tentang ramal meramal dan ilmu-ilmu gaib memang mahaguru secara terbuka mengatakan bahwa hal itu dilakukan hanya sebagai pancingan (baca: Marketing tools). dan memang bukan ajaran Buddha.
Hanya info saja.
Dalam Tipitaka Pali, Digha Nikaya, 11, ada suatu kisah di mana Buddha diminta agar memerintahkan para bhikkhu menunjukkan kesaktian agar umat menjadi tambah percaya.
Buddha Gotama berkata bahwa bukan itu caranya mengajarkan dhamma. Setelah diminta sampai 3x, maka Buddha menjelaskan bahwa ada 3 macam kesaktian:
1. Iddhipatihariya: kesaktian psikis seperti terbang, membuat diri menjadi banyak, teleport, dsb.
2. Adesanapatihariya: kemampuan membaca pikiran dari makhluk lain.
Kedua jenis kesaktian ini tidak memberikan manfaat bagi yang melihat (hanya terkagum-kagum saja). Selain itu, ada juga jimat/mantra untuk melakukan hal yang sama (Vijja Gandhara untuk melakukan Iddhipatihariya, Vijja Manika untuk Adesanapatihariya). Maka bisa saja seorang skeptik mengatakan "bhikkhu itu pake jimat" dan akhirnya malah menimbulkan kesalahpahaman.
Melihat hal tersebut, maka Buddha Gotama menghindari dan mencela pertunjukan kesaktian demikian. 3. Anusasanipatihariya: kesaktian memberi nasihat, mengetahui kecenderungan orang lain dan mampu memberikan nasihat yang sesuai bagi perkembangan bathin.
Kesaktian yang terakhir ini adalah yang bermanfaat bagi pelaku dan bagi yang melihat.
Hanya kesaktian inilah yang dianjurkan oleh Buddha Gotama. Jadi terlihat di sini bahwa LSY telah melakukan apa yang Buddha Gotama tidak setujui. LSY telah menyebarkan dharma dengan cara yang berbeda dengan para Buddha di masa lampu menyebarkan dharma.
Dalam kesehariannya Buddha mungkin tidak memakai perhiasan di tubuhnya. tapi beliau menerima banyak perhiasan , emas, perak, baju donasi dari umat-umat-Nya atau dengan kata lain: Sang Buddha itu kaya raya seumur hidupnya . Masa-masa Sang Buddha boleh dibilang tidak memiliki harta itu hanya pada saat beliau bermeditasi di bawah pohon Boddhi ! . Salah satu penyebab Devadatta iri hati adalah donasi yang melimpah ruah kepada Buddha. Anda mungkin tau kisah Anathapindika yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk keperluan sangha, sampai-sampai dia menjadi jatuh miskin, (walaupun di kemudian hari usahanya menanjak lagi, dan kembali menjadi orang kaya ).
Sedangkan kisah tentang membunuh itu ada di kisah jataka, dimana Bodhisatta membunuh 500 perampok untuk menyelamatkan orang-orang lainnya.
nb: Sehubungan dengan mahaguru Lu Sheng Yen, beliau dalam keseharian tidak memakai perhiasan, hanya dalam upacara-upacara tertentu saja. Saya sudah pernah mempostingkan artikel bahwa perhiasan itu hanya sebagai lambang saja.
kutipan teks:
sumber: http://www.sacred-texts.com/bud/lob/lob39.htm
"Listen well, inhabitants of Cravasti! Seven days from this day, the merchant Anathapindika, riding an elephant, will go through the streets of the city. He will ask all of you for alms, which he will then offer to the Buddha and to his disciples. Let each one of you give him whatever he can afford."
On the day announced, Anathapindika mounted his finest elephant and rode through the streets, asking every one for donations for the Master and for the community. They crowded around him: this one gave gold, that one silver; one woman took
p. 194
off her necklace, another her bracelet, a third an anklet; and even the humblest gifts were accepted.
Now, there lived in Cravasti a young girl who was extremely poor. It had taken her three months to save enough money to buy a piece of coarse material, out of which she had just made a dress for herself. She saw Anathapindika with a great crowd around him.
"The merchant Anathapindika appears to be begging," she said to a bystander.
"Yes, he is begging," was the reply.
"But he is said to be the richest man in Cravasti. Why should he be begging?"
"Did you not hear the royal proclamation being cried through the streets, seven days ago?"
"No."
"Anathapindika is not collecting alms for himself. He wants every one to participate in the good he is doing, and he is asking for donations for the Buddha and his disciples. All those who give will be entitled to a future reward."
The young girl said to herself, "I have never done anything deserving of praise. It would be wonderful to make an offering to the Buddha. But I am poor. What have I to give?" She walked away, wistfully. She looked at her new dress. "I have only
p. 195
this dress to offer him. But I can not go through the streets naked."
She went home and took off the dress. Then she sat at the window and watched for Anathapindika, and when he passed in front of her house, she threw the dress to him. He took it and showed it to his servants.
Setahu saya, Buddha tidak pernah menerima dana berupa emas/perak/perhiasan. Jika ada perhiasan yang didanakan, maka akan dijual dan sejumlah uang penjualan itu akan digunakan untuk kebutuhan sangha seperti tempat tinggal, jubah, dan makanan. Tidak ada ceritanya Sangha menyimpan emas/harta benda lain.
Contoh kasus ini adalah ketika Visakhā mengunjungi Jetavana, ia lupa mengambil perhiasan ketika pulang. Maka akhirnya ia mendanakan perhiasan itu. Tetapi karena sangat mahal harganya, tidak ada yang mampu membeli. Maka ia sendiri yang membeli perhiasan itu dan uangnya dibangun untuk membangun vihara.