Ketujuh Buku
Garis besar ringkas dari isi ketujuh buku Abhidhamma akan memberikan sedikit pencerahan ke dalam banyaknya materi tekstual yang diringkas dan dirangkum oleh Abhidhammattha Saṅgaha. Buku pertama, Dhammasaṅgaṇī, adalah sumber dari keseluruhan sistem. Judulnya mungkin dapat diterjemahkan “Penomoran Fenomena,” dan karya ini sesungguhnya menyusun suatu katalog lengkap dari unsur-unsur kehidupan yang mutlak.
Diawali dengan mātikā, daftar pengelompokan yang berfungsi sebagai kerangka bagi keseluruhan Abhidhamma, teks ini dibagi ke dalam empat bab. Pertama, “Kondisi-kondisi Kesadaran,” menempati hampir setengah dari buku ini dan mengungkapkan suatu analisis dari triad pertama dalam mātikā, yaitu yang bermanfaat, yang tidak bermanfaat, dan yang netral. Untuk melengkapi analisis tersebut, teks menguraikan 121 jenis kesadaran yang dikelompokkan menurut kualitas etisnya. Masing-masing jenis kesadaran pada gilirannya dibedah lagi menjadi sekutu-sekutu faktor-faktor batin, yang masing-masingnya didefinisikan secara lengkap. Bab ke dua, “Tentang Materi,” melanjutkan penyelidikan ke dalam yang secara etis tidak dapat ditentukan dengan menguraikan dan mengelompokkan jeni-jenis fenomena materi berbeda. Bab ke tiga, disebut “Kesimpulan,” memberikan penjelasan singkat dari seluruh istilah dalam matriks Abhidhamma serta matriks Suttanta. Akhirnya, sebuah “Sinopsis” penutup memberikan suatu penjelasan yang lebih padat dari matriks Abhidhamma tetapi meniadakan matriks Suttanta.
Vibhaṅga, “Buku Analisis,” terdiri dari delapan belas bab, masing-masingnya adalah sebuah disertasi sendiri, berturut-turut membahas sebagai berikut: kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, unsur-unsur, kebenaran-kebenaran, indria-indria, kemunculan bergantungan, landasan-landasan perhatian, usaha tertinggi, cara-cara menuju kesempurnaan, faktor-faktor pencerahan, delapan belas jalan, jhāna-jhāna, kondisi tanpa batas, aturan-aturan latihan, pengetahuan analitis, jenis-jenis pengetahuan, hal-hal minor (daftar numeric kekotoran-kekotoran), dan “jantung doktrin” (dhammahadaya), suatu topografi psiko-kosmis dari alam semesta Buddhis. Sebagian besar bab dalam Vibhaṅga, walaupun tidak semuanya, melibatkan tiga sub-bagian: suatu analisis menurut metodologi Sutta; suatu analisis menurut metodologi Abhidhamma; dan bagian Tanya-jawab, yang menerapkan pengelompokan matriks pada topik yang diselidiki.
Dhātukathā, “Khotbah tentang unsur-unsur,” ditulis seluruhnya dalam bentuk tanya-jawab. Bagian ini membahas seluruh fenomena sehubungan dengan kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan unsur-unsur, berusaha untuk menentukan apakah, dan sejauh apa, fenomena-fenomena tersebut termasuk atau tidak termasuk di dalam hal-hal itu, dan apakah fenomena-fenomena tersebut berhubungan atau tidak berhubungan dengan hal-hal itu.
Puggalapaññatti, “Konsep individu,” adalah salah satu buku dari Abhidhamma Piṭaka yang lebih menyerupai metode Sutta-sutta daripada Abhidhamma. Karya ini dimulai dengan penomoran umum pada jenis-jenis konsep, dan ini menyiratkan bahwa buku ini awalnya dimaksudkan sebagai lampiran bagi buku-buku lainnya untuk menjelaskan realitas konseptual yang tidak termasuk dalam penerapan keras metode Abhidhamma. Bagian terbesar dari buku ini memberikan definisi-definisi formal dari jenis-jenis berbeda atas individu-individu. Buku ini terdiri dari sepuluh bab: bab pertama membahas jenis tunggal individu-individu; bab ke dua membahas kelompok dua jenis; bab ke tiga membahas kelompok tiga jenis, dan seterusnya.
Kathāvatthu, “Poin-poin Kontroversi,” adalah suatu nahkah polemic yang diduga berasal dari Bhikkhu Moggaliputta Tissa. Dikatakan bahwa ia menyusunnya pada masa Kaisar Asoka, 218 tahun setelah Parinibbāna Sang Buddha, untuk membantah opini heterodox dari aliran-aliran Buddhis di luar Theravada. Komentar mempertahankan ketermasukannya ke dalam Kanon dengan berpendapat bahwa adalah Sang Buddha sendiri, setelah meramalkan kekeliruan-kekeliruan yang muncul timbul, merumuskan kerangka bantahan, yang diisi oleh Moggaliputta Tisa menuruti kehendak Sang Guru.
Yamaka, “Buku Pasangan-pasangan,” bertujuan untuk memecahkan ambiguitas dan mendefinisikan penggunaan yang tepat atas istilah-istilah teknis. Disebut demikian karena metode perlakuannya, yang di seluruh buku itu menggunakan pengelompokan ganda atas pertanyaan dan formulasi kebalikannya. Misalnya, pasangan pertanyaan pertama dalam bab pertama adalah sebagai berikut: “Apakah semua fenomena bermanfaat adalah akar bermanfaat? Dan apakah semua akar bermanfaat adalah fenomena bermanfaat?” Buku ini terdiri dari sepuluh bab, akar-akar, kelompok-kelompok unsure kehidupan, landasan-landasan indria, unsure-unsur, kebenaran-kebenaran, bentukan-bentukan, watak tersembunyi, kesadaran, fenomena, dan indria-indria.
Paṭṭhāna, “Buku Hubungan Kondisional,” mungkin merupakan karya paling penting dalam ABhidhamma Piṭaka dan demikianlah secara tradisional disebut “Naskah Besar” (Mahāpakaraṇa), Besar dalam hal jumlah halaman serta pada dalam hal isinya, buku ini terdiri dari lima volume dengan total 2500 halaman dalam edisi Konsili Keenam Burma. Tujuan dari Paṭṭhāna adalah untuk menerapkan skema dua puluh empat hubungan kondisional kepada semua fenomena yang terdapat dalam matriks Abhidhamma. Bagian utama buku ini memiliki empat bagian: asal-mula menurut metode positif, menurut metode negative, menurut metode positif-negatif, dan menurut metode negatif-positif. Masing-masingnya memiliki enam sub-bagian: asal-mula dari triad, asal mula dari diad, asal mula dari diad dan triad digabungkan, asal mula dari triad dan diad digabungkan, asal mula triad dan triad digabungkan, dan asal mula dari diad dan diad digabungkan. Dalam pola dua puluh empat bagian ini, dua puluh empat cara kondisionalitas diterapkan sesuai urutan pada semua fenomena kehidupan dalam seluruh permutasi yang terbayangkan. Terlepas dari format tabular dan keringnya, bahkan dari sudut pandang manusiawi yang “kotor” Paṭṭhāna dapat dengan mudah memenuhi syarat sebagai suatu produk monumental dari pemikiran manusia, luasnya visi yang cukup mengherankan, konsitensinya yang sangat ketat, dan perhatiannya yang saksama pada rinciannya. Bagi Theravada Ortodox, buku ini adalah suatu testomoni yang paling fasih dari pengetahuan Kemaha-tahuan tanpa halangan dari Sang Buddha.
Komentar-komentar
Buku-Buku dari Abhidhamma Piṭaka telah menginspirasi banyak literature penafsiran yang disusun untuk mengisi, melalui penjelasan dan contoh-contoh, perancah yang didirikan oleh teks-teks kanonis. Karya yang paling penting dari kelompok ini adalah komentar oleh Ācariya Buddhaghosa. Berjumlah tiga: Atthasālinī, “Komentator,” komentar untuk Dhammasaṅgaṇī; Sammohavinodanī, “Penghalau Kebodohan,” komentar untuk Vibhaṅga; dan Pañcappakaraṇa Aṭṭhakaṭha, komentar gabungan untuk kelima naskah lainnya. Pada kelompok yang sama ini juga terdapat Visuddhimagga, “Jalan Pemurnian,” juga disusun oleh Buddhaghosa. Walaupun karya terakhir ini lebih merupakan suatu ensiklopedi tuntunan meditasi, bab tentang “tanah pemahaman,” (XIV-XVII) membentangkan teori yang harus dikuasai sebelum mengembangkan pandangan terang dan dengan demikian menjadi suatu disertasi padat tentang Abhidhamma. Masing-masing komentar ini memiliki Sub-komentar (mūlaṭīkā), oleh seorang bhikkhu dari Sri Lanka bernama Ācariya Ānanda, dan Sub-komentar ini juga memiliki sub-subkomentar (anuṭīkā), oleh murid Ānanda bernama Dhammapāla (harus dibedakan dengan Mahā Ācariya Dhammapāla, penulis ṭīkā atas karya-karya Buddhaghosa).
Jika penyusunan Komentar diduga berasal dari Ācariya Buddhaghosa, maka tidaklah seharusnya dianggap bahwa Komentar-komentar itu adalah karya asli, atau bahkan usaha pertama untuk menginterpretasikan naskah tradiosional. Melainkan, versi yang telah disunting dengan saksama dari sangat banyak naskah penafsiran yang ditemukan oleh Buddhaghosa di Mahāvihāra dan Anurādhapura. Naskah ini pasti telah ada berabad-abad sebelum si komentator besar itu, menunjukkan upaya gabungan dari generasi demi generasi para guru Buddhis terpelajar untuk menjelaskan makna Abhidhamma kanonis. Walaupun tergoda oleh usaha untuk melihat bukti pengembangan histories dalam Komentar di luar gagasan-gagasan yang terdapat dalam Abhidhamma Piṭaka, namun adalah riskan untuk memaksakan garis batas ini terlalu jauh, karena sebagian besar Abhidhamma kanonis tampanya memerlukan Komentar untuk menyumbangkan konteks terpadu yang di dalamnya unsure-unsur individual bergantung bersama-asma sebagai bagian dari keseluruhan sistem dan yang tanpanya Abhidhamma akan kehilangan dimensi makna yang penting. Oleh karena itu maka bukannya tidak masuk akal untuk beranggapan bahwa bagian penting dari perlengkapan komentar berasal sangat dekat dengan Abhidhamma kanonis dan ditransmisikan bersama-sama dengan Abhidhamma Piṭaka, walaupun tanpa stempel sah yang membuatnya menjadi terbuka terhadap modifikasi dan penambahan dalam suatu cara yang tidak mungkin terjadi pada teks kanonis.
Dengan memperhatikan hal ini, kita dapat secara sekilas melihat beberapa konsep Abhidhamma yang merupakan karakteristik Komentar tetapi tidak dikenali atau terkubur dalam Abhidhamma Piṭaka itu sendiri. Salah satunya adalah penjelasan terperinci tentang proses kognisi (cittavīthi). Walaupun konsep ini tampaknya diakui secar diam-diam dalam buku-buku kanonis, namun sekarang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan. Fungsi-fungsi citta, jenis-jenis kesadaran yang berbeda, dijelaskan, dan pada saatnya citta-citta tersebut diberi nama sesuai fungsinya . istilah khaṇa, “saat,” menggantikan kata kanonis samaya, “kejadian,”sebagai satuan dasar untuk membatasi terjadinya peristiwa-peristiwa, dan lamanya fenomena materi ditentukan sebanyak tujuh belas saat dari fenomena batin. Pembagian satu saat menjadi tiga sub-saat – muncul, berlangsung, dan lenyap – tampaknya juga baru pada Komentar. Pengaturan fenomena materi ke dalam kelompok-kelompok (kalāpa), walaupun disiratkanoleh perbedaan antara unsur utama materi dan materi turunan, pertama-tama diuraikan dalam Komentar, sebagai spesifikasi landasan-jantung (hadayavatthu) sebagai landasan materi bagi unsur pikiran dan unsur kesadaran-pikiran.
Komentar memperkenalkan banyak (walaupun tidak semuanya) kategori untuk mengelompokkan kamma, dan membahas secara terperinci hubungan antara kamma dan akibatnya. Kategori-kategori ini juga menutup jumlah total dari faktor batin (cetasika). Frasa dalam Dhammasaṅgaṇī, “atau fenomena tanpa materi lain apapun (yang tidak disebutkan) yang muncul secara berkondisi pada saat itu.” Jelas menggambarkan suatu faktor batin semesta tanpa akhir, yang dibatasi oleh Komentar dengan menyebutkan “atau kondisi-kondisi apa pun” (yevāpanakā dhammā). Sekali lagi, Komentar menyempurnakan teori Dhamma dengan melengkapinya dengan definsi formal dhamma sebagai “segala sesuatu yang membawa sifat sejatinya” (attano sabhāvaṃ dhārentī ti dhammā). Tugas mendefinisikan dhamma spesifik akhirnya dipenuhi oleh penggunaan luas empat alat pendefinisi karakteristik, fungsi, amnifestasi, dan penyebab terdekat, sebagai alat yang diturunkan dari sepasang teks penafsiran, yaitu Peṭakopadesa dan Nettipakaraṇa.
Abhidhammattha Saṅgaha
Karena sistem Abhidhamma, yang telah sangat banyak dalam versi kanonisnya, menjadi tambah banyak dalam hal jumlah maupun kerumitan, maka mempelajari dan memahaminya juga menjadi semakin sulit. Demikianlah pada tahao tertentu dalam evolusi pemikiran Buddhis Theravada suatu kebutuhan dirasakan perlu untuk memberikan kepada para siswa pemula suatu ringkasan yang padat dari Abhidhamma secara menyeluruh untuk memberikan gambaran jelas atas garis-besar utamanya - secara tepat dan menyeluruh, namun tanpa rincian-rincian yang tidak terkendali.
Untuk memenuhi kebutuhan ini maka mulailah, mungkin sekitar abad ke lima dan berlanjut hingga abad ke dua belas, suatu tuntunan singkat atau ringkasan dari Abhidhamma. Di Burma ringkasan ini disebut let-than atau “tuntunan jemari kecil,” yang terdiri dari Sembilan:
1. Abhidhammattha Saṅgaha, oleh Ācarita Anuruddha;
2. Nāmarūpa-pariccheda, oleh penulis yang sama;
3. Paramattha-vinicchaya, oleh penulis yang sama;
4. Abhidhammāvatāra, oleh Ācariya Buddhadatta (seorang bhikkhu senior pada masa yang sama dengan Buddhaghosa);
5. Rūpārupa-vibhāga, oleh penulis yang sama;
6. Sacca-saṅkhepa, oleh Bhadanta Dhammapāla (mungkin dari Sri Lanka; bukan sang sub-komentator besar);
7. Moha-vicchedanī, oleh Bhadanta Kassapa (mungkin dari India Selatan atau Sri Lanka);
8. Khema-pakaraṇa, oleh Bhadanta Khema (dari Sri Lanka);
9. Nāmacāra-dīpaka, oleh Bhadanta Saddhamma Jotipāla (dari Burma).
Di antara buku-buku ini, karya yang telah mendominasi pembelajaran Abhidhamma sejak abad ke dua belas hingga sekarang adalah yang disebutkan pertama, yaitu Abhidhammattha Saṅgaha, “Ringkasan segala sesuatu yang terdapat dalam Abhidhamma.” Kemasyhurannya dapat dijelaskan dari keseimbangannya antara keringkasan dan kelengkapannya. Dalam ruang lingkupnya seluruh inti Abhidhamma dirangkum secara singkat dan saksama. Walaupun gaya perlakuan buku ini sangat singkat bahkan hingga pada titik yang tidak jelas jika dibaca secara tersendiri, tetapi jika dipelajari dari seorang guru yang ahli atau dengan bantuan suatu penuntun yang jelas, maka dapat menuntun sang siswa dengan penuh keyakinan melalui jalan-jalan yang bersimpang-siur dari sistem hingga persepsi jernih dari struktur keseluruhan. Karena alasan ini di seluruh dunia Buddhis Theravada, Abhidhammattha Saṅgaha selalu digunakan sebagai buku pertama dalam pelajaran Abhidhamma. Di vihara-vihara Buddhis, khususnya di Burma, para samaṇera dan para bhikkhu muda dituntut untuk menghapalkan Saṅgaha sebelum mereka diperbolehkan untuk mempelajari buku-buku Abhidhamma Piṭaka dan Komentarnya.
Informasi lengkap mengenai penulis manuai ini, Ācariya Anuruddha, nyaris tidak tersedia. Ia dianggap sebagai penulis dari buku manual lainnya, yang disebutkan di atas, dan dipercaya di negara-negara Buddhis bahwa ia menulis secara keseluruhan Sembilan ringkasan, yang di antaranya hanya tiga yang masih ada pada masa sekarang. Paramattha-vinicchaya ditulis dalam gaya Pali yang indah dan mencapai standard tinggi dalam hal keindahan literatur. Menurut catatan penerbit, penulisnya dilahirkan di Kāveri di negeri Kāñcīpura (Conjeevaram) di India Selatan. Ācariya Buddhadatta dan Ācariya Buddhaghosa juga dikatakan menetap di wilayah yang sama, dan sub-komentator Ācariya Dhammapāla mungkin juga penduduk wilayah itu. Terdapat bukti bahwa selama beberapa abad Kāñcīpura telah menjadi pusat Buddhisme Theravada yang penting dari mana para bhikkhu terpelajar pergi ke Sri Lanka untuk memperdalam pelajarannya.
Tidak diketahuis secara pasti kapan Ācariya Anuruddha hidup dan menulis manual ini. Satu tradisi monastik menganggapnya pernah menjadi teman dari seorang murid dari Ācariya Buddhadatta di bawah guru yang sama, yang menempatkannya di abad ke lima. Menurut tradisi ini, kedua bhikkhu itu menulis buku Abhidhammattha Saṅgaha dan Abhidhammāvatāra berturut-turut, sebagai persembahan tanda terima kasih kepada guru mereka, yang menuliskan: “Buddhadatta telah mengisi sebuah ruang dengan segala jenis harta dan mengunci pintunya, sedangkan Anuruddha juga telah mngisi sebuah ruang dengan harta tetapi membiarkan pintunya terbuka.” Akan tetapi, para terpelajar modern, tidak menyetujui tradisi ini, berkeyakinan dengan berdasarkan pada gaya dan isi dari karya Anuruddha bahwa ia tidak mungkin hidup sebelum abad ke delapan, lebih mungkin antara abad ke sepuluh dan awal abad ke dua belas.
Dalam catatan penerbit dari Abhidhammattha Saṅgaha Ācariya Anuruddha menyebutkan bahwa ia menulis manual ini di Vihara Mūlasoma, di mana terdapat seluruh tradisi penafsiran di Sri Lanka. Terdapat beberapa cara untuk membuktikan fakta ini dengan syaor penutup dari Paramattha-vinicchaya, yang menyebutkan bahwa ia dilahirkan di Kāñcīpura. Salah satu dugaan adalah bahwa ia berasal dari India Selatan tetapi datang ke Sri Lanka, di mana ia menulis Saṅgaha. Yang lain, dikemukakan olej G.P. Malalasekera, meyakini bahwa ia adalah penduduk asli Sri Lanka yang menetap di Kāñcīpura (yang membantah pernyataannya bahwa ia dilahirkan di Kāñcīpura). Dugaan ke tiga, dikemukakan oleh Yang Mulia A.P. Buddhadatta Mahāthera, menegaskan bahwa ada dia bhikkhu berbeda bernama Anuruddha, satu di Sri Lanka yang merupakan penulis Abhidhammattha Saṅgaha, yang lain di Kāñcīpura yang menulis Paramattha-vinicchaya.