//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: pujian einstein terhadap agama buddha.....  (Read 25340 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
pujian einstein terhadap agama buddha.....
« on: 20 June 2011, 06:26:05 PM »
Albert einstein pernah mengatakan "pada masa depan,agama yang dianut haruslah agama yang logis.Agama yang universal,yang mampu menjawab tantangan ilmiah dan ilmu pengetahuan.Dan Agama Buddha yang mampu menjawab tantangan tersebut"

dari kata2 tadi,Einstein ingin mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama Logis,agama Pikiran.Dan saya pernah baca,bahwa karakter Buddha di Pitaka Pali,sangatlah beda dengan di kitab lamrim atau di tripitaka sanskrit.

Di Tipitaka Pali,Sosok Buddha Gotama adalah seorang "pemikir",seorang realistik.Mematahkan segala takhayul,mengajar sesuai Dhamma,tidak mengajarkan ilmu2 sakti,dan hanya mengajar kemoralan dalam hidup.

Di Kitab lamrim dan tripitaka sanskrit,Dikisahkan Buddha Gotama menemukan "cara" cepat untuk menjadi Buddha,yaitu dengan mudra2 dan mantra,Dan disini Buddha mengajarkan betapa hebatnya kekuatan karma baik dengan hanya menyebut nama2 buddha dan bodhisattva beserta mantra mereka.


Nah,dengan begitu,apakah Hanya Buddha Gotama versi Theravada saja yang dipuji?Jaman sekarang,karena agama Buddha berbaur dengan agama2 dan tradisi2 di daerah tertentu,mulailah dikenal adanya jimat,mantra2.Amulet,pemujaan terhadap patung,meminta2 terhadap patung buddha

Jadi,apakah hanya Buddha gotama versi Theravada saja yang dipuji oleh si Jenius Albert Einstein? ;D ;D ;D

Jonathan Njan
 ;)
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #1 on: 20 June 2011, 06:45:07 PM »
Albert einstein pernah mengatakan "pada masa depan,agama yang dianut haruslah agama yang logis.Agama yang universal,yang mampu menjawab tantangan ilmiah dan ilmu pengetahuan.Dan Agama Buddha yang mampu menjawab tantangan tersebut"

dari kata2 tadi,Einstein ingin mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama Logis,agama Pikiran.Dan saya pernah baca,bahwa karakter Buddha di Pitaka Pali,sangatlah beda dengan di kitab lamrim atau di tripitaka sanskrit.

Di Tipitaka Pali,Sosok Buddha Gotama adalah seorang "pemikir",seorang realistik.Mematahkan segala takhayul,mengajar sesuai Dhamma,tidak mengajarkan ilmu2 sakti,dan hanya mengajar kemoralan dalam hidup.

Di Kitab lamrim dan tripitaka sanskrit,Dikisahkan Buddha Gotama menemukan "cara" cepat untuk menjadi Buddha,yaitu dengan mudra2 dan mantra,Dan disini Buddha mengajarkan betapa hebatnya kekuatan karma baik dengan hanya menyebut nama2 buddha dan bodhisattva beserta mantra mereka.


Nah,dengan begitu,apakah Hanya Buddha Gotama versi Theravada saja yang dipuji?Jaman sekarang,karena agama Buddha berbaur dengan agama2 dan tradisi2 di daerah tertentu,mulailah dikenal adanya jimat,mantra2.Amulet,pemujaan terhadap patung,meminta2 terhadap patung buddha

Jadi,apakah hanya Buddha gotama versi Theravada saja yang dipuji oleh si Jenius Albert Einstein? ;D ;D ;D

Jonathan Njan
 ;)

ada referensinya ?
jangan ambil kesimpulan sedemikian mudah , yang di kenal eisntein hanyalah ajaran "buddha" tidak mengenal istilah aliran

Quote
Di Kitab lamrim dan tripitaka sanskrit,Dikisahkan Buddha Gotama menemukan "cara" cepat untuk menjadi Buddha,yaitu dengan mudra2 dan mantra,Dan disini Buddha mengajarkan betapa hebatnya kekuatan karma baik dengan hanya menyebut nama2 buddha dan bodhisattva beserta mantra mereka.

dan lampirkan juga referensi yang mencantumkan ini.

dan sejak kapan sang buddha digunakan sebagai versi?
seperti apa buddha versi mahayana?
seperti apa buddha versi theravada?
seperti apa buddha versi tantra?
dan seperti apa buddha versi aliran lainnya

‎1.6. Jika orang lain memuji-Ku, Dhamma, atau Sangha, kalian tidak boleh gembira, bahagia, atau senang akan hal itu. Jika kalian gembira, bahagia, atau senang akan pujian itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Jika orang lain memuji-Ku, Dhamma, atau Sangha, kalian harus mengakui kebenaran sebagai kebenaran, dengan mengatakan: “Itu benar, itu tepat sekali, itu adalah jalan kami, itu ada pada kami.” DN 1 Brahmajāla Sutta ,Jaring Tertinggi.

jangan terlalu melekat akan pujian  [-X



Panna Nanda Bhikkhu "Emas 24 karat tidak membutuhkan sanjungan dan pujian atau hinaan, karena walaupun kita yakin atau tidak yakin, logam mulia akan tetap 24 karat, demikianlah pula Dhamma yg telah sempurna dibabarkan oleh Buddha adalah sempurna sehingga dapat menuntun makhluk mengakhiri penderitaan bagi mereka yang menjalankan ajarannya. sadhu3x"

« Last Edit: 20 June 2011, 06:47:29 PM by wang ai lie »
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline franky.yodi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 2
  • Reputasi: 0
  • Gender: Male
  • ~~~~~
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #2 on: 20 June 2011, 07:40:07 PM »
  _/\_Mantaf yooo_/\_

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #3 on: 20 June 2011, 07:53:48 PM »
Quote
ada referensinya ?
jangan ambil kesimpulan sedemikian mudah , yang di kenal eisntein hanyalah ajaran "buddha" tidak mengenal istilah aliran

ok,saya tau,bagi einstein,agama buddha tetaplah agama buddha.Tetapi saya tidak mengatakan "einstein hanya memuji Buddha gotama versi Theravada",tetapi.Einstein hanya memuji ajaran Buddha yang logis,masuk akal,universal,dll

Quote
dan lampirkan juga referensi yang mencantumkan ini.

maaf,saya mendapatkan pernyataan itu dari forum lain....jadi gak bisa nyebutin namanya


Quote
dan sejak kapan sang buddha digunakan sebagai versi?
seperti apa buddha versi mahayana?
seperti apa buddha versi theravada?
seperti apa buddha versi tantra?
dan seperti apa buddha versi aliran lainnya

maksudnya digunakan?saya hanya berkata.Sosok Buddha Gotama di Tipitaka Pali berbeda dengan Sosok Buddha Gotama di lamrim dan tripitaka sanskrit.Di Tripitaka sanskrit,dikenal adanya Upaya kausalya,dan Buddha mengajarkan ini.Dan Karanda vyuha sutra,dimana Buddha Gotama mengajarkan bahwa mantra om mani padme hum sangat berguna menghapus karma buruk (cmiiw),apakah ajaran itu ada dalam Tipitaka Pali?tidak ada kan.Makanya disini saya menegaskan bahwa Ajaran Buddha hanya terbagi bagi dalam sutra2,bukan tentang seperti apa buddha versi ini,versi itu.Kalau begitu saya ralat perkataan saya.Jadi Ajaran Buddha manakah yang menurut Einstein logis dan masuk akal?

thanks..... ;D ;D ;D
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #4 on: 20 June 2011, 08:09:19 PM »
ok,saya tau,bagi einstein,agama buddha tetaplah agama buddha.Tetapi saya tidak mengatakan "einstein hanya memuji Buddha gotama versi Theravada",tetapi.Einstein hanya memuji ajaran Buddha yang logis,masuk akal,universal,dll

maaf,saya mendapatkan pernyataan itu dari forum lain....jadi gak bisa nyebutin namanya


maksudnya digunakan?saya hanya berkata.Sosok Buddha Gotama di Tipitaka Pali berbeda dengan Sosok Buddha Gotama di lamrim dan tripitaka sanskrit.Di Tripitaka sanskrit,dikenal adanya Upaya kausalya,dan Buddha mengajarkan ini.Dan Karanda vyuha sutra,dimana Buddha Gotama mengajarkan bahwa mantra om mani padme hum sangat berguna menghapus karma buruk (cmiiw),apakah ajaran itu ada dalam Tipitaka Pali?tidak ada kan.Makanya disini saya menegaskan bahwa Ajaran Buddha hanya terbagi bagi dalam sutra2,bukan tentang seperti apa buddha versi ini,versi itu.Kalau begitu saya ralat perkataan saya.Jadi Ajaran Buddha manakah yang menurut Einstein logis dan masuk akal?

thanks..... ;D ;D ;D

maaf coba anda cek kembali pernyataan dan pertanyaan saya, di situ saya nyatakan "jangan begitu mudah mengambil kesimpulan"
dan saya tidak menyebutkan bahwa si einsteinlah yg menarik kesimpulan tentang versi , tetapi anda sendiri yang menarik kesimpulan tersebut.
apakah pada mahayana hanya mengajarkan hal seperti yang saya bold diatas? apakah anda sudah mempelajari secara dalam aliran mahayana dan aliran lain?

Quote
Ajaran Buddha manakah yang menurut Einstein logis dan masuk akal?
menurut anda ajaran buddha itu apa saja?

Quote
Albert einstein pernah mengatakan "pada masa depan,agama yang dianut haruslah agama yang logis.Agama yang universal,yang mampu menjawab tantangan ilmiah dan ilmu pengetahuan.Dan Agama Buddha yang mampu menjawab tantangan tersebut"

padahal einstein sendiri sudah menjawab apa yang ingin di tanyakan anda , apakah mungkin yang di maksud anda sebagai ajaran adalah aliran?
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #5 on: 20 June 2011, 08:25:30 PM »
maaf coba anda cek kembali pernyataan dan pertanyaan saya, di situ saya nyatakan "jangan begitu mudah mengambil kesimpulan"
dan saya tidak menyebutkan bahwa si einsteinlah yg menarik kesimpulan tentang versi , tetapi anda sendiri yang menarik kesimpulan tersebut.
apakah pada mahayana hanya mengajarkan hal seperti yang saya bold diatas? apakah anda sudah mempelajari secara dalam aliran mahayana dan aliran lain?
menurut anda ajaran buddha itu apa saja?

padahal einstein sendiri sudah menjawab apa yang ingin di tanyakan anda , apakah mungkin yang di maksud anda sebagai ajaran adalah aliran?
soal yang di bold,cobalah liat dari Karanda vyuha sutra.
Ajaran buddha itu banyak,mulai dari dasar sampe tingkat tinggi,nah yang tingkat tinggi tuh sudah berada di luar nalar manusia,bahkan di luar pikiran si Einstein.Nah sekali lagi,saya akan tambahkan pertanyaannya.Ajaran Buddha manakah (bukan aliran) yang dipelajari oleh Einstein sehingga ia memuji akal logis dari ajaran Buddha?apakah yang hanya dasar seperti karma baik dan buruk.Sila-sila, atau yang tingkat tinggi,seperti Abhidamma,dan konsep upaya kausalya dan konsep annatta?
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #6 on: 20 June 2011, 08:33:45 PM »
nih yang di maksud Janindra


"Virtuous man, the kotis of Tathagatas, who dwell within the hair pores on the body of Avalokitesvara Bodhisattva, will praise this person: 'Good indeed, Good indeed, virtuous man, you can gain this wish-fulfilling Mani treasure, your seven generations of ancestors will all attain the liberation.' Virtuous man, for that person who holds this Dharani, all the worms inside his stomach will achieve the stage of non-retrograde Bodhisattvas. If there is any other person who wears this Six-Words-Great-Enlightening-Dharani on his body or neck, virtuous man, seeing this Dharani-wearing person is the same as seeing the Vajra body, also like seeing sharira and Stupa, also like seeing the Tathagata, also like seeing the person who has one-koti wisdoms. If there is any virtuous man or virtuous woman, who can be mindful of this Six-Words-Great-Enlightening-Dharani according to the Dharma, this person will obtain the limitless eloquence, will gain the pure wisdom, and will gain the great mercy and compassion. Such a person can, every day, fully accomplish the merits and virtues of the six Paramitas. This person will gain the Summit-Infusion (Abhiseka) of Heavenly Turning Wheel. If the breath comes out of his mouth touches the body of another person, the person who is touched will arouse merciful mind and become free from the poison of anger, will become a non-retrograde Bodhisattva, and attain Anuttara-samyak-sambodhi quickly. If the person, who wears and holds this Dharani, touches the bodies of others with his hand, those who are touched will attain the stage of Bodhisattva quickly. If the person who wears and holds this Dharani, sees any men, women, boys, girls, and even the sentient beings of other forms, those who are seen will all attain the stage of Bodhisattva quickly. Such a person will never suffer from the affliction of birth, aging, illness, death, or the affliction of being separated from the persons or things that he loves, and will gain the unimaginable correspondences by the mindfulness and reciting. Now, these are the consequences of the Six-Words-Great-Enlightening-Dharani."


kena hembusan nafas yang baca Om Ma Ni Pad Me Hum aja bisa menjadi bohisattva..keren nih...cacing2 di tubuh pembaca juga jadi bodhisattva.

http://www.fodian.net/world/1050_03.html

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #7 on: 20 June 2011, 08:38:20 PM »
Albert einstein pernah mengatakan "pada masa depan,agama yang dianut haruslah agama yang logis.Agama yang universal,yang mampu menjawab tantangan ilmiah dan ilmu pengetahuan.Dan Agama Buddha yang mampu menjawab tantangan tersebut"


benarkah Albert Einstein mengatakan hal di atas? ada tercatat dimanakah pernyataan itu?

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #8 on: 20 June 2011, 08:41:22 PM »
Diragukan Einstein mengatakan hal itu.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #9 on: 20 June 2011, 08:45:25 PM »
Diragukan Einstein mengatakan hal itu.

jadi cuma propaganda sekelompok oknum untuk mempromosikan Buddhism?

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #10 on: 20 June 2011, 08:49:07 PM »
soal yang di bold,cobalah liat dari Karanda vyuha sutra.
Ajaran buddha itu banyak,mulai dari dasar sampe tingkat tinggi,nah yang tingkat tinggi tuh sudah berada di luar nalar manusia,bahkan di luar pikiran si Einstein.Nah sekali lagi,saya akan tambahkan pertanyaannya.Ajaran Buddha manakah (bukan aliran) yang dipelajari oleh Einstein sehingga ia memuji akal logis dari ajaran Buddha?apakah yang hanya dasar seperti karma baik dan buruk.Sila-sila, atau yang tingkat tinggi,seperti Abhidamma,dan konsep upaya kausalya dan konsep annatta?

ternyata anda tidak menyimak pertanyaan saya, yang saya tanyakan, apakah pada aliran mahayana hanya mengajarkan tentang "dimana Buddha Gotama mengajarkan bahwa mantra om mani padme hum sangat berguna menghapus karma buruk"
dan ini saya kutipkan dari perpustakaan sebelah. semoga bermanfaat

Spoiler: ShowHide
Quote
                                                              BAB 18
                                         FISIKA MODERN DAN BUDDHISME
 
Sekarang kita membahas tentang ilmu fisika modern yang banyak digeluti oleh fisikawan-fisikawan terkemuka seperti Werner von Heisenberg, Erwin Schrodinger, Max Planck, Niels Bohr, Albert Einstein, J. Robert Oppenheimer, John A. Wheeler, Sir Arthur Eddington, David Bohm, Sir James Jeans dan lain-lain.
 
Salah satu hukum dasar dalam ilmu fisika adalah kesetaraan massa dan energi. Hukum ini menyatakan bahwa massa bisa ditransformasikan menjadi energi dan energi bisa ditransformasikan menjadi massa berdasar kan rumus terkenal dari Albert Einstein yaitu E = mc²
 
Secara mengagumkan prinsip tersebut juga telah diajarkan  di dalam  Buddhisme.  Di  dalam  Sutra Hati (Prajnaparamatia-hrdaya) disebutkan:
 
 "Wujud tidak berbeda dari kekosongan dan kekosongan tidak berbeda dari wujud. Wujud adalah kekosongan dan kekosongan adalah wujud."
 
Hukum kekekalan massa dan energi dalam fisika yang mengatakan bahwa massa dan energi tidak dapat diciptakan dan  dimusnahkan juga bisa kita temukan dalam Buddhisme. Di dalam Avatamsaka Sutra bab 14 berbunyi: "Segala sesuatu tidak dilahirkan/ diciptakan, segala sesuatu tidak dapat dimusnahkan." Sungguh suatu kemiripan yang luar biasa!
 
Buddhisme menyatakan bahwa segala fenomena mengalami transformasi. Oleh karena energi dan wujud adalah tidak dualis, maka bisa terjadi transformasi wujud dan sebaliknya. Dengan kata lain, yang ada tidak bisa menjadi tidak ada; yang tidak ada tidak bisa menjadi ada. Bila yang tidak ada bisa mendadak menjadi ada, maka ini merupakan prinsip spontanitas. Bila dokrin spontanitas diyakini betul adanya, maka dunia dapat menjadi kacau balau tanpa ada aturan-aturan, seperti sekuntum bunga bisa mendadak muncul di tengah udara tanpa sebab. Oleh sebab itulah dalam Buddhisme istilah "penciptaan" (bentuk lain dari spontanitas) diganti dengan istilah "transformasi" atau kadang-kadang disebut dengan "kelahiran yang bersifat ilusi".
 
Hukum aksi dan reaksi sebagaimana yang kita pelajari pada ilmu physic ternyata telah dikenal pula dalam agama Buddha dengan nama Hukum Sebab Akibat. Menurut Samyutta Nikaya 1.293 disebutkan:
 
"Sebagaimana benih yang ditabur, itulah buah yang akan dituai; pembuat kebajikan akan menuai kebajikan, pembuat kejahatan akan menuai kejahatan."
 
 Hal ini tentu saja amat sejalan dengan ilmu physic. Menurut Buddhisme, fenomena tidak lahir secara spontan, melainkan melalui proses penyatuan dan penggabungan aneka sebab-musabab dan kondisi-kondisi tertentu. Tidak mungkin bisa muncul buah tanpa benih dan kondisi-kondisi yang ideal. Dalam Avatamsaka Sutra bab 37 tertera:
 
 "Sebagaimana dengan miliaran planet, alam semesta tidaklah terbentuk hanya karena satu kondisi saja, tidak oleh [hanya] satu fenomena saja - alam semesta hanya dapat terbentuk oleh aneka sebab-musabab dan kondisi-kondisi yang tak terhitung."
 
Salah satu penemuan terpenting dari physic modern adalah fenomena interdependensi. Interdependensi adalah prinsip saling ketergantungan semua fenomena di dunia deng an yang lainnya. Prinsip interdependensi akan dibicarakan khusus dalam bab berikutnya karena memerlukan pembahasan lebih lanjut. Namun secara ringkas bisa dikatakan bahwa prinsip Buddhisme melangkah lebih jauh lagi dengan konsep bahwa semua fenomena-fenomena di alam semesta ini tidak terlepas dari interdependensi (saling tergantung), interkoneksi (saling terhubung), dan interpenetrasi.(saling menem bus).
 
Sebagai contoh, misalnya saja kita melihat sepotong kemeja, lantas dapatkah kita melihat awan di dalam sepotong kemeja? Tentu banyak orang yang merasa bingung apabila ditanya masalah ini. Namun kalau kita merenungkan dari mana datangnya kemeja ini, maka kita akan mendapatkan jawabannya. Kemeja berasal dari pohon kapas yang mendapat sinar matahari dan hujan. Hujan itu sendiri datang dari awan. Setelah kapas yang sudah tumbuh diambil dan ditenun menjadi benang, kemudian benang dirajut menjadi kain, dan selanjutnya kain menjadi kemeja. Maka jelas kita dapat melihat sinar matahari dan awan serta hujan di dalamnya. Ini adalah interpenetrasi fenomena. Di dalam sebuah fenomena terkandung fenomena lainnya yang berkaitan. Hal ini juga menjadi dasar dari physic modern, terutama kalau kita sudah memasuki dunia partikel elementer seperti positron, boson, lepton dan lain-lain.
 
Ketiga prinsip tersebut, yakni interdependensi, interkoneksi, dan interpenetrasi, bisa ditemukan di beberapa sutra, seperti Avatamsaka, Suranggama, dan Vimalakirti. Prinsip interkoneksi digambarkan secara sangat menarik di Avatamsaka Sutra dengan suatu penggambaran yang dinamakan Jala Indra. Jala Indra adalah suatu jaring-jaring yang terdiri dari banyak permata dimana masing-masing permata merefleksi kan/ mencerminkan permata lainnya. Dengan kata lain, setiap permata mengandung permata-permata lainnya.
 
Konsep Buddhis tentang Relativitas Ruang
 
Konsep interpenetrasi berkaitan dengan relativitas ruang dan waktu. Di dalam Vimalakirti Nirdesa Sutra bab 6 yang berju dul "Pembebasan yang Tak Terbayangkan",
 
“Disebutkan bahwa dengan kekuatan batin Vimalakirti, sebuah ruangan kecil menjadi dapat menampung 32.000 kursi singgasana setinggi 84.000 yojana yang didatangkan Vimalakirti dari dunia Buddha bernama Merudhvaja. Lebih lanjut sutra tersebut mengatakan: "Ruang tersebut mengandung semua 32.000 singgasana namun tidak saling menghalangi satu sama lain dan tidak merintangi apa pun di kota Vaisali, ... di mana segala sesuatu tetap tidak berubah seperti semula." Ini adalah salah satu bentuk dari relativitas ruang.
 
Prinsip relativitas ruang ini dirumuskan secara singkat pada Avatamsaka Sutra bab 36:
 
"Di dalam setiap atom tunggal, mereka melihat seluruh Alam semesta. Jika para makhluk mendengar hal ini, mereka akan gila karena kebingungan."
 
Hal yang sama juga dinyatakan dalam Suranggama Sutra. Suranggama Sutra bab 2 mengatakan:
 
"Dengan tubuh dan pikiran sempurna dan terang, Anda adalah mandala yang bergeming, di mana ujung sebuah bulu mampu secara menyeluruh mengandung daratan-daratan dari sepuluh penjuru."
 
Vimalakirti Sutra bab 6 juga mengatakan:
 
"... pembebasan yang direalisasikan oleh semua Buddha dan Mahabodhisattva adalah tak dapat dibayangkan. Bila seorang Bodhisattva meraih pembebasan tersebut, dia mampu memasukkan Gunung Sumeru yang maha besar ke dalam sebiji sawi yang tidak bertambah atau berkurang ukurannya ... dan para dewa dari Surga Empat Dewa Raja (surga pertama) dan Trayastrimsaha (surga kedua) bahkan tidak menyadari mereka dimasukkan ke dalam biji sawi ... Dia mampu juga memasukkan empat samudra besar dari Gunung Sumeru ke dalam sebuah pori-pori tanpa menyebabkan ketidaknyamanan pada ikan-ikan, ... sedangkan samudra tetap dalam keadaan sama dimana para naga, hantu, makhluk halus lainnya dan asura bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah dipindahkan dan ditempatkan."
 
Lebih lanjut sutra tersebut menyatakan:
 
... seorang Bodhisattva agung yang telah meraih pembebasan yang tak terbayangkan mampu mengambil dan meletakkan di atas telapak tangan kanannya satu milyar dunia kecil seperti seorang pembuat tembikar memegang rodanya, melemparkannya jauh melampaui dunia-dunia sebanyak jumlah pasir di Sungai Gangga, kemudian mengambilnya kembali ke tempat semula sedangkan semua makhluk di dalamnya tidak menyadari mereka telah dilemparkan dan dikembalikan tanpa adanya perubahan pada dunia."
 
Mengenai prinsip interkoneksi dan interpenetrasi, lebih jauh lagi di dalam fisika modern juga dikenal dengan prinsip bahwa seluruh fenomena pada dasarnya saling berkaitan; tidak ada satupun fenomena yang benar-benar dapat berdiri sendiri secara otonom dan memiliki substansi dasar. Meskipun mereka saling berhubungan, masing-masing fenomena tetap memperta hankan karakteristiknya masing-masing dan tidak bercampur baur dengan yang lainnya. Prinsip inilah yang disebut interkoneksi dan interpenetrasi segala fenomena, yang secara singkat dapat dirumuskan bahwa segala sesuatu saling berkaitan dan harmoni dengan yang lainnya namun juga tidak saling meniadakan atau menghalangi fenomena lainnya. Implikasinya adalah, suatu kejadian di satu titik mempunyai pengaruh terhadap kejadian di suatu titik yang terletak di "ujung" dunia semesta, namun masing-masing titik tersebut masih mempunyai corak dan kekhasan tersendiri.
 
Dalam agama Buddha, prinsip ini pun sudah dikenal dan dibahas di beberapa sutta. Sebagai contoh, di dalam Avatamsaka Sutra bab 39, dikisahkan tentang sebuah menara yang dilihat oleh Sudhana, seorang peziarah spiritual dalam naskah tersebut. Salah satu bagian di bab tersebut berbunyi sebagai berikut:
 
"Ia melihat menara tersebut benar-benar luas dan lebar, seluas seluruh alam semesta ,dihiasi dengan aneka perhiasan yang tak terhitung .... Juga di dalam menara besar tersebut ia melihat barisan ratusan ribu menara yang serupa [dengannya], ia meli hat menara tersebut sebagai tak terbatas luasnya bagaikan angkasa, berderet-deret pada seluruh penjuru, menara-menara ini tidak bercampur dengan yang lainnya, benar-benar berbeda satu dengan yang lainnya. Sementara keberadaan mereka saling tercermin pada masing-masing [menara] yang lainnya dan segala obyek seluruh menara yang lainnya."
 
Dari kutipan di atas, bisa kita lihat bahwa meskipun terdapat ratusan ribu menara yang sama besarnya dengan menara yang pertama, namun mereka tidak saling menghalangi.
 
Dalam bab 6 dari Avatamsaka Sutra, bisa ditemukan banyak tempat yang menulis tentang relativitas ruang. Sebagian contoh lainnya adalah sebagai berikut:
 
"Bodhisattva mampu melatih perbuatan bajik universal, Menjelajah tapak jalan seba nyak jumlah partikel atom di kosmos; Dalam setiap atom tersingkap daratan tak terhingga banyaknya, Murni dan besar seperti angkasa. Mereka memanifestasikan kekuatan mistik seluas angkasa raya Dan pergi ke Bodhimanda di mana bersemayam para Buddha; Di atas tempat duduk teratai mereka menyingkapkan banyak wujud, Dalam setiap tubuh terkandung semua daratan-daratan.
 
Dalam setiap atom dari daratan-daratan di kosmos Terbentang samudra besar yang terdiri dari banyak dunia Awan para Buddha melingkupi seluruhnya, Memenuhi setiap tempat.
 
Daratan-daratan yang termanifestasi dalam sebuah atom Berasal dari kekuatan ajaib dari kekuatan tekad sumpah awal: Disesuai kan dengan aneka perbedaan dalam kecondongan pikiran, Semua bisa dibuat, di tengah-tengah angkasa. Dalam Semua atom -atom dari semua daratan Buddha memasuki, setiap dari mereka ,Memunculkan pertunjukan ajaib untuk para makhluk: Demikianlah cara Vairocana.
 
Dalam setiap atom terdapat banyak samudra dunia-dunia, Lokasi mereka masing-masing  berbeda,  semua suci dalamkeindahan; Demikianlah ketakterhinggaan memasuki ke setiap mereka, Namun masing-masing jelas berbeda, tanpa menghalangi.
 
Dalam setiap atom terdapat banyak Buddha yang tak terbayangkan, Muncul di setiap tempat sesuai dengan pikiran makhluk, Sampai di setiap tempat di Semua samudra dunia-dunia: Teknik ini dari mereka adalah sama untuk Semua.
 
Hiasan indah yang tak terhingga dari samudra dunia-dunia Semuanya memasuki sebuah atom; Demikianlah kekuatan mistik para Buddha Semuanya lahir dari sifat-dasar tindakan Dalam setiap atom para Buddha dari Semua masa Muncul, sesuai dengan kecenderungan;
 
Sementara sifat-dasar esensial mereka tidak datang pun tidak pergi, Dengan kekuatan tekad sumpah mereka meliputi dunia-dunia."
 
Konsep Buddhis tentang Relativitas Waktu
 
Perkembangan fisika modern telah mengalami kemajuan pesat semenjak Newton membabarkan konsepnya mengenai waktu yang absolut dan universal hingga Einstein yang mengeluarkan teorinya mengenai relativitas waktu, yaitu dimana waktu dapat berjalan melambat atau bertambah cepat tergantung dari kecepatan sang pengamat serta kekuatan gravitasi (sekali lagi menunjukkan kebenaran prinsip interdepen densi). Dengan teori tersebut, maka waktu menjadi kehilangan sifat universalnya. Apa yang bagi seorang pengamat merupakan masa lalu, dapat pula merupakan masa mendatang bagi pengamat lainnya.
 
Teori Einstein yang menguncangkan tersebut dilahirkan pada tahun 1905 yang kita kenal dengan Teori Relativitas Khusus. Pada saat itu, ia memulai dengan mempertanyakan gagasan waktu yang absolut dan universal dari Newton. Menurut Einstein, waktu tidak lagi tak tergantung/terpisah dari alam sekitarnya, melainkan tergantung pada kecepatan gerak sang pengamat. Makin cepat sang pengamat bergerak, makin lambat waktu berjalan. Sebagai contoh, kalau seseorang mengendarai pesawat ruang angkasa yang mempunyai kecepatan 87 % kecepatan cahaya, maka waktu akan melambat menjadi setengahnya. Artinya, pertambahan umur seseorang setelah melakukan perjalanan tersebut akan menjadi ½ kali lebih lambat dibandingkan dengan orang-orang yang ada di Bumi. Dengan demikian, orang-orang yang ada di Bumi akan menjadi lebih cepat tua dan keriput dibanding orang-orang yang melakukan perjalanan tersebut. Sir James Jeans, dalam bukunya The Mysterious Universe, menyatakan: "Diyakini sekarang bahwa setiap rangkaian peristiwa memiliki orde waktunya sendiri dan adalah sulit untuk menghubungkan atau membandingkan satu sama lainnya disebabkan tidak adanya 'waktu' standar bersama".
 
Agama Buddha mendefinisikan waktu sebagai "sebuah pengukuran terhadap perubahan". Kita dapat mengukur perubahan, baik perubahan fisik yang terlihat maupun perubahan yang diproyeksikan oleh mental kita. Terdapat bermacam-macam metode di dalam mengukur perubahan dimana waktu hanyalah salah satu metode pengukuran perubahan yang timbul dari pikiran kita yang dualis. "Waktu" tidak boleh dikatakan sebagai tidak eksis meskipun ia merupakan suatu proyeksi mental, oleh karena ia dapat mempengaruhi kita dengan cara yang berbeda. Misalnya, saat kita sedang bersenang-senang, "waktu" terasa berlalu begitu cepat. Tetapi ketika saat kita sedang gelisah menunggu sesuatu atau sedang mengalami siksaan batin, waktu sehari terasa sangat panjang. William James, dalam bukunya berjudul The Principles of Psychology, mengatakan: "Kita mempunyai alasan kuat untuk beranggapan bahwa di antara para makhluk mungkin memiliki perbedaan sangat besar dalam hal lamanya waktu yang dilewati dan dirasakan secara intuitif ...."
 
Lalu, apakah prinsip relativitas waktu ini telah dikenal dalam Buddhisme? Agama Buddha membagi alam kehidupan ini menjadi 31 kategori. Pada salah satu alam tersebut, yaitu Alam Surga Caturmaharajika ,satu hari sama dengan 50 tahun manusia. Pada alam surga yang disebut Tiga-Puluh-Tiga Dewa (Tavatimsa), satu hari sama dengan 100 tahun manusia dimana mereka hidup selama 500 tahun dewa. Pada alam Surga Yama, satu hari lama dengan 200 tahun manusia dimana mereka hidup selama 1000 tahun dewa; di surga ke-6, satu hari sama dengan 1.600 tahun manusia dimana mereka hidup sampai 16.000 tahun dewa lamanya. Sementara itu, di Surga Brahma, kehidupan mereka jauh lebih lama lagi karena dimensi waktu yang memanjang secara geometrik. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa di dalam Buddhisme pun sudah dikenal relativitas waktu. Ini adalah sesuatu hal yang amat luar biasa mengingat konsep relativitas waktu semacam itu amat susah dibayangkan oleh orang yang hidup pada sekitar 2500 tahun yang lalu.
 
Dalam Sutra Vimalakirti bab 6, dikatakan: "... Bodhisattva ini akan memperpanjang satu minggu menjadi satu kalpa ...; Bodhisattva ini akan memperpendek satu kalpa menjadi satu minggu ...." Ini adalah bentuk relativitas waktu yang menurut Buddhisme bisa terjadi karena dimensi waktu itu sendiri adalah ilusi yang tingkat keilusiannya tergantung pada proyeksi mental dan tingkat kesucian pikiran seseorang. Seperti yang dikatakan oleh Michael Talbot dalam bukunya berjudul Mysticism and The New Physics, "dunia adalah sebuah ilusi".
 
Agama Buddha juga tidak menerima konsep adanya waktu yang bersifat universal dan absolut. Menurutnya, dimensi waktu masih merupakan bagian dari kebenaran relatif fenomena dunia (samvritisatya/sammutisacca). Dengan kata lain, dimensi waktu hanya bisa mempunyai makna di dalam alam relatif karena ia merupakan suatu proyeksi mental dari kesadaran pikiran yang bersifat diskriminatif; dimensi waktu adalah suatu ilusi yang diciptakan oleh pikiran. Dalam kitab Atthasalini dari Abhidhamma dinyatakan:
 
"Dengan dimensi waktu Suciwan melukiskan pikiran/ Dan dengan pikiran melukiskan waktu." Bertrand Russel, dalam bukunya yang berjudul Our Knowledge of the External World, mengatakan: "... kita tidak bisa memberikan apa yang disebut dengan tanggal-tanggal yang absolut, tetapi hanya untuk peristiwa tertentu yang terjadi pada waktu itu." Atthasalini 58 mengatakan: "Waktu yang bersifat kronologis, yang ditunjukkan melalui referensi terhadap ini atau itu, semata-mata merupakan suatu ekspresi yang konvensional ... Oleh karena ia tak mempunyai eksistensi dengan sendirinya, kita harus memahaminya  sebagai sebuah konsep belaka."
 
Agama Buddha juga tidak menyetujui pandangan bahwa waktu mempunyai awal dan akhir. Bangsa-bangsa pada zaman kuno tidak dapat atau sulit memahami hal ini sehingga mereka mengarang suatu mitos mengenai penciptaan oleh seorang dewa untuk menandai bermulanya waktu.
 
Demikian pula para ilmuwan modern memandang bahwa waktu tidak mempunyai suatu keberadaan yang dapat dicerai-beraikan karena eksistensinya tidak hanya ada pada saat sekarang saja. Menurut mereka, adalah mustahil untuk menandai awal, sedang berlangsungnya, atau akhir dari suatu periode. Jika kita membagi suatu periode menjadi bagian awal, tengah, dan akhir, maka akan menjadi jelas bahwa sesuatu yang merupakan "keseluruhan" tidak terdapat pada salah satu dari ketiga bagian ini. Menurut fisika modern, tidak bisa eksis bagi suatu periode atau kurun waktu yang hadir terpisah dari bagian permulaan, tengah, maupun akhirnya. Oleh karenanya, "suatu periode atau kurun waktu" murni merupakan istilah konvensional. Dimensi waktu, sebagaimana juga dimensi ruang, hadir hanya di dalam hubungannya dengan pengalaman kita. "Dimensi" adalah suatu konsep yang berhubungan dengan perubahan-perubahan yang dapat diamati oleh indera. Jadi jelas sekali bahwa waktu tidak dapat dikatakan eksis di bagian awal, tengah, maupun akhirnya.
 
.......bersambung
 
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #11 on: 20 June 2011, 08:49:20 PM »
jadi cuma propaganda sekelompok oknum untuk mempromosikan Buddhism?

Saya tidak tahu pasti.
Namun sayup-sayup saya pernah mendengar bahwa quote Einstein tersebut berasal dari catatan wawancara koresponden majalah atau apalah yang mewawancarai Einstein, namun sampai sekarang saya belum menemukan sumbernya.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #12 on: 20 June 2011, 08:52:22 PM »
ini lanjutannya.



Spoiler: ShowHide
Quote
Agama Buddha juga mengemukakan tentang ketidakterbatasan waktu sebagaimana yang tertuang dalam Samyutta Nikaya XV:5 sebagai berikut:
 
"Kini seorang saudara [seDharma] tertentu datang kepada Sang Buddha....Duduk pada satu sisi dan berkata demikian kepada Bhagavan: 'Berapa lamakah, 0, Bhagavan, satu kalpa tersebut?'
 
[Sang Buddha menjawab:] `Lama sekali, wahai, Saudara, satu kalpa tersebut. Adalah tidak mudah untuk menghitung berapa lamanya, [hanya dengan] mengatakan banyak tahun, begitu banyak abad, atau begitu banyak ribuan abad.'
 
'Dapatkah ia dilukiskan, 0, Bhagavan, dengan sebuah perumpamaan?'
 
'Bisa, wahai, Saudara,' demikianlah yang dikatakan Bhagavan, 'bayangkanlah sebuah gunung karang curam, yang panjang, lebar, dan tingginya, masing-masing satu yojana, tanpa sedikitpun retakan, tidak berongga, suatu massa batu yang padat, dan sese orang akan datang pada akhir tiap abad, dan dengan sutera halus Kasi menggosok gunung batu tersebut. Dan hingga gunung batu tersebut aus seluruhnya, atau habis seluruhnya [karena gosokan kain halus tersebut], masih lebih lama satu kalpa. Demikianlah lamanya satu kalpa... demikian lah banyak kalpa telah berlalu, banyak ratusan kalpa, banyak ribuan kalpa, banyak ratusan ribu kalpa telah berlalu ... Bagaima na ini? Tak terhitunglah awal mula itu, wahai Saudara, .... Waktu yang paling awal tidak dapat diketahui keberadaannya ... "
 
Menurut agama Buddha, waktu terawal / primordial tidak ada; dimensi waktu merupakan suatu bentukan pikiran belaka. Karena merupakan suatu bentukan pikiran, maka kita mampu mempersepsikan waktu yang lebih awal lagi; suatu "waktu" yang dianggap terawal masih bisa diproyeksikan oleh kesadaran mental ke waktu yang lebih awal lagi, demikian seterusnya.
 
Menurut sistem Yogacara dari Buddhisme Mahayana, selama kita berada dalam alam relatif yang dualis, maka konsep "waktu terawal" tidak ada karena selama pemikiran dan konsep kita terkungkung dalam alam relatif, maka selalu bisa membayangkan waktu yang lebih awal dari waktu yang terawal. Sebagaimana halnya pada garis bilangan yang selalu bisa ditemukan bilangan yang lebih besar ataupun lebih kecil, demikian juga dengan pemikiran dualis kita yang dapat "mundur" ataupun "maju" tanpa batas. Oleh sebab itu, pada semua sutra Buddhis, selalu digunakan istilah "sejak masa tanpa awal", karena pada dasarnya "waktu" itu merupakan proyeksi mental yang bersifat diskriminatif; seperti halnya dalam mimpi kita, selalu bisa kita bayangkan waktu yang lebih awal. Kita semua berada dalam mimpi besar sebagaimana yang bisa kita saksikan dalam film Matrix.
 
Dalam Avatamsaka Sutra lebih jauh dikemukakan tentang tiga periode masa (dulu, sekarang, dan mendatang) yang bisa dikembangkan menjadi sepuluh waktu. Mereka terdiri dari:
 
 
1) Tiga waktu dari masa lalu yakni:
     a).waktu lalu dari masa lalu;
     b).waktu sekarang dari masa lalu;
     c).waktu mendatang dari masa lalu.
 
2) Tiga waktu dari masa sekarang yakni:
    a).waktu lalu dari masa sekarang;
    b).waktu sekarang dari masa sekarang;
    c).waktu mendatang dari masa sekarang.
 
3) Tiga waktu dari masa depan yakni:
    a).waktu lalu dari masa depan;
    b).waktu sekarang dari masa depan;
    c).waktu mendatang dari masa depan.
 
4) Satu jenis waktu yang mengandung semua kesembilan waktu yang disebutkan diatas.
 
Kesepuluh waktu yang tertera dalam Avatamsaka tersebut pada hakekatnya juga merupakan ilusi dan kembali ke "tanpa masa". Tujuan spiritual dan intelektual Buddhisme adalah mengatasi alam relatif, alam dualis, alam mimpi, alam khayalan, atau apapun namanya. Dengan kemampuan kita mengatasi alam khayalan ini, maka kita akan dapat melihat hakekat sejati dari segala sesuatu yang oleh Buddhisme diberi istilah "tathata" (kerealitaan segala sesuatu).
 
Singkat kata, kita akan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Apel sebagai apel dan kubis sebagai kubis. Pencapaian ini dicapai melalui setahap demi setahap meninggalkan pandangan kita yang dualis. Inilah tema sentral yang juga terdapat dalam sutra-sutra seperti Lankavatara, Samdhinirmocana, Suranggama, dan Pencerahan Sempurna.
 
Dalam sutra-sutra tersebut dikatakan bahwa Kebenaran Terunggul ( Paramartha  Satya/ Paramattasacca) adalah mengatasi dualisme. Apabila dualisme dapat diatasi, maka kita memasuki suatu Kebenaran yang tanpa kata sehingga tidak ada lagi perdebatan.
 
Sebagai penutup untuk bagian ini, disampaikan beberapa contoh lagi dari relativitas  waktu serta interpenetrasi ruang dan waktu yang ada dalam Avatamsaka Sutra bab 6:
 
"Dalam setitik waktu mereka menyingkap kan masa lalu, sekarang, dan masa mendat ang, Di mana semua samudra daratan-daratan dibentuk. Buddha, dengan teknik yang cocok, memasuki mereka semuanya: Inilah yang Buddha Vairocana telah sucikan.
 
Kalpa masa lalu, masa mendatang, dan seka rang, Semua daratan di sepuluh penjuru, Dan segala hiasan yang di dalamnya, Semuanya muncul di setiap daratan.
Hiasan-hiasan dari semua kalpa Bisa semua nya muncul dalam satu kalpa; Atau hiasan-hiasan dari satu kalpa Bisa memasuki semua kalpa-kalpa tak terbatas."
 
Interdependensi
 
Bagian ini membahas secara khusus mengenai konsep interdependensi dalam agama Buddha dan fisika kuantum. Oleh karena konsep ini merupakan suatu tema yang penting, maka diperlukan bagian khusus untuk membahasnya.
 
Konsep interdependensi atau hubungan saling ketergantungan antar fenomena di dunia ini menempati posisi yang penting dalam agama Buddha. Konsep mengenai saling ketergantungan ini secara mengejutkan mirip dengan konsep ketidakterpisahan dalam fisika kuantum. Kedua konsep tersebut membawa kita pada pertanyaan yang mendasar tetapi sederhana: "Dapatkah sesuatu atau fenomena terjadi tanpa ketergantungan satu dengan yang lainnya?" Padanan  kata  untuk interdependensi dalam bahasa Sansekerta adalah Paticcasamupadda, yang dapat dijelaskan dalam dua cara di bawah ini:
 
1. Hal ini terjadi karena hal itu,  yang  artinya  bahwa sesuatu  benar-benar terjadi, tapi  tidak mungkin terjadi  dengan sendirinya; dengan   demikian, doktrin  spontanitas dipatahkan.
 
2. Ini ,  setelah  terjadi ,  menghasilkan  itu, yang artinya bahwa tidak ada sesuatupun  yang   dapat  menjadi  musabab (kausa)bagi dirinya sendiri. Doktrin  ini  mematahkan konsep kausa prima (primecause).
 
Kedua prinsip tersebut dijelaskan secara sistematis dalam Sagaramati-pariprccha Sutra dengan sebuah sajak sebagai berikut:
 
"Para bijak telah memahami hubungan sebab  musabab  yang saling bergantungan,Mereka tidaklah bertumpu pada pandangan ekstrim, Mereka mengetahui bahwa segala sesuatu mempunyai musabab dan kondisi, Dan tidak sesuatupun yang tanpa musabab ataupun kondisi."
 
Dengan kata lain, segala fenomena saling berkaitan dan bergantungan satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, segala fenomena di dunia ini pasti memiliki hubungan dengan yang lainnya; tidak ada fenomena yang timbul secara terpisah dengan fenomena-fenomena lainnya.
 
Hubungan saling ketergantungan tersebut menjelaskan pada kita mengenai pandangan Buddhis terhadap ketidakkekalan serta kekosongan seluruh fenomena, yang mana hal tersebut diringkaskan dalam sajak yang dibuat oleh Yang Arya Dalai Lama VII:
 
"Memahami hubungan saling ketergantungan, kita memahami kesunyataan.
Memahami kesunyataan, kita memahami hubungan saling ketergantungan,
Ini adalah suatu pandangan yang terletak di tengah-tengah,
Dan yang mengatasi batu karang-batu karang mengerikan dari kaum Eternalis dan Nihilis"
 
Sama seperti halnya Buddhisme, sains juga telah menemukan bahwa suatu realita tidak terpisahkan satu sama lain; mereka saling bergantungan, baik pada tingkat subatomik, maupun pada dunia makrokosmos ini. Hal ini didapatkan dari suatu percobaan pada tahun 1935 yang dilakukan oleh Einstein beserta dua rekannya dari Universitas Princeton, yaitu Boris Podolsky dan Nathan Rosen, dimana percobaan ini kemudian dinamakan EPR yang diambil dari nama belakang ketiganya.
 
Pada dasarnya, eksperimen tersebut menemukan bahwa cahaya (dan juga materi) mempunyai sifat ganda. Partikel-partikel yang kita sebut "foton" ataupun "elektron", serta partikel-partikel lainnya mempunyai sifat bagaikan dua sisi mata uang logam (pada buku "The Quantum and The Lotus" halaman 65, disebut bagaikan Dewa Janus, yaitu nama salah satu dewa Romawi yang mempunyai dua wajah, satu menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang). Kadang-kadang mereka dapat bersifat seperti partikel dan kadang-kadang seperti gelombang. Seperti kedua sisi mata uang logam yang saling tergantung satu sama lain, demikian pula sifat-sifat tersebut. Tidak ada satupun sisi yang dapat berdiri sendiri.
 
Sifat sebagai partikel atau gelombang tergantung dari sudut pandang sang pengamat.Jika kita berusaha untuk mengamatinya sebagai partikel, maka sebuah partikel akan muncul. Namun apabila kita tidak mencoba mengamatinya sebagai partikel, maka kondisinya akan tetap sebagai gelombang.
 
Ternyata hal tersebut tidak hanya terjadi pada tingkat subatomik saja, melainkan juga terjadi pada tingkatan makro. Sebagai contoh, pada tahun 1851, Leon Foucault mencoba membuktikan bahwa bumi berputar pada porosnya. la melakukan sebuah eksperimen dengan mengantungkan sebuah bandul pada Gedung Pantheon di Paris serta membiarkannya berayun ke sana kemari. Pada mulanya pendulum berayun pada arah utara-selatan, namun kemudian keanehan segera terjadi dimana setelah beberapa waktu ayunan pendulum tersebut secara bertahap mulai merubah arahnya dan berayun pada sumbu timur-barat. Foucault menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena bumi berputar pada porosnya. Lebih lanjut iamengemukakan bahwa sesungguhnya pendulum tersebut tidak sedikitpun merubah ayunannya, melainkan perputaran bumilah yang menyebabkan ia seolah-olah merubah arah ayunnya. Dengan demikian, Foucault telah berhasil membuktikan bahwa bumi berputar pada porosnya.
 
Namun sayangnya eksperimen tersebut masih kurang lengkap. Sesungguhnya suatu gerakan hanya dapat didefinisikan kalau kita mempunyai suatu titik referensi yang dianggap diam tak bergerak. Oleh karenanya, suatu gerak absolut sesungguhnya tidak pernah ada; yang ada adalah gerak relatif terhadap yang lainnya.
 
Sebagai  contoh, waktu kita sedang mengendarai mobil dan melewati sebuah tiang listrik, maka kalau kita menganggap tiang listrik tersebut sebagai titik referensi yang diam, kita dapat mengatakan kita sedang "bergerak" menjauhi tiang listrik. Sebaliknya kalau kita menganggap diri kita sendiri sebagai titik referensi yang diam, maka kita dapat mengatakan bahwa tiang listriklah yang sedang "bergerak" menjauhi kita. Kedua hal tersebut akan lama sahihnya di dalam sains.
 
Dari sini kita dapat melihat bahwa fenomena-fenomena fisik adalah bergantung dari sang pengamatnya, yang merupakan salah satu pembuktian dari prinsip interdependen si segala sesuatu. Pada bagian ini kita sekali lagi membuktikan bahwa prinsip ini bukanlah sesuatu hal yang baru dalam Buddhisme
 
Dalam dunia atomik dan subatomik, eksperimen-eksperimen sejenis EPR telah pula menunjukkan kepada kita bahwa "realitas" adalah "tak bisa dipisahkan". Dua partikel cahaya yang telah berinteraksi satu sama lainnya, akan berlanjut beraksi sebagai bagian dari suatu realitas. Seberapapun jauh mereka berpisah, mereka selalu berkorelasi secara spontan tanpa adanya pertukaran informasi. Inilah salah satu prinsip lainnya dari interdependensi.
 
Selanjutnya kita akan membahas lebih jauh prinsip interdependensi ini. Dari ilmu fisika modern kita mengetahui bahwa apabila sebuah materi dikenai cahaya dengan panjang gelombang atau frekuensi tertentu, maka materi tersebut dapat memancarkan elektron.
 
Untuk lebih jelas mengenai apa yang dimaksud, marilah kita berasumsi bahwa ada suatu energi tertentu yang disebut energi ambang (Eo) yang diperlukan agar pemancaran elektron dapat terjadi. Dengan rumus dasar E = h.f, dimana h sebagai konstanta Planck, maka kita mendapatkan bahwa frekuensi ambang (fo) ditentukan dengan rumus fo = Eo/h. Dengan demikian, diperlukan cahaya yang memiliki frekuensi minimal fo agar terjadi pemancaran elektron.
 
Dari pembahasan di atas, kita bisa menarik dua atribut penting dari prinsip interdependensi, sebagai berikut:
 
I . Pemancaran suatu elektron memiliki sebab-musabab yaitu pemberian cahaya dengan intensitas tertentu. Tidak mungkin bisa terjadi pemancaran elektron tanpa suatu sebab tertentu. Fenomena ini memberikan implikasi bahwa segala fenomena harus mempunyai sebab. Dengan kata lain, fenomena tidak bisa timbul secara spontan.
 
2. Kondisi tertentu mutlak diperlukan agar pemancaran elektron dapat terjadi, yaitu dibutuhkan cahaya dengan kondisi berupa frekuensi minimal sebesar fo. Hal ini memberikan implikasi bahwa suatu fenomena tergantung pula pada kondisi-kondisi. Dengan kata lain, tanpa kondisi-kondisi tertentu, maka sebab-musabab tidak bisa membawa akibat.
 
Kedua poin di atas bisa diringkaskan dengan rumus Buddhisme mengenai Hukum Sebab Akibat sebagai berikut:
 
sebab-musabab + kondisi-kondisi → akibat
 
Dengan menggunakan bahasa yang sederhana, formula di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut:
 
benih + kondisi-kondisi (air, pupuk, tanah, sinar matahari dll) → buah.
 
Pada bagian ini kita kembali dapat menemuan sesuatu yang amat dekat dengan Buddhisme. Seperti yang tertera dalam Salistamba Sutra, Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu terjadi disebabkan oleh  lengkapnya sebab-musabab dan  kondisi-kondisinya.
 
Ikhtisar
 
Pada bab ini telah dibahas konsep relativitas ruang, waktu, dan interdependensi. Berhubung materi ini agak berat, maka untuk memudahkan pemahaman dibuat semacam "ringkasan" yang diharapkan bisa merang kum intisari pembicaraaan.
 
A. Ruang dan Waktu
 
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa ruang dan waktu telah kehilangan karakteristik absolutnya sebagaimana yang diajar kan oleh Newton. Einstein menunjukkan bahwa ruang dan waktu bisa didefinisikan hanya dalam kerangka relatif tergantung pada gerakan pengamat dan intensitas medan gravitasi di sekelilingnya. Di sekitar sebuah "lubang hitam", satu detik bisa mengulur menjadi keabadian. Seperti halnya dalam Buddhisme, relativitas mengajari kita bahwa ide tentang masa lalu dan masa depan hanyalah merupakan sebuah ilusi, dengan memperhatikan bahwa apa yang bagi kita merupakan masa depan mungkin saja merupakan masa lalu bagi orang kedua dan masa sekarang bagi orang ketiga - semuanya tergantung pada gerakan-gerakan relatif. "Masa-masa" tidak berlalu melainkan tetap berada pada kedudukannya masing-masing.
 
B. Interdependensi
 
Interdependensi dari segala fenomena bermakna bahwa tidak ada satu pun yang berdiri sendiri atau merupakan kausanya sendiri. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa segala fenomena tidak bisa didefinisikan dalam paradigma absolut, tetapi hanya dalam hal keterkaitan nya dengan sesuatu yang lain. Setiap fenomena tidak bisa berdiri sendiri.
 
Gagasan interdependensi ini menuntun kita langsung ke ide kekosongan yang bukan berarti "tiada apa pun", melainkan ketiadaan eksistensi yang berdiri sendiri. Oleh karena,setiap hal adalah saling bergantungan, maka tidak ada sesuatu yang bisa berdiri sendiri. Fisika kuantum memperkuat dugaan ini. Menurut Bohr dan Heisenberg, tidak bisa lagi kita membicarakan tentang atom dan elektron sebagai entitas nyata dengan atribut yang lengkap
 
pendefinisiannya, seperti halnya kecepatan dan posisi. Kita harus mempertimbangkan atom dan elektron sebagai bagian dari sebuah dunia yang terdiri dari potensialitas dan bukan dari obyek-obyek.
 
Sebagai contoh, massa dan cahaya mempunyai keterkaitan yang erat. Mereka bisa saling bertukar atribut tergantung pada pengamat dan yang diamati (obyek). Sifat demikian tidak lagi unik, tetapi dualis dan komplementer. Suatu fenomena yang kita sebut "partikel" menjadi sebuah gelombang ketika kita tidak sedang mengamatinya. Tetapi begitu kita melakukan pengukuran atau observasi, ia mulai nampak seperti sebuah partikel lagi. Realitas intrinsik sebuah partikel ataupun realitas yang dimiliki sebelum diamati, akan menjadi tak berarti karena kita tidak akan pernah dapat memahaminya.
 
Analoginya adalah kita tidak akan pernah mengetahui rasa sebuah kue yang akan kita buat sebelum kita benar-benar membuatnya dan kemudian mencicipinya sendiri. Seperti halnya dalam konsep Buddhis mengenai samskara atau "kejadian", mekanika kuantum telah secara radikal menisbikan konsep kita mengenai sebuah obyek dengan membuatnya di bawah "kekuasaan" kejadian. Lagipula, ketidakpastian kuantum membuat batasan yang ketat mengenai keakuratan kita dalam mengukur realitas. Dengan kata lain, akan selalu terdapat derajat ketidakpastian mengenai posisi maupun kecepatan dari sebuah partikel. Massa telah kehilangan substansinya.
 
Konsep Buddhis tentang interdependensi adalah identik dengan kekosongan yang pada gilirannya juga akan identik dengan ketidakkekalan. Dunia adalah bagaikan sebuah aliran besar kejadian-kejadian dan arus-arus dinamis yang semuanya saling terkait dan selalu berinteraksi. Konsep perubahan terus-menerus ini sesuai dengan kosmologi modern. Pandangan mengenai surga yang tak berubah atau kekal dari Aristoteles dan alam semesta yang statik dari Newton sudah tidak berlaku lagi. Setiap benda adalah bergerak, berubah dan tidak kekal, mulai dari atom terkecil hingga keseluruhan alam semesta, termasuk galaksi-galaksi, bintang-bintang dan manusia.



perlu anda ketahui, dalam aliran lain tidak hanya mengajarkan tentang mantra atau mudra saja, janganlah memberikan pernyataan yang bisa menyudutkan asnda sendiri . dan saya baru melihat kaitan ajaran sang buddha dengan matematika dan sains
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline Janindra d' Sihamuni

  • Sebelumnya: phrajonathan
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 567
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • Buddho,Dhammo,Sangho Pathithito Mayham
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #13 on: 20 June 2011, 08:58:24 PM »
pernyataan einstein di atas merupakan gabungan2 perkataan einstein yang mendukung konsep ajaran buddha,bahkan menyebut nama buddha,Musa,dan Y***S...

I believe in Spinoza's God, Who reveals Himself in the lawful harmony of the world, not in a God Who concerns Himself with the fate and the doings of mankind.
(Albert Einstein: "Science and Religion" in The Conference on Science, Philosophy and Religion dan Albert Einstein: Philosopher-Scientist edited by Paul Arthur Schilpp)

.


What humanity owes to personalities like Buddha, Moses, and  ranks for me higher than all the achievements of the enquiring and constructive mind.
(Albert Einstein, The Human Side, edited by Helen Dukas and Banesh Hoffman, Princeton University Press, 1954)


“I cannot accept any concept of God based on the fear of life or the fear of death or blind faith. I cannot prove to you that there is no personal God, but if I were to speak of him I would be a liar.”
(Albert Einstein in an interview with Professor William Hermanns)

"The word God is for me nothing more than the expression and product of human weaknesses, the Bible a collection of honourable, but still primitive legends which are nevertheless pretty childish.
"For me the Jewish religion like all others is an incarnation of the most childish superstitions,"
"No interpretation no matter how subtle can (for me) change this"
(a letter written by Albert Einstein on January 3, 1954 to the philosopher Eric Gutkind)

About God, I cannot accept any concept based on the authority of the Church. As long as I can remember, I have resented mass indocrination. I do not believe in the fear of life, in the fear of death, in blind faith. I cannot prove to you that there is no personal God, but if I were to speak of him, I would be a liar. I do not believe in the God of theology who rewards good and punishes evil. My God created laws that take care of that. His universe is not ruled by wishful thinking, but by immutable laws.
(W. Hermanns, Einstein and the Poet—In Search of the Cosmic Man)
bocah gitar!!! ;D ;D ;D 

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: pujian einstein terhadap agama buddha.....
« Reply #14 on: 20 June 2011, 09:02:38 PM »
benarkah Albert Einstein mengatakan hal di atas? ada tercatat dimanakah pernyataan itu?

saya sebenarnya sudah penah membaca hal itu bro, tetapi kata2 nya berbeda , yang saya baca waktu itu Albert einstein pernah mengatakan "pada masa depan,agama yang dianut haruslah agama yang logis.Agama yang universal,yang mampu menjawab tantangan ilmiah dan ilmu pengetahuan.Dan(adalah) Agama Buddha yang( dan )mampu menjawab tantangan tersebut"

entah kenapa kok sekarang malah berubah jauh, atau mungkin saya pas baca tidak pakai kacamata jadi salah  :-?
dan untuk referensinya coba searc di google bro, maaf tidak bisa share, pc lemot quota limit  ;D
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma