Apakah saya harus netral dengan menyatakan bahwa melanggar sila adalah bermanfaat?
Pertama, anda tidak netral karena sudah memvonisnya melanggar sila, padahal sudah dijelaskan bahwa dalam uraian sila ke tiga, pelacur tidak termasuk.
Jawaban Anda kembali pada uaraian sebelumnya. Padahal saya berusaha mengangakat pembicaraan pada level sumbangsih positif dalam kemajuan batin dan moralitas. Namun Anda tetap saja tidak bisa membuktikan bahwa bisnis prostitusi adalah bisnis yang berfondasi di
jalan kebaikan. Saya tidak mengecam orang yang melacurkan diri atau orang yang menghibahkan tubuhnya di atas bentuk pelacuran. Saya hanya mengungkapkan realitas, bahwa tidak ada nilai postif yang diseumbangkan dari pelacuran pada kemajuan batin seseorang. Di luar dari itu, tentunya ada nilai positif, seperti mencari nafkah dll.
Ya, saya memang berusaha tetap pada konteks. Dalam hal ini, anda sudah menetapkan yang mana fondasi jalan kebaikan dan yang mana yang bukan. Saya di lain pihak, tidak bisa membaca pikiran orang lain dan tidak tahu keterkondisian seseorang sehingga harus menempuh jalan yang menyedihkan itu. Maka saya tidak berani menilainya apakah itu didasarkan asas manfaat atau apa. Setidaknya, saya menemukan keberadaan pelacur itu bisa bermanfaat, dan juga bagi saya, mereka tidak mengganggu (tidak seperti kriminal yang merugikan orang lain).
Di lain pihak, di ekstrem lainnya, membangun rumah ibadah juga BELUM TENTU berdasarkan fondasi jalan kebaikan.
Apakah ada pernikahan di mana suami-istri tidak terikat dalam satu hubungan? Apakah ada status pernikahan yang melegalkan hubungan seks dengan orang ke tiga?
Makanya saya suruh anda research tentang kebudayaan di seluruh dunia. Nanti akan anda temukan sendiri jawaban yang sangat menarik. Bahkan lebih menarik dari sekadar melegalkan hubungan dengan orang ke tiga dan keterikatan hubungan.
Ini yang saya cari. Dulu saya baca dari Samaggi-phala, ayatnya ada di Anguttara Nikaya IV,55. Tetapi ternyata tidak ada dikatakan tentang setia pada satu pasangan adalah pertapaan juga. Bisa bantu saya?
Saya lupa pernah membaca di mana. Saya rasa rekan-rekan di sini juga pernah membaca pernyataan seperti itu di sutta. Mungkin rekan-rekan yang lain bisa membantu.
OK.
Betul. Di Inggris, sepasang kekasih yang mempunyai anak di luar pernikahan adalah dilegalkan. Oleh karena itu, di negara barat banyak pernikahan yang dihadiri oleh anak dari sepasang pengantin itu. Sampai di sini, kita harus sepakat bahwa pernikahan hanyalah formalitas untuk mengesahkan suatu hubungan sepasang kekasih.
Ya, menurut saya begitu.
Yang saya sebut munafik adalah mengutuk para pelacur sementara menikmati keindahan pelacur; bathinnya terusik oleh pelacur, tapi mengaku suci. Tidak ada yang munafik dalam memuaskan hasrat secara benar dengan istri.
Saya tidak termasuk orang munafik.
Saya sama sekali tidak ada maksud mengatakan anda atau siapapun munafik.
Bailah kalau Anda adalah seorang yang cukup memahami Dhamma, dan bisa menghindari dunia pelacuran. Namun bagaimana dengan Umat Buddha lainya? Belum tentu semua orang memiliki pemahaman seperti Anda. Bisa saja ketika mereka mendengar bahwa menyewa WTS tidak melanggar sila, lalu mereka pun gencar mangadakan perburuannya.
Tidak bisa dikatakan saya telah paham Dhamma. Lalu, bagaimanapun juga sila dibuat, sama seperti hukum, pasti tetap ada celahnya. Ini berhubungan dengan topik sebelah, "Sati adalah sila tertinggi". Itulah yang harus "dicekoki" ke semua umat Buddha disamping pengetahuan tentang sila. Di manapun orang mengembangkan sati, mengamati lobha yang muncul dalam dirinya, semua sila apakah mengenai pelanggaran karena objek, pengetahuan akusala kamma vipaka serta nilai-nilai hafalan yang diajarkan di pelajaran agama, sudah tidak relevan lagi. Ia hanya melihat bagaimana lobha muncul lewat kontak indriah, dan lobha tetaplah lobha bagaimanapun sila dan agama mengaturnya.
Tanpa sati, orang tetap mencari pembenaran. Contoh gampangnya adalah berselingkuh dengan dalih "ah, tunangannya 'kan blom resmi" ataupun "dia juga udah ga cinta lagi dan udah mau cerai ama suaminya, jadi technically dia udah bukan bini orang". Tidak ada habisnya.
Umat Buddha bukan konsumen dogma, tetapi orang yang berusaha lebih baik mengerti dan membuktikan dhamma.
Saya tidak melihat pelacur itu rendah. Saya juga sudah menggenggam pemahaman bahwa pelacur tak bersalah selama lebih dari 20 tahun. Yang saya salahkan adalah bisnis prostitusinya, dan konsumen yang memakai produk prostitusi ini. Saat ini saya tidak mengidap AIDS. Saya tidak pernah melihat sila ke tiga sebagai pembatas saya dalam berperilaku. Saya melihat sila ke tiga sebagai batasan yang jelas, untuk berjalan di sisi kebaikan atau berjalan di sisi keburukan. Saya sudah pernah menjelaskan di portingan kemarin, kalau sila puttuhjana hanyalah garis batas yang membedakan antara kebaikan dengan keburukan.
Ya, saya tahu anda tidak mengidap AIDS. Juga saya rasa anda bukanlah konsumen prostitusi.
Itu hanya perumpamaan aja bahwa seorang tidak boleh menyalahkan pihak luar atas akibat perbuatan buruknya.