimala tidak melakukan Garuka-kamma, dan setelah merealisasikan Arahat-phala, maka memutus Garuka-kamma, seperti yang dijelaskan bro Markos.

Berarti dengan kata lain sila tidak relevan, bukan? Selama bukan akusala Garuka kamma? :) Mau bunuh atau tidak bunuh, selama bukan garuka kamma, mau curi, zinah, bohong, mabuk2an atau tidak, sama saja bisa saja mencapai kesucian.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 24 August 2009, 11:42:54 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Sebetulnya saya bukan ingin membahas "pertobatan Angulimala", namun mengenai ini:

Quote
Vipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Di awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna? 

Salah satu aspek dalam JMB8 adalah samadhi, yang terdiri dari perhatian benar dan konsentrasi benar. Dalam metode penerapannya, vipassana merupakan aplikasi dari perhatian benar; dan samatha merupakan aplikasi dari konsentrasi benar. Namun bukan berarti dalam vipassana tidak ada yang namanya konsentrasi, atau dalam samatha tidak ada juga yang namanya perhatian. Samatha dan vipassana bisa saling menguatkan. Dan aspek samadhi ini menekankan poin penyadaran dengan objeknya yaitu pikiran.

Untuk orang yang membutuhkan “latihan panjang”, pengembangan sila dan panna sangat dibutuhkan selain mempraktikkan pengembangan samadhi. Setelah keluar dari aktivitas meditasi, orang itu seharusnya mengamalkan apa yang berhasil diselaminya dalam meditasi itu. Dalam meditasi, mungkin orang itu sedikit-banyak mengenali “ini anicca”, “ini dukkha”, “ini anatta”. Tapi ketika lepas dari meditasi, orang itu lupa diri. Gampang tersinggung, terbuai oleh kemashyuran, memandang pendapatnya paling benar, dsb. Ini dikarenakan orang itu hanya mengembangkan aspek samadhi. Makanya banyak orang yang ahli bermeditasi tapi tingkah-lakunya congkak. Biasanya orang seperti itu pun tidak akan mencapai buah yang optimal dari latihan meditasinya. Maka dibutuhkan pengembangan sila (moralitas) dan panna (kebijaksanaan / pola pikir) untuk mendukung keberhasilan praktik samadhi.

Kembali ke kasus Angulimala dan Anathapindika…

Talenta setiap orang tidaklah sama. Dalam hal ini, tidak mengherankan jika Angulimala bisa mengungguli pencapaian Anathapindika. Keberhasilan seseorang bergantung dari keterampilan orang tersebut untuk mengelola semua bekal yang ia miliki seefektif dan seefisien mungkin, guna meraih hal yang optimal.

Yang kita miliki adalah pikiran, ucapan dan perbuatan. Maka, bukan perihal siapa yang punya rekor moralitas lebih bagus selama 20 tahun belakangan ini (misalnya) yang bisa mencapai Arahat. Tapi, siapa yang bisa mengembangkan sila-samadhi-panna semaksimal mungkin di saat kini, sehingga kesinambungan ini bisa mengantarkan kita pada Pembebasan.

Jadi yang relevan dalam vipassana di sini, talenta atau sila?


Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
:) Tidak juga. Bukankah banyak sutta yang menjelaskan Nibbana adalah kepadaman (extinction)?
Kembali lagi pada reply saya ke bro Markos, lain statement pada lain waktu tidak bisa dinilai segampang itu ke dalam enam kategori.

Betul, Nibbana sering dianalogikan oleh Sang Buddha dengan perumpamaan api lilin yang padam. Tapi dalam berbagai syair, untuk menggambarkan kemuliaan dari Nibbana, Sang Buddha sering menyatakan bahwa Nibbana adalah “kehidupan abadi” sehingga merupakan kebahagiaan tertinggi.

Maka dari itu saya katakan tidak ada satu perumpamaan, satu penjelasan Nibbana yang cocok bagi semua orang. Nibbana ajaran Buddha yang tidak termasuk dalam 62 pandangan salah sulit sekali dijelaskan, terutama bagi orang yang sangat melekat pada "atta". Saya setuju penggunaan keabadian dan kepadaman, namun kembali lagi tergantung konteksnya.



Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.
Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Begini Bro…

Anda menjelaskan pada orang yang bersedih, bahwa kesedihan itu ada asal-mulanya, ada akhirnya, dan ada jalan untuk mengakhirinya; itu baik sekali. Anda juga menjelaskan pada orang yang berbahagia, bahwa kebahagiaan itu ada akhirnya, ada penyebabnya, dan ada jalan untuk mencegahnya terus berputar dalam siklus itu; itu juga baik sekali.

Tapi itu menunjukkan bahwa apa yang ingin Anda sampaikan adalah: “dunia ini ada penderitaan dan ada jalan untuk mengakhirinya, sehingga kita bisa berbahagia sepenuhnya.”

Itu amat sangat sungguh relevan sekali untuk Anda uraikan, sesuai dengan kondisinya. Apapun yang Anda lakukan, tidak saya nyatakan sebagai plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, ataupun menganggap bahagia = dukkha. Itu merupakan keterampilan Anda dalam mengajar. Seperti motto yang selama ini saya pegang: “kita harus tegas dalam berprinsip, namun  harus fleksibel dalam bertindak”.

Tetapi untuk kasus “nihilisme” dan “tidak nihilisme” yang saya uraikan sebelumnya, hal ini tidak relevan. Seperti yang sudah saya jelaskan, suatu ajaran bisa disebut “nihilisme” atau bukan itu dari kriteria yang terdapat di dalamnya. Apa itu kriteria nihilisme? Secara komprehensif, pandangan nihilisme memegang konsep dari ada menjadi tiada; dan juga dari tiada menjadi tiada. Kriteria ini jelas. Tidak mengambang. Oleh karena itu, suatu model ajaran pun harus jelas; mengarah pada pandangan nihilisme, eternalisme, atau bukan keduanya.

Dan di sini, tentunya kita bisa melihat kekonsistenan dan kematangan Pak Hudoyo dalam memegang konsep pandangannya…

Dunia ini memang benar diliputi suka-duka. Tapi dunia ini tidak benar diliputi nihilis dan tidak nihilis. Karena itu, sekali lagi… Jika pada satu kesempatan seseorang menyatakan bahwa ajarannya adalah nihilisme, namun di kesempatan lain menyatakan bahwa ajarannya adalah tidak nihilisme, dan pada kesempatan berikutnya menyatakan bahwa ajarannya adalah nihilisme, hanya ada 6 kemungkinan, yaitu:

- orang itu plin-plan
- orang itu terus mengalami transformasi konsep pandangan
- orang itu berbicara asal
- orang itu mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan
- orang itu kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa
- orang itu menganggap nihilisme dan tidak nihilisme adalah sama

Kalau gitu, terserah opini anda saja terhadap 6 opsi tersebut. Saya punya pandangan berbeda tentang ini.


Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Kembali lagi, benar salah adalah relatif. Justru orang melihat argumentasinya benar, maka mati-matian membela. Biasanya seperti itu, walau pun kadang ada juga yang memang hanya mementingkan ego.

Ya, tapi tidak semua kasus begitu. Ada kok kasus di mana seseorang memang menyadari kesalahan argumentasinya, tapi ia tetap membela diri di depan umum. Karena selama ini, ia memegang pandangan bahwa mengakui kesalahan adalah kekalahan. :)
Memang ada.



Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.
Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta

Sankhitta Sutta menyatakan 8 sifat Ajaran Sang Buddha. Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah panduan sistematis metode Sang Buddha guna mencapai Pembebasan / Kebahagiaan Tertinggi.

Sankhitta Sutta menerangkan sifat-sifat dari jalan yang diajarkan oleh Para Buddha. Jalan Mulia Berunsur Delapan menerangkan Jalan Tengah menuju kebahagiaan yang diajarkan oleh Para Buddha.

Singkatnya… Sankhitta Sutta mendeskripsikan sifat impact dari seseorang yang menjalankan JMB8 dengan baik.

Sankhitta Sutta yang universal akan memuat JMB 8; namun JMB 8 yang masih cenderung terbatas, ada kalanya tidak bisa memuat Sankhitta Sutta.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 24 August 2009, 11:55:27 AM
[...]
Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D

Lakuntaka Bhadiya, Maha-Savaka dengan suara paling indah, memiliki postur tubuh yang sangat pendek (maka dipanggil lakuntaka=kerdil). Menurut Apadana dan Theragatha Atthakatha, hal itu disebabkan karena ia memutuskan membangun stupa dalam ukuran kecil untuk Buddha Kassapa. Menurut kelisila Jataka, postur demikian adalah buah perbuatan buruk masa lampau yang suka menertawakan orang lanjut usia.

Pertanyaan sederhana: mana yang benar?

Boleh tau apa yg bertentangan bro?

Yang saya tahu, Kamma itu sedemikian kompleksnya sehingga bisa saja untuk 1 kejadian, itu adalah hasil dari 2 perbuatan?

misal kejadian 1 di 1 kehidupan lampau, kejadian 2 di 1000 kehidupan lampau...... sewkt kondisi pas, keduanya berbuah bersamaan
Bahkan kalau saya lihat, sesungguhnya banyak sekali vipaka yg berbuah, misal kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa mempunyai suara yg paling indah? itu jelas adalah kusala vipaka

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa jadi Arahat? tentunya berkat dari banyak tumpukan paraminya

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa bertemu sammasambuddha? berkat tumpukan paraminya juga

Dan berbagai kenapa lain yg sesungguhnya merupakan hasil dari berbagai keselarasan/niyama

demikianlah sesungguhnya bekerjanya Niyama (tidak hanya KAMMA saja), itulah kenapa Niyama disebut dengan hukum keselarasan

Saya percaya kalau memang demikian, Buddha akan menjelaskan bahwa itu adalah hasil dari 2 kamma dalam sutta yang sama, bukan beda sutta beda penjelasan.



Quote
Quote
Upaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya
Saya tidak menanyakan tentang tidak terjadinya tumimbal lahir di alam sengsara. Saya tanyakan mengapa setelah membunuh demikian banyak, tetap bisa mencapai Arahatta.

tolong bro Kai ini baca judulnya dengan seksama yah.........

Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya

Itu baru dari Upaghataka, belum jika kita melihat dari Upathambaka, Upapilaka, dsbnya...... bahkan secara Janaka Kamma, sesungguhnya dia terlahir dengan Janaka Kamma yg baik loh..... karena sudah menjadi manusia dengan berbagai kelebihan dibanding org biasanya, yg sampai membuat murid lain iri

Demikian holistiknya kamma..... bukan berbuat 1, lalu PASTI berbuah 1

Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya

Ketika seorang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, sudah "nature"-nya ia menggerakan tubuh yang memancing metabolisme dan pembentukan otot kaki. Apakah di situ ada "pikiran/usaha untuk latihan"? Apakah orang berjalan cocok disebut "sedang latihan"?

tergantung batin orang itu, bukan tindakannya........

Orang pun bisa saja duduk diam bersila tapi kalau pikiran lari kemana2, apakah itu meditasi?

Mari kita kembali ke isi di batinnya, bro.... jangan liat mereknya doang.....

Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....

Bagi orang sudah terbiasa dengan doktrin nama-rupa, memang mudah menerimanya. Bagaimana dengan penjelasan sehari-harinya?
Sekarang kita ada, berpikir, merasakan. Apakah setelah nibbana kita berhenti berpikir, merasakan, ataukah terus berpikir dan merasakan?

Apakah anda bisa merasakan kebahagiaan tanpa melekat?  ;D

selama kita belum terbebas dari moha, kita tidak tahu bagaimana rasanya terbebas dari moha

Quote
back to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?

Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.

Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Mungkin bro Kai sedikit berbeda dalam menangkap yah........ yg dimaksud diatas adalah untuk 1 hal yg sama, yg diucapkan itu berbeda
sedang yg bro Kai sebut diatas adl 2 hal yg berbeda krn tergantung dari mana yg perlu diangkat dari ajaran itu

contoh nyata adalah untuk JMB-8....... dulu dengan gamblang disebut "Tidak ada JMB-8", Tidak perlu JMB-8 untuk ke nibbana
sekarang direvisi menjadi "Dalam vipassana, tidak perlu JMB-8 (masih salah juga sih  ;D tp lebih halus)

sedang untuk buddhism jelas bhw JMB-8 adalah jalan utk ke nibbana

Nah saya ga tau kalau bro Kai juga menyetujui bhw untuk ke nibbana, bisa melalui jalan lain  ;)



Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana


Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.

Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta.

sori, mo perjelas aja bro.... apakah sankhitta sutta itu sama dengan yg ini :
Quote
AN 8.63 PTS: A iv 299
Sankhitta Sutta: In Brief
(Good Will, Mindfulness, & Concentration)


soalnya isinya beda loh...... ga bilang ini ajaran Buddha melainkan bagaimana menguasai konsentrasi untuk jhana... seperti yg bisa diliat di note translatornya :
Quote
Translator's note: This discourse is important in that it explicitly refers to the practice of the four frames of reference (the four foundations of mindfulness) as a form of concentration practice, mastered in terms of the levels of jhana.

emang disebut certain monk minta diajar dhamma tapi in brief (secara singkat), bukan menyebut bagaimana sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru

berikut sutta lengkapnya :
Quote
Then a certain monk went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him, sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "It would be good if the Blessed One would teach me the Dhamma in brief so that, having heard the Dhamma from the Blessed One, I might dwell alone in seclusion: heedful, ardent, & resolute."

"But it is in just this way that some worthless men make a request but then, having been told the Dhamma, think they should tag along right behind me."

"May the Blessed One teach me the Dhamma in brief! May the One Well-gone teach me the Dhamma in brief! It may well be that I will understand the Blessed One's words. It may well be that I will become an heir to the Blessed One's words."

"Then, monk, you should train yourself thus: 'My mind will be established inwardly, well-composed. No evil, unskillful qualities, once they have arisen, will remain consuming the mind.' That's how you should train yourself.

"Then you should train yourself thus: 'Good-will, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'Compassion, as my awareness-release... Appreciation, as my awareness-release... Equanimity, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'I will remain focused on the body in & of itself — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should train yourself: 'I will remain focused on feelings in & of themselves... the mind in & of itself... mental qualities in & of themselves — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, then wherever you go, you will go in comfort. Wherever you stand, you will stand in comfort. Wherever you sit, you will sit in comfort. Wherever you lie down, you will lie down in comfort."

Then that monk, having been admonished by an admonishment from the Blessed One, got up from his seat and bowed down to the Blessed One, circled around him, keeping the Blessed One to his right side, and left. Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life for which clansmen rightly go forth from home into homelessness, knowing & realizing it for himself in the here & now. He knew: "Birth is ended, the holy life fulfilled, the task done. There is nothing further for the sake of this world." And thus he became another one of the arahants.

Provenance: ©1997 Thanissaro Bhikkhu.Transcribed from a file provided by the translator.This Access to Insight edition is ©1997–2009 John T. Bullitt.
Terms of use: You may copy, reformat, reprint, republish, and redistribute this work in any medium whatsoever, provided that: (1) you only make such copies, etc. available free of charge; (2) you clearly indicate that any derivatives of this work (including translations) are derived from this source document; and (3) you include the full text of this license in any copies or derivatives of this work. Otherwise, all rights reserved. For additional information about this license, see the FAQ.
How to cite this document (one suggested style): "Sankhitta Sutta: In Brief" (AN 8.63), translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight, June 7, 2009, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.063.than.html.

cmiiw

Tetap tidak menjawab pertanyaan saya. OK deh, terima kasih jawabannya.

 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 24 August 2009, 11:57:18 AM
Liat2 lagi, kayanya yg dimaksud Kai itu adalah Gotami Sutta :

Quote
Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53), Sang Buddha menjelaskan kepada Mahapajapati Gotami:

"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: 'Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.'”

"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: "Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.”


Hal sama juga ada di :

Lalu kenapa ga liat dari :

Quote
SatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80), Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A Upali :

"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.'

"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.'"

lumayan bisa dapat tambahan knowledge  _/\_

Ya, betul. Sankhitta Sutta termasuk dalam Gotami Vagga.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 24 August 2009, 12:01:16 PM
Pun saya hanya menyebar ranjau dhamma, semoga ada yg bisa nyangkut di anda  _/\_
yg anda sebut "ranjau dhamma" itu sudah saya tinggalkan, bang...
anda menyebut2 mengalami sendiri realitanya di atas. biar jelas, bisa diceritakan apa yg anda alami?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 24 August 2009, 12:25:13 PM
[...]
Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D

Lakuntaka Bhadiya, Maha-Savaka dengan suara paling indah, memiliki postur tubuh yang sangat pendek (maka dipanggil lakuntaka=kerdil). Menurut Apadana dan Theragatha Atthakatha, hal itu disebabkan karena ia memutuskan membangun stupa dalam ukuran kecil untuk Buddha Kassapa. Menurut kelisila Jataka, postur demikian adalah buah perbuatan buruk masa lampau yang suka menertawakan orang lanjut usia.

Pertanyaan sederhana: mana yang benar?

Boleh tau apa yg bertentangan bro?

Yang saya tahu, Kamma itu sedemikian kompleksnya sehingga bisa saja untuk 1 kejadian, itu adalah hasil dari 2 perbuatan?

misal kejadian 1 di 1 kehidupan lampau, kejadian 2 di 1000 kehidupan lampau...... sewkt kondisi pas, keduanya berbuah bersamaan
Bahkan kalau saya lihat, sesungguhnya banyak sekali vipaka yg berbuah, misal kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa mempunyai suara yg paling indah? itu jelas adalah kusala vipaka

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa jadi Arahat? tentunya berkat dari banyak tumpukan paraminya

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa bertemu sammasambuddha? berkat tumpukan paraminya juga

Dan berbagai kenapa lain yg sesungguhnya merupakan hasil dari berbagai keselarasan/niyama

demikianlah sesungguhnya bekerjanya Niyama (tidak hanya KAMMA saja), itulah kenapa Niyama disebut dengan hukum keselarasan

Saya percaya kalau memang demikian, Buddha akan menjelaskan bahwa itu adalah hasil dari 2 kamma dalam sutta yang sama, bukan beda sutta beda penjelasan.

dear bro

saya rasa bro Kai juga sudah tahu bhw Buddha menerangkan sesuai dengan kondisi pendengar pada saat itu

Bukankah ini sesuai dengan yg bro Kai sebut yaitu pad asatu waktu, Buddha mengajar kebahagiaan...... sedang pada waktu lain, Buddha mengajarkan Dukkha



Quote
Quote
Upaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya
Saya tidak menanyakan tentang tidak terjadinya tumimbal lahir di alam sengsara. Saya tanyakan mengapa setelah membunuh demikian banyak, tetap bisa mencapai Arahatta.

tolong bro Kai ini baca judulnya dengan seksama yah.........

Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya

Itu baru dari Upaghataka, belum jika kita melihat dari Upathambaka, Upapilaka, dsbnya...... bahkan secara Janaka Kamma, sesungguhnya dia terlahir dengan Janaka Kamma yg baik loh..... karena sudah menjadi manusia dengan berbagai kelebihan dibanding org biasanya, yg sampai membuat murid lain iri

Demikian holistiknya kamma..... bukan berbuat 1, lalu PASTI berbuah 1

Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya

Ketika seorang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, sudah "nature"-nya ia menggerakan tubuh yang memancing metabolisme dan pembentukan otot kaki. Apakah di situ ada "pikiran/usaha untuk latihan"? Apakah orang berjalan cocok disebut "sedang latihan"?

tergantung batin orang itu, bukan tindakannya........

Orang pun bisa saja duduk diam bersila tapi kalau pikiran lari kemana2, apakah itu meditasi?

Mari kita kembali ke isi di batinnya, bro.... jangan liat mereknya doang.....

Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....

Bagi orang sudah terbiasa dengan doktrin nama-rupa, memang mudah menerimanya. Bagaimana dengan penjelasan sehari-harinya?
Sekarang kita ada, berpikir, merasakan. Apakah setelah nibbana kita berhenti berpikir, merasakan, ataukah terus berpikir dan merasakan?

Apakah anda bisa merasakan kebahagiaan tanpa melekat?  ;D

selama kita belum terbebas dari moha, kita tidak tahu bagaimana rasanya terbebas dari moha

Quote
back to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?

Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.

Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Mungkin bro Kai sedikit berbeda dalam menangkap yah........ yg dimaksud diatas adalah untuk 1 hal yg sama, yg diucapkan itu berbeda
sedang yg bro Kai sebut diatas adl 2 hal yg berbeda krn tergantung dari mana yg perlu diangkat dari ajaran itu

contoh nyata adalah untuk JMB-8....... dulu dengan gamblang disebut "Tidak ada JMB-8", Tidak perlu JMB-8 untuk ke nibbana
sekarang direvisi menjadi "Dalam vipassana, tidak perlu JMB-8 (masih salah juga sih  ;D tp lebih halus)

sedang untuk buddhism jelas bhw JMB-8 adalah jalan utk ke nibbana

Nah saya ga tau kalau bro Kai juga menyetujui bhw untuk ke nibbana, bisa melalui jalan lain  ;)



Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana


Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.

Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta.

sori, mo perjelas aja bro.... apakah sankhitta sutta itu sama dengan yg ini :
Quote
AN 8.63 PTS: A iv 299
Sankhitta Sutta: In Brief
(Good Will, Mindfulness, & Concentration)


soalnya isinya beda loh...... ga bilang ini ajaran Buddha melainkan bagaimana menguasai konsentrasi untuk jhana... seperti yg bisa diliat di note translatornya :
Quote
Translator's note: This discourse is important in that it explicitly refers to the practice of the four frames of reference (the four foundations of mindfulness) as a form of concentration practice, mastered in terms of the levels of jhana.

emang disebut certain monk minta diajar dhamma tapi in brief (secara singkat), bukan menyebut bagaimana sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru

berikut sutta lengkapnya :
Quote
Then a certain monk went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him, sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "It would be good if the Blessed One would teach me the Dhamma in brief so that, having heard the Dhamma from the Blessed One, I might dwell alone in seclusion: heedful, ardent, & resolute."

"But it is in just this way that some worthless men make a request but then, having been told the Dhamma, think they should tag along right behind me."

"May the Blessed One teach me the Dhamma in brief! May the One Well-gone teach me the Dhamma in brief! It may well be that I will understand the Blessed One's words. It may well be that I will become an heir to the Blessed One's words."

"Then, monk, you should train yourself thus: 'My mind will be established inwardly, well-composed. No evil, unskillful qualities, once they have arisen, will remain consuming the mind.' That's how you should train yourself.

"Then you should train yourself thus: 'Good-will, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'Compassion, as my awareness-release... Appreciation, as my awareness-release... Equanimity, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'I will remain focused on the body in & of itself — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should train yourself: 'I will remain focused on feelings in & of themselves... the mind in & of itself... mental qualities in & of themselves — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, then wherever you go, you will go in comfort. Wherever you stand, you will stand in comfort. Wherever you sit, you will sit in comfort. Wherever you lie down, you will lie down in comfort."

Then that monk, having been admonished by an admonishment from the Blessed One, got up from his seat and bowed down to the Blessed One, circled around him, keeping the Blessed One to his right side, and left. Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life for which clansmen rightly go forth from home into homelessness, knowing & realizing it for himself in the here & now. He knew: "Birth is ended, the holy life fulfilled, the task done. There is nothing further for the sake of this world." And thus he became another one of the arahants.

Provenance: ©1997 Thanissaro Bhikkhu.Transcribed from a file provided by the translator.This Access to Insight edition is ©1997–2009 John T. Bullitt.
Terms of use: You may copy, reformat, reprint, republish, and redistribute this work in any medium whatsoever, provided that: (1) you only make such copies, etc. available free of charge; (2) you clearly indicate that any derivatives of this work (including translations) are derived from this source document; and (3) you include the full text of this license in any copies or derivatives of this work. Otherwise, all rights reserved. For additional information about this license, see the FAQ.
How to cite this document (one suggested style): "Sankhitta Sutta: In Brief" (AN 8.63), translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight, June 7, 2009, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.063.than.html.

cmiiw

Tetap tidak menjawab pertanyaan saya. OK deh, terima kasih jawabannya.

 _/\_

Boleh tahu mana yg tidak menjawab? biar diskusi ini bisa terus berjalan  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
Pun saya hanya menyebar ranjau dhamma, semoga ada yg bisa nyangkut di anda  _/\_
yg anda sebut "ranjau dhamma" itu sudah saya tinggalkan, bang...

Udah anda tinggalkan, tapi anda melekati MMD?  ;D

jadi mirip ama Konsep "Tidak Ada JAlan"-nya JK...... yg notabene malahan membuat "JAlan" baru  ;D

anda menyebut2 mengalami sendiri realitanya di atas. biar jelas, bisa diceritakan apa yg anda alami?

Baru dapet instruksi bro?  ^-^ saya biasa ngobrol ama bapak HH, yah kondisinya mirip..... sama juga kaya wkt dia instruksiin nick lain utk tanya 17 proses citta vitthi
Biasanya minta pembuktian, tapi kalo abis dikasih pembuktian kaya wkt mengkritisi Pa Auk Sayadaw, waktu permasalahan asava.... malahan ngelit sana sini  ;D

gini aja, mari kita sama2 ikut kelasnya Sayalay Dipankara aja, gimana?
biar bisa sama2 tahu bagaimana realitasnya... yah moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa, yg menjadi nana pertama dari vipassana (yg beneran loh)  ;)

fair khan?  ;D

hope no offense to you, bro  _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 24 August 2009, 12:39:15 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi yang relevan dalam vipassana di sini, talenta atau sila?

Keterampilan untuk mengembangkan sila-samadhi-panna.


Quote from: Kainyn_Kutho
Maka dari itu saya katakan tidak ada satu perumpamaan, satu penjelasan Nibbana yang cocok bagi semua orang. Nibbana ajaran Buddha yang tidak termasuk dalam 62 pandangan salah sulit sekali dijelaskan, terutama bagi orang yang sangat melekat pada "atta". Saya setuju penggunaan keabadian dan kepadaman, namun kembali lagi tergantung konteksnya.

Betul. Tapi bukan kemusnahan.


Quote from: Kainyn_Kutho
Kalau gitu, terserah opini anda saja terhadap 6 opsi tersebut. Saya punya pandangan berbeda tentang ini.

Apakah pandangan Anda memang diiyakan oleh Pak Hudoyo?

Akan lebih objektif kalau Pak Hudoyo sendiri yang menjelaskan kepada khalayak ramai, kenapa dia terkadang menyatakan bahwa MMD = Ajaran Sang Buddha = ajaran J. Khrisnamurti adalah nihilisme; dan kadang kala dia menyatakan bahwa MMD = Ajaran Sang Buddha = ajaran J. Khrisnamurti adalah tidak nihilisme.

Tapi setahu saya Pak Hudoyo tidak pernah menjelaskan alasannya. Ataukah ada rekan-rekan yang tahu kalau Pak Hudoyo sudah memberikan penjelasan akan hal ini?


Quote from: Kainyn_Kutho
Sankhitta Sutta yang universal akan memuat JMB 8; namun JMB 8 yang masih cenderung terbatas, ada kalanya tidak bisa memuat Sankhitta Sutta.

Sankhitta Sutta memuat sifat-sifat dari Ajaran Sang Buddha.
JMB8 merumuskan metode Jalan Tengah.
Hakikat dari sifat Ajaran Sang Buddha adalah Jalan Tengah.

Menurut Anda, apakah keterbatasan dari JMB8 dibanding Sankhitta Sutta?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 24 August 2009, 12:42:49 PM
Liat2 lagi, kayanya yg dimaksud Kai itu adalah Gotami Sutta :

Quote
Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53), Sang Buddha menjelaskan kepada Mahapajapati Gotami:

"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: 'Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.'”

"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: "Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.”


Hal sama juga ada di :

Lalu kenapa ga liat dari :

Quote
SatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80), Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A Upali :

"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.'

"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.'"

lumayan bisa dapat tambahan knowledge  _/\_

Ya, betul. Sankhitta Sutta termasuk dalam Gotami Vagga.



Baik jika benar itu sutta yg anda maksud.....

saya jadi ingin tahu, mengapa anda memilih Sankhitta Sutta utk merujuk ke kriteria Dhamma, bukannya SatthuSasana Sutta yg saya lihat justru lebih spesifik dalam hal pengembangan batin, yaitu menjelaskan bahwa ujung dari apa yg disebut Dhamma itu adalah Nibbana

Sedangkan Sankhitta Sutta hanya menjelaskan kriteria namun tidak menyebut ujung dari hasil pelaksanaan... cmiiw

senang bisa diskusi dengan bro Kai
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 24 August 2009, 01:37:04 PM
Udah anda tinggalkan, tapi anda melekati MMD?  ;D
mungkin ini yg anda sebut "diskusi" kemaren?

Baru dapet instruksi bro?  ^-^ saya biasa ngobrol ama bapak HH, yah kondisinya mirip..... sama juga kaya wkt dia instruksiin nick lain utk tanya 17 proses citta vitthi
Biasanya minta pembuktian, tapi kalo abis dikasih pembuktian kaya wkt mengkritisi Pa Auk Sayadaw, waktu permasalahan asava.... malahan ngelit sana sini  ;D
prasangka lagi... dan ternyata gak bener...
saat menulis ini anda lagi "berpraktek"?

gini aja, mari kita sama2 ikut kelasnya Sayalay Dipankara aja, gimana?
biar bisa sama2 tahu bagaimana realitasnya... yah moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa, yg menjadi nana pertama dari vipassana (yg beneran loh)  ;)
yg anda sebut mengalami itu ternyata belajar teori di kelas?
saya gak tertarik, bang.

kalo emang gak mau menjabarkan pengalaman anda, ya gapapa...
saat menulis posting lalu saya pikir anda memang punya pengalaman spiritual sendiri belajar dhamma. mungkin saya salah...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 24 August 2009, 03:43:46 PM
Mungkin banyak yg setuju disini bahwa, untuk bisa mengikis dukkha kita masing2, kita melaksanakan banyak cara, diantaranya: mempelajari Dhamma melalui buku2, berdiskusi, melakukan meditasi, lalu mulai berusaha mengurangi kecenderungan2 kita yg merugikan, misalnya: kemarahan, kesombongan, sikap tidak sabaran, dsbnya... Semua usaha2 ini kita lakukan demi mengikis kecenderungan2 latent kita -yg kita tau pasti- sebagai penyebab penderitaan kita.

Jika kita semua setuju bahwa cara2 yg sy tulis diatas kita lakukan pada diri kita masing2... maka kita harus jujur juga mengakui bahwa cara untuk mereasisasi akhir dukkha, tidak bisa hanya dengan sadari saja. Kita2 masih butuh usaha2, latihan2, disiplin2, pengekangan2, pembelajaran2... Kita masih butuh langkah2 tsb -yg ternyata- persis seperti yg telah diajarakan oleh Sang Buddha....

Untuk Bro Morph, pengalaman ini lah yg telah sy alami... 'SADARI SAJA' -seperti yg Pak Hud ajarkan- tidak mempan buat saya... dan sampai saat ini, saya belum berjumpa satu orang pun yg berhasil memperbaiki dirinya hanya dengan SADARI SAJA.

Maka dari itu saya menganggap anjuran Pak Hud itu sebagai Konsep Manis semata...

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 24 August 2009, 03:56:51 PM
Udah anda tinggalkan, tapi anda melekati MMD?  ;D
mungkin ini yg anda sebut "diskusi" kemaren?

eh? dari kemarin2 saya udah tanya loh..... apa anda bisa melepas "MMD" juga? silahkan dilihat lagi deh

saya sih dar kemarin2 selalu anggap diskusi kok..... anda loh yg selalu mengganggap sebagai "debat", bukan saya

Baru dapet instruksi bro?  ^-^ saya biasa ngobrol ama bapak HH, yah kondisinya mirip..... sama juga kaya wkt dia instruksiin nick lain utk tanya 17 proses citta vitthi
Biasanya minta pembuktian, tapi kalo abis dikasih pembuktian kaya wkt mengkritisi Pa Auk Sayadaw, waktu permasalahan asava.... malahan ngelit sana sini  ;D
prasangka lagi... dan ternyata gak bener...
saat menulis ini anda lagi "berpraktek"?

oh sori, saya sih cuma ikutin pola ajaran bapak HH, bro......

ternyata beda yah?


gini aja, mari kita sama2 ikut kelasnya Sayalay Dipankara aja, gimana?
biar bisa sama2 tahu bagaimana realitasnya... yah moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa, yg menjadi nana pertama dari vipassana (yg beneran loh)  ;)
yg anda sebut mengalami itu ternyata belajar teori di kelas?
saya gak tertarik, bang.

kalo emang gak mau menjabarkan pengalaman anda, ya gapapa...
saat menulis posting lalu saya pikir anda memang punya pengalaman spiritual sendiri belajar dhamma. mungkin saya salah...


itu kelas meditasi, bang...... sayalay dipankara ga ngajarin kelas teori tapi praktek meditasi, juga counseling

khan dibawahnya saya udah tulis :
Quote
moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa

nah apakah anda mo coba meditasi sesuai mahasatipatthana sutta?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 25 August 2009, 07:08:38 AM
Jika kita semua setuju bahwa cara2 yg sy tulis diatas kita lakukan pada diri kita masing2... maka kita harus jujur juga mengakui bahwa cara untuk mereasisasi akhir dukkha, tidak bisa hanya dengan sadari saja. Kita2 masih butuh usaha2, latihan2, disiplin2, pengekangan2, pembelajaran2... Kita masih butuh langkah2 tsb -yg ternyata- persis seperti yg telah diajarakan oleh Sang Buddha....

Untuk Bro Morph, pengalaman ini lah yg telah sy alami... 'SADARI SAJA' -seperti yg Pak Hud ajarkan- tidak mempan buat saya... dan sampai saat ini, saya belum berjumpa satu orang pun yg berhasil memperbaiki dirinya hanya dengan SADARI SAJA.

Maka dari itu saya menganggap anjuran Pak Hud itu sebagai Konsep Manis semata...
mari kita baca posting di atas:

* bang willi menyebut2 kata "usaha". tersirat bahwa bang willi masih saja ngotot dan salah paham bahwa "tanpa usaha" yg udah diterangkan dan diluruskan entah berapa kali itu adalah dalam konteks meditasi. tampaknya bang willi tidak tertarik untuk membaca koreksinya (atau lupa untuk kesekian kalinya). apakah bang willi mengerti maksudnya? saya gak keberatan mengulanginya lagi.

* bang willi, anda mengatakan "sadari saja" itu tidak mempan buat anda. apakah karena alasan "tidak mempan" buat anda, lalu semua harus digeneralisir dan prakteknya dikafirkan?

dari kehidupan sehari2, saya justru melihat gak ada orang yg jadi baik dengan belajar yg mereka sebut "dhamma" itu, tapi saya banyak melihat orang jadi baik dengan bermeditasi tanpa memperdulikan yg namanya "dhamma". serius bang...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 25 August 2009, 07:21:00 AM
saya sih dar kemarin2 selalu anggap diskusi kok..... anda loh yg selalu mengganggap sebagai "debat", bukan saya
bang markos, anda lebih tertarik mempermasalahkan hal2 sepele seperti penggunaan kata2.
terbukti, akhirnya percakapan ini berujung kepada debat kusir, ad hominem, prasangka pribadi...
gak salah kan kalo gak saya layani?

oh sori, saya sih cuma ikutin pola ajaran bapak HH, bro......

ternyata beda yah?
bang markos, anda menuduh saya mendapatkan instruksi, ternyata tidak benar, kemudian anda bilang mengikuti pola pak hudoyo.
gak usah ngomong "dhamma", etika dan kedewasaan berdiskusi intelektual aja gak terlihat pada serangkaian tulisan anda di atas.

itu kelas meditasi, bang...... sayalay dipankara ga ngajarin kelas teori tapi praktek meditasi, juga counseling

...

nah apakah anda mo coba meditasi sesuai mahasatipatthana sutta?
saya udah pernah coba yg namanya meditasi sesuai mahasatipatthana.
justru sekarang saya nanya pengalaman anda dengan kata2 anda sendiri, tapi anda gak mau cerita.
saya udah berbagi begitu banyak pada tulisan2 yg lalu, namun anda gak pernah membagi pengalaman.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 25 August 2009, 07:31:06 AM
Jika kita semua setuju bahwa cara2 yg sy tulis diatas kita lakukan pada diri kita masing2... maka kita harus jujur juga mengakui bahwa cara untuk mereasisasi akhir dukkha, tidak bisa hanya dengan sadari saja. Kita2 masih butuh usaha2, latihan2, disiplin2, pengekangan2, pembelajaran2... Kita masih butuh langkah2 tsb -yg ternyata- persis seperti yg telah diajarakan oleh Sang Buddha....

Untuk Bro Morph, pengalaman ini lah yg telah sy alami... 'SADARI SAJA' -seperti yg Pak Hud ajarkan- tidak mempan buat saya... dan sampai saat ini, saya belum berjumpa satu orang pun yg berhasil memperbaiki dirinya hanya dengan SADARI SAJA.

Maka dari itu saya menganggap anjuran Pak Hud itu sebagai Konsep Manis semata...
mari kita baca posting di atas:

* bang willi menyebut2 kata "usaha". tersirat bahwa bang willi masih saja ngotot dan salah paham bahwa "tanpa usaha" yg udah diterangkan dan diluruskan entah berapa kali itu adalah dalam konteks meditasi. tampaknya bang willi tidak tertarik untuk membaca koreksinya (atau lupa untuk kesekian kalinya). apakah bang willi mengerti maksudnya? saya gak keberatan mengulanginya lagi.

* bang willi, anda mengatakan "sadari saja" itu tidak mempan buat anda. apakah karena alasan "tidak mempan" buat anda, lalu semua harus digeneralisir dan prakteknya dikafirkan?

dari kehidupan sehari2, saya justru melihat gak ada orang yg jadi baik dengan belajar yg mereka sebut "dhamma" itu, tapi saya banyak melihat orang jadi baik dengan bermeditasi tanpa memperdulikan yg namanya "dhamma". serius bang...


ckckckck Yakin? ini bukan generalisasi yah? baru tau nih ckckckckckck
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 25 August 2009, 08:51:24 AM
om ryu, itu yg saya liat dari kehidupan sehari2... entah yg anda liat...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 25 August 2009, 11:57:58 AM
saya sih dar kemarin2 selalu anggap diskusi kok..... anda loh yg selalu mengganggap sebagai "debat", bukan saya
bang markos, anda lebih tertarik mempermasalahkan hal2 sepele seperti penggunaan kata2.
terbukti, akhirnya percakapan ini berujung kepada debat kusir, ad hominem, prasangka pribadi...
gak salah kan kalo gak saya layani?

loh coba liat lagi di awal, anda kasih rujukan sutta2 dan berasumsi saya hanya berdasar abhidhamma saja
Saya tidak menganggap asumsi anda sebagai ad hominem dan sebaliknya saya tanggapi berdasar sutta2 itu sendiri, dimana anda selanjutnya bilang ga kompeten soal sutta

Saya tidak menanggapi itu ad hominem, prasangka pribadi atau hal sepele loh.... malahan saya ajak anda diskusi
bahkan saya udah sebut utk diskusi ISI tipitaka secara keseluruhan

tapi diskusi itu anda tanggapi sebagai debat, melihat kata per kata, hal2 sepele, dsbnya

bahkan saat anda mengajukan tulisan ajahn chah dimana saya berikan kesimpulannya, anda menyebut sebagai sudut pandang yg berbeda

nah bingung khan?

oh sori, saya sih cuma ikutin pola ajaran bapak HH, bro......

ternyata beda yah?
bang markos, anda menuduh saya mendapatkan instruksi, ternyata tidak benar, kemudian anda bilang mengikuti pola pak hudoyo.
gak usah ngomong "dhamma", etika dan kedewasaan berdiskusi intelektual aja gak terlihat pada serangkaian tulisan anda di atas.

kalau saya salah prasangka, tentunya saya minta maaf bro.... dan itu sudah saya lakukan

nah apakah anda juga mempunyai etika seperti itu sewaktu menuduh saya hanya berdasar abhidhamma?

tentunya diskusi yg baik, adalah mengeluarkan pendapat masing2 dan bersikap gentleman kalau memang salah
bukan justru mengeluarkan statement ad hominem seperti yg biasa dilakukan oleh HH dan salah satu pendamping setianya  ;D


itu kelas meditasi, bang...... sayalay dipankara ga ngajarin kelas teori tapi praktek meditasi, juga counseling
...

nah apakah anda mo coba meditasi sesuai mahasatipatthana sutta?
saya udah pernah coba yg namanya meditasi sesuai mahasatipatthana.
justru sekarang saya nanya pengalaman anda dengan kata2 anda sendiri, tapi anda gak mau cerita.
saya udah berbagi begitu banyak pada tulisan2 yg lalu, namun anda gak pernah membagi pengalaman.


Gini loh bro, bukan tidak mau berbagi pengalaman, tapi kembali ke paradigma "melepas" anda, maukah anda melepas paradigma itu sendiri? karena walau saya udah jelaskan berkali2, anda tetap berasumsi "penggunaan kata", dsbnya

Pun kalau saya ceritakan, apakah dalam kondisi saat ini, anda akan percaya pada pengalaman betapa mudah untuk deep concentration,mencapai khanika samadhi yg sudah dialami bahkan dalam kelas sayalay, dalam beberapa hari saja, sudah cukup banyak peserta yg bisa melihat nana?

Nah ketimbang omong panjang lebar yg seolah menyombongkan diri, saya memilih utk mengajak anda, membuktikan sendiri, seperti yg anda selalu bilang : langsung aja praktek

Nah anda menyebut sudah pernah meditasi sesuai satipatthana, sori nih yah, tapi boleh tahu meditasi apa itu, dan siapa pembimbingnya?
pun apakah anda sudah mengetahui isi dari mahasatipatthana itu sendiri?

Jika anda berkenan, mari kita diskusikan kembali  ;D

saya akan mulai di bawah untuk artikel ajahn chah yg pernah anda kutip dan sudah saya terjemahkan  ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 25 August 2009, 12:01:16 PM
Quote
saya menyarankan agar kita merenungkan tulisan dari a still forest pool berikut:

Quote
Quote
In my own practice, I did not know or study much. I took the straightforward teachings the Buddha gave and simply began to study my own mind according to nature. When you practice, observe yourself. Then gradually knowledge and vision (ini yg saya maksud pengetahuan tanpa tanda kutip  ) will arise of themselves. If you sit in meditation and want it to be this way or that, you had better stop right there. Do not bring ideals or expectations to your practice. Take your studies, your opinions, and store them away.

You must go beyond all words, all symbols, all plans for your practice. Then you can see for yourself the truth, arising right here. If you do not turn inward, you will never know reality. I took the first few years of formal Dharma text study, and when I had the opportunity, I went to hear various scholars and masters teach, until such study became more of a hindrance than a help. I did not know how, to listen to their sermons because I had not looked within.

The great meditation masters spoke about the truth within oneself. Practicing, I began to realize that it existed in my own mind as well. After a long time, I realized that these teachers have really seen the truth and that if we follow their path, we will encounter everything they have spoken about. Then we will be able to say, ''Yes, they were right. What else could there be? Just this." When I practiced diligently, realization unfolded like that.

If you are interested in Dharma, just give up, just let go. Merely thinking about practice is like pouncing on the shadow and missing the substance. You need not study much. If you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself. There must be more than merely hearing the words. Speak just with yourself, observe your own mind. If you cut off this verbal, thinking mind, you will have a true standard for judging. Otherwise, your understanding will not penetrate deeply. Practice in this way and the rest will follow.

Terjemahan :

Quote
Dalam praktek pribadi, saya tidak banyak tahu atau belajar. Saya langsung mengambil ajaran Buddha dan mulai mempelajari pikiran saya secara alami. Jika anda praktek, selidiki diri anda sendiri. Lalu secara bertahap pengetahuan dan pandangan akan muncul dengan sendirinya. Jika anda duduk bermeditasi dan ingin agar sesuai dengan cara ini dan itu, anda sebaiknya berhenti disana. Jangan membawa harapan dalam praktek anda. Bawa teori anda, opini anda dan simpan jauh-jauh

Anda harus mencapai kondisi diatas semua huruf, simbol dan rencana dari praktek anda. Lalu anda akan bisa melihat kebenaran yg muncul. Jika anda tidak melihat kedalam, anda tidak akan pernah tahu realita. Saya pernah menghabiskan beberapa tahun di sekolah formal Dhamma dan jika saya ada kesempatan, saya pergi mendengar berbagai guru mengajar sampai studi seperti ini menjadi lebih menghalangi ketimbang membantu. Saya tidak tahu bagaimana, mendengar berbagai ceramah karena saya tidak melihat ke dalam

Guru besar mditasi berbicara mengenai kebenaran yg ada dalam diri sendiri. Dengan praktek, saya mulai menyadari bhw itu ada dalam pikiran saya sendiri juga. Setelah waktu yg lama, saya mengadari bahwa para guru itu sudah menyadari kebenaran dan jika kita mengikuti jalan mereka, kita akan menjumpai semua hal sesuai yg sudah mereka katakan. Lalu kita akan bisa berkata ”Ya, mereka benar. Apalagi yang dapat dijumpai? Hanya ini” Sewaktu saya berpraktek dengan rajin, kesadaran terbuka seperti itu

Jika anda tertarik dengan Dhamma, lepaskanlah. Berpikir tentang praktek,  seperti memukul bayangan dan kehilangan substansinya. Anda tidak perlu belajar banyak. Jika anda mengikuti bagian dasar dan melakukan prakteknya, anda akan melihat Dhamma dengan sendirinya. Anda akan mendapat lebih banyak ketimbang mendengar kata2. Bicaralah hanya dengan diri anda sendiri, selidiki pikiran anda. Jika anda dapat memutuskan kata2 ini, pikiran yg berpikir, anda akan mendapat standar yg benar untuk menilai. Jika tidak, pengertian anda tidak akan dapat masuk cukup dalam. Latihlah dengan cara ini dan sisanya akan mengikuti.

Kalau saya lihat diatas, poin penting yg didapat adalah yaitu Jangan terlalu banyak berteori.
Lebih baik jika tahu sedikit hal2 yang mendasar dan kemudian mempraktekkannya

Ini selaras dengan apa yg disebut dalam Dhammapada yaitu Ketimbang orang hidup 100 tahun tapi tidak hidup sesuai Dhamma, lebih baik orang hidup 1 hari tapi mempraktekkan dhamma

Tapi bukan berarti harus melepas SEMUA teori loh....... silahkan dilihat lagi artikel itu secara menyeluruh, bukan hanya give up, let go semata

diskusi mode : ON  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 25 August 2009, 01:05:52 PM
Kalau saya lihat diatas, poin penting yg didapat adalah yaitu Jangan terlalu banyak berteori.
Lebih baik jika tahu sedikit hal2 yang mendasar dan kemudian mempraktekkannya

Ini selaras dengan apa yg disebut dalam Dhammapada yaitu Ketimbang orang hidup 100 tahun tapi tidak hidup sesuai Dhamma, lebih baik orang hidup 1 hari tapi mempraktekkan dhamma

Tapi bukan berarti harus melepas SEMUA teori loh....... silahkan dilihat lagi artikel itu secara menyeluruh, bukan hanya give up, let go semata


Betul sekali Bro.
Saya menyetujui pemikiran ini 100%.
Lebih baik tau sedikit dan mempraktikkannya ketimbang banyak tau namun lupa praktik.
Numun juga, bukan berarti, harus melepas semua teori, krn kalau melepas semua teori, apalagi yg mau dipraktikkan. Betul sekali.

anumodana
willi

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 25 August 2009, 01:11:19 PM
loh coba liat lagi di awal, anda kasih rujukan sutta2 dan berasumsi saya hanya berdasar abhidhamma saja
anda bolak-balik di sini2 aja bang markos.
kan saya bilang, saya mo menggarisbawahi terminologi pak hudoyo itu udah lazim dipake di dunia buddhism, oleh praktisi lain dan anda gak bisa memaksakan terminologi anda melulu. entah kali ini bisa dimengerti atau gak. kalo anda balik ke sini lagi, bohwat deh saya.

tapi diskusi itu anda tanggapi sebagai debat, melihat kata per kata, hal2 sepele, dsbnya
saat indikasi mengarah ke debat, ngotot menafsirkan kata demi kata, saya gak melayani.
hasilnya nol besar, bagi anda, bagi saya dan bagi pembaca.

kalau saya salah prasangka, tentunya saya minta maaf bro.... dan itu sudah saya lakukan

nah apakah anda juga mempunyai etika seperti itu sewaktu menuduh saya hanya berdasar abhidhamma?

tentunya diskusi yg baik, adalah mengeluarkan pendapat masing2 dan bersikap gentleman kalau memang salah
bukan justru mengeluarkan statement ad hominem seperti yg biasa dilakukan oleh HH dan salah satu pendamping setianya  ;D
hehehe... bang markos, minta maaf trus anda menuntut balik?
tuduhan saya mendapat instruksi itu mirip seperti fitnah, sedangkan saya menyebut pola pikir anda yg berusaha mencapai sesuatu tingkat demi tingkat dan membuang kilesa itu sebagai paradigma mengakumulasi masih dalam koridor diskusi kan? itupun saya masih meminta anda menceritakan sesuatu menurut pengalaman anda, mungkin saja saya salah, mungkin anda memang ahli teori dan praktik namun anda malah menjawab dengan mengajak saya pegi ke kelas. apa lagi yg bisa dilanjutkan dari sini?

Gini loh bro, bukan tidak mau berbagi pengalaman, tapi kembali ke paradigma "melepas" anda, maukah anda melepas paradigma itu sendiri? karena walau saya udah jelaskan berkali2, anda tetap berasumsi "penggunaan kata", dsbnya
ini yg saya sebut permainan kata2. saya menganalisa ada dua paradigma, trus alih2 mengupas, membicarakan atau membantah isinya, anda mengajak saya melepas paradigma. lucu pan?

Nah anda menyebut sudah pernah meditasi sesuai satipatthana, sori nih yah, tapi boleh tahu meditasi apa itu, dan siapa pembimbingnya?
pun apakah anda sudah mengetahui isi dari mahasatipatthana itu sendiri?
bang markos, kenapa ya arah pembicaraan anda selalu ke pribadi saya. bisakah kita fokus ke topiknya aja?
btw, topiknya sendiri udah ke sana kemari...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 25 August 2009, 01:25:53 PM
Kalau saya lihat diatas, poin penting yg didapat adalah yaitu Jangan terlalu banyak berteori.
Lebih baik jika tahu sedikit hal2 yang mendasar dan kemudian mempraktekkannya

Ini selaras dengan apa yg disebut dalam Dhammapada yaitu Ketimbang orang hidup 100 tahun tapi tidak hidup sesuai Dhamma, lebih baik orang hidup 1 hari tapi mempraktekkan dhamma

Tapi bukan berarti harus melepas SEMUA teori loh....... silahkan dilihat lagi artikel itu secara menyeluruh, bukan hanya give up, let go semata
apa perlu diulangi lagi? saya akan menulis persis seperti yg sudah2.
saya bilang artikel ajahn chah di atas benar2 senada dengan apa yg saya tulis sebelumnya.
gimana kalo anda quote posting saya yg menurut anda tidak sesuai, lalu kita diskusikan?
jangan2 semuanya hanya dipikiran anda sendiri...

yg terlihat justru kontrasnya artikel di atas dengan kata2 anda seperti: "kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku", etc, seperti saya kutipkan dibawah:
dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"
bisakah anda melihat kekontrasan tulisan anda dengan ajahn chah?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 25 August 2009, 01:39:51 PM
Kalau saya lihat diatas, poin penting yg didapat adalah yaitu Jangan terlalu banyak berteori.
Lebih baik jika tahu sedikit hal2 yang mendasar dan kemudian mempraktekkannya

Ini selaras dengan apa yg disebut dalam Dhammapada yaitu Ketimbang orang hidup 100 tahun tapi tidak hidup sesuai Dhamma, lebih baik orang hidup 1 hari tapi mempraktekkan dhamma

Tapi bukan berarti harus melepas SEMUA teori loh....... silahkan dilihat lagi artikel itu secara menyeluruh, bukan hanya give up, let go semata
apa perlu diulangi lagi? saya akan menulis persis seperti yg sudah2.
saya bilang artikel ajahn chah di atas benar2 senada dengan apa yg saya tulis sebelumnya.
gimana kalo anda quote posting saya yg menurut anda tidak sesuai, lalu kita diskusikan?
jangan2 semuanya hanya dipikiran anda sendiri...

yg terlihat justru kontrasnya artikel di atas dengan kata2 anda seperti: "kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku", etc, seperti saya kutipkan dibawah:
dalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"
bisakah anda melihat kekontrasan tulisan anda dengan ajahn chah?


Baik jika anda ingin mendiskusikan bagian yang ini.......

Inti tulisan ajahn chah seperti yg saya tuliskan diatas
Quote
Kalau saya lihat diatas, poin penting yg didapat adalah yaitu Jangan terlalu banyak berteori.
Lebih baik jika tahu sedikit hal2 yang mendasar dan kemudian mempraktekkannya

Ini selaras dengan apa yg disebut dalam Dhammapada yaitu Ketimbang orang hidup 100 tahun tapi tidak hidup sesuai Dhamma, lebih baik orang hidup 1 hari tapi mempraktekkan dhamma

Tapi bukan berarti harus melepas SEMUA teori loh

Anda melihat pada kekontrasan, padahal saya melihat hal esensialnya adalah pada awalnya tetap dibutuhkan teori, pengetahuan untuk memulai praktek
Dan teori itu, tidaklah dibuang melainkan hasil praktek ternyata selaras dengan teori, dengan apa yg diceramahkan


itu sudah jelas disebutkan :
Quote
Anda harus mencapai kondisi diatas semua huruf, simbol dan rencana dari praktek anda. Lalu anda akan bisa melihat kebenaran yg muncul. Jika anda tidak melihat kedalam, anda tidak akan pernah tahu realita. Saya pernah menghabiskan beberapa tahun di sekolah formal Dhamma dan jika saya ada kesempatan, saya pergi mendengar berbagai guru mengajar sampai studi seperti ini menjadi lebih menghalangi ketimbang membantu. Saya tidak tahu bagaimana, mendengar berbagai ceramah karena saya tidak melihat ke dalam

Guru besar mditasi berbicara mengenai kebenaran yg ada dalam diri sendiri. Dengan praktek, saya mulai menyadari bhw itu ada dalam pikiran saya sendiri juga. Setelah waktu yg lama, saya mengadari bahwa para guru itu sudah menyadari kebenaran dan jika kita mengikuti jalan mereka, kita akan menjumpai semua hal sesuai yg sudah mereka katakan. Lalu kita akan bisa berkata ”Ya, mereka benar. Apalagi yang dapat dijumpai? Hanya ini” Sewaktu saya berpraktek dengan rajin, kesadaran terbuka seperti itu

Ceramah pun termasuk teori, yg jika tidak dipraktekkan, tidak akan dimengerti
Diskusi pun hanya menjadi teori jika tidak dipraktekkan

silahkan dibaca lagi mengenai suttamaya panna, cintamaya panna dan bhavanamaya panna, yg bahkan dalam bhavanamaya panna, di dalamnya termasuk praktek vipassana bhavana  ;)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 25 August 2009, 01:46:56 PM
loh coba liat lagi di awal, anda kasih rujukan sutta2 dan berasumsi saya hanya berdasar abhidhamma saja
anda bolak-balik di sini2 aja bang markos.
kan saya bilang, saya mo menggarisbawahi terminologi pak hudoyo itu udah lazim dipake di dunia buddhism, oleh praktisi lain dan anda gak bisa memaksakan terminologi anda melulu. entah kali ini bisa dimengerti atau gak. kalo anda balik ke sini lagi, bohwat deh saya.

tapi diskusi itu anda tanggapi sebagai debat, melihat kata per kata, hal2 sepele, dsbnya
saat indikasi mengarah ke debat, ngotot menafsirkan kata demi kata, saya gak melayani.
hasilnya nol besar, bagi anda, bagi saya dan bagi pembaca.

kalau saya salah prasangka, tentunya saya minta maaf bro.... dan itu sudah saya lakukan

nah apakah anda juga mempunyai etika seperti itu sewaktu menuduh saya hanya berdasar abhidhamma?

tentunya diskusi yg baik, adalah mengeluarkan pendapat masing2 dan bersikap gentleman kalau memang salah
bukan justru mengeluarkan statement ad hominem seperti yg biasa dilakukan oleh HH dan salah satu pendamping setianya  ;D
hehehe... bang markos, minta maaf trus anda menuntut balik?
tuduhan saya mendapat instruksi itu mirip seperti fitnah, sedangkan saya menyebut pola pikir anda yg berusaha mencapai sesuatu tingkat demi tingkat dan membuang kilesa itu sebagai paradigma mengakumulasi masih dalam koridor diskusi kan? itupun saya masih meminta anda menceritakan sesuatu menurut pengalaman anda, mungkin saja saya salah, mungkin anda memang ahli teori dan praktik namun anda malah menjawab dengan mengajak saya pegi ke kelas. apa lagi yg bisa dilanjutkan dari sini?

Gini loh bro, bukan tidak mau berbagi pengalaman, tapi kembali ke paradigma "melepas" anda, maukah anda melepas paradigma itu sendiri? karena walau saya udah jelaskan berkali2, anda tetap berasumsi "penggunaan kata", dsbnya
ini yg saya sebut permainan kata2. saya menganalisa ada dua paradigma, trus alih2 mengupas, membicarakan atau membantah isinya, anda mengajak saya melepas paradigma. lucu pan?

Nah anda menyebut sudah pernah meditasi sesuai satipatthana, sori nih yah, tapi boleh tahu meditasi apa itu, dan siapa pembimbingnya?
pun apakah anda sudah mengetahui isi dari mahasatipatthana itu sendiri?
bang markos, kenapa ya arah pembicaraan anda selalu ke pribadi saya. bisakah kita fokus ke topiknya aja?
btw, topiknya sendiri udah ke sana kemari...


maaf, bagian ini terlewati...........

eniwei, melihat kondisi ini, saya putuskan untuk berhenti aja bro..........

semoga apa yg sudah kita diskusikan, bermanfaat bagi kita semua
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 25 August 2009, 01:54:09 PM
btw, thanks jerih payahnya menterjemahkan.

sedikit koreksi (menurut saya lebih akurat):

"Dalam praktek, saya tidak banyak tahu atau belajar. Saya mengambil ajaran Buddha yg (paling) gamblang dan mulai langsung mempelajari batin saya secara alami. saat berpraktik, selidiki diri anda sendiri. Lalu secara bertahap pengetahuan dan penglihatan akan muncul dengan sendirinya. Jika anda duduk bermeditasi dan ingin agar sesuai dengan cara ini dan itu, anda sebaiknya berhenti disana. Jangan membawa ideal ataupun harapan dalam praktek anda. Ambil teori anda, opini anda dan simpan jauh-jauh.

Anda harus melangkah melampaui semua kata2, simbol2 dan rencana2 untuk praktek anda. Lalu anda akan bisa melihat kebenaran, muncul dari sana. Jika anda tidak melihat ke dalam, anda tidak akan pernah tahu realita. Saya pernah menghabiskan beberapa tahun di sekolah formal Dhamma dan jika saya ada kesempatan, saya pergi mendengar berbagai cendikia dan guru mengajar, sampai studi seperti ini lebih menjadi penghalang ketimbang membantu. Saya tidak tahu bagaimana, untuk mendengar berbagai ceramah karena saya tidak melihat ke dalam

Guru besar meditasi berbicara mengenai kebenaran di dalam diri. Berpraktik, saya mulai menyadari bhw itu ada dalam batin saya sendiri juga. Setelah waktu yg lama, saya menyadari bahwa para guru itu sudah benar2 melihat kebenaran dan jika kita mengikuti jalan mereka, kita akan menjumpai semua hal sesuai yg sudah mereka katakan. Lalu kita akan bisa berkata ”Ya, mereka benar. Apalagi yang dapat dijumpai? Hanya ini” Sewaktu saya berpraktek dengan rajin, kesadaran terbuka seperti itu

Jika anda tertarik dengan Dhamma, lepas lah. Hanya berpikir tentang praktek sama seperti halnya memukul bayangan dan kehilangan substansinya. Anda tidak perlu belajar banyak. Jika anda mengikuti bagian dasar dan melakukan prakteknya, anda akan melihat Dhamma itu sendiri. Lebih banyak ketimbang mendengar kata2. Bicaralah hanya dengan diri anda sendiri, selidiki batin anda. Jika anda dapat memotong (menyetop -tr) celoteh2 ini, batin yg berpikir, anda akan memiliki standar yg benar untuk menilai. Jika tidak, pengertian anda tidak akan dapat menembus dalam. Latihlah dengan cara ini dan sisanya akan mengikuti."
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 25 August 2009, 02:15:03 PM
om ryu, itu yg saya liat dari kehidupan sehari2... entah yg anda liat...
Definisi Baik menurut om seperti apa?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 25 August 2009, 03:14:32 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi yang relevan dalam vipassana di sini, talenta atau sila?

Keterampilan untuk mengembangkan sila-samadhi-panna.
Pertanyaan terakhir: apakah dalam vipassana, seseorang perlu mengetahui "ini sila, ini bukan", "ini dhamma, ini bukan", ataukah perlu menyadari bahwa "sila, dhamma, agama adalah bentukan pikiran"?


Quote
Betul. Tapi bukan kemusnahan.
Hanya bahasa saja. Seperti saya katakan, dalam terjemahan Bahasa Inggris, sering digunakan Extinction (kemusnahan). Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia juga saya pernah menemukan nibbana dijelaskan sebagai "musnah sepenuhnya". Sebetulnya tidak ada satu bahasa pun yang tepat menggambarkannya.

Sama seperti perasaan, tidak ada gambaran tepat mengenai perasaan. Seniman mengungkapkan perasaannya dalam berbagai media. Orang yang tidak mengerti hanya melihat medianya, hanya yang tertangkap indera, namun tidak menangkap ekspresi yang disampaikan. Mereka yang mampu melihat, mengerti dan memahami perasaannya, melampaui medianya. Begitu pula dalam dhamma dan kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mengerti maksud orang lain, hanya mampu menilai sebatas bahasa.


Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Kalau gitu, terserah opini anda saja terhadap 6 opsi tersebut. Saya punya pandangan berbeda tentang ini.
Apakah pandangan Anda memang diiyakan oleh Pak Hudoyo?

Sebelumnya, sudah pernah saya katakan bahwa saya pernah berbicara dengan Pak Hudoyo mengenai seorang umat lain yang mendebat saya tentang nibbana. Saya diskusi sedikit dengan Pak Hudoyo mengenai nibbana dalam pandangan Buddha dan nihilisme. Dari situlah saya tahu Pak Hudoyo bukan berpandangan nihilisme.


Quote
Akan lebih objektif kalau Pak Hudoyo sendiri yang menjelaskan kepada khalayak ramai, kenapa dia terkadang menyatakan bahwa MMD = Ajaran Sang Buddha = ajaran J. Khrisnamurti adalah nihilisme; dan kadang kala dia menyatakan bahwa MMD = Ajaran Sang Buddha = ajaran J. Khrisnamurti adalah tidak nihilisme.

Tapi setahu saya Pak Hudoyo tidak pernah menjelaskan alasannya. Ataukah ada rekan-rekan yang tahu kalau Pak Hudoyo sudah memberikan penjelasan akan hal ini?
Kesamaan ajaran J.Khrisnamurti dan Buddhisme rasanya sudah sering dibicarakan Pak Hudoyo di board MMD atau J KhrisnaMurti.



Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Sankhitta Sutta yang universal akan memuat JMB 8; namun JMB 8 yang masih cenderung terbatas, ada kalanya tidak bisa memuat Sankhitta Sutta.

Sankhitta Sutta memuat sifat-sifat dari Ajaran Sang Buddha.
JMB8 merumuskan metode Jalan Tengah.
Hakikat dari sifat Ajaran Sang Buddha adalah Jalan Tengah.

Menurut Anda, apakah keterbatasan dari JMB8 dibanding Sankhitta Sutta?

Karena JMB 8 fokus pada sesuatu yang general, yang bisa jadi terbatasi oleh tradisi dan budaya setempat, pada waktu dan kondisi tertentu, namun bisa jadi tidak relevan di tradisi, budaya lain pada waktu dan kondisi berbeda.

Satu contohnya adalah "ucapan benar" yang sudah dibahas sebelumnya berkenaan dengan Thera Pilinda Vaccha. Bicara kasar atau tidak kasar adalah tergantung budaya setempat. Hal ini sebetulnya sudah dibahas dalam Upali Sutta yang menjelaskan semua perbuatan (juga ucapan) menjadi bermanfaat atau tidak, adalah tergantung pikiran. Semua pasti setuju bahwa pikiranlah yang terutama, namun apakah orang yang memegang JMB 8 secara mutlak mau mengakui irrelevansi ucapan dan perbuatan benar?

Contoh lain adalah pencaharian benar yang salah satunya tidak menjual racun. Apa definisi racun? Apakah kandungannya? Mana yang racun: selai kacang atau arsenik? Orang yang terkungkung pandangan JMB 8 secara mutlak sesungguhnya hanya akan tersesat dalam ketidak-tahuannya.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: bond on 25 August 2009, 04:11:49 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi yang relevan dalam vipassana di sini, talenta atau sila?

Keterampilan untuk mengembangkan sila-samadhi-panna.
Pertanyaan terakhir: apakah dalam vipassana, seseorang perlu mengetahui "ini sila, ini bukan", "ini dhamma, ini bukan", ataukah perlu menyadari bahwa "sila, dhamma, agama adalah bentukan pikiran"?

Dalam vipasanna, orang yg memiliki panna yg baik dan telah berkembang maka dengan otomatis mengetahui ketika menyadari semua fenomena termasuk ini sila, ini dhamma, ini bukan dhamma, ini bentukan pikiran, ini cetasika, ini nivarana. Panna dan konsentrasi akan membuat batin menjadi lentur. Menyadari dan mengetahui ini dhamma, ini bukan dhamma dst, bukanlah berpikir-pikir dengan analisa tetapi dengan adanya pengamatan terhadap subjek2 yg muncul dari menyadari hingga akhirnya mengetahui terjadi. Pengamatan disini saya sebut detached observer/pengamatan yg tidak melekat  dari subjek2 yg muncul dan terjadi secara alamiah. Dari mengetahui dari setiap kemunculan fenomena/subjek2 pada puncaknya disebut nyana2..





Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 25 August 2009, 05:19:33 PM
KAlau saya boleh selip dikit.....

kata "dalam vipassana tidak perlu JMB-8" sendiri sesungguhnya menjadi rancu.

Bisa diterjemahkan seolah saat bermeditasi vipassana, orang tidak perlu memikirkan mengenai JMB-8 -> jika demikian menjadi benar

tapi jika diterjemahkan bhw cukup hanya vipassana saja, tidak perlu melaksanakan JMB-8 -> ini yg menjadi keliru

mungkin hal ini yg perlu diluruskan terlebih dahulu

dan kedua, JMB-8 adalah latihan batin dimana setiap unsur, merupakan latihan terhadap cetasika/faktor batin tertentu yang kesemuanya mengkondisikan agar batin selalu berada dalam kondisi sobhana
Pernyataan mengenai JMB-8 adalah latihan batin, ditolak oleh HH


Jadi utk saya pribadi, sejauh ini berkesimpulan bhw HH hanya ingin vipassana saja, dan tidak perlu menjalankan JMB-8 sama sekali
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 25 August 2009, 06:07:04 PM
Isi adalah kosong, kosong adalah isi, bentuk2 dualisme seperti ini selama meditasi vipasana pun adalah merupakan kesalahan fatal, dalam MMD yang katanya ELING/sadari saja pun sepertinya masih dalam dualisme itu, melihat apa adanya merupakan hal yang paling benar dalam ajaran Buddha apakah praktisi MMD bisa melihat isi sebagai isi dan kosong sebagai kosong? Walahualam ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 25 August 2009, 06:09:26 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Pertanyaan terakhir: apakah dalam vipassana, seseorang perlu mengetahui "ini sila, ini bukan", "ini dhamma, ini bukan", ataukah perlu menyadari bahwa "sila, dhamma, agama adalah bentukan pikiran"?

Dalam vipassana, seseorang perlu menyadari perasaan, pencerapan, kesadaran dan bentuk-bentuk pikiran.

Lalu…?


Quote from: Kainyn_Kutho
Hanya bahasa saja. Seperti saya katakan, dalam terjemahan Bahasa Inggris, sering digunakan Extinction (kemusnahan). Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia juga saya pernah menemukan nibbana dijelaskan sebagai "musnah sepenuhnya". Sebetulnya tidak ada satu bahasa pun yang tepat menggambarkannya.

Sama seperti perasaan, tidak ada gambaran tepat mengenai perasaan. Seniman mengungkapkan perasaannya dalam berbagai media. Orang yang tidak mengerti hanya melihat medianya, hanya yang tertangkap indera, namun tidak menangkap ekspresi yang disampaikan. Mereka yang mampu melihat, mengerti dan memahami perasaannya, melampaui medianya. Begitu pula dalam dhamma dan kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mengerti maksud orang lain, hanya mampu menilai sebatas bahasa.

Maksud saya, bukan kemusnahan dalam arti:
- dari ada menjadi tiada
- dari tiada menjadi tiada

Kalau maksud yang disampaikan oleh seseorang itu masih berkutat di kedua poin tersebut, seindah dan seartistik apapun bahasa yang digunakan, tetap saja yang ditampilkan adalah “nihilisme”.


Quote from: Kainyn_Kutho
Sebelumnya, sudah pernah saya katakan bahwa saya pernah berbicara dengan Pak Hudoyo mengenai seorang umat lain yang mendebat saya tentang nibbana. Saya diskusi sedikit dengan Pak Hudoyo mengenai nibbana dalam pandangan Buddha dan nihilisme. Dari situlah saya tahu Pak Hudoyo bukan berpandangan nihilisme

Apakah Anda sudah memastikannya?


Quote from: Kainyn_Kutho
Kesamaan ajaran J.Khrisnamurti dan Buddhisme rasanya sudah sering dibicarakan Pak Hudoyo di board MMD atau J KhrisnaMurti.

Bukan itu yang saya tanyakan…

Yang saya tanyakan sebenarnya: “Kenapa Pak Hudoyo bilang nihilisme, tapi kemudian bilang lagi bukan nihilisme?”

Apa alasannya?


Quote from: Kainyn_Kutho
Karena JMB 8 fokus pada sesuatu yang general, yang bisa jadi terbatasi oleh tradisi dan budaya setempat, pada waktu dan kondisi tertentu, namun bisa jadi tidak relevan di tradisi, budaya lain pada waktu dan kondisi berbeda.

Satu contohnya adalah "ucapan benar" yang sudah dibahas sebelumnya berkenaan dengan Thera Pilinda Vaccha. Bicara kasar atau tidak kasar adalah tergantung budaya setempat. Hal ini sebetulnya sudah dibahas dalam Upali Sutta yang menjelaskan semua perbuatan (juga ucapan) menjadi bermanfaat atau tidak, adalah tergantung pikiran. Semua pasti setuju bahwa pikiranlah yang terutama, namun apakah orang yang memegang JMB 8 secara mutlak mau mengakui irrelevansi ucapan dan perbuatan benar?

Contoh lain adalah pencaharian benar yang salah satunya tidak menjual racun. Apa definisi racun? Apakah kandungannya? Mana yang racun: selai kacang atau arsenik? Orang yang terkungkung pandangan JMB 8 secara mutlak sesungguhnya hanya akan tersesat dalam ketidak-tahuannya.

Anda sendiri paham bahwa pikiran adalah pelopor. Seseorang yang berucap benar, tentulah tidak dilandasi dengan pikiran yang tidak benar. Jadi, bila di suatu tempat / lingkungan menilai ucapan seseorang itu adalah tidak baik (meskipun itu adalah ucapan benar), maka yang bermasalah adalah pendengarnya.

Definisi racun adalah zat yang dibuat dan digunakan dengan tujuan sebagai racun. Bukan cuma racun, biasanya banyak pemula yang juga bingung apakah menjual pisau dapur, gergaji, rokok, dsb. termasuk dalam perdagangan yang tidak benar atau tidak. Di sini kita perlu mengenali dengan jelas kriteria-krietrianya. Kalau kita sudah kenal jelas batasan-batasan kriterianya, kita tidak akan bingung mengenai berdagang racun atau bukan; juga termasuk nihilisme atau tidak nihilisme.


Seseorang tidak akan bisa terkungkung pada pandangan tentang JMB8 secara mutlak. JMB8 adalah ‘rakit’.

Justru amanat dari Sankhitta Sutta bisa dipandang secara generalisasi oleh orang awam, sehingga bisa muncul berbagai konsepsi. Yang bagaimanakah kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat itu?

- Apakah kerelaan untuk menomor-duakan diri sendiri dibanding Tuhan itu termasuk?
- Apakah kebebasan untuk berbuat sehingga tidak terikat pada peraturan agama itu termasuk?
- Apakah pelepasan moralitas sehingga tidak perlu mengumpulkan kebajikan itu termasuk?
- Apakah makan nasi satu butir sehari itu termasuk sedikit keinginan?
- Apakah puas dengan hanya memiliki satu istri itu termasuk kepuasan?
- Apakah bersikap introvert dan tidak bersosialisasi itu termasuk kesendirian?
- Apakah berbicara dengan lantang dan penuh gerak tubuh itu termasuk membangkitkan semangat?
- Apakah dengan bersikap penurut itu namanya mudah dirawat?

Semua pasti setuju bahwa Sankhitta Sutta itu menguraikan sifat-sifat Ajaran Sang Buddha. Namun apakah orang yang memegang isi Sankhitta Sutta secara garis besarnya mau mengakui irelevansi dari poin-poinnya?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: hatRed on 25 August 2009, 06:48:28 PM
om opa makin lama makin mantap...

di klik kiri deh  disuruh nunggu.,....
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 26 August 2009, 08:35:01 AM
Quote from: Kainyn_Kutho
Hanya bahasa saja. Seperti saya katakan, dalam terjemahan Bahasa Inggris, sering digunakan Extinction (kemusnahan). Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia juga saya pernah menemukan nibbana dijelaskan sebagai "musnah sepenuhnya". Sebetulnya tidak ada satu bahasa pun yang tepat menggambarkannya.

Sama seperti perasaan, tidak ada gambaran tepat mengenai perasaan. Seniman mengungkapkan perasaannya dalam berbagai media. Orang yang tidak mengerti hanya melihat medianya, hanya yang tertangkap indera, namun tidak menangkap ekspresi yang disampaikan. Mereka yang mampu melihat, mengerti dan memahami perasaannya, melampaui medianya. Begitu pula dalam dhamma dan kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mengerti maksud orang lain, hanya mampu menilai sebatas bahasa.

Maksud saya, bukan kemusnahan dalam arti:
- dari ada menjadi tiada
- dari tiada menjadi tiada

Kalau maksud yang disampaikan oleh seseorang itu masih berkutat di kedua poin tersebut, seindah dan seartistik apapun bahasa yang digunakan, tetap saja yang ditampilkan adalah “nihilisme”.

Jadi ingat salah satu tulisan ajahn chah yang berjudul 2 Bahasa

Disebutkan bahwa ada 2 bahasa yaitu bahasa awam/sehari2 dan bahasa dhamma

Misal kata sunya/kosong.
Dalam bahasa keseharian artinya tidak ada isi apapun, kosong, tidak ada objek di dalamnya

Tapi secara bahasa Dhamma, kosong adalah bebas dari kemelekatan

Disebutkan bahwa orang seringkali menggunakan bahasa yg keliru/rancu dalam menafsirkan sesuatu.
Misal saat membahas sunyata secara dhamma, orang mengartikannya sebagai sunyata secara bahasa keseharian
Bisa juga menggunakan bahasa dhamma, saat sedang membahas mengenai keadaan yg kosong secara umum

Isi artikel ini sangatlah menarik jika dipergunakan dalam melihat aspek nihilisme/bukan nihilisme, atau konsep melepas sehingga kita bisa lebih jelas melihat mengapa sampai terjadi "salah paham" seperti itu

Apalagi jika untuk 1 konsep, pegangan yg digunakan adalah rujukan awam seperti Wikipedia, KBBI, dsbnya

semoga bisa bermanfaat
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 26 August 2009, 08:57:19 AM
om ryu, itu yg saya liat dari kehidupan sehari2... entah yg anda liat...
Definisi Baik menurut om seperti apa?
baik definisi masyarakat aja, gak yg muluk2...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 26 August 2009, 09:43:38 AM
om ryu, itu yg saya liat dari kehidupan sehari2... entah yg anda liat...
Definisi Baik menurut om seperti apa?
baik definisi masyarakat aja, gak yg muluk2...
Berarti selama ini oom belom pernah melihat romo, bhante dll yang bener ya?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 26 August 2009, 11:53:30 AM
dan kedua, JMB-8 adalah latihan batin dimana setiap unsur, merupakan latihan terhadap cetasika/faktor batin tertentu yang kesemuanya mengkondisikan agar batin selalu berada dalam kondisi sobhana
Pernyataan mengenai JMB-8 adalah latihan batin, ditolak oleh HH

Biar memperjelas mengenai JMB-8 yg sesungguhnya merupakan latihan batin

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html

Quote
Penjelasan Jalan Mulia Berunsur 8 secara Abhidhamma

Banyak yg menyebut seolah Jalan Mulia Berunsur 8 adalah hal yg terpisah-pisah, dan menjadi hal yg eksternal alias tidak berpengaruh pada diri si pelaku

Mari kita semua melihat kembali secara Abhidhamma, yaitu :

1. Samma Ditthi (Pandangan Benar) : Panna cetasika (cetasika mengenai kebijaksanaan, ada di Pannindriya-cetasika 1)

2. Samma Sankappa (Pikiran Benar) : Vitakka Cetasika (cetasika mengenai perenungan permulaan, ada di Pakinnaka cetasika 6)


3. Samma Vaca (Ucapan Benar) : Sammavaca cetasika

4. Samma Kammanta (Perbuatan Benar) : Sammakammanta cetasika

5. Samma Ajiva (Mata Pencaharian Benar) : Sammaajiva cetasika

no 3-5, ada pada Virati cetasika, yaitu cetasika yg mengontrol


6. Samma Vayama (Daya upaya Benar) : Viriya Cetasika (Semangat/usaha, termasuk dalam Pakinnaka cetasika 6 juga)

7. Samma Sati (Perhatian Benar) : Sati Cetasika (sadar/ingat, termasuk dalam sobhanasadharana cetasika 25)

8. Samma Samadhi (Konsentrasi Benar) : Ekaggata cetasika (pemusatan pikiran, termasuk dalam sabbacittasadharana 7)


Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi
- sabbacittasadharana 7,
- Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana),
- sobhanasadharana cetasika 19,
- virati cetasika 3 dan
- pannindriya cetasika 1

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

semoga bisa bermanfaat

metta   _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 26 August 2009, 12:04:12 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Pertanyaan terakhir: apakah dalam vipassana, seseorang perlu mengetahui "ini sila, ini bukan", "ini dhamma, ini bukan", ataukah perlu menyadari bahwa "sila, dhamma, agama adalah bentukan pikiran"?

Dalam vipassana, seseorang perlu menyadari perasaan, pencerapan, kesadaran dan bentuk-bentuk pikiran.

Lalu…?
Jika pengamatan dalam vipassana adalah perasaan, pencerapan, tubuh, dan bentuk pikiran, maka tidak ada pengamatan "ini sila, ini bukan sila" karena dengan vipassana seseorang menyadari bahwa hal demikian adalah bentukan pikiran. Demikian pula tentang JMB 8, tentang 4 KM, bahkan ide tentang Satipatthana membawa pada nibbana juga adalah bentukan pikiran. Dengan begitu, apakah pernyataan "pengetahuan sila dan doktrin tidak relevan dalam vipassana" adalah keliru? Apakah seseorang perlu doktrin JMB 8, 4 KM dsb untuk menjalankan Vipassana?


Quote
Maksud saya, bukan kemusnahan dalam arti:
- dari ada menjadi tiada
- dari tiada menjadi tiada

Kalau maksud yang disampaikan oleh seseorang itu masih berkutat di kedua poin tersebut, seindah dan seartistik apapun bahasa yang digunakan, tetap saja yang ditampilkan adalah “nihilisme”.
:) no comment.

Quote
Apakah Anda sudah memastikannya?
Setidaknya dari sudut pandang saya demikian. Apakah saya pun berpandangan nihilisme menurut orang lain? Saya tidak tahu.

Quote
Bukan itu yang saya tanyakan…

Yang saya tanyakan sebenarnya: “Kenapa Pak Hudoyo bilang nihilisme, tapi kemudian bilang lagi bukan nihilisme?”

Apa alasannya?
Untuk pastinya, silahkan tanya Pak Hudoyo.
Kalau saya, hanya bisa memberikan penjelasan bahwa lain orang, lain konteks, lain pula bahasanya.


Quote
Anda sendiri paham bahwa pikiran adalah pelopor. Seseorang yang berucap benar, tentulah tidak dilandasi dengan pikiran yang tidak benar. Jadi, bila di suatu tempat / lingkungan menilai ucapan seseorang itu adalah tidak baik (meskipun itu adalah ucapan benar), maka yang bermasalah adalah pendengarnya.
Sekali lagi, bisa jelaskan kasus Thera Pilinda Vaccha? Mengapa dari pikiran benar seorang Arahat, bisa keluar ucapan yang menurut JMB 8 adalah "tidak benar"?


Quote
Definisi racun adalah zat yang dibuat dan digunakan dengan tujuan sebagai racun.
Apakah ketika kita menjual, kita bertanya kepada orang lain apa yang akan dilakukan dengan produk kita? Atau kembali lagi, hanya generalisasi saja?


Quote
Bukan cuma racun, biasanya banyak pemula yang juga bingung apakah menjual pisau dapur, gergaji, rokok, dsb. termasuk dalam perdagangan yang tidak benar atau tidak. Di sini kita perlu mengenali dengan jelas kriteria-krietrianya. Kalau kita sudah kenal jelas batasan-batasan kriterianya, kita tidak akan bingung mengenai berdagang racun atau bukan; juga termasuk nihilisme atau tidak nihilisme.
Ya, tidak usah yang rumit2 seperti "nihilisme". Silahkan jawab yang simple dulu, mana yang racun: selai kacang atau arsenik?


Quote
Seseorang tidak akan bisa terkungkung pada pandangan tentang JMB8 secara mutlak. JMB8 adalah ‘rakit’.

Justru amanat dari Sankhitta Sutta bisa dipandang secara generalisasi oleh orang awam, sehingga bisa muncul berbagai konsepsi. Yang bagaimanakah kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat itu?

- Apakah kerelaan untuk menomor-duakan diri sendiri dibanding Tuhan itu termasuk?
- Apakah kebebasan untuk berbuat sehingga tidak terikat pada peraturan agama itu termasuk?
- Apakah pelepasan moralitas sehingga tidak perlu mengumpulkan kebajikan itu termasuk?
- Apakah makan nasi satu butir sehari itu termasuk sedikit keinginan?
- Apakah puas dengan hanya memiliki satu istri itu termasuk kepuasan?
- Apakah bersikap introvert dan tidak bersosialisasi itu termasuk kesendirian?
- Apakah berbicara dengan lantang dan penuh gerak tubuh itu termasuk membangkitkan semangat?
- Apakah dengan bersikap penurut itu namanya mudah dirawat?

Semua pasti setuju bahwa Sankhitta Sutta itu menguraikan sifat-sifat Ajaran Sang Buddha. Namun apakah orang yang memegang isi Sankhitta Sutta secara garis besarnya mau mengakui irelevansi dari poin-poinnya?

Jadi begitu cara anda memandang dan menggunakan Sankhitta Sutta? :)
Saya beri contoh bagaimana saya menggunakan Sankhitta Sutta.
Mengenai Tuhan:
- Apakah menyandarkan diri pada suatu ide (apakah Tuhan atau doktrin lain) membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Bersandar pada ide (akan Tuhan ataupun doktrin lainnya) akan membawa orang pada kecenderungan menggenggam, tidak melepaskan dan tidak menyadari hal tersebut adalah bentukan pikiran. Terbelenggu demikian, tidak akan membawa pada kebebasan bathin.


Mengenai moralitas
- Apakah melanggar moralitas membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Melanggar moralitas adalah mengikuti nafsu, yang berarti banyak keinginan. Kebiasaan mengikuti nafsu menjadi belenggu, bukan kebebasan. Melanggar moralitas biasa adalah merugikan orang lain yang sudah pasti tidak mudah dirawat, dan lain sebagainya. 
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 26 August 2009, 02:13:56 PM
Berarti selama ini oom belom pernah melihat romo, bhante dll yang bener ya?
yg saya bilang di atas kan "jadi baik", kata "jadi" itu maksudnya berubah, ada transformasi dari buruk jadi baik...
yg saya amati, ada yg "jadi baik" tapi secara superfisial...
kayak gak bunuh nyamuk, tapi sama sodara berantem. atao nurut ama bhante, tapi bilang orang tuanya bodo. macem2.
ini pengamatan kecil2an di lingkungan saya. mungkin salah, mungkin berbeda dengan pengamatan anda...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 26 August 2009, 02:32:00 PM
Berarti selama ini oom belom pernah melihat romo, bhante dll yang bener ya?
yg saya bilang di atas kan "jadi baik", kata "jadi" itu maksudnya berubah, ada transformasi dari buruk jadi baik...
yg saya amati, ada yg "jadi baik" tapi secara superfisial...
kayak gak bunuh nyamuk, tapi sama sodara berantem. atao nurut ama bhante, tapi bilang orang tuanya bodo. macem2.
ini pengamatan kecil2an di lingkungan saya. mungkin salah, mungkin berbeda dengan pengamatan anda...

Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 26 August 2009, 02:37:11 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Jika pengamatan dalam vipassana adalah perasaan, pencerapan, tubuh, dan bentuk pikiran, maka tidak ada pengamatan "ini sila, ini bukan sila" karena dengan vipassana seseorang menyadari bahwa hal demikian adalah bentukan pikiran. Demikian pula tentang JMB 8, tentang 4 KM, bahkan ide tentang Satipatthana membawa pada nibbana juga adalah bentukan pikiran. Dengan begitu, apakah pernyataan "pengetahuan sila dan doktrin tidak relevan dalam vipassana" adalah keliru? Apakah seseorang perlu doktrin JMB 8, 4 KM dsb untuk menjalankan Vipassana?

Vipassana itu bagian dari JMB8. Dan lagi pula… dalam vipassana, seseorang memang perlu meyadari semua bentukan batin; bahkan termasuk mengenali bentukan batin yang mendasari perbuatan-perbuatannya yang pernah ia lakukan.

Ini sama seperti analogi: “dalam berucap benar, adalah tidak relevan untuk bervipassana”. Sudah saya tekankan dari kemarin-kemarin, vipassana itu sendiri adalah salah satu ruas jalan dalam JMB8. Vipassana ini didukung oleh ruas-ruas jalan lainnya, yang salah satunya adalah bagian moralitas.

Lihatlah bahwa vipassana sebenarnya adalah satu metode (ruas jalan). Jangan menilai vipassana sebagai bagian terpisah dari JMB8. Telaah kembali apa yang disiratkan dalam aspek samadhi di JMB8! :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Setidaknya dari sudut pandang saya demikian. Apakah saya pun berpandangan nihilisme menurut orang lain? Saya tidak tahu.

Saya tidak mempermasalahkan bagaimana pandangan Anda. Yang saya ingin tahu, apakah memang Anda sudah memastikan bahwa Pak Hudoyo tidak memegang pandangan “dari ada menjadi tiada” dan atau “dari tiada menjadi tiada”.

Itu saja yang perlu diverifikasi. Setelah itu, bisa kita konklusikan apakah Pak Hudoyo memang penganut pandangan nihilisme atau bukan.


Quote from: Kainyn_Kutho
Untuk pastinya, silahkan tanya Pak Hudoyo.
Kalau saya, hanya bisa memberikan penjelasan bahwa lain orang, lain konteks, lain pula bahasanya

OK. Kalau begitu tidak apa-apa…


Quote from: Kainyn_Kutho
Sekali lagi, bisa jelaskan kasus Thera Pilinda Vaccha? Mengapa dari pikiran benar seorang Arahat, bisa keluar ucapan yang menurut JMB 8 adalah "tidak benar"?

Thera Pilinda Vaccha sering mengucapkan “vasala” karena akibat tumpukkan kamma di kehidupan lampaunya. Beliau tidak berniat merendahkan orang lain dengan sebutan itu. Beliau sudah memiliki kecenderungan untuk berucap seperti itu (kebiasaan).

Karena tanpa niat untuk merendahkan, maka kasus itu tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai melenceng dari ucapan benar. Kasus ini mirip dengan kisah Cakkuphala Thera yang tanpa niat buruk, namun ternyata telah membunuh banyak serangga.


Quote from: Kainyn_Kutho
Apakah ketika kita menjual, kita bertanya kepada orang lain apa yang akan dilakukan dengan produk kita? Atau kembali lagi, hanya generalisasi saja?

Bila kita menjual pisau dapur dengan kesadaran bahwa pisau itu untuk digunakan sebagai peralatan memasak di dapur, kita tidak memperdagangkan senjata. Lain halnya jika kita memang menjual pisau dapur dengan tujuan menjadikan pisau sebagai senjata tajam.

Bila kita menjual pisau dapur sebagai peralatan memasak, namun ternyata disalah-gunakan oleh si pembeli dengan memakainya untuk membunuh seseorang, maka itu adalah konsekuensi dari si pembeli. Kita yang menjual pisau dapur tidak berkontribusi terlalu jauh sampai di sana.

Jangankan pisau dapur atau racun. Jika saya menjual televisi berwarna, si pembeli juga bisa menggunakan televisi tersebut sebagai alat untuk membunuh seseorang dengan menghantamnya ke kepala korban.

Lantas apakah televisi itu juga termasuk senjata?


Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, tidak usah yang rumit2 seperti "nihilisme". Silahkan jawab yang simple dulu, mana yang racun: selai kacang atau arsenik?

Arsenik. Asalkan bahan kimia tersebut memang diperdagangkan sebagai racun.


Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi begitu cara anda memandang dan menggunakan Sankhitta Sutta? :)
Saya beri contoh bagaimana saya menggunakan Sankhitta Sutta.
Mengenai Tuhan:
- Apakah menyandarkan diri pada suatu ide (apakah Tuhan atau doktrin lain) membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Bersandar pada ide (akan Tuhan ataupun doktrin lainnya) akan membawa orang pada kecenderungan menggenggam, tidak melepaskan dan tidak menyadari hal tersebut adalah bentukan pikiran. Terbelenggu demikian, tidak akan membawa pada kebebasan bathin.


Mengenai moralitas
- Apakah melanggar moralitas membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Melanggar moralitas adalah mengikuti nafsu, yang berarti banyak keinginan. Kebiasaan mengikuti nafsu menjadi belenggu, bukan kebebasan. Melanggar moralitas biasa adalah merugikan orang lain yang sudah pasti tidak mudah dirawat, dan lain sebagainya.

Saya tidak memandang isi Sankhitta Sutta seperti itu. :) Saya hanya menyinggung, bahwa orang awam pun bisa menilai bagaimana itu kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; sesuai dengan versinya masing-masing. Apalagi dalam Sankhitta Sutta sendiri tidak diuraikan penjelasan detil dari poin-poinnya.


Kembali saya perjelas pertanyaan saya sebelumnya…

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika konteks yang terkandung dalam poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Seperti yang saya singgung sebelumnya, makna dari “kerelaan” sendiri bisa bervariasi antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika metode guna mencapai poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Isi dari Sankhitta Sutta hanya menekankan sifat-sifat. Tapi tidak menguraikan metode untuk bisa mencapai sifat-sifat seperti itu. Maka juga akan ada banyak variasi metode antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.
Tidak usah menyatakan Sankhitta Sutta dengan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun dibanding JMB8. Menurut saya, tiga baris di Ovada Patimokkha (tidak berbuat kejahatan, kembangkan perbuatan baik, sucikan pikiran) itu lebih universal bagi budaya manapun. Tapi yang perlu kita perhatikan, ternyata Ovada Patimokkha dan Sankhitta Sutta pun sebenarnya bermuara pada metode Jalan Tengah (JMB8).
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 26 August 2009, 02:39:24 PM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 26 August 2009, 02:58:19 PM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...

bisa sharing contoh pengamatan Bro Morph..?

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 26 August 2009, 03:16:51 PM
lho, om will, pengamatan saya kan ada di atas... 1-2 halaman di atas sana.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 26 August 2009, 04:16:26 PM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...
Kalau Menurut om Morph Orang baik itu seperti JK dan Pak Hudoyo saya juga no comment deh ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 26 August 2009, 05:02:51 PM
Vipassana itu bagian dari JMB8. Dan lagi pula… dalam vipassana, seseorang memang perlu meyadari semua bentukan batin; bahkan termasuk mengenali bentukan batin yang mendasari perbuatan-perbuatannya yang pernah ia lakukan.

Ini sama seperti analogi: “dalam berucap benar, adalah tidak relevan untuk bervipassana”. Sudah saya tekankan dari kemarin-kemarin, vipassana itu sendiri adalah salah satu ruas jalan dalam JMB8. Vipassana ini didukung oleh ruas-ruas jalan lainnya, yang salah satunya adalah bagian moralitas.

Lihatlah bahwa vipassana sebenarnya adalah satu metode (ruas jalan). Jangan menilai vipassana sebagai bagian terpisah dari JMB8. Telaah kembali apa yang disiratkan dalam aspek samadhi di JMB8! :)

Pandangan saya begini:
- Relevansi moralitas dengan Vipassana hanyalah pada sila mendukung kondisi (seperti sedikit gangguan dan terlahir di alam yang baik). Keberhasilan seseorang dalam Vipassana adalah ditentukan oleh latihannya (baik di hidup ini atau masa lampau), BUKAN sila-nya. Jadi moralitas seseorang, seberapapun tingginya, tidak mempengaruhi keberhasilan Vipassana seseorang. Namun seseorang yang berkembang Vipassananya, pasti memiliki moralitas tinggi.
Kalau saya umpamakan, sila itu adalah harta, vipassana adalah belajar. Harta mendukung seseorang belajar dengan baik (bisa belajar di sekolah yang baik, beli peralatan belajar), namun banyaknya harta seseorang tidak membuat seseorang menjadi lebih pandai.

- Dalam Vipassana, segala pandangan tentang sila, doktrin, ajaran, dan lain sebagainya, adalah tidak relevan, karena seseorang bervipassana mengamati bathin dan jasmani. Seseorang bisa berlatih vipassana dengan atau tanpa pengetahuan sila, doktrin, atau ajaran tersebut.

Mungkin kita punya pandangan berbeda, biarlah demikian, saya tidak akan bahas lebih jauh.


Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Setidaknya dari sudut pandang saya demikian. Apakah saya pun berpandangan nihilisme menurut orang lain? Saya tidak tahu.

Saya tidak mempermasalahkan bagaimana pandangan Anda. Yang saya ingin tahu, apakah memang Anda sudah memastikan bahwa Pak Hudoyo tidak memegang pandangan “dari ada menjadi tiada” dan atau “dari tiada menjadi tiada”.

Itu saja yang perlu diverifikasi. Setelah itu, bisa kita konklusikan apakah Pak Hudoyo memang penganut pandangan nihilisme atau bukan.
Saya sampaikan yang saya ingat. Pak Hudoyo mengatakan bahwa perbedaan ajaran Buddha dengan Nihilisme adalah Buddha mengajarkan bahwa fenomena kehidupan adalah gerak pikiran (yang adalah dukkha) dan nibbana adalah terhentinya dukkha tersebut, tidak ada sangkut paut dengan "atta"; sedangkan nihilisme melihat dari sudut pandang kehidupan merupakan diri/atta, yang kemudian hancur.


Quote
Thera Pilinda Vaccha sering mengucapkan “vasala” karena akibat tumpukkan kamma di kehidupan lampaunya. Beliau tidak berniat merendahkan orang lain dengan sebutan itu. Beliau sudah memiliki kecenderungan untuk berucap seperti itu (kebiasaan).

Karena tanpa niat untuk merendahkan, maka kasus itu tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai melenceng dari ucapan benar. Kasus ini mirip dengan kisah Cakkuphala Thera yang tanpa niat buruk, namun ternyata telah membunuh banyak serangga.
Berarti dalam hal ini, faktor ucapan benar (yang mengatakan tidak berkata kasar) menjadi relatif, bukan? Relatif terhadap pikiran.

Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Apakah ketika kita menjual, kita bertanya kepada orang lain apa yang akan dilakukan dengan produk kita? Atau kembali lagi, hanya generalisasi saja?

Bila kita menjual pisau dapur dengan kesadaran bahwa pisau itu untuk digunakan sebagai peralatan memasak di dapur, kita tidak memperdagangkan senjata. Lain halnya jika kita memang menjual pisau dapur dengan tujuan menjadikan pisau sebagai senjata tajam.

Bila kita menjual pisau dapur sebagai peralatan memasak, namun ternyata disalah-gunakan oleh si pembeli dengan memakainya untuk membunuh seseorang, maka itu adalah konsekuensi dari si pembeli. Kita yang menjual pisau dapur tidak berkontribusi terlalu jauh sampai di sana.

Jangankan pisau dapur atau racun. Jika saya menjual televisi berwarna, si pembeli juga bisa menggunakan televisi tersebut sebagai alat untuk membunuh seseorang dengan menghantamnya ke kepala korban.

Lantas apakah televisi itu juga termasuk senjata?

Quote from: Kainyn_Kutho
Ya, tidak usah yang rumit2 seperti "nihilisme". Silahkan jawab yang simple dulu, mana yang racun: selai kacang atau arsenik?

Arsenik. Asalkan bahan kimia tersebut memang diperdagangkan sebagai racun.
Demikianlah menurut saya keterbatasan faktor JMB 8 yang berfokus pada objek.

Objek netral seperti arsenik yang secara general, penggunaannya adalah sebagai racun sementara selai kacang adalah makanan. Namun Arsenik Trioxida digunakan dalam terapi Leukemia promyelositik akut. Di lain pihak, ada orang dengan alergi hipersensitif, bisa meninggal (karena respons yang dikenal dengan anaphylactic shock) bahkan hanya dengan sentuhan (selai) kacang.
Demikian pula bicara 'kasar' adalah kondisional. Bagi masyarakat tertentu, budaya tertentu, bicara kasar tidaklah dinilai kasar. Kata-kata tetaplah objek netral.

Kita bisa berputar-putar menentukan objek "benar & salah" (seperti UU Pornografi & Pornoaksi) dengan argumentasi tanpa akhir, namun sebenarnya semua hanyalah kembali pada subjeknya. Ketika kembali pada subjek, pada pikiran, maka regulasi mengenai objek netral (seperti kasar/tidaknya ucapan, jahat/tidaknya perbuatan badani, haram/halalnya mata pencaharian) akan menjadi tidak berarti dengan sendirinya (dan semuanya dikembalikan lagi pada pikiran benar). Dengan kata lain, seperti saya sebutkan sebelumnya, JMB 8 pun menjadi tidak universal.


Quote
Saya tidak memandang isi Sankhitta Sutta seperti itu. :) Saya hanya menyinggung, bahwa orang awam pun bisa menilai bagaimana itu kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; sesuai dengan versinya masing-masing. Apalagi dalam Sankhitta Sutta sendiri tidak diuraikan penjelasan detil dari poin-poinnya.

Kembali saya perjelas pertanyaan saya sebelumnya…

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika konteks yang terkandung dalam poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Seperti yang saya singgung sebelumnya, makna dari “kerelaan” sendiri bisa bervariasi antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika metode guna mencapai poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Isi dari Sankhitta Sutta hanya menekankan sifat-sifat. Tapi tidak menguraikan metode untuk bisa mencapai sifat-sifat seperti itu. Maka juga akan ada banyak variasi metode antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.
Tidak usah menyatakan Sankhitta Sutta dengan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun dibanding JMB8. Menurut saya, tiga baris di Ovada Patimokkha (tidak berbuat kejahatan, kembangkan perbuatan baik, sucikan pikiran) itu lebih universal bagi budaya manapun. Tapi yang perlu kita perhatikan, ternyata Ovada Patimokkha dan Sankhitta Sutta pun sebenarnya bermuara pada metode Jalan Tengah (JMB8).

Bagi saya, semua juga butuh penjelasan. Itulah sebabnya seseorang perlu bertanya, berdiskusi, bahkan berguru, bukan baca, tebak-tebakan dan tafsir seenaknya.

Apakah point dalam Sankhitta Sutta tidak jelas? YA, bagi orang awam yang tidak pernah baca sutta dan sama sekali asing dengan Bahasa Pali. Tidak demikian bagi yang menyelidiki. Misalnya "viraga/saraga" dalam Bahasa Pali, selalu berkenaan dengan bathin (citta), yaitu yang berhubungan dengan hawa nafsu; "acaya/apacaya" adalah pengumpulan benda/objek yang sifatnya memberi kesenangan duniawi (indrawi). Juga kata-kata seperti Samyoga dan Viriya sangat banyak pembahasan detailnya dalam Sutta lain.

Istilah Pali lebih kaya dan penggunaannya jauh lebih spesifik dan detail, berbeda dengan Bahasa Indonesia. Jika seseorang mau sedikit belajar dan mencari tahu lebih banyak, mengerti Sankhitta Sutta dengan benar tanpa bias tidaklah sesulit itu.

Di sini pun kita berbeda opini dan saya rasa tidak ada gunanya diteruskan mengenai JMB 8 & Sankhitta Sutta.

Terima kasih atas diskusinya, bro upasaka.
 _/\_

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 26 August 2009, 05:16:45 PM
Quote
Demikianlah menurut saya keterbatasan faktor JMB 8 yang berfokus pada objek.

Objek netral seperti arsenik yang secara general, penggunaannya adalah sebagai racun sementara selai kacang adalah makanan. Namun Arsenik Trioxida digunakan dalam terapi Leukemia promyelositik akut. Di lain pihak, ada orang dengan alergi hipersensitif, bisa meninggal (karena respons yang dikenal dengan anaphylactic shock) bahkan hanya dengan sentuhan (selai) kacang.
Demikian pula bicara 'kasar' adalah kondisional. Bagi masyarakat tertentu, budaya tertentu, bicara kasar tidaklah dinilai kasar. Kata-kata tetaplah objek netral.

Kita bisa berputar-putar menentukan objek "benar & salah" (seperti UU Pornografi & Pornoaksi) dengan argumentasi tanpa akhir, namun sebenarnya semua hanyalah kembali pada subjeknya. Ketika kembali pada subjek, pada pikiran, maka regulasi mengenai objek netral (seperti kasar/tidaknya ucapan, jahat/tidaknya perbuatan badani, haram/halalnya mata pencaharian) akan menjadi tidak berarti dengan sendirinya (dan semuanya dikembalikan lagi pada pikiran benar). Dengan kata lain, seperti saya sebutkan sebelumnya, JMB 8 pun menjadi tidak universal.
bukankah di sini pentingnya pandangan benar, seperti Buddha menerangkan pandangan benar di CULASIHANADA SUTTA & KOSAMBIYA SUTTA
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 26 August 2009, 05:22:30 PM
 [at] kainyn, mau tanya kalau perbuatan baik dan buruk itu katanya tidak relevan dalam vipasana, nah apakah berarti perbuatan baik dan buruk itu tidak berguna? sedangkan Buddha saja jelas2 mengatakan perbuatan baik itu berguna.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 26 August 2009, 10:40:17 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Pandangan saya begini:
- Relevansi moralitas dengan Vipassana hanyalah pada sila mendukung kondisi (seperti sedikit gangguan dan terlahir di alam yang baik). Keberhasilan seseorang dalam Vipassana adalah ditentukan oleh latihannya (baik di hidup ini atau masa lampau), BUKAN sila-nya. Jadi moralitas seseorang, seberapapun tingginya, tidak mempengaruhi keberhasilan Vipassana seseorang. Namun seseorang yang berkembang Vipassananya, pasti memiliki moralitas tinggi.
Kalau saya umpamakan, sila itu adalah harta, vipassana adalah belajar. Harta mendukung seseorang belajar dengan baik (bisa belajar di sekolah yang baik, beli peralatan belajar), namun banyaknya harta seseorang tidak membuat seseorang menjadi lebih pandai.

- Dalam Vipassana, segala pandangan tentang sila, doktrin, ajaran, dan lain sebagainya, adalah tidak relevan, karena seseorang bervipassana mengamati bathin dan jasmani. Seseorang bisa berlatih vipassana dengan atau tanpa pengetahuan sila, doktrin, atau ajaran tersebut.

Mungkin kita punya pandangan berbeda, biarlah demikian, saya tidak akan bahas lebih jauh.

Saya memang selama ini menyatakan bahwa moralitas dan vipassana itu saling mendukung. Sila-samadhi-panna itu berkesinambungan, ketiganya merupakan satu paket. Ketika bervipassana, tentu saja sila dan panna tidak relevan di dalamnya. Yang relevan dalam bervipassana adalah perhatian dan konsentrasi. Tapi samadhi bukanlah satu aspek yang dapat berdiri sendiri. Ia harus didukung pula oleh aspek sila dan panna.

Persoalannya... Pak Hudoyo menyatakan bahwa tidak ada jalan untuk mengakhiri dukkha; lebih lanjut kemudian ia memodifikasinya dengan menyatakan "dalam vipassana, JMB8 adalah tidak relevan". Sekilas nampaknya logis. Namun jika kita mengikuti perjalanan diskusi, yang dibicarakan adalah konteks "JMB8 adalah metode untuk mengakhiri dukkha". Dan justru hal itu ditentang oleh Pak Hudoyo. Jadi bukannya masalah pengetahuan akan JMB8 itu yang tidak relevan.

Saya melihat bahwa vipassana itu merupakan salah satu ruas dari JMB8. Entah apakah Anda setuju atau tidak. Orang yang menjalankan sila, akan memperoleh kenyamanan dalam menjalani hidup. Nampaknya Anda selalu mendeskripsikan sila sebagai harta yang akan memberi kenyamanan di kehidupan berikutnya. Kalau saya justru melihat sila itu penting dikembangkan untuk menunjang vipassana, karena manfaatnya tumbuh di saat ini.

Orang yang mengembangkan sila, akan bertindak-tanduk secara terhormat dan bermoral. Ia akan mendapatkan kenyamanan di hidup ini juga. Orang yang mengembangkan sila akan hidup bahagia dan tenang. Selanjutnya ketika ia melakukan samadhi, ia akan menyelami bentukan-bentukan batin; ia akan melihat realita. Setelah bangkit dari samadhi, ia memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan untuk mengembangkan aspek panna. Aspek panna ini akan mendorongnya untuk bertindak penuh moralitas, sehingga sila terus dikembangkan. Begitulah kesinambungan dari JMB8. Oleh karena itu ada orang yang mencapai Pembebasan karena keyakinan, perenungan maupun kebijaksanaan. Semua itu turut dipengaruhi oleh sejauh mana titik kulminasi dari aspek sila-samadhi-panna yang dikembangkan orang itu.


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya sampaikan yang saya ingat. Pak Hudoyo mengatakan bahwa perbedaan ajaran Buddha dengan Nihilisme adalah Buddha mengajarkan bahwa fenomena kehidupan adalah gerak pikiran (yang adalah dukkha) dan nibbana adalah terhentinya dukkha tersebut, tidak ada sangkut paut dengan "atta"; sedangkan nihilisme melihat dari sudut pandang kehidupan merupakan diri/atta, yang kemudian hancur.

Mungkin lebih tepatnya, paham nihilisme menjelaskan akan adanya suatu "diri" yang akan meraih Pembebasan dengan cara melenyapkan "diri" itu sendiri.

Ya, kita sama-sama berspekulasi tentang pandangan dari seorang Pak Hudoyo...


Quote from: Kainyn_Kutho
Berarti dalam hal ini, faktor ucapan benar (yang mengatakan tidak berkata kasar) menjadi relatif, bukan? Relatif terhadap pikiran.

Bagi si pengucap (Thera Pilinda Vaccha), ucapan benar itu tidak relatif. Tapi bagi si pendengar, semua jenis ucapan bisa jadi relatif.


Quote from: Kainyn_Kutho
Demikianlah menurut saya keterbatasan faktor JMB 8 yang berfokus pada objek.

Objek netral seperti arsenik yang secara general, penggunaannya adalah sebagai racun sementara selai kacang adalah makanan. Namun Arsenik Trioxida digunakan dalam terapi Leukemia promyelositik akut. Di lain pihak, ada orang dengan alergi hipersensitif, bisa meninggal (karena respons yang dikenal dengan anaphylactic shock) bahkan hanya dengan sentuhan (selai) kacang.
Demikian pula bicara 'kasar' adalah kondisional. Bagi masyarakat tertentu, budaya tertentu, bicara kasar tidaklah dinilai kasar. Kata-kata tetaplah objek netral.

Kita bisa berputar-putar menentukan objek "benar & salah" (seperti UU Pornografi & Pornoaksi) dengan argumentasi tanpa akhir, namun sebenarnya semua hanyalah kembali pada subjeknya. Ketika kembali pada subjek, pada pikiran, maka regulasi mengenai objek netral (seperti kasar/tidaknya ucapan, jahat/tidaknya perbuatan badani, haram/halalnya mata pencaharian) akan menjadi tidak berarti dengan sendirinya (dan semuanya dikembalikan lagi pada pikiran benar). Dengan kata lain, seperti saya sebutkan sebelumnya, JMB 8 pun menjadi tidak universal.

Anda menilai JMB8 secara outside-in, Bro. Harus dicermati, bahwa Ajaran Sang Buddha itu menekankan kita untuk melihat dari dalam sendiri terlebih dahulu sebelum menuangkannya ke luar. Menurut pemahaman saya, JMB8 memang tidak lagi sebagai jalan yang universal. Itu karena orang-orang pada umumnya melihat secara subjektif.

JMB8 yang diajarkan Sang Buddha itu dalam metode yang menuntun dari dan ke dalam batin. Bukannya jalan yang membuat orang supaya terlihat sempurna di luar, tapi bobrok di dalam.

Mungkin ada orang yang bersikukuh menganggap kisah Thera Pilinda Vaccha, kisah Cakkuphala Thera, maupun berdagang arsenik dan selai kacang; menunjukkan irelevansi dari JMB8. Tapi yang perlu dipahami adalah: "JMB8 berbicara mengenai Jalan Tengah untuk memoles batin diri sendiri*". Karena itu, pikiran dan kehendaklah yang paling vital dalam setiap aspeknya. Dari sinilah kita menilai apakah kisah-kasus tersebut memang menunjukkan irelevansinya atau tidak.

*Karena itulah banyak yang memandang Buddhisme (terutama Aliran Theravada) adalah ajaran yang egosentris.


Quote from: Kainyn_Kutho
Bagi saya, semua juga butuh penjelasan. Itulah sebabnya seseorang perlu bertanya, berdiskusi, bahkan berguru, bukan baca, tebak-tebakan dan tafsir seenaknya.

Apakah point dalam Sankhitta Sutta tidak jelas? YA, bagi orang awam yang tidak pernah baca sutta dan sama sekali asing dengan Bahasa Pali. Tidak demikian bagi yang menyelidiki. Misalnya "viraga/saraga" dalam Bahasa Pali, selalu berkenaan dengan bathin (citta), yaitu yang berhubungan dengan hawa nafsu; "acaya/apacaya" adalah pengumpulan benda/objek yang sifatnya memberi kesenangan duniawi (indrawi). Juga kata-kata seperti Samyoga dan Viriya sangat banyak pembahasan detailnya dalam Sutta lain.

Istilah Pali lebih kaya dan penggunaannya jauh lebih spesifik dan detail, berbeda dengan Bahasa Indonesia. Jika seseorang mau sedikit belajar dan mencari tahu lebih banyak, mengerti Sankhitta Sutta dengan benar tanpa bias tidaklah sesulit itu.

Di sini pun kita berbeda opini dan saya rasa tidak ada gunanya diteruskan mengenai JMB 8 & Sankhitta Sutta.

Terima kasih atas diskusinya, bro upasaka.
  _/\_

Itu rumitnya Bro kalau tidak ada metode yang jelas untuk meresapi makna dari Sankhitta Sutta. Bertanya, berdiskusi dan berguru pun tidak bisa dijadikan patokan utama. Karena sifatnya hanya mencari informasi dari luar dan kita menyimpulkan sendiri semua informasi yang kita tangkap.

Pada kenyataannya, kita cenderung menganalisa dan menyimpulkan suatu informasi berdasarkan pemahaman intelektual, pengalaman, daya imajinasi, kecerdasan emosi, dsb. yang bersifat subjektif. Di sinilah kita baru menyadari betapa pentingnya metode yang jelas. Dan dalam JMB8, metode itu dijabarkan dengan jelas. JMB8 itu pun sebenarnya hanya sebuah informasi. Namun metode itu menunjukkan dengan jelas semua informasi (Samutti Sacca) yang dapat menunjang kita untuk menyelami sendiri Kebenaran Mutlak (Paramattha Sacca).


Semoga kita bisa mendiskusikan banyak hal kelak. Tidak hanya di dunia maya, tapi juga di dunia nyata.
Terima kasih.
 _/\_
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 26 August 2009, 10:49:42 PM
 [at] upasaka : AKANKHEYYA SUTTA ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Nevada on 26 August 2009, 11:04:30 PM
[at] upasaka : AKANKHEYYA SUTTA ;D

Iya. :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 27 August 2009, 10:31:24 AM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...
Kalau Menurut om Morph Orang baik itu seperti JK dan Pak Hudoyo saya juga no comment deh ;D
kalo menurut anda dua orang ini nyeleneh, abaikan saja... bukan dijadikan alasan tidak bermeditasi. apapun tekniknya.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 27 August 2009, 10:47:24 AM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...
Kalau Menurut om Morph Orang baik itu seperti JK dan Pak Hudoyo saya juga no comment deh ;D
kalo menurut anda dua orang ini nyeleneh, abaikan saja... bukan dijadikan alasan tidak bermeditasi. apapun tekniknya.

Sudah saya abaikan koq, saya sedang belajar zen ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 27 August 2009, 10:59:35 AM
Persoalannya... Pak Hudoyo menyatakan bahwa tidak ada jalan untuk mengakhiri dukkha; lebih lanjut kemudian ia memodifikasinya dengan menyatakan "dalam vipassana, JMB8 adalah tidak relevan". Sekilas nampaknya logis. Namun jika kita mengikuti perjalanan diskusi, yang dibicarakan adalah konteks "JMB8 adalah metode untuk mengakhiri dukkha". Dan justru hal itu ditentang oleh Pak Hudoyo. Jadi bukannya masalah pengetahuan akan JMB8 itu yang tidak relevan.
Mengenai ini sudah pernah saya bahas. Bagi Pak Hudoyo JMB 8 "tidak bisa", bagi kontra-MMD "bisa", bagi saya "subjektif, tergantung orang".


Quote
Saya melihat bahwa vipassana itu merupakan salah satu ruas dari JMB8. Entah apakah Anda setuju atau tidak. Orang yang menjalankan sila, akan memperoleh kenyamanan dalam menjalani hidup. Nampaknya Anda selalu mendeskripsikan sila sebagai harta yang akan memberi kenyamanan di kehidupan berikutnya. Kalau saya justru melihat sila itu penting dikembangkan untuk menunjang vipassana, karena manfaatnya tumbuh di saat ini.
Sepertinya ini juga masalah komunikasi. Pastinya saya dan Pak Hudoyo juga tahu Vipassana adalah bagian dari JMB 8. Menurut saya yang Pak Hudoyo coba katakan adalah jika ketika bervipassana kita bersandar pada satu doktrin, apakah JMB 8, atau bahkan doktrin Vipassana itu sendiri, maka ia tidak akan terbebas.


Quote
Orang yang mengembangkan sila, akan bertindak-tanduk secara terhormat dan bermoral. Ia akan mendapatkan kenyamanan di hidup ini juga. Orang yang mengembangkan sila akan hidup bahagia dan tenang. Selanjutnya ketika ia melakukan samadhi, ia akan menyelami bentukan-bentukan batin; ia akan melihat realita. Setelah bangkit dari samadhi, ia memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan untuk mengembangkan aspek panna. Aspek panna ini akan mendorongnya untuk bertindak penuh moralitas, sehingga sila terus dikembangkan. Begitulah kesinambungan dari JMB8. Oleh karena itu ada orang yang mencapai Pembebasan karena keyakinan, perenungan maupun kebijaksanaan. Semua itu turut dipengaruhi oleh sejauh mana titik kulminasi dari aspek sila-samadhi-panna yang dikembangkan orang itu.
Sekali lagi, jika dikatakan umumnya demikian, saya setuju. Begitulah yang terlihat dalam sudut pandang duniawi (lokiya) bahwa Arahat seolah-olah memiliki sila. Namun dari sutta, kita tahu bahwa tidaklah demikian dari sudut pandang melampaui-duniawi (lokuttara). Thera Pilinda Vaccha tidaklah mengikuti atau menentang sila. Ia tidak berpikir baik atau jahat (maka tidak ada kamma yang ditanam), tetapi melakukan suatu perbuatan demi perbuatan itu sendiri.


Quote
Mungkin lebih tepatnya, paham nihilisme menjelaskan akan adanya suatu "diri" yang akan meraih Pembebasan dengan cara melenyapkan "diri" itu sendiri.

Ya, kita sama-sama berspekulasi tentang pandangan dari seorang Pak Hudoyo...
Bukan pembebasan, namun memang menganggap "diri" itu akan binasa.
Ya, memang kita tidak akan mengetahui bathin orang lain secara pasti tanpa kemampuan tertentu.


Quote
Quote from: Kainyn_Kutho
Berarti dalam hal ini, faktor ucapan benar (yang mengatakan tidak berkata kasar) menjadi relatif, bukan? Relatif terhadap pikiran.

Bagi si pengucap (Thera Pilinda Vaccha), ucapan benar itu tidak relatif. Tapi bagi si pendengar, semua jenis ucapan bisa jadi relatif.
Dalam hal Thera Pilinda Vaccha, ya. Dalam hal lain, juga bisa relatif bagi si pengucap. Misalnya kata-kata manis dan baik yang ditujukan untuk menyindir. Kata-katanya baik, namun pikirannya tidak baik. Atau misalnya kata-kata munafik yang isinya bagus-bagus, namun pikiran itu sebenarnya tidak mengerti, hanya membeo dan ingin dipuji. Sangat sangat relatif.


Quote
Anda menilai JMB8 secara outside-in, Bro. Harus dicermati, bahwa Ajaran Sang Buddha itu menekankan kita untuk melihat dari dalam sendiri terlebih dahulu sebelum menuangkannya ke luar. Menurut pemahaman saya, JMB8 memang tidak lagi sebagai jalan yang universal. Itu karena orang-orang pada umumnya melihat secara subjektif.

JMB8 yang diajarkan Sang Buddha itu dalam metode yang menuntun dari dan ke dalam batin. Bukannya jalan yang membuat orang supaya terlihat sempurna di luar, tapi bobrok di dalam.

Mungkin ada orang yang bersikukuh menganggap kisah Thera Pilinda Vaccha, kisah Cakkuphala Thera, maupun berdagang arsenik dan selai kacang; menunjukkan irelevansi dari JMB8. Tapi yang perlu dipahami adalah: "JMB8 berbicara mengenai Jalan Tengah untuk memoles batin diri sendiri*". Karena itu, pikiran dan kehendaklah yang paling vital dalam setiap aspeknya. Dari sinilah kita menilai apakah kisah-kasus tersebut memang menunjukkan irelevansinya atau tidak.
Kembali lagi, saya tidak menolak JMB 8, namun saya katakan tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk hal-hal yang sifatnya spesifik. Dan biasanya, saya diskusi dhamma bukan dengan orang yang membahas hal-hal general. Sudah sering kali di topik yang saya bahas, JMB 8 sudah tidak bisa lagi memberikan solusi.


Quote
*Karena itulah banyak yang memandang Buddhisme (terutama Aliran Theravada) adalah ajaran yang egosentris.
Saya akan senang sekali kalau orang mengerti bahwa ajaran Buddhisme memang egosentris, karena ajaran Buddha memang tidak menyuruh kita mengurusi, menilai dan menghakimi orang lain. Semua kembali ke pikiran dan pikiran adalah sifatnya pribadi.
Namun saya rasa kalau orang mengatakan ajaran Buddha adalah egoisme, ia sama sekali keliru. Ajaran Buddha adalah Altruisme Total.


Quote
Itu rumitnya Bro kalau tidak ada metode yang jelas untuk meresapi makna dari Sankhitta Sutta. Bertanya, berdiskusi dan berguru pun tidak bisa dijadikan patokan utama. Karena sifatnya hanya mencari informasi dari luar dan kita menyimpulkan sendiri semua informasi yang kita tangkap.

Pada kenyataannya, kita cenderung menganalisa dan menyimpulkan suatu informasi berdasarkan pemahaman intelektual, pengalaman, daya imajinasi, kecerdasan emosi, dsb. yang bersifat subjektif. Di sinilah kita baru menyadari betapa pentingnya metode yang jelas. Dan dalam JMB8, metode itu dijabarkan dengan jelas. JMB8 itu pun sebenarnya hanya sebuah informasi. Namun metode itu menunjukkan dengan jelas semua informasi (Samutti Sacca) yang dapat menunjang kita untuk menyelami sendiri Kebenaran Mutlak (Paramattha Sacca).
Semua juga subjektif, maka saya selalu mengatakan kecocokan. Tidak ada satu metode yang cocok buat semua orang. Itulah kenapa metode mengajar Buddha begitu variatif.
Sankhitta Sutta bagi saya metodenya jelas, namun memang perlu pembelajaran yang berbeda saja.


Quote
Semoga kita bisa mendiskusikan banyak hal kelak. Tidak hanya di dunia maya, tapi juga di dunia nyata.
Dengan senang hati, jika ada kesempatan. :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 27 August 2009, 11:05:03 AM
Quote
Demikianlah menurut saya keterbatasan faktor JMB 8 yang berfokus pada objek.

Objek netral seperti arsenik yang secara general, penggunaannya adalah sebagai racun sementara selai kacang adalah makanan. Namun Arsenik Trioxida digunakan dalam terapi Leukemia promyelositik akut. Di lain pihak, ada orang dengan alergi hipersensitif, bisa meninggal (karena respons yang dikenal dengan anaphylactic shock) bahkan hanya dengan sentuhan (selai) kacang.
Demikian pula bicara 'kasar' adalah kondisional. Bagi masyarakat tertentu, budaya tertentu, bicara kasar tidaklah dinilai kasar. Kata-kata tetaplah objek netral.

Kita bisa berputar-putar menentukan objek "benar & salah" (seperti UU Pornografi & Pornoaksi) dengan argumentasi tanpa akhir, namun sebenarnya semua hanyalah kembali pada subjeknya. Ketika kembali pada subjek, pada pikiran, maka regulasi mengenai objek netral (seperti kasar/tidaknya ucapan, jahat/tidaknya perbuatan badani, haram/halalnya mata pencaharian) akan menjadi tidak berarti dengan sendirinya (dan semuanya dikembalikan lagi pada pikiran benar). Dengan kata lain, seperti saya sebutkan sebelumnya, JMB 8 pun menjadi tidak universal.
bukankah di sini pentingnya pandangan benar, seperti Buddha menerangkan pandangan benar di CULASIHANADA SUTTA & KOSAMBIYA SUTTA

Ya, kalau mau fair, ketika kita membahas secara spesifik, sebenarnya intinya adalah pandangan dan pikiran benar. Ucapan dan perbuatan benar (juga penghidupan benar dan mungkin juga lainnya) menjadi relatif, dan akhirnya kita hanya membahas JMB <8.
Kalau secara umum, saya rasa tidak masalah. Ketika mengenalkan Buddhisme pada orang yang asing pun, saya juga menggunakan JMB 8. Namun ketika orang mulai berbicara kasus yang tidak biasa, saya sudah tidak berpegang lagi pada JMB 8.


[at] kainyn, mau tanya kalau perbuatan baik dan buruk itu katanya tidak relevan dalam vipasana, nah apakah berarti perbuatan baik dan buruk itu tidak berguna? sedangkan Buddha saja jelas2 mengatakan perbuatan baik itu berguna.
Seperti saya tulis sebelumnya, perbuatan baik itu seperti uang, vipassana seperti belajar. Kalau tidak ada uang, susah sekali mendapatkan fasilitas, tidak bisa sekolah, dan kesempatan belajar sedikit. Punya uang banyak bisa sekolah bagus, bisa beli fasilitas (seperti internet, buku2) yang baik, punya kesempatan belajar yang banyak. Namun, apakah uang banyak dikatakan relevan dengan kepandaian?

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 27 August 2009, 11:41:31 AM
Perbuatan baik relevan dengan hasil yang baik :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 27 August 2009, 01:36:35 PM
Quote from: Kainyn_Kutho
Berarti dalam hal ini, faktor ucapan benar (yang mengatakan tidak berkata kasar) menjadi relatif, bukan? Relatif terhadap pikiran.

Bagi si pengucap (Thera Pilinda Vaccha), ucapan benar itu tidak relatif. Tapi bagi si pendengar, semua jenis ucapan bisa jadi relatif.

Bagi si pendengar, itu tetap merupakan akusala vipaka..... tapi kamma-phala selanjutnya, relatif tergantung dari si pendengar itu sendiri

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 27 August 2009, 01:47:38 PM
Quote
Demikianlah menurut saya keterbatasan faktor JMB 8 yang berfokus pada objek.

Objek netral seperti arsenik yang secara general, penggunaannya adalah sebagai racun sementara selai kacang adalah makanan. Namun Arsenik Trioxida digunakan dalam terapi Leukemia promyelositik akut. Di lain pihak, ada orang dengan alergi hipersensitif, bisa meninggal (karena respons yang dikenal dengan anaphylactic shock) bahkan hanya dengan sentuhan (selai) kacang.
Demikian pula bicara 'kasar' adalah kondisional. Bagi masyarakat tertentu, budaya tertentu, bicara kasar tidaklah dinilai kasar. Kata-kata tetaplah objek netral.

Kita bisa berputar-putar menentukan objek "benar & salah" (seperti UU Pornografi & Pornoaksi) dengan argumentasi tanpa akhir, namun sebenarnya semua hanyalah kembali pada subjeknya. Ketika kembali pada subjek, pada pikiran, maka regulasi mengenai objek netral (seperti kasar/tidaknya ucapan, jahat/tidaknya perbuatan badani, haram/halalnya mata pencaharian) akan menjadi tidak berarti dengan sendirinya (dan semuanya dikembalikan lagi pada pikiran benar). Dengan kata lain, seperti saya sebutkan sebelumnya, JMB 8 pun menjadi tidak universal.
bukankah di sini pentingnya pandangan benar, seperti Buddha menerangkan pandangan benar di CULASIHANADA SUTTA & KOSAMBIYA SUTTA

Ya, kalau mau fair, ketika kita membahas secara spesifik, sebenarnya intinya adalah pandangan dan pikiran benar. Ucapan dan perbuatan benar (juga penghidupan benar dan mungkin juga lainnya) menjadi relatif, dan akhirnya kita hanya membahas JMB <8.
Kalau secara umum, saya rasa tidak masalah. Ketika mengenalkan Buddhisme pada orang yang asing pun, saya juga menggunakan JMB 8. Namun ketika orang mulai berbicara kasus yang tidak biasa, saya sudah tidak berpegang lagi pada JMB 8.

Secara konsep, memang tidak berpegang..... namun secara hakekat dari yg dijelaskan, seyogyanya kita bisa tetap berpegang karena JMB-8 adalah penerapan dalam hidup keseharian

[at] kainyn, mau tanya kalau perbuatan baik dan buruk itu katanya tidak relevan dalam vipasana, nah apakah berarti perbuatan baik dan buruk itu tidak berguna? sedangkan Buddha saja jelas2 mengatakan perbuatan baik itu berguna.
Seperti saya tulis sebelumnya, perbuatan baik itu seperti uang, vipassana seperti belajar. Kalau tidak ada uang, susah sekali mendapatkan fasilitas, tidak bisa sekolah, dan kesempatan belajar sedikit. Punya uang banyak bisa sekolah bagus, bisa beli fasilitas (seperti internet, buku2) yang baik, punya kesempatan belajar yang banyak. Namun, apakah uang banyak dikatakan relevan dengan kepandaian?

Relevan itu khan berhubungan....

dari analogi anda aja, udah jelas ada relevansinya, ada hubungannya walaupun bukan menjadi kepastian

Analogi itu jadi agak sedikit berbeda jika dikembalikan ke perbuatan baik dan vipassana
punya uang banyak, bisa membuat belajar yg lebih baik, lebih pandai
tapi kepandaian, belum tentu membuat punya uang banyak


Sedangkan :
Perbuatan baik mendukung vipassana -> ok
Tapi vipassana (yg benar tentunya) PASTI mendukung perbuatan yg baik


diskusi seru mode : ON
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 27 August 2009, 03:11:45 PM
Relevan itu khan berhubungan....

dari analogi anda aja, udah jelas ada relevansinya, ada hubungannya walaupun bukan menjadi kepastian

Analogi itu jadi agak sedikit berbeda jika dikembalikan ke perbuatan baik dan vipassana
punya uang banyak, bisa membuat belajar yg lebih baik, lebih pandai
tapi kepandaian, belum tentu membuat punya uang banyak


Sedangkan :
Perbuatan baik mendukung vipassana -> ok
Tapi vipassana (yg benar tentunya) PASTI mendukung perbuatan yg baik


diskusi seru mode : ON

Saya pernah mengenal seseorang (almarhum) yang lahir di keluarga lumayan miskin. Tidak punya fasilitas belajar, sekolahnya bisa sampai kelas 6 SD karena waktu kelas 5 SD, ia memalsukan rapor. Karena tidak ada uang beli barang-barang yang ia suka, maka ia sering pergi ke pasar loak cari rongsokan. Di kemudian hari, suatu kali saya menanyakan kabar tentangnya, saya dapat jawaban yang mencengangkan: Ia sedang memberi bimbingan belajar pada beberapa mahasiswa teknik.

Memang betul kalau tidak ada uang, ia tidak bisa beli makan, tidak bisa hidup. Kalau mati, sakit atau kelaparan berarti tidak bisa belajar dengan baik. Tapi kalau dibilang uang itu relevan dengan kepandaian, menurut saya tidak.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 27 August 2009, 06:14:12 PM
perbuatan baik dan vipassana, dua2nya adalah belajar.

keduanya saling mendukung.

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 27 August 2009, 07:39:52 PM
misiii.. ;D

drop opini dikit aja.. kalo dibilang relevansi uang dng kepandaian, bukan ga ada tapi mungkin udah jauh ya.. uang relevan dng kesempatan belajar. dan kesempatan belajar relevan dg kepandaian. tp kalo antara uang sendiri dg kepandaian.. bukan ga ada tp dah jauh.. dan ga bisa jump to conclusion begitu menurut saya. :)
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 28 August 2009, 08:34:06 AM
Relevan itu khan berhubungan....

dari analogi anda aja, udah jelas ada relevansinya, ada hubungannya walaupun bukan menjadi kepastian

Analogi itu jadi agak sedikit berbeda jika dikembalikan ke perbuatan baik dan vipassana
punya uang banyak, bisa membuat belajar yg lebih baik, lebih pandai
tapi kepandaian, belum tentu membuat punya uang banyak


Sedangkan :
Perbuatan baik mendukung vipassana -> ok
Tapi vipassana (yg benar tentunya) PASTI mendukung perbuatan yg baik


diskusi seru mode : ON

Saya pernah mengenal seseorang (almarhum) yang lahir di keluarga lumayan miskin. Tidak punya fasilitas belajar, sekolahnya bisa sampai kelas 6 SD karena waktu kelas 5 SD, ia memalsukan rapor. Karena tidak ada uang beli barang-barang yang ia suka, maka ia sering pergi ke pasar loak cari rongsokan. Di kemudian hari, suatu kali saya menanyakan kabar tentangnya, saya dapat jawaban yang mencengangkan: Ia sedang memberi bimbingan belajar pada beberapa mahasiswa teknik.

Memang betul kalau tidak ada uang, ia tidak bisa beli makan, tidak bisa hidup. Kalau mati, sakit atau kelaparan berarti tidak bisa belajar dengan baik. Tapi kalau dibilang uang itu relevan dengan kepandaian, menurut saya tidak.


misiii.. ;D

drop opini dikit aja.. kalo dibilang relevansi uang dng kepandaian, bukan ga ada tapi mungkin udah jauh ya.. uang relevan dng kesempatan belajar. dan kesempatan belajar relevan dg kepandaian. tp kalo antara uang sendiri dg kepandaian.. bukan ga ada tp dah jauh.. dan ga bisa jump to conclusion begitu menurut saya. :)

yup, demikian juga yang saya maksudkan......... karena istilah relevansi itu adalah "berhubungan"

bahkan dari apa yg ditulis oleh bro Kai sendiri (saya quote di bawah) udah jelas, bahwa dengan uang banyak, bisa mendukung kondisi belajar yang baik,
walau bukan berarti bahwa dengan uang banyak, lalu PASTI jadi PINTAR

Quote
Seperti saya tulis sebelumnya, perbuatan baik itu seperti uang, vipassana seperti belajar.

Kalau tidak ada uang,
susah sekali mendapatkan fasilitas,
tidak bisa sekolah, dan
kesempatan belajar sedikit.

Punya uang banyak bisa sekolah bagus,
bisa beli fasilitas (seperti internet, buku2) yang baik,
punya kesempatan belajar yang banyak.

Namun, apakah uang banyak dikatakan relevan dengan kepandaian?

Pun contoh yg diberikan oleh bro Kai, adalah segelintir kisah yg sukses.

Jika berkenan, saya share lingkungan saya...... banyak keluarga yg berasal dari keluarga yg berpenghasilan kecil, dan hasilnya? mayoritas sekolahnya pas2an juga, selain memang fasilitas kurang, pun keluarganya tidak memperdulikan (Sebodo amat si anak mo pinter ato ga, yg penting bs kerja)

Tapi ga menisbikan bhw ada anak yg pintar juga, sampai mereka bisa jadi PNS yg punya kedudukan, jadi staf yg dipercaya

Disini kita bisa lihat (pun dari contoh bro Kai) bhw sesungguhnya ada kondisi2 lain yg mendukung hasil dari PINTAR yaitu :
- kondisi keluarga
- tekad dan kemauan anak itu sendiri
- lingkungan di sekitar keluarga
- dsbnya

Ini diskusi mengenai relevansi/hubungan antara uang banyak dengan pintar yah, walau saya sendiri kurang sreg dengan contoh ini karena tidak bisa dijadikan resiprokal (timbal balik/saling mengkondisikan)
Dimana utk itu, saya setuju dengan ko will yaitu :
Quote from: williamhalim
perbuatan baik dan vipassana, dua2nya adalah belajar.

keduanya saling mendukung.


ayo diskusi lagi  ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: K.K. on 28 August 2009, 09:02:22 AM
misiii.. ;D

drop opini dikit aja.. kalo dibilang relevansi uang dng kepandaian, bukan ga ada tapi mungkin udah jauh ya.. uang relevan dng kesempatan belajar. dan kesempatan belajar relevan dg kepandaian. tp kalo antara uang sendiri dg kepandaian.. bukan ga ada tp dah jauh.. dan ga bisa jump to conclusion begitu menurut saya. :)

Ya, kehidupan ini bukanlah bagian-bagian yang berdiri sendiri, namun semua terintegrasi dengan kompleks. Kalau memang mau dihubung-hubungkan, seperti salah satu iklan, obat tetes mata dan karir pun ada relevansinya; accu (aki) dan kehidupan percintaan pun juga ada relevansinya. Kalau saya mau berguyon dari kisah-kisah dhamma, pasta gigi dan pencapaian kesucian pun ada relevansinya (Lakuntaka Bhaddiya melihat seorang wanita tertawa yang kelihatan giginya, ia mengambil objek gigi tersebut sebagai objek meditasi, dan mencapai Anagami-Phala).

Relevansi yang saya maksudkan di sini adalah yang memang pengaruh dan terikat. Misalnya jumlah uang dan daya beli, itu adalah relevan, terlepas dari pelit tidaknya seseorang, ada tidaknya produk, dan lain sebagainya. Sedangkan uang dan kepandaian saya katakan tidak relevan karena makin banyaknya uang/harta seseorang, tidak pasti menjadikannya makin pandai. Bahkan banyak kasus di mana karena orang mendapatkan uang dengan mudah, cenderung jadi pandir.

Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 28 August 2009, 08:11:20 PM
Sip deh.. Berarti saya lihat sudah ada kesepakatan tak tertulis sebenarnya. Jadi masing2 udah memaparkan pengertian relevansi menurut masing2 dan mengerti pula relevansi menurut pihak seberang. Yg 1 memaknai relevansi scr langsung, dan yg lain scr tidak langsung. Seharusnya tidak perlu lagi memermasalahkan relevansi lebih jauh di sini. Karena realitas bukan mengenai relevansi atau irrelevansi semata. Ke-2 2 nya hanya pandangan, dan realitas adalah mengenai apa adanya.
Mangga atuh dilanjutkeun.. Urang maca-maca deui ^:)^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 28 August 2009, 11:07:51 PM
nah sesudah berpuluh2 halaman yang ingin di bicarakan yaitu, bagaimana sikap yang harus di tunjukan apabila ada seseorang yang berpandangan salah? ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 28 August 2009, 11:28:35 PM
kalo aye sih kasi tau, kasi saran. tapi kalo ditolak ya wis.. piye toh? dipaksa juga ngga bakal terima. nunggu waktunya dia 'tersadarkan' sendiri. dan kali2 malah kita yg 'tersadarkan' sendiri nanti pd waktunya. hihihi..
yg jelas ga mungkin pake cara kekerasan dg alasan apapun, kalo kekerasan dlm bentuk fisik ga mungkin, kekerasan dlm bentuk ucapan dg sendirinya juga ga ada gunanya dan ga efektif, apalagi kekerasan dlm pikiran, merugikan diri sendiri..
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: morpheus on 31 August 2009, 09:19:43 AM
nah sesudah berpuluh2 halaman yang ingin di bicarakan yaitu, bagaimana sikap yang harus di tunjukan apabila ada seseorang yang berpandangan salah? ;D
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3921.msg68760.html#msg68760
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ryu on 31 August 2009, 10:36:25 AM
nah sesudah berpuluh2 halaman yang ingin di bicarakan yaitu, bagaimana sikap yang harus di tunjukan apabila ada seseorang yang berpandangan salah? ;D
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3921.msg68760.html#msg68760
ok deh ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 31 August 2009, 01:16:26 PM
Dalam keseharian, memang sering kita mirip seperti dewa itu......

namun kalau saya bilang, sesungguhnya yang paling "halus" adalah bukan krn merasa tidak ada gunanya,
namun karena "sadar" bhw saat itu sudah melekat pada "berbuat baik"-nya sendiri
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 01 September 2009, 01:23:47 PM
Sunyi..
Tak ada pesta yang tak usai ;)
Apakah ada diskusi yang tak usai .. [?]  ;)

May All Beings b Well and Happy,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: markosprawira on 01 September 2009, 01:40:44 PM
khan masih bisa gabung ke thread laen, bro    :D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: ratnakumara on 01 September 2009, 01:51:06 PM
 [at] markosprawira,

Iya, saya sendiri juga sering baca2 thread lain kok.

"Syair" saya hanya menyurat dan menyiratkan, memang semuanya tidak ada yang kekal (anicca) , termasuk diskusi akan suatu topik tertentu ;)

Mettacittena. _/\_  ;)  ^_^
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 01 September 2009, 02:29:40 PM

"Syair" saya hanya menyurat dan menyiratkan, memang semuanya tidak ada yang kekal (anicca) , termasuk diskusi akan suatu topik tertentu ;)


Sekali lagi ter-ehipassiko bahwa Ajaran Guru kita ternyata memang benar adanya... ;D

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: Jerry on 02 September 2009, 12:07:56 AM
Tapi lagi2 diskusinya mati gantung tanpa kesimpulan apapun. dan satu hari akan kembali bangkit dari 'kubur', atau mungkin 'dibangkitkan' di pengadilan terakhir. ;D
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 02 September 2009, 09:13:09 AM
^
Diskusi2 begini memang seringkali tiada jawaban yg mutak. Namun, setidaknya alur diskusi telah berperan -sedikit banyak- membentuk pola pemikiran kita, menambah/mengurangi panna kita...

::
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: johan3000 on 02 September 2009, 09:27:57 AM
^
Diskusi2 begini memang seringkali tiada jawaban yg mutak. Namun, setidaknya alur diskusi telah berperan -sedikit banyak- membentuk pola pemikiran kita, menambah/mengurangi panna kita...

::

Diskusi spt apa yg mengurangin pana (kebijaksanaan) ya ?
Title: Re: comotan dari blog tetangga
Post by: williamhalim on 02 September 2009, 12:34:11 PM
^
Diskusi2 begini memang seringkali tiada jawaban yg mutak. Namun, setidaknya alur diskusi telah berperan -sedikit banyak- membentuk pola pemikiran kita, menambah/mengurangi panna kita...

::

Diskusi spt apa yg mengurangin pana (kebijaksanaan) ya ?

Banyak sekali diskusi yg malah membentuk kita ke pandangan salah...
Tergantung diri kita juga...

::