//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sekilas tentang Abhidhamma  (Read 6740 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Sekilas tentang Abhidhamma
« on: 25 March 2011, 06:38:04 PM »
Spoiler: ShowHide

dikutip dari bagian PENDAHULUAN dari buku THE COMPREHENSIVE MANUAL OF ABHIDHAMMA" by Naradha Mahathera, Edited by Bhikkhu Bodhi, Introduction by U Rewata Dhamma & Bhikkhu Bodhi

-------------------------------------------


PENDAHULUAN

Inti dari buku ini adalah ringkasan dari filosofi Buddhis abad pertengahan yang berjudul Abhidhammatha Saṅgaha. Karya ini diduga berasal dari Ācariya Anuruddha, seorang terpelajar Buddhis yang tentangnya sangat sedikit dikenal bahkan mengenai negeri dari mana ia berasal dan abad yang tepat dari kehidupannya masih dipertanyakan. Namun demikian, terlepas dari ketidak-jelasan seputar penulis ini, tuntunan kecilnya ini telah menjadi salah saatu buku yang paling penting dan paling berpengaruh dalam Buddhisme Theravada. Dalam Sembilan bab singkat yang menempati sekitar lima puluh halaman cetakan, penulis menjelaskan ringkasan yang sangat mengagumkan dari tubuh doktrin Buddhis yang mendalam dan sulit dipahami yang disebut dengan Abhidhamma. Demikianlah keterampilannya dalam menangkap inti dari sistem tersebut, dan dalam menatanya dalam format yang sesuai demi kemudahan pemhaman, bahwa kaeyanya telah menjadi standard utama dalam pembelajaran Abhidhamma di seluruh negera Buddhis Theravada di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di negera-negara ini, khususnya di Burma di mana pembelajaran Abhidhamma dilakukan dengan lebih tekun, Abhidhammattha Saṅgaha dianggap sebagai kunci penting untuk membuka gudang kekayaan besar dari kebijaksanaan Buddhis ini.

Abhidhamma

Di jantung filosofi Abhidhamma adalah Abhidhamma Piṭaka, satu dari kelompok Kanon Pāli yang dikenal oleh Buddhisme Theravada sebagai versi ajaran Buddha yang memiliki otoritas. Kanon ini dikompilasi pada tiga konsili Buddhis yang diadakan di India pada abad-abad awal setelah wafatnya Sang Buddha: pertama, di Rājagaha, diadakan tiga bulan setelah Parinibbāna Sang Buddha oleh lima ratus bhikkhu senior di bawah pimpinan Bhikkhu Mahākassapa; ke dua, di Vesālī, seratus tahun kemudian, dan ke tiga, di Pāṭaliputta, dua ratus tahun kemudian. Kanon yang dihasilkan dari konsili-konsili ini, yang dilestarikan dalam Bahasa India Tengah yang sekarang disebut Pāli, dikenal sebagai Tipitaka, tiga “keranjang” atau kumpulan ajaran. Kumpulan pertama, Vinaya Piṭaka, adalah buku disiplin, berisi aturan-aturan perilaku bagi para bhikkhu dan bhikkhunī dan peraturan-peraturan yang mengatur Sangha, perkumpulan monastic. Sutta Piṭaka, kumpulan ke dua, mengumpulkan khotbah-khotbah Sang Buddha yang dibabarkan oleh Beliau dalam berbagai kesempatan di masa pengajaranNya selama empat puluh lima tahun. Dan kumpulan ke tiga adalah Abhidhamma iṭaka, “keranjang” doktrin “lebih tinggi” atau “istimewa.”

Kelompok besar ke tiga dari Kanon Pāli berisi karakter yang sangat berbeda dari kedua kelompok lainnya. Sementara Sutta dan Vinaya melayani suatu tujuan praktis yang jelas, yaitu, menyampaikan pesan kebebasan yang gambling dan membabarkan metode latihan personal, Abhidhamma Piṭaka menyajikan penampakan sistematika abstrak dan sangat teknis dari doktrin. Kumpulan ini terdiri dari tujuh buku: Dhammasaṅgaṇī, Vibhaṅga, Dhātukathā, Puggalapaññatti, Kathāvatthu, Yamaka, dan Paṭṭhāna. Tidak seperti sutta-sutta, buku-buku ini bukanlah catatan khotbah-khotbah dan diskusi-diskusi yang terjadi dalam kehidupan nyata; melainkan, naskah-naskah yang lengkap yang mana prinsip-prinsip doktrin tersusun secara metodis, terdefinisikan secara rinci, dan ditabulasi serta diklasifikasikan secara cermat. Walaupun tidak diragukan bahwa asal-usulnya disusun dan disampaikan secara lisan dan hanya dituliskan belakangan, bersama dengan bagian Kanon lainnya pada abat pertama B.C., namun buku-buku ini memperlihatkan kualitas-kualitas pemikiran yang terstruktur dan konsistensi yang tepat melebihi dokumen-dokumen tertulis.

Dalam tradisi Theravada Abhidhamma Piṭaka sangat dihormati, dihargai sebagai mahkota dari naskah-naskah Buddhis. Sebagai contoh dari penghormatan tinggi ini, di Sri Lanka Raja Kassapa V (abad ke sepuluh A.C.) menatahkan keseluruhan Abhidhamma Piṭaka pada lempengan emas dan buku pertama dihias dengan permata, sedangkan raja lainnya, Vijayabāhu (abad ke sebelas) biasanya mempelajari Dhammasaṅganī setiap pagi sebelum melakukan tugas-tugas kerajaannya dan menyusun terjemahannya dalam Bahasa Sinhala. Akan tetapi, jika dibaca sepintas lalu, penghormatan yang diberikan pada Abhidhamma ini tampaknya sulit dimengerti. Teks-teks ini tampak sekadar latihan pelajaran dalam memanipulasi kelompok-kelompok istilah doktrin, berat dan dengan pengulangan yang membosankan.

Alasan mengapa Abhidhamma Piṭaka begitu dihormati menjadi jelas sebagai akibat dari
Pembelajaran saksama dan perenungan mendalam, yang dilakukan dengan keyakinan bahwa buku-buku kuno ini memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan. Ketika seseorang mendekati naskah-naskah Abhidhamma dengan semangat demikian dan memperoleh pandangan-pandangan terang ke dalam implikasi luasnya dan kesatuan organiknya, maka ia akan menemukan bahwa naskah-naskah itu berusaha tidak kurang daripada mengungkapkan pandangan komprehensif dari totalitas kenyataan yang dialami, suatu pandangan yang ditandai dengan luasnya jangkauan, kelengkapan sistematis, dan ketepatan analitis. Dari sudut pandang Theravada ortodox, sistem yang dibabarkan bukanlah khayalan pikiran spekulatif, bukan penggabungan gambar mosaic dari hipotesis-hipotesis metafisika, melainkan suatu pengungkapan atas sifat sejati dari kehidupan yang dipahami oleh pikiran yang telah menembus totalitas segala sesuatu baik dalam hal kedalamannya maupun dalam hal rinciannya. Karena karakter ini, maka tradisi Theravada menganggap Abhidhamma sebagai ungkapan yang paling sempurna yang mungkin dari pengetahuan Buddha yang tanpa halangan (sabbaññutā-ñāṇa). adalah pernyataanNya tentang bagaimana segala sesuatu yang muncul dalam pikiran seorang Yang Tercerahkan Sempurna, yang disusun menurut kedua kutub ajaran: penderitaan dan lenyapnya penderitaan,

Sistem yang diungkapkan oleh Abhidhamma Piṭaka secara bersamaan adalah filosofi, psikologi, dan etika, semuanya terintegrasi dalam suatu kerangka dari program kebebasan. Abhidhamma dapat digambarkan sebagai filosofi karena mengajukan suatu  ontology, suatyu perpektif atas sifat-sifat sesungguhnya. Perspektif ini telah disebutkan sebagai “teori dhamma” (dhammvāda). Secara singkat, teori dhamma menyatakan bahwa kenyataan tertinggi terdiri dari keberagaman unsur-unsur dasar yang disebut dhamma. Dhamma bukanlah suatu konsep yang tersembunyi di balik fenomena, bukan “hal-hal dalam dirinya sendiri” sebagai lawan dari “hanya penampakan,” melainkan komponen mendasar dari kenyataan. Dhamma-dhamma ini jatuh dalam dua kelompok besar: dhamma yang tidak terkondisi, yang adalah Nibbāna, dan dhamma yang terkondisi, yang adalah fenomena batin dan jasmani dari saat ke saat yang merupakan proses pengalaman. Dunia dari banyak obyek yang dikenal dan individu yang beretahan, menurut teori dhamma, adalah gagasan konseptual yang dibangun oleh pikiran dari data mentah yang diberikan oleh dhamma. Entitas-entitas dari kerangka referensi kita setiap hari hanya memiliki kenyataan kesepakatan yang dibangun di atas lapisan dasar dhamma. Adalah dhamma itu sendiri yang memiliki kenyataan mutlak; keberadaan pasti “dari pihaknya sendiri” (sarūpato) tanpa bergantung pada proses data secara konseptual oleh pikiran.
 
Konsepsi demikian atas sifat kenyataan tampaknya telah dijelaskan secara implisit dalam Sutta Piṭaka, khususnya penjelasan Sang Buddha tentang kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, unsur-unsur, sebab-akibat yang saling bergantungan, dan sebagainya, namun konsepsi itu tetap berdiam di sana secara diam-diam di latar belakang sebagai penyokong bagi ajaran-ajaran Sutta yang diformulasikan secara lebih pragmatis. Bahkan di dalam Abhidhamma Piṭaka sendiri teori dhamma tidak diungkapkan sebagai suatu prinsip filosofis eksplisit; hal ini baru muncul belakangan, di dalam Komentar. Namun demikian, walaupun hanya implisit, teori itu tetap menjadi focus dalam perannya sebagai prinsip yang mengatur di balik tugas Abhidhamma yang lebih nyata, yaitu proyek sistematika.

Proyek ini dimulai dari dasar pemikiran bahwa untuk mencapai kebijaksanaan yang mengetahui segala sesuatu “sebagaimana adanya,” suatu irisan tajam harus ditarik antara jenis-jenis entitas itu yang memiliki kemutlakan nyata, yaitu, dhamma, dan jenis-jenis entitas yang ada hanya sebagai bangunan konseptual tetapi secara keliru dianggap sebagai kenyataan mutlak. Berlanjut dari perbedaan ini, Abhidhamma mengemukakan jumlah dhamma yang pasti sebagai blok bangunan dari kenyataan, yang sebagian besar ditarik dari Sutta-sutta. Kemudian berkembang untuk mendefinisikan seluruh istilah-istilah doktrin yang digunakan dalam Sutta-sutta dalam cara-cara yang mengungkapkan identitasnya dengan kemutlakan ontologis yang dikenali oleh sistem. Dengan berdasarkan atas definisi ini, Abhidhamma mengelompokkan dhamma ke dalam suatu jaring kelompok yang telah ditentukan sebelumnya dan modus-modus keterkaitan yang menggaris-bawahi tempat-tempatnya di dalam struktur sistem. Dan karena sistem itu dianggap sebagai refleksi sesungguhnya dari kenyataan, ini berarti bahwa pengelompokan tersebut dengan tepat menunjukkan tempat dari masing-masing dhamma di dalam keseluruhan struktur kenyataan.

Usaha Abhidhamma untuk memahami sifat kenyataan, berlawanan dengan ilmu pengetahuan klasik Barat, tidak berlanjut dari sudut pandang pengamat netral yang melihat ke arah dunia eksternal. Fokus utama Abhidhamma adalah memahami sifat pengalaman, dan dengan demikian kenyataan yang padanya difokuskan adalah kenyataan sadar, dunia yang dialami dalam pengalaman, terdiri dari baik pengetahuan maupun yang diketahui dalam makna terluas. Karena alasan ini usaha filosofis Abhidhamma bergeser menjadi psikologi fenomenogikal. Untuk memfasilitasi pemahaman atas realitas yang dialami, Abhidhamma memulai dengan suatu analisis terperinci pada batin seperti yang terlihat pada meditasi introspektif. Abhidhamma mengelompokkan kesadaran dalam berbagai jenis, menguraikan faktor-faktor dan fungsi-fungsi dari masing-masing jenis, menghubungkannya dengan obyek-obyeknya dan landasan-landasan fisiologisnya, dan menunjukkan bagaimana jenis kesadaran yang berbeda saling terkait satu sama lain serta dengan fenomena materi untuk membentuk proses keberlangsungan pengalaman.

Analisis batin ini bukanlah didorong oleh keingin-tahuan teoritis melainkan oleh tujuan praktis yang utama dari ajaran Sang Buddha, yaitu pencapaian kebebasan dari penderitaan. Karena Sang Buddha menelusuri penderitaan hingga pada sikap kita yang ternoda – orientasi batin yang berakar pada keserakahan, kebencian, dan kebodohan – psikologi fenomenologikal Abhidhamma juga menggunakan karakter etika psikologi, memahami kata “etika” bukan dalam pengertian sempit aturan morlitas melainkan sebagai tuntunan lengkap bagi kehidupan mulia dan pemurnian batin. Dengan demikian kita melihat bahwa Abhidhamma membedakan kondisi-kondisi batin secara prinsipil berdasarkan pada criteria etikal: bermanfaat dan tidak bermanfaat, faktor-faktor yang indah dan kekotoran-kekotorannya. Skema kesadaran mengikuti rancangan hirarki yang bersesuaian dengan tingkatan-tingkatan kemurnian berturut-turut yang dicapai oleh para siswa Sang Buddha melalui praktik jalan Sang Buddha. Rancangan ini melacak kemurnian batin melalui peningkatan pencerapan meditative, jhāna-jhāna lam-bermateri-halus dan alam tanpa-materi, kemudian melalui tingkatan-tingkatan pandangan terang dan kebijaksanaan jalan dan buah lokuttara. Akhrinya, menunjukkan keseluruhan skala pengembangan etikal yang memuncak pada pesempurnaan kemurnian yang dicapai dengan kebebasan batin dari segala kekotoran yang tidak dapat dibalikkan.

Seluruh tiga dimensi Abhidhamma – filosofis, psikologis, dan etikal – memperoleh pembenaran akhirnya dari dasar ajaran Buddha, program kebebasan yang disebutkan dalam Empat Kebenaran Mulia. Pengamatan ontologis atas tangkai dhamma dari ajaran Buddha bahwa kebenaran mulia penderitaan, yang diidentifikasikan dengan dunia fenomena terkondisi sebagai keseluruhan, harus dipahami sepenuhnya (pariññeya).  Kekotoran batin dan persyaratan pencerahan yang menonjol dalam skema pengelompokannya, menunjukkan fokus psikologis dan etis,  menghubungkan Abhidhamma dengan kebenaran mulia ke dua dan ke empat, asal-mula penderitaan dan jalan menuju lenyapnya. Dan keseluruhan cara pengelompokan dhamma ini yang dijelaskan oleh sistem ini mencapai puncaknya dalam “unsur tidak terkondisi” (asaṅkhatā dhāty), yang adalah Nibbāna, yang adalah kebenaran mulia ke tiga, yaitu lenyapnya penderitaan.
« Last Edit: 25 March 2011, 06:42:15 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #1 on: 25 March 2011, 06:39:16 PM »
Dua Metode

Komentator Besar, Ācariya Buddhaghosa, menjelaskan kata “Abhidhamma” sebagai bermakna “yang melampaui dan terunggul dari Dhamma” (dhammātirek-dhammavisesa), awalan abhi bermakna kebesaran dan keunggulan, dan dhamma di sini menyiratkan ajaran dari Sutta Piṭaka.  Ketika Abhidhamma dikatakan melampaui ajaran Sutta-sutta, hal ini bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa ajaran Suttanta cacat dalam tingkat tertentu sehingga Abhidhamma mengemukakan beberap doktrin esoteris yang tidak diketahui oleh Sutta-sutta. Baik Sutta-sutta maupun Abhidhamma didasarkan atas doktrin unik Sang Buddha tentang Empat Kebenaran Mulia, dan semua peinsip-prinsip yang penting untuk mencapai pencerahan telah dibabarkan dalam Sutta Piṭaka. Perbedaan antara kedua ini bukan pada landasannya, melainkan, sebagian pada ruang lingkupnya dan sebagian pada metodenya.

Sehubungan dengann ruang lingkup, Abhidhamma menawarkan perlakuan yang menyeluruh dan lengkap yang tidak ditemukan dlam Sutta Piṭaka. Ācariya Buddhaghosa menjelaskan bahwa dalam Sutta-sutta, pengelompokan doktrin-doktrin seperti kelima kelompok unsure kehidupan dan dua belas landasan indria, delapan belas unsure, dan sebagainya. Dikelompokkan hanya sebagian, sementara di dalam Abhidhamma Piṭaka, hal-hal ini dikelompokkan secara lengkap menurut skema pengelompokan berbeda, beberapa di antaranya sama dengan Sutta-sutta, dan beberapa lainnya hanya ada dalam Abhidhamma.  Demikianlah Abhidhamma memiliki ruang lingkup dan kerumitan detil yang membedakannya dengan Sutta Piṭaka.

Bidang perbedaan besar lain adalah sehubungan dengan metode. Khotbah-khotbah yang terdapat dalam Sutta Piṭaka dibabarkan oleh Sang Buddha pada berbagai situasi kepada pendengar dengan berbagai kapasitas pemahaman yang berbeda.sutta-sutta utamanya adalah bertujuan sebagai bahan pendidikan, dibabarkan dengan cara yang sangat efektif untuk menuntun pendengar dalam mempraktikkan ajaran dan sampai pada penembusan kebenarannya. Untuk mencapai hasil ini Sang Buddha secara bebas menggunakan cara-cara pemberian instruksi yang diperlukan agar doktrin tersebut dapat dipahami oleh pendengar. Beliau menggunakan perumpamaan dan metafora; Beliau menasihati, menegur, dan menginspirasi; Beliau memeriksa kecenderungan dan kecerdasan pendengarnya dan menyesuaikan pembabaran ajarannya sehingga dapat memunculkan reaksi positif. Karena alasan ini metode pengajaran Suttanta digambarkan sebagai pariyāya-dhammadesanā, khotbah Dhamma dengan perumpamaan atau hiasan.

Berbeda dengan Sutta-sutta, Abhidhamma Piṭaka dimaksudkan untuk mengungkapkan dengan sebenar-benarnya dan secara langsung sistem totalitas yang mendasari penjelasan Suttanta dan yang ditarik darinya oleh khotbah-khotbah individual. Abhidhamma tidak mempertimbangkan kecenderungan personal dan kapasaitas kognitif dari para pendengarnya; Abhidhamma tidak memberikan konsensi bagi persyaratan pragmatis tertentu. Abhidhamma mengungkapkan arsitektur aktualitas dalam cara yang abstrak dan formal yang sama sekali hampa dari hiasan literatur dan manfaat pedagogis. Demikianlah metode Abhidhamma di
gambarkan sebagai nippariyāya-dhammadesanā, khotbah-khotbah Dhamma secara literal atau tanpa hiasan.

Perbedaan dalam hal teknik antara kedua metode ini juga mempengaruhi terminologinya masing-masing. Dalam Sutta-sutta Sang Buddha secara rutin menggunakan bahasa konvensional (vohāravacana) dan menerima kebenaran konvensional (sammutisacca), kebenaran yang diungkapkan dalam hal entitas-entitas yang tidak memiliki kemutlakan secara ontologis tetapi masih dapat dengan benar disebutkan. Demikianlah dalam Sutta-sutta Sang Buddha mengatakan “aku” dan “engkau,” “laki-laki” dan “perempuan,” makhluk-makhluk hidup, orang-orang, dan bahkan diri seolah-olah semua itu adalah realitas nyata. Akan tetapi, metode penjelasan Abhidhamma, dengan keras membatasi pad istilah-istilah yang valid dari sudut pandang kebenaran mutlak (paramatthascca): dhamma-dhamma, karakteristik-karakteristiknya, fungsi-fungsinya, dan hubungan-hubungan di antaranya. Demikianlah dalam Abhidhamma semua entitas konseptual yang secara sementara diterima dalam Sutta-sutta yang berguna bagi komunikasi yang bermakna dipecah menjadi kemutlakan-kemutlakan ontologisnya, menjadi hanya fenomena batin dan jasmani yang tidak kekal, terkondisi, dan muncul bergantungan, kosong dari diri atau inti yang kekal.

Tetapi diperlukan suatu pembatasan. Ketika suatu pembatas ditarik antara kedua metode, hal ini harus dipahami sebagai berdasarkan pada apa yang paling khas dari masing-masing Piṭaka dan tidak dapat diinterpretasikan sebagai suatu dikotomi mutlak. Pada tingkatan tertentu kedua metode saling bertumpang tindih dan saling bersilangan. Demikianlah dalam Sutta Piṭaka kita menemukan khotbah-khotbah yang menggunakan terminologi filosofis yang ketat sehubungan dengan kelompok-kelompok unsure kehidupan, landasan-landasan indria, unsur-unsur, dan sebagainya, dan dengan demikian berada di dalam wilayah metode Abhidhamma. Sekali lagi, di dalam ABhidhamma Piṭaka kita menemukan bagian-bagian, bahkan satu keseluruhan buku (Puggalapaññatti), yang menyimpang dari gaya ungkapan yang keras dan menggunakan terminology konvensional, dengan demikian berada daalm wilayah metode Suttanta.


Ciri Khas Abhidhamma

Terlepas dari keterkaitan eratnya pada metode penjelasan filosofis, Abhidhamma memberikan sejumlah kontribusi penting lainnya yang melengkapi tugas sistemisasinya. Salah satunya adalah dalam buku-buku utama Abhidhamma, penggunaan mātikā – suatu matriks daftar pengelompokan – sebagai cetak biru dari keseluruhan bangunan. Matriks ini, yang terdapat di awal Dhammasaṅgaṇī sebagai pendahuluan dari Abhidhamma Piṭaka, terdiri dari 122 model pengelompokan yang khas pada metode Abhidhamma. Di antaranya, dua puluh dua adalah triad (tika), kelompok tiga istilah yang padanya dhamma-dhamma fundamental terbagi; seratus lainnya adalah diad (duka), kelompok dua istilah yang digunakan sebagai dasar pengelompokan.  Matriks ini melayani sebagai sejenis kisi-kisi untuk menyortir banyak pengalaman yang kompleks sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditentukan oleh tujuan-tujuan Dhamma. Misalnya, triad-triad tersebut termasuk kelompok-kelompok sebagai kondisi-kondisi yang bermanfaat, tidak bermanfaat, netral; kondisi-kondisi yang bersekutu dengan perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, perasaan netral; kondisi-kondisi yang merupakan akibat kamma, menghasilkan akibat-akibat kamma, bukan keduanya, dan seterusnya. Diad-diad termasuk kelompok-kelompok sebagai kondisi-kondisi yang merupakan akar-akar, bukan akar-akar; kondisi-kondisi yang beriringan dengan akar, tidak beriringan; kondisi-kondisi yang terkondisi, tidak terkondisi; kondisi-kondisi yang lokiya, lokuttara, dan seterusnya. Melalui pilihan-pilihan pengelompokan ini, matriks tersebut mencakup totalitas fenomena, meneranginya dari berbagai sudut filosofis, psikologis, dan etis dalam hal sifatnya.

Cirri ke dua yang membedakan dari Abhidhamma adalah pembedahan arus kesadaran yang nyata menjadi peristiwa-peristiwa kognitif yang terputus-putus yang disebut citta, masing-masing kesatuan kompleks melibatkan kesadaran itu sendiri, sebagai kesadaran dasar atas suatu obyek, dan suatu kumpulan faktor-faktor pikiran (cetasīka) yang mengerahkan tugas yang lebih spesifik dalam tindakan kognisi. Suatu pandangan kesadaran demikian, minimal secara garis besar, dapat diturunkan dari analisis pengalaman ke dalam kelima kelompok unsur kehidupan dalam Sutta Piṭaka, yang diantaranya empat kelompok unsur batin bergabung tidak terpisahkan, tetapi konsepnya tetap di sana sekadar petunjuk. Dalam Abhidhamma Piṭaka petunjuk tidak sekadar diambil, tetapi dikembangkan menjadi rincian yang luar biasa dan menjadi gambaran yang saling berkaitan dari fungsi kesadaran baik dalam rentang mikroskopis maupun dalam rentang kelangsungan yang lebih panjang dari kehidupan satu ke kehidupan lain.

Kontribusi ke tiga muncul dari dorongan untuk membentuk urutan di antara kumpulan istilah-istilah teknis yang kacau-balau menjadikannya aliran khotbah Buddhis. Dalam mendefinisikan masing-masing dhamma, teks Abhidhamma menyusun daftar sinonim yang panjang yang sebagian besar diambil dari Sutta-sutta. Metode pendefinisian ini menunjukkan bagaimana suatu dhamma masuk ke dalam kelompok kategori berbeda dengan nama yang berbeda. Misalnya, di antara kekotoran-kekotoranb, faktor batin keserakahan (lobha) dapat ditemukan sebagai noda keinginan indria, noda (kemelekatan pada) penjelmaan, simpul jasmani keserakahan, kemelekatan pada kenikmatan indria, rintangan keinginan indria, dan sebagainya; di antara prasyarat pencerahan, faktor batin kebijaksanaan (paññā) dapat ditemukan sebagai indria dan kekuatan kebijaksanaan, faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi, faktor sang jalan pandangan benar, dan sebagainya. Dalam membentuk persesuaian ini, Abhidhamma membantu memperlihatkan saling keterkaitan antara istilah-istilah doktrin yang mungkin tidak jelas dari Sutta-sutta itu sendiri. Dalam prosesnya Abhidhamma juga memberikan alat yang sangat cermat untuk menginterpretasikan khotbah-khotbah Sang Buddha.

Konsep Abhidhamma sehubungan dengan kesadaran lebih lagi lagi menghasilkan suatu skema utama yang baru untuk mengklasifikasikan unsur mutlak kehidupan, suatu skema yang akhirnya, dalam literatur Abhidhamma belakangan, mendapat tempat yang lebih tinggi daripada skema yang diturunkan dari Sutta-sutta seperti kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan unsur-unsur. Dalam Abhidhamma Piṭaka, pengelompokan yang belakangan masih banyak berbekas, tetapi pandangan bahwa batin terdiri dari peristiwa kesadarn dari saat ke saat dan sekutu-sekutunya mengarah pada empat metode pengelompokan yang lebih sesuai bagi sistem. Ini adalah pembagian aktualitas ke dalam empat realitas mutlak (paramattha): kesadaran, faktor-faktor batin, fenomena jamani, dan Nibbāna (citta, cetasika, rūpa, nibbāna), tiga pertama membentuk realitas terkondisi dan yang terakhir adalah unsur tidak terkondisi.

Ciri terakhir yang asli dari metode Abhidhamma yang harus diperhatikan di sini – yang dikontribusikan oleh buku terakhir Piṭaka ini, Paṭṭhāna – adalah kumpulan dua puluh empat hubungan kondisional yang dirumuskan dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana realitas mutlak melebur dalam proses-proses yang teratur. Skema kondisi-kondisi ini menyediakan pelengkap yang diperlukan bagi pendekatan analitis yang mendominasi buku-buku pertama Abhidhamma. Metode analisis berlanjut dengan memotong keseluruhan yang jelas menjadi bagian-bagian penyusunnya, dengan demikian mengungkapkan kehampaannya akan inti apa pun yang tidak dapat dibagi lagi yang dapat dianggap sebagai diri atau inti. Metode sintetis merancang hubungan kondisional dari hanya fenomena yang diperoleh melalui analisis untuk menunjukkan bahwa fenomena itu bukanlah unit-unit yang mengandung diri yang terisolasi melainkan noktah-noktah dalam suatu jaring peristiwa luas yang berlapis-lapis yang saling terhubung, dan saling bergantungan. Secara bersama-sama, metode analitis dari naskah-naskah Abhidhamma Piṭaka terdahulu dan metode sintetis dari Paṭṭhana membentuk kesatuan penting dari ganda prinsip filosofis Buddhisme, tanpa-diri atau tanpa-ego (anattā) dan kemunculan bergantungan atau kondisionalitas (paṭicca samuppāda). Demikianlah landasan metodologi Abhidhamma berdiam dalam keharmonisan sempurna dengan pandangan terang yang berda di jantung keseluruhan Dhamma.

Asal-usul Abhidhamma

Walaupun para terpelajar modern yang kritis mencoba untuk menjelaskan formasi Abhidhamma sebagai proses evolusi bertahap.  Theravada Ortodox mengatakan asal mulanya berawal dari Sang Buddha sendiri. Menurut Komentar Besar (Mahā-aṭṭhakathā) yang dikutip oleh Ācariya Buddhaghosa, “Apa yang dikenali sebagai Abhidhamma bukanlah wilayah atau bidang dari seorang siswa; ini adalah wilayah, bidang para Buddha.”  Terlebih lagi, tradisi komentar meyakini, bahkan ini bukan sekadar makna Abhidhamma, tetapi juga kata-katanya, yang telah ditembus dan dibabarkan oleh Sang Buddha selama hidupNya.

Atthasālinī mengisahkan bahwa dalam empat minggu setelah pencerahan, ketika Sang Bhagavā masih berdiam di sekitar Pohon Bodhi, Beliau duduk di dalam sebuah rumah permata (ratanaghara) di sebelah barat laut. Rumah permata ini ini bukanlah rumah dalam arti sebenarnya yang terbuat dari batu permata, melainkan suatu tempat di mana Beliau mereungkan ketujuh buku Abhidhamma Piṭaka. Beliau merenungkan isinya secara berurutan, dimulai dari Dhammasaṅgaṇī, tetapi ketika sedang menyelidiki keenam buku pertama tubuh Beliau tidak memancarkan cahaya. Akan tetapi, ketika sampai pada Paṭṭhāna, ketika “ia mulai merenungkan kedua puluh empat hubungan kondisional universal dari akar-akar, obyek, dan seterusnya, kemaha-tahuanNya seketika mendapatkan kesempatan di sana. Bagaikan ikan besar Timiratipingala mendapatkan tempat hanya di samudera raya yang dalamnya 84,000 yojana, demikian pula Kemaha-tahuanNya mendapatkan tempat hanya di Buku Besar ini. Cahaya enam warna – nila, keemasan, merah, putih, kuning kecoklatan, dan cemerlang – terpancar dari tubuh Sang Guru, ketika Beliau sedang merenungkan Dhamma yang halus dan mendalam melalui Kemaha-tahuanNya yang telah mendapatkan kesempatan itu.”

Demikianlah Theravada Ortodox berkeyakinan bahwa Abhidhamma Piṭaka adalah kata-kata otentik dari Sang Buddha, sehubungan dengan hal ini berbeda dengan aliran awal saingan, Sarvāstivada. Aliran ini juga memiliki Abhidhamma Piṭaka yang terdiri dari tujuh buku, yang sangat berbeda dalam rinciannya dengan naskah Theravada. Menurut Sarvāstivāda, buku-buku Abhidhamma Piṭaka disusun oleh para siswa Buddhis, beberapa di antaranya berasal dari penulis-penulis yang hidup beberapa generasi setelah Sang Buddha. Akan tetapi, aliran Theravada, meyakini bahwa Sang Buddha sendiri yang membabarkan buku-buku Abhidhamma, kecuali bagian penjelasan tentang bahntahan atas pandangan-pandangan menyimpang dalam Kathāvatthu, yang merupakan karya dari Moggaliputta Tissa pada masa kekuasaan Kaisar Asoka.

Komentar Pāli, jelas bersumber pada tradisi lisan kuno, meyakini bahwa Sang Buddha membabarkan Abhidhamma, bukan di alam manusia kepada para siswa manusia, melainkan kepada sekumpulan dewa di alam surga Tāvatiṃsa. Menurut tradisi ini, persisi sebelum memasuki masa vassa ke tujuh Sang Bhagavā naik ke alam surga Tāvatiṃsa dan di sana, dengan duduk di atas batu Paṇḍukambala di bawah pohon Pāricchattaka, selama tiga bulan masa vassa Beliau mengajarkan Abhidhamma kepada para deva yang telah berkumpul di sana dari sepuluh ribu sistem dunia. Beliau menjadikan ibunya, Mahāmāyā-devī, yang telah terlahir kembali sebagai deva sebagai penerima utama ajaranNya. Alasan Sang Buddha mengajarkan Abhidhamma di alam deva dan bukan di alam manusia, dikatakan, adalah karena untuk memberikan gambaran lengkap dari Abhidhamma maka harus dibabarkan dari awal hingga akhir kepada pendengar yang sama dalam satu kali khotbah. Karena pembabaran Abhidhamma secara lengkap memerlukan waktu tiga bulan, maka hanya para deva dan BRahmā yang dapat menerimanya tanpa terputus karena hanya mereka yang mampu tetap dalam satu posisi selama waktu itu.

Akan tetapi, setiap hari, untuk memelihara jasmaniNya, Sang Buddha turun kea lam manusia untuk mengumpulkan dana makanan di wilayah utara, Uttarakuru. Setelah menerima dana makanan Beliau pergi ke tepi danau Anotatta untuk memakan makananNya. Bhikkhu Sāriputta, Jenderal Dhamma, akan menemui Sang Buddha di sana dan menerima ringkasan ajaran yang diberikan pada hari itu di alam deva: “Kemudian kepadanya Sang Guru memberikan metode, dengan mengatakan, ‘Sāriputta, sebanyak ini doktrin telah ditunjukkan.’ Demikianlah pemberian metode itu kepada Sang Siswa Utama, yang memiliki pengetahuan analitis, seolah-olah Sang Buddha berdiri di tepi pantai dan menunjuk samudera dengan tanganNya. Kepada bhikkhu ini juga doktrin yang telah diajarkan oleh Sang Bhagavā dalam ratusan ribu metode menjadi sangat jelas.”

Setelah mempelajari Dhamma yang telah diajarkan kepadanya oleh Sang Bhagavā, Sāriputta kemudian mengajarkan kepada 500 siswanya, dan demikianlah naskah Abhidhamma Piṭaka terbentuk. Urutan tekstual dari naskah-naskah Abhidhamma serta rangkaian numeric dalam Paṭṭhāna dianggap berasal dari Yang Mulia Sāriputta. Mungkin kita harus melihat dalam pengkuan-pengakuan Atthasālinī ini suatu pengakuan implisit bahwa sementara visi filosofis Abhidhamma dan arsitektur dasarnya berasal dari Sang Buddha, namun karya sesungguhnya atas rincian-rinciannya, dan bahkan mungkin bentuk dasar dari teks itu sendiri, adalah berasal dari Siswa Utama yang termasyhur dan banyak siswaNya. Dalam aliran Buddhis awal lainnya juga, Abhidhamma berhubungan erat dengan Yang Mulia Sāriputta, yang dalam beberapa tradisi dianggap sebagai penulis naskah-naskah Abhidhamma.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #2 on: 25 March 2011, 06:41:01 PM »
Ketujuh Buku

Garis besar ringkas dari isi ketujuh buku Abhidhamma akan memberikan sedikit pencerahan ke dalam banyaknya materi tekstual yang diringkas dan dirangkum oleh Abhidhammattha Saṅgaha. Buku pertama, Dhammasaṅgaṇī, adalah sumber dari keseluruhan sistem. Judulnya mungkin dapat diterjemahkan “Penomoran Fenomena,” dan karya ini sesungguhnya menyusun suatu katalog lengkap dari unsur-unsur kehidupan yang mutlak.

Diawali dengan mātikā, daftar pengelompokan yang berfungsi sebagai kerangka bagi keseluruhan Abhidhamma, teks ini dibagi ke dalam empat bab. Pertama, “Kondisi-kondisi Kesadaran,” menempati hampir setengah dari buku ini dan mengungkapkan suatu analisis dari triad pertama dalam mātikā, yaitu yang bermanfaat, yang tidak bermanfaat, dan yang netral. Untuk melengkapi analisis tersebut, teks menguraikan 121 jenis kesadaran yang dikelompokkan menurut kualitas etisnya.   Masing-masing jenis kesadaran pada gilirannya dibedah lagi menjadi sekutu-sekutu faktor-faktor batin, yang masing-masingnya didefinisikan secara lengkap. Bab ke dua, “Tentang Materi,” melanjutkan penyelidikan ke dalam yang secara etis tidak dapat ditentukan dengan menguraikan dan mengelompokkan jeni-jenis fenomena materi berbeda. Bab ke tiga, disebut “Kesimpulan,” memberikan penjelasan singkat dari seluruh istilah dalam matriks Abhidhamma serta matriks Suttanta. Akhirnya, sebuah “Sinopsis” penutup memberikan suatu penjelasan yang lebih padat dari matriks Abhidhamma tetapi meniadakan matriks Suttanta.

Vibhaṅga, “Buku Analisis,” terdiri dari delapan belas bab, masing-masingnya adalah sebuah disertasi sendiri, berturut-turut membahas sebagai berikut: kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, unsur-unsur, kebenaran-kebenaran, indria-indria, kemunculan bergantungan, landasan-landasan perhatian, usaha tertinggi, cara-cara menuju kesempurnaan, faktor-faktor pencerahan, delapan belas jalan, jhāna-jhāna, kondisi tanpa batas, aturan-aturan latihan, pengetahuan analitis, jenis-jenis pengetahuan, hal-hal minor (daftar numeric kekotoran-kekotoran), dan “jantung doktrin” (dhammahadaya), suatu topografi psiko-kosmis dari alam semesta Buddhis. Sebagian besar bab dalam Vibhaṅga, walaupun tidak semuanya, melibatkan tiga sub-bagian: suatu analisis menurut metodologi Sutta; suatu analisis menurut metodologi Abhidhamma; dan bagian Tanya-jawab, yang menerapkan pengelompokan matriks pada topik yang diselidiki.

Dhātukathā, “Khotbah tentang unsur-unsur,” ditulis seluruhnya dalam bentuk tanya-jawab. Bagian ini membahas seluruh fenomena sehubungan dengan kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan unsur-unsur, berusaha untuk menentukan apakah, dan sejauh apa, fenomena-fenomena tersebut termasuk atau tidak termasuk di dalam hal-hal itu, dan apakah fenomena-fenomena tersebut berhubungan atau tidak berhubungan dengan hal-hal itu.

Puggalapaññatti, “Konsep individu,” adalah salah satu buku dari Abhidhamma Piṭaka yang lebih menyerupai metode Sutta-sutta daripada Abhidhamma. Karya ini dimulai dengan penomoran umum pada jenis-jenis konsep, dan ini menyiratkan bahwa buku ini awalnya dimaksudkan sebagai lampiran bagi buku-buku lainnya untuk menjelaskan realitas konseptual yang tidak termasuk dalam penerapan keras metode Abhidhamma. Bagian terbesar dari buku ini memberikan definisi-definisi formal dari jenis-jenis berbeda atas individu-individu. Buku ini terdiri dari sepuluh bab: bab pertama membahas jenis tunggal individu-individu; bab ke dua membahas kelompok dua jenis; bab ke tiga membahas kelompok tiga jenis, dan seterusnya.

Kathāvatthu, “Poin-poin Kontroversi,” adalah suatu nahkah polemic yang diduga berasal dari Bhikkhu Moggaliputta Tissa. Dikatakan bahwa ia menyusunnya pada masa Kaisar Asoka, 218 tahun setelah Parinibbāna Sang Buddha, untuk membantah opini heterodox dari aliran-aliran Buddhis di luar Theravada. Komentar mempertahankan ketermasukannya ke dalam Kanon dengan berpendapat bahwa adalah Sang Buddha sendiri, setelah meramalkan kekeliruan-kekeliruan yang muncul timbul, merumuskan kerangka bantahan, yang diisi oleh Moggaliputta Tisa menuruti kehendak Sang Guru.

Yamaka, “Buku Pasangan-pasangan,”  bertujuan untuk memecahkan ambiguitas dan mendefinisikan penggunaan yang tepat atas istilah-istilah teknis. Disebut demikian karena metode perlakuannya, yang di seluruh buku itu menggunakan pengelompokan ganda atas pertanyaan dan formulasi kebalikannya. Misalnya, pasangan pertanyaan pertama dalam bab pertama adalah sebagai berikut: “Apakah semua fenomena bermanfaat adalah akar bermanfaat? Dan apakah semua akar bermanfaat adalah fenomena bermanfaat?” Buku ini terdiri dari sepuluh bab, akar-akar, kelompok-kelompok unsure kehidupan, landasan-landasan indria, unsure-unsur, kebenaran-kebenaran, bentukan-bentukan, watak tersembunyi, kesadaran, fenomena, dan indria-indria.

Paṭṭhāna, “Buku Hubungan Kondisional,” mungkin merupakan karya paling penting dalam ABhidhamma Piṭaka dan demikianlah secara tradisional disebut “Naskah Besar” (Mahāpakaraṇa), Besar dalam hal jumlah halaman serta pada dalam hal isinya, buku ini terdiri dari lima volume dengan total 2500 halaman dalam edisi Konsili Keenam Burma. Tujuan dari Paṭṭhāna adalah untuk menerapkan skema dua puluh empat hubungan kondisional kepada semua fenomena yang terdapat dalam matriks Abhidhamma. Bagian utama buku ini memiliki empat bagian: asal-mula menurut metode positif, menurut metode negative, menurut metode positif-negatif, dan menurut metode negatif-positif. Masing-masingnya memiliki enam sub-bagian: asal-mula dari triad, asal mula dari diad, asal mula dari diad dan triad digabungkan, asal mula dari triad dan diad digabungkan, asal mula triad dan triad digabungkan, dan asal mula dari diad dan diad digabungkan. Dalam pola dua puluh empat bagian ini, dua puluh empat cara kondisionalitas diterapkan sesuai urutan pada semua fenomena kehidupan dalam seluruh permutasi yang terbayangkan. Terlepas dari format tabular dan keringnya, bahkan dari sudut pandang manusiawi yang “kotor” Paṭṭhāna dapat dengan mudah memenuhi syarat sebagai suatu produk monumental dari pemikiran manusia, luasnya visi yang cukup mengherankan, konsitensinya yang sangat ketat, dan perhatiannya yang saksama pada rinciannya. Bagi Theravada Ortodox, buku ini adalah suatu testomoni yang paling fasih dari pengetahuan Kemaha-tahuan tanpa halangan dari Sang Buddha.

Komentar-komentar

Buku-Buku dari Abhidhamma Piṭaka telah menginspirasi banyak literature penafsiran yang disusun untuk mengisi, melalui penjelasan dan contoh-contoh, perancah yang didirikan oleh teks-teks kanonis. Karya yang paling penting dari kelompok ini adalah komentar oleh Ācariya Buddhaghosa. Berjumlah tiga: Atthasālinī, “Komentator,” komentar untuk Dhammasaṅgaṇī; Sammohavinodanī, “Penghalau Kebodohan,” komentar untuk Vibhaṅga; dan Pañcappakaraṇa Aṭṭhakaṭha, komentar gabungan untuk kelima naskah lainnya. Pada kelompok yang sama ini juga terdapat Visuddhimagga, “Jalan Pemurnian,” juga disusun oleh Buddhaghosa. Walaupun karya terakhir ini lebih merupakan suatu ensiklopedi tuntunan meditasi, bab tentang “tanah pemahaman,” (XIV-XVII) membentangkan teori yang harus dikuasai sebelum mengembangkan pandangan terang dan dengan demikian menjadi suatu disertasi padat tentang Abhidhamma. Masing-masing komentar ini memiliki Sub-komentar (mūlaṭīkā), oleh seorang bhikkhu dari Sri Lanka bernama Ācariya Ānanda, dan Sub-komentar ini juga memiliki sub-subkomentar (anuṭīkā), oleh murid Ānanda bernama Dhammapāla (harus dibedakan dengan Mahā Ācariya Dhammapāla, penulis ṭīkā atas karya-karya Buddhaghosa).

Jika penyusunan Komentar diduga berasal dari Ācariya Buddhaghosa, maka tidaklah seharusnya dianggap bahwa Komentar-komentar itu adalah karya asli, atau bahkan usaha pertama untuk menginterpretasikan naskah tradiosional. Melainkan, versi yang telah disunting dengan saksama dari sangat banyak naskah penafsiran yang ditemukan oleh Buddhaghosa di Mahāvihāra dan Anurādhapura. Naskah ini pasti telah ada berabad-abad sebelum si komentator besar itu, menunjukkan upaya gabungan dari generasi demi generasi para guru Buddhis terpelajar untuk menjelaskan makna Abhidhamma kanonis. Walaupun tergoda oleh usaha untuk melihat bukti pengembangan histories dalam Komentar di luar gagasan-gagasan yang terdapat dalam Abhidhamma Piṭaka, namun adalah riskan untuk memaksakan garis batas ini terlalu jauh, karena sebagian besar Abhidhamma kanonis tampanya memerlukan Komentar untuk menyumbangkan konteks terpadu yang di dalamnya unsure-unsur individual bergantung bersama-asma sebagai bagian dari keseluruhan sistem dan yang tanpanya Abhidhamma akan kehilangan dimensi makna yang penting. Oleh karena itu maka bukannya tidak masuk akal untuk beranggapan bahwa bagian penting dari perlengkapan komentar berasal sangat dekat dengan Abhidhamma kanonis dan ditransmisikan bersama-sama dengan Abhidhamma Piṭaka, walaupun tanpa  stempel sah yang membuatnya menjadi terbuka terhadap modifikasi dan penambahan dalam suatu cara yang tidak mungkin terjadi pada teks kanonis.

Dengan memperhatikan hal ini, kita dapat secara sekilas melihat beberapa konsep Abhidhamma yang merupakan karakteristik Komentar tetapi tidak dikenali atau terkubur dalam Abhidhamma Piṭaka itu sendiri. Salah satunya adalah penjelasan terperinci tentang proses kognisi (cittavīthi). Walaupun konsep ini tampaknya diakui secar diam-diam dalam buku-buku kanonis, namun sekarang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan. Fungsi-fungsi citta, jenis-jenis kesadaran yang berbeda, dijelaskan, dan pada saatnya citta-citta tersebut diberi nama sesuai fungsinya . istilah khaṇa, “saat,” menggantikan kata kanonis samaya, “kejadian,”sebagai satuan dasar untuk membatasi terjadinya peristiwa-peristiwa, dan lamanya fenomena materi ditentukan sebanyak tujuh belas saat dari fenomena batin. Pembagian satu saat menjadi tiga sub-saat – muncul, berlangsung, dan lenyap – tampaknya juga baru pada Komentar.  Pengaturan fenomena materi ke dalam kelompok-kelompok (kalāpa), walaupun disiratkanoleh perbedaan antara unsur utama materi dan materi turunan, pertama-tama diuraikan dalam Komentar, sebagai spesifikasi landasan-jantung (hadayavatthu) sebagai landasan materi bagi unsur pikiran dan unsur kesadaran-pikiran.

Komentar memperkenalkan banyak (walaupun tidak semuanya) kategori untuk mengelompokkan kamma, dan membahas secara terperinci hubungan antara kamma dan akibatnya. Kategori-kategori ini juga menutup jumlah total dari faktor batin (cetasika). Frasa dalam Dhammasaṅgaṇī, “atau fenomena tanpa materi lain apapun (yang tidak disebutkan) yang muncul secara berkondisi pada saat itu.” Jelas menggambarkan suatu faktor batin semesta tanpa akhir, yang dibatasi oleh Komentar dengan menyebutkan “atau kondisi-kondisi apa pun” (yevāpanakā dhammā). Sekali lagi, Komentar menyempurnakan teori Dhamma dengan melengkapinya dengan definsi formal dhamma sebagai “segala sesuatu yang membawa sifat sejatinya” (attano sabhāvaṃ dhārentī ti dhammā). Tugas mendefinisikan dhamma spesifik akhirnya dipenuhi oleh penggunaan luas empat alat pendefinisi karakteristik, fungsi, amnifestasi, dan penyebab terdekat, sebagai alat yang diturunkan dari sepasang teks penafsiran, yaitu Peṭakopadesa dan Nettipakaraṇa.


Abhidhammattha Saṅgaha

Karena sistem Abhidhamma, yang telah sangat banyak dalam versi kanonisnya, menjadi tambah banyak dalam hal jumlah maupun kerumitan, maka mempelajari dan memahaminya juga menjadi semakin sulit. Demikianlah pada tahao tertentu dalam evolusi pemikiran Buddhis Theravada suatu kebutuhan dirasakan perlu untuk memberikan kepada para siswa pemula suatu ringkasan yang padat dari Abhidhamma secara menyeluruh untuk memberikan gambaran jelas atas garis-besar utamanya -  secara tepat dan menyeluruh, namun tanpa rincian-rincian yang tidak terkendali.

Untuk memenuhi kebutuhan ini maka mulailah, mungkin sekitar abad ke lima dan berlanjut hingga abad ke dua belas, suatu tuntunan singkat atau ringkasan dari Abhidhamma. Di Burma ringkasan ini disebut let-than atau “tuntunan jemari kecil,” yang terdiri dari Sembilan:

1.   Abhidhammattha Saṅgaha, oleh Ācarita Anuruddha;
2.   Nāmarūpa-pariccheda, oleh penulis yang sama;
3.   Paramattha-vinicchaya, oleh penulis yang sama;
4.   Abhidhammāvatāra, oleh Ācariya Buddhadatta (seorang bhikkhu senior pada masa yang sama dengan Buddhaghosa);
5.   Rūpārupa-vibhāga, oleh penulis yang sama;
6.   Sacca-saṅkhepa, oleh Bhadanta Dhammapāla (mungkin dari Sri Lanka; bukan sang sub-komentator besar);
7.   Moha-vicchedanī, oleh Bhadanta Kassapa (mungkin dari India Selatan atau Sri Lanka);
8.   Khema-pakaraṇa, oleh Bhadanta Khema (dari Sri Lanka);
9.   Nāmacāra-dīpaka, oleh Bhadanta Saddhamma Jotipāla (dari Burma).

Di antara buku-buku ini, karya yang telah mendominasi pembelajaran Abhidhamma sejak abad ke dua belas hingga sekarang adalah yang disebutkan pertama, yaitu Abhidhammattha Saṅgaha, “Ringkasan segala sesuatu yang terdapat dalam Abhidhamma.” Kemasyhurannya dapat dijelaskan dari keseimbangannya antara keringkasan dan kelengkapannya. Dalam ruang lingkupnya seluruh inti Abhidhamma dirangkum secara singkat dan saksama. Walaupun gaya perlakuan buku ini sangat singkat bahkan hingga pada titik yang tidak jelas jika dibaca secara tersendiri, tetapi jika dipelajari dari seorang guru yang ahli atau dengan bantuan suatu penuntun yang jelas, maka dapat menuntun sang siswa dengan penuh keyakinan melalui jalan-jalan yang bersimpang-siur dari sistem hingga persepsi jernih dari struktur keseluruhan. Karena alasan ini di seluruh dunia Buddhis Theravada, Abhidhammattha Saṅgaha selalu digunakan sebagai buku pertama dalam pelajaran Abhidhamma. Di vihara-vihara Buddhis, khususnya di Burma, para samaṇera dan para bhikkhu muda dituntut untuk menghapalkan Saṅgaha sebelum mereka diperbolehkan untuk mempelajari buku-buku Abhidhamma Piṭaka dan Komentarnya.

Informasi lengkap mengenai penulis manuai ini, Ācariya Anuruddha, nyaris tidak tersedia. Ia dianggap sebagai penulis dari buku manual lainnya, yang disebutkan di atas, dan dipercaya di negara-negara Buddhis bahwa ia menulis secara keseluruhan Sembilan ringkasan, yang di antaranya hanya tiga yang masih ada pada masa sekarang. Paramattha-vinicchaya ditulis dalam gaya Pali yang indah dan mencapai standard tinggi dalam hal keindahan literatur. Menurut catatan penerbit, penulisnya dilahirkan di Kāveri di negeri Kāñcīpura (Conjeevaram) di India Selatan. Ācariya Buddhadatta dan Ācariya Buddhaghosa juga dikatakan menetap di wilayah yang sama, dan sub-komentator Ācariya Dhammapāla mungkin juga penduduk wilayah itu. Terdapat bukti bahwa selama beberapa abad Kāñcīpura telah menjadi pusat Buddhisme Theravada yang penting dari mana para bhikkhu terpelajar pergi ke Sri Lanka untuk memperdalam pelajarannya.

Tidak diketahuis secara pasti kapan Ācariya Anuruddha hidup dan menulis manual ini. Satu tradisi monastik menganggapnya pernah menjadi teman dari seorang murid dari Ācariya Buddhadatta di bawah guru yang sama, yang menempatkannya di abad ke lima. Menurut tradisi ini, kedua bhikkhu itu menulis buku Abhidhammattha Saṅgaha dan Abhidhammāvatāra berturut-turut, sebagai persembahan tanda terima kasih kepada guru mereka, yang menuliskan: “Buddhadatta telah mengisi sebuah ruang dengan segala jenis harta dan mengunci pintunya, sedangkan Anuruddha juga telah mngisi sebuah ruang dengan harta tetapi membiarkan pintunya terbuka.”  Akan tetapi, para terpelajar modern, tidak menyetujui tradisi ini, berkeyakinan dengan berdasarkan pada gaya dan isi dari karya Anuruddha bahwa ia tidak mungkin hidup sebelum abad ke delapan, lebih mungkin antara abad ke sepuluh dan awal abad ke dua belas.

Dalam catatan penerbit dari Abhidhammattha Saṅgaha Ācariya Anuruddha menyebutkan bahwa ia menulis manual ini di Vihara Mūlasoma, di mana terdapat seluruh tradisi penafsiran di Sri Lanka. Terdapat beberapa cara untuk membuktikan fakta ini dengan syaor penutup dari Paramattha-vinicchaya, yang menyebutkan bahwa ia dilahirkan di Kāñcīpura. Salah satu dugaan adalah bahwa ia berasal dari India Selatan tetapi datang ke Sri Lanka, di mana ia menulis Saṅgaha. Yang lain, dikemukakan olej G.P. Malalasekera, meyakini bahwa ia adalah penduduk asli Sri Lanka yang menetap di Kāñcīpura (yang membantah pernyataannya bahwa ia dilahirkan di Kāñcīpura). Dugaan ke tiga, dikemukakan oleh Yang Mulia A.P. Buddhadatta Mahāthera, menegaskan bahwa ada dia bhikkhu berbeda bernama Anuruddha, satu di Sri Lanka yang merupakan penulis Abhidhammattha Saṅgaha, yang lain di Kāñcīpura yang menulis Paramattha-vinicchaya.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #3 on: 25 March 2011, 06:43:57 PM »

Komentar atas Saṅgaha

Karena sangat ringkas, Abhidhammattha Saṅgaha tidak dapat dipahami dengan mudah tanpa penjelasan. Oleh karena itu untuk menjelaskan kepadatan dan keringkasan synopsis filosofi Abhidhamma, maka sejumlah besar tīkā atau komentar telah dituliskan terhadap karya ini. Sesungguhnya, karya ini mungkin telah mendorong lebih banyak komentar dari pada teks Pali lainnya, ditulis tidak hanya dalam bahasa Pali tetapi juga dalam Bahasa Burma, Sinhala, Thai, dan sebagainya. Karena di abad ke lima belas Burma pernah menjadi pusat internasional pembelajaran Abhidhamma, dan oleh karena itu kita menemukan banyak komentar dituliskan untuknya oleh para terpelajar Burma baik dalam bahasa Pali maupun bahasa Burma. Komentar atas Saṅgaha dalam bahasa Pali saja berjumlah Sembilan belas, yang di antaranya berikut ini adalah yang paling penting:

1.   Abhidhammatthasaṅgaha-Ṭīkā, jika dikenal sebagai Porāṇa-Ṭīkā, “Komentar Kuno.” Ini adalah sebuah ṭīkā yang sangat singkat yang ditulis di Sri Lanka pada abad ke dua belas oleh seorang bhikkhu benama Ācariya Navavimalabuddhi.
2.   Abhidhammatthavibhāvinī-Ṭīkā, atau secara singkat, Vibhāvinī, ditulis oleh Ācariya Sumaṅgalasāmi, murid dari seorang bhikkhu terkenal Sri Lanka bernama Sāriputta Mahāsāmi, juga di abad ke dua belas. Ṭīkā ini dengan cepat melampaui Komentar Kuno dan secara umum dianggap sebagai karya penafsiran tentang Saṅgaha yang paling mendalam dan paling terpercaya. Di Burma karya ini dikenal sebagai ṭīkā-gyaw, “Komentar Terkenal.” Penulisnya sngat dihormati akan pengetahuan dan penguasaannya atas Abhidhamma. Ia sangat mengandalkan otoritas-otoritas kuno seperti Abhidhamma-Anuṭīkā dan Visuddhimagga-Mahāṭīka (juga dikenal sebagai Paramatthamañjūsā). Walaupun Ledi Sayadaw (baca di bawah) banyak mengkritik Vibhāvinī  dalam komentarnya atas Saṅgaha, popularitasnya bukannya berkurang melainkan bertambah, dan beberapa terpelajar Burma bangkit untuk membantah kritik dari Ledi Sayadaw.
3.   Saṅkhepa-vaṇṇanā, ditulis pada abad ke enam belas oleh Bhadanta Saddhamma Jotipāla, juga dikenal sebagai Chapada Mahāthera, seorang bhikkhu Burma yang berkunjung ke Sri Lanka pada masa pemerintahan Parākramabāhu VI dari Kotte (abad ke lima belas).
4.   Paramatthadīpanī-Ṭīkā, “Penjelasan akan Makna Tertinggi,” oleh Ledi Sayadaw. Ledi Sayadaw dari Burma (1846-1923) adalah salah seorang dari para bhikkhu terpelajar dan guru meditasi dari tradisi Theravada masa kini. Ia adalah penulis lebih dari tujuh puluh manual tentang aspek-aspek berbeda dari Buddhisme Theravada, termasuk filosofi, etika, praktik meditasi, dan tata bahasa Pali. Ṭīkā-nya membuat sensasi di bidang pelajaran Abhidhamma karena ia menunjukkan 325 tempat dalam Vibhāvinī-ṭīkā yang dihormati di mana ia menduga bahwa kesalahan dan misinterpretasi telah terjadi, walaupun kritiknya ini juga menimbulkan suatu reaksi pembelaan atas karya yang lebih tua ini.
5.   Aṅkura-Ṭīkā, oleh Vimala Sayadaw. Ṭīkā ini ditulis lima belas tahun setelah diterbitkannya Paramatthadīpanī dan mendukung opini yang telah diterima luas dari Vibhāvinī melawan kritik dari Ledi Sayadaw.
6.   Navanīta-Ṭīkā, oleh seorang terpelajar India bernama Dhammananda Kosambi, diterbitkan pertama kali dalam aksara devanāgarī pada tahun 1933. judul karya ini secara literal berarti “Komentar Keju,” dan disebut demikian mungkin karena menjelaskan Saṅgaha dengan cara yang sehalus dan sesederhana mungkin, menghindari kontroversi filosofis.

Garis Besar Saṅgaha

Abhidhammattha Saṅgaha terdiri dari sembilan bab. Dimulai dengan menguraikan empat realitas tertinggi – kesadaran, faktor-faktor batin, materi, dan Nibbāna. Analisis terperinci dari empat ini adalah kerangka dari enam bab pertama. Bab I adalah Ringkasan Kesadaran, yang mendefinisikan dan mengklasifikasikan 89 dan 121 citta atau jenis-jenis kesadaran. Dalam ruang lingkupnya bab pertama ini mencakup wilayah yang sama seperti bab Kondisi-kondisi Kesadaran dari Dhammasaṅgaṇī, tetapi berbeda dalam hal pendekatan. Karya kanonis dimulai dengan sebuah analisis dari triad pertama dalam mātikā, dan oleh karena itu pada awalnya mengelompokkan kesadaran atas dasar ketiga kualitas etis bermanfaat, tidak bermanfaat, dan netral; kemudian dalam kategori-kategori tersebut kesadaran dibagi lagi berdasarkan pada alam dalam kategori-kategori alam indria, alam bermateri halus, alam tanpa materi, dan lokuttara. Sebaliknya, Saṅgaha, karena tidak terikat pada mātīkā, pertama-tama membagi kesadaran berdasarkan pada alam, dan kemudian membagi lagi berdasarkan pada kualitas etis.

Bab ke dua, Ringkasan Faktor-faktor Batin, pertama-tama memguraikan lima puluh dua cetasika atau sekuru-sekutu kesadaran, dibagi dalam empat kelompok: universal, kadang-kadang, faktor-faktor bermanfaat, dan faktor-faktor indah. Selanjutnya faktor-faktor ini diselidiki melalui dua metode: pertama, metode asosiasi (sampayoganaya), yang mengambil faktor-faktor batin sebagai unit penyelidikan dan menarik keluar jenis-jenis kesadaran yang dengannya faktor-faktor itu masing-masing berasosiasi; dan ke dua, metode penyertaan atau kombinasi (saṅgahanaya), yang mengambil jenis-jenis kesadaran sebagai unit penyelidikan dan menarik keluar faktor-faktor batin yang masuk ke dalam penyusunnya masing-masing. Sekali lagi bab ini menarik penjelasan dari bab pertama Dhammasaṅgaṇī.

Bab ke tiga, berjudul Ringkasan Lain-lain, mengelompokkan jenis-jenis kesadaran bersama dengan faktor-faktornya sehubungan dengan enam kategori: akar (hetu), perasaaan (vedanā), fungsi (kicca), pintu (dvāra), obyek (ārammaṇa), dan landasan (vatthu).

Tiga bab pertama membahas secara prinsip sehubungan dengan struktur kesadaran, baik secara internal maupun sehubungan dengan variable eksternal. Sebaliknya, dua bab berikutnya membahas dinamika kesadaran, yaitu, dengan cara terjadinya. Menurut Abhidhamma, kesadaran terjadi dalam dua cara berbeda namun saling terjalin – sebagai proses aktif dan sebagai aliran pasif. Bab IV mengeksplorasi sifat “proses kognisi,” Bab V tentang aliran pasif “yang terbebaskan oleh proses”, yang didahului dengan suatu survey atas kosmologi Buddhis tradisional. Penjelasan di sini sebagian besar didasarkan pada Komentar Abhidhamma. Bab VI, Ringkasan tentang Materi, berganti dari alam batin ke alam materi. Terutama didasarkan pada bab ke dua dari Dhammasaṅgaṇī, bab ini menguraikan jenis-jenis fenomena materi, mengelompokkannya dalam berbagai cara, dan menjelaskan cara-cara asal-mulanya. Bab ini juga memperkenalkan gagasan komentar tentang kelompok-kelompok materi, yang dibahas secara terperinci, dan menjelaskan terjadinya proses materi di berbagai alam kehidupan. Bab ini ditutup dengan sebuah bagian singkat tentang realitas mutlak ke empat, Nibbāna, satu-satunya unsure tidak terkondisi dalam sistem ini.

Dalam enam bab, Ācariya Anuruddha telah menyelesaikan pembabaran analitisnya tentang empat realitas mutlak, tetapi masih ada beberapa topik penting yang harus dijelaskan untuk memberikan gambaran lengkap tentang Abhidhamma. Hal ini dilakukan dalam tiga bab terakhir. Bab VII, Ringkasan Kategori-kategori, menyusun realitas-realitas mutlak ke dalam berbagai skema kategoris yang jatuh dalam empat judul: ringkasan kekotoran-kekotoran; ringkasan kategori campuran, yang termasuk poin-poin dari kualitas-kualitas etis berbeda, ringkasan prasyarat pencerahan; dan ringkasan keseluruhan, suatu survey yang menyeluruh dari ontologi Abhidhamma. Bab ini sangat mengandalkan Vibhaṅga, dan Dhammasaṅgaṇī hingga batas tertentu.

Bab VIII, Ringkasan Kondisionalitas, diperkenalkan untuk memasukkan ajaran Abhidhamma tentang keterkaitan fenomena jasmani dan batin, dengan demikian melengkapi  perlakuan analitis atas realitas mutlak dengan perlakuan sintetis menghamparkan korelasi fungsionalnya. Penjelasannya secara ringkas memberikan dua pendekatan alternatif paad kondisionalitaas yang terdapat dalam Kanon Pali. Satu adalah metode kemunculan bergantungan, yang menonjol dalam Sutta-sutta dan dianalisa baik dari sudut pandang Sutta maupun Abhidhamma dalam Vibhaṅga (VI). Metode ini memeriksa kondisionalitas dalam hal pola sebab-dan-akibat yang mempertahankan belenggu pada saṃsāra, siklus kelahiran dan kematian. Yang lain adalah metode Paṭṭhāna, dengan hubungan dua puluh empat kondisionalnya. Bab ini ditutup dengan penjelasan singkat tentang konsep (paññatti), yang dengan demikian menarik penjelasan dalam Puggalapaññatti, minimal melalui implikasi.

Bab ke sembilan dan ke sepuluh dari Saṅgaha membahas, bukan secara teroi, melainkan secara praktik. Ini adalah Ringkasan Subyek-subyek Meditasi. Bab ini berfungsi sebagai sejenis ringkasan dari Visuddhimagga. Bab ini secara singkat meneliti segala metode meditasi secara luas yang dijelaskan dalam karya Visuddhimagga,  dan membabarkan penjelasan singkat tentang tingkatan-tingkatan kemajuan baik dalam sistem meditasi, konsentrasi maupun pandangan terang. Bagaikan suatu karya agung bab ini merangkum, bab ini ditutup dengan sebuah penjelasan tentang empat jenis individu tercerahkan dan pencapaian buah dan lenyapnya. Pengaturan Abhidhammattha Saṅgaha ini mungkin berfungsi untuk menggaris-bawahi tujuan penyelamatan dari Abhidhamma. Seluruh analisis teoritis atas batin dan materi akhirnya bertemu di praktik meditasi, dan praktik ini memuncak pada pencapaian tujuan tertinggi Buddhisme, kebebasan batin melalui ketidak-melekatan.


Offline Mr. Wei

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.074
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #4 on: 25 March 2011, 07:50:58 PM »
Ko Indra yang terjemahin?

Offline Shining Moon

  • Sebelumnya: Yuri-chan, Yuliani Kurniawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.148
  • Reputasi: 131
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #5 on: 25 March 2011, 08:20:48 PM »
+1
(ngutang 2 bulanan lagi)
Life is beautiful, let's rock and roll..

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #6 on: 25 March 2011, 08:24:25 PM »

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #7 on: 25 March 2011, 08:54:14 PM »
Sorry, you can't repeat a karma action without waiting 720 hours.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #8 on: 25 March 2011, 09:27:11 PM »
Cuplikan atas menarik untuk diperhatikan:

dalam Sutta-sutta Sang Buddha mengatakan “aku” dan “engkau,” “laki-laki” dan “perempuan,” makhluk-makhluk hidup, orang-orang, dan bahkan diri seolah-olah semua itu adalah realitas nyata. Akan tetapi, metode penjelasan Abhidhamma, dengan keras membatasi pad istilah-istilah yang valid dari sudut pandang kebenaran mutlak (paramatthascca): dhamma-dhamma, karakteristik-karakteristiknya, fungsi-fungsinya, dan hubungan-hubungan di antaranya. Demikianlah dalam Abhidhamma semua entitas konseptual yang secara sementara diterima dalam Sutta-sutta yang berguna bagi komunikasi yang bermakna dipecah menjadi kemutlakan-kemutlakan ontologisnya, menjadi hanya fenomena batin dan jasmani yang tidak kekal, terkondisi, dan muncul bergantungan, kosong dari diri atau inti yang kekal.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline rooney

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.750
  • Reputasi: 47
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia...
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #9 on: 25 March 2011, 09:48:07 PM »
Cuplikan atas menarik untuk diperhatikan:

dalam Sutta-sutta Sang Buddha mengatakan “aku” dan “engkau,” “laki-laki” dan “perempuan,” makhluk-makhluk hidup, orang-orang, dan bahkan diri seolah-olah semua itu adalah realitas nyata. Akan tetapi, metode penjelasan Abhidhamma, dengan keras membatasi pad istilah-istilah yang valid dari sudut pandang kebenaran mutlak (paramatthascca): dhamma-dhamma, karakteristik-karakteristiknya, fungsi-fungsinya, dan hubungan-hubungan di antaranya. Demikianlah dalam Abhidhamma semua entitas konseptual yang secara sementara diterima dalam Sutta-sutta yang berguna bagi komunikasi yang bermakna dipecah menjadi kemutlakan-kemutlakan ontologisnya, menjadi hanya fenomena batin dan jasmani yang tidak kekal, terkondisi, dan muncul bergantungan, kosong dari diri atau inti yang kekal.

Maksudnya konsep itu bisa berubah dan menjadi tidak sama lagi dengan yang tertulis ?

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #10 on: 25 March 2011, 09:57:09 PM »
 [at] indra: lagi kgk sabar yah nunggu dipoto sampe nyerobot duluan ;D
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #11 on: 25 March 2011, 10:08:59 PM »
[at] indra: lagi kgk sabar yah nunggu dipoto sampe nyerobot duluan ;D

yg ini udah kok

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Sekilas tentang Abhidhamma
« Reply #12 on: 25 March 2011, 10:26:15 PM »
Maksudnya konsep itu bisa berubah dan menjadi tidak sama lagi dengan yang tertulis ?

Bukan begitu bro... Pembahasan Sutta ditujukan untuk umum, sehingga bahasa yang dipakai adalah kebenaran umum (Samutti Sacca). Sedangkan Abhidhamma membahas dari sisi Kebenaran Mutlak (Paramattha Sacca).

Umpamanya:
- mobil adalah kebenaran umum, kebenaran mutlak mobil adalah kumpulan dari mesin, sasis, roda, dashboard dlsbnya. Tak ada satupun diantara benda penyusun ini yang dapat disebut mobil, hanya kumpulan dari benda-benda ini yang bisa disebut mobil.

- Demikian juga manusia adalah kebenaran umum, kebenaran mutlak manusia adalah kumpulan dari kesadaran, perasaan, materi, ingatan/persepsi dan bentuk-bentuk pikiran yang muncul dan lenyap kembali dengan kecepatan luar biasa, tak ada satupun dari unsur penyusun ini yang bila berdiri sendiri bisa disebut manusia. Hanya kumpulan dari unsur-unsur penyusun ini yang bisa disebut manusia.

Oleh karena itu disebut kosong dari inti (tak ada inti).

Mettacittena
« Last Edit: 25 March 2011, 10:48:13 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

 

anything