//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Mengapa Aku Memilih Agama Budha  (Read 127681 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #45 on: 02 December 2009, 01:16:40 AM »
Buddha itu bukan dinilai dari mengajarkan kebaikan, Buddha itu mengajarkan 4 kesunyataan mulia. kebaikan cuma bagian dari ajarannya
kurasa muhammad, menolak konsep Dukkha, dgn menyatakan Allah kekal, surga juga (kecuali Allah menghendaki), dan hidup setelah mati cuma 2 pilihan surga yg kekal atau neraka
setelah surga..end..selesai.
itu sebabnya dia tidak di sebut buddha

budha itu bukan dinilai dari mengajarkan kebaikan, jadi dinilai dari apa?

anda tidak menjelaskan beliau dinilai dari apa. anda hanya mengatakan bahwa beliau mengjarkan 4 kesunyatan mulia, tapi tidak menjelaskan beliau dinilai dari apa?

Quote from: The Ronald
kurasa muhammad, menolak konsep Dukkha, dgn menyatakan Allah kekal, surga juga (kecuali Allah menghendaki), dan hidup setelah mati cuma 2 pilihan surga yg kekal atau neraka
setelah surga..end..selesai.
itu sebabnya dia tidak di sebut buddha

nabi muhammad menolak konsep dukha

.........................................................
_____________________________________________ +
nabi muhammad tidak disebut budha

apakah setiap yang menolak konsep dukha itu tidak disebut budha?

dari mana anda tahu, kalau nabi muhammad menolak konsep dukha?

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #46 on: 02 December 2009, 05:59:06 AM »
Buddha itu bukan dinilai dari mengajarkan kebaikan, Buddha itu mengajarkan 4 kesunyataan mulia. kebaikan cuma bagian dari ajarannya
kurasa muhammad, menolak konsep Dukkha, dgn menyatakan Allah kekal, surga juga (kecuali Allah menghendaki), dan hidup setelah mati cuma 2 pilihan surga yg kekal atau neraka
setelah surga..end..selesai.
itu sebabnya dia tidak di sebut buddha

budha itu bukan dinilai dari mengajarkan kebaikan, jadi dinilai dari apa?

anda tidak menjelaskan beliau dinilai dari apa. anda hanya mengatakan bahwa beliau mengjarkan 4 kesunyatan mulia, tapi tidak menjelaskan beliau dinilai dari apa?

Buddha berhasil melenyapkan Dhuka (parinibana). Dan itu adalah tujuannya.

Quote from: The Ronald
kurasa muhammad, menolak konsep Dukkha, dgn menyatakan Allah kekal, surga juga (kecuali Allah menghendaki), dan hidup setelah mati cuma 2 pilihan surga yg kekal atau neraka
setelah surga..end..selesai.
itu sebabnya dia tidak di sebut buddha

nabi muhammad menolak konsep dukha

.........................................................
_____________________________________________ +
nabi muhammad tidak disebut budha

apakah setiap yang menolak konsep dukha itu tidak disebut budha?
dari mana anda tahu, kalau nabi muhammad menolak konsep dukha?

Dhuka bisa diartikan SULIT TERPUASKAN.
nah kalau merasa kurang puas, ya TAMBAH LAGI, TAMBAH LAGI....

contoh : seperti makan ice cream,...jilatin satu masih belum puas,... ya tambah lagi, tambah lagi... selama memiliki NAFSU, FISIK dan DUIT....

kira2 begitu deh..........
kalau kurang TERPUASKAN, mungkin senior2 bisa membantu....



Supaya lebih bisa menhormatin agama masing2,
sebaiknya membandingan PETINGGI agama lagi dgn Buddha adalah kurang tepat di forum ini........akhirnya tambah dibanding, masing2 masih tambah nafsu..semangkin besar nafsunya akan SULIT TERPUASKAN......... ;D ;D ;D ;D

Kalau bisanya lelaki udah tak TERPUASKAN akan cepat MARAH...... ^:)^ ^:)^


 _/\_ :x
gw juga suka makan ice cream lho...... ;D
« Last Edit: 02 December 2009, 06:17:17 AM by johan3000 »
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #47 on: 02 December 2009, 09:24:54 AM »
sry menyela...bisa tembus di dalam batin seseorang..
TAPI

[at]  Upasaka

sebenarnya, sikap kasar saya dalam diskusi ada alasannya.

pertama, saya ingat dalam salah satu ajaran budha dikatakan bahwa seseorang yang merasa suka terhadap sesuatu, maka dia akan menilainya "baik". semakin suka terhadap sesuatu, maka dia akan semakin menilainya baik. sebaliknya, orang yang merasa tidak suka terhadap sesuatu, maka dia akan menilai sesuatu itu "jelek". semakin tidak suka, maka dia akan menilai "semakin jelek".

Kedua, akan banyak orang yang mendukung dan menyukai saya, serta menerima pemikiran-pemikiran saya, bila saya berdiskusi dengan cara yang baik dan menyenangkan.

ketiga, karena orang sudah setuju dengan saya dan dapat menerima pemikiran-pemikiran saya, maka saya tidak tahu siapa orang yang "pikirannya lurus dan jernih" yang dapat menilai sesuatu dengan benar, tanpa merasa suka ataupun benci kepada sesuatu (upekha).

keempat, bila saya tidak mengetahui siapa yang telah mencapai ketenangan (upekha), lalu bagaimana saya dapat menemukan guru bagi diri saya?

klo udah bisa mengetahui batin seseorang.. alasan kasar dalam diskusi , terutama yg terakhir " tidak mengetahui siapa yg batinnya tenang", jd alasan itu gak bisa di pake dunk
kan bisa melihat batin seseorg...

maksud anda, saya tidak dapat menjadikan alasan "tidak mengetahui siapa yang batinnya tenang" sebagai alasan diskusi kasar, karena saya bisa melihat batin seseorang.

begitu ya?

kalau begitu berarti menurut anda, saya telah membuat dua pernyataan kontradiktif.

pertama : saya menyatakan tidak mengetahui siapa yang batinnya tenang
kedua : saya menyatakan mengetahui siapa yang batinnya tenang.

untuk pernyataan pertama, saya membenarkannya, karena memang saya tidak mengetahui siapa yang batinnya tenang.

untuk pernyataan kedua, bisa anda tunjukn pada post yang mana saya membuat pernyataan kalau saya dapat mengetahui siapa yang batinnya tenang?

perasaan saya tidak pernah menyatakan begitu. jika memang saya menyatakan demikian, pasti itu artinya bukan sekarang, bukan saat ini dan di sini.
untuk post ttg pernyataan langsung bahwa anda mengetahu bantin seseorg tenang tidak ada, tp secara tidak langsung ada,
1. anda bilang anda mampu melihat tembus ke dalam batin
2. kesimpulan dari pengalaman anda yg bisa melihat tembus kedalam batin  "kesimpulan bahwa yang terpenting dari seseorang bukanlah apa yang dikatakannya, tetapi apa yang di dalam batinnya"

apakah maksud anda sebenarnya, anda bisa melihat tembus ke dalam batin seseorang, tp tidak tau batin manakah yg tenang, mana yg tidak tenang, mana yg baik, dan mana yg tidak baik, anda bisa melihat batin seseorg, tp sama sekali tidak bisa membedakan... apakah begitu?
...

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #48 on: 02 December 2009, 09:33:13 AM »
menurut bro deva apa yg di sebut Buddha?
atau lebih benernya..apa itu ciri2 seorang Buddha?
bagaimana seseorang dpt di sebut Buddha?
nah klo definisinya benar, sesuai, cocok dgn agama Buddha , yah karena kata Buddha ini anda kenal dari agama ini, maka muhammad bisa di sebut Buddha

penjelasan yg cukup baik mengenai Dukkha

Quote
1. Dukkha Ariyasacca
Artinya adalah Dukkha.

Kebenaran Mulia yang pertama berbunyi “dukkha”, umumnya oleh hampir semua orang menerjemahkannya sebagai “Kebenaran Mulia tentang penderitaan (duka)”. Dan jika mereka menarik kesimpulannya dalam pemahaman Buddhis, mereka mengartikannya bahwa penghidupan ini adalah penderitaan dan duka-lara. Penerjemahan yang salah ini menimbulkan kesalahpahaman, sehingga banyak orang yang menilai bahwa Ajaran Buddha (Agama Buddha) adalah agama yang pesimis. Di sini dengan tegas dinyatakan bahwa Agama Buddha adalah agama yang tidak berlandaskan pada pandangan pesimis ataupun optimis, namun realistis. Yaitu satu ajaran yang mengajak dan mengajar kita untuk melihat hidup dan penghidupan dengan cara realistis. Ajaran Buddha melihat benda-benda dan segala sesuatunya dengan keadaan sewajarnya (jathabhutam) dan tidak menggambarkan secara keliru bahwa “hidup ini indah” (life is beautifull) atau menjalani hidup dengan pandangan bahwa “hidup ini tidak adil” (no justice in the world). Ajaran Buddha memberitahukan tentang semua keadaan sewajarnya tanpa menutup-nutupi kenyataan yang buruk ataupun mengeluarkan pandangan-pandangan yang dihasilkan dari imajinasi, namun merupakan hasil dari penelitian dan pembuktian intensif.

Tidak dapat disangkal bahwa kosakata dalam Bahasa Pali yang berbunyi “dukkha” yang dalam percakapannya sehari-hari berarti “derita”, “sakit”, “sedih”, “duka”, dan makna penderitaan lainnya. Kosakata ini adalah lawan dari kosakata “sukkha” yang berarti “suka”, “senang”, “gembira”, “bahagia”, dan sebagainya. Namun kata “dukkha” yang dipakai dalam pengertian akan Kebenaran Ariya yang Pertama ini mengandung arti filosofis yang sangat luas. Kata “dukkha” dalam Kebenaran Mulia Pertama ini mengandung artian lain seperti “tidak kekal”, “kosong”, “hampa”, “tanpa inti”, “fatamorgana”, “ketidakpuasan”, dan masih banyak lagi. Karena sangat sulit untuk mencari kata substitusi dari “dukkha” ini, maka akan lebih bijaksana bila kita tetap menggunakan istilah “dukkha” ini daripada mencoba menggantinya dengan kata alternatif lain yang dapat menimbulkan polemik kelak.

Meski Sang Buddha mengatakan bahwa penghidupan ini adalah dukkha, namun bukan berarti penghidupan ini tanpa kebahagiaan. Sang Buddha menjelaskan bahwa di dunia ini ada dua macam kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh semua makhluk, yaitu kebahagiaan fisik dan spiritual. Kebahagiaan fisik itu seperti kebahagiaan menjadi orang kaya, kebahagiaan menikmati makanan lezat, kebahagiaan mendengarkan lagu, kebahgiaan melihat lukisan, dan kebahagiaan-kebahagiaan lain yang memuaskan indera. Kebahagiaan spiritual itu seperti kebahagiaan merasakan kebahagiaan makhluk lain, kebahagiaan melaksanakan penghidupan suci, kebahagiaan ketenangan batin saat bermeditasi, dan kebahagiaan-kebahagiaan lain yang memuaskan landasan mental. Namun semua kebahagiaan tersebut juga termasuk dalam dukkha. Bahkan keadaan “jhana” (keadaan mental yang sangat tenang, yang dapat dicapai dengan jalan meditasi tingkat tinggi) yang dapat membebaskan perasaan dari “sukkha” (damai) dan “dukkha” (tidak puas), juga termasuk dalam kategori dukkha. Mengapa semuanya itu adalah dukkha? Sang Buddha menjelaskan :
“Semua kebahagiaan itu semu semata, akan berubah dan tidak kekal dan karenanya harus digolongkan dalam dukkha (anicca dukkha viparinama-dhamma).”
  
Dalam hubungan dengan penghidupan dan kebahagiaan dari hawa-hawa nafsu, Sang Buddha menjelaskan tiga hal yang berkaitan, antara lain :
<1> Perasaan tertarik atau kegembiraan (assada)
Perasaan ini muncul seperti pada saat Anda tertarik, suka atau merasa gembira kalau bertemu dan bersama dengan seseorang. Tidak harus sesama antara orang atau makhluk lainnya, namun juga dapat terjadi pada hal-hal lainnya, seperti rasa tertarik pada suatu tempat, makanan, lagu, aroma, dan sebagainya. Hal ini tentu sangat sering kita alami, tetapi kegembiraan ini tidaklah bersifat kekal sebagaimana juga halnya `dengan orang itu (objek) ; dan segala sesuatu yang membuatnya tertarik juga tidak kekal.
<2> Akibat yang tidak baik, atau perasaan tidak puas (adinava)
Perasaan ini muncul seperti pada saat Anda tidak dapat bertemu atau bersama dengan orang itu, yang tentu saja pasti dikarenakan oleh suatu sebab. Sama seperti asaada, perasaan ini juga dapat muncul karena pengaruh objek lainnya seperti tempat, makanan, lagu, aroma dan sebagainya. Anda akan menjadi kecewa dan mungkin Anda akan melakukan perbuatan yang tidak baik. Inilah yang dinamakan dengan adinava. Hal ini juga tentu sangat sering kita alami dalam penghidupan sehari-hari.
<3> Perasaan yang terbebas dan tidak terikat (nissarana)
Perasaan ini hanya muncul kepada orang yang tidak lagi terikat pada sesuatu lagi. Banyak orang yang mengstandarkan kebahagiaan bagi dirinya dengan sesuatu yang belum dimilikinya. Ketika sesuatu yang belum dimilikinya itu belum terpenuhi, maka ia akan menderita. Namun orang yang telah memiliki perasaan nissarana, ia sudah tidak terikat lagi pada sesuatu yang belum dimilikinya bahkan yang sudah dimilikinya.

Konsep-konsep dukkha dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu :
1) Dukkha-dukkha (dukkha sebagai derita biasa)
Semua jenis penderitaan dan ketidakpuasan dalam penghidupan ini, seperti dilahirkan, terlapuk dan berusia tua, sakit, mati; berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan; tertimpa musibah; terpisah dari orang atau sesuatu yang disayangi; keluh-kesah; kegagalan; kesedihan, dan semua bentuk derita fisik dan mental yang oleh umum dianggap sebagai derita dan sakit, adalah termasuk dalam golongan ini.
2) Viparinama-dukkha (dukkha sebagai akibat dari perubahan)
Suatu perasaan berbahagia, suatu keadaan bahagia dalam kehidupan adalah tidak kekal. Cepat atau lambat hal ini akan berubah dan perubahan ini akan menimbulkan kesedihan, derita, ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan. Misalnya seseorang yang mencapai kesuksesan dan kekayaan yang melimpah, tidak selamanya akan bermandikan uang kebahagiaan. Suatu hari keadaannya pasti akan berubah, seperti akan ada masalah keuangan, masalah internal maupun eksternal perusahaan, mengalami kebangkrutan, atau setidaknya menghadapi batu sandungan lainnya yang merupakan akibat dari kesuksesannya. Termasuk pula kesedihan akibat berpisah dengan orang yang kita sayangi.
3) Sankhara-dukkha (dukkha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi)
Untuk segi ketiga ini tidaklah terlalu mudah dibabarkan dan dapat langsung dimengerti oleh orang awam. Segi ketiga ini adalah segi yang paling penting dalam Kebenaran Mulia Pertama ini. Untuk penjelasan akan sankhara-dukkha ini, diperlukan pembahasan secara analitis yang khusus terlebih dahulu tentang apa yang kita anggap sebagai “makhluk” atau “aku”. Namun secara garis besarnya adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kehidupan (pancakkhandha). Seperti perasaan sedih karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kehidupan (pancakkhandha).
tidak puas adalah satu bentuk dukkha


seorang disebut Buddha dinilai dari apa?

1. tingkah laku  
2. ciri2 fisik
3. Pencapaiannya, dan Ajarannya

klo no 1 dan 2 saja, itu namanya Chakkavatti ( Raja Dunia)
klo no 1 saja itu namanya Bhodhisatta

Khusus No 3, + Ajaran berarti samma Sammà-Sambodhi
klo cuma pencapain : Sàvaka-Bodhi dan Pacceka-Bodhi

yah itu menurut pandangan agama Buddha yg saya tau (klo anda ato yg lain mau tambahkan..silakan)

klo bro Deva ada waktu, saya merekomendasikan RAPB (Riwayat Agung Para Buddha) untuk di baca

« Last Edit: 02 December 2009, 09:41:37 AM by The Ronald »
...

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #49 on: 02 December 2009, 10:54:46 AM »
Quote from: Deva19
saya saya peroleh adalah suatu kesimpulan bahwa yang terpenting dari seseorang bukanlah apa yang dikatakannya, tetapi apa yang di dalam batinnya.

sesungguhnya, mustahil sang Budha dan semua orang suci di dunia mengajari manusia hanya dengan bahasa kata-kata, melainkan pastilah bahasa "cahaya". dengan cahaya itulah sang Budha melihat tembus ke dalam batin manusia dan dengan cahaya itu pula sang Budha mencabut akar-akar kebodohan, sehingga siapa yang medengarkan dhamma secara langsung dari sang Budha, lebih memungkinkan bagi mereka untuk lbih cepat mencapai kesucian, bukan hanya karena konsep dhamma yang benar dan bukan hanya karena usaha para bikhu, tetapi juga karena bantuan sang Budha melalui cahaya. cahaya inilah yang menjadi inti dari kata-kata sang Budha.

seperti yang anda katakan, seorang yang tampak sabar sekalipun bisa jadi ada kejahatan di dalam batinnya. sebaliknya,  apakah anda tidak pernah berpikir, mengira atau menduga bahwa seseorang yang tampak kasar sekalipun, sesungguhnya suci di dalam nya?

Atas dasar apa Anda bisa menyimpulkan kalau Sang Buddha memakai "bahasa cahaya"?

Ada orang yang bertindak kasar tapi dengan maksud yang baik. Misalnya orangtua yang menghukum anaknya karena nakal. Tetapi sebaik apapun niatnya, orang yang bertindak kasar itu tidak mungkin adalah orang suci. Apakah Anda tahu apa alasannya?


Quote from: Deva19
anda mmbuat perbandingan dari bentuk kata-kata yang saya gunakan. betulkah? tapi apakah kata-kata dapat menjadi ukuran kesabaran seseorang? mengingat sebagaimana yang anda sendiri katakan, "tidak ada alat pengukur kesabaran."

saya tidak tahu, apakah anda lebih sabar dari saya, atau saya lebih sabar dari anda, atau saya dan anda sama-sama sabar. tapi yang saya tahu, sang Budha telah menjelaskan bahwa akar kesombongan itu ada tiga, yakni ketika berpikir "aku lebih baik dari dia" atau "dia lebih baik dari aku" atau "aku sama dengan dia". oleh karena itu, saya ingin menghindari pemikiran yang membanding-bandingkan antara diri saya dengan anda. dan saya tidak akan menguji kebenaran pernyataan, "anda lebih sabar dari saya".

Baik sekali. Anda tidak terpancing oleh kata-kata saya. :)


Quote from: Deva19
berbicara tentang kesabaran, akan mendorong saya untuk mengembangkan kesabaran dan kesucian batin, untuk membuktikan dhamma kepada diri anda dan kepada diri saya sendiri. dengan demikian akan membuat saya masuk ke alam meditasi, dimana pemikiran berhenti bekerja, dan hanya kesadaran yang bekerja dan berkembang.

membahas soal kesabaran, akan mendorong saya untuk mengembangkan batin untuk mencoba melihat tembus ke dalam batin anda, atau agar anda melihat ke dalam batin saya. terlepas dari benarhkah hal tersebut dapat dilakukan, tetapi bila memang dapat dilakukan, maka ini merupakan hal yang baik. tetapi hal ini akan menyebabkan saya kehilangan tujuan semula, yakni "menemukan orang yang dapat menjelaskan kebenaran" dengan kaidah berpikir yang benar.

mmbahas soal kesabaran, membuat saya ingin melihat ke dalam diri saya sendiri untuk mengerti dhamma. ketika saya melihat dhamma, maka disitu tidak ada pertentangan konseptual, tidak ada logika, tidak ada argumentasi, diskusi dan perdebatan. di dalam diri saya hanya melihat 5 khanda dan tidak ada lainnya. tetapi ketika dhamma di ungkapkan melalui kata-kata, maka disitu terjadilah konsepsi. ketika ada konsepsi, disitu ada logika. ketika ada logika, diistu ada pikiran benar atau ada pikiran salah (ditti). ketika ada pikiran salah, inilah yang menodai kesucian.

Ketika saya membahas mengenai "kesabaran", saya hanya mengajak Anda untuk bersikap kooperatif dengan regulasi di Forum DhammaCitta. Di tingkat selanjutnya, secara implisit saya memberi persuasi pada Anda agar lebih bisa mengendalikan lobha-dosa-moha. Kemampuan untuk mengendalian diri dari lobha-dosa-moha adalah yang disebut dengan "kesabaran". Dengan merenungkan sendiri manfaat dari mengendalikan lobha-dosa-moha, Anda bisa melihat pentingnya bersikap tenang.

Ketika Anda menyadari pentingnya mengikis lobha-dosa-moha, maka seharusnya Anda terfokus pada jalan yang menuju akhir dukkha. Bukan sebaliknya malah menggenggam keinginan untuk melihat tembus batin seseorang. Keinginan Anda untuk melihat batin orang lain ini bukan menjadi keinginan yang mendukung praktik. Tapi justru sudah menjadi satu bentuk nafsu-keinginan yang baru.

Ketika Anda bermeditasi, Anda sedang melihat "diri sendiri". Tentu saja tidak ada pertentangan konseptualitas, karena Anda setuju dengan diri sendiri. Berbeda ketika Anda berdiskusi dengan orang lain. Ada perbedaan pola pikir, gaya bahasa dan argumentasi antar satu orang dengan orang yang lain. Ketika Anda mengharapkan orang lain berargumentasi sesuai dengan Anda, itu adalah satu bentuk nafsu-keinginan yang baru. Ketika Anda tidak puas setelah mendapat argumentasi orang lain yang berbeda dengan harapan Anda, itu adalah salah satu bentuk nafsu-penolakan yang baru. Kalau sudah begini, kaidah berpikir menurut Anda hanya bisa dijelaskan oleh diri sendiri.


Quote from: Deva19
vedana adalah suatu realitas di dalam diri. karena Vedana adalah suatu fakta nyata, maka tidak dapat dipertentangankan, tidak dpat dipersalahkan, oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. tidak akan ada orang, baik diri sndiri maupun orng lain yang berpendapat Vedana itu salah. karena berpikir "itu salah" adalah telah memulai pemikiran. pemikiran inilah yang kemudian akan menimbulkan pertenangan, dualisme, kemelekatan, dan diperslahkan. apalagi ketika orang sudah mencoba mendefinisikan "apa itu Vedana". ilmu logika harus bekerja pada tahap ini untuk menjaga "lurusnya" pikiran.

Vedana (perasaan) adalah salah satu agregat kehidupan yang ada dalam komponen makhluk, dalam konteks ini adalah manusia. Vedana tidak dapat disebut salah atau benar. Vedana hanya dapat dikenali dalam 3 jenis, yaitu:
- menyenangkan
- tidak menyenangkan
- netral

Jika seseorang berpikir vedana itu dapat dipersalahkan, dapat dibenarkan, tidak dapat dipersalahkan, ataupun tidak dapat dibenarkan, maka itu adalah pemikiran keliru. Karena vedana hanyalah salah satu agregat; lebih jelasnya merupakan gejolak batin yang merupakan salah satu dari 12 mata rantai yang bisa mengondisikan dukkha.

Untuk memudahkan penyampaian lewat kata-kata, tentu saja vedana perlu didefinisikan. Dalam memberi satu definisi terhadap vedana, kita harus mengerti terlebih dahulu di bagian mana dari batin kita yang disebut sebagai vedana (perasaan).


Quote from: Deva19
di dalam dhamma yang anda lihat ada metta, karuna, muddita dan upekha. dhamma apapun yang anda lihat, tidak dpat ditentang atau dipersalahkan. karena mereka adalah kebenaran sebagaimana adanya. tetapi ketika anda telah menyatakan di dalam pikiran ataupun lisan, bahwa karena adanya metta, karuna, muddita dan upekha, maka mustahil seorang suci melakukan tindak kekerasan atau membunuh. maka disinilah pemikiran mulai bekerja untuk mencari tahu "benarkah" atau "salahkah". dan untuk menemukan apa yang dicari, yaitu nilai suatu pernyataan, diperlukan kaidah-kaidah berpikir yang benar. menolak kaidah berpikir ini adlh mustahil.

Metta, karuna, mudita dan upekkha adalah 4 sifat luhur yang bisa dikembangkan oleh kaum putthujana. Dikatakan bisa dikembangkan, karena kaum putthujana belum memiliki 4 sifat luhur itu sepenuhnya. Ketika seseorang sudah mencabut habis lobha-dosa-moha, maka secara tidak langsung dia juga sudah memiliki 4 sifat luhur itu sepenuhnya.

Di titik ini, kita perlu mengkaji apa yang dimaksud dengan metta, karuna, mudita dan upekkha. Metta adalah cinta-kasih universal; sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi dosa (kebencian) dalam batin seseorang. Karuna adalah belas-kasih tertinggi, sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi lobha (keserakahan) dalam batin seseorang. Mudita adalah simpati yang dalam; sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi keakuan dan kemelekatan. Upekkha adalah keseimbangan batin, sifat luhur yang berdiam ketika tidak ada lagi ketidaktahuan (avijja) dan kebodohan batin (moha).

Menurut Anda, bila seseorang sudah memiliki 4 sifat luhur itu, apakah masih mungkin baginya untuk melakukan tindak kekerasan atau membunuh? Coba berikan alasan atas jawaban Anda!


Quote from: Deva19
ketika seseorang berkata, "marah-marah adalah ssuatu yang baik", maka orang tersebut telah mmbuat konsepsi. dan orang kaan beramai-ramai memberikan nilai-nilai pada suatu konsepsi, "itu benar" atau "itu salah" atau "itu sesuai dengan keyakinan saya" atau "itu tidak sesuai dengan keyakian saya" dst. kemarahan adlh suatu realitas di dalam diri, yang orang mudah melihat faktanya. tetapi "baik" buknlah suatu salah satu fakta dari 5 khanda, sehingga "baik" tidak akan dapat dia temukan di dalam 5 khanda, tetpai akan ditemukan di dalam konsepsi orang lain.

Dunia ini terdiri dari berbagai dualisme. Ada baik ada juga jahat. Tapi di antara dualisme ini, ada satu yang disebut sebagai non-dualisme. Kenapa bisa ada non-dualisme? Karena dualisme sendiri memiliki penyebab. Bila penyebab dualisme ini tidak lagi mendukung, maka yang ada adalah non-dualisme.

- Perbuatan jahat didasari oleh keserakahan, kebencian, dan ketidak-pedulian.
- Perbuatan baik didasari oleh ketidak-serakahan, ketidak-bencian, dan kepedulian.

Dua perbuatan itu mengandung nilai dualisme. Yang merupakan non-dualisme adalah perbuatan sesuai Dhamma, Jalan Tengah. Perbuatan sesuai dengan Dhamma dan Jalan Tengah adalah: "tanpa keserakahan, tanpa kebencian dan tanpa ketidak-pedulian".

Coba Anda cermati kriteria perbuatan sesuai Dhamma dan Jalan Tengah yang merupakan non-dualisme ini. Apakah Anda melihat bahwa perbuatan sesuai Dhamma bisa disebut baik, jahat, baik dan jahat, bukan baik, bukan jahat, atau bukan baik dan jahat?


Quote from: Deva19
ketika anda berkata, "sekarng anda sudah lebih sabar dari dulu", berarti anda telah membuat suatu konsepsi dan mengemukakanya di dalam tulisan. kalau saya ingin mencari tahu "benar" atau "tidak", maka saya akan bertanya, "mengapa?" dan anda akan menjelaskannya dengan argumentasi logic atau melalui suaru referensi, keduanya sama-sama berwujud konsepsi. dan karna konsepsi itu merupakan sesuatu yang "tidak dpat dilihat langsung", seperti halnya kata "baik", maka saya berpikir untuk menemukannya.  dan saya tidak melihat "ujung" dari pemikiran ini. dimanakah ia?

Sederhana sekali. Ketika saya mengatakan Anda sekarang lebih sabar dari yang dulu, coba Anda ingat-ingat bagaimana Anda yang dahulu. Apakah Anda yang dahulu lebih cepat tersinggung dari Anda yang sekarang?

Kalau memang begitu, berarti benar kalau Anda yang sekarang sudah lebih sabar. Anda tidak perlu melihat sesuatu yang jelas ada di depan mata dengan menggunakan teropong ke penjuru arah yang lain.

Anda bisa melihat bahwa ada sebuah biji sawi di telapak tangan Anda. Tapi Anda malah mempersoalkan konsep tentang biji sawi dan telapak tangan. Bukankah ini berarti Anda yang menghalangi diri Anda sendiri untuk melihat biji sawi?

Dalam beberapa keadaan, pemikiran sesuai kaidah logika Anda kadang tepat digunakan. Tapi dalam hal sesederhana ini, pemikiran sesuai kaidah logika Anda malah justru menghalangi Anda untuk melihat kebenaran.


Quote from: Deva19
tuhan itu ketika ditemukan, dilihat dan disebut "Tuhan", maka tidak ada petentangan. tidak seorang manusiapun yang dapat mengatakan sbuatan tersebut salah. tetapi ketika dikatakan "tuhan itu ada" atau "tuhan itu tiada", maka disitulah orang mulai ramai memberi nilai "benar" atau "salah". dam konsepsi ini, lagi-lagi tidak berujung pada kejelasan sebagaimana jelasnya bila kita melihat 5 khanda.

Tuhan didefinisikan sebagai pribadi yang Maha Kuasa atas semesta alam. Atau mungkin bisa juga digambarkan sebagai suatu zat yang tak terlukiskan dan sekaligus menguasai Alam Semesta. Paradigma seperti ini ditentang oleh sebagian orang, karena mereka tidak melihat ada suatu pribadi / zat di dunia ini yang tak terkondisikan. Sebagian orang yang percaya adanya Tuhan justru meyakini ada pribadi / zat yang bisa berdiri sendiri dan mengendalikan dunia. Perbedaan pola pikir ini sangat sulit untuk ditemukan ujungnya. Semua argumentasi biasanya muncul karena orang-orang terikat pada persepsi. Sang Buddha menunjukkan dengan jelas bahwa persepsi bisa dikendalikan dan ditanggalkan. Ketika kita tidak terikat pada persepsi, kita bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Di titik ini, pertentangan pendapat mengenai ada atau tiadanya Tuhan tidak lagi berdiam dalam pikiran orang itu. Karena ia telah melihat sendiri apakah Tuhan itu eksis atau tidak.


Quote from: Deva19
bila anda mengatakan "sabar adalah sesuatu yang baik", ini adlah konsep. dan pasangan konsep adalah "kenapa?" dan kenapa adalah suatu pertanyaan yang tidak memiliki "ujung". sebab setiap kali argumentasi diberikan, maka "kenapa" yang lain akan muncul pula. oleh  karena itu, bukankah amat jelas bahwa siapapun yang berpegang kepda konsepsi teramatlah bodohnya? jika jawaban dari pertanyaan ini "ya" atau "tidak", maka keduanya juga merupakan konsepsi yang tidak berujung. bila hal ini dapat difahami denga benar, maka patutkah kita menilai seseorang dari apa yang dia katakan?

Sabar adalah baik karena merupakan sikap yang tidak hanyut dalam arus kekotoran batin. Tidak hanyut dalam arus kekotoran batin adalah baik karena merupakan sikap yang tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif. Tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif adalah baik karena tidak akan melakukan hal-hal negatif. Tidak melakukan hal-hal negatif adalah baik karena tidak menambah penderitaan pada orang lain dan diri sendiri. Tidak menambah penderitaan pada orang lain dan diri sendiri adalah baik karena membuat hidup lebih indah. Membuat hidup lebih indah adalah baik karena mengakibatkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah baik karena tidak ada lagi ketidak-puasan. Tidak ada lagi ketidak-puasan adalah baik karena hal itu merupakan lenyapnya nafsu-keinginan dan kemelekatan. Lenyapnya nafsu-keinginan dan kemelekatan adalah baik karena itu adalah kebahagiaan tertinggi. Kebahagiaan tertinggi adalah baik karena tidak ada lagi suka maupun duka. Tidak ada lagi suka dan duka adalah baik karena tidak ada lagi dualisme. Tidak ada lagi dualisme adalah baik karena baik dan buruk ada dalam tataran dualisme. Bila tidak ada lagi dualisme, maka tidak ada lagi baik dan buruk, sehingga tidak akan ada suka-duka ... dan seterusnya ... Karena itulah tidak ada dualisme adalah baik.

Ketika Anda memakai kaidah logika untuk menerima pendapat seseorang, itu juga merupakan konsep. Pertanyaan Anda di atas juga berdasarkan konsepsi. Yang sering disalah-artikan oleh sebagian banyak orang adalah konsep selalu ada di mana pun. Ini keliru, karena sebenarnya konsep hanya ada dalam dualisme. Ketika kita tidak melekat pada pinggiran dualisme, apapun yang kita lakukan itu sudah bukan konsep.


Quote from: Deva19
"sang Budha adalah manusia agung yang tercerahan sempurna", dan kita dapat melihat keagungan beliau dari ajarna yang tertulis di dalam kata-kata beliau yang telah diabadikan. tetapi semua kata-kata sang Budha yang ditulis itu adalah konsepsi yang tidak berujung, maka apakah akan sempurna penialain seseorang terhap sang Budha hanya melalui kata-kata beliau?

Karena itulah wejangan Sang Buddha yang ditulis dalam teks-teks itu hanya digunakan sebagai rakit, bukan untuk digenggam. Kita sendiri yang harus mempraktikkannya. Untuk merealisasi Kebenaran, kita harus menanggalkan semua konsep; termasuk Dhamma. Jika Dhamma itu sendiri perlu kita tanggalkan, apalagi yang bukan Dhamma.


Quote from: Deva19
"nabi Muhammad adlah seorang Budha" maka orang akan ramai memberi nilai "salah". tetapi nilai "salah" ini adlaa konsepsi yang tidak berujung. berpegang kepda konsepsi yang tidak berujung adalah suatu tindakan yang konyol. akan tetapi ilmu logika bukan untuk membuat seseorang berputar dlaam konsepsi yang tidak berujung, melainkan untuk mengakhiri konsepsi.

Anda perlu mengkaji ulang apa yang dimaksud dengan "Buddha", siapa yang pantas disebut "Buddha" dan bagaimana kriteria "Buddha".

Jika tidak ada konsep yang jelas mengenai "Buddha", maka semua orang bisa saja disebut "Buddha". Dalam konteks ini, konsep adalah penting karena bisa memberikan kriteria dan batasan yang jelas.


Quote from: Deva19
seharusnya benar bahwa nabi muhammad adlah seorang Budha, bila yang dimaksud budha di sini adalah ornag yang mengajarkan kebaikan. sedangkan nabi muhammad adala orang yang mengajarkan kebaikan. tetapi seharusnya salah bahwa nabi muhammad adalah seorang budha, bila budha bukanlah seorang yang mendapat wahyu, dan nabi muhammad adala orang yang mendapat wayhu. nilai "benar" dan "salah" tersebut sudah tepat dan usai secara logic, tidak dpat dibantah dan dipersalahkan, yang mempresalahkannya berarti dia memiliki "ditti" dan telah "tersesat di dalam berpikir." inilah kebenaran logic.

Tidak pernah ada referensi ataupun kewajiban bahwa seorang Buddha mengajarkan kebaikan. Karena tidak semua Buddha akan mengajar. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami apa itu "Buddha".


Quote from: Deva19
"sariputa adalah penerus kebudhaan, karena sariputa wafat sebelum sang Budha wafat. sdangkan penerus kebudhaan adala yang meneruskan ajaran sang Budha stelah sang Budha wafat." inilah kesalahan logic. pernyatan tersebut "salah" secara logic, sudah usai dan tidak dapat dibantah lagi salahnya.

Sang Buddha Gotama tidak pernah menunjuk orang lain untuk menjadi penerus-Nya. Sariputta dipanggil sebagai Panglima Dhamma, karena beliau adalah orang yang memiliki pemahaman Dhamma tertinggi setelah Sang Raja Dhamma, yakni Buddha Gotama.

Setelah Sang Buddha Gotama mangkat, tidak ada orang lain yang menggantikan posisi Beliau. Posisi Beliau baru akan diisi oleh orang lain di akhir kappa Planet Bumi ini, yang bernama Sammasambuddha Metteya. Selama masa ini, tentu saja banyak orang Tercerahkan dan guru-guru spiritual yang baik. Tapi mereka tidak bisa disebut sebagai penerus Sang Buddha ataupun penerus kebuddhaan.


Quote from: Deva19
"alQuran mengajarkan umatnya untuk membenci non mulism kapan saja dan dimana saja ia berada, karena di dlam alquran dijlaskn bunuhlah orang-orang kafir itu dimana saja kamu temui mereka" ini kesalahan logic. sudah jelas salahnya, usai dan tidak dapat dibantah salahnya berdasarkan kaidah-kaidah berpikir yang benar. inilah akhir dari suatu konsepsi. tetapi siapa yang tidak mengerti kaidah berpikir dngan benar, maka selama-lamanya dia akan berpegang kepda keyakinan yang salah "bahwa islam mengajarkan kejahatan". maka akankah seseorang dapat mencapai suatu kesucian, apabila berpegang kepada keyakinan yang salah?

Seseorang yang berpegang pada keyakinan yang keliru bisa saja merealisasi kesucian. Saya katakan bisa, karena ketika seseorang yang berpegang pada keyakinan keliru itu menyadari kekeliruannya dan beralih pada keyakinan yang benar, maka ia bisa mencapai kesucian.


Quote from: Deva19
dan saya melihat carut marut dunia ini disebabkan oleh banyak faktor, dan salah satu faktornya adala karena kesalahan orang-orang dalam berpikir. apakah anda juga melihatnya?

Begitulah. Saya juga melihat banyak keragaman salah-pandang karena seseorang memegang segala sesuatunya baik, segala sesuatunya buruk, segala sesuatunya bukan baik dan bukan buruk; ataupun segala sesuatunya adalah baik dan buruk.

Pandangan yang berbelit-belit.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #50 on: 02 December 2009, 02:18:45 PM »
Quote from: upasaka
Atas dasar apa Anda bisa menyimpulkan kalau Sang Buddha memakai "bahasa cahaya"?

atas dasar pengetahuan langsung tentang orang-orang yang berkomunikasi dengan "bahasa cahaya". pengetahuan langsung ini menimbulkan pengetahuan bahwa munculnya kemampuan seseorang berkomunikasi dengan "bahasa cahaya" adalah seiring meningkatnya "kebijaksanaan". setiap orang bijaksana yang saya lihat secara langsung, mereka dapat berkomunikasi dengan bahasa cahaya, dan mustahil tidak dapat. hal ini menyebabkan suatu kesimpulan, semua orang bijaksana berkomunikasi dengan "bahasa cahaya". dan sang Budha adalah orang bijaksana, maka pastilah sang Budha berkomunikasi dengan "bahasa cahaya", di samping bahasa lisan.

bahasa itu bukan hanya lisan, dan bukan hanya kata-kata. berdasarkan pengetahuan langsung, saya melihat dan memperhatikan bahwa semua orang itu berbicara tidak hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan bahasa tubuh dan dengan bahasa rasa. karena sang Budha juga manusia, maka pasti pulalah sang Budha berkomunikasi dengan cara itu pula.

seandainya saya dapat mengetahui bahwa jantung saya ini berdetak, tentulah saya juga akan membuat kesimpulan yang sama bahwa jantung sang Budha juga sama berdetak sperti jantung saya, walaupun bisa jadi frekuensinya berbeda. ini adalah analogi.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #51 on: 02 December 2009, 02:19:46 PM »
Quote from: upasaka
Ada orang yang bertindak kasar tapi dengan maksud yang baik. Misalnya orangtua yang menghukum anaknya karena nakal. Tetapi sebaik apapun niatnya, orang yang bertindak kasar itu tidak mungkin adalah orang suci. Apakah Anda tahu apa alasannya?

saya tidak mengetahuinya.

jelaskanlah kepada saya, agar saya mengetahuinya!

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #52 on: 02 December 2009, 02:23:10 PM »
Quote from: upasaka
Ketika saya membahas mengenai "kesabaran", saya hanya mengajak Anda untuk bersikap kooperatif dengan regulasi di Forum DhammaCitta. Di tingkat selanjutnya, secara implisit saya memberi persuasi pada Anda agar lebih bisa mengendalikan lobha-dosa-moha. Kemampuan untuk mengendalian diri dari lobha-dosa-moha adalah yang disebut dengan "kesabaran". Dengan merenungkan sendiri manfaat dari mengendalikan lobha-dosa-moha, Anda bisa melihat pentingnya bersikap tenang.

mempelajari tentang bagaimana cara mengendalikan diri dari lobha, dosa dan moha tentu merupakan hal yang sangat penting. tetapi bila anda mengajarkan persoalan-persoalan tersbut sekarang ini keapda saya, itu artinya anda mengajarkan sesuatu yang tidak sedang saya cari dan tidak sedang saya tanyakan.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #53 on: 02 December 2009, 02:26:43 PM »
Quote from: upasaka
Ketika Anda menyadari pentingnya mengikis lobha-dosa-moha, maka seharusnya Anda terfokus pada jalan yang menuju akhir dukkha. Bukan sebaliknya malah menggenggam keinginan untuk melihat tembus batin seseorang. Keinginan Anda untuk melihat batin orang lain ini bukan menjadi keinginan yang mendukung praktik. Tapi justru sudah menjadi satu bentuk nafsu-keinginan yang baru.

saya tidak dapat mengingat, kapan saya menginginkan untuk melihat tembus ke dalam batin seseorang. dari mana anda menyimpulkan kalau saya berkeinginan untuk melihat tembus ke dalam batin seseorang?

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #54 on: 02 December 2009, 02:29:26 PM »
Quote from: upasaka
Ketika Anda bermeditasi, Anda sedang melihat "diri sendiri". Tentu saja tidak ada pertentangan konseptualitas, karena Anda setuju dengan diri sendiri. Berbeda ketika Anda berdiskusi dengan orang lain. Ada perbedaan pola pikir, gaya bahasa dan argumentasi antar satu orang dengan orang yang lain. Ketika Anda mengharapkan orang lain berargumentasi sesuai dengan Anda, itu adalah satu bentuk nafsu-keinginan yang baru. Ketika Anda tidak puas setelah mendapat argumentasi orang lain yang berbeda dengan harapan Anda, itu adalah salah satu bentuk nafsu-penolakan yang baru. Kalau sudah begini, kaidah berpikir menurut Anda hanya bisa dijelaskan oleh diri sendiri.

apakah anda tidak tahu bahwa pertentangan konseptual bisa terjadi secara internal?

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #55 on: 02 December 2009, 02:42:14 PM »
Quote from: upasaka
Menurut Anda, bila seseorang sudah memiliki 4 sifat luhur itu, apakah masih mungkin baginya untuk melakukan tindak kekerasan atau membunuh? Coba berikan alasan atas jawaban Anda!

masih mungkin.

cara pembuktian yang terbaik adalah dengan pengalaman langsung.

metoda lain untuk menjelaskannya adalah logika dan dialektika.

Quote
setiap perbuatan tentu di dorong oleh cetana.
membunuh adalah suatu perbuatan.

sebagian yang di dorong oleh cetana adalah membunuh

Quote
tindakan membunuh itu di dorong oleh kehendak untuk menyakiti.
kehendak untuk menyakiti adalah kamma buruk

tindakan membunuh di dorong oleh kamma buruk

tetapi tidak setiap tindakan membunuh di dorong oleh kehendak untuk menyakiti.

Quote
orang suci itu tidak di dorong kehendak
orang suci itu membunuh

kesimpulan : membunuh itu tidak di dorong oleh kehendak

jika membunuh tidak di dorong oleh kehendak, maka ia tidak memiliki kamma buruk sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya.

jika ia tidak memiliki kamma buruk tersebut, berarti dia tetap dalam keadaan suci.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #56 on: 02 December 2009, 02:47:06 PM »
Quote from: upasaka
Dua perbuatan itu mengandung nilai dualisme. Yang merupakan non-dualisme adalah perbuatan sesuai Dhamma, Jalan Tengah. Perbuatan sesuai dengan Dhamma dan Jalan Tengah adalah: "tanpa keserakahan, tanpa kebencian dan tanpa ketidak-pedulian".

Coba Anda cermati kriteria perbuatan sesuai Dhamma dan Jalan Tengah yang merupakan non-dualisme ini. Apakah Anda melihat bahwa perbuatan sesuai Dhamma bisa disebut baik, jahat, baik dan jahat, bukan baik, bukan jahat, atau bukan baik dan jahat?

semua konsepsi itu bisa dinilai :"benar" atau "salah". dan "benar" dapat berkembang menjadi "baik" adapun "salah" dapat berkembang menjadi "buruk".

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #57 on: 02 December 2009, 02:51:35 PM »
Quote from: upasaka
Anda bisa melihat bahwa ada sebuah biji sawi di telapak tangan Anda. Tapi Anda malah mempersoalkan konsep tentang biji sawi dan telapak tangan. Bukankah ini berarti Anda yang menghalangi diri Anda sendiri untuk melihat biji sawi?

benar. saya telah melihat biji sawi ditangan saya, dan saya dapat belajar kepada anda untuk melihat biji-biji lainnya. tapi itu urusan belakangan, sebab saat ini saya sedang sangat ingin belajar tentang "konsep biji sawi". diantara para guru yang bijaksana yang dapat menunjukan kepada saya, tentang bagaimana cara melihat biji sawi, maka saya akan mengikuti guru yang terbaik, yang tidak hanya dapat mnunjukan kepada saya cara melihat biji sawi dengan benar, melainkan juga yang dapat menjleaskan konsep biji sawi dengan benar.

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #58 on: 02 December 2009, 02:56:47 PM »
Quote from: upasaka
Dalam beberapa keadaan, pemikiran sesuai kaidah logika Anda kadang tepat digunakan. Tapi dalam hal sesederhana ini, pemikiran sesuai kaidah logika Anda malah justru menghalangi Anda untuk melihat kebenaran.

betul.

ada kebenaran yang tertutupi karena saya bersikukuh dengan konsep kaidah berpikir logic. sama halnya dengan suatu kebenaran yang tertutup, karena orang tidak mengindahkan kaidah berpikir yang benar. ajaran sang Budha telah menunjukan jalan kepada umat Budhis tentang bagaimana cara melihat kebenaran di dalam diri mereka. tak perlu saya khawatir kehilangan pentuntun, karena di sini banyak umat budhis yang terampil di dalam sutta, tetapi apa yang dapat membuka mata batin saya untuk bisa melihat kbenaran logic, bila saya tidak menggunakan kaidah berpikir logic?

Offline Deva19

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 821
  • Reputasi: 1
Re: Mengapa Aku Memilih Agama Budha
« Reply #59 on: 02 December 2009, 03:05:58 PM »
Quote from: upasaka
Tuhan didefinisikan sebagai pribadi yang Maha Kuasa atas semesta alam. Atau mungkin bisa juga digambarkan sebagai suatu zat yang tak terlukiskan dan sekaligus menguasai Alam Semesta. Paradigma seperti ini ditentang oleh sebagian orang, karena mereka tidak melihat ada suatu pribadi / zat di dunia ini yang tak terkondisikan. Sebagian orang yang percaya adanya Tuhan justru meyakini ada pribadi / zat yang bisa berdiri sendiri dan mengendalikan dunia. Perbedaan pola pikir ini sangat sulit untuk ditemukan ujungnya. Semua argumentasi biasanya muncul karena orang-orang terikat pada persepsi.

masalahnya, benarkah semua agama non budha mendefinisikan tuhan seperti itu atau apakah tidak terpikir oleh anda kalau itu merupakan penafsiran salah dari sebagian penganut agama tersebut.

jika saya bertanya kepada umat Islam tentang agama Budha, kebanyakan mereka beranggapan bahwa umat Budha adalah umat yang menyembah Sidharta Gautama atau menymbah patung di Vihara. tentu amatlah jauh persangkaan mereka tentang apa itu agama Budha. demikian pula, bila saya bertanya kepada mereka apa itu Nirwana dalam agama Budha, mereka menjawab bahwa Nirwana itu surga. ketidak tahuan mereka serupa dengan ketidak tahuan umat Budha tentang apa itu Tuhan. mayoritas umat Budha mengatakan bahwa "tuhan adlaah suatu pribadi yang menciptakan dunia." amat jaulah persangkaan mereka dari makna Tuhan yang sebenarnya dimaksud oleh agama lain itu.

 

anything