//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhavaviveka "vs" Hinayana  (Read 185086 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

cunda

  • Guest
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #525 on: 16 February 2009, 12:46:26 PM »
namaste suvatthi hotu

adakah yang punya naskah Sanskrit "Simsapavana Sutra" yang dikutip Bhavaviveka atau teks Sanskrit "Mahaparinirvana Sutra"?


apabila ada tolong di kirim ke email aku cundajs [at] yahoo.com

Thuti

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #526 on: 16 February 2009, 12:58:29 PM »
Tambahan saja :

Kedamaian itu tidak ada yg ekstrim, yg ekstrem kalau seseorang melekatinya. Jalan tengah adalah menghindari keekstreman.
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #527 on: 16 February 2009, 01:15:48 PM »
pointless, saya rangkum saja:

theravadin beropini: arahat tidak melekat, bodhisatta "mahayanist" melekati sumpahnya.
mahayanist beropini: arahat theravadin & mahayanist melekat pada kedamaian ekstrim, bodhisatta mahayanist tidak melekati sumpahnya.

perang opini aja... terserah deh... pegang yg cocok bagi masing2 saja
kedua-dua nya tidak perlu di nilai dulu ^^...
tapi coba belajar basic tentang 4 kesunyataan mulia....kan kita semua sepakat 4 kesunyataan mulia adalah hukum paramatha(absolut)....

dari sanalah titik awal melihat pandangan...mana yang cocok sesuai kenyataan,bukan sesuai pikiran
maaf, saya tidak melihat ada hubungan antara 4 Kebenaran Ariya dg "opini tentang arahat & boddhisatta"... bisa diperjelas?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #528 on: 16 February 2009, 05:40:28 PM »
pointless, saya rangkum saja:

theravadin beropini: arahat tidak melekat, bodhisatta "mahayanist" melekati sumpahnya.
mahayanist beropini: arahat theravadin & mahayanist melekat pada kedamaian ekstrim, bodhisatta mahayanist tidak melekati sumpahnya.

perang opini aja... terserah deh... pegang yg cocok bagi masing2 saja
kedua-dua nya tidak perlu di nilai dulu ^^...
tapi coba belajar basic tentang 4 kesunyataan mulia....kan kita semua sepakat 4 kesunyataan mulia adalah hukum paramatha(absolut)....

dari sanalah titik awal melihat pandangan...mana yang cocok sesuai kenyataan,bukan sesuai pikiran
maaf, saya tidak melihat ada hubungan antara 4 Kebenaran Ariya dg "opini tentang arahat & boddhisatta"... bisa diperjelas?
coba lihat yang pertama anda post..disitu ada disebut mahayana tidak melekat akan sumpah nya....
akan tetapi pada kenyataannya? melanggar 4 kesunyataan mulia bukan.
dimana kelahiran,kematian,usia tua,kelapukan itu mencakup dukkha...

sedangkan bagian mananya Seorang Buddha dikatakan bebas dari penderitaan oleh mahayana yang notabane nya terus tumimbal lahir.
berarti buddha gotama dalam pandangan mahayana jelas terus menerus menyukai Bhava(kelahiran) sedangkan dalam pelajaran dasar 4 kesunyataan bhava itu merupakan penderitaan.

dan pada puncak nya seorang user mahayana disini mengatakan...
memang lahir adalah penderitaan fisik, dan buddha batin nya tidak pernah menderita.
jadi bagaimana dikatakan bebas dari penderitaan kalau fisik nya saja masih menderita.

bahkan sebelum buddha menyatakan
"segala sesuatu bentukan/kondisi merupakan penderitaan"
sabbe sankhara anicca.

jadi opini mengenai 4 kesunyataan mulia itu berhubungan dengan semua nya bahkan saling berantai-berantai dengan semua.
pilih pandangan mana?....yah jelas sesuai kenyataan. ^^

dan jikalau kita meneliti lebih dalam...coba tanyakan apa untung nya menjadi seorang sammasambuddha dalam pandangan mahayana....bagian mana yang betul-betul bebas dari penderitaan.

1. jadi arahat---masih juga harus tumimbal lahir, bahkan ada pelajaran lanjutan untuk menjadi sammasambuddha,
2. jadi sammasambuddha---masih juga harus lahir,,bahkan harus terus lahir^^ (sesuai sumpah) dan harus melawan usia tua,sakit,bahkan kematian.

lalu...bagian mananya sih enak nya buddha? toh mending ga jadi buddha,,mending menikmati ke-duniawian...
apa bedanya dengan manusia biasa?...toh sama-sama juga bakalan lahir terus dan menderita....
buddha seperti menjadi service bagi makhluk hidup selamanya........


^^
« Last Edit: 16 February 2009, 05:59:23 PM by marcedes »
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #529 on: 16 February 2009, 05:53:13 PM »
Quote
Oh Jadi pada jaman Buddha ternyata ajaran Mahayana sudah di ajarkan dan ada murid yg bisa memahami  Namaste
Tapi bagaimanapun juga... Arahat (Bodhisatva tgkt 7) dgn batinnya yg jernih dimana mereka sudah menghapus kilesa, seharusnya bisa lebih memahami ajaran Mahayana.
Dibanding dgn kita (umat awam), yg mgkn juga sudah termasuk Bodhisatva, tp masih di bawah tgkt 7 pastinya kan. Roll Eyes

Ini karena para Arhat menurut Mahayana masih memiliki kemelekatan akan "kedamaian ekstrim". Inilah yang menyebabkan ada beberapa dari para Arhat Hinayana yang lebih sulit memahami jalan Bodhisattva ketimbang umat awam seperti kita-kita ini.


Jika nibbana theravada dikatakan "kedamaian ekstrim" dan para savaka arahat itu dikatakan melekat pada kedamaian ekstrim. Bukankah para bodhisatva dan buddha dari jalur Mahayana juga melekat pada ikrar "menolong semua makhluk".
logika ajaran pembebasan sejati ajaran Theravada adalah pembebasan individu. Karena mengapa ? Hanya diri sendiri-lah yang bisa membebaskan diri sendiri, tiada orang yang bisa mensuci-kan diri orang lain. Oleh diri sendiri-lah kesucian itu bisa dicapai.

BUDDHA HAS SHOWN THE PATH OF LIBERATION, NOW DEPEND ON EACH INDIVIDUAL TO TAKE THE PATH AND JOURNEY HIMSELF.

Siapa yang sependapat dengan saya ? Cukup sependapat di dalam hati saja... dan anda akan semakin SADDHA (yakin) dengan yang mana ajaran pembebasan yang sejati.

Jika dikatakan melekat, saya mau nambahin mas Dilbert nih, pakai baju juga melekat kan? makan nasi juga melekat kan? pandangan salah dll adalah kemelekatan kan? lantas apa yang tidak melekat di dunia ini? Jika demikian cita-cita Bodhisattva juga suatu bentuk kemelekatan yang harus dilepaskan.

Ke-Buddha-an juga adalah suatu bentuk kemelekatan yang harus dilepaskan dong... (jadi manusia biasa lagi?) kalau begitu suami jangan melekat pada isteri dan sebaliknya, warga negara jangan patuh hukum karena menimbulkan kemelekatan dsbnya.

Inikah yang dimaksud kemelekatan? apa batasan kemelekatan? mas Dilbert, saya prihatin dengan orang-orang yang demikian mudah mengucapkan kata kemelekatan tanpa mengerti batasannya.

 _/\_
tidak ada dan tidak ada tiada.....bebas dari itu semua...itulah kedamaian.

misalkan contoh anda yaitu baju...
ketika baju kita yang kita sayangi/favorit( melekat ^^) begitu baju kita rusak atau pudar/sobek.
coba tanya batin kita...menderita bukan^^ ----- pelajaran dan contoh dasar. ^^

andaikata kita memakai baju hanya memakai baju....begitu baju kita rusak atau pudar...toh tidak sedih dan juga tidak bahagia...memang kok begitu sifat baju tsb.....-----disini ada kedamaian.


begitu juga dengan kebuddha-an...pada saat kita belum mencapai pencerahan kita melekat dengan ke-inginan kita "ingin mencapai tahap itu"..
tetapi pada saat kita mencapai...ternyata kenyataan nya malah
"semakin ingin mencapai semakin jauh dari tahap itu"

disitu lah muncul kata Buddha pada Angulimala
"aku sudah lama berhenti,mengapa kamu masih terus berlari?"

jadi jelas donk....
bahkan lebih halus lagi seperti ketika kita mau meditasi memakai objek nafas..coba tanyakan pada batin,,mengapa nafas?
mengapa bukan lain....kalau dengan alasan sudah sangat terbiasa dengan nafas...itu juga kemelekatan..
yah bersifat halus lah.^^
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #530 on: 16 February 2009, 06:04:11 PM »
bagaimana jikalau saya tanya "sedang apa buddha saat ini"?

kalau di jawab dari sudut pandang theravada jelas saja...buddha sudah lenyap...seperti api lilin yang padam...lenyap entah ke-mana...bisa dibilang benar-benar hilang/lenyap/tiada lagi.
jadi pertanyaan ini tdk berlaku

kalau dijawab dari sudut mahayana...buddha akan bertumimbal lahir lagi entah dimana...dan akan mencapai pencerahan entah dimana...pertanyaan nya "buddha sedang apa saat ini"?
toh karena sistem nya demikian maka timbul pertanyaan ini.

mohon di jawab......
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #531 on: 16 February 2009, 09:15:54 PM »
Quote
disitu lah muncul kata Buddha pada Angulimala
"aku sudah lama berhenti,mengapa kamu masih terus berlari?"

OOT sih. Hmm sebenarnya lanjutan bait itu yg lebih menjelaskan.

Quote
[The Buddha:]
"I have stopped, Angulimala,
once & for all,
having cast off violence
toward all living beings.

You, though,
are unrestrained toward beings.
That's how I've stopped
and you haven't."

:backtotopic:
There is no place like 127.0.0.1

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #532 on: 16 February 2009, 09:38:50 PM »
coba lihat yang pertama anda post..disitu ada disebut mahayana tidak melekat akan sumpah nya....
akan tetapi pada kenyataannya? melanggar 4 kesunyataan mulia bukan.
dimana kelahiran,kematian,usia tua,kelapukan itu mencakup dukkha...

oh, jika dilihat dari kebenaran ariya yg pertama:

lahir adalah dukkha; menjadi-tua adalah dukkha; mati adalah dukkha; bertemu dg yg disukai adalah dukkha; berpisah dg yg disukai adalah dukkha; menginginkan sesuatu yg tidak tercapai adalah dukkha;

jika dibaca sepotong dari contoh di atas, maka memang dapat disimpulkan bahwa kelahiran berulang adalah dukkha. namun hal tsb tidak sepenuhnya benar. karena nibbana bukan hanya terjadi setelah kematian Arahat atau Buddha. setelah pencerahannya Arahat atau Buddha mereka mengalami nibbana dengan sisa (anupadisesa nibbana, cmiiw). kita lanjutkan kebenaran ariya tadi yah:

singkatnya, kemelekatan terhadap lima kelompok pembentuk mahkluk adalah dukkha

jadi inti masalahnya adalah kemelekatannya, dan pada pencerahannya, baik Arahat dan Buddha telah memadamkan kemelekatannya, oleh karena itu mereka tidak mengalami dukkha lagi.

Quote
dan pada puncak nya seorang user mahayana disini mengatakan...
memang lahir adalah penderitaan fisik, dan buddha batin nya tidak pernah menderita.
jadi bagaimana dikatakan bebas dari penderitaan kalau fisik nya saja masih menderita.
saya setuju dg pendapat mahayana itu ;) bahwa penderitaan fisik dapat dialami oleh Buddha dan Arahat, sedangkan penderitaan bathin tidak terjadi. namun bukan berarti saya setuju bahwa Arahat & Buddha masih terlahir...

jika dilihat dari struktur paticca-samupadda, yg mengkondisikan jati(lahir) adalah bhava(menjadi). sedangkan yg mengkondisikan bhava adalah upadana(kemelekatan). jadi Arahat dan Buddha tidak terlahir lagi karena upadana mereka telah berakhir. sedangkan nama&rupa (fisik & bathin) yg sekarang tetap masih ada hanya merupakan sisa dari kemelekatannya yg lalu. setelah nama&rupa itu padam, berarti seluruh proses telah berakhir. imo sih begitu... (tidak ada kelahiran lanjutan lagi)

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #533 on: 16 February 2009, 10:14:43 PM »
jadi jika mahayana ngotot bahwa lahir terus bukan penderitaan....maka hukum paticcasamupadda dilanggar. ^^

Quote
jika dilihat dari struktur paticca-samupadda, yg mengkondisikan jati(lahir) adalah bhava(menjadi). sedangkan yg mengkondisikan bhava adalah upadana(kemelekatan). jadi Arahat dan Buddha tidak terlahir lagi karena upadana mereka telah berakhir. sedangkan nama&rupa (fisik & bathin) yg sekarang tetap masih ada hanya merupakan sisa dari kemelekatannya yg lalu. setelah nama&rupa itu padam, berarti seluruh proses telah berakhir. imo sih begitu... (tidak ada kelahiran lanjutan lagi)
karena lahir maka jara-marana ada. ^^

jadi seorang yang dikatakan menderita fisik tetapi batin-nya tidak menderita paling cocok dikatakan seperti anupadisesa.
tetapi setelah anupadisesa tentu selanjut nya nibbana tanpa sisa..
ke-dua nibbana ini berkaitan erat...tidak mungkin memilih anupadisesa lalu yang satu nya tidak di-inginkan.

ketika kita makan gula...mana mungkin lidah kita hanya mau ampas gula..dan tidak mau menerima rasa gula....^^
adalah tidak mungkin bukan. ^^
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline BlackDragon

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 154
  • Reputasi: 5
  • Gender: Male
  • *SADHAKA*
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #534 on: 17 February 2009, 12:17:37 AM »
Quote
Wah saya jadi bingung nih mas Chingik, berdasarkan beberapa hal:

Jika Arahat tak mampu memahami jalan Bodhisattva lantas apakah mahluk yang lebih rendah dari Arahat yang mampu memahami jalan Bodhisattva? jika jalan Arahat merupakan penghalang untuk memahami jalan Bodhisattva, mengapa Sang Buddha mengajarkan jalan Arahat? bagaimana dengan mahluk non Arahat seperti kita, mampukah memahami jalan Bodhisattva?

mohon penjelasannya

 

at] atas
Idem dgn pertanyaan saya, tapi sepertinya tidak bisa dijawab bro.

at] Bro cingik.
Apa paramitha yg sudah dijalani oleh Arahat (Bodhisatva tgkt 7) malah lebih rendah/sedikit drpd umat awam, atau Bodhisatva 1 s/d 6 ?
Sehingga yg lebih memahami adalah tingkatan yg lebih rendah/ tgkt 1 s/d 6, dan langsung loncat ke tgkt 8,9 dan 10?
Apa hanya Bodhisatva tgkt 7 saja yg begitu kasihan, sehingga tdk sanggup memahami ajaran yg Superior?

 _/\_
Hanya orang bodoh yg merasa dirinya cukup pintar.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #535 on: 17 February 2009, 08:54:50 PM »
Bakal Buddha Tidak Pernah Merasakan Sakit
Pada siang hari yang panas, seseorang akan pergi ke danau, mandi dan menyelam; dalam keadaan demikian ia tidak merasakan panas dan teriknya matahari. Demikian pula halnya dengan Bakal Buddha yang meliputi dirinya dengan welas asih, dalam usahanya menyejahterakan makhluk-makhluk lain, masuk ke dalam samudra Kesempurnaan dan menyelam di sana. Karena ia diliputi oleh perasaan welas asih, ia tidak merasakan sakit, sekalipun bagian-bagian tubuhnya terpotong, atau oleh berbagai penyiksaan. (RAPB)

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #536 on: 17 February 2009, 09:27:16 PM »
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)


Di jaman Buddha Dipankara, banyak sekali siswa Buddha Dipankara, ada yg mencapai Arahat, ada yg belum. Pertapa Sumedha saat itu telah sanggup mencapai Kearahatan, namun Beliau tidak mau menjadi Arahat. Karena menjadi Arahat akan menghambatnya utk menjadi Sammasambuddha. (Dalam Mahayana, Arahat akan menjadi Buddha juga karena aspek lain yg dibicarakan secara lebih luas yg tidak dibahas dlm Theravada).  Para siswa lain yg tidak memiliki cita2 seperti Sumedha, sudah jelas karena mereka belum memahami keistimewaan dari memilih jalur Sammasambuddha.  Sumedha sendiri dapt menjadi Arahat toh menolaknya, padahal saat itu Sumedha masih putthujana (blm mencapai kesucian seperti para siswa ARahat dari Buddha Dipankara). Nah...ini bersumber dari Theravada sendiri lho, apakah para siswa Dipankara yg sudah Arahat yg notabene sudah suci tidak memilih seperti pilihan Sumedha? Sumedha yg cuma bercita-cita menjadi Buddha (blm benar2 mencapai Kebuddhaan) tapi para penduduk dan dewa sudah menhujani beliau dgn bunga2 layaknya seorang yg telah suci.

Saya tidak bermaksud mengatakan para Arahat tidak mulia. Jangan Salah paham. Selama ini saya juga sangat sangat respek kepada para Arahat. hehe...   
Cuma di sini kita hanya saling belajar, saling mencari masukan. Toh saya juga senang kalo anda2 menjadi Arahat dan mendatangi saya utk mengajar.
Saya mempelajari Theravada dan Mahayana secara terbuka. Kalo dlm theravada mengatakan Arahat telah selesai. Saya setuju,tetapi setelah saya lihat mahayana mengatakan Arahat masih punya "ruang" utk maju, saya tidak akan membantahnya juga tidak mengatakan bahwa hanya ini yg benar. Kita tidak bisa membuktikan secara teoritis, ini tentu kita sama2 setuju, karena sama2 paham bahwa harus ehipassiko, praktikkan. Saya sendiri blm tahu siapa sesungguhnya diri saya, lantas utk apa saya harus membela salah satu aliran religius, emangnya aliran itu punya bapa saya, kira2 begitu , hehe..
Saya hanya menerima informasi dan menyadari ooooo....ajarannya begitu. Kemudian terdapat perbedaan pendapat antar aliran, okelah..masing2 punya pendapat masing2, si A bilang dia benar, si B bilang dia benar, okelah.., saya tidak mau membela. Akhirnya saya akui karena saya cocok ke Mahayana, maka saya memberi peluang kepada pikiran saya utk membuktikan apakah suatu saat pilihan saya benar atau salah. Toh jika salahpun ,saya tidak akan menyesal, karena semua orang belajar dari kesalahan. Setelah baca RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA yg notabene kitab dari Theravada, terus terang saya semakin kokoh dgn cita-cita menjadi SAMMASAMBUDDHA saya yg saya canangkan seperti nasihat dalam Mahayana agar membangkitkan Bodhicitta yg ternyata SAMA dgn ABHINAHARA dalam Theravada.       

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #537 on: 17 February 2009, 09:37:32 PM »
Quote
Wah saya jadi bingung nih mas Chingik, berdasarkan beberapa hal:

Jika Arahat tak mampu memahami jalan Bodhisattva lantas apakah mahluk yang lebih rendah dari Arahat yang mampu memahami jalan Bodhisattva? jika jalan Arahat merupakan penghalang untuk memahami jalan Bodhisattva, mengapa Sang Buddha mengajarkan jalan Arahat? bagaimana dengan mahluk non Arahat seperti kita, mampukah memahami jalan Bodhisattva?

mohon penjelasannya

 

at] atas
Idem dgn pertanyaan saya, tapi sepertinya tidak bisa dijawab bro.

at] Bro cingik.
Apa paramitha yg sudah dijalani oleh Arahat (Bodhisatva tgkt 7) malah lebih rendah/sedikit drpd umat awam, atau Bodhisatva 1 s/d 6 ?
Sehingga yg lebih memahami adalah tingkatan yg lebih rendah/ tgkt 1 s/d 6, dan langsung loncat ke tgkt 8,9 dan 10?
Apa hanya Bodhisatva tgkt 7 saja yg begitu kasihan, sehingga tdk sanggup memahami ajaran yg Superior?

 _/\_

Sang Buddha tidak mengajar jalan Arahat lho ya. Sang Buddha hanya mengajarkan dhamma. ketika pendengarnya cenderung lebih refer ke salah satu tingkatan , maka ke situlah arah bimbingannya. Bukan salah Buddha. Toh jika orang2 tidak ada kecenderungan apapun, atau belum sanggup menerima ajaran, Buddha juga tidak mungkin memaksakan diri mengajar. Ini tercermin dari ada yg sekedar belajar sebagai siswa perumah tangga, ada yg sekedar menjalani Pancasila dan masih cenderung ke hal2 duniawi  maka Buddha mengajar dhamma yg sesuai dgn kapasitasnya, akhirnya orang tersebut lahir ke alam dewa. Mengapa Buddha tidak megajar dia utk mencapai Arahat saja, mengapa hanya mengajar agar dia terlahir di alam dewa yg makin membuatnya melekat pd kenikmatan alam dewa, bukankah semakin menjerumuskannya? Jadi  seperti dalam Mahayana yg mengatakan bhwa semua ini tergantung pada kapasitas para makhluk itu sendiri.   

Arahat walaupun sudah suci, mereka tetap tidak dapat memahami jalur Sammasambuddha , sedangkan seorang putthujana yg belum suci bisa saja memahami keistimewaan jalur Sammasambuddha. Silakan rujuk ke riwayat petapa Sumedha yg masih putthujana sanggup mengembangkan Abhinihara (cita2 Agung) dibandingkan dgn para Sotapanna yg sudah mencapai tingkat kesucian pertama.   
« Last Edit: 17 February 2009, 09:42:52 PM by chingik »

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #538 on: 17 February 2009, 10:37:52 PM »
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)


Di jaman Buddha Dipankara, banyak sekali siswa Buddha Dipankara, ada yg mencapai Arahat, ada yg belum. Pertapa Sumedha saat itu telah sanggup mencapai Kearahatan, namun Beliau tidak mau menjadi Arahat. Karena menjadi Arahat akan menghambatnya utk menjadi Sammasambuddha. (Dalam Mahayana, Arahat akan menjadi Buddha juga karena aspek lain yg dibicarakan secara lebih luas yg tidak dibahas dlm Theravada).  Para siswa lain yg tidak memiliki cita2 seperti Sumedha, sudah jelas karena mereka belum memahami keistimewaan dari memilih jalur Sammasambuddha.  Sumedha sendiri dapt menjadi Arahat toh menolaknya, padahal saat itu Sumedha masih putthujana (blm mencapai kesucian seperti para siswa ARahat dari Buddha Dipankara). Nah...ini bersumber dari Theravada sendiri lho, apakah para siswa Dipankara yg sudah Arahat yg notabene sudah suci tidak memilih seperti pilihan Sumedha? Sumedha yg cuma bercita-cita menjadi Buddha (blm benar2 mencapai Kebuddhaan) tapi para penduduk dan dewa sudah menhujani beliau dgn bunga2 layaknya seorang yg telah suci.

Saya tidak bermaksud mengatakan para Arahat tidak mulia. Jangan Salah paham. Selama ini saya juga sangat sangat respek kepada para Arahat. hehe...   
Cuma di sini kita hanya saling belajar, saling mencari masukan. Toh saya juga senang kalo anda2 menjadi Arahat dan mendatangi saya utk mengajar.
Saya mempelajari Theravada dan Mahayana secara terbuka. Kalo dlm theravada mengatakan Arahat telah selesai. Saya setuju,tetapi setelah saya lihat mahayana mengatakan Arahat masih punya "ruang" utk maju, saya tidak akan membantahnya juga tidak mengatakan bahwa hanya ini yg benar. Kita tidak bisa membuktikan secara teoritis, ini tentu kita sama2 setuju, karena sama2 paham bahwa harus ehipassiko, praktikkan. Saya sendiri blm tahu siapa sesungguhnya diri saya, lantas utk apa saya harus membela salah satu aliran religius, emangnya aliran itu punya bapa saya, kira2 begitu , hehe..
Saya hanya menerima informasi dan menyadari ooooo....ajarannya begitu. Kemudian terdapat perbedaan pendapat antar aliran, okelah..masing2 punya pendapat masing2, si A bilang dia benar, si B bilang dia benar, okelah.., saya tidak mau membela. Akhirnya saya akui karena saya cocok ke Mahayana, maka saya memberi peluang kepada pikiran saya utk membuktikan apakah suatu saat pilihan saya benar atau salah. Toh jika salahpun ,saya tidak akan menyesal, karena semua orang belajar dari kesalahan. Setelah baca RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA yg notabene kitab dari Theravada, terus terang saya semakin kokoh dgn cita-cita menjadi SAMMASAMBUDDHA saya yg saya canangkan seperti nasihat dalam Mahayana agar membangkitkan Bodhicitta yg ternyata SAMA dgn ABHINAHARA dalam Theravada.       

Nah... dalam RAPB, jelas dikatakan bahwa petapa sumedha telah memenuhi semua persyaratan untuk pencapaian ARAHAT (savaka buddha), tetapi karena chanda (keinginan luhur) beliau untuk mencapai sammasambuddha, maka pencapaian ARAHAT ditinggalkan (petapa sumedha tidak mencapai tingkat ARAHAT atau NIBBANA yang dimana kalau mencapai nibbana dan parinibbana maka tidak terlahirkan lagi di alam manapun lagi). Oleh karena ikrar-nya tersebut, Petapa Sumedha harus menjalani tumimbal lahir selama 4 asankheya kappa dan 100 ribu kappa untuk menyempurnakan parami...

Sedangkan dalam konsep MAHAYANA (terutama dilihat dari Saddharmapundarika Sutra), dikatakan bahwa para Sravaka (Arahat) --- Dalam hal ini yang telah mencapai Arahat / tidak ditunda ---- disetarkan dengan bodhisatva tingkat 7, dan jika para Sravaka ingin menempuh jalan bodhisatva dan bertujuan mencapai sammasambuddha, dapat keluar dari nibbana ekstrim (katanya nibbana para sravaka) untuk mencapai sammasambuddha. (Demikian juga BUDDHA GOTAMA dalam sutra saddharmapundarika meramalkan pencapaian sammasambuddha di masa mendatang dari beberapa sravaka/Arahat seperti Arahat Ananda dsbnya)...

Nah, persoalannya terjadi perbedaan di sini... Dari cerita penempuhan jalur bodhisatta (karir bodhisatta calon sammasambuddha seperti petapa sumedha) versi Theravada (sumber RAPB), jelas dikatakan bahwa Petapa Sumedha tidak merealisasikan pencapaian Savaka Buddha / Arahat, tetapi memasuki jalur/karir bodhisatta untuk pencapaian sammasambuddha. BEDA DENGAN KONSEP MAHAYANA, dimana setelah seorang individu merealisasikan ARAHAT / SRAVAKA BUDDHA, seorang ARAHAT dalam kembali menempuh jalur bodhisatva dengan bertumimbal lahir atau beremanasi atau berinkarnasi atau semacamnya dalam rangka pencapaian sammasambuddha.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Bhavaviveka "vs" Hinayana
« Reply #539 on: 17 February 2009, 10:45:37 PM »
Seperti yang telah dijelaskan, Pacceka Buddha dan Siswa Mulia adalah makhluk Tarita. Dengan demikian, setelah mereka menembus Jalan menuju Kearahattaan, selanjutnya mereka memasuki tahap pencapaian Buah (Phàla samàpatti) dan pencapaian Penghentian (Nirodha Samàpatti) demi kebahagiaan dan kedamaian mereka sendiri, tidak bekerja demi kebaikan makhluk-makhluk lain. Di lain pihak, seorang Buddha Yang Mahatahu (Samma-Sambuddha) tidak akan berusaha demi dirinya sendiri saja. Bahkan sebenarnya, dalam masa pemenuhan Kesempurnaan pun ia telah bertekad, “Setelah memahami Empat Kebenaran Mulia, Aku akan membantu yang lain untuk memahaminya juga (Buddho bodheyyaÿ) dan seterusnya. (Sumber : Riwayat Agung Para Buddha)


Di jaman Buddha Dipankara, banyak sekali siswa Buddha Dipankara, ada yg mencapai Arahat, ada yg belum. Pertapa Sumedha saat itu telah sanggup mencapai Kearahatan, namun Beliau tidak mau menjadi Arahat. Karena menjadi Arahat akan menghambatnya utk menjadi Sammasambuddha. (Dalam Mahayana, Arahat akan menjadi Buddha juga karena aspek lain yg dibicarakan secara lebih luas yg tidak dibahas dlm Theravada).  Para siswa lain yg tidak memiliki cita2 seperti Sumedha, sudah jelas karena mereka belum memahami keistimewaan dari memilih jalur Sammasambuddha.  Sumedha sendiri dapt menjadi Arahat toh menolaknya, padahal saat itu Sumedha masih putthujana (blm mencapai kesucian seperti para siswa ARahat dari Buddha Dipankara). Nah...ini bersumber dari Theravada sendiri lho, apakah para siswa Dipankara yg sudah Arahat yg notabene sudah suci tidak memilih seperti pilihan Sumedha? Sumedha yg cuma bercita-cita menjadi Buddha (blm benar2 mencapai Kebuddhaan) tapi para penduduk dan dewa sudah menhujani beliau dgn bunga2 layaknya seorang yg telah suci.

Saya tidak bermaksud mengatakan para Arahat tidak mulia. Jangan Salah paham. Selama ini saya juga sangat sangat respek kepada para Arahat. hehe...   
Cuma di sini kita hanya saling belajar, saling mencari masukan. Toh saya juga senang kalo anda2 menjadi Arahat dan mendatangi saya utk mengajar.
Saya mempelajari Theravada dan Mahayana secara terbuka. Kalo dlm theravada mengatakan Arahat telah selesai. Saya setuju,tetapi setelah saya lihat mahayana mengatakan Arahat masih punya "ruang" utk maju, saya tidak akan membantahnya juga tidak mengatakan bahwa hanya ini yg benar. Kita tidak bisa membuktikan secara teoritis, ini tentu kita sama2 setuju, karena sama2 paham bahwa harus ehipassiko, praktikkan. Saya sendiri blm tahu siapa sesungguhnya diri saya, lantas utk apa saya harus membela salah satu aliran religius, emangnya aliran itu punya bapa saya, kira2 begitu , hehe..
Saya hanya menerima informasi dan menyadari ooooo....ajarannya begitu. Kemudian terdapat perbedaan pendapat antar aliran, okelah..masing2 punya pendapat masing2, si A bilang dia benar, si B bilang dia benar, okelah.., saya tidak mau membela. Akhirnya saya akui karena saya cocok ke Mahayana, maka saya memberi peluang kepada pikiran saya utk membuktikan apakah suatu saat pilihan saya benar atau salah. Toh jika salahpun ,saya tidak akan menyesal, karena semua orang belajar dari kesalahan. Setelah baca RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA yg notabene kitab dari Theravada, terus terang saya semakin kokoh dgn cita-cita menjadi SAMMASAMBUDDHA saya yg saya canangkan seperti nasihat dalam Mahayana agar membangkitkan Bodhicitta yg ternyata SAMA dgn ABHINAHARA dalam Theravada.       

Bagus sekali kalau sdr.chingik memiliki chanda (keinginan luhur) untuk mencapai sammasambuddha. Dan nasihat nasihat seperti itu tidak salah kalau dari sisi pandang paham mahayana yang luhur. Tetapi yang di-kritis-i adalah pencapaian ARAHAT itu sendiri dari sisi Theravada dan Mahayana yang berbeda...
Theravada = BEgitu merealisasikan ARAHAT / SAVAKA BUDDHA = FINAL
Mahayana = Merealisasikan ARAHAT / SRAVAKA BUDDHA = Bodhisatva tingkat 7... Jika berkenan lagi, seorang ARAHAT/Bodhisatva tgkt 7 dapat keluar dari NIBBANA Ekstrim ala Hinayana dan kembali menjalani jalur/karir bodhisatva untuk menuju penerangan sempurna ala seorang samyaksambuddha/bodhisatva tingkat 10...
(Dalam hal ini, SAVAKA BUDDHA (Theravada/Hinayana) TIDAK SAMA dengan SRAVAKA BUDDHA (Mahayana))

Dan kembali lagi, saya juga tidak menyatakan bahwa konsep SAVAKA BUDDHA ala Theravada/Hinayana itu benar... tetapi kenyataannya BEDA dengan SRAVAKA BUDDHA ala Mahayana... yang satu sudah FINAL, yang satu lagi masih bisa LANJUT... Dan perbedaan ini cukup prinsipil.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan