Thanks atas penjelasan Bro Chingik dan Bro Gandalf.
Thanks pula pada Bro Gandalf, semoga ingat dg janjinya ttg "Dasabhumika Sutra." Saya nantikan itu.
Secara overall jawabannya saya bisa terima jika saya memandang dr perspektif "kacamata" Mahayana. Mungkin bbrp hal yg kurang saya mengerti yg ingin saya tanyakan mengenai ini:
[at] Bro Gandalf:
Bodhisattva bhumi ke-7 seharusnya identik dengan arhat kan sbgmn ada dlm pernyataan ini bahwa seorang arhat telah terbebas dr dualisme lahir, berbeda dg anagamin?
"...Kelahiran Anagamin masih terikat dengan dualisme lahir, sedangkan kelahiran seorang Bodhisattva Bhumi ketujuh itu, sudah lepas dari apa yang namanya dualisme kemenjadian saja..."
Tetapi dicompare dg bagian ini koq terasa kontra-produktif ya? Atau saya kurang mengerti?
Sebgmn tertuang dlm pernyataan pencapaian arhat "Kelahiranku telah diakhiri. Kehidupan suci telah ditegakkan. Apa yang dikerjakan telah dikerjakan. Tiada lagi kelahiran." Demikian menurut Bro Gandalf adl deskripsi pencapaian Bodhisattva bhumi ke-6 dalam kalimat ini:
"...Bahkan dalam Dasabhumika Sutra, kutipan Agama Sanskrit di atas mendeksripsikan pencapaian Bodhisattva bhumi keenam.."
Jadi, manakah yg benar? Seorang arhat itu adl Bodhisattva Bhumi ke-7 atau ke-6?
Anumodana jawabannya.
[at] Bro Chingik:
"Ketika petapa Sumedha menerima vyakarana dari Buddha Dipankara,
Beliau sudah terbebas dari perbuatan2 tidak bajik. Berkalpa-kalpa lamanya beliau mengumpulkan paramita yang tidak ada satu pun dapat membuat dirinya memunculkan akusala-citta, apalagi saat-saat menjelang kematiannya."
Bukankah dalam fakta ceritanya dikatakan seorang Bodhisattva masih bisa melakukan pelanggaran sila selain berbohong? Dengan demikian masih ada akusala mano karma, dan ada akusala kaya karma tetapi tidak ada akusala vaci karma. Note: ini pun jika kita menginterpretasikankan berbohong sbg semua bentuk kualitas negatif dr pembicaraan. Krn selain berbohong, kita jg mengenal pembicaraan yg memecah belah, yg tak bermanfaat, dlsb.
Konsekuensi dr pelanggaran sila adalah masih ada karma-vipaka utk akusala mano karma dan akusala kaya karma seorang Bodhisattva. Ini pula yg menyebabkan Bodhisattva masih dapat terlahir ke alam rendah.
Sementara pemahaman saya berdasarkan Jataka dan sejauh dr diskusi antar pihak Theravadin dan Mahayanist baik di luar forum maupun di dalam forum DC, adalah bodhisattva tampaknya masih dalam lingkup Hukum Karma dan hukum pratitya-samutpada. Hanya saja tampaknya ada bbrp hak prerogatif bagi bodhisattva yaitu tidak akan dapat terlahir di alam neraka, tdk akan dpt berbuat akusala garuka karma dan bbrp lain yg mungkin saya belum tahu. Cmiiw.
(catt: saya tidak pernah terlalu menyelidiki kisah2 Jataka dan bodhisattva sebelumnya, maka saya bertanya.)
Bagaimanakah proses kemenjadian dalam tataran konvensional itu? Selain tataran konvensional, ada tataran apa lagi yah utk proses kemenjadian?
Anumodana jawabannya
P.S:
Saya minta maaf kalau misalnya saya juga ikut2an mengkritisi pribadi. Mari kita kembali ke diskusi yang dingin.
The Siddha Wanderer
Saya selalu salut pd Bro Gandalf yg meski masih muda tetapi cukup dewasa dan berlapang hati dalam berdiskusi. Semoga mendapat respon yg sama dr teman diskusinya.