//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - K.K.

Pages: 1 ... 560 561 562 563 564 565 566 [567] 568 569
8491
Mahayana / Re: Kwan Kong, belajar dhamma??
« on: 22 April 2008, 05:35:00 PM »
 _/\_

8492
Peraturan Vegetarian tidak masuk dalam Vinaya juga, menurut saya, adalah karena tidak mau menjadikan Bhikkhu kurang waspada pada pikirannya (dengan merasa tidak ada bahaya jika makan makanan yang sudah dipilih-pilih tersebut, padahal tetap saja bahayanya ada pada pikiran, bukan makanan).

Di samping itu, mungkin untuk mengukuhkan nasihat agar Bhikkhu mempunyai sifat "mudah dirawat". Susah dibayangkan merawat Bhikkhu dengan paham vegetarianisme mutlak, dilakukan oleh komunitas nelayan.


8493
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 22 April 2008, 05:16:12 PM »
Tesla:
Pandangan keliru itu seperti Lily katakan, kira2 adalah tidak mempercayai bahwa perbuatan buruk akan membawa akibat buruk, atau tidak mengetahui bahwa suatu perbuatan adalah perbuatan buruk.

Contohnya ketika orang berpikir bahwa hidup ini hanya sekali saja, sehingga bisa melakukan apa yang diinginkannya. Dia punya pandangan salah karena tidak tahu bahwa tidak semua kamma akan menghasilkan buah di kehidupan yang sama.
Atau jika seseorang hidup di antara orang yang tidak bermoral. Karena melihat tindakan salah sebagai suatu yang biasa, maka dia tidak tahu bahwa perbuatan itu salah, dan atas dasar lobha, dia ikut melakukannya.

Untuk kesadaran yang dipengaruhi lingkungan, adalah ajakan atau hasutan dari pihak lain, misalnya.
Untuk perasaan yang mengikuti, yang senang tentu banyak contohnya. Yang netral itu mungkin seperti orang Gypsy yang punya budaya mencuri. Mungkin tidak semuanya menikmati mencuri tersebut dan mereka juga tidak menganut pandangan mencuri itu salah. Jadi pada saat mencuri, perasaannya adalah netral.



8494
Mahayana / Re: Kwan Kong, belajar dhamma??
« on: 22 April 2008, 04:58:49 PM »
Ya, memang benar. Saya pribadi juga tidak mempercayai julukan bodhisatva bisa segampang itu diberikan. Ini memang mungkin karena pergeseran makna bodhisatva itu sendiri. Kebudayaan di China mungkin lebih condong kepada keberadaan dewa-dewi yang bisa menolong manusia, lalu setelah agama Buddha masuk dan berkembang, terjadi asimilasi yang mengaburkan makna aslinya.

Tanpa menyertakan kebudayaan sendiri, kadang suatu istilah bisa mengalami pergeseran. Seperti Buddha dikatakan adalah 'penyelamat' manusia. Orang berpikir bahwa Buddha masih turut campur dalam masalah duniawi dan menyelamatkan orang kalo orang itu terancam bangkrut misalnya. Padahal penyelamat di sini lebih pada spiritualisme.
Penyelamat ini sendiri juga kadang diartikan seperti Buddha membuat rakit raksasa, lalu jadi tukang perahu yang mengajak orang sebanyak2nya menyeberang dari pantai samsara ke pantai nibbana (nirvana). Padahal bukan begitu. Buddha hanya memberi contoh dan mengajarkan bagaimana kita masing-masing membuat rakit, dan kita sendirilah yang harus berenang ke pantai seberang. Jadi memang ini sering terjadi.

Menurut saya, bodhisatva itu hanya julukan, tidak terlalu masalah. Yang biasa bermasalah adalah perilaku orang dalam menyikapi 'julukan' tersebut. Kita ambil contoh dari aliran Theravada, berapa banyak orang yang 'memuja' Sivali (yang tidak pernah kekurangan dana) dan dianggap semacam dewa rejeki yang bisa membantu mengurangi kemiskinan. Ini sudah jelas menyimpang dari tujuan semula. Sesungguhnya jika kita ingin seperti Sivali, maka kita perlu melakukan apa yang Sivali lakukan sehingga tidak kekurangan dana. (Dalam ceritanya, dia mendanakan madu untuk 6.800.000 Arahat pada jaman Buddha Vipassi).

Begitu juga pemujaan kepada Kwan Kong atau siapapun. Jika dengan memuja & mengingat kualitas dari sosok tersebut (apakah Bodhisatva, dewa, manusia bahkan binatang), bisa membuat kita belajar menjadi lebih baik, rasanya tidak ada salahnya.

8495
Mahayana / Re: Kwan Kong, belajar dhamma??
« on: 22 April 2008, 03:57:37 PM »
Quote
bener tuh..dah banyak bunuh orang bisa dijadikan Boddhisatva..bentar lage...Suharto jadi Boddhisatva jg..biar cari umat dan masuk pendapatan.. Grin aye jadi bingung definisi Moha karena ajaran Mahayana yg agung..sangat....-_-" speechless..

Quote
jadi pendapat seperti ini boleh dibilang pendapat yg nggak bener yah ko .

Ya, karena rasanya memang tidak dibilang 'jumlah pembunuhan maksimal' yang boleh dilakukan agar orang tetep bisa menjadi Bodhisatta/Bodhisatva. Lagipula jika melewati entah berapa Asankheyya, siapa yang jamin Soeharto tidak akan menjadi Bodhisatva? Rasanya tidak ada.



8496
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 22 April 2008, 03:48:50 PM »
Tesla:
Dalam dhamma, kita berkehendak (menanam kamma) yang tidak baik, bukan semata2 karena ingatan, namun karena akar kesadaran di dalam diri. Akar ini memang bisa menguat dan melemah, tetapi jika tidak dihilangkan sampai ke akar2nya, itu yang tadinya kuat, bisa menjadi lemah dan yang lemah bisa menjadi kuat. Misalnya seseorang yang memiliki masa lalu di alam Brahma, cenderung tidak menikmati nafsu indriah. Namun, tetap saja setelah beberapa saat, atau mungkin beberapa kehidupan di mana dia tidak menjaga indriahnya, kesadaran akusalanya menguat.

Seorang Sotapanna sudah menghilangkan sampai ke akar2nya, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan akusala kamma tertentu. Dan pandangan benar, seperti saya katakan, belum tentu harus dengan 'embel-embel Buddha'. Biarpun dilahirkan di zaman 'gelap', seorang Sotapanna tidak akan menggenggam konsep Atta ataupun mempercayai Ritual sebagai sarana keselamatan, misalnya. Juga tidak perlu dia mengingat dirinya sebagai Sotapanna, ataupun mengingat 4 kesunyataan mulia dsb.


8497
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 22 April 2008, 03:39:48 PM »
Wah, saya memang tidak terlalu mengerti Abhidhamma, terutama jika menggunakan bahasa2 yang asing. Tapi menurut saya, seorang Sotapanna tidak melakukan kebaikan karena tidak tahu sebabnya. Misalnya seperti orang yang ditakut-takuti akan hukuman mahluk adikuasa, sehingga dia melakukan kebaikan.

Lebih jauh, nana-sampayuttam/vippayuttam memang bukan berhubungan dengan pandangan salah. Itu berhubungan dengan pengetahuan/pengertian. Dengan bahasa gampangnya, di antara orang yang melakukan kejahatan, ada yang tahu bahwa itu salah, ada yang tidak tahu bahwa itu salah. Di antara orang yang melakukan kebajikan, juga ada yang menyadari dan mengetahui kebajikan, ada yang tidak.

Seorang Sotapanna, ketika melakukan kejahatan, dia tidak menganggap itu sebagai kebaikan; ketika melakukan kebaikan, selalu mengetahui sebab akibat dan manfaat dari perbuatan baik itu. Jadi dia melakukannya dengan sadar/berpengetahuan. Perbuatan itu tentu saja bisa disebabkan dari dalam atau faktor pengaruh luar; kemudian bisa diikuti oleh perasaan senang/netral baik untuk akusala & sobhana. Itulah mengapa diuraikan dalam 8 kesadaran. 
Jadi memang saya tidak katakan tidak tahu = berpandangan salah kok ;D


8498
Mahayana / Re: Kwan Kong, belajar dhamma??
« on: 22 April 2008, 02:42:15 PM »
Han Han:
Devadatta itu memang akan menjadi Buddha, tetapi jenis Pacceka (Pretyeka Buddha), bukan Samma Sambuddha (Samyak Sambodhi) seperti Buddha Gotama/Sakyamuni. Demikian juga Angulimala bisa menjadi Savaka (Sravaka) Buddha walaupun sudah bunuh banyak orang.

Kwan Kong itu dipuja salah satunya adalah karena kesetiaannya kepada teman & negaranya. Karena memang ga banyak orang yang seperti itu, maka dijadikan panutan. Walaupun sudah membunuh banyak orang, tapi itu juga dilakukan bukan karena kekejaman yang tanpa alasan.
Demikian pula berbagai macam Bodhisatva yang dipuja dalam aliran Mahayana, biasanya memiliki kelebihan dalam hal tertentu (seperti Avalokiteshvara/Kwan Im dengan karunna-nya).

Dalam proses perjalanan penyempurnaan parami, Bodhisatta Gotama juga pernah membunuh saudaranya demi harta, oleh karena itu Bodhisatta pernah terlahir sebagai Yakkha dan binatang (singa).

Sam Po Kong memang panggilan dari Laksamana Cheng Ho. Walaupun Cheng Ho beragama Islam, ia tidak menyebarkan ajaran Islam.



 


8499
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 22 April 2008, 09:10:29 AM »
Seorang Sotapanna, walaupun mengalami tumimbal lahir di tempat yang tidak mengenal Dhamma, atau tidak ada merk2 Buddhisme pun tetap tidak dapat melakukan hal-ha yang berlandaskan kesadaran tersebut, sebab ia sudah tidak memiliki pandangan salah. Kapanpun dia melakukan hal perbuatan salah (dalam hal ini berlandaskan Lobha), dia menyadari bahwa itu bukanlah hal yang benar.
Begitu pula untuk kesadaran 2, 5 & 6. Jadi walaupun kesadaran akusala itu muncul dari dalam ataupun karena faktor dari luar, apakah kemudian perasaannya senang atau netral, dia tetap menyadari itu bukanlah hal yang dibenarkan.

Pencapaian Sotapatti magga/phala ini adalah memang sangat istimewa. Maka saya katakan tidak semudah yang dipikir orang secara umum bahwa kalo sudah jadi umat Buddha, belajar tentang belenggu itu, melakukan meditasi tertentu beberapa sesi, sudah jadi Sotapanna.
Bahkan dalam Sutta dikatakan seorang Sotapanna pasti meninggal dengan pikiran baik (tidak ada akusala asanna kamma), oleh karena itu tidak akan terlahir di alam rendah.






8500
"realitas saja deh, berapa persen seh Buddhist yg menyelidiki (mempelajari) secara mendalam & berapa persen yg hanya ikut2an. ini juga berlaku utk agama lain lho"
- Tidak masalah berapa orang, setidaknya diri sendiri punya keinginan untuk belajar atau menganjurkan orang lain belajar. Dalam masyarakat sekarang ini, hal-hal spiritualitas memang dianggap tidak penting ketimbang mencari uang/pacar/kesenangan sebanyak-banyaknya. Maka banyak orang yang hanya ikut2an saja dan hal itu memang wajar.

Tuduhan fanatik atau apatis memang tidak membuat kita sungguhan fanatik atau apatis. Tetapi saya juga tidak sepenuhnya setuju kalo hanya melihat ke dalam diri sendiri. Kesannya semua diukur dengan tolok ukur diri sendiri (yang juga belum tentu benar). Karena itulah banyak orang menganggap Buddhism itu agama egosentrisme.


8501
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 21 April 2008, 06:00:36 PM »
Untuk lobha-mula-citta-nya, mungkin begitu. Tetapi untuk moha-mula-citta, sepertinya belum tentu seperti itu.
Upekkhasahagatam vicikicchasampayuttam, dalam hal ini adalah semua keraguan secara universal. Dalam hal ini cetasika Vicikiccha masih dapat muncul dalam kesadaran akusala yang manapun yang tidak terkait dengan pandangan salah.

Selain itu juga, rasanya Sotapanna sudah menyingkirkan kusala kamavacara cittani nomor 3,4, 7 dan 8, sebab mereka bukan orang yang berbuat baik dengan pandangan salah juga.


8502
"harus diselidiki secara mendalam" di sini maksudnya untuk mengerti konteks dari sesuatu yang dibicarakan. Seperti dalam kasus ini, oknum tertentu tidak menyelidiki pengertian 'kafir', juga tidak menyelidiki 'kondisi dan syarat' untuk jihad, hanya melihat tulisan 'penggal kepala'.

Memang benar jika sudah diselidiki secara mendalam dan tidak benar, terimalah kenyataan itu. Tetapi itu 'kan sifatnya pribadi. Benar bagi anda, belum tentu benar bagi mereka. Mengenai fanatik juga sifatnya sangat relatif. Di satu sisi bilang fanatik, di sisi lain menuduh apatis. Semua serba susah.

8503
Theravada / Re: Lepas Jubah
« on: 21 April 2008, 12:16:26 PM »
Secara pastinya saya tidak tahu. Tetapi pada aturan lepas jubah dan ingin ditahbiskan kembali, tidak ditulis ada batasannya sebanyak 7x. Kemudian dari setiap akan dilakukannya pentahbisan ulang, calon bhikkhu itu harus mengerti kesalahannya yang dilakukan dahulu sehingga menyebabkan lepas jubah.

Lalu untuk pentahbisan ulang, sepertinya tidak berlaku untuk yang pernah melakukan Parajika, ataupun Sanhadisesa sampai dikeluarkan dari Sangha.

8504
Diskusi Umum / Re: Jalan Berunsur 8: 1. Pandangan Benar
« on: 21 April 2008, 12:06:10 PM »
Tentang pandangan Benar (Samma Ditthi), biasanya menyangkut
1. 4 kesunyataan mulia
2. 3 Corak umum
3. Paticca Samuppada
4. Hukum Kamma



Q: Mengapa meminum minuman keras tidak termasuk dalam akusala kamma?
Karena niat dalam minum minuman keras dengan sengaja, belum tentu untuk maksud yang tidak bermanfaat.

Q: apakah 5 hukum ini termasuk paticca samupaddha?
- paticca samuppada termasuk dalam Dhamma Niyama

Q: apakah sebuah kejadian pasti dipengerahui oleh ke 5 hukum tersebut atau hanya sebagian saja?
- Bisa sebagian, bisa seluruhnya

Q: hukum citaniama apakah hukum yang mengatur panca khanda?
- Citta Niyama adalah tentang pikiran dan kesadaran, termasuk juga kebathinan. Panca khanda (tubuh, pikiran, kesadaran, ingatan & perasaan) secara keseluruhannya, diatur dalam hukum Dhamma

Q: hukum manakah yang mengatur terbentuknya 31 alam ?
- Sepertinya integrasi dari semua Niyama ini yang menentukan adanya 31 alam. Tidak bisa dipisah-pisah satu sama lain.

Pandangan benar banyak berkaitan dengan 2 dari 5 Niyama ini. Jadi rasanya memang masih tidak keluar dari topik. Hukum kamma juga perlu dimengerti karena banyak pandangan yang tidak mempercayai hukum sebab akibat (seperti paham bahwa semuanya hanya kebetulan, ataupun kepercayaan bahwa kebaikan atau kejahatan tidak membuahkan hasil). Lalu kesunyataan mulia dan paticca samuppada adalah untuk menyatakan definisi "Nibbana" menurut Buddhisme. Sebab banyak pandangan salah mengenai nibbana. Pandangan2 ini bisa dibaca dalam Brahmajala Sutta.




8505
Theravada / Re: Lepas Jubah
« on: 21 April 2008, 11:27:17 AM »
Lepas jubah itu sepertinya tidak dibatasi maksimal 7x. Tapi emang kejadian di Sutta (yang pernah saya baca), maksimal adalah 7x, yang dilakukan oleh Cittahattha. Kisah itu yang membuat Buddha Gotama mengucapkan Dhammapada 38 & 39.

Cittahatthi ini dikatakan harus mengalami kesusahan demikian, sebab dalam salah satu kehidupan lampau, dia pernah menganjurkan kawan Bhikkhunya lepas jubah, karena dia sendiri ingin memiliki barang2 milik kawannya itu.

Kamma buruk atau tidak bukan selalu diukur dari tindakan (seperti melepas jubah). Kadang orang menjadi bhikkhu bukan untuk mengikis kekotoran bathin, tapi demi keuntungan lainnya, juga merupakan kamma buruk. Jika seseorang sudah berusaha semampunya dan memang tidak berhasil, maka melepas jubah juga bukan sesuatu yang jelek.

Pages: 1 ... 560 561 562 563 564 565 566 [567] 568 569