Khotbah Mengenai Perkumpulan Rangkap Empat
Catuṣparisat Sūtra
The Discourse on the Fourfold Assembly
Keterangan Teks :
Sumber sansekerta:
Based on the edition by Waldschmidt, Ernst, 1952, 1956, 1960. Das Catuṣpariṣatsūtra, eine Kanonische Lehrschrift über die Begründung der Buddhistischen Gemeinde. Text in Sanskrit und Tibetisch, verglichen mit dem Pali nebst einer Übersetzung der chinesischen Entsprechung im Vinaya der Mūlasarvāstivādins. Auf Grund von Turfan-Handschriten herausgegeben und bearbeitet. Teil i–iii. Berlin 1962 (Abhandlungen der Deutschen Akademie der Wissenschaften zu Berlin, Klasse für Sprachen, Literatur und Kunst, 1960/1), pp. 432–457 (revidierter Text).
Catuṣpariṣat SF 259 Waldschmidt 1957d: 108–140
Sumber bahasa Inggris:
Terjemahan bahasa Inggris oleh Bhiksu Sujato. Diterbitkan di situs suttacentral. https://suttacentral.net/sf259/en/sujato
Terjemahan
Terjemahan dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh Prajnadeva, dengan sesekali membandingkan dengan teks sansekerta.
Ringkasan
Petapa Gautama mencapai pencerahan dan menerima dana makanan pertama dari dua pedagang. Kemudian dewa Brahma datang memohon agar Buddha mengajarkan dharma yang ditemukanNya. Buddha pergi dari hutan Uruvela ke Benares untuk mengajarkan Dharma pada lima petapa yang semuanya mencapai tingkat arahat. Berikutnya Buddha mengajar pemuda Yasa dan teman-temannya sampai akhirnya ada 60 orang arahat di dunia. Kisah ditutup dengan instruksi untuk pergi berpencar menyebarkan Dharma, sementara Buddha pergi ke Uruvela
Perkenalan
Catuṣpariṣat Sūtra adalah sebuah teks kanonik mengenai pembentukan Perkumpulan Buddhis. Teks asli dalam bahasa sansekerta dan tibet, dibandingkan dengan teks pali dan terjemahan padanan chinese di dalam vinaya Mūlasarvāstivādin.
Teks ini menceritakan kisah yang sudah lama dikenal dalam legenda buddhis mengenai pencerahan Sang Buddha dan pembentukan Sangha. Kisah serupa dalam versi lain yang mirip dan bahkan hampir identik di beberapa bagian dapat ditemukan dalam Theravada Vinaya Khandaka Mahavagga, Lalitavistara Sutra, Mahavastu, Jataka- Nidanakatha, Ariyapariyesana Sutta, dan banyak lagi.
Apa yang membuat teks ini istimewa kalau cerita yang disajikan sudah lama kita kenal? Keistimewaan pertama adalah, teks ini termasuk ke dalam ‘teks buddhis awal’.
Dewasa ini ketika Ajaran Guru Buddha terpecah-pecah menjadi banyak sekte dan tradisi, ada orang yang kebingungan mengenai manakah dharma yang asli yang benar berasal dari Sang Buddha sendiri. Tentu saja semua sekte mengklaim bahwa dirinyalah yang mewarisi dharma sejati. Dilatarbelakangi hal ini, ada usaha dari sebagian orang memakai metode analisis sejarah dan pengelompokan teks untuk mencari dharma sejati.
Dengan asumsi bahwa Dharma yang diajarkan Buddha tentunya akan ditulis paling awal, dan penambahan-penambahan belakangan oleh murid-murid atau generasi berikutnya akan ditulis belakangan, sejarawan mencoba mencari teks mana yang muncul paling awal. Hal ini tidak terlalu sulit, karena semua sekte buddhis mengakui dan menyimpan sekelompok teks yang sama, yang sekarang disebut “teks buddhis awal”. Yaitu empat nikaya dalam tradisi pali, yang mempunyai padanan empat agama dalam kanon tiongkok, dan beberapa kumpulan dalam khuddaka nikaya pali yang juga mempunyai padanan dalam ksudraka agama kanon tiongkok.
Sehingga ‘teks buddhis awal’ biasanya mempunyai otoritas dan otentisitas yang lebih tinggi dibanding teks lain seperti teks abhidhamma atau teks komentar, karena diakui dan diterima oleh semua sekte sebagai kata-kata Buddha. Sebaliknya, teks abhidhamma, teks komentar, ataupun beberapa sutra Mahayana tidak diterima oleh semua buddhis sebagai kata-kata Buddha, tetapi hanya diterima sebagian kelompok.
Catuṣpariṣat Sūtra termasuk ke dalam kategori ‘teks buddhis awal’ dan cukup bernilai untuk dipelajari oleh siapa saja, apapun sekte anda, karena tingkat otentisitasnya sama dengan teks lain di ‘teks buddhis awal’ seperti kanon pali atau kanon agama. Teks ini adalah bagian dari kanon sansekerta dari sekte Sarvastivada.
Keistimewaaan kedua adalah dukungan yang teks ini berikan terhadap keberadaan Sangha bhikkhuni/ bhiksuni.
Jika kita lihat judulnya saja, Perkumpulan Empat Rangkap mempunyai makna bahwa Sangha baru lengkap jika ada empat kelompok: Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, Upasika. Jadi dari judulnya saja teks ini sudah menyatakan bahwa bhiksuni diperlukan. Walaupun di dalam isinya tidak ada satupun bhiksuni, tapi ada orang-orang dari tiga kelompok lain.
Poin lainnya adalah pernyataan Buddha di dalam teks ini yang menyatakan bahwa Beliau tidak akan parinirvana sebelum mempunyai siswa Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, Upasika yang cerdas dan terampil dalam mengajar. Bahwa Buddha sudah mempunyai rencana mendirikan Sangha Bhiksuni terpapar jelas disitu. Hal ini membantah anggapan bahwa Buddha dipaksa oleh Ananda untuk mendirikan Sangha Bhiksuni.
Keistimewaan ketiga dari teks ini adalah karena teks ini melengkapi teks Maha Parinibbana Sutta.
Seperti dikatakan Bhikkhu Sujato dalam bukunya ‘A History of Mindfulness’:
“Dua khotbah, Catuṣpariṣat Sūtra dan Mahā Parinibbāna Sutta, adalah sepasang yang saling melengkapi. Ini terbukti dari banyak kesejajaran dan kesamaan dalam rincian dan strukturnya.
Mahā Parinibbāna Sutta mengisahkan bagaimana Māra mendekati Sang Buddha, bersujud dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha (! hanya dalam versi Sanskrit), dan mengingatkan Beliau bahwa, ketika Sang Buddha berdiam di Uruvelā di tepi sungai Nerañjarā tak lama setelah Beliau tercerahkan, Māra telah mendatangi-Nya dan meminta agar Sang Buddha meninggal dunia. Kejadian ini kenyataannya ditemukan dalam Catuṣpariṣat Sūtra Sanskrit, tetapi tidak ada dari versi Pali yang sejajar dalam Vinaya Mahāvagga. Pada waktu itu, kedua versi Mahā Parinibbāna Sutta berlanjut mengatakan, Sang Buddha menjawab bahwa Beliau tidak akan meninggal dunia sampai empat perkumpulan dari para bhiksu, bhiksuni, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan telah berkembang dengan baik dan berlatih dengan baik dalam Dharma, dapat mengajarkan dan mempertahankan Dharma. (Bacaan ini, secara tidak sengaja, adalah salah satu dari banyak bacaan yang menunjukkan bahwa pendirian Sangha Bhiksunī tidak diadakan atas keengganan Sang Buddha, seperti yang muncul dalam kisah Vinaya, tetapi suatu bagian intrinsik dari misi Beliau dari awalnya.)
Keistimewaan keempat dari teks ini adalah karena menyiratkan bahwa tujuan Buddha dari awal adalah untuk mengajar, yang selaras dengan tema Mahayana yaitu bodhicitta. Berbeda dengan interpretasi yang dihasilkan oleh teks lain yang menggambarkan bahwa Buddha mempunyai keraguan dan enggan untuk mengajar.
Hal ini dapat dibaca dari struktur teks yang menempatkan pernyataan Buddha bahwa beliau tidak akan parinirvana sebelum mempunyai siswa-siswa, sebelum Brahma Sabhapati datang memohon agar Beliau mengajarkan dharma. Poin lain adalah pernyataan perlindungan dua pedagang Tripusa dan Bhallika yang berlindung pada ‘Sangha yang akan dibentuk di masa depan’.
Hal lainnya adalah ungkapan “welas asih agung” yang muncul ketika Buddha menerawang dunia untuk melihat apakah makhluk-makhluk dapat menerima ajaran. Teks ini memberi perspektif baru bahwa Buddha memang mempunyai misi untuk mengajarkan dharma kepada makhluk-makhluk di dunia ini.
Sumber utama terjemahan Bahasa Indonesia ini adalah terjemahan Bahasa Inggris yang tersedia di situs suttacentral oleh Bhikkhu Sujato. Dengan memeriksa teks asli sansekerta untuk kalimat yang membingungkan atau meragukan, dan membandingkan dengan padanan bahasa pali dan terjemahannya jika ditemukan, diharapkan terjemahan ini lebih akurat daripada hanya sekedar menerjemahkan dari terjemahan Bahasa Inggris.
Semoga terjemahan teks ini dapat membantu praktik spiritual pembaca.
Jasa kebajikan dari menerjemahkan teks ini didedikasikan untuk kelangsungan Ajaran, panjang usia dan kelangsungan aktivitas Guru Dharma, dan kebahagiaan kesejahteraan semua makhluk.