om bill, tolong minta sumbernya. kalo bisa tipitaka...
thanks in advance.
Siap Bang!
Syair 223 (XVII:3. Kisah Uttara Seorang Umat Awam)
Uttara adalah putri dari Punna, seorang buruh tani yang bekerja pada pria kaya
bernama Sumana di Rajagaha. Suatu hari, Punna dan istrinya berdana makanan
kepada Sariputta Thera di saat beliau baru saja mencapai keadaan pencerapan
mental yang dalam (nirodha samapatti). Sebagai akibat dari perbuatan baik itu
mereka mendadak menjadi kaya. Punna menemukan emas di tanah yang ia bajak, dan
secara resmi raja menyatakan Punna sebagai seorang bankir yang besar.
Pada suatu kesempatan, Punna sekeluarga berdana makanan kepada Sang Buddha dan
para bhikkhu selama tujuh hari, dan pada hari ke tujuh, setelah mendengarkan
khotbah Sang Buddha, mereka sekeluarga mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Kemudian Uttara, putri Punna, menikah dengan anak dari Sumana. Keluarga Sumana
bukan keluarga Buddhis, sehingga Uttara tidak merasa bahagia di rumah suaminya.
Ia pun bercerita kepada ayahnya, Punna, "Ayah, mengapa ayah mengurung saya di
kandang ini ? Di sini saya tidak melihat para bhikkhu dan saya tidak memiliki
kesempatan berdana kepada para bhikkhu."
Punna menjadi menyesal dan ia segera memberi uang sebesar 15.000 kepada Uttara.
Setelah mendapat izin dari suaminya, Uttara menggunakan uangnya untuk menyewa
seorang wanita untuk menggantikan dirinya memenuhi kebutuhan suaminya. Akhirnya
ditetapkan bahwa Sirima, seorang pelacur yang sangat cantik dan terkenal,
menggantikannya sebagai seorang istri selama 15 hari.
Selama waktu itu, Uttara memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para
bhikkhu. Pada hari kelima belas saat ia sibuk menyiapkan makanan di dapur,
suaminya melihat dari balik jendela kamar dan tersenyum seraya bergumam pada
dirinya sendiri, "Betapa bodohnya ia. Dia tak tahu cara bersenang-senang. Dia
selalu menyibukkan diri dengan upacara pemberian dana."
Sirima melihat suami Uttara tersenyum pada Uttara, ia menjadi sangat cemburu
pada Uttara, ia lupa bahwa dirinya hanya sebagai istri pengganti yang dibayar.
Menjadi tak terkendali, segera Sirima pegi ke dapur dan mengambil sesendok besar
mentega panas dengan maksud mengguyurkannya di kepala Uttara. Uttara melihatnya
datang, namun ia tidak memiliki maksud buruk pada Sirima. Ia menyadari, berkat
Sirima lah ia dapat mendengarkan Dhamma, berdana makanan, dan berbuat kebaikan
lainnya, sehingga ia merasa berterima kasih pada Sirima.
Tiba-tiba ia menyadari bahwa Sirima datang mendekat dan hendak menuangkan
mentega panas ke arahnya, ia pun berseru, "Bila aku memiliki maksud buruk
terhadap Sirima, biarlah mentega panas ini melukaiku, tapi bila aku tidak
memiliki maksud buruk padanya, mentega panas ini tak akan melukaiku."
Karena Uttara tidak memiliki maksud buruk terhadap Sirima, mentega panas yang
dituang di kepalanya hanya terasa bagai air dingin. Sirima berpikir pasti
mentega itu telah menjadi dingin saat dituangkan, maka ia bermaksud mengambil
mentega panas yang lain. Saat hendak menuangkan mentega panas tersebut,
pelayan-pelayan Uttara menyerang dan memukulnya keras-keras. Uttara menghentikan
para pelayannya dan menyuruh mereka mengobati luka Sirima dengan balsam.
Akhirnya Sirima teringat akan kedudukannya yang sebenarnya, dan ia menyesal
bahwa ia telah melakukan kesalahan terhadap Uttara, dan meminta Uttara
mengampuninya. Uttara pun menjawab, "Aku memiliki seorang ayah. Aku harus
bertanya kepadanya apakah aku harus menerima permintaan maafmu." Sirima berkata
bahwa ia siap pergi memohon pengampunan pada Punna, ayah Uttara.
Uttara menjelaskan padanya, "Sirima, saat aku mengatakan ‘ayahku? maksud saya
bukan ayahku yang sebenarnya, yang membawaku pada rantai kelahiran kembali ini.
Yang kumaksud ‘ayahku? adalah Sang Buddha, yang telah menolongku memotong rantai
kelahiran kembali, yang telah mengajariku Dhamma, Kebenaran Sejati."
Sirima pun memohon untuk bertemu dengan Sang Buddha. Sehingga pada hari
berikutnya direncanakan Sirima akan menyerahkan dana makanan kepada Sang Buddha
dan para bhikkhu.Setelah bersantap, Sang Buddha diberitahu perihal Sirima dan Uttara. Kemudian
Sirima mengakui bahwa ia telah berbuat kesalahan terhadap Uttara dan memohon
Sang Buddha apakah ia dapat dimaafkan, karena jika tidak, Uttara tidak akan
memaafkannya. Kemudian Sang Buddha bertanya kepada Uttara bagaimana perasaannya
saat Sirima menyiramkan mentega panas ke arahnya.
Uttara pun menjawab, "Bhante, karena saya telah berhutang budi pada Sirima, saya
tetap tidak naik darah, tidak memiliki maksud buruk padanya. Saya selalu
memancarkan cinta saya kepadanya."
Lalu Sang Buddha berkata, "Bagus, bagus, Uttara ! Dengan tidak memiliki maksud
jahat, kau telah mengatasi mereka yang berbuat kesalahan padamu. Dengan tidak
melukai, kau dapat mengatasi mereka yang melukaimu. Dengan bermurah hati kau
dapat mengatasi orang kikir, dengan berbicara benar kau dapat mengatasi mereka
yang berbohong."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 223 berikut :
Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan.
Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan
kejujuran.
Sirima dan lima ratus wanita mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah
Dhamma itu berakhir.selanjutnya.....
::