saya saya peroleh adalah suatu kesimpulan bahwa yang terpenting dari seseorang bukanlah apa yang dikatakannya, tetapi apa yang di dalam batinnya.
sesungguhnya, mustahil sang Budha dan semua orang suci di dunia mengajari manusia hanya dengan bahasa kata-kata, melainkan pastilah bahasa "cahaya". dengan cahaya itulah sang Budha melihat tembus ke dalam batin manusia dan dengan cahaya itu pula sang Budha mencabut akar-akar kebodohan, sehingga siapa yang medengarkan dhamma secara langsung dari sang Budha, lebih memungkinkan bagi mereka untuk lbih cepat mencapai kesucian, bukan hanya karena konsep dhamma yang benar dan bukan hanya karena usaha para bikhu, tetapi juga karena bantuan sang Budha melalui cahaya. cahaya inilah yang menjadi inti dari kata-kata sang Budha.
seperti yang anda katakan, seorang yang tampak sabar sekalipun bisa jadi ada kejahatan di dalam batinnya. sebaliknya, apakah anda tidak pernah berpikir, mengira atau menduga bahwa seseorang yang tampak kasar sekalipun, sesungguhnya suci di dalam nya?
Atas dasar apa Anda bisa menyimpulkan kalau Sang Buddha memakai "bahasa cahaya"?
Ada orang yang bertindak kasar tapi dengan maksud yang baik. Misalnya orangtua yang menghukum anaknya karena nakal. Tetapi sebaik apapun niatnya, orang yang bertindak kasar itu tidak mungkin adalah orang suci. Apakah Anda tahu apa alasannya?
anda mmbuat perbandingan dari bentuk kata-kata yang saya gunakan. betulkah? tapi apakah kata-kata dapat menjadi ukuran kesabaran seseorang? mengingat sebagaimana yang anda sendiri katakan, "tidak ada alat pengukur kesabaran."
saya tidak tahu, apakah anda lebih sabar dari saya, atau saya lebih sabar dari anda, atau saya dan anda sama-sama sabar. tapi yang saya tahu, sang Budha telah menjelaskan bahwa akar kesombongan itu ada tiga, yakni ketika berpikir "aku lebih baik dari dia" atau "dia lebih baik dari aku" atau "aku sama dengan dia". oleh karena itu, saya ingin menghindari pemikiran yang membanding-bandingkan antara diri saya dengan anda. dan saya tidak akan menguji kebenaran pernyataan, "anda lebih sabar dari saya".
Baik sekali. Anda tidak terpancing oleh kata-kata saya.
berbicara tentang kesabaran, akan mendorong saya untuk mengembangkan kesabaran dan kesucian batin, untuk membuktikan dhamma kepada diri anda dan kepada diri saya sendiri. dengan demikian akan membuat saya masuk ke alam meditasi, dimana pemikiran berhenti bekerja, dan hanya kesadaran yang bekerja dan berkembang.
membahas soal kesabaran, akan mendorong saya untuk mengembangkan batin untuk mencoba melihat tembus ke dalam batin anda, atau agar anda melihat ke dalam batin saya. terlepas dari benarhkah hal tersebut dapat dilakukan, tetapi bila memang dapat dilakukan, maka ini merupakan hal yang baik. tetapi hal ini akan menyebabkan saya kehilangan tujuan semula, yakni "menemukan orang yang dapat menjelaskan kebenaran" dengan kaidah berpikir yang benar.
mmbahas soal kesabaran, membuat saya ingin melihat ke dalam diri saya sendiri untuk mengerti dhamma. ketika saya melihat dhamma, maka disitu tidak ada pertentangan konseptual, tidak ada logika, tidak ada argumentasi, diskusi dan perdebatan. di dalam diri saya hanya melihat 5 khanda dan tidak ada lainnya. tetapi ketika dhamma di ungkapkan melalui kata-kata, maka disitu terjadilah konsepsi. ketika ada konsepsi, disitu ada logika. ketika ada logika, diistu ada pikiran benar atau ada pikiran salah (ditti). ketika ada pikiran salah, inilah yang menodai kesucian.
Ketika saya membahas mengenai "kesabaran", saya hanya mengajak Anda untuk bersikap kooperatif dengan regulasi di Forum DhammaCitta. Di tingkat selanjutnya, secara implisit saya memberi persuasi pada Anda agar lebih bisa mengendalikan lobha-dosa-moha. Kemampuan untuk mengendalian diri dari lobha-dosa-moha adalah yang disebut dengan "kesabaran". Dengan merenungkan sendiri manfaat dari mengendalikan lobha-dosa-moha, Anda bisa melihat pentingnya bersikap tenang.
Ketika Anda menyadari pentingnya mengikis lobha-dosa-moha, maka seharusnya Anda terfokus pada jalan yang menuju akhir dukkha. Bukan sebaliknya malah menggenggam keinginan untuk melihat tembus batin seseorang. Keinginan Anda untuk melihat batin orang lain ini bukan menjadi keinginan yang mendukung praktik. Tapi justru sudah menjadi satu bentuk nafsu-keinginan yang baru.
Ketika Anda bermeditasi, Anda sedang melihat "diri sendiri". Tentu saja tidak ada pertentangan konseptualitas, karena Anda setuju dengan diri sendiri. Berbeda ketika Anda berdiskusi dengan orang lain. Ada perbedaan pola pikir, gaya bahasa dan argumentasi antar satu orang dengan orang yang lain. Ketika Anda mengharapkan orang lain berargumentasi sesuai dengan Anda, itu adalah satu bentuk nafsu-keinginan yang baru. Ketika Anda tidak puas setelah mendapat argumentasi orang lain yang berbeda dengan harapan Anda, itu adalah salah satu bentuk nafsu-penolakan yang baru. Kalau sudah begini, kaidah berpikir menurut Anda hanya bisa dijelaskan oleh diri sendiri.
vedana adalah suatu realitas di dalam diri. karena Vedana adalah suatu fakta nyata, maka tidak dapat dipertentangankan, tidak dpat dipersalahkan, oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. tidak akan ada orang, baik diri sndiri maupun orng lain yang berpendapat Vedana itu salah. karena berpikir "itu salah" adalah telah memulai pemikiran. pemikiran inilah yang kemudian akan menimbulkan pertenangan, dualisme, kemelekatan, dan diperslahkan. apalagi ketika orang sudah mencoba mendefinisikan "apa itu Vedana". ilmu logika harus bekerja pada tahap ini untuk menjaga "lurusnya" pikiran.
Vedana (perasaan) adalah salah satu agregat kehidupan yang ada dalam komponen makhluk, dalam konteks ini adalah manusia. Vedana tidak dapat disebut salah atau benar. Vedana hanya dapat dikenali dalam 3 jenis, yaitu:
- menyenangkan
- tidak menyenangkan
- netral
Jika seseorang berpikir vedana itu dapat dipersalahkan, dapat dibenarkan, tidak dapat dipersalahkan, ataupun tidak dapat dibenarkan, maka itu adalah pemikiran keliru. Karena vedana hanyalah salah satu agregat; lebih jelasnya merupakan gejolak batin yang merupakan salah satu dari 12 mata rantai yang bisa mengondisikan dukkha.
Untuk memudahkan penyampaian lewat kata-kata, tentu saja vedana perlu didefinisikan. Dalam memberi satu definisi terhadap vedana, kita harus mengerti terlebih dahulu di bagian mana dari batin kita yang disebut sebagai vedana (perasaan).
di dalam dhamma yang anda lihat ada metta, karuna, muddita dan upekha. dhamma apapun yang anda lihat, tidak dpat ditentang atau dipersalahkan. karena mereka adalah kebenaran sebagaimana adanya. tetapi ketika anda telah menyatakan di dalam pikiran ataupun lisan, bahwa karena adanya metta, karuna, muddita dan upekha, maka mustahil seorang suci melakukan tindak kekerasan atau membunuh. maka disinilah pemikiran mulai bekerja untuk mencari tahu "benarkah" atau "salahkah". dan untuk menemukan apa yang dicari, yaitu nilai suatu pernyataan, diperlukan kaidah-kaidah berpikir yang benar. menolak kaidah berpikir ini adlh mustahil.
Metta, karuna, mudita dan upekkha adalah 4 sifat luhur yang bisa dikembangkan oleh kaum putthujana. Dikatakan bisa dikembangkan, karena kaum putthujana belum memiliki 4 sifat luhur itu sepenuhnya. Ketika seseorang sudah mencabut habis lobha-dosa-moha, maka secara tidak langsung dia juga sudah memiliki 4 sifat luhur itu sepenuhnya.
Di titik ini, kita perlu mengkaji apa yang dimaksud dengan metta, karuna, mudita dan upekkha. Metta adalah cinta-kasih universal; sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi dosa (kebencian) dalam batin seseorang. Karuna adalah belas-kasih tertinggi, sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi lobha (keserakahan) dalam batin seseorang. Mudita adalah simpati yang dalam; sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi keakuan dan kemelekatan. Upekkha adalah keseimbangan batin, sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi ketidaktahuan (avijja) dan kebodohan batin (moha).
Menurut Anda, bila seseorang sudah memiliki 4 sifat luhur itu, apakah masih mungkin baginya untuk melakukan tindak kekerasan atau membunuh? Coba berikan alasan atas jawaban Anda!
ketika seseorang berkata, "marah-marah adalah ssuatu yang baik", maka orang tersebut telah mmbuat konsepsi. dan orang kaan beramai-ramai memberikan nilai-nilai pada suatu konsepsi, "itu benar" atau "itu salah" atau "itu sesuai dengan keyakinan saya" atau "itu tidak sesuai dengan keyakian saya" dst. kemarahan adlh suatu realitas di dalam diri, yang orang mudah melihat faktanya. tetapi "baik" buknlah suatu salah satu fakta dari 5 khanda, sehingga "baik" tidak akan dapat dia temukan di dalam 5 khanda, tetpai akan ditemukan di dalam konsepsi orang lain.
Dunia ini terdiri dari berbagai dualisme. Ada baik ada juga jahat. Tapi di antara dualisme ini, ada satu yang disebut sebagai non-dualisme. Kenapa bisa ada non-dualisme? Karena dualisme sendiri memiliki penyebab. Bila penyebab dualisme ini tidak lagi mendukung, maka yang ada adalah non-dualisme.
- Perbuatan jahat didasari oleh keserakahan, kebencian, dan ketidak-pedulian.
- Perbuatan baik didasari oleh ketidak-serakahan, ketidak-bencian, dan kepedulian.
Dua perbuatan itu mengandung nilai dualisme. Yang merupakan non-dualisme adalah perbuatan sesuai Dhamma, Jalan Tengah. Perbuatan sesuai dengan Dhamma dan Jalan Tengah adalah:
"tanpa keserakahan, tanpa kebencian dan tanpa ketidak-pedulian".Coba Anda cermati kriteria perbuatan sesuai Dhamma dan Jalan Tengah yang merupakan non-dualisme ini. Apakah Anda melihat bahwa perbuatan sesuai Dhamma bisa disebut baik, jahat, baik dan jahat, bukan baik, bukan jahat, atau bukan baik dan jahat?
ketika anda berkata, "sekarng anda sudah lebih sabar dari dulu", berarti anda telah membuat suatu konsepsi dan mengemukakanya di dalam tulisan. kalau saya ingin mencari tahu "benar" atau "tidak", maka saya akan bertanya, "mengapa?" dan anda akan menjelaskannya dengan argumentasi logic atau melalui suaru referensi, keduanya sama-sama berwujud konsepsi. dan karna konsepsi itu merupakan sesuatu yang "tidak dpat dilihat langsung", seperti halnya kata "baik", maka saya berpikir untuk menemukannya. dan saya tidak melihat "ujung" dari pemikiran ini. dimanakah ia?
Sederhana sekali. Ketika saya mengatakan Anda sekarang lebih sabar dari yang dulu, coba Anda ingat-ingat bagaimana Anda yang dahulu. Apakah Anda yang dahulu lebih cepat tersinggung dari Anda yang sekarang?
Kalau memang begitu, berarti benar kalau Anda yang sekarang sudah lebih sabar. Anda tidak perlu melihat sesuatu yang jelas ada di depan mata dengan menggunakan teropong ke penjuru arah yang lain.
Anda bisa melihat bahwa ada sebuah biji sawi di telapak tangan Anda. Tapi Anda malah mempersoalkan konsep tentang biji sawi dan telapak tangan. Bukankah ini berarti Anda yang menghalangi diri Anda sendiri untuk melihat biji sawi?
Dalam beberapa keadaan, pemikiran sesuai kaidah logika Anda kadang tepat digunakan. Tapi dalam hal sesederhana ini, pemikiran sesuai kaidah logika Anda malah justru menghalangi Anda untuk melihat kebenaran.
tuhan itu ketika ditemukan, dilihat dan disebut "Tuhan", maka tidak ada petentangan. tidak seorang manusiapun yang dapat mengatakan sbuatan tersebut salah. tetapi ketika dikatakan "tuhan itu ada" atau "tuhan itu tiada", maka disitulah orang mulai ramai memberi nilai "benar" atau "salah". dam konsepsi ini, lagi-lagi tidak berujung pada kejelasan sebagaimana jelasnya bila kita melihat 5 khanda.
Tuhan didefinisikan sebagai pribadi yang Maha Kuasa atas semesta alam. Atau mungkin bisa juga digambarkan sebagai suatu zat yang tak terlukiskan dan sekaligus menguasai Alam Semesta. Paradigma seperti ini ditentang oleh sebagian orang, karena mereka tidak melihat ada suatu pribadi / zat di dunia ini yang tak terkondisikan. Sebagian orang yang percaya adanya Tuhan justru meyakini ada pribadi / zat yang bisa berdiri sendiri dan mengendalikan dunia. Perbedaan pola pikir ini sangat sulit untuk ditemukan ujungnya. Semua argumentasi biasanya muncul karena orang-orang terikat pada persepsi. Sang Buddha menunjukkan dengan jelas bahwa persepsi bisa dikendalikan dan ditanggalkan. Ketika kita tidak terikat pada persepsi, kita bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Di titik ini, pertentangan pendapat mengenai ada atau tiadanya Tuhan tidak lagi berdiam dalam pikiran orang itu. Karena ia telah melihat sendiri apakah Tuhan itu eksis atau tidak.
bila anda mengatakan "sabar adalah sesuatu yang baik", ini adlah konsep. dan pasangan konsep adalah "kenapa?" dan kenapa adalah suatu pertanyaan yang tidak memiliki "ujung". sebab setiap kali argumentasi diberikan, maka "kenapa" yang lain akan muncul pula. oleh karena itu, bukankah amat jelas bahwa siapapun yang berpegang kepda konsepsi teramatlah bodohnya? jika jawaban dari pertanyaan ini "ya" atau "tidak", maka keduanya juga merupakan konsepsi yang tidak berujung. bila hal ini dapat difahami denga benar, maka patutkah kita menilai seseorang dari apa yang dia katakan?
Sabar adalah baik karena merupakan sikap yang tidak hanyut dalam arus kekotoran batin. Tidak hanyut dalam arus kekotoran batin adalah baik karena merupakan sikap yang tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif. Tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif adalah baik karena tidak akan melakukan hal-hal negatif. Tidak melakukan hal-hal negatif adalah baik karena tidak menambah penderitaan pada orang lain dan diri sendiri. Tidak menambah penderitaan pada orang lain dan diri sendiri adalah baik karena membuat hidup lebih indah. Membuat hidup lebih indah adalah baik karena mengakibatkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah baik karena tidak ada lagi ketidak-puasan. Tidak ada lagi ketidak-puasan adalah baik karena hal itu merupakan lenyapnya nafsu-keinginan dan kemelekatan. Lenyapnya nafsu-keinginan dan kemelekatan adalah baik karena itu adalah kebahagiaan tertinggi. Kebahagiaan tertinggi adalah baik karena tidak ada lagi suka maupun duka. Tidak ada lagi suka dan duka adalah baik karena tidak ada lagi dualisme. Tidak ada lagi dualisme adalah baik karena baik dan buruk ada dalam tataran dualisme. Bila tidak ada lagi dualisme, maka tidak ada lagi baik dan buruk, sehingga tidak akan ada suka-duka ... dan seterusnya ... Karena itulah tidak ada dualisme adalah baik.
Ketika Anda memakai kaidah logika untuk menerima pendapat seseorang, itu juga merupakan konsep. Pertanyaan Anda di atas juga berdasarkan konsepsi. Yang sering disalah-artikan oleh sebagian banyak orang adalah konsep selalu ada di mana pun. Ini keliru, karena sebenarnya konsep hanya ada dalam dualisme. Ketika kita tidak melekat pada pinggiran dualisme, apapun yang kita lakukan itu sudah bukan konsep.
"sang Budha adalah manusia agung yang tercerahan sempurna", dan kita dapat melihat keagungan beliau dari ajarna yang tertulis di dalam kata-kata beliau yang telah diabadikan. tetapi semua kata-kata sang Budha yang ditulis itu adalah konsepsi yang tidak berujung, maka apakah akan sempurna penialain seseorang terhap sang Budha hanya melalui kata-kata beliau?
Karena itulah wejangan Sang Buddha yang ditulis dalam teks-teks itu hanya digunakan sebagai rakit, bukan untuk digenggam. Kita sendiri yang harus mempraktikkannya. Untuk merealisasi Kebenaran, kita harus menanggalkan semua konsep; termasuk Dhamma. Jika Dhamma itu sendiri perlu kita tanggalkan, apalagi yang bukan Dhamma.
"nabi Muhammad adlah seorang Budha" maka orang akan ramai memberi nilai "salah". tetapi nilai "salah" ini adlaa konsepsi yang tidak berujung. berpegang kepda konsepsi yang tidak berujung adalah suatu tindakan yang konyol. akan tetapi ilmu logika bukan untuk membuat seseorang berputar dlaam konsepsi yang tidak berujung, melainkan untuk mengakhiri konsepsi.
Anda perlu mengkaji ulang apa yang dimaksud dengan "Buddha", siapa yang pantas disebut "Buddha" dan bagaimana kriteria "Buddha".
Jika tidak ada konsep yang jelas mengenai "Buddha", maka semua orang bisa saja disebut "Buddha". Dalam konteks ini, konsep adalah penting karena bisa memberikan kriteria dan batasan yang jelas.
seharusnya benar bahwa nabi muhammad adlah seorang Budha, bila yang dimaksud budha di sini adalah ornag yang mengajarkan kebaikan. sedangkan nabi muhammad adala orang yang mengajarkan kebaikan. tetapi seharusnya salah bahwa nabi muhammad adalah seorang budha, bila budha bukanlah seorang yang mendapat wahyu, dan nabi muhammad adala orang yang mendapat wayhu. nilai "benar" dan "salah" tersebut sudah tepat dan usai secara logic, tidak dpat dibantah dan dipersalahkan, yang mempresalahkannya berarti dia memiliki "ditti" dan telah "tersesat di dalam berpikir." inilah kebenaran logic.
Tidak pernah ada referensi ataupun kewajiban bahwa seorang Buddha mengajarkan kebaikan. Karena tidak semua Buddha akan mengajar. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami apa itu "Buddha".
"sariputa adalah penerus kebudhaan, karena sariputa wafat sebelum sang Budha wafat. sdangkan penerus kebudhaan adala yang meneruskan ajaran sang Budha stelah sang Budha wafat." inilah kesalahan logic. pernyatan tersebut "salah" secara logic, sudah usai dan tidak dapat dibantah lagi salahnya.
Sang Buddha Gotama tidak pernah menunjuk orang lain untuk menjadi penerus-Nya. Sariputta dipanggil sebagai Panglima Dhamma, karena beliau adalah orang yang memiliki pemahaman Dhamma tertinggi setelah Sang Raja Dhamma, yakni Buddha Gotama.
Setelah Sang Buddha Gotama mangkat, tidak ada orang lain yang menggantikan posisi Beliau. Posisi Beliau baru akan diisi oleh orang lain di akhir kappa Planet Bumi ini, yang bernama Sammasambuddha Metteya. Selama masa ini, tentu saja banyak orang Tercerahkan dan guru-guru spiritual yang baik. Tapi mereka tidak bisa disebut sebagai penerus Sang Buddha ataupun penerus kebuddhaan.
"alQuran mengajarkan umatnya untuk membenci non mulism kapan saja dan dimana saja ia berada, karena di dlam alquran dijlaskn bunuhlah orang-orang kafir itu dimana saja kamu temui mereka" ini kesalahan logic. sudah jelas salahnya, usai dan tidak dapat dibantah salahnya berdasarkan kaidah-kaidah berpikir yang benar. inilah akhir dari suatu konsepsi. tetapi siapa yang tidak mengerti kaidah berpikir dngan benar, maka selama-lamanya dia akan berpegang kepda keyakinan yang salah "bahwa islam mengajarkan kejahatan". maka akankah seseorang dapat mencapai suatu kesucian, apabila berpegang kepada keyakinan yang salah?
Seseorang yang berpegang pada keyakinan yang keliru bisa saja merealisasi kesucian. Saya katakan bisa, karena ketika seseorang yang berpegang pada keyakinan keliru itu menyadari kekeliruannya dan beralih pada keyakinan yang benar, maka ia bisa mencapai kesucian.
dan saya melihat carut marut dunia ini disebabkan oleh banyak faktor, dan salah satu faktornya adala karena kesalahan orang-orang dalam berpikir. apakah anda juga melihatnya?
Begitulah. Saya juga melihat banyak keragaman salah-pandang karena seseorang memegang segala sesuatunya baik, segala sesuatunya buruk, segala sesuatunya bukan baik dan bukan buruk; ataupun segala sesuatunya adalah baik dan buruk.
Pandangan yang berbelit-belit.